TIM EJOURNAL
Ketua Penyunting: Prof.Dr.Ir.Kusnan, S.E,M.M,M.T
Penyunting: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Prof.Dr.E.Titiek Winanti, M.S. Prof.Dr.Ir.Kusnan, S.E,M.M,M.T Dr.Nurmi Frida DBP, MPd Dr.Suparji, M.Pd Hendra Wahyu Cahyaka, ST., MT. Dr.Naniek Esti Darsani, M.Pd Dr.Erina,S.T,M.T. Drs.Suparno,M.T Drs.Bambang Sabariman,S.T,M.T Dr.Dadang Supryatno, MT
Mitra bestari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Prof.Dr.Husaini Usman,M.T (UNJ) Prof.Dr.Ir.Indra Surya, M.Sc,Ph.D (ITS) Dr. Achmad Dardiri (UM) Prof. Dr. Mulyadi(UNM) Dr. Abdul Muis Mapalotteng (UNM) Dr. Akmad Jaedun (UNY) Prof.Dr.Bambang Budi (UM) Dr.Nurhasanyah (UP Padang) Dr.Ir.Doedoeng, MT (ITS) Ir.Achmad Wicaksono, M.Eng, PhD (Universitas Brawijaya) Dr.Bambang Wijanarko, MSi (ITS) Ari Wibowo, ST., MT., PhD. (Universitas Brawijaya)
Penyunting Pelaksana: 1. 2. 3. 4.
Drs.Ir.Karyoto,M.S Krisna Dwi Handayani,S.T,M.T Agus Wiyono,S.Pd,M.T Eko Heru Santoso, A.Md
Redaksi: Jurusan Teknik Sipil (A4) FT UNESA Ketintang - Surabaya Website: tekniksipilunesa.org Email: REKATS
DAFTAR ISI Halaman
TIM EJOURNAL ............................................................................................................................. i DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ii
Vol 2 Nomer 2/rekat/16 (2016)
PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO DAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN PADA PEMBUATAN BATA BETON RINGAN Wenny Masita Rosanti, E. Titiek Winanti, ..................................................................................... 01 – 07
PRODUKTIVITAS KELOMPOK KERJA TUKANG BESI UNTUK PEKERJAAN PEMBESIAN PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT DI SURABAYA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS Yudha Karismawan, Hasan Dani, ................................................................................................ 08 – 14
KAJIAN KUALITAS CROSSWALK PADA JALUR PEJALAN KAKI BERDASARKAN PEDESTRIAN ENVIROMENTAL QUALITY INDEX (PEQI) (STUDI KASUS : JALAN PAHLAWAN KOTA SEMARANG) amanda Pattisinai, ...................................................................................................................... 15 – 22
PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH KERANG TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL, WORKABILITY, DAN KUAT TEKAN PADA PEMBUATAN BETON GEOPOLYMER DENGAN TEMPERATUR NORMAL Onny Liangsari, Arie Wardhono, ................................................................................................. 23 – 30
STUDI RESPON HARMONIS PONDASI MESIN TIPE PORTAL DENGAN SISTEM PERLETAKAN JEPIT DAN SSI Muhammad Imaduddin, .............................................................................................................. 31 – 43
ANALISA HUBUNGAN TEGANGAN-REGANGAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON GEOPOLYMER BERBAHAN DASAR ABU TERBANG DAN SLAG SEBAGAI BAHAN PENGGANTI SEMEN PADA TEMPERATUR NORMAL Dini Wulan Ramadhani, Arie Wardhono, ..................................................................................... 44 – 52
PENGARUH PENAMBAHAN SLAG TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL, WORKABILITY, DAN KUAT TEKAN PADA PEMBUATAN BETON GEOPOLYMER PADA TEMPERATUR NORMAL Dynie Siputri Titi, Arie Wardhono, .............................................................................................. 53 – 61
Rekayasa Teknik Sipil Vol 02 Nomor 02/rekat/16 (2016), 53 - 61
PENGARUH PENAMBAHAN SLAG TERHADAP WAKTU PENGIKATAN AWAL, WORKABILITY, DAN KUAT TEKAN PADA PEMBUATAN BETON GEOPOLYMER PADA TEMPERATUR NORMAL Dynie Siputri Titi, Arie Wardhono Program Studi S1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email:
[email protected]
Abstrak Dalam pengolahannya, 1 ton semen dapat menghasilkan 1 ton limbah CO2. Oleh karena itu sekarang terdapat beton geopolimer yang menggunakan fly ash sebagai bahan pengganti semen. Akan tetapi, beton geopolimer perlu menerima perawatan dengan suhu yang tinggi agar beton mengeras dan mencapai kuat tekan yang diharapkan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah dengan penambahan slag pada beton geopolimer berbahan fly ash dapat mempercepat waktu pengikatan beton, memperbaiki tingkat workability pada beton, dan meningkatkan kuat tekan pada beton dalam kondisi suhu ruangan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini membuktikan bahwa dengan adanya penambahan slag dapat mempercepat waktu pengikatan. Namun, tingkat workability menjadi menurun seiring dengan bertambahnya kandungan slag. Akan tetapi, kuat tekan yang tertinggi tercapai pada penambahan slag 30% yaitu 21,45 MPa yang semula pada 100% fly ash adalah 19,54 MPa. Kata Kunci: beton geopolimer, slag, waktu pengikatan, workability, kuat tekan.
