Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
Tanggap Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas PSJT 941 pada Berbagai Panjang Setek dan Cara Penanaman di Lahan Kering Growth Response of Sugarcane Seed ( Saccharum officinarum L. ) varieties PSJT 941 on the Different Length Cuttings and Planting Method in Dryland Meihana, S.P. M.Si.1*) dan Muhadi, S.P.2 Program Studi Agroteknologi STIPER Sriwigama Jl. Demang IV-Demang Lebar Daun Lorok Pakjo Palembang 2 STIPER Sriwigama Palembang *)Penulis untuk korespondensi: (0711)-374146; Hp: 081274967089 email :
[email protected] 1
ABSTRAK Generally cane vegetatively propagated by using stem cuttings. The length of cuttings which are used greatly affect the amount of seeds that can be provided ,while planting method determines the quality of the growth. This study aims to understand the response of seedling growth of sugarcane (Saccharum officinarum L.) varieties PSJT 941 at various lengths of cutting and planting method on dry land. The experiment was conducted in the District Manggus, Banyuasin regency. This study uses a randomized block design arranged in a factorial with two factors. The first factor was the length of cuttings, consisted of 4 treatments: S1 = one segmentcutting, S2 = two segments cutting, S3 = three segmentscutting, S4 = four segmentscutting. The second factor is planting method consists of 3 treatments: P1 = horizontal planting, P2 = sideways planting, P3 = vertical planting. Each treatment was repeated 3 times.The variables observed consisted of: time of shoots grow, shoots height, shoots circle, leaf number and percentage of seedlings grow. Results showed that the length of cuttings treatment and interaction effect was not significant on all variables while planting significantly affect time of shoots grow and the percentage of seddlings grow. Further test results showed that horizontal planting gives the highest value for timeof shoots grow and the percentage of seddlings grow. Tabulation show that the one segment cuttingsgives the highest value for the variable: shoots height, shoots circle, leaf number and percentage of seedlings grow. Keywords: planting,Saccharum officinarum L.,stem cuttings, sugarcane.
ABSTRAK Peningkatan produksi gula di Indonesia menghadapi beberapa kendala diantaranya adalah ketersediaan bibit tebu yang terbatas dan teknik budidaya yang kurang optimal. Umumnya tebu diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan setek batang. Panjang setek yang digunakan sangat berpengaruh terhadap banyaknya bibit yang dapat disediakan sedangkan cara tanam menentukan kualitas pertumbuhan yang akan dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggap pertumbuhan bibit tebu (Saccharum officinarum L.) 2-1
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
varietas PSJT 941 pada berbagai panjang setek dan cara penanaman di lahan kering.Penelitian dilaksanakan di desa Manggus Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah panjang setek ,terdiri dari 4 perlakuan: S1 = setek satu ruas, S2 = setek dua ruas, S3 = setek tiga ruas, S4 = setek empat ruas. Faktor kedua adalah cara penanaman terdiri dari 3 perlakuan : P1 = mendatar, P2 = miring, P3 = tegak. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing perlakuan terdiri dari 3 tanaman. Peubah yang diamati terdiri dari waktu tumbuh tunas, tinggi tunas, lilit tunas, jumlah daun dan persentase bibit tumbuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan panjang setek dan interaksi berpengaruh tidak nyata terhadap semua peubah sedangkan cara penanaman berpengaruh nyata terhadap waktu tumbuh tunas dan persentase bibit tumbuh. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan penanaman mendatar memberikan nilai tertinggi untuk waktu tumbuh tunas dan persentase bibit tumbuh. Sementara secara tabulasi perlakuan setek satu ruas memberikan nilai tertinggi untuk peubah tinggi tunas, lilit tunas, jumlah daun dan persentase bibit tumbuh. Kata kunci : cara penanaman, tebu, Saccharum officinarum L., setek batang PENDAHULUAN Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luasan areal sekitar 350 ribu hektar pada periode 2000 sampai 2005, industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005). Saat ini luas areal perkebunan tebu nasional sekitar 478.206 ribu ha, dengan luasan tersebut Indonesia hanya mampu menghasilkan 2,7 juta ton gula kasar putih pertahun. Jumlah ini hanya cukup untuk memenuhi konsumsi rumah tangga Indonesia saja. Sedangkan konsumsi gula nasional yang mencapai 4,5 juta