TANGGUNG JAWAB HOLDING COMPANY (INDUK PERUSAHAAN) TERHADAPANAK PERUSAHAAN DALAM LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 Oleh : Ery Maha Putra I Dewa Made Suartha I Made Dedy Priyanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In an effort to develop business and marketing a company can be reached by creating new subsidiaries in the region. If these subsidiaries together with other companies, where the same owner commandeered by an independent company, the company is referred to pengomando parent company or holding company. This poses a problem if the holding company is located outside the territory of Indonesia. Because the businesses referred to in Act Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition means any person or business entity established and domiciled in the legal territory of Indonesia. Here will take effect on the position of the holding company, whether it can be regarded as business operators according to Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition and how the holding company is also liable to the perpetration of violations of the prohibition of monopolistic practices conducted by its subsidiaries. The method used in this paper is a normative legal research methods, namely, a process to determine a rule of law, principles of law, as well as legal doctrine to address legal issues faced. This paper aims to determine the position of the holding company and its responsibility to conduct monopolistic practices committed by its subsidiary. The conclusion that can be drawn from this that is based on the theory of Single Economic Entity Doctrine, the holding company may be categorized as entrepreneurs because it is seen as a single economic entity with its subsidiary and take responsibility for the violations of monopolistic practices by its subsidiary if it proves its subsidiaries do not have the independence to can set the direction of the company. Keywords: Responsibility, Parent Company, Monopoli ABSTRAK Dalam upaya mengembangkan usaha maupun pemasaran suatu perusahaan dapat ditempuh dengan cara membuat anak perusahaan baru di suatu wilayah. Jika anak perusahaan ini bersama-sama dengan perusahaan lain, dimana dengan pemilik yang sama dikomandoi oleh suatu perusahaan yang mandiri, perusahaan pengomando ini disebut induk perusahaan atau holding company. Hal ini menimbulkan permasalahan jika holding company tersebut berada diluar wilayah Indonesia. Karena yang dimaksud pelaku usaha dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah setiap orang atau badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Indonesia. Disini akan berpengaruh atas kedudukan holding company 1
tersebut, apakah dapat dikatakan sebagai pelaku usaha menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan bagaimana juga tanggung jawab holding company terhadap perbuatan pelanggaran larangan praktek monopoli yang dilakukan oleh anak perusahaannya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu, suatu proses untuk menentukan suatu aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan holding company dan tanggung jawabnya terhadap perbuatan praktek monopoli yang dilakukan oleh anak perusahaannya. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pernulisan ini bahwa berdasarkan teori Single Economic Entity Doctrine, holding company dapat dikatagorikan sebagai pelaku usaha karena dipandang sebagai satu kesatuan ekonomi dengan anak perusahaannya dan ikut bertanggungjawab terhadap pelanggaran praktek monopoli oleh anak perusahaannya jika terbukti anak perusahaannya tidak memiliki independensi untuk dapat menentukan arah kebijakan perusahaannya. Kata Kunci : Tanggung Jawab, Induk Perusahaan, Monopoli I.
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini bergerak sangat dinamis, hal tersebut
salah satunya dipicu oleh adanya globalisasi yang telah membuka peluang lebih luas bagi para pelaku usaha untuk meningkatkan volume perdagangan dengan melakukan ekspansi usaha pasar ke pasar internasional.1 Globalisasi menimbulkan persaingan global (mega competition) diantara pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya sebagai tujuan utama dalam kegiatan usaha dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan perusahaannya. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, dekade ini mulai mengalami peningkatan yang signifikan dibidang ekonomi, yang perlu juga didukung oleh kestabilan dan kerjasama dari berbagai sektor yang ada, salah satunya sektor hukum yang berfungsi sebagai pedoman sekaligus pengawas dalam pelaksanaan kegiatan di bidang perekonomian. Dalam upaya mengembangkan usaha maupun pemasaran suatu perusahaan, dapat ditempuh dengan cara membuat cabang atau anak perusahaan di suatu wilayah. Adakalanya usaha dari suatu perusahaan yang sudah besar sehingga perusahaan tersebut perlu di pecah menurut penggolongan usahanya. Akan tetapi kebutuhan pula agar usaha yang telah dipecah1
Andi Fahmi Lubis, et. Al.,2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, ROV Creative Media, Jakata, Hal. 1.
2
pecah tersebut yang masing-masing akan menjadi PT (Perseroan Terbatas) yang mandiri dan dalam kepemilikan yang sama, beroperasi dengan adanya pengontrol yang masih tersentralisasi dalam batas-batas tertentu. Pecahan-pecahan perusahaan bersama-sama dengan perusahaan-perusahaan lain yang mungkin telah terlebih dahulu ada dengan pemilik yang sama atau minimal ada hubungan khusus, dimiliki dan dikomandoi oleh suatu perusahaan mandiri pula, perusahaan pemilik (pengomando) disebut dengan holding company, parent company atau controlling company.2 Menelaah bahwa dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak memberikan definisi yuridis mengenai holding company dan tidak terdapat ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai holding company di Indonesia. Muncul keraguan bahwa “pelaku usaha” yang dimaksud oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam Pasal 1 angka 5 yang merumuskan definisi pelaku usaha yaitu “setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”, termasuk pula holding company atau tidak. Apabila dikatakan bahwa holding company termasuk dalam konteks pengertian “pelaku usaha” dalam undang-undang tersebut maka holding company di Indonesia haruslah memenuhi unsur-unsur pelaku usaha dan bila dipandang bahwa holding company sebagai pemegang saham dalam perseroan maka harus turut pula bertanggungjawab atas perbuatan anak perusahaanya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. Dengan
demikian
pemegang
saham
dapat
memiliki
kewenangan
untuk
mempengaruhi operasional dari jalannya suatu perseroan, hal tersebut kini menjadi salah satu alasan bagi para pelaku usaha dalam pengembangan usaha lebih banyak melakukan pembelian saham dibandingkan membuat cabang baru. Ini membawa dampak yang tidak
2
Munir Fuady, 2008, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, cet. III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal. 9.