Abstract In processing, 1 ton of cement can produce 1 ton of waste CO2. Therefore, there is now a geopolymer concrete using fly ash as a cement replacement materials. However, geopolymer concrete needs to receive care at high temperatures so that the concrete hardens and achieve the expected compressive strength. The study aims to determine whether the addition of slag on geopolymer concrete made from fly ash can accelerate concrete bonding time, improve the workability of the concrete, and increasing the compressive strength of the concrete in room temperature conditions. The results obtained from this study proves that with the addition of slag can accelerate time-binding. However, the level of workability was decreased with increasing content of slag. On the other hand, the highest compressive strength achieved with inclusion of 30% slag is 21.45 MPa which was originally at 100% fly ash was 19.54 MPa. Keywords: geopolymer concrete, slag, setting time, workability, compressive strength
Saat ini, di luar Indonesia sedang berlomba-lomba untuk mencari pengganti semen. Joseph Davidovits memiliki solusi untuk mengganti beton, yakni geopolimer. Geopolimer merupakan senyawa aluminosilicate anorganik yang disintetis dari bahanbahan yang banyak mengandung silica dan aluminium seperti tanah liat, fly ash, dll (Davidovits, 2008). Geopolimer sendiri merupakan beton yang memanfaatkan bahan-bahan limbah atau hasil dari produksi manusia yang dengan menggunakan reaksi kimia akan menghasilkan beton yang memiliki sifat seperti beton konvensional. Material utama yang akan digunakan adalah slag limbah dari proses pembuatan baja. Pemilihan slag sebagai bahan tambahannya, karena slag memiliki kandungan zat kapur (CaO) kurang lebih 70%. Akan tetapi, beton geopolimer masih memiliki beberapa kelemahan. Beton geopolimer memerlukan temperatur yang cukup tinggi sehingga proses polimerisasi dapat terjadi. Sehingga diharapkan
PENDAHULUAN Saat ini industri properti di Indonesia berkembang pesat sekali. Hal tersebut timbul karena pesatnya pertumbuhan penduduk yang terjadi. Oleh sebab itu melihat dari peningkatan pada industri konstruksi maka kebutuhan akan bahan bangunan menjadi lebih banyak. Semen digunakan sebagai bahan campuran untuk pengikat pasir, agregat, dan bahan tambahan lain sehingga menjadi beton. Dengan semakin meningkatnya industri konstruksi, maka permintaan akan semen pun ikut meningkat. Berdasarkan penelitian milik Joseph Davidovits (1991), pada saat proses pembuatan semen sebanyak 1 ton akan menghasilkan limbah gas buangan CO2 sebanyak 1 ton. Selain itu ada pula berita yang dilansir dari berita online Antara, bahwa kawasan karst di Pulau Jawa semakin rusak. Hal tersebut dikarenakan selama ini industri semen yang dibangun pada kawasan karst memiliki kontribusi besar pada kerusakan karst.
