TINJAUAN NILAI Ωo PADA PERANCANGAN SAMBUNGAN RIGID DASAR KOLOM RANGKA BAJA DI ATAS RANGKA BETON BERTULANG DENGAN ANALISIS PUSHOVER 1
Yuskar Lase dan Andy Prabowo
2
1 PENDAHULUAN Permintaan kebutuhan ruang yang semakin meningkat dan perubahan peraturan tata kota memungkinkan perluasan struktur gedung ke arah vertikal. Perluasan secara vertikal dilakukan dengan menambah struktur baja di atas struktur beton bertulang eksisting sehingga menjadi struktur gabungan baja dan beton. Penggunaan struktur gabungan juga digunakan pada proyek pembangunan apartemen baru khususnya sebagai struktur penthouse. Sistem struktur rangka pemikul momen menjadi sering dipakai pada struktur gabungan terutama pada bangunan bertingkat rendah. Sistem rangka momen dari struktur baja dan beton dapat digabungkan melalui sebuah sambungan. Dalam hal ini sambungan kolom dasar dari rangka baja ke rangka beton berfungsi meneruskan semua gaya-gaya pada struktur baja termasuk gaya gempa kepada struktur beton. Kinerja dua sistem rangka momen pada struktur gabungan sangat ditentukan oleh kekuatan dan kekakuan sambungannya. Hasil penelitian Maan dan Osman (2002) serta Aviram et al. (2010) menguraikan pengaruh kekakuan sambungan base plate di kolom dasar pada perilaku rangka momen baja. Penelitian Razzaghi dan Khoshkbakht (2012) menunjukkan besar kecilnya kekakuan sambungan base plate ditentukan oleh komponen penyusun sambungan. Komponen sambungan dipengaruhi oleh seberapa besar gaya desain di sambungan. Menurut AISC 341 (2010), desain sambungan dasar kolom atau sering disebut sambungan base plate ditentukan oleh nilai terkecil dari kapasitas profil yang disambung atau gaya-gaya dalam (termasuk akibat gempa) yang sudah diamplifikasi nilai o. Nilai o merupakan faktor kuat lebih struktur yang besarannya bergantung dari sistem pemikul beban lateral (SPBL) yang dipakai pada struktur. Besarnya o terbesar menurut SNI 1726:2012 yaitu 3,0 untuk rangka pemikul momen khusus (baja dan beton). Penggunaan nilai o pada kombinasi gaya dalam sambungan dari nilai o SPBL dapat menghasilkan detil sambungan yang sulit untuk dieksekusi. Namun, ketentuan penggunaan nilai o pada desain sambungan tetap diperlukan untuk menjaga sambungan tidak mengalami kegagalan lebih awal dari elemen yang disambung. Untuk kemudahan pendetilan sambungan, perlu dilakukan tinjauan nilai o yang lebih rasional dengan mengetahui gaya-gaya dalam maksimal yang bekerja saat struktur akibat gempa yang salah satunya melalui analisis pushover.
1
Dosen Program Teknik Sipil, Universitas Indonesia. E-mail:
[email protected] Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Indonesia. E-mail:
[email protected]
2
1 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
2 PERANCANGAN SAMBUNGAN BASE PLATE TIPE RIGID Menurut ketentuan AISC 341 (2010), gaya dalam baik akibat momen dan geser untuk perancangan sambungan kolom dasar diambil nilai terkecil dari: 1. Gaya-gaya dalam kolom akibat kombinasi beban menggunakan faktor amplifikasi o. 2. Kapasitas profil kolom terdiri dari kapasitas lentur probable (Mpr) kolom yaitu 1,1RyFyZ dan kapasitas geser kolom yaitu 2*Mpr/Lkolom. Desain sambungan base plate pada tulisan ini mengacu pada AISC Design Guide Series 1 (Fisher dan Kloiber, 2006). Hasil eksperimen Gomez et al. (2010) menunjukkan apabila kapasitas sambungan dari metode pada design guide sangat konservatif bila dibandingkan dengan kapasitas sesungguhnya dari hasil pengujian. Metode perancangan sambungan yang akan diuraikan hanya untuk tipe sambungan yang mampu menahan momen (sambungan rigid). Sambungan momen dibagi menjadi 2 kasus seperti pada Gambar 1, yaitu perancangan dengan eksentrisitas kecil (small eccentricity) dan perancangan dengan momen besar (large eccentricity). Besar kecilnya eksentrisitas dalam perancangan sambungan ditentukan oleh perbandingan nilai eksentrisitas yang terjadi terhadap nilai eksentrisitas kritis. m
(a) (b) Gambar 1 Distribusi Gaya di Komponen Base Plate pada Kasus (a) Small Eccentricity (b) Large Eccentricity 2.1 Perancangan Sambungan Base Plate Eksentrisitas Kecil (Small Eccentricity) Menurut Fisher dan Kloiber (2006), bentuk distribusi tegangan lentur di bawah base plate akibat interaksi gaya aksial dan momen dapat disederhanakan menjadi berbentuk persegi (rectangular) yang besarannya merata sepanjang Y, yaitu: (1) Resultan gaya akibat tegangan fp selebar B pada arah tegak lurus bidang Gambar yaitu sebesar qY bekerja di 0.5Y dari titik A. Apabila diukur dari titik pusat kolom maka lokasi qY berada di = 0,5N – 0,5Y. Nilai B dan N merupakan ukuran base plate. Nilai akan mencapai maksimum saat Y bernilai minimum. Sehingga Ymin = Pr/qmax. Jadi: (2) Nilai T = 0 pada kasus small eccentricity dan agar MA = 0 maka nilai e (Mr/Pr) harus lebih kecil dari max serta besarnya Y = N – 2e. Tebal base plate (tp) dihitung berdasarkan momen lentur akibat fp selebar m dari tepi base plate, yaitu:
2 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Mpl = fp (m2/2) (3) Persamaan 3 berlaku untuk Y m, serta m = 0.5*(N – 0.95d). Apabila nilai Y < m, maka: Mpl = fp Y(m – Y/2) (4) 2 Sedangkan kapasitas lentur plat: bMn = 0.9*Fy*tp /4 (5) 2.2 Perancangan Sambungan Base Plate Eksentrisitas Besar (Large Eccentricity) Dari Gambar 1 (b), kasus dengan eksentrisitas besar (large eccentricity) terjadi karena eksentrisitas rencana (e) melebihi ecrit. Agar terjadi kesetimbangan momen maka diperlukan tambahan T dari kontribusi baut. T = qmaxY – Pr (6) Dengan menggunakan MB = 0 maka diperoleh persamaan: (7) Persamaan di atas disusun ulang menjadi: (8) Maka diperoleh nilai Y yang merupakan solusi penyelesaian persamaan di atas. (9) Pada persamaan 9 diperoleh variabel qmax untuk membatasi fp. Nilai qmax muncul akibat dari redistribusi tegangan untuk mengabaikan tegangan tarik sekaligus membatasi tegangan tekan yang boleh terjadi agar beton di bawah base plate tidak mengalami kegagalan. qmax = fp max*B (10) dimana:
1.7fc’
(11)
Persamaan 11 diambil dari pasal 10.14 ACI 318M-2011 atau SNI 2847:2013. Nilai (A2/A1) berlaku apabila luas penumpu base plate (A2) lebih besar dibanding luas base plate (A1) dan dibatasi maksimal sebesar 2. Setelah diperoleh nilai Y dan T, maka ukuran diameter angkur dapat dipilih berdasarkan kapasitas tarik ultimit angkur menurut persamaan 12. Rn *0.75*Fu*Ab dengan = 0.75 (12) Dengan Fu merupakan tegangan putus angkur dan Ab merupakan luas penampang berdasarkan diameter nominal baut. Tebal base plate dihitung menurut persamaan (3) – (5). Namun demikian perlu ditinjau satu lagi tambahan model keruntuhan lentur di plat akibat dari gaya tarik baut. (13)
3 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
3 KEKAKUAN ROTASI SAMBUNGAN BASE PLATE Penelitian terbaru mengenai model matematis kekakuan rotasi sambungan base plate dilakukan oleh Kavinde et al. (2012). Model matematis yang dibuat telah dikalibrasi dengan menggunakan studi eksperimen di laboratorium yang dilakukan Gomez et al. (2010). Model matematis dibuat didasarkan pada deformasi komponen sambungan. Ltension rod
concrete Permukaan grouting f + N/2
m
Gambar 2 Deformasi Komponen Sambungan pada Eksentrisitas Besar Kavinde et al. (2012) membuat model matematis kekakuan rotasi sambungan menjadi 2 kasus untuk small eccentricity dan large eccentricity. Hasil eksperimen menunjukkan model matematis untuk kasus large eccentricity menunjukkan nilai kekakuan rotasi yang mendekati uji laboratorium. Untuk kasus small eccentricity kurang mendekati hasil eksperimen akibat pengaruh tebal base plate tidak dipertimbangkan secara eksplisit. Kasus perancangan base plate dengan large eccentricity lebih sering ditemui pada perancangan sambungan akibat adanya kombinasi beban yang memungkinkan terjadinya gaya aksial minimum berasal dari pengaruh beban gravitasi yang berlawanan tanda dengan beban gempa dan secara bersamaan diperoleh nilai momen maksimum. Menurut Kavinde et al. (2012), deformasi yang terjadi pada komponen sambungan untuk kasus large eccentricity seperti diilustrasikan pada Gambar 2 terdiri dari: 1. Pada baut (rod) akibat gaya tarik T: (14) (30 mm) 2. Pada plat yang mengalami tarik dari baut: (15) Besarnya Iplate = 1/12*B*tp3 dan Aplate = 5/6*B*tp E dan G masing-masing merupakan modulus elastisitas dan modulus geser plat. 3. Pada plat akibat tegangan lentur fp: -
Apabila Y m :
-
Apabila Y < m :
(16) (17)
4 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
4. Pada beton akibat fp:
(18)
Dimana dfooting = tinggi pedestal dan fmax = fp max seperti persamaan 11. Besarnya rotasi dapat ditentukan dengan mensyaratkan kompatibilitas deformasi pada setiap komponen sambungan, yaitu: (19) Besarnya nilai kekakuan merupakan nilai secant dari kemiringan kurva momen terhadap rotasi saat sambungan mencapai kondisi batas elastis ke kondisi inelastik. (20) Momen leleh sambungan (My) merupakan momen yang menyebabkan setiap komponen sambungan dibebani hingga mencapai kondisi lelehnya (Kavinde et al., 2012).
