Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS, Surabaya 13 Agustus 2008 ISBN No.
Tekstur Bidang Geser (111) pada Pelat Aluminium A1100P dengan Berbagai Rasio Pengerolan Dingin Berpengaruh terhadap Kekuatan Tarik
Yudy Surya Irawan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya, Malang, INDONESIA
[email protected] or
[email protected]
Abstrak Tekstur bidang geser (111) diduga berpengaruh terhadap kekuatan tarik pelat Aluminium dengan berbagai rasio pengerolan. Untuk mengetahui pengaruh tersebut, pelat Aluminium A1100P dengan ketebalan 10 mm digunakan dan dirol dengan rasio pengerolan dingin 50%, 75% dan 90% untuk mendapatkan spesimen uji tarik dengan ketebalan 1 mm. Spesimen pengujian tarik memiliki arah pengerolan 0, 30, 45, 60, dan 90 derajat terhadap arah pembebanan tarik. Pengujian kondisi tekstur bidang geser (111) dalam pelat Aluminium dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar X. Dari pengujian ini didapatkan semakin tinggi rasio pengerolan maka derajat tekstur bidang geser (111) semakin tinggi yang mana ditunjukkan semakin banyaknya bidang (111) di arah pengerolan. Sedangkan hasil pengujian tarik menunjukkan semakin besar rasio pengerolan maka perbedaan kekuatan tarik pada spesimen dengan arah pengerolan 0 dan 45 derajat terhadap arah pembebanan semakin besar. Berdasarkan analisa gambar kutub tekstur bidang geser (111) dapat diketahui bahwa spesimen yang berasio pengerolan 90% dengan arah pengerolan 45 derajat terhadap arah pembebanan memiliki kekuatan tarik terendah disebabkan oleh dominasi bidang geser (111) yang berada dalam daerah tegangan geser maksimum. Adanya dominasi bidang geser (111) ini membuat banyak bidang geser yang mengalami pergeseran saat mendapat beban tarik dan menyebabkan mudah terjadinya deformasi plastik, sehingga kekuatan tarik menjadi minimal. Kata kunci: Aluminium murni, Rasio Pengerolan, Bidang geser (111), Kekuatan tarik, Difraksi sinar X, Gambar kutub
Abstract Texture of slip plane (111) was thought has an effect on tensile strength of Aluminum plate with various rolling ratios. In order to find that effect, 10 mm-thick Aluminum plates were cold rolled with rolling ratios of 50%, 75% and 90% to obtain tensile test specimens with thickness of 1 mm. Tensile strength specimens have rolling directions of 0, 30, 45, 60 and 90 degrees towards the loading direction. X-ray diffraction method was used to measure the condition of slip plane (111) texture. From experiment, it was found that the higher the rolling ratio, the degree of slip plane (111) texture becomes higher in the rolling direction. Moreover, tensile test results showed the higher rolling ratio of the specimens, the differences of tensile strength between that in the rolling direction of 0 and 45 degrees towards the loading direction become larger. According to the analysis of pole figure of slip plane (111) texture, it was found that the cause of the lowest of tensile strength in the rolling direction of 45 degrees of the specimen with rolling ratio of 90%, is the domination of slip plane (111) which are located in the maximum shear stress region. Due to this domination of slip plane, there are many slip planes that are slipped under tensile load, so that plastic deformation easily occurs and the tensile strength become minimum. Keywords: Pure Aluminum, Rolling Ratio, Slip plane (111), Tensile Strength, X-ray Diffraction, Pole Figure
1. Pendahuluan Pelat logam merupakan salah satu bahan baku dari struktur maupun konstruksi mesin yang banyak digunakan. Pelat logam ini diproduksi dengan menggunakan proses pengerolan baik proses panas ditahap awal maupun dingin dalam tahap akhir. Pada umumnya, pelat-pelat logam
memiliki sifat mekanis yang mendekati sifat isotropi sehingga dalam analisa maupun desain material pelat dianggap memiliki sifat isotropi untuk kepraktisan desain. Akan tetapi, mengingat proses pengerolan yang dilakukan pada pelat memberikan efek mikrostruktur yang memanjang ke arah pengerolan, maka kondisi mikrostruktur
Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS, Surabaya 13 Agustus 2008 ISBN No.