53
Rekayasa Teknik Sipil. Vol 02 Nomor 2/rekat/16 (2016), 53 -61
penelitian ini akan membantu penelitian-penelitian yang telah ada untuk menyelesaikan permasalahan yang telah disebutkan. Adapun tujuan yang ingin diperoleh dari peneitian ini yaitu: (1) Untuk mengetahui waktu pengikatan awal beton geopolimer dengan penambahan slag pada suhu normal. (2) Untuk mengetahui workability pada beton geopolimer dengan penambahan slag dalam kondisi suhu normal. (3) Untuk mengetahui kuat tekan pada beton geopolimer dalam kondisi suhu normal dengan adanya penambahan slag. Beton geopolimer merupakan beton geosintetik yang reaksi pengikatannya terjadi melalui reaksi polimerisasi dan bukan melalui reaksi hidrasi seperti pada beton konvensional (Davitdovits, 2005). Geopolimer terbuat dari bahan-bahan limbah non-organik yang memiliki kandungan seperti semen untuk membuat beton. Bahanbahan prekursor untuk geopolimer memiliki basis alumina silikat yang kaya akan silikon dan aluminium. Kandungan tersebut dapat ditemukan pada material yang berasal dari produk sampingan sebagai contoh yaitu abu terbang, slag, lumpur merah, kulit padi (rice husk ask), dan lain-lain. Beton geopolimer lebih ramah lingkungan, karena selain dapat menggunakan bahan pembuangan industri, proses pembuangannya juga tidak perlu energi, seperti pada proses pembuatan semen hingga suhu 800o C cukup dengan pemanasan 60o C selama sehari penuh, maka bisa dihasilkan beton berkualitas tinggi (Sanggapramana, 2011). Fly ash atau abu terbang adalah bahan yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air (Himawan dan Darma 25). Slag merupakan produk sampingan dari pembakaran baja pada pabrik-pabrik. Pemilihan penambahan slag untuk bahan tambahan beton geopolimer sendiri adalah untuk menghilangkan perlakuan perlu dilakukannya perawatan dengan memberikan panas pada beton geopolimer. Karena proses perawatan tersebut akan sulit dilakukan pada saat di proyek. Maka dari itulah dipilih bahan yang memiliki kandungan CaO yang tinggi. Untuk memungkinkan terjadinya senyawa kimiawi sehingga unsur-unsur pada material dapat dipergunakan, diperlukan larutan yang bersifat alkali. Larutan yang dipergunakan adalah sodium silikat (Na2SiO3) dan sodium hidroksida (NaOH). Na2SiO3 (sodium silikat) merupakan salah satu bahan tertua dan paling aman yang sering digunakan dalam industri kimia, hal ini dikarenakan proses produksi yang lebih sederhana.
Sodium silikat mempunyai 2 bentuk, yaitu padatan dan larutan, untuk campuran beton lebih banyak digunakan dengan bentuk larutan. NaOH (sodium hidroksida) merupakan oksidasi alkali yang reaktif dan merupakan basa yang kuat. NaOH dihasilkan melalui elektrolisis larutan NaCl. NaOH (sodium hidroksida) berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Waktu pengikatan (setting time) terdiri dari bagian, yakni waktu pengikatan awal (initial setting time) dan waktu pengikatan akhir (final setting time). Waktu pengikatan awal yakni waktu saat semen dan air tercampur hingga sifat keplastisannya hilang. Sedangkan waktu pengikatan akhir adalah ketika pasta menjadi mengeras. Workability adalah tingkat kemudahan pengerjaan beton dalam mencampur, mengaduk, menuang dalam cetakan dan pemadatan tanpa homogenitas beton berkurang dan beton tidak mengalami bleeding (pemisahan) yang berlebihan untuk mencapai kekuatan beton yang diinginkan (Sitindaon, 2014). Cara yang digunakan untuk mengukur workability pada beton segar yang sering dilakukan adalah slump test, karena alat yang digunakan sederhana dan mudah dalam pengoperasiannya. Kuat tekan beton merupakan perbandingan beban terhadap luas penampang beton. Tes kuat tekan beton dilaksanakan untuk mengetahui secara pasti apakah beton geopolimer dari fly ash dan slag memiliki kekuatan sesuai dengan syarat yang tercantum. Kuat tekan beton dapat dihitung dengan persamaan milik Tjokrodimuljo, 2007.
Dimana:
fc’ P A
= kuat tekan beton (MPa) = beban tekan maksimum (N) = luas penampang (mm2)
METODE Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah metode eksperimen (percobaan) untuk menyelidiki saling hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen dengan suatu perlakuan dan membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenakan peralakuan. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Tahap I (Persiapan) Pada tahap ini merupakan persiapan dari alat-alat dan bahan-bahan yang akan digunakan pada penelitian yang dilakukan terlebih dahulu sehingga memudahkan ketika penelitian dilaksanakan. 54
2.
3.
4.