4
KEKAKUAN GESER SAMBUNGAN BASE PLATE
Gaya geser yang terjadi di sambungan dapat diperhitungkan sebagai tambahan gaya di baut angkur. AISC 2010 memberikan persamaan interaksi (C-J3-6) untuk memeriksa kapasitas baut dengan memperhitungkan geser dan momen secara bersamaan. Adanya gaya geser di baut dapat menimbulkan lentur di baut seperti diilustrasikan pada Gambar 3. Menurut hasil penelitian Gomez et al. (2009), besarnya momen akibat geser yaitu: M = k*Leffektif*V. Faktor k bergantung dari panjang tekuk baut angkur saat menerima lentur. Tambahan lentur mengakibatkan tambahan tegangan tarik: f = M/(nZ) dimana n = jumlah baut dan Z = modulus plastis baut = 1/6*(dbaut)3. bearing location
v
Lefektif
Gambar 3 Mekanisme Lentur di Baut Akibat Geser Geser yang terjadi di keseluruhan baut menjadi tidak sama besar karena perilaku baut. Adanya uplift pada baut tarik (akibat momen kolom) mengakibatkan baut hanya mampu menerima sedikit gaya geser di sambungan. Baut tekan yang cenderung statis akan mampu menerima geser yang lebih besar dan memiliki kekakuan geser yang lebih besar. Besarnya persentase gaya geser yang diterima masing-masing baut proporsional terhadap kekakuan geser di masing-masing baut seperti terlihat pada Gambar 4. Baut Tarik (20%V)
V
Baut Tekan (80% V)
Gambar 4 Distribusi Geser Pada Baut Tarik dan Tekan
5 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Kekakuan geser baut tarik:
(21)
Kekakuan geser baut tekan:
(22)
Kekakuan geser total:
(23)
Dimana: E = Modulus Elastis Baut = 2.105 kN/m2 It = Momen inersia penampang baut = Lefektif = Panjang tekuk baut pada kondisi elastik = ½ twasher + tbase plate Sebagai tambahan, kekakuan aksial dari sambungan diambil persamaan kekakuan aksial baut yang mengalami tarik, yaitu: kaksial = AE/L dimana: A = luas nominal baut; E = modulus elastisitas baut; L = tebal base plate + tebal grouting.
5 PERANCANGAN STRUKTUR GABUNGAN Data model struktur yang digunakan untuk melakukan simulasi perancangan sambungan dan variasi kekakuan sambungan dapat dilihat pada Lampiran 1. Dimensi struktur beton dari pemodelan hubungan kolom dasar baja dengan beton tipe rigid sama dengan dengan hubungan tipe sendi namun untuk struktur baja berbeda. Pemodelan dan analisis serta perancangan bangunan menggunakan software ETABS V9.6. Untuk pendetilan, struktur beton dirancangan memenuhi persyaratan SRPMK karena sebagai struktur bawah harus dirancang daktail penuh sehingga tidak terjadi kegagalan lebih dahulu dibanding struktur atas. Besarnya batasan deformasi pada struktur beton saat pemodelan sendi plastis yang lebih kecil dibanding struktur baja menjadikan struktur beton dirancang agar memiliki deformasi leleh yang besar dengan melakukan pendetilan yang lebih ketat. Ketentuan SRPMK dapat dilihat di Pasal 21 SNI 2847:2013. Struktur baja dirancang untuk memenuhi persyaratan SRPMM. Salah satu alasannya yaitu profil baja H untuk kolom yang ada di pasaran Indonesia sulit untuk memenuhi syarat penampang kompak untuk elemen daktail khusus pada ketentuan AISC 341 (2010). Sifat rangka baja yang lebih fleksibel akan sulit memenuhi kriteria perpindahan antar lantai pada SNI 1726:2012 apabila memakai SRPMK. Ketentuan strong column weak beam juga menjadi sulit dipenuhi akibat keterbatasan ukuran profil yang ada. Berdasarkan pendetilan yang akan dilakukan maka nilai R yang digunakan pada saat melakukan perhitungan beban gempa diambil sebesar 6,0. Nilai R untuk struktur gabungan baja-beton seperti pada pemodelan ETABS belum diatur secara spesifik di SNI. Untuk nilai Cd dan o masing-masing diambil sebesar 5,5 dan 3,0 mengikuti kriteria SRPMK. Verifikasi nilai R dan o pada struktur yang digunakan dapat merujuk pada penelitian Prabowo (2015).
