TUGAS AKHIR ANALISA DAN PENGUKURAN PERFORMANSI WIRELESS LAN Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh :
Nama NIM Jurusan Peminatan Pembimbing
: : : : :
MIFTAH FARID ZAENI 0140312-029 Teknik Elektro Telekomunikasi Ir. Said Attamimi, MT
PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR
Disusun Oleh
Nama
: Miftah Farid Zaeni
NIM
: 0140312-029
Jurusan
: Teknik Elektro
Peminatan
: Teknik Telekomunikasi
Judul
: Analisa dan Pengukuran Performansi Wireless LAN
Disetujui dan diterima
Pembimbing
Koordinator Tugas Akhir
(Ir. Said Attamimi, MT)
(Ir. Yudhi Gunardi, MT)
Mengetahui Ketua Jurusan Teknik Elektro
(Ir. Budi Yanto, Msc)
i
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Miftah Farid Zaeni
NIM
: 0140312-029
Jurusan
: Teknik Elektro
Fakultas
: Teknik Industri
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya buat dan saya susun ini hasil pemikiran serta karya saya seorang. Tugas akhir ini tidak dibuat oleh pihak lain, kecuali kutipan - kutipan referensi yang telah disebutkan sumbernya.
Jakarta, Agustus 2007
Miftah Farid Zaeni
ii
ABSTRAKSI
Filosofi umum dari suatu desain jaringan telekomunikasi adalah mendapatkan performansi terbaik dengan biaya implementasi yang minimal. Performansi radio meliputi kualitas signalling dan juga kanal suara. Dalam kaitan ini, ukuran dari kualitas transmisi adalah SNR atau biasa disebut RF signal to noise ratio. Seorang engineer harus menganalisa SNR untuk dua kondisi, yang pertama pada kondisi SNR yang terburuk , sedangkan yang kedua pada kondisi SNR rata-rata yang dicapai oleh jaringan yang didesain. Dalam hal ini, kondisi performansi rata-rata akan menunjukkan ukuran persepsi pengguna mengenai kualitas yang akhirnya bermuara pada kepuasan pengguna. Sedangkan analisa terburuk adalah untuk mencegah berbagai kondisi terburuk yang mungkin saja terjadi.
Memang sulit untuk mencapai performansi yang diharapkan pada lingkungan komunikasi mobile yang sangat kompleks. Oleh karena itu seorang engineer diharapkan memiliki berbagai pengetahuan untuk melakukan optimalisasi sistem yang nantinya akan melibatkan berbagai solusi kompromi dari berbagai kondisi trade off yang nantinya akan dihadapi.
Melalui analisa performansi pada teknologi wireless LAN dengan melakukan pengukuran throughput, response time, dan SNR pada suatu area perkantoran, kita akan dapat melihat performansi wireless LAN, sehingga wireless LAN ini bisa direkomendasikan sebagai solusi pengganti jaringan yang menggunakan kabel terutama juga karena dengan menggunakan teknologi yang menggunakan media udara ini, kemudahan pengguna berpindah-pindah tempat (mobile) menjadi hal yang penting seiring dengan pesatnya perkembangan laptop dan juga murahnya biaya implementasi teknologi ini dibandingkan dengan jaringan yang menggunakan kabel.
iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan proyek akhir ini. Tugas akhir ini berisi analisa tentang kemampuan teknologi wireless LAN untuk memenuhi kebutuhan sistem jaringan pada area terbatas seperti perkantoran.
Kebutuhan komunikasi data seperti internet, video, dan suara saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok bagi dunia bisnis, namun pada prakteknya untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih ada kendala seperti infrastruktur yang mengakibatkan tidak effisiensi dan biaya operasional tinggi. Dengan teknologi wireless LAN ini diharapkan bisa memberikan solusi untuk menggantikan teknologi jaringan menggunakan kabel.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada perancangan dan pembuatan buku proyek akhir ini. Oleh karena itu, besar harapan saya untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. Semoga buku ini dapat memberikan manfaaat bagi para mahasiswa Universitas Mercu Buana Jakarta pada umumnya dan dapat memberikan nilai lebih untuk para pembaca pada khususnya. Dengan Tugas Akhir ini saya berharap pembaca dapat memanfaatkan hasil studi ini dan juga mengembangkan teknologi Wireless LAN untuk memenuhi kebutuhan transmisi data yang semakin tinggi.
iv
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam pelaksanaan dan pembuatan proyek akhir ini kami banyak menerima dan bantuan dari berbagai pihak. Kami bersyukur sebesar - besarnya kepada Allah SWT atas semua karunia yang telah diberikan-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Dan tanpa menghilangkan rasa hormat kami mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu kami antara lain :
1. Orang tua yang mengasuhku, mendidikku dan menyekolahkanku. 2. Istriku tercinta Ernawati yang selama ini memberikan dukungan moral untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Ir. Said Attamimi, MT selaku dosen pembimbing dalam pembuatan Tugas Akhir ini. 4. Dosen Penguji atas sarannya yang sangat membantu dalam penyempurnaan tugas akhir ini. 5. Saudara Sutanto, Tata Hadinata, dan Dani Yusdiar yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan dukungan dalam pembuatan tugas akhir ini. 6. PT. Inti Alasindo Telecommunication yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan pengukuran yang diperlukan dalam tugas akhir ini. 7. Seluruh civitas akademika Universitas Mercu Buana Jakarta. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
v
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Pengesahan ……………………………………………………….........
i
Lembar Pernyataan ……………………………………………………………..
ii
Abstrak ………………………………………………………………………….
iii
Kata Pengantar …………………………………………………………….........
iv
Ucapan Terimakasih……………………………………………………….........
v
Daftar Isi ………….……………………………………………………….........
vi
Daftar Gambar …………………………………………………………….........
viii
Daftar Tabel …………………………………………………………………….
ix
Daftar Grafik ..…………………………………………………………….........
x
BAB I Pendahuluan …………………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………………………………..
1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………
2
1.3 Batasan Masalah ……………………………………………………..
2
1.4 Tujuan Penulisan ……………………………………………………..
2
1.5 Metode Pendekatan Masalah ………………………………………...
3
1.6 Sistematika Penulisan ………………………………………………..
3
BAB II Konsep Dasar Wireless LAN ………………………………………...
5
2.1 Media Nirkabel ……………………………………………………….
6
2.1.1 Radio ……………………………………………………………
6
2.1.2 Inframerah ……………………………………………………...
11
2.2 Skenario Transmisi …………………………………………………...
15
2.2.1 Radio ……………………………………………………………
15
2.2.2 Inframerah ……………………………………………………...
22
2.3 IEEE 802.11 Standar Wireless ….........................................................
24
2.3.1 Sejarah IEEE 802.11 …………………………………………….. 25 2.3.2 Protocol Layer …………………………………………………..
28
2.3.3 MAC Layer ……………………………………………………..
29
vi
2.4 Bandwidth Standar 802.11 Wireless LAN …………………………...
30
2.4.1 Interferensi ………………………………………………………
30
2.4.2 Frequency Congestion …………………………………………..
32
2.5 Keamanan Protokol IEEE 802.1x ………………………………........
33
2.5.1 Terminologi …………………………………………………….
33
2.5.2 Arsitektur 802.1x ……………………………………………….
35
2.5.3 802.1x pada 802.11 Wireless LAN …………………………….
36
2.5.4 EAP-TLS ……………………………………………………….
37
BAB III Perancangan dan Implementasi Wireless LAN …………………....
38
3.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi Throughput dan Coverage …….
38
3.2 Pengukuran Throughput dan Response Time ………………………..
41
3.2.1 Setting Alat ……………………………………………………..
42
3.3 Langkah – langkah Pengukuran ………………………………………
44
3.3.1 Prosedur Tes Pertama …………………………………………..
44
3.3.2 Prosedur Tes Kedua …………………………………………....
48
3.3.3 Prosedur Tes Ketiga ……………………………………………
49
BAB IV Percobaan dan Analisa Implementasi Wireless LAN ……………..
51
4.1 Pendahuluan …………………………………………………….........
51
4.2 Skenario Percobaan …………………………………………………..
51
4.3 Hasil Pengukuran ……………………………………………….........
52
4.4 Analisa Percobaan ……………………………………………………
54
4.4.1 Performasi Throughput …………………………………………
54
4.4.2 Performansi Response Time ……………………………………
56
4.4.3 SNR …………………………………………………………….
57
BAB V Kesimpulan dan Saran ……………………………………………….
59
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………
59
5.2 Saran …………………………………………………………………..
59
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….........
61
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Topologi Aplikasi Wireless LAN …………………………......... Gambar 2.2
6
Interferensi Kanal yang berdekatan dan contoh strategi alokasi Frekuensi ………………………………………………………...
9
Gambar 2.3
Interferensi antar symbol ………………………………………..
10
Gambar 2.4
Fading Rayleigh …………………………………………………
10
Gambar 2.5 Mode Operasi Inframerah ……………………………………….
14
Gambar 2.6
Prinsip Kerja Direct Sequence Spread Spectrum ..........................
16
Gambar 2.7
Prinsip Direct Sequence Spectrum………………………….........
18
Gambar 2.8
Spread Spectrum Frequency Hopping ...........................................
19
Gambar 2.9
Koding Inframerah dan Skema Modulasi ……………………….
23
Gambar 2.10 Lapisan Model OSI dan struktur 802.11 ………………………...
26
Gambar 2.11 Protocol 802.11 …………………………………………….........
29
Gambar 2.12 Skenario Dasar 802.1x …………………………………………..
34
Gambar 2.13 802.1x Diatas Suatu Jaringan 802.11 ……………………………
37
Gambar 3.1
Konfigurasi Dasar Jaringan WLAN ……………………………..
43
Gambar 3.2 Ping dari Klien 1 ke Server ………………………………………
44
Gambar 3.3
Program Qcheck …………………………………………………
46
Gambar 3.4 Denah Lokasi Pengukuran ………………………………………
47
Gambar 3.5
Konfigurasi Jaringan Wireless LAN tanpa Server ………………
48
Gambar 3.6
Program NetStumbler ……………………………………………
49
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Spesifikasi Standar 802.11a/b/g ……………………………………..
28
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Throughput dengan Access Point terhubung ke Server …………………………………………………………..........
52
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Throughput dengan Access Point tidak terhubung ke server ……………………………………………………….........
52
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Response Time dengan Access Point terhubung ke Server …………………………………………………………….
53
Tabel 4.4 Hasil pengukuran Response Time dengan Access Point tidak Terhubung ke Server ..........................................................................
53
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Nilai SNR dengan Access Point terhubung ke Server ………………………………………………………….........
53
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Nilai SNR dengan Access Point tidak terhubung ke Server …………………………………………………………….
ix
54
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Nilai Throughput dengan Access Point terhubung Server ………....
55
Grafik 4.2 Nilai Throughput dengan Access Point tidak terhubung Server ……
55
Grafik 4.3 Response Time dengan Access Point terhubung Server ……………
56
Grafik 4.4 Response Time dengan Access Point tidak terhubung Server ...........
57
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebutuhan akan informasi komunikasi dewasa ini sangat penting seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih dengan perkembangannya yang semakin cepat, teknologi informasi yang berkembang sangat pesat pada saat ini salah satunya dalam bidang jaringan..
Saat ini dalam bidang jaringan sedang berkembang jaringan tanpa kabel atau yang dikenal dengan istilah wireless LAN (WLAN). Wireless LAN semakin banyak digunakan untuk menghantar jalur komunikasi data sebagai pengganti local area network (LAN). Hal ini dipacu oleh pertumbuhan jumlah komputer-komputer jinjing. Di ruang pertemuan misalnya, alangkah repotnya menyediakan kabel-kabel LAN untuk para peserta pertemuan yang masing-masing membawa komputer sendiri. Dengan teknologi nirkabel yang cakupannya dibatasi pada area/ruang tertentu, para pemilik komputer jinjing dapat menikmati jalur komunikasi data tanpa harus menarik kabel satu persatu ke komputer masing-masing.
Teknologi ini bisa menjadi alternatif yang bagus untuk menggantikan jaringan yang menggunakan kabel yang mana infrastrukturnya akan berubah-ubah dikarenakan adanya kebutuhan dari para pengguna yang mobile.
Pada saat ini di beberapa perkantoran, mall dan kampus sudah menyediakan layanan HotSpot yaitu sebuah area dimana pada area tersebut tersedia koneksi internet wireless yang dapat diakses melalui notebook, PDA maupun perangkat lainnya yang mendukung teknologi tersebut. Dengan HotSpot kita bisa menikmati akses internet dimanapun kita berada selama di area HotSpot tanpa harus menggunakan kabel, layanan inilah yang nanti diharapkan akan mempercepat akses informasi bagi siapa saja yang membutuhkan informasi di dunia maya,
1
terutama di lingkungan kampus yang mana dunia pendidikan ini bisa dijadikan sebagai barometer kemajuan teknologi informasi.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam penulisan proposal tugas akhir ini, saya mencoba untuk menganalisa sejauh mana performansi Wireless LAN (WLAN) ini bisa dijadikan sebagai teknologi yang dapat diandalkan. Karena pada teknologi WLAN ini kecepatannya masih dibawah kecepatan teknologi yang menggunakan kabel, dimana jaringan LAN kabel mempunyai kecepatan 100 Mbps. Sehingga kiranya perlu dibuat suatu simulasi jaringan WLAN untuk menganalisa performansinya berdasarkan data-data yang didapat dari simulasi tersebut.
1.3
Batasan Masalah
Agar permasalahan terfokus pada suatu permasalahan diatas, maka ditentukan batasan masalah sebagaimana dibawah ini : •
Teknologi Wireless LAN dan aplikasinya di lapangan
•
Pengukuran dan analisa throughput, respone time, dan nilai SNR teknologi Wireless LAN
1.4
Tujuan Penelitian •
Memberikan solusi wireless LAN sebagai teknologi alternatif pengganti jaringan LAN menggunakan kabel.