3
baik bagi dunia usaha di Indonesia bila perusahaan di Indonesia dikendalikan oleh perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
1.2
TUJUAN PENELITIAN Kajian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kedudukan holding company sebagai
pelaku usaha di Indonesia dan tanggung jawab holding company terhadap perbuatan pelanggaran larangan praktek monopoli yang dilakukan oleh anak perusahaannya.
II.
ISI MAKALAH
2.1
METODE PENELITIAN Penelitan ini, menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu, suatu proses
untuk menentukan suatu aturan hukum, prinsip hukum, maupun doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.3
2.2
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.2.1 Holding Company Dalam Kedudukan Sebagai Pelaku Usaha di Indonesia Pengertian pelaku usaha dalam pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menggunakan pendekatan fungsional yang menekankan pada kegiatan ekonominya daripada pendekatan subjek hukum, dengan demikian maka bentuk badan hukum material dalam menentukan suatu pelaku usaha.4 Pendekatan ini dalam teori Single Economic Enitity Doctrine, yang memandang bahwa “parent company and subsidiary relationship in which the subsidiaries do not have the independence to determine the policy direction of companies as one economic entity”5 (hubungan antara induk dan anak perusahaan, anak perusahaan tidak memiliki independensi untuk menentukan arah kebijakan perusahaan sebagai satu kesatuan entitas 3
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, Hal. 35. Knud Hansen, dkk, 2002, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Katalis, Jakarta, Hal. 50. 5 Alison Jones and Brenda Surfin, EC Competition Law, Text, Cases, and Materials,New York: Oxford University Press, 2004 dalam Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha dalam Jurnal Persaingan Usaha, Edisi 5, Jakarta, 2011, Hal. 22. 4
4
ekonomi). Konsekuensi dari penerapan teori ini pelaku usaha dapat diminta pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain dalam satu kesatuan ekonomi, meskipun pelaku usaha pertama beroperasi di luar yuridiksi hukum persaingan usaha satu negara sehingga hukum persaingan usaha dapat bersifat ekstrateritorial.6 Untuk dapat dikatakan sebagai pelaku usaha di Indonesia, holding company harus dapat memenuhi unsur unsur pelaku usaha dan dipandang sebagai satu kesatuan dengan anak perusahaannya dengan menerapkan teori Single Economic Entity Doctrine. Apabila terdapat holding company yang berada di luar wilayah Indonesia namun anak perusahaannya melakukan kegiatan usaha di wilayah Indonesia maka melalui teori Single Economic Entity Doctrine, holding company tersebut dipandang sebagai satu kesatuan ekonomi dengan anak perusahaannya.7 2.2.2 Tanggung Jawab Holding Company atas Perbuatan Pelanggaran Larangan Praktek Monopoli oleh Anak Perusahaan Holding Company dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh anak perusahaannya dalam satu kesatuan ekonomi. Mengenai proses dan bentuk pertanggungjawaban holding company bila diterapkannya teori Co Policy Decider, dimana jika perusahaan holding ikut campur terlalu jauh ke dalam manajemen dan bisnis anak perusahaan, seperti pada kelompok perusahaan yang bersifat sentralisasi, pihak perusahaan holding dapat saja dianggap ikut mempengaruhi keluarnya keputusan yang di buat oleh anak perusahaan. Dalam hal ini perusahaan holding dianggap sebagai “mitra pemutus” (co decider) sehingga batas batas tertentu pantas diikutkan untuk bertanggungjawab secara hukum lewat pertanggungjawaban renteng.8 Bila pelaku usaha terbukti melakukan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai komisi yang mengawasi pelaksanaan dari Undang-Undang tersebut memiliki kewewenangan untuk
7
Ibid. Munir Fuady, 1996, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung Hal. 93. 8
5
mejatuhkan sanksi berupa tindakan adiministratif terhadap pelaku usaha. Selain tindakan administratif tersebut sanksi atas perbuatan melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terdiri atas dua pidana pokok yang diatur dalam Pasal 48 dan pidana tambahan dalam pasal 49. Holding company dalam kedudukan sebagai pelaku usaha dapat dituntut untuk untuk memenuhi kewajiban sebagai pelaku usaha di Indonesia dengan konsekuensi yuridis yang diatur dalam Undang-Undang dan bertanggungjawab atas perbuatan anak perusahaannya yang melakukan perbuatan praktek monopoli lewat pertanggungjawaban renteng.9
III.
KESIMPULAN Berdasarkan teori Single Economic Entity Doctrine, holding company dapat
dikatakan sebagai pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena dipandang sebagai satu kesatuan ekonomi dengan anak perusahaannya. Dengan menerapkan teori Co Policy Decider, holding company ikut bertanggungjawab secara hukum lewat pertanggungjawaban renteng atas perbuatan pelanggaran larangan prakter monopoli oleh anak perusahaannya.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Jones, Alison Jones and Brenda Surfin, 2004, EC Competition Law, Text, Cases, and Materials Oxford University Press, New York. Knud Hansen, dkk, 2002, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Katalis, Jakarta. Lubis, Andi Fahmi et. al., 2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, ROV Creative Media, Jakarta. Munir Fuady, 1996, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung.
9
Ibid.
6
__________, 2008, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, cet. III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
7