6 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
6 HASIL PERANCANGAN SAMBUNGAN DAN NILAI KEKAKUANNYA Tabel 1 Konfigurasi Sambungan Base Plate Portal Arah X (Fu angkur = 862.5 MPa) Variasi
Ukuran Base Plate (mm)
Luasan Angkur (cm2)
o
N
B
tp
Perlu
Terpasang
Krotasi (kNm/rad)
Kgeser (kN/m)
Kaksial (kN/m)
3
530
510
60
37.9
45.4
5.14E+05
5.59E+05
1.38E+07
2.5
530
510
60
37.6
45.4
5.13E+05
5.59E+05
1.37E+07
2
510
510
50
30
34.6
4.22E+05
4.90E+05
1.20E+07
1.5
510
480
45
20.6
24.13
3.21E+05
6.56E+05
8.66E+06
1
490
450
35
12.5
14.7
2.08E+05
5.45E+05
5.86E+06
Tabel 2 Konfigurasi Sambungan Base Plate Portal Arah Y (Fu angkur = 862.5 MPa) Variasi
Ukuran Base Plate (mm)
Luasan Angkur (cm2)
o
N
B
tp
Perlu
Terpasang
Krotasi (kNm/rad)
Kgeser (kN/m)
Kaksial (kN/m)
3
580
570
70
53.62
56.7
8.09E+05
3.64E+05
1.79E+07
2.5
580
570
60
40.3
45.4
7.06E+05
5.59E+05
1.46E+07
2
560
560
50
29.9
34.6
5.76E+05
4.90E+05
1.20E+07
1.5
560
450
45
20
24.1
4.22E+05
6.56E+05
8.22E+06
1
540
450
35
10.8
14.7
2.66E+05
5.45E+05
5.06E+06
Untuk mengkaji nilai o optimal pada perancangan sambungan, maka dilakukan variasi o pada kombinasi pembebanan SNI1726:2012 untuk memperoleh gaya-gaya dalam di kolom. Variasi nilai o mulai dari 3.0; 2.5; 2.0; 1.5; dan 1.0. Kombinasi beban yang menghasilkan gaya aksial tarik tidak diperhitungkan untuk desain sambungan agar teori perancangan sambungan pada sub bab 2 dapat dipakai. Tabel 3 Konfigurasi Sambungan Base Plate dengan Fu angkur = 400 MPa PORTAL X Variasi
Ukuran Base Plate (mm)
Luasan Angkur (cm2)
o
N
B
tp
Perlu
Terpasang
Krotasi (kNm/rad)
Kgeser (kN/m)
Kaksial (kN/m)
1.5
530
510
45
42.1
45.4
3.83E+05
1.23E+06
1.77E+07
1
510
440
40
25.6
32.2
2.57E+05
9.06E+05
1.14E+07
PORTAL Y 1.5
580
540
45
39.5
45.4
5.11E+05
1.23E+06
1.66E+07
1
560
460
40
21.6
25.7
3.38E+05
9.06E+05
9.62E+06
Hasil desain sambungan pada Tabel 1 dan 2 menggunakan mutu angkur yang sangat besar dibandingkan mutu angkur yang mudah dan murah di pasaran. Agar tetap bisa menggunakan mutu angkur yang mudah diperoleh di pasaran, yaitu pada Fu sebesar 400 MPa, desain base plate hanya dilakukan pada nilai o = 1 dan 1.5 seperti di Tabel 3. Nilai kekakuan sambungan pada masing-masing derajat kebebasan (DOF) diinput ke dalam kekakuan pegas yang dimodelkan di ETABS sebagai elemen link. Elemen ini menghubungkan dasar kolom baja dengan kolom beton. Hanya DOF rotasi yang dimodelkan secara non-linier sedangkan DOF lainnya dianggap linier.
7 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 5 Kurva Pemodelan Non-linier Sambungan Untuk keperluan pemodelan non linier link, diperlukan kekuatan leleh pegas yang merupakan nilai momen leleh (My) yang mengakibatkan komponen sambungan mengalami pelelehan untuk nilai beban aksial tertentu. Menurut FEMA 356 (2000), kapasitas maksimal sambungan dibatasi 110% dari kapasitas lelehnya. Hal ini mengakibatkan kemiringan pasca leleh yang terjadi hanya 0.3%. Berdasarkan hasil perancangan sambungan maka diperoleh 7 variasi pemodelan struktur gabungan dengan menggunakan link. Ketujuh variasi pemodelan ini dapat dianggap sebagai sambungan semi rigid dikarenakan sambungan memiliki batasan kekakuan rotasi dan kapasitas momennya. Tabel 4 Variasi Pemodelan Semi Rigid Tipe o Fu
SR1 3 862.5
SR2 2.5 862.5
SR3 2 862.5
SR4 1.5 862.5
SR5 1 862.5
SR6 1.5 400
SR7 1 400
7 PERBANDINGAN HASIL ANALISIS DINAMIK STRUKTUR Struktur gabungan yang telah diberi pemodelan pegas pada bagian sambungan diperiksa kembali terhadap perilaku dinamiknya. Pemeriksaan ini bertujuan memverifikasi asumsi yang sering dilakukan pada pemodelan sambungan rigid dengan cara membandingkan perilaku struktur antara sambungan rigid (R), sambungan semi rigid (SR) serta sambungan sendi (S). Pemodelan sambungan rigid dan sendi dilakukan dengan meniadakan atau memberikan sendi dalam di kolom dasar baja.