atau kristal-kristal ini tentu akan mempengaruhi sifat mekanis di berbagai arah dari pelat tersebut. Salah satu sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik yang banyak digunakan sebagai informasi dasar untuk analisa kekuatan material, struktur maupun analisa kegagalan material. Mengenai hubungan antara anisotropi pelat dengan kekuatan lelah, Le May dan Nair (Le May, I and Nair, K.D.,1970) menemukan anisotropi pelat mempengaruhi kekuatan lelah logam di berbagai arah. Sedangkan Hagiwara et.al (Hagiwara, Y., Dawuletkeld, S., and Fukuoka, M., 1994) (Hagiwara, Y. et.al., 1994) menemukan anisotropi jalur perambatan retak pada pelat Aluminium murni. Sedangkan, Irawan et.al juga menemukan fenomena yang sama dan penyebab dari fenomena jalur perambatan retak lelah unik pada pelat Aluminium murni komersil yaitu tekstur bidang geser (111) yang kuat pada bidang arah pengerolan (Irawan, Y.S, Hagiwara, Y. and Ohya, S., 2006). Dari beberapa penelitian tersebut di atas maka diduga efek dari tekstur juga akan mempengaruhi kekuatan statis seperti kekuatan tarik selain perilaku dari perambatan retak lelah. Untuk membuktikan dugaan tersebut, Irawan (Irawan, 2008) telah melakukan penelitian tentang efek tekstur bidang geser terhadap kekuatan tarik dalam pelat Aluminium murni komersil dan ditemukan bahwa tekstur bidang geser mempengaruhi anisotropi kekuatan tarik pelat. Meskipun demikian, pengaruh dari rasio pengerolan yang menyebabkan tekstur bidang geser juga diduga sebagai penyebab anisotropi kekuatan tarik pelat Aluminium tersebut masih belum diketahui. Untuk mengetahui dan membuktikan dugaan tersebut maka dilakukan penelitian tentang hal tersebut di atas yang diduga tekstur bidang geser (111) berpengaruh pada kekuatan tarik pelat Aluminium murni (111) dengan berbagai rasio pengerolan dingin. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan informasi dasar untuk memperbaiki sifat isotropis pelat hasil pengerolan, maupun untuk desain kekuatan struktur yang menggunakan material pelat logam.
2. Metode Penelitian Material yang digunakan adalah pelat aluminium murni A1100P yang memiliki komposisi kimia seperti ditunjukkan dalam Tabel 1. Kekerasan awal pelat dalam skala Vickers adalah 37 VHN. Tabel 1: Komposisi kimia pelat Aluminium komersial A1100P (% berat) Al Si Fe Cu Ni V 99.12 0.12 0.59 0.14 0.01 0.01
Ti 0.01
Dengan menggunakan mesin rol, pelat aluminum murni A1100P dirol dengan rasio pengerolan dingin, r = 90%, 75%, 50% hingga memiliki tebal akhir 1±0.05 mm. Urutan proses pembuatannya adalah sebagai berikut: 1) Untuk menghilangkan pengaruh dari proses pengerolan sebelumnya, pelat A1100P
bertebal 10 mm dianil pada suhu 345°C selama 1 jam (Japan Light Metal Association, 1985)( Bauccio, 2001). 2) Pelat bertebal 10 mm dirol dingin hingga ketebalan 1±0.05 mm untuk mendapatkan spesimen dengan rasio pengerolan 90%. 3) Untuk mendapatkan spesimen dengan rasio pengerolan 75% dan 50%, pelat dirol hingga ketebalan menengah, kemudian dianil pada 345°C selama 1 jam. 4) Selanjutnya dirol hingga tebal 1±0.05 mm sehingga didapatkan spesimen dengan rasio pengerolan 75% dan 50%. Kekerasan Vickers dari pelat dengan rasio pengerolan 90%, 75%, dan 50% adalah 56, 52, dan 47 secara berurutan. Tebal, t = 1 ±0.05mm
Gambar 1. Bentuk dan dimensi spesimen uji tarik dalam mm sesuai dengan JIS Z 2201 No.5 (Japan Standards Association, 1987) , α: sudut arah pengerolan terhadap pembebanan tarik Gambar 1 menunjukkan bentuk dan dimensi dari spesimen uji tarik yang digunakan untuk pengujian kekuatan tarik. Spesimen memiliki ketebalan 0.8 mm dengan variasi arah pengerolan terhadap arah pembebanan tarik, α : 0, 30, 45, 60, 90 derajat. Variasi arah ini diperoleh untuk memperoleh data secara umum anisotropi yang terjadi dalam pelat Aluminium murni. Pengujian kekuatan tarik dilakukan menggunakan mesin uji tarik Shimadzu Autograph AGS-5kNG dengan kecepatan pengujian 0.5 mm/menit. Regangan yang terjadi pada spesimen diukur menggunakan strain gage. Data dari pengujian tarik ini diolah untuk mendapatkan modulus elastisitas, tegangan luluh, dan kekuatan tarik pelat Aluminium murni. Selain itu, metode difraksi sinar X dengan difraktometer (Cullity, B.D and Stock, S.R., 2001) (Nagashima, S.,1984) digunakan untuk mengukur kondisi bidang geser Aluminium (111) atau tekstur bidang geser (111) dalam pelat. Hasil pengukuran tekstur bidang geser (111) dinyatakan dalam bentuk gambar kutub (111) atau pole figure of (111).
3. Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian tarik dapat dilihat pada Tabel 2 dan diplot dalam Gambar 2 untuk setiap hubungan antara arah pengerolan dengan modulus elastisitas, kekuatan luluh 0.2%, dan kekuatan tarik. Dari Gambar 2(a) dapat diketahui bahwa semakin tinggi rasio pengerolan perbedaan modulus elastisitas antara berbagai arah pengerolan semakin meningkat. Kondisi
Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS, Surabaya 13 Agustus 2008 ISBN No.
Tabel 2: Hasil Uji Tarik Pelat berupa Modulus Elastisitas, E (dalam GPa), Tegangan luluh 0.2%, σy (dalam MPa) dan Kekuatan Tarik, σB (dalam MPa). Keterangan: r = rasio pengerolan dingin r =90% σy σB 184 231 150 218 160 201 189 223 199 235 176 222
Modulus Elastisitas, E (GPa)
RD,α (deg) E 0 73 30 63 45 67 60 78 90 73 Mean 71
E 77 74 70 71 79 74
r =75% σy σB 162 179 161 178 152 172 154 173 160 175 158 175
r =50% σy σB 134 146 136 147 132 144 134 145 121 139 131 144
E 74 74 73 75 75 74
90
80
70
60 0
15
30
45
60
75
90
Arah pengerolan, α (derajat) Rasio pengerolan=90% Rasio pengerolan=75% Rasio pengerolan=50%
Tegangan Luluh, σy 0.2% (MPa)
(a) Modulus elastisitas diberbagai arah α 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 0
15
30
45
60
75
90
Arah pengerolan, α (derajat) Rasio pengerolan=90% Rasio pengerolan=75% Rasio pengerolan=50%
Kekuatan Tarik, σB (MPa)
(b) Tegangan luluh diberbagai arah α 250 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 0
15
30
45
60
75
90
Arah pengerolan, α (derajat) Rasio pengerolan=90% Rasio pengerolan=75% Rasio pengerolan=50%
(c) Kekuatan tarik diberbagai arah α Gambar 2. Diagram hasil uji tarik pelat Aluminium murni A1100P dengan berbagai rasio dan arah pengerolan
yang sama juga ditunjukkan pada kekuatan luluh dan kekuatan tarik pelat diberbagai arah. Hal ini menunjukkan bahwa rasio pengerolan dingin yang semakin tinggi membuat anisotropi pelat se makin meningkat. Terutama pada kekuatan tarik, untuk pelat dengan rasio pengerolan 90%, nilai kekuatan tarik terendah berada pada spesimen yang memiliki arah pengerolan 45° terhadap arah pembebanan. Penyebab dari hasil pengujian tarik yang menunjukkan semakin tinggi rasio pengerolan maka semakin tinggi perbedaan kekuatan tarik dan luluh di berbagai arah serta kekuatan terendah berada pada arah pengerolan 45° untuk pelat dengan rasio pengerolan 90% diduga berhubungan dengan tekstur bidang geser (111) dalam pelat. Mengingat pelat Aluminium ini telah dirol dingin pada proses pembuatannya sehingga timbul tekstur bidang geser (111) yang akan mempengaruhi mudah tidaknya spesimen mengalami deformasi plastis yang mana disebabkan oleh adanya pergeseran dislokasi pada bidang geser Alumunium (111). Untuk menguji kondisi struktur bidang geser (111) maka telah dilakukan pengujian tekstur bidang geser (111) pada pelat Aluminium murni A1100P. Gambar 3,4 dan 5 adalah masing-masing gambar kutub bidang geser (111) dari pelat dengan rasio pengerolan 90%, 75% dan 50%. Angka yang berada pada puncak dari garis kontur dalam gambar merupakan kekuatan intensitas difraksi sinar X dalam cps (counts per second). Bila angka ini semakin tinggi nilainya, maka semakin banyak bidang (111) pada lokasi tersebut. Skala pada lingkaran bagian luar menunjukkan arah terhadap arah melintang TD (Transverse Direction). Sedangkan