•
Melakukan percobaan dan pengukuran throughput, response time, dan nilai SNR untuk mengetahui sampai sejauh mana performansi dari wireless LAN.
2
1.5
Metode Pendekatan Masalah
Analisa performansi wireless LAN ini dimulai dengan mempelajari teori dasar tentang teknologi Wireless, khususnya teknologi WLAN beserta aplikasinya yang ada pada saat ini. Informasi mengenai hal tersebut didapatkan melalui: •
Kajian Literatur Bentuk pencarian data yang dilakukan dengan mempelajari literatur yang berhubungan dengan obyek yang diteliti.
•
Interview / Konsultasi Bentuk pengambilan data yang dilakukan dengan cara konsultasi dan wawancara dengan pihak yang terkait dengan obyek yang diteliti.
•
Observasi Bentuk pencarian data yang dilakukan dengan pengujian secara langsung tehadap obyek yang diteliti yakni menggunakan simulasi jaringan WLAN yang ada.
Berdasarkan informasi dan data yang didapatkan tersebut, kemudian dimulai penulisan mengenai analisa performansi WLAN ini.
1.6
Sistematika Penulisan
Secara garis besar pembahasan dari “Analisa dan Pengukuran Performansi Wireless LAN” ini terbagi dalam beberapa bab yaitu : •
BAB I. Pendahuluan Berisi tentang gambaran umum latar balakang penulisan tugas akhir, tujuan, rumusan masalah, batasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.
3
•
BAB II. Dasar Teori Membahas tentang teori penunjang dari pembahasan masalah antara lain tentang struktur jaringan, jenis protocol yang digunakan WLAN dan juga teori dasar yang digunakan dalam penelitian ini.
•
BAB III. Perancangan dan Implementasi wireless LAN Berisi tentang persiapan perancangan, pembuatan simulasi jaringan Wireless LAN.
•
BAB IV. Percobaan dan analisa Implementasi wireless LAN Berisi tentang pengujian yang dilakukan terhadap simulasi sistem jaringan wireless LAN, terutama analisa terhadap data yang didapatkan.
•
BAB V. Kesimpulan dan Saran Berisi hasil ringkasan dari uraian keseluruhan tugas akhir. serta saran-saran untuk pegembangan lebih lanjut.
4
BAB II KONSEP DASAR WIRELESS LAN
Sejauh ini kita telah mengenal jenis LAN yang menggunakan kabel twisted-pair atau kabel coaxial sebagai media transmisinya. Biaya utama yang dikeluarkan untuk jenis LAN ini adalah biaya pemasangan kabel-kabel tersebut. Selain itu, bila tata letak jaringan komputer berubah akan memerlukan biaya pemasangan kabel tambahan sesuai tata letak yang baru pula. Alasan inilah yang menjadi salah satu penyebab dikembangkannya Wireless LAN (LAN nirkabel).
Alasan kedua adalah kemajuan perangkat genggam (handheld) dan komputer portabel. Berkat kemajuan teknologi, kemampuan perangkat genggam dan komputer portabel semakin mendekati kemampuan komputer biasa (PC). Meskipun alasan utama penggunaan perangkat tersebut adalah kemudahan berpindah, mereka juga dituntut untuk mampu berkomunikasi antar sesama perangkat. Sebagai contoh, perangkat genggam untuk memeriksa data barang yang berhubungan dengan komputer penyimpanan data di sebuah toko ritel. Perangkat genggam tersebut dituntut dapat berkomunikasi dengan komputer selain portabilitas yang tinggi.
Dapat dilihat pada skenario di Gambar 2.1(a) yang menggambarkan dua penerapan LAN Nirkabel. Aplikasi pertama menggunakan Portable Acces Unit (PAU) sebagai perangkat perantara untuk menghubungkan perangkat portabel yang terhubung ke sebuah LAN Nirkabel dengan komputer server yang terhubung ke LAN yang terhubung kabel. Umumnya daya jangkau PAU ini berkisar antara 50 – 100 meter dan akan lebih banyak lagi PAU yang digunakan untuk sebuah instalasi yang besar di suatu daerah. Dengan penerapan tersebut, setiap perangkat portabel akan dapat mengakses komputer server dimana pun perangkat portabel tersebut berada. Penerapan semacam ini sering disebut dengan infrastructure wireless LAN.
5
Gambar 2.1 Topologi Aplikasi Wireless LAN
Aplikasi kedua menerapkan sistem dimana perangkat portabel berdiri sendiri dan tidak perlu berhubungan dengan komputer server. Dalam aplikasi ini, setiap perangkat portabel dapat langsung berkomunikasi dengan sesama perangkat portabel. Karena jenis aplikasi ini lebih sering dibuat berdasarkan permintaan maka jenis aplikasi ini lebih sering disebut ad hoc wireless LAN, seperti terlihat pada gambar 2.1(b)
2.1
Media Nirkabel
Terdapat dua jenis media yang digunakan untuk LAN nirkabel yaitu gelombang frekuensi radio dan sinyal optik inframerah. Kita akan membahasnya secara terpisah meskipun terdapat beberapa kesamaan dalam teknik-teknik yang digunakan
2.1.1 Radio Gelombang frekuensi radio digunakan secara luas untuk berbagai aplikasi termasuk siaran radio dan televisi dan jaringan telepon selular. Karena gelombang frekuensi radio dapat menembus benda-benda seperti dinding maka kontrol ketat diterapkan pada penggunaan 6
gelombang frekuensi radio tersebut. Penerapan yang sedemikian banyaknya menyebabkan pengalokasian berdasarkan bandwidth semakin sulit. Untuk sebuah penerapan tertentu, sebuah frekuensi khusus harus secara resmi dialokasikan. Persetujuan internasional segera tersusun untuk penerapan-penerapan yang berhubungan dengan dunia internasional secara global.
Persyaratan untuk membatasi emisi radio pada sebuah lebar frekuensi spesifik dan bagi sistem penerima untuk memilih sinyal dalam lebar frekuensi tersebut menyatakan bahwa secara umum rangkaian yang digunakan pada sistem radio lebih memuaskan daripada rangkaian yang digunakan dalam sistem optik inframerah. Selain itu, penggunaan sistem radio yang luas di samping produksi masal yang cukup tinggi menunjukan bahwa rancangan sistem radio yang memuaskan dapat diimplementasikan pada biaya yang wajar.
Path loss. Semua sistem penerima sinyal radio dirancang untuk beroperasi pada sebuah nilai signal-to-noise ratio atau SNR. Secara umum, kerumitan dan biaya pembuatan sistem radio akan meningkat seiring dengan meningkatnya nilai SNR. Nilai SNR sistem penerima radio harus diatur setinggi mungkin.
Pada praktiknya, nilai SNR bergantung kepada parameter-parameter yang saling berhubungan dan setiap parameter tersebut harus diperhitungkan dalam perancangan sistem penerima sinyal radio. Derau pada sistem penerima adalah fungsi dari temperatur batas (yang menyebabkan derau termal) dan bandwidth dari sinyal yang diterima. Makin besar bandwidth atau temperatur makin besar pula derau yang ditimbulkan. Untuk penerapan khusus, derau di sistem penerima harus diperbaiki.
Daya sinyal yang diterima oleh sistem penerima tidak hanya terdiri dari fungsi daya yang dipancarkan tetapi juga terdiri dari fungsi penurunan daya sinyal radio antara sistem pemancar dan sistem penerima. Di ruang bebas, penurunan daya sinyal radio berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber sinyal. Dalam ruang biasa, penurunan daya tersebut jauh lebih cepat yang disebabkan oleh halangan dari benda-benda seperti gedung dan
7
manusia ditambah lagi dengan interferensi yang destruktif yang dihasilkan oleh sinyal pantulan. Fakta ini menghasilkan apa yang dikenal dengan path loss dari sebuah saluran (channel) radio.
Oleh karena itu, supaya sistem penerima sinyal radio dapat bekerja pada nilai SNR yang wajar, ia harus beroperasi dengan menggunakan tingkat transmisi daya setinggi mungkin dan/atau memiliki daerah cakupan yang terbatas. Dalam prakteknya di komputer portabel, daya sinyal yang dipancarkan dibatasi oleh konsumsi baterai unit radionya yang pada akhirnya meningkatkan beban baterai komputer. Karena sebab inilah maka daerah cakupan ad hoc LAN pada umumnya lebih sempit daripada infrastructure LAN.
Interferensi saluran yang berdekatan. Karena sinyal radio berpropagasi melalui bendabenda dengan atenuasi yang tidak terlalu tinggi, sangat mungkin mendapat interferensi dari transmitter lain yang beroperasi di pita frekuensi yang sama dan berdekatan maupun berjauhan. Pada ad hoc LAN, karena terdapat beberapa LAN yang mungkin berdekatan, teknik-teknik yang memungkinkan beberapa pengguna memakai pita frekuensi secara bersamaan perlu diterapkan.
Dalam sebuah infrastructure wireless LAN, karena topologinya telah diketahui dan jumlah daerah cakupan jaringan wireless lebih luas dibandingkan dengan LAN terhubung kabel, bandwidth yang tersedia dapat dibagi menjadi sejumlah sub-band sehingga daerah yang berdekatan menggunakan sub-band yang berbeda. Skenario umum ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Skema tersebut dikenal sebagai three-cell repeat pattern (pola pengulangan tiga sel) meskipun pola yang lebih besar masih dimungkinkan. Jumlah bandwidth yang tersedia di setiap sel dipilih untuk mencapai tingkat layanan yang baik dengan perkiraan jumlah pengguna yang aktif dalam area tersebut. Hal ini menuju kepada utilisasi bandwidth yang lebih baik dan tingkat interferensi saluran yang berdekatan lebih banyak dikurangi dengan menjamin semua sel yang berdekatan menggunakan frekuensi yang berbeda.
8
Gambar 2.2 Interferensi kanal yang berdekatan dan contoh strategi alokasi frekuensi
Multipath. Seperti sinyal optik, sinyal radio juga dipengaruhi oleh multipath. Multipath adalah sebuah kondisi dimana sebuah sistem penerima menerima beberapa sinyal yang seluruhnya dipancarkan oleh satu pemancar dan setiap sinyal yang diterima mengikuti jalur yang berbeda dari pemancar menuju ke penerima. Hal ini dikenal sebagai multipath dispersion (penyebaran aneka jalur) atau delay spread (penyebaran waktu tunda) dan menyebabkan sinyal yang berhubungan dengan bit/simbol terdahulu mengganggu sinyal yang berhubungan dengan
bit/simbol selanjutnya. Hal ini dikenal sebagai intersymbol
interference (gangguan antar simbol) – ISI dan ditunjukan oleh Gambar 2.3. Semakin tinggi kecepatan bit maka semakin pendek perioda setiap sel bit maka semakin tinggi tingkat gangguan antar simbol.
9
Gambar 2.3 Interferensi antar simbol
Sebagai tambahan, gangguan yang dikenal sebagai frequency-selective fading (pelemahan frekuensi secara selektif) disebabkan oleh variasi dalam panjang jalur dari sinyal terimaan yang berbeda. Hal ini menyebabkan kenaikan pada pergeseran relatif fasa antar sinyal yang dapat mengakibatkan sinyal-sinyal terrefleksi meredam jalur sinyal langsung dan pada akhirnya saling menghilangkan. Hal tersebut dikenal sebagai Rayleigh Fading dan ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Dalam prakteknya, amplituda gelombang terrefleksi adalah pecahan dari gelombang asli sebesar peredaman yang ditentukan oleh material yang memantulkannya. Salah satu pemecahan masalah ini adalah mengeksplorasi fakta yang menunjukkan bahwa panjang gelombang sinyal frekuensi radio adalah sangat pendek (beberapa puluh sentimeter) dan menjadi sensitif terhadap variasi-variasi kecil pada lokasi antenna. Untuk mengatasi efek tersebut, dua antena digunakan dengan jarak antara keduanya seperempat panjang gelombang. Sinyal yang diterima dari kedua antena digabungkan untuk membentuk sinyal terimaan. Teknik ini dikenal sebagai Space Diversity (penganekaan ruang).
Gambar 2.4 Fading Rayleigh
10
Pemecahan alternatif adalah menggunakan teknik yang dikenal sebagai equalization. Gambaran sinyal langsung yang tertunda dan teredam (yang ekivalen dengan sinyal aneka jalur terrefleksi – multipath reflected signals) dikurangi dari sinar sebenarnya yang diterima. Karena sinyal terrefleksi akan bervariasi untuk lokasi pemancar dan penerima yang berbedabeda, proses harus bersifat adaptif. Rangkaian yang digunakan dikenal sebagai adaptive equalizer. Penambahan rangkaian ini jelas akan menambah biaya implementasi penerima.
2.1.2
Inframerah
Pemancar dan detektor inframerah telah digunakan selama bertahun-tahun dalam berbagai aplikasi seperti transmisi fiber optik dan berbagai kontrol jarak jauh seperti televisi, CD player dan VCR. Transmisi inframerah berada di frekuensi yang jauh lebih tinggi daripada frekuensi radio (lebih besar dari 1014 Hz) dan umumnya peralatannya diklasifikasikan berdasarkan panjang gelombang inframerah yang dipancarkan dan diterima. Panjang gelombang diukur dalam satuan nanometer (1 nm = 10-9 meter) dan merupakan jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam waktu satu cycle sinyal. Panjang gelombang, λ = c / f
c = 3x108 ms-1 dan f adalah frekuensi (Hz)
Dua jenis peralatan inframerah yang sering digunakan memiliki λ 800 nm dan 1300 nm.