Tahap II (Pengujian Bahan) Pada tahapan ini dilakukan pengujian awal dari penelitian untuk mengetahui kualitas dari bahan yang akan digunakan telah memenuhi syarat atau tidak. Bahan-bahan yang diuji adalah kerikil, pasir, fly ash, dan slag. Dimana pengujian fly ash dan slag dilaksanakan di Laboratorium Universitas Negeri Malang. Tahap III (Pembuatan Alkali Aktivator) Tahapan ini merupakan tahapan untuk membuat alkali aktivator. Maksud dari membuat adalah mencairkan NaOH yang berupa kepingan dengan kadar 98% dengan air sehingga menjadi 10 M sesuai dengan kebutuhan pada penelitian ini, yaitu dengan cara mencampurkan 500 ml air dengan 200 gr keping NaOH. Sedangkan untuk Na2Si03 yang ada telah sesuai dengan kebutuhan penelitian. Tahap IV (Pembuatan Benda Uji) Pada tahap ini adalah tahapan pembuatan benda uji berdasarkan mix design dengan variasi komposisi penambahan fly ash dan slag berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu dari Nath dan Sarker, 2014. Berikut ini merupakan mix design yang dibuat: Tabel 1 Rencana Mix Design
Kebutuhan Kg Agregat Kasar Agregat Halus OPC Fly ash Slag Sodium silicate Sodium hydroxide Air
Kontrol OPC
Kontrol 100% FA 0%SL
Uji 1 90% FA 10% SL
Uji 2 70% FA 30% SL
Uji 3 50% FA 50% SL
62.67
62.67
62.67
62.67
62.67
33.75 20.74 0 0
33.75 0 20.74 0
33.75 0 18.66 2.07
33.75 0 14.51 6.22
33.75 0 10.37 10.37
0
4.98
4.98
4.98
4.98
0 8.29
3.32 0.41
3.32 0.41
3.32 0.41
3.32 0.41
Tabel 2 Rancangan Benda Uji Kode Benda Uji S1 S2
Komposisi Campuran
Jumlah Benda Uji 3 hari 3 3
7 hari 3 3
14 hari 3 3
21 hari 3 3
OPC FA 90% FA + 3 3 3 3 S3 10% SL 70% FA + 3 3 3 3 S4 30% SL 50% FA + 3 3 3 3 S5 50% SL Jumlah 15 15 15 15 Jumlah Total 75 Keterangan: OPC = Ordinary Portland Cement FA = Fly Ash SL = Slag
28 hari 3 3 3 3 3 15
55
Dalam proses pengecoran geopolimer berbeda dengan proses pengecoran pada beton konvensional, berikut ini langkah-langkahnya: a. Pasir dan kerikil dicampur terlebih dahulu di dalam molen. Kerikil yang digunakan dalam kondisi basah permukaan, hal ini dilakukan untuk menghindari kerikil menyerap alkali aktivator sehingga tidak dapat bereaksi dengan fly ash dan slag. b. Selanjutnya 1/3 dari larutan alkali aktivator yang telah dicampurkan dituang ke dalam molen yang telah berisi campuran agregat. c. Jika telah tercampur rata, maka campuran fly ash dengan slag dapat dimasukkan. d. Setelah terlihat tercampur rata, maka larutan yang tersisa bisa dimasukkan. Seluruh proses ini dilakukan tidak boleh lebih dari 4 menit. Karena jika semakin lama diaduk maka beton akan menjadi mengeras. e. Apabila telah tercampur semua maka beton dapat dimulai melakukan tes slump, yang selanjutnya dapat dimulai dicetak pada cetakan silinder. 5. Tahap V (Pengujian) Tahapan ini dapat dimulai pengujian-pengujian yang ada yaitu uji vikat, tes slump, dan kuat tekan. Uji vikat dapat dilaksanakan sebelum atau sesudah pengecoran, karena pelaksanaan pengujian ini tidak terikat dengan proses pengecoran. Sedangkan untuk tes slump, dilaksanakan setiap melakukan pengecoran karena dibutuhkan beton segar untuk pengujiannya. Untuk uji kuat tekan berikut ini langkah-langkahnya: a. Beton dikeluarkan dari cetakan 1 hari setelah pengecoran, yang selanjutnya akan dianginanginkan dengan suhu ruangan yang ada yakni 20-40° C. Pengujian yang dilakukan yaitu uji tekan, ketika umur beton mencapai umur 3, 7, 14, 21 dan 28 hari. b. Beton yang akan diuji perlu dilakukan penimbangan, ketika di udara terbuka dan di dalam air. c. Beton dapat dimasukkan ke dalam mesin yang kemudian akan menerima beban sesuai dengan perhitungan dari mesin. d. Pada mesin tersebut kita perlu memasukkan data berupa dimensi dari benda uji, berat ketika di udara terbuka, dan berat di dalam air.
Rekayasa Teknik Sipil. Vol 02 Nomor 2/rekat/16 (2016), 53 -61
Tempat untuk input data MULAI
Tuas untuk memberikan beban Persiapan alat dan bahan
Roda untuk membuka beban Tempat meletakkan benda uji
Alkali aktivator
Air
Fly ash
Serbuk kerang
Pasir
Kerikil Tahap I
Gambar 1 Mesin Compression Test Uji XRF Fly Ash dan Kerang
e.
6.
7.