8 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
7.1 Karakteristik Dinamik Tabel 5 Karakteristik Dinamik Setiap Variasi Pemodelan MODEL R SR1 SR2 SR3 SR4 SR5 SR6 SR7 S
Mode 1
Mode 2
Partisipasi T (detik) Arah Massa (%) 1.2650 UX 71.09 1.2583 UX 71.65 1.2566 UX 71.81 1.2583 UX 71.65 1.2605 UX 71.44 1.2668 UX 70.86 1.2581 UX 71.66 1.2627 UX 71.23 1.4718 UY 54.84
Partisipasi T (detik) Arah Massa (%) 1.2597 UY 71.05 1.2531 UY 71.66 1.2511 UY 71.85 1.2531 UY 71.66 1.2559 UY 71.39 1.2637 UY 70.64 1.2529 UY 71.66 1.2584 UY 71.13 1.3672 UX 62.31
Mode 3 T (detik) Arah 1.0744 1.0711 1.0703 1.0711 1.0721 1.0751 1.0710 1.0732 1.1198
RZ RZ RZ RZ RZ RZ RZ RZ RZ
Partisipasi Massa (%) 78.01 78.33 78.42 78.33 78.21 77.88 78.34 78.09 72.82
Dari Tabel 5, karakteristik dinamik dari ketujuh variasi semi rigid tidak jauh berbeda dengan karakteristik dinamik model rigid (R). Adanya pemodelan sambungan kolom bagian dasar pada model SR tidak mengakibatkan perubahan perilaku struktur gabungan dan masih mendekati perilaku model R. 7.2 Gaya Geser Dinamik
Gambar 6 Gaya Geser Dinamik dan Gaya Geser Desain Variasi pemodelan akibat perbedaan nilai kekakuan sambungan tidak berpengaruh besar pada besarnya gaya geser dinamik hasil analisis struktur seperti terlihat di Gambar 6. Hal ini dikarenakan nilai waktu getar yang hampir mirip pada 7 model. Seluruh model SR, R, dan S memiliki gaya geser dinamik berada di bawah 85% gaya geser statik dimana perbedaan nilai gaya geser statik diantara variasi pemodelan cenderung sama. Untuk desain kekuatan struktur, maka gaya geser desain seluruh model diperoleh dengan men-scale up gaya geser dinamik analisis. 7.3 Perpindahan Antar Lantai Besarnya perpindahan antar lantai pada struktur beton jauh lebih kecil dibandingkan struktur baja seperti ditampilkan pada Gambar 7. Nilai perpindahan antar lantai pada struktur baja model sendi melewati nilai batas SNI 1726:2012 terutama di lantai 5. Hal ini akibat dari perbedaan nilai perpindahan lantai yang cukup besar antara struktur beton dengan struktur baja.
9 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 7 Perpindahan Antar Lantai (Interstory Drift) Arah X (Kiri) dan Arah Y (Kanan) Adanya perbedaan kekakuan sambungan antara model R dan S mengakibatkan perbedaan pada perpindahan antar lantai struktur baja. Meskipun model S memiliki ukuran kolom yang lebih besar dibanding model R, nilai perpindahan antar lantai 4 dan 5 model S masih melewati batas maksimal ketentuan SNI. Adanya perbedaan kekakuan sambungan tidak membawa pengaruh besar pada nilai perpindahan antar lantai.
8 HASIL ANALISIS PUSHOVER Vbase Vmax
ke
Vy ke y
max
Gambar 8 Ilustrasi Kurva Kapasitas yang Disederhanakan dan Parameternya Analisis pushover digunakan untuk mengetahui gaya-gaya dalam struktur saat melampaui gaya desain struktur. Selain itu, analisis pushover juga digunakan untuk memperoleh perilaku non-linier struktur termasuk perilaku non-linier link (sambungan). Analisis pushover yang dilakukan menggunakan bantuan ETABS V9.6. Beberapa hal yang ditentukan sebelum ETABS melakukan analisis pushover yaitu: 1. Pola beban dorong lateral menggunakan: pola akselerasi merata (Pola 1) dan pola ragam tinggi (Pola 2). Pola akselerasi merata merupakan pola beban lateral mengikuti distribusi massa lantai sedangkan pola ragam merupakan pola beban lateral mengikuti besaran gaya lateral dinamik kombinasi CQC dari 18 ragam getar. 2. Pemodelan sendi plastis di balok (M3) dan kolom (PMM) mengikuti FEMA 356 Tabel 5-6 untuk struktur beton dan Tabel 6-7 serta 6-8 untuk struktur baja. 3. Target perpindahan menggunakan ATC-40, FEMA 356, dan SNI 1726. Hasil plot gaya geser vs perpindahan titik kontrol (kurva kapasitas) dan lokasi sendi plastis yang pada seluruh model tidak berbeda jauh. Sebagai ilustrasi, disajikan kurva
10 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
kapasitas dan lokasi sendi plastis pada model SR4 di lampiran 2. Nilai setiap parameter dari kurva kapasitas seperti pada Gambar 8 untuk seluruh model diuraikan berikut ini. 8.1 Gaya Geser Dasar Leleh (Vy) dan Perpindahan Leleh (y) Nilai Vy dipengaruhi pola beban dorong yang diberikan pada struktur seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Besarnya beban lateral pada pola 1 membesar di bagian struktur beton hal ini sesuai dengan proporsi massa lantai sehingga struktur beton lebih berperan dalam menghasilkan gaya geser dasar leleh struktur keseluruhan. Untuk pola 2, besarnya gaya lateral semakin membesar dengan bertambahnya ketinggian struktur sehingga struktur atas (struktur baja) berperan besar dalam menentukan gaya geser dasar leleh struktur. Perbedaan besarnya gaya leleh pada pola 1 dan 2 menunjukkan apabila struktur beton memiliki overstrength yang lebih besar dibandingkan struktur baja.