Kelebihan inframerah daripada radio adalah regulasi yang mengatur penggunaannya masih sedikit. Selain itu, inframerah memiliki karakteristik yang mirip dengan cahaya biasa. Oleh karena itu, inframerah dibatasi pengunaannya sebatas satu ruangan sehingga tingkat interferensi saluran yang berdekatan dapat jauh berkurang.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan saat menggunakan inframerah sebagai medium fisik komunikasi adalah interferensi yang disebabkan oleh cahaya latar belakang. Sinar matahari dan lampu ruangan mengandung suatu tingkat interferensi tertentu. Sinar-sinar tersebut diterima detektor bersama-sama dengan sinyal inframerah. Hal ini berarti daya derau dapat
11
tinggi yang memerlukan tingkat daya sinyal yang cukup tinggi untuk menciutkan rasio SNR. Dalam prakteknya, path loss sinyal inframerah dapat cukup tinggi. Selain itu, pemancar inframerah memiliki koefisien konversi daya elektrik-ke-optik yang relatif kecil. Kesemuanya dapat membuat kebutuhan daya yang tinggi terhadap sumber daya atau baterai. Untuk menekan tingkat derau dari segi praktis, cukup melewatkan sinyal yang diterima melalui sebuah optical bandpass filter yang meredam sinyal-sinyal diluar pita frekuensi sinyal yang dipancarkan.
Peralatan. Untuk aplikasi LAN nirkabel, mode operasi adalah memodulasi intensitas keluaran pemancar inframerah menggunakan sinyal elektrik termodulasi. Variasi intensitas inframerah diterima oleh detektor yang dikonversikan langsung menjadi sinyal elektrik yang ekivalen. Mode ini dikenal sebagai Intensity Modulation with Direct Detection (IMDD), variasi metoda modulasi digunakan termasuk modulasi baseband.
Terdapat dua jenis pemancar inframerah : Laser Diodes dan Light-Emitting Diodes (LED). Dioda Laser digunakan secara luas dalam sistem transmisi fiber optik. Alat tersebut menghasilkan sumber cahaya yang koheren yang mana memiliki pita frekuensi yang sangat sempit (umumnya antara 1 nm hingga 5 nm) dan ketika cahaya dibatasi dalam daerah yang sempit akan dihasilkan densitas daya yang tinggi. Pada aplikasi LAN nirkabel, karena cahaya tidak dipaksa untuk berpropagasi dalam fiber optik yang terbatas, sumber laser harus disebar untuk mencegah kerusakan mata. Sebaliknya, LED yang menghasilkan sumber cahaya terdiri dari sejumlah frekuensi cahaya (umumnya antara 25 nm hingga 100 nm) dan dengan penggunaan daya keluaran yang rendah, sangatlah aman. Bandwidth yang tersedia dengan menggunakan LED adalah sekitar 20 MHz yang menentukan bit rate maksimum yang bisa digunakan yaitu kurang dari 10 Mbps. Karena harganya yang cukup murah, pada umumnya orang menggunakan LED untuk bit rate di bawah 10 Mbps.
Bagi bit rate yang lebih lebar dari 10 Mbps maka harus menggunakan dioda laser. Bandwidth yang tersedia dengan menggunakan dioda laser adalah beberapa ratus MHz. pita frekuensi yang luas yang diasosiasikan dengan LED memberikan artian bahwa tapis optik di bagian
12
penerima dengan passband yang luas harus digunakan untuk mendeteksi seluruh sinyal yang ditransmisikan. Hal ini meningkatkan derau sinyal sehingga perancangan sistem penerima akan jauh lebih sulit pada bit rate yang tinggi.
Topologi. Hubungan inframerah dapat digunakan dalam satu dari dua mode : point-to-point dan diffuse. Pada mode point-to-point, pemancar diarahkan langsung menuju ke detektor sehingga pemancar dengan daya rendah dan detektor yang sensitifitasnya rendah dapat digunakan. Mode operasi ini sangat cocok untuk hubungan wireless antara dua peralatan.
Dalam aplikasi LAN nirkabel, mode operasi one-to-many (broadcast) dibutuhkan. Untuk mencapai mode ini, keluaran sumber inframerah disebar sehingga cahaya tersebar diatas area yang luas. Mode ini disebut sebagai diffused mode dan memiliki tiga alternatif mode operasi seperti yang ditunjukan di Gambar 2.5. Dalam mode dasar -- 2.5(a) – terdapat sebuah pemancar dan detektor optik wide-angle untuk setiap komputer. Keluaran sinyal inframerah oleh sembarang pemancar diterima oleh semua detektor setelah beberapa pantulan didalam ruangan. Efek dari mode operasi ini adalah beberapa salinan sinyal yang berasal dari satu sumber tiba di setiap detektor dalam interval waktu yang berbeda yang ditentukan oleh jalur yang diikuti oleh sinyal. Seperti yang dijelaskan diatas , hal ini adalah multipath dispersion dan efeknya adalah penyebaran waktu tunda (delay spread) karena pulsa yang mencerminkan bit individual dalam aliran transmisi bit tersebar atau terluaskan. Sebagaimana gelombang radio, amplitudo dari berbagai sinyal terrefleksi bervariasi relatif terhadap sinyal langsung sebagai fungsi dari path yang dilalui dan perendaman yang ditimbulkan. Dalam ruangan/kantor biasa, sinyal yang berarti dapat diterima dengan sebaran waktu tunda (delay spread) sebesar 100 nanoseconds. Mode ini hanya memuaskan hingga tingkat bit rate 1 Mbps karena pada tingkat bit rate yang lebih tinggi, ISI akan meningkat pula.
Dengan inframerah (dan radio), kita dapat menekan efek sebaran waktu tunda dengan menggunakan berbagai pemancar dan penerima yang dapat diarahkan (directional) seperti directional antennas dan dapat diperlihatkan oleh Gambar 2.5(b). Dengan pendekatan ini, semua pemancar dan detektor diarahkan ke titik di kubah refleksi yang terletak di langit-
13
langit yang disebut satellite. Untuk memaksimalkan daya sinyal yang diterima dan meminimalkan pantulan, sumber sinyal difokuskan untuk membentuk sorotan yang sempit. Bentuk kubah pemantul dipilih untuk menjamin semua sinyal yang dipancarkan diterima seluruhnya oleh semua detektor. Untuk menekan efek multipath, celah detektor dibuat kecil sehingga detektor hanya menerima sinyal yang dipantulkan oleh satelit.
Gambar 2.5 Mode operasi inframerah (a) point-to-point (b) satelit pasif (c) Satelit aktif
Satellite dalam skenario di atas hanya bertindak sebagai reflektor cahaya. Oleh karena itu, untuk memperoleh tingkat daya sinyal yang baik yang sampai di detektor, daya sinyal yang dipancarkan harus cukup tinggi. Dengan peralatan portabel yang menggunakan baterai, hal ini merupakan kelemahan dan setelah pemikiran lanjut dilakukan, dihasilkan sebuah satellite aktif seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5(c). dengan skenario seperti itu, sekumpulan detektor didistribusikan di sekitar kubah bersama dengan sekumpulan pemancar inframerah. Semua sinyal yang diterima oleh satu atau lebih detektor yang berada di kubah dipancarkan
14
kembali oleh pemancar yang berada di kubah. Dengan demikian, daya sinyal yang dipancarkan dapat lebih rendah karena hanya diperlukan sebatas untuk menuju ke satellite saja.
2.2
Skenario Transmisi
Perbedaan karakteristik propagasi inframerah dan radio menyebabkan perbedaan skenario transmisi. Kita akan memaparkan secara terpisah skenario yang digunakan masing-masing media.
2.2.1 Radio Terdapat 4 buah skenario transmisi yang digunakan oleh LAN nirkabel radio : direct sequence spread spectrum, frequency hopping spread spectrum, single-carrier modulation, dan multi-subcarrier modulation.
Direct sequence spread spectrum. Bila dibandingkan dengan aplikasi spektrum radio lainnya, LAN nirkabel termasuk relatif baru. Meskipun terdapat spektrum radio bebas yang tersedia, ia terletak di frekuensi tinggi dalam orde 10 GHz. Pada frekuensi seperti itu, komponen yang diperlukan adalah baru dan sangat mahal. Hal ini menjadi kelemahan untuk aplikasi LAN nirkabel karena harga network interface card untuk LAN terhubung kabel jauh lebih murah. Selain itu, harga komputer portabel telah menurun sehingga biaya untuk LAN nirkabel menjadi lebih murah. Oleh karena itu, standar LAN nirkabel yang pertama menggunakan pita frekuensi yang telah ada dimana komponennya sudah banyak tersedia. Pita frekuensi tersebut adalah salah satu bagian dari pita frekuensi yang ditentukan untuk aplikasi industri, ilmiah, dan medikal yang umum dan terkenal dengan sebutan ISM (industrial, scientific, and medical) band. Contoh aplikasinya adalah peralatan pemanas dengan frekuensi radio berdaya tinggi dan oven microwave. Operator radio amatir juga diperbolehkan untuk memakai pita frekuensi ini dan lebih sering bermain di transmisi berdaya tinggi. Agar dapat berada berdampingan dengan aplikasi yang telah ada, skenario transmisi yang dipilih harus memiliki tingkat penolakan (rejection) co-channel interference
15
(interferensi saluran-bersama) yang cukup tinggi. Untuk aplikasi LAN nirkabel, skenario ini dibuat dengan menggunakan teknik yang dikenal dengan spread spectrum (spektrum tersebar). Terdapat dua jenis spread spectrum yaitu direct sequence (pengurutan langsung) dan frequency-hopping (frekuensi berpindah-pindah).
Gambar 2.6 Prinsip kerja direct sequence spread spectrum
Prinsip operasi direct sequence spread spectrum ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 2.6. Data sumber yang akan ditransmisikan di-XOR-kan dengan pseudorandom binary sequence (urutan biner pra-acak) yang merupakan sekumpulan bit-bit yang acak tetapi urutan yang sama dibuat jauh lebih banyak daripada data sumber. Dengan proses XOR, data dimodulasi dan ditransmisikan dan disebar pada pita frekuensi yang secara proporsional lebih lebar daripada bandwidth sumber data. Teknik ini akan membuat sinyal terlihat sebagai (pseudo) derau oleh pengguna pita frekuensi yang sama.
Semua unit LAN nirkabel mengetahui pseudorandom binary sequence yang sedang digunakan. Seluruh frame data yang dipancarkan didahului dengan dengan urutan pembuka (preamble sequence) diikuti dengan pembatas start-of-frame. Setelah memodulasi sinyal yang diterima, semua penerima akan mencari urutan pembuka yang diketahui terlebih dahulu – umumnya sebuah deretan angka 1 – dan sekali urutan tersebut ditemukan, penerima mulai menerjemaahkan aliran bit yang datang dalam batasan sumber data bit yang benar. Kemudian penerima akan menunggu hingga pembatas start-of-frame diterima dan selanjutnya menerima
16
isi dari frame. Penerima yang dituju ditentukan dengan alamat tujuan yang dipasang di bagian kepala dari frame dengan menggunakan cara biasa.
Karena semua unit yang tergabung dalam LAN nirkabel yang sama menggunakan pita frekuensi yang sama dan menggunakan pseudorandom binary sequence yang sama pula, transmisi setiap unit akan saling menginterferensi. Oleh karena itu, metoda MAC yang sesuai perlu digunakan untuk menjamin hanya satu transmisi yang terjadi pada satu waktu.
Dalam prakteknya, pembuatan pseudorandom binary sequence relatif tidak rumit karena ia bisa dihasilkan secara digital menggunakan hanya sejumlah shift register dan sejumlah gerbang XOR yang dihubungkan dalam sebuah rangkaian feedback. Prinsip pembuatannya ditunjukkan oleh Gambar 2.7(a). Dalam contoh tersebut, sebuah shift register 3-bit dan sebuah gerbang XOR digunakan dan rangkaian ini menghasilkan kode 7 pseudorandom 3-bit – juga dikenal sebagai (shift register) states – sebelum prosesnya berulang. Perhatikan bahwa kondisi 000 tidak muncul karena isi shift register akan tetap tidak berubah setelah setiap pulsa clock berturut-turut. Secara umum, terdapat maksimum 2n – 1 kondisi untuk sebuah nbit shift register dan jika kombinasi feedback meghasilkan semua 2n – 1 kondisi disebut sebagai maximal-length shift register (shift register dengan panjang yang maksimal). Keluaran dari elemen yang paling signifikan di shift register digunakan sebagai pseudorandom binary sequence yang dalam gambar sama dengan pola 1110010.
Setiap data bit, 7 bit urutan dipancarkan. Untuk sembarang posisi bit data, urutan bit yang ditransmisikan untuk binary 0 adalah hanya kebalikan dari binary 0 tersebut untuk binary 1. Pseudorandom binary sequence juga dikenal sebagai spreading sequence, setiap bit dalam urutan tersebut disebut chip, bit rate transmisi yang dihasilkan disebut chipping rate, dan jumlah bit dalam urutan disebut sebagai spreading factor.
17
Gambar 2.7 Prinsip direct sequence spectrum: (a) Generator pseudorandom sequence (b) Pembangkitan spread sequence (c) Skema Pengirim dan penerima (d) skema modul sinkronisasi
Spreading factor menentukan performansi sistem spreading spectrum tersebut. Umumnya, ia lambangkan dalam desibel (dB) dan yang kemudian dikenal sebagai processing gain, yang mana merupakan bilangan logaritmik dari spreading factor. Sebagai contoh, sebuah sistem spread spectrum dengan spreading factor 10:1 memiliki processing gain sebesar 10 dB. Untuk spreading factor 100:1 maka processing gain-nya sebesar 20 dB dan seterusnya. Dalam istilah signal-to-noise ratio (SNR), processing gain didapat dari pengurangan nilai SNR ini. Bila sebuah sistem non spreading spectrum yang membutuhkan SNR 10 dB (daya sinyal harus 10 kali lebih besar daripada daya derau) maka untuk sistem spreading spectrum dengan processing gain 10 dB, sistem akan beroperasi secara memuaskan walaupun daya sinyal sama dengan daya derau.
Sebuah diagram skematik pemancar dan penerima radio direct sequence sederhana ditunjukkan dalam Gambar 2.7(c). Setelah setiap bit data telah dioperasikan XOR dengan
18
Pseudorandom binary sequence, bit rate sinyal biner yang dihasilkan ditransmisikan dengan cara memodulasi sinyal pembawa (carrier). Frekuensi sinyal yang dihasilkan kemudian ditingkatkan – dengan menggunakan rangkaian mixer – sehingga sinyal yang dipancarkan berada pada pita frekuensi yang diinginkan. Skenario modulasi yang digunakan adalah binary phase shift keying (BPSK) dan quadrature phase shift keying (QPSK).