skala pada sumbu horizontal mulai 0 hingga 90° menunjukkan sudut antara arah normal spesimen (ND, Normal Direction) dan arah normal bidang (111) yang diukur. Berhubung kemampuan pengukuran mulai 0 hingga 72° maka hanya hasil pengukuran pada interval sudut ini yang ditampilkan. Sedangkan diagram spesimen pada bagian kanan gambar kutub menunjukkan posisi bidang geser (111) yang banyak terdapat dalam pelat. Dalam Gambar 3,4 dan 5 terdapat puncak garis kontur A hingga W. Bila terdapat puncak garis kontur seperti ini maka pada masingmasing spesimen terdapat tekstur bidang geser (111). Kemudian posisi dari puncak-puncak kontur tersebut dinyatakan dalam diagram spesimen pada bagian kanan yang mana angka menunjukkan kekuatan intensitas difraksi sinar X dalam cps. Sebagai contoh, berdasarkan gambar 3(d) dan arah pengerolan (RD) maka dapat diperkirakan bahwa pada bidang arah pengerolan terdapat bidang geser (111) yang digambarkan dengan puncak garis kontur D, E, F, G. Hal yang sama untuk Gambar 4(d) adalah puncak garis kontur L, M dan untuk Gambar 5(d) adalah puncak garis kontur T, dan U. Mengingat bahwa tegangan geser maksimal dalam pelat yang mengalami tegangan uniaxial seperti spesimen uji tarik, berada pada penampang atau luasan
Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS, Surabaya 13 Agustus 2008 ISBN No.
Gambar 3. Gambar kutub (111) untuk pelat dirol dingin dengan rasio pengerolan 90% (RD: Rolling Direction, ND: Normal Direction, TD: Transverse Direction)
Gambar 4. Gambar kutub (111) untuk pelat dirol dingin dengan rasio pengerolan 75%
Gambar 5. Gambar kutub (111) untuk pelat dirol dingin dengan rasio pengerolan 50% (RD: Rolling Direction, ND: Normal Direction, TD: Transverse Direction) yang membentuk sudut 45° terhadap arah pembebanan maka bila bidang geser yang banyak pada penampang arah pengerolan ini berada di daerah yang membentuk sudut sekitar 45°, maka akan banyak terjadi pergeseran/slip yang membuat material lebih mudah terdeformasi plastis dan kekuatan tarik spesimen menurun. Kemudian, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5, untuk spesimen dengan rasio pengerolan 50%, intensitas puncak garis kontur lebih rendah dibandingkan dengan pelat berasio pengerolan 90% dan 75% dengan puncak garis kontur yang lebih tersebar ke berbagai arah. Hal ini menunjukkan derajat tekstur bidang geser (111) yang lebih rendah dan ini disebabkan karena rasio pengerolan yang lebih rendah dari rasio pengerolan 90% dan 75%. Untuk membuktikan penyebab adanya anisotropi kekuatan tarik pada arah pengerolan 45° terhadap arah pembebanan tarik (LD, Loading Direction) maupun anisotropi sifat mekanik lain pada pelat yang memiliki rasio pengerolan tinggi, maka gambar kutub pada Gambar 3(a),(b), (c) digabung menjadi satu gambar beserta puncak-puncak kontur bidang geser (111). Hasil dari penggambaran ini dan kondisinya pada berbagai arah pengerolan terutama pada arah pengerolan 0, 30, 45 dan 60 derajat terhadap arah pembebanan ditunjukkan dalam Gambar 6. Sedangkan gambar kutub (111) untuk Gambar 4 dan 5 menjadi Gambar 7 dan 8. Di dalam Gambar 6, 7, dan 8 ditunjukkan puncak-puncak kontur bidang geser dengan satuan cps. Selain itu juga terdapat garis putus-
Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS, Surabaya 13 Agustus 2008 ISBN No.