Gambar 9 Gaya Geser Dasar Leleh (Vy) vs Variasi Pemodelan Pengaruh kekakuan sambungan kolom dasar terhadap Vy tidak terlihat. Selisih besarnya Vy pada variasi SR tidak signifikan terutama pada arah X. Untuk arah Y, perbedaan V y terbesar terjadi antara SR1 dan SR5 yaitu sekitar 7%. Besarnya Vy model S menjadi yang terbesar dibanding keseluruhan variasi. Hal ini dapat disebabkan oleh dimensi struktur baja model S yang lebih besar.
Gambar 10 Perpindahan Leleh (y) vs Variasi Pemodelan Dari Gambar 10 dapat diketahui apabila besarnya y pada seluruh model SR memiliki kemiripan terutama pada pola merata sehingga besarnya kekakuan sambungan tidak berpengaruh langsung pada y. Nilai y model SR mendekati model R sedangkan model S memiliki nilai y terbesar. Melihat pola beban yang diberikan, y akibat pola 1 di setiap arah lebih kecil dibanding pola 2.
11 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
8.2 Kekakuan Lateral Efektif (Ke)
Gambar 11 Kekakuan Lateral Efektif (Ke) vs Variasi Pemodelan Besarnya Ke pada setiap arah untuk kedua pola beban memiliki nilai yang mirip. Ke akibat pola 1 lebih besar dibanding pola 2. Hal ini menunjukkan kekakuan efektif pada struktur beton lebih tinggi. Adanya variasi nilai o tidak mempengaruhi nilai Ke pada pemodelan SR. Nilai Ke pada seluruh model SR cenderung mirip dan mendekati model R terutama pada pola 1. Perbedaan nilai Ke terbesar yang terjadi pada model SR1 terhadap model SR5 sekitar 9% terjadi akibat pola 2. Nilai Ke model S merupakan yang terendah sehingga pemodelan hubungan sendi kurang menguntungkan bagi kekakuan. 8.3 Perpindahan Maksimal (maks) dan Gaya Geser Dasar Maksimal (Vmaks) Tabel 6 menunjukkan apabila variasi o terhadap kekakuan sambungan tidak membawa pengaruh besar pada kinerja sambungan hasil pushover. Semakin kaku sambungan, besarnya nilai maks dan Vmaks memang semakin kecil namun perbedaan nilainya sangat kecil. Perbedaan maks dan Vmaks sangat terlihat pada model S terhadap model R dan SR. Tabel 6 Nilai maks dan Vmaks vs Variasi Pemodelan maks (m) VARIASI R SR1 SR2 SR3 SR4 SR5 SR6 SR7 S
Pola 1 Arah X 0.403 0.403 0.403 0.403 0.403 0.403 0.403 0.403 0.374
Arah Y 0.412 0.413 0.413 0.412 0.412 0.409 0.412 0.412 0.398
Vmaks (kN) Pola 2
Arah X 0.453 0.449 0.449 0.450 0.451 0.456 0.449 0.454 0.439
Arah Y 0.539 0.537 0.537 0.538 0.541 0.573 0.539 0.569 0.570
Pola 1 Arah X 7255 7247 7247 7248 7251 7257 7248 7253 7361
Arah Y 8098 8095 8093 8095 8099 8021 8097 8106 8283
Pola 2 Arah X 5950 5944 5944 5945 5944 5954 5945 5950 6365
Arah Y 6659 6657 6658 6659 6663 6700 6662 6700 7410
8.4 Evaluasi Level Kinerja Struktur Level kinerja struktur terburuk berdasarkan evaluasi menggunakan SNI 1726:2012 belum mencapai Collapse Prevention (CP). Dari Tabel 7 diketahui bila level kinerja model R dan seluruh model SR berada di level IO-LS sehingga menunjukkan kinerja struktur yang memuaskan. Adanya perbedaan kekakuan di sambungan tidak
12 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
mempengaruhi level kinerja yang dicapai. Hanya pada model S terdapat level kinerja melebihi CP. Tabel 7 Level Kinerja Struktur Gabungan SNI 1726/ATC-40 Pola 1 Pola 2
VARIASI R SR1 SR2 SR3 SR4 SR5 SR6 SR7 S
Arah X IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS
Arah Y IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS
Arah X IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS C-D
Arah Y IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS
FEMA 356 Pola 1 Arah X C-D C-D C-D C-D C-D C-D C-D C-D C-D
Arah Y IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS C-D
Pola 2 Arah X IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS C-D
Arah Y IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS IO-LS
Evaluasi kinerja menggunakan FEMA 356 pada pola beban merata di arah X menghasilkan level kinerja C-D (berada di level CP-Collapse) di seluruh model R dan SR. Hal ini dikarenakan pushover dengan pola beban 1 sulit memberikan informasi kondisi struktur di sekitar target perpindahan menurut FEMA 356. Kondisi yang berbeda terjadi akibat pola 2. Oleh karena itu, analisis pada kinerja sambungan terhadap rotasi dan geser dilakukan hanya pada hasil pushover menggunakan pola beban ragam tinggi.