Kita dapat menyimpulkan bahwa sistem penerima harus beroperasi melalui sinkronisasi dengan sinyal yang diterima sehingga hasil operasi XOR yang dilakukan diterjemaahkan dalam batasan bit data yang tepat. Untuk mencapai hal tersebut, sebuah pola biner yang telah diketahui bersama dipancarkan di saat permulaan setiap frame dan penerima menggunakan pola tersebut untuk memperoleh sinkronisasi clock maupun sinkronisasi simbol. Diagram skematik sebuah modul sinkronisasi ditunjukkan Gambar 2.7(d)
Gamabar 2.8 Spread spectrum frequency hopping (a) prinsip kerja (b) fast frekuensi hopping (c) slow frekuensi hopping
Frequency-hopping spread spectrum. Prinsip operasi frequency-hopping spread spectrum ditunjukkan dalam Gambar 2.8(a). Pita frekuensi yang dialokasikan dibagi menjadi sejumlah sub-band frekuensi yang lebih rendah yang dikenal sebagai channel. Setiap channel sama
19
dengan bandwidth dan ditentukan oleh bit rate data dan metoda modulasi yang digunakan. Sebuah pemancar menggunakan setiap channel dalam selang waktu yang pendek sebelum berpindah ke channel yang berbeda. Ketika sebuah channel digunakan, frekuensi carrier di tengah-tengah channel dimodulasi oleh bit data yang dipancarkan pada saat tersebut. Pola penggunaan setiap channel adalah pseudorandom dan dikenal sebagai hopping sequence, selang waktu yang digunakan saat berada di setiap channel disebut chip period, dan kecepatan berpindah disebut sebagai chipping rate.
Terdapat 2 jenis mode operasi frequency-hopping yang ditentukan oleh rasio chipping rate dengan rate data sumber. Kedua mode tersebut ditunjukkan oleh Gambar 2.8(b) dan (c). Bila chipping rate lebih tinggi daripada rate data maka mode operasional tersebut disebut fast frequency-hopping sedangkan bila chipping rate lebih rendah daripada rate data maka mode operasional slow frequency-hopping. Pada kedua mode operasi, frekuensi carrier digunakan pada titik tengah dari setiap channel.
Keuntungan dari frequency-hopping terhadap direct sequence adalah kemampuannya untuk menghindari pemilihan channel sempit yang terdapat dalam keseluruhan pita frekuensi yang dialokasikan. Hal ini berguna terutama dalam pita ISM karena kemungkinan munculnya satu atau lebih sumber-sumber interferensi narrow band yang berdaya tinggi dalam daerah cakupan LAN. Seperti yang kita bahas sebelumnya, meskipun dengan menggunakan direct sequence sinyal interferensi tersebar di seluruh pita frekuensi, bila dayanya cukup tinggi maka tingkat interferensi akan tetap naik sehingga pada akhirnya dapat mengganggu sinyal yang sebenarnya. Meskipun demikian, dengan metoda frequency-hopping, bila sebuah sumber interferensi yang beroperasi pada frekuensi tertentu diketahui maka terdapat kemungkinan untuk menghindari pemakain frekuensi tersebut dari penggunaan urutan hopping (perpindahan).
Teknik ini sangat berguna khususnya pada slow frequency-hopping karena dengan penggunaan fast frequency-hopping, beberapa kecepatan perpindahan frekuensi per bit data digunakan sehingga hanya satu chip saja yang akan terpengaruh. Keputusan utama dapat
20
dipilih untuk menentukan data bit yang akan ditransmisikan, 0 atau 1. Meskipun demikian, sistem fast frequency-hopping masih lebih mahal daripada sistem slow frequency-hopping. Selain itu, karena pemancar dan penerima harus dalam sinkronisasi – yang berarti kecepatan dan waktu berpindah harus sama – sistem slow frequency-hopping lebih mudah untuk mencapai sinkronisasi. Sistem slow frequency-hopping menyediakan alternatif biaya yang lebih rendah untuk LAN nirkabel.
Single-carrier modulation. Dengan pendekatan ini, sebuah sinyal carrier single-frequency – yang terletak ditengah pita frekuensi yang dialokasikan – dimodulasi oleh data yang dipancarkan menggunakan rangkaian modulasi yang tepat. Pada prinsipnya, ia hanya merupakan penambahan dari teknik modulasi untuk memancarkan data melalui jaringan telepon analog, kecuali untuk LAN nirkabel, bit rate yang dibutuhkan dan bandwidth lebih besar.
Terdapat berbagai macam teknik modulasi termasuk amplituda, frekuensi, fasa, dan kombinasinya. Meskipun demikian, kebutuhan bandwidth yang cukup besar untuk LAN nirkabel mengurangi teknik-teknik modulasi yang menggunakan variasi amplituda. Hal ini disebabkan oleh tingginya biaya dan daya yang diserap oleh power amplifier seiring dengan makin besarnya bandwidth yang digunakan. Umumnya, teknik modulasi yang berdasarkan variasi fasa sinyal carrier tunggal amplituda konstan yang biasa digunakan, seperti quadrature phase shift keying atau variasinya. Untuk bit rate lebih besar dari 1-2 Mbps, multipath dispersion menyebabkan tingginya tingkat ISI dan pada akhirnya rangkaian equalization yang baik harus digunakan pula.
Multi-subcarrier modulation. Prinsip dari operasi dari pendekatan ini adalah pertama-tama membagi sinyal biner yang tinggi bit rate-nya ke dalam sejumlah aliran data yang bit rate-nya lebih rendah. Tiap aliran data bit tersebut digunakan untuk memodulasi subcarrier yang terpisah seperti pada teknik single-carrier di atas. Karena bit rate per carrier yang relatif rendah maka ISI akan banyak dikurangi yang menyebabkan equalizer tidak lagi dibutuhkan. Meskipun frequency-selective fading masih mungkin terjadi, ia hanya berdampak kepada
21
satu atau sejumlah kecil subcarrier. Teknik forward error correction dapat digunakan untuk meningkatkan residual BER channel. Dalam prakteknya, subcarrier yang digunakan adalah kelipatan bulat dari subcarrier yang pertama – f1, 2f1, 3f1, dst -- dan teknik ini dikenal dengan nama orthogonal frequency division multiplexing (OFDM).
Sebelum proses transmisi, masing-masing subcarrier termodulasi dikombinasikan menjadi sinyal komposit tunggal dengan menggunakan teknik matematika yang dikenal sebagai Fast Fourier Transform (FFT). Teknik ini menghasilkan sinyal keluaran di domain waktu yang memiliki bandwidth yang sama seperti yang dibutuhkan oleh teknik single-carrier. Dalam hal ini, di sisi penerima sinyal akan direkonversikan kembali menjadi multi-subcarrier aslinya menggunakan operasi inverse (balikan) FFT. Aliran-aliran data bit yang didemodulasi akan direkombinasikan kembali untuk membentuk sinyal biner berkecepatan tinggi seperti aslinya.
Perbedaan antara kedua teknik modulasi di atas adalah dari segi biaya dan daya yang dibutuhkan untuk menjalankan operasi equalization dibandingkan dengan menjalankan operasi FFT.
2.2.2
Inframerah
Terdapat sejumalah cara yang digunakan untuk memancarkan data menggunakan sinyal inframerah termasuk direct modulation dan carrier modulation.
Direct modulation (modulasi langsung). Tidak seperti radio, inframerah digunakan khusus di dalam ruangan sehingga dimungkinkan untuk memodulasi sinyal inframerah secara langsung, biner 1 membuat pemancar hidup dan biner 0 membuat pemancar padam. Jenis modulasi ini dikenal dengan nama on-off keying (OOK) dan telah digunakan secara luas dalam sistem transmisi fiber optik. Modulasi ini adalah teknik paling sederhana dan dapat langsung menggunakan komponen elektronik yang tersedia untuk implementasinya. Contoh skematik terdapat dalam Gambar 2.9(a).
22
Gambar 2.9 koding inframerah dan skema modulasi : (a) skema direct modulation (b) pulse-position modulation (c) skema carrier modulation
Seperti transmisi baseband pada sambungan kabel tetap, aliran bit sumber harus dikodekan di pemancar sebelum proses modulasi yang menggunakan salah satu metoda standar clock encoding, agar penerima mencapai sinkronisasi bit/clock. Umumnya, metoda ini adalah Manchester encoding atau NRZ dengan zero bit insertion dan sebuah DPLL.
Sebagai tambahan, sebuah teknik yang dikenal dengan pulse-position modulation (PPM) digunakan oleh sistem optik untuk mengurangi persyaratan daya optik sumber inframerah LED. Prinsip operasi PPM ditunjukan oleh Gambar 2.9(b). Dalam metoda ini, aliran bit yang akan dipancarkan terlebih dahulu dibagi kedalam sejumlah kumpulan symbol n-bit. Untuk setiap simbol, sebuah pulsa dikirimkan ke dalam satu dari 2n posisi time slot. Sebagai contoh, n=2 dan oleh karena itu, satu pulsa dikirimkan dalam satu dari 4 kemungkinan time slot. Sistem dengan 4 bit per simbol – yang berarti 16 posisi pulsa – juga digunakan dalam sistem yang beroperasi pada bit rate 1 – 2 Mbps. Angka tersebut adalah angka maksimum ukuran simbol yang bisa dioperasikan dengan menggunakan peralatan yang ada sekarang. Pada bit rate yang tinggi, rangkaian equalization diperlukan untuk mengurangi efek multipath dispersion.
23
Tapis optik digunakan untuk mengurangi interferensi yang disebabkan oleh cahaya matahri dan cahaya buatan. Efek dari interferensi yang tersisa akan menaikan level sinyal dari photodiode hingga dapat membuat detektor salah mengartikan sinyal yang diterima. Hal ini menjadi faktor penghambat sehingga bit rate tertinggi yang dapat dicapai menggunakan OOK adalah 2 Mbps.
Carrier modulation (modulasi pembawa). Untuk memperoleh bit rate yang lebih tinggi, kita perlu menggunakan teknik modulasi pembawa yang sama dengan yang diterapkan di sistem radio. Sebuah skematik ditampilkan oleh pada Gamabar 2.9(c). Dengan menggunakan teknik ini, sinyal transmisi yang diterima oleh detektor dapat dilewatkan ke sebuah tapis elektronik tambahan sebelum didemodulasi. Tapis tersebut hanya pita frekuensi terbatas yang mengandung data di sekitar frekuensi pembawa. Efek lainnya adalah memfilter sembarang sinyal interferensi yang tersisa sehingga menaikkan performansi di atas sistem dengan direct modulation. Bit rate antara 2 – 4 Mbps dapat dicapai dengan menggunakan teknik ini.
Pada bit rate yang lebih tinggi, ISI yang disebabkan oleh multipath menjadi penghalang dan teknik untuk mengatasinya perlu dipasang. Salah satu pendekatan adalah dengan menggunakan modulasi multi-subcarrier. Dengan teknik ini, bandwidth yang tersedia dibagi menjadi sejumlah sub-band dan tiap sub-band digunakan untuk memancarkan sebuah bagian dari aliran bit data. Sebagai contoh, jika kita menggunakan dua sub-band maka setiap subband akan memancarkan aliran bit secara selang-seling. Hal ini berarti bahwa setiap subband hanya perlu memancarkan data dengan kecepatan setengah dari bit rate dengan konsekuensi perioda aliran bit menjadi dua kali lebih panjang. Dengan demikian, sinyal akan lebih tahan terhadap ISI dan bit rate 10 Mbps dapat dicapai. Peningkatan ini dibarengi dengan penambahan kompleksitas rangkaian pemancar dan penerima.
2.3
IEEE 802.11 Standar Wireless
Istilah ini merupakan sebuah nomor standardisasi dari sistem WLAN yang ada saat ini. Dalam standardisasi ini diatur apa dan bagaimana jaringan WLAN bekerja. Mulai dari teknik
24
modulasi sinyalnya, frekuensi range-nya, sampai jenis antena yang cocok digunakan. Masing-masing standar memiliki spesifikasi teknis yang berbeda-beda. Dengan demikian cara kerja, perangkat pendukung, dan performa yang dihasilkan dari setiap standar tersebut berbeda-beda satu sama lain.
Akibat dari kondisi ini, ketiga standar tersebut tidak dapat saling berhubungan satu sama lain. Maksudnya perangkat yang menggunakan standar 802.11a tidak akan dapat bekerja pada Acess Point (AP) yang menggunakan standar 802.11b, begitu seterusnya.
Mungkin sebagian besar pengguna jaringan wireless pasti sudah pernah mendengar istilah yang terdiri dari angka dan huruf ini. Memang benar ketika anda ingin menggunakan jaringan wireless, anda harus mengetahui lebih dahulu perangkat anda bekerja di standar yang mana. Karena jika anda membeli perangkat yang tidak cocok dengan perangkat AP atau perangkat wireless lainnya, maka anda tidak mungkin dapat terkoneksi ke jaringan tersebut. Untuk itu, sangat disarankan anda meneliti dulu perangkat wireless anda bekerja pada jenis apa.
Saat ini standar yang paling umum digunakan adalah standar 802.11b dan 802.11g. Namun, saat ini tidak jarang juga sebuah perangkat wireless sengaja dibuat dengan memiliki kemampuan bekerja pada ketiga standar tersebut. Jadi satu perangkat dilengkapi dengan tiga spesifikasi yang berbeda. Dengan demikian, Anda tidak akan kesulitan untuk terkoneksi kedalam jaringan wireless dengan standar apapun.