Pada monitor yang terdapat diatas alat akan menunjukkan berapa besar beban yang diterima oleh benda uji. Ketika nilai kuat tekan menurun kembali, maka beton telah mencapai batas akhir pada pembebanannya. Dikarenakan mesin ini digital, hasil kuat tekan yang diterima beton dapat dicetak. Tahap VI (Analisis Data) Data dan hasil yang telah diperoleh dari pengujian, akan dianalisis sehingga akan memperoleh kesimpulan atas hubungan antar variabel-variabel yang ada di dalam penelitian ini. Untuk kuat tekan, karena data sudah langsung didapatkan dari mesin compression test maka peneliti hanya membandingkan apakah kuat tekan benda uji yang diperoleh telah sesuai dengan aturan atau tidak (kuat tekan berdasarkan umur benda uji) sesuai dengan PBI 1971. Sedangkan hasil pengujian dari tes vikat dan tes slump kita hanya perlu membandingkannya dengan kontrol dan berdasarkan rasio yang berbedabeda. Tahap VII (Kesimpulan) Pada tahap ini, berdasarkan data-data yang telah dianalisa akan dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan langsung berdasarkan tujuan penelitian.
Larutan alkali aktivator
Pengujian Agregat
Tahap II
Tahap III
Pembuatan Benda Uji
Adukan Beton Geopolymer
Pengujian Slump Pengujian Test&Slump Flow Vicat
Dicetak ke dalam Cetakan Silinder
Tahap IV
Pengujian Kuat Tekan Pengujian SEM dengan EDX Beton
Tahap V
Analisis Data
Tahap VI
Kesimpulan
Tahap VII
SELESAI
Gambar 2 Diagram Metode Eksperimen Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengujian Agregat Halus Sebelum diadakan penelitian, dilaksanakan terlebih dahulu pengujian agregat sehingga dapat memperoleh beton yang bagus. Pengujian dilakanakan berdasarkan dari standar ASTM dan SNI. Berikut ini pengujian untuk agregat halus.
56
2.
Tabel 3 Hasil Pengujian Agregat Halus (Pasir) Jenis Hasil Standar Kesimpulan Pengujian Pengujian Berat Jenis 2,70 Oven gr/cm3 2,0 – Berat Jenis 2,75 Dapat 3,0 3 SSD gr/cm digunakan 3 gr/cm Berat Jenis 2,83 Semu gr/cm3 Dapat Penyerapan 1,63 % <5% digunakan 1,0 – Berat per 1,57 Dapat 2,0 Volume 3 gr/cm digunakan 3 gr/cm Pasir Kadar Dapat 2,88 % <5% Lumpur digunakan Modulus 1,5 – Dapat 2,29 Kehalusan 3,8 digunakan Kuning Dapat Kandungan Bening Pekat digunakan Organik Analisa Zona 3 Saringan
Sama seperti pada pasir, kerikil juga perlu di uji sehingga dapat memperoleh serta mengetahui sifatsifat mekanis dari kerikil. Tabel 5 Hasil Pengujian Agregat Kasar (Kerikil) Jenis Hasil Standar Kesimpulan Pengujian Pengujian Berat Jenis 2,498 Oven gr/cm3 2,0 – Dapat Berat Jenis 3,0 2,5 gr/cm3 digunakan SSD 3 gr/cm Berat Jenis 3 2,5 gr/cm Semu Dapat Penyerapan 0,8 % <5% digunakan Berat per 1,0 – 1,49 Dapat Volume 2,0 3 gr/cm digunakan 3 Pasir gr/cm Dicuci Kadar 1,21 % <1% terlebih Lumpur dahulu Keausan Max 50 Dapat 13,6 % Kerikil % digunakan Kandungan Kuning Dapat Bening Organik Pekat digunakan
Tabel 4 Analisa Ayakan Pasir Ayakan
Tertinggal
Komulatif
No
Gram
%
Tertinggal
Lolos
4
10
2
2
98
8
5
1,2
3,2
96,8
16
48
9,6
12,8
87,2
30
73
14,6
27,4
72,6
50
295
59
86,4
13,6
100
55
11
97,4
2,6
Pan
13
2,6
0
0
Jumlah
499
100
229,2
Hasil Pengujian Agregat Kasar
Tabel 6 Analisa Ayakan Kerikil Kerikil Pandaan Berat Tertahan (gr)
Jumlah berat Tertahan (gr)
Tertahan (%)
Lolos (%)
19,0 mm (3/4")
180,0
180,0
3,61
96,39
9,5 mm (3/8")
2550,0
2730,0
54,71
45,29
4,75 mm (No.4)
2150,0
4880,0
97,80
2,20
2,36 mm(No.8)
98,0
4978,0
99,76
0,24
No.16
10,0
4988,0
99,96
0,04
No.30
0,0
4988,0
99,96
0,04
No.50
0,0
4988,0
99,96
0,04
No.100
0,0
4988,0
99,96
0,04
No.200
0,0
4988,0
99,96
0,04
Pan
0,0
4988,0
99,96
0,04
Lolos mm(")
Gambar 3 Grafik Analisa Ayakan Pasir
57
Prosentase
Rekayasa Teknik Sipil. Vol 02 Nomor 2/rekat/16 (2016), 53 -61
Tabel 8 Komposisi Kimia Penyusun Slag Sub Bituminous No. Komponen (%) 1 MgO 5,6 2 Al2O3 1,5 3 SiO2 7,8 4 CaO 76,26 5 TiO2 0,63 6 V2O5 0,02 7 Cr2O3 0,086 8 MnO 1,26 9 Fe2O3 4,21 10 NiO 0,11 11 CuO 0,047 12 ZnO 0,077 13 SrO 0,22 14 MoO3 1,5 15 BaO 0,32 16 Yb2O3 0,20 17 Re2O7 0,1 Sumber: Tes XRF Laboratorium Universitas Negeri Malang
Gambar 4 Grafik Analisa Ayakan Kerikil 3.