putus yang mana menunjukkan posisi bidang yang membentuk sudut 30, 45, dan 60 derajat terhadap arah pembebanan tarik, LD. Dalam kondisi tegangan bidang pada daerah yang membentuk sudut 45° terhadap arah pembebanan, akan terjadi tegangan geser maksimum. Oleh karena itu, bila puncak kontur bidang geser (111) terutama puncak D dan E berada dalam daerah garis putus-putus ini maka akan terjadi banyak pergeseran atom/slip. Dari Gambar 6(a), untuk spesimen berasio pengerolan 90% dengan arah pengerolan 0°, puncak-puncak kontur bidang geser A, B, D dan E berada jauh dari daerah tegangan geser maksimum sehingga pergeseran atom yang terjadi lebih sedikit sehingga perlu gaya lebih besar untuk membuat terjadinya pergeseran atom sebagai proses dari deformasi plastis dan kekuatan tarik dari spesimen dengan arah pengerolan ini mencapai maksimum. Kondisi yang sama juga terjadi pada spesimen dengan arah pengerolan 90° terhadap arah pembebanan. Demikian pula halnya untuk spesimen dengan rasio pengerolan 75% maupun 50% yang memiliki arah pengerolan 0 derajat seperti ditunjukkan pada Gambar 7(a) dan 8(a). Pada spesimen berasio pengerolan 90% dengan arah pengerolan 30°, seperti ditunjukkan dalam Gambar 6(b), puncak B berada pada daerah tegangan geser maksimum dan puncak C,D berada di dekat arah 45° sehingga bidang geser (111) lebih banyak yang mengalami pergeseran daripada spesimen dengan arah pengerolan 0°. Oleh karena itu, maka perlu gaya luar yang lebih sedikit untuk membuat spesimen terdeformasi hingga patah dan ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kekuatan tarik maupun luluh seperti ditunjukkan dalam Gambar 2(b), (c) untuk pelat dengan rasio pengerolan 90%. Kondisi yang sama seperti ini juga terdapat pada spesimen yang memiliki arah pengerolan 60° terhadap arah pembebanan tarik. Sedangkan Gambar 6(c) menunjukkan kondisi tekstur bidang geser (111) untuk spesimen berasio pengerolan 90% dengan arah pengerolan 45° terhadap arah pembebanan. Dari gambar dapat diketahui bahwa puncak D,E yang berada pada arah pengerolan berada di daerah tegangan geser maksimum. Demikian pula untuk puncak A, B juga berada di dekat daerah tegangan tegangan geser maksimum. Bila dibandingkan dengan kondisi spesimen dengan arah pengerolan yang lain, pada saat arah pengerolan 45° ini, bidang geser (111) paling mendominasi di daerah tegangan geser maksimum atau di bidang yang membentuk arah 45°. Dengan kondisi ini, pergeseran pada bidang geser (111) yang terjadi akan maksimal dan deformasi plastis paling mudah terjadi sehingga gaya luar yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen uji tarik menjadi minimal atau kekuatan tarik maupun luluh dari spesimen dengan arah pengerolan ini menjadi paling rendah di antara berbagai arah pengerolan terhadap arah pembebanan.
Gambar 6. Gambar kutub (111) untuk pelat dirol dingin berasio pengerolan 90% dan berbagai arah pengerolan
Gambar 7. Gambar kutub (111) untuk pelat dirol dingin dengan rasio pengerolan 75% dan berbagai arah pengerolan
Seminar Nasional Pascasarjana VIII – ITS, Surabaya 13 Agustus 2008 ISBN No.
4)
pembebanan memiliki kekuatan tarik terendah disebabkan oleh adanya dominasi bidang geser (111) yang berada dalam daerah tegangan geser maksimum. Dominasi bidang geser (111) yang berada dalam daerah tegangan geser maksimum akan menyebabkan pergeseran atom (slip) mudah terjadi, sehingga kekuatan tarik dan luluh menjadi paling rendah daripada arah pengerolan yang lain pada pelat berasio pengerolan .