9 KINERJA SAMBUNGAN (LINK)
Gambar 12 Kurva Batasan Kinerja Rotasi Sambungan Pemeriksaan kinerja sambungan pada variasi pemodelan SR dilakukan dengan membuat kurva gaya-deformasi pada link. DOF yang akan dilihat kinerjanya yaitu rotasi dan geser. Untuk DOF rotasi, kurva gaya-deformasi pada link dibandingkan dengan batasan kinerja sambungan menurut FEMA 356 pada tipe bolted end plate dan asumsi pelelehan terjadi di base plate (Gambar 12). Pada arah X, gaya dan deformasi terbesar terjadi pada link as 2B/6B. Untuk arah Y pada link as 4A/4D. 9.1 Kinerja Rotasi Pemeriksaan kinerja diambil dari hasil pushover menggunakan pola 2. Pengaruh o pada desain sambungan yang dirancang menggunakan mutu angkur 862.5 MPa terhadap kinerja sambungan dapat dilihat pada Gambar 13 (a) sampai (e). Kinerja
13 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
sambungan masih cukup jauh dari batasannya pada o lebih besar dari 1,5 terlihat dari nilai rasio momen yang terjadi (hasil pushover) di sambungan terhadap momen leleh (M/My) tertinggi sebesar 0,6 pada o = 2. Perilaku rotasi sambungan mulai mendekati batasan kinerjanya pada o sebesar 1,5 dengan rasio M/My tertinggi sebesar 0,8 pada arah Y. Perilaku inelastik sangat jelas terjadi pada o = 1 namun masih berada di bawah level kinerja IO (Intermediate Occupancy).
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 13 Kurva Kinerja Rotasi Link Model (a) SR1 (b) SR2 (c) SR3 (d) SR4 (e) SR5 Untuk mengetahui pengaruh dari mutu angkur terhadap perilaku sambungan maka dibuat variasi SR6 dan SR7. Kinerja sambungan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh mutu angkur seperti terlihat di Gambar 14. Hal ini terlihat dari hampir samanya nilai tertinggi rasio M/My. Perbedaan mutu angkur lebih berakibat pada perbedaan kekakuan sambungan yang dihasilkan serta deformasi sambungan.
14 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 14 Perbandingan Kinerja Rotasi Sambungan (a) SR4 vs SR6 (b) SR5 vs SR7 9.2 Kinerja Geser Tabel 8 Rasio V/Vn Link Portal Arah X dan Y Variasi Vx/ Vnx
SR1 0.22
SR2 0.22
SR3 0.27
SR4 0.40
SR5 0.64
SR6 0.42
SR7 0.67
Vy/ Vny
0.22
0.29
0.39
0.60
1.08
0.64
0.98
Tabel 8 menampilkan rasio terbesar V/Vn pada link untuk setiap variasi pemodelan SR. Besarnya V merupakan gaya geser terbesar di link dari hasil pushover sedangkan Vn merupakan kapasitas geser di sambungan tereduksi. Rumus Vn merujuk ke persaman (J3-1) AISC 360 (2010). Pengaruh o terlihat pada rasio V/Vn. Semakin besar kekakuan sambungan yang artinya semakin besar o mengakibatkan rasio semakin jauh dari 1. Untuk keseluruhan link portal arah X, nilai rasio masih jauh dari 1. Sedangkan untuk arah Y, pada nilai o = 1 besarnya rasio sekitar 1. Tabel 8 menegaskan perlunya o pada perancangan sambungan namun tidak perlu sebesar nilai o sistem pemikul beban lateral.
10 KESIMPULAN Dari beberapa variasi pemodelan yang dilakukan pada sambungan kolom baja di atas rangka beton, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1. Perbedaan nilai kekakuan sambungan pada pemodelan semi rigid tidak mengakibatkan perbedaan siginfikan pada hasil analisis struktur gabungan seperti karakteristik dinamik, gaya geser dasar, perpindahan antar lantai, gaya geser leleh, perpindahan leleh struktur, kekakuan relatif, perpindahan dan gaya geser dasar maksimal struktur pasca leleh. 2. Perilaku struktur pada setiap model semi rigid relatif tidak berbeda jauh dengan perilaku model rigid. Bahkan untuk struktur dengan sambungan yang dirancang dengan o = 1 sekalipun masih berperilaku menyerupai model rigid. 3. Level kinerja struktur gabungan berada di level Life Safety sehingga memenuhi kinerja struktur yang dirancang menggunakan SNI1726:2012. Level kinerja sambungan seluruh variasi berada di level IO. 4. Nilai o pada kombinasi gaya desain di sambungan sebesar 3 menunjukkan desain yang sangat konservatif. Agar diperoleh desain yang lebih optimal dan dapat
15 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
diterapkan di lapangan, namun tetap menjaga perilaku sambungan tetap elastik maka dapat digunakan nilai o sebesar 1.5. 5. Desain sambungan yang dilakukan dengan mengabaikan kombinasi beban yang menghasilkan gaya aksial tarik tidak mempengaruhi kinerja sambungan. Desain sambungan ditentukan oleh kombinasi beban yang menghasilkan gaya aksial tekan minimum bersamaan dengan diperolehnya nilai momen maksimum.