Hasil Pengujian Fly Ash dan Slag Pengujian komposisi kimia fly ash dan slag dilaksanakan dengan uji XRF di Laboratorium Universitas Negeri Malang. Pengujian ini dilaksanakan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung di dalamnya telah sesuai dengan kebutuhan untuk penelitian. Tabel 7 Komposisi Kimia Penyusun Fly Ash Sub No. Komponen Bituminous (%) 1 Al2O3 4,8 2 SiO2 17,9 3 SO3 0,89 4 K2O 0,72 5 CaO 12,7 6 TiO2 0,94 7 V2O5 0,02 8 Cr2O3 0,11 9 MnO 0,59 10 Fe2O3 59,08 11 NiO 0,13 12 CuO 0,059 13 Br 0,14 14 Rb2O 0,20 15 SrO 0,37 16 BaO 0,49 17 Eu2O3 0,1 18 Re2O7 0,32 Sumber: Tes XRF Laboratorium Universitas Negeri Malang
4.
Hasil Uji Waktu Pengikatan Hasil uji waktu pengikatan (setting time) pada pasta diperoleh dari uji tes vikat. Pada pengujian tersebut diperoleh waktu pengikatan awal dan waktu pengikatan akhir pada pasta. Hasil dari uji tes vikat secara garis besar dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Gambar 5 Grafik Waktu Pengikatan Pasta Pengujian dilakukan dalam suhu ruangan antara 2040° C. Berdasarkan data pada grafik 1 dapat dilihat bahwa rasio fly ash dan slag yang memiliki waktu tercepat dalam pengikatan adalah S5. Dimana pengerasan pasta tercapai pada menit ke 90. Dengan 58
adanya penambahan slag pada beton geopolimer membuat waktu pengikatan akan menjadi lebih cepat. Hal ini sesuai dengan penelitian milik Nath dan Sarker (2012) yang menyatakan bahwa pada kondisi suhu ruangan, beton geopolimer berbahan fly ash akan membutuhkan waktu yang lama untuk pengikatan dikarenakan beton geopolimer memerlukan suhu yang tinggi untuk melakukan pengikatan. Dengan adanya penambahan slag pada beton geopolimer membuat waktu pengikatan akan menjadi lebih cepat. Pemilihan slag sebagai bahan tambahan untuk beton geopolimer adalah sebagai CaO yang akan mempercepat waktu pengikatan beton pada kondisi suhu ruangan. 5.
sama. Hal ini dikarenakan cairan yang digunakan dalam beton geopolimer memiliki nilai viskositas yang tinggi. Workablity beton geopolymer menjadi menurun dengan bertambahnya slag. Walaupun nilai slump pada beton geopolimer menunjukkan hasil yang mendekati nilai slump pada OPC, sebenarnya beton menjadi lebih kaku tidak lecak seperti OPC sehingga sulit untuk dicetak. Hasil dari penelitian ini, sesuai pula dengan penelitian milik Nath dan Sarker (2012) yang menyatakan bahwa penurunan dipengaruhi karena penambahan slag sebagai bahan pengikat dalam campuran beton. Penambahan slag membuat nilai slump menurun sampai batas tertentu. Nilai slump dipengaruhi oleh adanya slag dan fly ash.
Hasil Uji Slump (Workability) Hasil dari uji workability atau lebih dikenal tingkat kelecakan beton segar, diperoleh dari uji tes slump. Berikut ini adalah pembahasan dari hasil uji tes slump yang telah dilakukan:
6.