2.3.1 Sejarah IEEE 802.11
IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc.) membagi standar mereka ke dalam beberapa komite atau kelompok kerja. Nama komite yang disepakati untuk masalah Lokal Area Network (LAN) dan Metropolitan Area Network (MAN) yakni komite IEEE 802. Seri standar 802 merupakan kelompok kerja yang difokuskan pada hal-hal yang spesifik mengenai keseluruhan aspek yang berhubungan dengan LAN dan MAN.
25
Berikut ini adalah daftar dari beberapa kelompok kerja 802 : •
802.1 : Bridging and management
•
802.2 : Logical Link Control
•
802.3 : CSMA/CD Acess Method
•
802.4 : Token-Passing Bus Access method
•
802.7 : Broadband LAN
•
802.11 : Wireless
Kelompok kerja 802.11 dibentuk pada September 1990. Tujuan akhirnya untuk menciptakan sebuah spesifikasi rentang frekuensi dari wireless LAN yang akan digunakan oleh bidang industri, pendidikan, dan kesehatan. Standar 802.11 untuk pertama kalinya diluncurkan pada tahun 1997.
Standar address 802 merupakan level terendah dari model OSI yakni protocol address Medium Access Control (MAC) dan Physical layer. MAC layer (lapisan) menangani pertukaran data antara link layer dan physical medium. Gambar 2.10 menggambarkan bagaimana lapisan terbawah dari model OSI cocok untuk konsep pada protokol seri 802.
Ada banyak standar physical layer yang berbeda yang digunakan sekarang ini. Spesifikasi 802.11 yang asli membagi kedalam 3 mekanisme yang berbeda, yakni : Infrared (IR), 2,4 GHz Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS), dan 2,4 GHz Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS).
Gambar 2.10 Lapisan model OSI dan struktur 802.11
26
Detail kelompok dan tugas mengenai standar perangkat keras jaringan wireless adalah sebagai berikut :
802.11b 802.11b dirilis pada yahun 1999, ditetapkan sebuah physical layer baru yang menyediakan suatu bit rate tinggi menggunakan DSSS pada rentang frekuensi 2,4 GHz. 802.11b bisa mentransmisikan data sampai 11 Mbps tapi skalanya akan turun ke 1 Mbps tergantung kondisi. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa harus pada frekuensi tersebut ? Frekuensi range ini termasuk dalam kategori pita frekuensi ISM (Industrial, Scientific, and Medical). Pita frekuensi ISM ini memang dialokasikan oleh badan standardisasi dan regulasi untuk digunakan sebebas-bebasnya tanpa perlu diberi sistem perizinan (unlicenses). Maka dari itu, banyak sekali produk elektronik yang menggunakan pita frekuensi ini termasuk juga jaringan wireless. Perangkat lain yang menggunakan frekuensi jenis ini juga cukup banyak, seperti microwave oven, cordless phone, wireless mic, dan banyak lagi perangkat lainnya. Biasanya perangkat yang menggunakan frekuensi ini adalah perangkat rumah tangga atau kedokteran yang hanya perlu memancarkan sinyal radio ber-power rendah. Development perangkat-perangkat yang menggunakan frekuensi jenis ini menjadi sangat pesat karena sifatnya yang bebas perizinan ini.
802.11a 802.11a dirilis pada tahun 2001, beroperasi pada rentang frekuensi 5 GHz. Mampu menyediakan bit rate sampai 54 Mbps dan menggunakan metoda modulasi yang disebut Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). Beberapa vendor mempunyai implementasi kepemilikan yang menggandakan bit rate 802.11a ke 102 Mbps. Pita frekuensi yang digunakan oleh standar ini tergolong dalam kategori UNII (Unlicensed National Information Infrastructure). Sama seperti pita frekuensi standar 802.11b/g, frekuensi ini juga tidak memerlukan perizinan untuk menggunakannya. Perbedaan yang paling mendasar dari kedua jenis frekuensi ini hanyalah sudah umum atau belumnya penggunaan frekuensi ini di masyarakat. Saat ini, frekuensi UNII 5
27
GHz ini masih jarang digunakan sehingga masalah-masalah seperti interferensi sangat jarang terjadi di sini
802.11g 802.11g beroperasi pada rentang frekuensi 2,4 GHz sama seperti 802.11b tapi menggunakan modulasi OFDM yang sama dengan 802.11a. Bit rate-nya sampai 22 Mbps. 802.11g ini seperti pertengahan antara standar 802.11a dengan 802.11b.
Tabel 2.1 dibawah ini meringkas spesifikasi standar 802.11a/b/g
Tabel 2.1 Spesifikasi Standar 802.11a/b/g
2.3.2
Protocol Layer
Physical layer menggambarkan frekuensi band, data rate, dan hal detail lainnya dari suatu transmisi radio. Di atas physical layer adalah MAC layer yang mengatur frekuensi radio yang digunakan secara bersamaan agar tidak terjadi interferensi antara stasiun transmisi yang satu dengan yang lainnya. MAC layer mempunyai 2 sub-layer : yang terbawah adalah distributed coordination function (DCF), yang menggunakan sebuah Ethernet-style yang berisi algorithma yang menyediakan akses ke semua trafik. MAC sub-layer paling atas adalah point coordination function (PCF), suatu MAC algoritma terpusat yang menyediakan isi free service berdasarkan pemilihan station dalam putaran. Prioritas trafik tertinggi adalah trafik dengan kebutuhan pemilihan waktu lebih besar. Pada akhirnya, logical link control layer menyediakan sebuah interface ke layer tertinggi dan melaksanakan fungsi basic link layer seperti error control (lihat Gambar 2.11).
28
Gambar 2.11 Protocol 802.11
2.3.3
MAC Layer
Medium Access Control (MAC) didukung oleh semua physical layer. Menyediakan inti operasi framing dan interaksi dengan suatu kabel jaringan backbone. Physical layer yang berbeda bisa menyediakan kecepatan transmisi yang berbeda pula.
802.11 tidak meninggalkan standar IEEE 802 sebelumnya dalam hal-hal yang penting. Standar ini sukses menyesuaikan jaringan Ethernet-style ke radio link. Sama dengan Ethernet, 802.11 menggunakan sebuah skema Carrier Sense Multiple Access (CSMA) untuk kontrol akses ke media transmisi. Bagaimanapun, benturan akan memboroskan kapasitas transmisi, jadi dibandingkan dengan Collision Detection (CSMA/CD) yang dipakai Ethernet, 802.11 menggunakan Collision Avoidance (CSMA/CA). Sama dengan Ethernet, 802.11 menggunakan sebuah skema distribusi akses tanpa kontroler yang terpusat. Setiap stasiun 802.11 menggunakan metoda yang sama untuk meningkatkan akses ke media. Perbedaan yang utama antara 802.11 dan Ethernet berasal dari perbedaan media yang mendasarinya.
29
2.4
Bandwidth Standar IEEE 802.11 Wireless LAN
Standar 802.11b biasanya dipahami sebagai sebuah Ethernet LAN 11 Mbps yng menggunakan frekuensi ISM radio 2,4 GHz. Oleh karena permintaan protokol dan berbagai faktor yang mempengaruhi sinyal radio, hal ini sangat tidak disukai para pemakai karena tidak pernah mencapai operasional bandwidth 11 Mbps pada jaringan LAN mereka. Secara teori, throughput yang bisa dicapai dengan menggunakan distributed coordination function (DCF) sebesar 75% dari nilai nominal bit rate, walaupun suatu target sebesar 65% yang biasanya diamati. Menerapkan formula ini ke sebuah jaringan 802.11 11 Mbps, hasilnya adalah suatu throughput praktis di sekitar 6 sampai 8 Mbps. Suatu tes perbandingan throughput limit telah dilakukan pada 802.11a dan 802.11b; didapatkan limit untuk 802.11a adalah 30,34 Mbps dan 6.44 Mbps untuk 802.11b. Maksimum keseluruhan throughput dari suatu 802.11b wireless LAN dalam suatu studi serupa telah dilaporkan menjadi sekitar 6.45 Mbps dengan suatu simpangan baku 0.02 Mbps untuk sebuah stasiun. Studi lainnya, operasi 802.11 telah diteliti di bawah berbagai asumsi seperti model time-independent, ukuran paket yang terdistribusi secara geometri, dan lain-lain. Hasilnya juga menunjukkan bahwa standar IEEE 802.11 beroperasi pada tingkat rate yang lebih rendah dari suatu teori yang memungkinkan yakni 7.27 Mbps.
2.4.1
Interferensi
Jaringan wireless adalah sebuah jaringan dimana kabel telah diganti oleh sinyal radio. Tidak seperti kabel, sinyal radio peka terhadap variasi area yang luas dan interferensi frekuensi radio. Interferensi ini secara normal akan menjadikannya sebagai suatu pengurang dari performansi, dan kadand-kadang akan mengakibatkan jaringan tidak berfungsi.
Kita asumsikan sebuah sinyal dari titik A, ke wireless access point, kemudian ke titik B, sinyalnya bisa jadi terpengaruh oleh faktor-faktor berikut :
30
Jarak : semakin dekat jarak peralatan wireless ke wireless access point, maka semakin kuat sinyalnya dan paling bagus performansinya. Sinyal yang kuat hanya memerlukan sedikit proses retransmissions. Pada umumnya ini hanya masalah pada area cakupannya saja, tapi menjadi pertimbangan serius dalam merancang jaringan.
Penghalang fisik seperti dinding dan jendela : ini adalah sumber gangguan yang nyata, tapi sumber interferensi lainnya yang cukup signifikan bisa dihasilkan dari penempatan furniture atau objek lainnya berada di antara titik A dan B. interferensi semacam ini dinamakan multi-path propagation. Asumsikan suatu alur yang line of sight antara titik A dan B, sebagian sinyal akan secara langsung diterima di penerimanya. Sebagian sinyal yang lain akan memantul lewat dinding dan furnitur, dan akan sampai di antena beberapa saat setelah setelah sinyal aslinya. Jika delay-nya cukup lama, stasiun penerima tidak akan mampu men-decode-kan sinyal dan tidak akan mengakui paket tersebut, diperlukan sebuah proses retransmission oleh si pengirim. Interferensi ini adalah yang paling lazim terjadi di suatu ruangan yang besar dengan banyak permukaan yang memantulkan cahaya seperti suatu gudang atau bangunan pabrik, bagaimanapun, pastinya tidak hanya terbatas pada ruang seperti itu.
Interferensi Radio Frequency (RF) : interferensi RF sangat tidak dikehendaki kehadirannya, interferensi ini mengganggu kerja normal sistem. 802.11 menetapkan standar untuk jaringan wireless pada spektrum radio 2,4 GHz. Spektrum ini merupakan spektrum ISM (Industrial, Scientific and Medical). Ini berarti ada juga alat lain yang memancarkan inyal radio pada frekuensi yang sama dengan 802.11b. ini akan meliputi wireless telepon 2,4 GHz, oven microwave, dan peralatan Bluetooth. Apalagi jaringan 802.11 lainnya yang saling berdekatan bisa berinterferensi dengan jaringan lainnya. Peralatan 802.11 menggunakan teknik CSMA/CA ketika mentransmisikan paket data. Ini artinya bahwa mereka hanya akan melakukan pengiriman ketika tidak ada peralatan lain yang melakukan pengiriman. Jika satu peralatan melihat sinyal yang lain, dia akan menunggu sampai sinyal itu berakhir sebelum mencoba mengirimkan paket data. Jika ada sinyal lain yang cukup
31
kuat pada rentang frekuensi 2,4 GHz, sebuah alat 802.11 bisa melihatnya sebagai peralatan 802.11 lainnya dan proses transmisi pun ditunda. Sebagai tambahan, sejak sumber radiasi lainnya tidak perlu ambil bagian di protokol, mereka bisa memulainya setiap saat dan ber-interferensi dengan suatu paket yang dipancarkan. Ini akan mengakibatkan suatu paket yang rusak, sebuah proses retransmission dan akibatnya performansinya jelek. Jika sumber interferensi-nya cukup kuat dan berlanjut terusterusan, hal ini akan mematikan jaringan.
Geier menyarankan beberapa tindakan untuk diambil dalam rangka menghindari interferensi RF.
Ini akan meliputi dengan menganalisa hal-hal yang berpotensi
mengakibatkan interferensi RF, mencegah mereka dalam pengoperasian, menyediakan area cakupan yang cukup dan menentukan konfigurasi parameter (seperti saluran frekuensi) dengan baik.
2.4.2
Frequency Congestion
Peralatan 802.11 berbagi spektrum frekuensi 2,4 GHz dengan suatu sumber radiasi lainnya dalam jumlah yang tidak diketahui. Spektrum desain aslinya bersifat untuk percobaan dan pemakaian utamanya untuk radio amatir. ISM dan RF telah diijinkan untuk menggunakan band tersebut dibawah aturan yang spesifik menegenai power output dan non-interference. Peralatan RF seperti 802.11b, yang beroperasi pada level low power, harus menerima interferensi dari sumber lainnya, dan tidak boleh bertentangan dengan user utamanya. Ketika terjadi peningkatan implementasi dari 802.11, maka akan terbuka peluang untuk terjadi interferensi dengan user yang lain.
Telah disiapkan beberapa studi yang mengarah pada pengembangan strategi untuk meminimalkan interferensi antara peralatan 802.11b dengan peralatan RF lainnya dalam band tersebut, tetapi ada beberapa batas teorinya. Standar 802.11b yang sekarang ini telah mengijinkan 3 channel untuk dioperasikan secara serempak di dalam spektrum tersebut. Pada bangunan yang multi-tenant, ini mungkin tidak cukup untuk memenuhi permintaan.
32
Sebagai tambahan pada alat RF yang ada yang bisa menyebabkan interferensi, RF lighting adalah teknologi baru yang bisa berdampak serius pada frequency congestion. Dalam RF lighting, bohlam yang berisi suatu campuran argon dan sulphur diarahkan suatu sinyal RF frekuensi tinggi yang menyebabkannya ber-fluoresce dengan hebat. Teknologi ini menjanjikan rendah energi, output tinggi, dan tahan lama. Ini juga beroperasi pada rentang frekuensi 2,4 GHz, dan memberikan tantangan tambahan bagi para pemakai 802.11b.