5. Penghargaan Ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada Prof. Dr. Yoshihiko HAGIWARA dan Prof. Dr. Shin-ichi OHYA dari Musashi Institute of Technology, Tokyo yang telah menyediakan fasilitas laboratorium untuk pengujian material serta MONBUKAGAKUSHO Jepang yang telah membantu secara finansial untuk pelaksanaan eksperimen ini.
6. Pustaka
Gambar 8. Gambar kutub (111) untuk pelat dirol dingin dengan rasio pengerolan 50% dan berbagai arah pengerolan Sedangkan untuk pelat dengan rasio pengerolan dingin lebih rendah dari 90%, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7 dan 8, semakin rendah rasio pengerolan maka derajat tekstur bidang geser (111) menjadi lebih rendah sehingga dominasi bidang geser (111) di arah pengerolan menjadi berkurang. Oleh karena itu, perbedaan kekuatan tarik maupun sifat mekanis seperti kekuatan luluh dan modulus elastis di antara berbagai arah menjadi mengecil seiring dengan semakin kecilnya rasio pengerolan. Sebagai contoh untuk pelat dengan rasio pengerolan 50%, kondisi tekstur bidang geser (111) terlihat di Gambar 8 yang mana puncakpuncak (111) tersebar di berbagai arah. Dengan derajat tekstur (111) yang rendah, meskipun pelat ditarik dari berbagai arah maka perbedaan kekuatan tarik, kekuatan luluh maupun modulus elastisitas tidak besar atau signifikan seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.
4. Kesimpulan Dari penelitian ini didapatkan hasil dan kesimpulan sebagai berikut. 1) Pada pelat Aluminium murni dengan rasio pengerolan 90% terdapat anisotropi kekuatan tarik yang mana spesimen berarah pengerolan 45 derajat terhadap arah pembebanan memiliki kekuatan tarik yang paling rendah daripada arah yang lain. 2) Pada spesimen hasil pengerolan dingin dengan rasio pengerolan 90% terdapat tekstur bidang geser (111) dengan intensitas yang tinggi pada bidang arah pengerolan. 3) Spesimen dengan rasio pengerolan 90% dan arah pengerolan 45 derajat terhadap arah
Bauccio, M (editor), (2001). ASM Metals reference book, 3rd edition, p.431, ASM International, Materials Park, Ohio. Cullity, B.D and Stock, S.R., (2001). Elements of X-ray diffraction, Prentice Hall, New Jersey. Hagiwara, Y., Dawuletkeld, S., and Fukuoka, M., (1994). Effects of anisotropy and plate thickness on the fatigue crack propagation of aluminum plate specimens, Proceeding of th Japan Congress on Materials the 37 Research, Kyoto, The Society of Material Science Japan, p. 46-51. Hagiwara, Y. et. al., (1994). Effect of Anisotropy and Mean Stress on the Fatigue Crack Propagation of Aluminum Plate Specimens, Proceedings of the 1994 Annual Meeting of the Japan Society of Mechanical EngineersMaterials and Mechanics Division,No.94073, p.193-194. Irawan, Y.S, Hagiwara, Y. and Ohya, S., (2006). Behavior of Fatigue Crack Growth Paths in Peculiar Anisotropic Commercial Pure Aluminum Sheets (A1100P), Transactions of the Japan Society of Mechanical Engineers Series A,Vol.72, No.719, p.1017-1024. Irawan, Y.S., (2008). Pengaruh Tekstur Bidang Geser (111) terhadap Kekuatan Tarik Pelat Aluminium Murni Komersil A1100P, Proceeding Seminar National Teknik Mesin 3, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra, Surabaya, April 30, p.219-223. Japan Light Metal Association, (1985). Aluminium gijutsu binran, p.1165 Japan Light Metal Association, Japan. Japan Standards Association, (1987). JIS Manual: Engineering Materials Testing, p.34. Le May, I and Nair, K.D.,(1970). Directionality of Fatigue Properties in Some Textured Sheet Metals, Journal of Basic Engineering, Vol.92, p.115-120. Nagashima, S., (1984). Syuugou soshiki, Maruzen, Japan.