Pengujian pada beton untuk uji kuat tekan dipilih pada usia 3, 7, 14, 21, dan 28 hari. Berikut hasil dari pengujian kuat tekan beton:
Tabel 9 Hasil Uji Tes Slump Pada Beton Segar Beton S1 S2 S3 S4 S5
Hasil Uji Kuat Tekan
Tabel 10 Rata-Rata Hasil Uji Kuat Tekan Beton Beton Umur Beton (hari) S1 S2 S3 S4 S5
Rata-rata Kuat Tekan Slump Test (MPa) (cm) 18,21 12 19,54 22 20,72 18 21,45 15,34 12,64 13,67 Sumber: Hasil Penelitian
3 7 14 21 28
6,13 0,00 8,85 10,25 8,27 9,79 10,85 12,35 11,79 13,78 14,65 15,54 14,88 16,88 18,90 19,83 18,21 19,54 20,72 21,45 Sumber: Hasil penelitian
6,12 7,14 8,96 10,93 12,64
Grafik 7 Grafik Rata-Rata Hasil Tes Kuat Tekan Grafik 6 Diagram Rata-Rata Hasil Tes Slump
Beton S2 pada umur 3 hari belum setting sehingga belum bisa dilakukan pengujian kuat tekan beton. Hal ini terjadi dikarenakan pengikatan pada beton geopolimer berbahan fly ash pada perawatan dalam suhu ruangan pengikatannya menjadi lambat. Sehingga pada umur awal beton atau kurang dari 7 hari belum dapat dilakukan pengujian kuat tekan beton.
Nilai slump pada beton geopolimer yang rendah, membuat beton menjadi lebih cepat mengental sehingga akan sulit ketika dicetak. Sehingga membuat beton geopolimer dengan 100% fly ash memiliki workability yang buruk. Berdasarkan penelitian Nath dan Sarker (2014) menunjukkan bahwa beton geopolimer menunjukkan kurangnya workability daripada beton OPC pada slump yang
59
Rekayasa Teknik Sipil. Vol 02 Nomor 2/rekat/16 (2016), 53 -61
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, beton geopolimer dengan penambahan slag dapat meningkatkan kekuatan beton pada penambahan 10% dan 30% slag atau beton S3 dan S4. Namun menurun pada campuran dengan penambahan 50% slag, dimana kuat tekan yang optimum terdapat pada penambahan 30% slag.
Pada grafik 8 dan 9 menunjukkan tentang hubungan antara waktu pengikatan, workability, dan kuat tekan. Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin cepat waktu pengikatan dan semakin meningkat pula kuat tekannya, namun workability-nya menurun seiring bertambahnya prosentase slag. Akan tetapi, penambahan slag yang paling optimum adalah dengan penambahan slag 30%.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian milik Nath dan Sarker (2014), dimana dalam penelitian ini digunakan slag sebagai bahan pengganti CaO. Jadi, ketika slag ditambahkan ke dalam campuran, kekuatan beton meningkat dari usia 3 hari. Beton geopolimer dengan penambahan slag hingga 30% dari jumlah bahan pengikat memiliki kuat tekan yang lebih tinggi daripada kekuatan pada beton berbahan dasar fly ash saja.
7.
Pengaruh Suhu Perawatan (Curing) Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa beton S2 belum setting pada umur 3 hari. Hal ini terjadi karena beton geopolimer berbahan fly ash sulit untuk mengeras pada kondisi suhu normal ruangan. Oleh karena itu, beton geopolimer fly ash memerlukan perawatan dengan suhu tinggi untuk membantu proses pengerasan.
Hasil penelitian yang lain milik Arie Wardhono et al (2015), menyatakan bahwa bahwa slag merupakan pendukung utama pada kekuatan awal dengan kontribusi fly ash. Sedangkan beton geopolimer yang berbahan dasar 100% fly ash, pada umumnya memerlukan perawatan dengan suhu panas untuk mencapai kekuatan yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan penelitian milik Nath dan Sarker (2014) yang mengemukakan bahwa dengan penambahan slag dapat mempercepat waktu pengikatan dan kekuatan beton, tetapi workability dan waktu pengerjaan menjadi lebih sulit dengan bertambahnya jumlah slag. Geopolimer berbahan dasar fly ash dan slag sebagai bahan pengikatnya cocok untuk digunakan pada beton dengan kekuatan rendah hingga sedang tanpa perlu suhu panas sebagai perawatannya. PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: Adanya penambahan slag pada pasta geopolimer membuat waktu pengikatan menjadi semakin lebih cepat. Penambahan slag sebanyak 10%, 30%, dan 50% dari total bahan pengikat membuat pasta mengeras lebih cepat, secara berturut-turut pada menit ke-120, ke-105, dan ke-90. Dimana pengikatan tersebut terjadi lebih cepat daripada pasta fly ash, yaitu pada menit ke-210. Dengan adanya penambahan slag pada beton geopolimer berbahan fly ash membuat workabilitu beton menurun, karena beton menjadi lebih kaku sehingga sulit untuk dicetak. Hal ini ditunjukkan pada nilai slump beton dengan 100% fly ash sebesar 21 cm menurun dengan penambahan slag 10%, 30%, dan 50% yang secara berturut-turut didapatkan nilai slump 18 cm; 15,34 cm; dan 13,67 cm. Hasil kuat tekan pada beton geopolimer dengan 100% fly ash lebih besar daripada beton yang ditambahkan slag. Kuat tekan beton mengalami peningkatan pada penambahan slag 10% dan 30%
Grafik 8 Hubungan Setting Time dengan Kuat Tekan
Grafik 9 Hubungan Slump Test dengan Kuat Tekan 60
yaitu 20,72 MPa dan 21,45 MPa lebih besar daripada 100% fly ash yaitu 19,54 MPa. Namun pada penambahan slag 50% kuat beton menurun menjadi 10,64 MPa. Semakin cepat waktu pengikatan dan semakin meningkat pula kuat tekannya, namun workabilitynya menurun seiring bertambahnya prosentase slag. Akan tetapi, penambahan slag yang paling optimum adalah dengan penambahan slag 30%.