Sebuah solusi terhadap kejadian frequency congestion pada band 802.11b adalah dengan berpindah ke band 802.11a. Ini akan memecahkan masalah congestion tersebut, tapi akan membutuhkan biaya yang cukup signifikan karena memerlukan penggantian kedua alat yakni Access point (AP) dan wireless network interface card, dan bisa dibutuhkan beberapa desain ulang dikarenakan adanya pembatasan ruang yang kecil.
Sejak jaringan wireless 802.11 menggunakan suatu medium bersama, maka semakin banyak peralatan yang mencoba untuk mengaksesnya, nantinya menyebabkan throughput efektifnya menjadi rendah. Hal ini serupa dengan standar kabel Ethernet. Ketika sebuah peralatan 802.11 sedang melakukan proses transmisi, tidak ada peralatan lain pada jaringan yang boleh mengirimkan data. Jika ada banyak peralatan yang mencoba mengirim sejumlah data yang berukuran besar, maka akan terjadi benturan hebat untuk pada rentang airwave. Congestion (kebuntuan) ini akan tambah buruk ketika berlebihnya penambahan mesin dan data yang dikirimkan.
2.5
Keamanan Protokol IEEE 802.1x
2.5.1
Terminologi
Gambar 2.12 menunjukkan supplicant, authenticator system, dan authentication server pada sebuah jaringan wireless 802.1x. 802.1x membutuhkan satu authenticator setiap port-nya.
33
Port yang dikendalikan seperti yang ditunjukkan dibawah tidaklah diberi kuasa dan kemudian tidak melewatkan trafik yang masuk.
Gambar 2.12 Skenario Dasar 802.1x
Port : port merupakan titik pemasangan tunggal dalam infrastuktur LAN. Pada kasus LAN 802.11, sebuah Access point mengatur logical port. Setiap logical port ini berkomunikasi satu persatu dengan sebuah stasiun port-nya.
Authenticator System : authenticator melakukan authentikasi sebelum mengijinkan akses ke server yang dapat diakses lewat port tersebut. Authenticator bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan supplicant seperti halnya mengirim informasi yang diterima dari supplicant ke authentication server yang sesuai. Pengijinan verifikasi ini untuk menentukan status authorisasi port. Penting untuk dicatat bahwa kemampuan authenticator adalah tidak terikat pada metoda authentikasi yang nyata. Secara efektif tindakan tersebut sebagai suatu terobosan untuk pertukaran proses authentikasi.
Supplicant : Supplicant mengakses server yang dapat diakses via authenticator. Supplicant bertanggung jawab untuk menjawab permintaan informasi dari suatu authenticator.
EAP : Extensible Authentication Protocol (EAP) adalah metoda pelaksanaan authentikasi percakapan/hubungan antara sebuah user dan sebuah server authentikasi. Peralatan tingkat
34
menengah seperti access point dan server proxy tidak ambil bagian dalam percakapan ini. Peran mereka adalah menyiarkan ulang pesan EAP antara pihak-pihak yang melakukan proses authentikasi. 802.1x memakai EAP sebagai sebuah kerangka authentikasi.
Extensible Authentication Protocol over LAN (EAPOL) : 802.1x menggambarkan suatu standar untuk encapsulating pesan EAP yang sedemikian sehingga mereka dapat ditangani secara langsung oleh suatu LAN MAC. Format encapsulated frame EAP ini dinamakan EAPOL. Sebagai tambahan untuk membawa paket EAP, EAPOL juga menyediakan fungsi kontrol seperti start, logoff, dan key distribution.
RADIUS : RADIUS adalah Remote Access Dial In User Service. Itu adalah cara yang baku dalam menyediakan authentikasi, authorisasi dan jasa akuntansi untuk suatu jaringan. Walaupun pendukung protokol RADIUS adalah opsional di dalam IEEE 802.1x, hal itu diharapkan bahwa banyak 802.1x authenticator akan berfungsi sebagai klien RADIUS.
2.5.2
Arsitektur 802.1x
Akses kontrol 802.1x mempunyai efek menciptakan akses dua titik yang beda dalam pemasangan authenticator pada LAN. Satu titik akses mengijinkan pertukaran frame antara sistem dengan sistem lainnya pada LAN. Sering, port yang tidak terkontrol ini hanya mengijinkan authentikasi pesan (pesan EAP) menjadi ex-changed. Titik akses lainnya mengijinkan pertukaran frame hanya jika port memberi kuasa.
Ketika sebuah host melakukan koneksi ke port LAN pada switch 802.1x keaslian host ditentukan oleh switch port menurut protocol yang ditetapkan oleh 802.1x sebelum jasa yang ditawarkan oleh switch yang dibuat sudah tersedia pada port. Sampai proses authentikasi selesai, hanya frame EAPOL yang diijinkan untuk ditukarkan. Sekali proses authentikasi berjalan sukses, trafik switch port sebagai port regular. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, 802.1x telah dikembangkan untuk alamat jaringan pont-to-point. Dengan kata lain, harus ada hubungan satu satu antara sebuah supplicant dan sebuah authenticator. Pada LAN yang
35
menggunakan kabel, sebuah supplicant terhubung secara langsung ke sebuah authenticator. Seperti ditunjukkan Gambar 2.12, sebuah workstation terhubung secara langsung ke sebuah switch port dari LAN. Setiap port pada switch LAN mempunyai sebuah penghubung authenticator. Workstation meningkatkan akses ke jaringan ketika supplicant melakukan proses authentikasi ke port authenticator LAN.
2.5.3
802.1x pada 802.11 Wireless LAN
Penerapan struktur 802.1x pada jaringan arsitektur 802.11 (Gambar 2.13) menyediakan sebuah jaringan wireless yang dikontrol dengan identifikasi user (user identification), authentikasi yang dipusatkan (centralised authentication), dan manajemen kunci yang dynamic (dynamic key management). Dynamic key management dalam sebuah framework 802.1x mengoreksi kelemahan mekanisme keamanan WEP dengan penyebaran session key per user.
802.1x tidak menghilangkan atau memerlukan WEP atau enkripsi algorithma lain. Dia menyediakan sebuah mekanisme untuk mendistribusikan enkripsi kunci informasi dari sebuah Access Point (AP) ke suatu klien menggunakan pesan kunci EAPOL. Sekali station dihubungkan dengan sebuah AP, itu akan menukarkan pesan EAP dengan server authentikasi untuk memberi kuasa kepada port. Sebelum logical port diberikan kuasa, itu hanya proses pertukaran pesan EAP saja.
Satu session key dapat diperoleh untuk masing-masing pemakai setiap sesi. Bagaimanapun, jika kunci yang global (WEP keys) digunakan, session key dikirim dari server authentikasi ke AP hanyalah digunakan untuk men-enkripsi kunci global. Oleh karena itu menyediakan per paket authentikasi dan integritas. Sebuah paket kunci EAPOL digunakan untuk kunci global.
36
Gambar 2.13 802.1x diatas suatu jaringan 802.11
2.5.4
EAP-TLS
EAP-TLS adalah yang paling umum diterapkan jenis EAP untuk wireless LAN. Jenis ini menyediakan keamanan authentikasi timbal balik menggunakan sertifikasi digital. Ketika sebuah klien meminta akses, respon dari server authentikasi adalah sebuah sertifikat server. Klien mempunyai sebuah sertifikat, yang ditandatangani oleh suatu otoritas sertifikat yang dipercayai, yang sebelumnya telah diatur oleh pengurus jaringan. Klien akan menjawab server authentikasi dengan sertifikatnya sendiri dan melakukan validasi sertifikat server dalam waktu yang sama. Berdasarkan nilai sertifikat, algorithma EAP-TLS bisa memperoleh kunci WEP dinamis (dynamic WEP keys), dan server authentikasi akan mengirimkan WEP keys ke klien untuk menggunakannya selama session tersebut. Landasan sertifikat algorithma seperti EAP-TLS mempunyai tingkat keamanan yang tinggi, maka tergantung pada skala dari suatu organisasi jaringan, beban administrasinya lebih berat dari keuntungan keamanannya.
37
BAB III PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI WIRELESS LAN
3.1
Faktor – faktor yang mempengaruhi Throughput dan Coverage
Jika anda ingin mengetahui performansi dari wireless LAN, tentunya anda harus tahu faktorfaktor apa saja yang dilibatkan. Kemudahan dalam setting dan penggunaan wireless LAN, membuat orang mudah melupakan banyak faktor rumit yang menyertainya sehingga mereka menghasilkan variasi performansi yang berbeda-beda. Variasi performansi ini bisa ekstrim dan mereka membuat semua perbedaan dalam hal pembiayaan, keamanan, dan kelangsungan hidup suatu jaringan wireless.
Suatu Wireless LAN pada umumnya berisi sebuah Access Point (AP) yang terhubung dengan jaringan kabel dan remote device (client)/user yang terhubung ke AP melalui udara (gelombang radio). Throughput didefinisikan sebagai kecepatan yang mana suatu client bisa mengirimkan dan menerima data antar sebuah remote device dan AP. Variasi throughput melintasi area jangkauan WLAN. Bagian inilah yang merupakan faktor utama dalam menentukan throughput dan jangkauan WLAN.
1. Protokol 802.11. Standar IEEE 802.11 menggambarkan berbagai kecepatan physicallayer untuk jenis WLAN yang berbeda-beda, misalnya 1, 2, 5.5 dan 11 Mbps untuk 802.11b dan 802.11g. Kecepatan 802.11a and 802.11g meliputi 6, 9, 12, 18, 24, 36, 48 dan 54 Mbps. Seperti yang dicantumkan pada Tabel 2.1 2. Lingkungan Radio. Beberapa hal mempengaruhi cara sinyal radio menempuh perjalanan dari satu alat ke alat lainnya.
Sinyal radio mengalami atenuasi selama propagasi. Ketika gelombang radio memancar secara spherical (berbentuk bola), energinya menyebar diatas area
38
sekitarnya. Sinyal radio mengalami penurunan level sinyal ketika berdekatan atau berjalan melewati objek-objek seperti dinding, tembok, dinding, dan manusia.
Desain antena mempengaruhi berapa banyak energi frekuensi radio yang dipancarkan atau diterima dan kemana antena tersebut diarahkan.
Scattering dan multi-path menyebabkan efek fading. Kekuatan sinyal bisa berubah dengan cepat tergantung dari lokasinya karena sinyal yang diterima adalah penjumlahan sinyal yang menyebar di sekitar objek. Ketika pemancar atau objek lain dalam lingkungan tersebut berpindah, sinyal yang tersebar kadang-kadang bergabung menjadi sinyal yang kuat atau kadang-kadang juga saling menghilangkan. Fading juga terjadi dari waktu ke waktu seperti halnya lokasi. Bahkan perubahan kecil di dalam lingkungan (sebagai contoh, orang-orang atau lain objek yang bergerak) dapat mempengaruhi pola fading. Ini artinya bahwa kekuatan sinyal yang diterima dapat juga berubah dengan cukup cepat dari waktu ke waktu, bahkan ketika penerima dan pemancar diperbaiki.
Scattering dan multi-path menyebabkan delay spread. Sinyal yang diterima mungkin berisi beberapa salinan sinyal yang dipancarkan yang mengalami delay.
Alat lain yang menduduki saluran yang sama atau berdekatan menyebabkan interferensi. Sebagai contoh, spectrum frekuensi 2,4 GHZ spektrumnya dipakai juga oleh bluetooth, microwave, dan telepon cordless.
3. Frekuensi. Di bawah ini adalah beberapa dari efek frekuensi yang sifatnya dependen:
Biasanya, ukuran fisik antenna yang sama cenderung untuk menjadi lebih directional ( mempunyai keuntungan lebih tinggi dalam beberapa arah dan lebih sedikit di pihak lain) seperti peningkatan frekuensi. Ini keuntungan: 5 GHz.
Absorpsi (penyerapan) dalam kaitan dengan propagasi yang melalui objek cenderung untuk meningkat dengan frekuensi. Ini keuntungan 2,4 GHz
Scattering sekitar objek mempunyai efek yang bagus dan buruk pada kekuatan sinyal sebagai fungsi frekuensi, tergantung atas
penempatan dan ukuran yang relatif
terhadap objek.
Noise yang dihasilkan oleh alat elektronika terdekat (sebagai contoh, di samping AP atau PC laptop) sebagai tambahan terhadap co-channel interference, seperti
39
bluetooth, microwave dan telepon cordless, akan menurunkan tingkat kepekaan 2,4 GHZ yang lebih dibandingkan 5 GHZ. Ini keuntungan 5 GHz.
Cable loss akan meningkat seiring peningkatan frekuensi, maka kabel antena (jika tersedia) di dalam AP atau laptop akan mempunyai lebih kerugian pada frekuensi tinggi, kecuali jika kabel yang lebih mahal digunakan.
Pada beberapa lingkungan yang terbuka, akan terjadi perbedaan yang kecil antar 2,4 GHz dan 5 GHz. Secara khas, mode OFDM 2,4 GHz jaringan 802.11g mempunyai lebih sedikit jangkauan area dibandingkan 2,4 GHz jaringan 802.11b. Tergantung lingkungan propagasi, jangkauan area 5 GHz jaringan 802.11a boleh jadi serupa, atau dalam beberapa hal kurang dari, jaringan 802.11g. Perbedaan antar propagasi 2,4 dan 5 GHZ biasanya tidak penting dibandingkan kepada perbedaan antar satu vendor peralatan dan yang lainnya. Bagaimanapun juga, suatu produk 802.11a dari satu vendor mungkin mempunyai jangkauan area yang lebih baik dibanding suatu produk 802.11g dari vendor lainnya. 4. Desain vendor peralatan. Peralatan dari vendor yang berbeda memperlihatkan perbedaan performansi yang signifikan dalam kaitan dengan arsitektur, disain, pabrikasi dan variasi perangkat lunak. 5. Interoperabilitas Vendor. Produk yang yang menjalani sertifikasi wi-fi diperbolehkan untuk melakukan operasional dengan berbagai produk vendor lainnya. Bagaimanapun, tes ini sebagian besar menguji basis dasar konektivitas dan tidak menjalankan kebutuhan akan throughput yang besar. Anda mungkin bisa menghubungkan suatu alat klien ke suatu AP dari vendor yg berbeda, tetapi anda
mungkin tidak akan mendapatkan
throughput yang sangat tinggi. Produk yang menghasilkan performansi yang bagus (throughput, area jangkauan, dll) ketika dihubungkan ke berbagai alat vendor yang berbeda yang jelas-jelas lebih diinginkan. 6. Keamanan. Keamanan meliputi enkripsi dan autentikasi. Proses enkripsi melindungi jalur WLAN dari eavesdropping (penyadapan) dan serangan lainnya. Autentikasi mengesahkan pengguna yang telah diberikan akses (memastikan bahwa pengguna tersebut adalah user yang dituju) dan juga memungkinkan untuk mengesahkan jaringan yang telah diberikan akses (memastikan bahwa jaringan yang dituju adalah jaringan yang
40
sudah disahkan bukanlah seseorang yang menyamar sebagai jaringan).