11 REFERENSI ACI. (2011). “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI318M-2011) and Commentary”, Farmington Hills, MI: American Concrete Institute. AISC. (2010a). “Seismic Provisions for Stuctural Steel Buildings”, ANSI/AISC 341-10, Chicago, IL: American Institute for Steel Construction. AISC. (2010b). “Specification for Stuctural Steel Buildings”, ANSI/AISC 360-10, Chicago, IL: American Institute for Steel Construction. ATC. (1996). “Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buidings”, ATC 40, Redwood City, CA: Applied Technology Council. ASCE. (2010). “Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures”, ASCE/SEI 7-10. Reston,VA: American Society of Civil Engineers. CSI. (2005). “CSI Analysis Reference Manual”, Computers and Structures, Inc., Berkeley, California FEMA. (2000). “Prestandard and Commentary for the Seismic Rehabilitation of Buildings”, FEMA 356. Washington, DC: Federal Emergency Management Agency. Fisher, J. M. & Kloiber, L. A. (2006). “Design Guide 1: Base Pate and Anchor Rod Design (2nd ed.)”, Chicago, IL: American Institute for Steel Construction. Gomez, I., Deirlein, G., Kavinde, A. (2010). “Exposed Column Base Connections Subjected to Axial Compression and Flexure”. Final Report Presented to the American Institute of Steel Construction. Chicago. Gomez, I., Deirlein, G., Kavinde, A., Smith, C. (2009). “Shear Transfer in Exposed Column Base Plates”. Report Presented to the American Institute of Steel Construction. Chicago. Kavinde, A. M., Grilli, D. A., Zareian, F. (2012). “Rotational Stiffness of Exposed Column Base Connections: Experiments and Analytical Models”, Journal of Structural Engineering, 138, 549-560. Maan, O., & Osman, A. (2002). “The Influence of Column Bases Flexibility on The Seismic Response of Steel Framed Structures”, 4th Structural Specialty Conference of the Canadian Society for Civil Engineering, CSCE, Montreal. Prabowo, A. (2015). “Evaluasi Perancangan Sambungan Rigid Kolom Dasar Rangka Baja di Atas Rangka Beton Bertulang Menggunakan Analisis Pushover”, Master Thesis, Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia. Razzaghi, J., & Khoshbakht, A. (2012). “Numerical Evaluation of Column Base Rigidity”, Proceedings of the Eleventh International Conference on Computational Structures Technology, Scotland: Civil-Comp Press, Stirlingshire. SNI 1726:2012. (2012). “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung”, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. SNI 1727:2013. (2013). “Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain”, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. SNI 2847:2013. (2013). “Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung”, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
16 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
LAMPIRAN 1 DATA STRUKTUR GABUNGAN
X Y
Mutu Bahan: fc’ = 29 MPa (K-350) fytulangan = 400 MPa fyprofil baja = 240 MPa (BJ-37) Dimensi struktur beton (mm): B1 = 300x500 B2 = 300x650 B3 = 350x700 C1 = 600x600 Tebal Plat = 130 Dimensi struktur baja: Notasi Model Rigid/Semi Rigid SB WF 250x125x6x9 SB1 WF 400x200x8x13 SB2 WF500x200x10x16 SB3 WF450x200x9x14 SC1 H350x350x12x19 SC2 H400x400x13x21
Model Sendi WF 250x125x6x9 WF500x200x10x16 WF600x200x11x17 WF450x200x9x14 H400x400x13x21 H400x400x13x21
Data beban: Beban Hidup = 2 kPa di setiap lantai Beban Mati di luar berat sendiri = 1,4 kPa di lantai tipikal dan 1,8 kPa di lantai atap
17 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
LAMPIRAN 2
KURVA KAPASITAS DAN LOKASI SENDI PLASTIS PADA MODEL SR4
Gambar 15 Kurva Kapasitas Portal Arah X pada Model SR4
Gambar 16 Kurva Kapasitas Portal Arah X pada Model SR4
Gambar 17 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 dengan Pola 1 (Portal X/Kiri: 19 Langkah, Portal Y/Kanan: 10 Langkah)
18 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 18 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 Pola 1 Langkah Ke-7 (Kiri) dan Langkah Ke-8 (Kanan)
Gambar 19 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 dengan Pola 2 (Portal X/Kiri: 11 Langkah, Portal Y/Kanan: 11 Langkah)
Gambar 20 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 Pola 2 Langkah Ke-6 (Kiri) dan Langkah Ke-5 (Kanan)
19 Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”