Berbahan Dasar Abu Terbang (Fly Ash)”. Sulawesi Utara: Universitas Sam Ratulangi Maryati (2012). Kawasan Karst di Jawa Makin Rusak. Dari http://www.antaranews.com/berita/302795/kawasankarst-di-jawa-makin-rusak, 19 September 2015 Nath, Pradip dan Prabir Kumar Sarker. 2012. “Geopolymer Concrete for Ambient Curing Compound”. Aurtralia: Curtin University Nath, Pradip dan Prabir Kumar Sarker. 2014. “Effect of GGBFS on Setting, Workability and Early Strength Properties of Fly Ash Geopolymer Concrete Cured in Ambient Condition”. Construction and Building Material 66 Prasetio, Permana Putra, et al. 2013. “Karakteristik Mortar dan Beton Geopolimer Berbahan Dasar Lumpur Sidoarjo”. Surabaya: Universitas Kristen Petra Priadana, Khorin Agus. 2012. “Karakterisasi Fly Ash Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia”. Surabaya: Institut Teknik Sepuluh November Pujianto, As’at, dkk. 2013. “Kuat Tekan Beton Geopolimer dengan Bahan Utama Bubuk Lumpur Lapindo dan Kapur”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Setyarini, N. 2005. 1562_chapter_III. Dari http://eprints.undip.ac.id/34530/7/1562_chapter_III.p df 7 November 2015 Sitindaon, NP. 2014. TS313577. Dari http://ejournal.uajy.ac.id/6301/4/TS313577.pdf 2 November 2015 Wardhono, Arie, David W. Law, dan Thomas C. K. Molyneaux. 2015. “Long Term Performance of Alkali Activated Slag Concrete”. Japan: Japan Concrete Institute Zulkafli, Dian dan Hilman Arief Ramadhan. 2014. “Tinjauan Sifat Fisik dan Mekanik pada Beton Geopolimer Tanpa Pasir Dengan Penambahan Variasi Superplasticizer”. Jakarta: Politeknik Negeri Jakarta
Adanya penambahan slag pada beton geopolimer berbahan dasar fly ash menjadikan perawatan beton dapat dilakukan pada suhu ruangan, sehingga tidak perlu dipanaskan pada suhu tertentu untuk mengeras. Saran Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu peneliti akan memberikan saran-saran untuk penelitian yang selanjutnya, antara lain: Penelitian ini terbatas hanya dilakukan hingga 28 hari, oleh karena itu perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui perilaku beton dalam jangka panjang. Dapat dilakukannya penelitian lain untuk mengetahui adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi kuat tekan beton, seperti rasio alkali aktivator atau rasio fly ash dan slag. Beton hasil dari penelitian ini, dapat digunakan sebagai bangunan pelindung pantai atau bangunan yang sering terkena air laut. Hal ini disarankan karena beton geopolimer memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap air laut dibandingkan dengan beton konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Adisty, Dian. 2009. Sintesis Geopolimer Literatur. Dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124972-R040849Sintesis%20geopolimer-Literatur.pdf, 17 September 2015 Arini, Resti Nur, Triwulan, dan Januarti Jaya Ekaputri. 2013. “Pasta Ringan Geopolimer Berbahan Dasar Lumpur Bakar Sidoarjo dan Fly Ash Perbandingan 3:1 Dengan Tambahan Aluminum Powder dan Serat Alam”. Jurnal Teknik POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 Davidovits, Joseph. 1994. “Global Warming Impact on the Cement and Aggregates Industries”. World Hardjito, Djwantoro. 2002. Geopolimer Beton Tanpa Semen yang Ramah Lingkungan. Dari http://www.kompas.com/kompascetak/0210/21/iptek/ beto45.html, 19 September 2015 Manuahe, Riger, Marthin D. J. Sumajouw dan Reky S. Windah. 2014. “Kuat Tekan Beton Geopolymer
61