Standar
keamanan WLAN sudah maju dari WEP ke TKIP dan WPA dan sekarang ke AES (Advanced Encryption Standard), dengan peningkatan keamanan yang signifikan dari setiap masing-masing langkahnya. Apapun juga yang diterapkan dalam standar keamanan, cara-cara standar yang diterapkan bisa mempengaruhi performansi WLAN. Secara rinci, beberapa vendor menerapkan enkripsi di dalam perangkat lunak, yang secara dramatis dapat mengurangi throughput. Ketika mengevaluasi performansi, hal ini penting untuk mengukur throughput dengan enkripsi yang memungkinkan.
3.2
Pengukuran Throughput dan Response Time
Throughput WLAN tergantung pada kondisi lingkungan, termasuk didalamnya jarak antara klien dengan AP (Access Point). Throughput biasanya menurun ketika terjadi peningkatan jarak, tetapi faktor seperti penghalang (mebel, orang, dinding) mempunyai efek yang cukup signifikan. Tapi juga throughput tidak bergantung pada jarak itu sendiri. Mungkin saja penempatan AP yang lebih jauh dari klien menghasilkan data rate yang lebih bagus dibandingkan dengan penempatan yang dekat. Lebih dari itu, data rate tertinggi yang diukur pada jarak pendek bukanlah faktor yang paling utama dialami pemakai. Melainkan, data rate yang didapatkan pada berbagai jarak dan penempatanlah yang merupakan suatu faktor sangat penting. Oleh karenanya, hal itu penting untuk mengukur throughput WLAN pada berbagai titik penempatan, temasuk didalamnya beberapa jarak yang jauh dari AP.
Lingkungan WLAN pada umumnya terbagi dalam 3 kategori :
Outdoor : pada lingkungan ini biasanya terjadi line of sight secara langsung antara klien dan access point. Contohnya meliputi area luar kampus, airport, dan convention hall.
Lingkungan kantor yang terbuka (Open Office) : ada sedikit line of sight antara klien dan access point, tapi biasanya ada dua atau tiga penghalang, Contoh adalah gudang atau kantor yang berisi sekat-sekat, lobi dan ruang pertemuan.
41
Lingkungan kantor yang tertutup (Closed Office) : tidak ada lagi line of sight, banyak penghalang antara klien dan access point, contohnya bangunan dengan banyak dinding.
Area jangkauan WLAN menghasilkan perbedaan yang cukup signifikan untuk ke tiga lingkungan tersebut. Pada outdoor menghasilkan area cakupan yang paling panjang sedangkan closed office cakupannya paling pendek. Perbedaan teknik konstruksinya juga mempunyai suatu dampak penting pada area jangkauan dan throughput.
3.2.1
Setting Alat
Alat yang digunakan dalam tes performansi wireless LAN ini terdiri atas beberapa peralatan, yakni :
1. PC (personal computer). PC yang digunakan berupa 2 buah laptop sebagai klien 1 dan 2 dan 1 buah Server. ¾ Klien 1, Laptop IBM ThinkPad R51e
Microsoft Windows XP Professional
Processor Intel Mobile Pentium M 740 (1,73 GHz, 367 MHz)
Memory 224 MB
Networking ThinkPad 802.11 bg atau 802.11 abg wireless
¾ Klien 2, Laptop IBM ThinkPad X60
Microsoft Windows XP Professional
Processor Intel Core Duo L2400 (1,66 GHz, 667 MHz)
Memory 512 MB
Networking ThinkPad 11 a/b/g, ThinkPad a/b/g/n Wireless Mini_PCI Express Adapter
¾ Server
Microsoft Windows 2000 advanced server
3.0 GHz, 1028 MB RAM
42
2. Wireless Access Point (WAP). Menggunakan Linksys WAP54G ¾ Standar
: IEEE 802.11g, IEEE 802.11b, IEEE 802.3, IEEE 802.3u
¾ Transmit Power
: 802.11g : Typ. 13.5 +/- 2 dBm @ Normal Temp Range 802.11b: Typ. 16.5 +/- 2 dBm @ Normal Temp Range
¾ Security features
: WPA, Linksys Wireless Guard, WEP Encryption, MAC Filtering, SSID Broadcast enable/disable
¾ WEP key bits
: 64/128-bit
Gambar 3.1 Konfigurasi dasar jaringan WLAN
Pada Gambar 3.1 diperlihatkan suatu konfigurasi dasar jaringan WLAN yang melibatkan satu server, dua klien dan satu AP. Pada konfigurasi tersebut, masing-masing alat akan diberikan suatu IP Address, tapi status dari IP tersebut bersifat statis karena kita bisa merubah address tersebut sesuai dengan keinginan kita tapi mengikuti aturan yang sudah ada dalam hal memberikan address-nya tersebut. IP Address yang dipake disini adalah IP address dari jaringan yang sudah ada, disini Server menggunakan IP Address 192.168.58.12, IP Address
43
klien 1 adalah 192.168.58.44, IP Address klien 2 adalah 192.168.58.80, dan IP Address Access Point adalah 192.168.58.245.
Kemudian untuk memastikan antara klien 1, klien 2 dan server sudah terhubung, maka kita menjalankan program yang ada di windows XP yakni cmd.exe dengan mengetikkan ping dan memasukkan IP address dari masing-masing klien. Kita mencoba melakukan ini antara klien 1, server, klien 2, dan access point. program ini kita jalankan bias dari klien 1 ke server atau klien 2, begitu pun sebaliknya. Gambar dibawah adalah contoh proses dari klien 1 ke server dan ini berarti terjadi koneksi antara keduanya.
Gambar 3.2 ping dari klien 1 ke server
3.3
Langkah-langkah Pengukuran
3.3.1
Prosedur Tes Pertama
Pada tes pertama ini, akan mengukur throughput dan response time yang terjadi antara klien yang satu dengan klien yang lainnya menggunakan software yaitu Qcheck (Gambar 3.2), software ini bisa kita dapatkan dengan mendownload dari internet.
44
Setting awal posisi masing-masing perangkat untuk melakukan pengukuran bisa dilihat pada Gambar 3.1. Jarak antara klien satu dengan klien yang lainnya disesuaikan dengan denah area yang sudah ditentukan, seperti terlihat pada Gambar 3.3 dimana disitu ada 7 titik yang menjadi acuan untuk melakukan pengukuran. Denah yang ada pada Gambar 3.3 tersebut merupakan suatu ruang area perkantoran. Pada gambar tersebut titik WAP merupakan titik dimana wireless access point ditempatkan, perangkat WAP ini sudah tersambung ke suatu komputer server. Klien 1 (laptop 1) ditempatkan pada titik 1 dan klien 2 ditempatkan pada titik 2, untuk kemudian klien 2 ini akan berpindah ke titik 3, 4, 5, 6, dan 7 sementara klien 1 tetap pada posisinya yakni titik 1.
Adapun langkah pengukurannya sebagai berikut : 1. Meng-install program Qcheck pada masing-masing laptop klien 1 dan 2. 2. Setelah ter-install, kemudian menjalankan program Qcheck pada masing-masing laptop. Dan tampilan software nya seperti terlihat pada gambar 3.3 3. Memasukan IP address klien 1 pada kotak “from endpoint 1” dan IP address klien 2 pada “from endpoint 2”. 4. Menentukan jenis protokol yang digunakan, disesuaikan dengan spesifikasi protokol PC yang digunakan, disitu ada 4 jenis protocol yakni TCP, UDP, SPX, dan IPX. Pada tes ini kita hanya menggunakan TCP. 5. Menentukan pula output yang diinginkan pada menu options, disini kita hanya mengukur throughput dan response time. 6. Menentukan data size yang akan dikirimkan untuk mengukur throughput. Pada tes ini akan dicoba untuk mengirim data sebesar 100, 250, 500, 750, 1000 Kb. Dan untuk mengukur response time digunakan data size 100, 500, 1000, 5000, 10000, dan 30000 bytes dengan menggunakan nilai iterasi 1. 7. Setelah semua settingnya ditentukan maka kita tinggal menjalankan menu “Run”, dan hasil pengukurannya akan di tampilkan pada layar.
45
Gambar 3.3 Program Qcheck
7. Pengukuran ini dilakukan berulang-ulang berdasarkan titik lokasi yang diukur dan jenis output nya. Dan dari hasil pengukuran akan didapatkan data-data yang akan dijadikan bahan untuk analisa
46
Gambar 3.4 Denah lokasi pengukuran
47
3.3.2
Prosedur Tes Kedua
Pada tes ini, sebenarnya prosedurnya sama dengan tes pertama hanya saja pada tes ini wireless access point tidak terhubung ke server. Tes ini adalah untuk melihat sebuah kemampuan AP dan klien dalam mode Ad-Hoc dan melihat apakah hal ini akan berpengaruh dengan kinerja klien/AP. Tes disini kita akan melihat AP dalam kondisi stand alone, tanpa melibatkan input device pembagi awal (server). Sehingga kita bisa mengetahui apakah terdapat perbedaan data yang didapatkan antara yang menggunakan server dengan yang tidak. Gambar 3.5 memperlihatkan konfigurasi jaringan WLAN tanpa server.
Gambar 3.5 Konfigurasi jaringan wireless LAN tanpa server
Pada tes kedua ini IP address yang digunakan berbeda dengan tes yang pertama, dimana pada tes pertama menggunakan IP address dari jaringan yang sudah ada, sedangkan pada tes kedua ini menggunakan IP address bebas. Disini access point menggunakan IP address 192.168.1.1, klien 1 menggunakan IP address 192.168.1.20, dan klien 2 menggunakan IP address 192.168.1.100, untuk selanjutnya proses pengukurannya sama dengan tes yang pertama.
48
3.3.3
Prosedur Tes Ketiga
Pada tes ketiga ini akan diukur nilai SNR (Signal Noise Ratio). Pada intinya prosedur pada tes ini sama dengan tes yang pertama atau pun yang kedua yakni mengukur nilai SNR dengan access point terhubung dan tidak terhubung ke server. Akan tetapi pada tes ini hanya menggunakan satu klien saja yang akan mengukur nilai SNR dari beberapa titik Tes Point (TP). Pada pengukuran ini kita menggunakan software NetStumbler. Adapun langkah pengukurannya sebagai berikut :
1. Meng-Install program NetStumbler ke salah satu laptop yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran. 2. Setelah ter-install, kemudian menjalankan program Netstumbler.exe. tampilan software nya seperti terlihat di Gambar 3.6 di bawah ini
Gambar 3.6 Program NetStumbler
49
Pada program ini kita tidak perlu men-setting dulu IP address laptop dan access point dan juga tidak perlu melakukan ping antar keduanya karena dengan program ini secara otomatis akan mendeteksi wireless access point (WAP) yang ada di sekitar laptop asalkan wireless device yang ada pada laptop sudah diaktifkan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 3.6, disitu terlihat beberapa WAP terdeteksi. Disini kita harus tahu mana WAP yang kita akan ukur SNR dengan melihat SSID dan MAC, karena masing-masing WAP mempunyai SSID dan MAC yang berbeda. Disini WAP yang kita gunakan adalah WAP dengan MAC 0018F8ABA6FA dan SSID linksys, pada gambar terletak di baris ketiga dari bawah. Disitu sudah dapat terukur nilai SNR dari masing-masing WAP dan kita hanya tinggal memindahkan laptop ke titik-titik point yang diinginkan sesuai denah pada Gambar 3.4 untuk mengetahui nilai SNR. Pada program NetStumbler ini nilai referensi noise-nya dibuat sama untuk semua kondisi yakni -100dBm. Hal ini mungkin dikarenakan karena nilai noise untuk masing-masing kondisi tidak bisa diprediksi atau akan berubah-ubah tergantung lingkungannya.
50
BAB IV PERCOBAAN DAN ANALISA IMPLEMENTASI WIRELESS LAN
4.1
Pendahuluan
Setelah dilakukan perancangan sistem, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat. Pengujian terhadap sistem yang telah dibuat dilakukan untuk melihat apakah sistem tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan yang mana kemudian dapat dijadikan sebagai bahan untuk menganalisa terhadap apa yang terjadi ketika system dijalankan. Maksud dilakukannya percobaan dan pengukuran adalah untuk melihat sampai dimana kemampuan wireless LAN dapat digunakan sebagai jaringan alternatif dari jaringan yang menggunakan kabel sehingga dapat dilihat suatu performansi yang diinginkan
4.2
Skenario Percobaan
Skenario percobaan pertama adalah melakukan pengukuran throughput dan response time antara klien 1 dan klien 2. Pada pengukuran ini access point terhubung ke server, skema pengukurannya bisa dilihat pada Gambar 3.1. Pada kondisi seperti ini, access point berfungsi seperti hub pada jaringan yang menggunakan kabel. Pada percobaan ini akan dicoba untuk mengirimkan data sebesar 100, 250, 500, 750, dan 1000 Kb dari klien 2 ke klien 1 dan akan didapatkan throughput yang terukur. Setelah itu akan dicoba untuk mengukur response time, dimana disini akan dicoba untuk mengirim data sebesar 100, 500, 1000, 5000, 10000, dan 30000 bytes.
Skenario percobaan kedua pada intinya sama dengan pengukuran yang pertama yakni mengukur throughput dan response time, hanya saja pada percobaan kali ini access point tidak terhubung ke server tapi berdiri sendiri dan berfungsi sebagai penghubung antara klien
51
1 dan klien 2, skema percobaannya bisa dilihat pada Gambar 3.5. Ukuran data yang dikirimkan baik untuk mengukur throughput maupun response time adalah sama dengan skenario percobaan pertama.
Sedangkan skenario percobaan yang ketiga adalah mengukur nilai SNR. Pada pengukuran ini kita hanya menggunakan satu klien dan access point. Dan sama dengan percobaan pertama dan kedua, diukur nilai SNR pada beberapa tes point dan pada kondisi access point terhubung dan tidak terhubung ke server
4.3
Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran throughput yang didapatkan oleh klien 2 dengan access point terhubung ke server. Data throughput yang dihasilkan pada masing-masing Tes Point (TP) dapat dilihat pada table 4.1 dibawah ini Tabel 4.1 Hasil pengukuran throughput dengan access point terhubung ke server Ukuran Data (Kb) 100 250 500 750 1000
TP 2 7767 7813 7233 7528 7286
TP 3 6957 6689 5650 6881 5682
Throughput (Kbps) TP 4 TP 5 4678 6723 6211 6920 7366 7260 5566 7034 4651 6488
TP 6 5333 7722 6462 5445 6634
TP 7 5714 5249 5626 5566 5073
Hasil pengukuran throughput dengan acces point tidak terhubung ke server
Tabel 4.2 Hasil pengukuran throughput dengan access point tidak terhubung ke server Ukuran data (Kb) 100 250 500 750 1000
TP 2 7547 7905 7561 7528 7767
TP 3 7273 7782 7463 7605 7491
Throughput (Kbps) TP 4 TP 5 7407 7619 7273 6042 7260 7005 4170 7299 7890 6488
52
TP 6 6838 6645 6270 6445 6843
TP 7 4211 5102 5839 5310 5355
Hasil pengukuran response time yang didapatkan dengan access point terhubung ke server bisa dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini
Tabel 4.3 Hasil pengukuran response time dengan access point terhubung ke server Ukuran data (Bytes) 100 500 1000 5000 10000 30000
TP 2 2 2 4 8 13 35
TP 3 2 3 4 11 14 34
Response Time (ms) TP 4 TP 5 2 3 2 3 3 3 10 11 17 19 39 35
TP 6 2 2 3 9 13 34
TP 7 3 5 5 10 19 59
Hasil pengukuran response time dengan access point tidak terhubung ke server
Tabel 4.4 Hasil pengukuran response time dengan access point tidak terhubung ke server Ukuran data (Bytes) 100 500 1000 5000 10000 30000
TP 2 2 2 4 9 12 31
TP 3 2 2 3 7 12 36
Tes Point (ms) TP 4 TP 5 3 2 3 2 3 3 9 8 19 15 34 33
TP 6 2 2 3 8 14 42
TP 7 2 3 4 9 18 56
Hasil pengukuran nilai SNR dengan access point terhubung ke server
Tabel 4.5 Hasil pengukuran nilai SNR dengan access point terhubung ke server
Nilai terukur Nilai rata-rata
TP 2 37 - 42 39,5
TP 3 35 - 37 36
SNR (dB) TP 4 TP 5 32 - 36 28 - 34 34 31
53
TP 6 25 - 28 26,5
TP 7 18 - 21 19,5
Hasil pengukuran nilai SNR dengan access point tidak terhubung ke server Tabel 4.6 Hasil pengukuran nilai SNR dengan access point tidak terhubung ke server
Nilai terukur Nilai rata-rata
TP 2 39 - 49 44
TP 3 36 - 39 37,5
4.4
Analisa Percobaan
4.4.1
Performansi Throughput
SNR (dB) TP 4 TP 5 32 - 35 27 - 33 33,5 30
TP 6 26 - 30 28
TP 7 19 - 22 20,5
Dari hasil pengukuran diatas pada saat kondisi access point terhubung ke server, throughput maksimum yang didapatkan terjadi pada saat pengukuran di Tes Point 2 (TP 2) dengan data yang dikirimkan sebesar 250 Kb yakni 7813 Kbps. Sedangkan throughput minimumnya didapatkan pada saat pengukuran di TP 4 dengan data yang dikirim sebesar 1000 Kb yakni 4651 Kbps. Secara umum nilai throughput yang didapatkan untuk sebuah tes point dengan data yang dikirimkan berbeda-beda relatif tidak stabil dimana penurunan dan kenaikannya cukup signifikan, hal itu terjadi dikarenakan berubah-ubahnya level sinyal yang dipancarkan antara access point dengan klien 1 dan 2 dalam waktu yang berbeda. Sehingga dalam pengukuran ini panjangnya jarak dan besarnya data yang dikirimkan tidak selalu menjadikan nilai throughput yang terukur menjadi kecil, seperti terlihat pada nilai throughput di TP 4 dan TP 7 dimana disitu data yang dikirimkan sama-sama 1000 Kb dan jarak TP 7 lebih jauh dari TP 4, akan tetapi nilai throughput yang terukur di TP 7 lebih besar daripada di TP 4. Besar kemungkinan pada saat pengukuran di TP 7 level sinyalnya lebih tinggi dibandingkan dengan level sinyal pada saat pengukuran di TP 4.
Sedangkan pada saat kondisi access point tidak terhubung ke server, throughput maksimum yang terukur sebesar 7905 Kbps yang terjadi di TP 2 dengan data yang dikirim sebesar 250 Kb dan throughput minimumnya sebesar 4170 Kbps yang terjadi pada TP 4 dengan data yang dikirimkan sebesar 750 Kb. Pada kondisi access point tidak terhubung ke sever ini, nilai
54
throughput pada setiap TP lebih stabil dibandingkan dengan yang terhubung server, seperti terlihat di grafik pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Throughput (Kbps)
Access Point Terhubung Server 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
100 Kb 250 Kb 500 Kb 750 Kb 1000 Kb
TP 2
TP 3
TP 4
TP 5
TP 6
TP 7
Tes Point
Grafik 4.1 Nilai throughput dengan access point terhubung server
Throughput (Kbps)
Access Point Tidak Terhubung Server 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
100 Kb 250 Kb 500 Kb 750 Kb 1000 Kb
TP 2
TP 3
TP 4
TP 5
TP 6
TP 7
Tes Point
Grafik 4.2 Nilai throughput dengan access point tidak terhubung server
Hal tersebut diakibatkan karena pada saat access point tidak terhubung dengan server, pengiriman data dari klien 1 ke klien 2 hanya melibatkan 3 perangkat yakni Access Point,
55
Klien1 & 2, sehingga level sinyal yang dipancarkan relatif lebih stabil karena access point terkonsentrasi hanya pada klien 1 dan 2 dan proses routing-nya lebih pendek. Hal ini berbeda ketika access point terhubung server, dimana level sinyal yang dipancarkan tergantung dari sinyal yang dikirim dari server, kadang bisa besar dan bisa juga kecil sehingga menyebabkan perubahan level yang dipancarkan access point menjadi tidak stabil dan proses routing-nya pun menjadi jauh karena data yang dikirim dari dan ke klien 1 ke klien 2 harus melalui server terlebih dahulu. Akan tetapi seperti terlihat pada Grafik 4.2 terjadi penurunan nilai throughput yang cukup signifikan pada TP 4 yang bisa diakibatkan karena adanya penurunan level sinyal pada saat melakukan pengukuran. Pada Grafik 4.2 ini terlihat adanya penurunan nilai throughput seiring dengan semakin menjauhnya jarak Tes point berbeda dengan Grafik 4.1 yang penurunan dan kenaikannya relatif tidak terpengaruh oleh jarak.
Performansi Response Time
Response Time 70 Response Time (ms)
4.4.2
60
100 bytes
50
500 bytes
40
1000 bytes
30
5000 bytes
20
10000 bytes
10
30000 bytes
0 TP 2
TP 3
TP 4
TP 5
TP 6
TP 7
Tes Point
Grafik 4.3 Response Time dengan access point terhubung server
56
Response Time
Response Time (ms)
60 50
100 bytes
40
500 bytes 1000 bytes
30
5000 bytes
20
10000 bytes
10
30000 bytes
0 TP 2
TP 3
TP 4
TP 5
TP 6
TP 7
Tes Point
Grafik 4.4 Response Time dengan access point tidak terhubung server
Pada pengukuran response time seperti terlihat Grafik 4.3 dan grafik 4.4, untuk ukuran data yang dikirimkan 100 - 5000 bytes didapatkan response time yang cukup stabil untuk semua tes point dan untuk kondisi access point terhubung atau tidak terhubung ke server, bahkan untuk tes point dengan jarak yang jauh dari access point. Kalau pun ada kenaikan atau penurunan nilai response time, hal itu cukup kecil. Berbeda dengan ketika data yang dikirimkan lebih besar 10000 bytes, disitu terlihat terjadi kenaikan nilai response time yang cukup besar seiring dengan penambahan jarak. Hal ini terjadi karena dengan dikirim data yang besar waktu tempuh yang dicapai menjadi lebih lama, ini sebagai akibat dari banyaknya data yang dikirim mengakibatkan jumlah time slot untuk mentransfer data tersebut menjadi banyak sehingga kenaikan jumlah time slot menjadikan waktu yang diperlukan untuk mentransfer data menjadi lebih besar.
4.4.3
SNR
Pada pengukuran nilai SNR baik dengan kondisi access point terhubung atau pun tidak terhubung dengan server, terjadi penurunan nilai SNR seiring dengan bertambahnya jarak antara access point dengan klien. Hal ini dikarenakan sinyal radio mengalami atenuasi selama propagasi. Ketika gelombang radio memancar secara spherical (berbentuk bola),
57
energinya menyebar diatas area sekitarnya. Sinyal radio mengalami penurunan daya ketika berdekatan atau berjalan melewati objek-objek seperti dinding, tembok, dan manusia. Dan juga akibat adanya noise yang ditimbulkan dari pemakaian alat eletronika yang ada di area sekitarnya sehinggga hal ini sangat mempengaruhi level sinyal yang dipancarkan baik oleh access point atau pun oleh laptop klien. Pada software yang digunakan untuk mengukur SNR ini, digunakan nilai referensi untuk noise sebesar -100 dBm dikarenakan nilai noise tidak bisa diukur, akan tetapi pada prakteknya bisa saja nilai noise yang terjadi di lapangan lebih besar dari nilai yang tertera atau bisa juga lebih kecil, sehingga hal ini menyebabkan level sinyal pun bisa terpengaruh cukup signifikan dan efeknya bisa dirasakan ketika melakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai throughput, dimana nilai throughput akan terus berubah-ubah dalam setiap waktu, tidak akan berada konstan pada nilai tertentu. Oleh karena itu, supaya sistem penerima sinyal radio dapat bekerja pada nilai SNR yang wajar, ia harus beroperasi dengan menggunakan tingkat transmisi daya setinggi mungkin dan/atau memiliki daerah cakupan yang terbatas. Dalam prakteknya di komputer portabel, daya sinyal yang dipancarkan dibatasi oleh konsumsi baterai unit radionya yang pada akhirnya meningkatkan beban baterai computer.
58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari percobaan pengukuran dan analisa terhadap throughput, response time, dan SNR pada teknologi wireless LAN yang telah dilakukan pada suatu area perkantoran, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : •
Pada pengukuran throughput terjadi perbedaan kecil nilai throughput baik pada saat access point terhubung atau tidak terhubung ke server, dimana yang terhubung ke server relatif kurang stabil.
•
Nilai response time yang didapatkan untuk kedua kondisi hampir tidak jauh berbeda, kenaikan nilai response time yang cukup signifikan terjadi ketika data yang dikirimkan lebih dari 10 Kb.
•
Adapun untuk nilai SNR untuk kedua kondisi tidak jauh berbeda, hanya saja terjadi penurunan nilai SNR seiring dengan bertambahnya jarak antara access point dengan klien.
•
Kecepatan (throughput) paling rendah yang didapatkan pada pengukuran ini (4170 Kbps), sudah dapat digunakan untuk melakukan akses internet, VoIP (menggunakan program skype), dan proses upstream & downstream video.
5.2
Saran •
Keakuratan dari hasil pengukuran performansi wireless LAN dengan menggunakan software ini tentunya belum seakurat jika kita melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur. Akan lebih baik nantinya dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur sehingga hasilnya pun bisa benar-benar teruji keabsahannya.
59
•
Sesuai perkembangan teknologi Wireless LAN, peningkatan kecepatan transmisi data terus dilakukan oleh praktisi telekomunikasi dan produsen agar nantinya kecepatannya bisa ditingkatkan sehingga teknologi ini bisa menggantikan teknologi jaringan LAN menggunakan kabel.
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Adnan Basalamah dan kawan-kawan. Komunikasi Data, Jaringan Komputer dan Sistem Terbuka. Pelatihan Pengajaran Teknik Tingkat Lanjut. 2. Atheros Communications Inc. Methodology for Testing Wireless LAN Performance. http://www.atheros.com. September 2003. HTU
UTH
3. Baghaei, Nilufar. IEEE 802.11 Wireless LAN Security Performance Using Multiple Clients. Department of Computer Science and Software Engineering University of Canterbury, Christchurch, New Zealand. 2003. 4. http://www.OprekPC.com/forum HTU
UTH
5. Pelletta, Enrico. Maximum Throughput of IEEE 802.11 Access Points: Test Procedure and Measurements. 2004. 6. I. Al Khatib. Performance Analysis of Wireless LAN Access Points. Department of Microelectronics and Information Technology, Royal Institute of Technology, Stockholm (Sweden). May 2003.
61