ton per tahun belum dapat sepenuhnya terpenuhi (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Pada saat ini produksi gula Indonesia menghadapi berbagai kendala diantaranya ketersediaan bibit berkualitas yang tepat jumlahnya dan varietas yang masih kurang. Ku a l i t a s b i b i t y a n g d i g u n a k a n merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan budidaya tebu (Soedhono, 2009). Seperti yang dikemukakan oleh Mulyana (2001) bahwa penggunaan bibit bermutu dalam arti varietas unggul, murni, sehat dan cukup umur, cukup jumlah dan tersedia tepat waktu, merupakan persyaratan mutlak yang dibutuhkan bagi budidaya tebu. Disamping itu untuk menghasilkan bibit tebu yang berkualitas, teknik budidaya yang diterapkan harus mendapat perhatian yang serius (Direktorat Jendral Perkebunan, 2010). Sampai saat ini tebu banyak diproduksi dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan biji dan stek. Usaha perbanyakan tanaman tebu menggunakan stek atau biji memiliki kendala, yaitu pada penggunaan biji untuk perbanyakan tanaman dalam jumlah banyak akan mengurangi jumlah biji sedangkan teknik perbanyakan melalui stek menghasilkan tanaman dengan jumlah terbatas, dan membutuhkan pohon induk yang banyak (Sukmadjaja, 2011). Keterbatasan bahan tanaman yang dibutuhkan untuk stek dapat diatasi dengan penggunaan bahan setek dengan ukuran pendek. Melalui cara ini diharapkan dari satu batang tebu dapat dihasilkan bahan setek yang lebih banyak. Menurut Sutarjo (1994), panjang bahan setek batang tebu dapat disediakan dalam beberapa ukuran yaitu setek dua ruas, setek tiga ruas, setek empat ruas dan setek lima ruas. Namun informasi mengenai panjang setek yang terbaik bagi bibit tebu belum banyak dilaporkan. 2-2
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
Setek batang tebu dapat ditanam dengan beberapa cara, yaitu dengan cara mendatar pada larikan yang ditutup dengan tanahdan dapat pula dilakukan dengancara dimiringkan pada larikan Mulyana (2001). Sutarjo (1994) menambahkan bahwa selain penanaman dengan cara mendatar dan dimiringkan juga dapat dilakukan dengan cara tegak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan panjang setek dan cara tanam yang terbaik bagi pertumbuhan bibit tebu yang dibudidayakan di lahan kering. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di desa Manggus Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan yang terletak pada ketinggian tempat ± 10 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan dari awal September 2011 sampai dengan akhir Oktober 2011. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah setek batang tebu varietas PSJT 941 yang diambil dari perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis, pupuk Urea, TSP dan KCl, pupuk kandang kotoran ayam, dan air . Adapun alat yang digunakan adalah: cangkul, bambu berdiameter 5 cm, drum plastik penampung air ukuran 100 liter, parang, sprayer, dan meteran. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang disusun secara faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah panjang setek ,terdiri dari 4 perlakuan: S1 = setek satu ruas, S2 = setek dua ruas, S3 = setek tiga ruas, S4 = setek empat ruas. Faktor kedua adalah cara penanaman terdiri dari 3 perlakuan : P1 = mendatar, P2 = miring, P3 = tegak. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali dan masing-masing perlakuan terdiri dari 3 tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis statistik secara manual dan disusun dalam daftar sidik ragam menurut Gomez dan Gomez (1984). Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut yang menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 %. Lahan dibersihkan dari sisa tanaman dan gulma. Tanah dicangkul sedalam 20 -30 cm dilanjutkan dengan membuat bedengana dengan ukuran panjang 10 m dan lebar 1,2 m sebanyak 3 bedengan dengan jarak antar bedengan 0,5 m. Larikan dibuat dengan kedalaman 10 cm dan lebar 10 cm. Jarak antar larikan atau lobang tanam adalah 30 cm x 30 cm.Setelah bibit setek dipotong sesuai ukuran masing-masing perlakuan, ditanam di larikan secara mendatar, tegak dan miring. Khusus untuk penanaman cara tegak dan miring kedalaman penanaman 1/3 bagian dari panjang setek. Peubah yang diamati terdiri dari waktu tumbuh tunas, tinggi tunas, lilit tunas, jumlah daun dan persentase bibit tumbuh. Waktu tumbuh tunas diamati setiap hari setelah tanam sampai tunas telah muncul dengan batas waktu pengamatan 4 minggu. Tinggi tunas diukur di akhir penelitiain yang dimulai dari pertautan mata tunas sampai ujung tunas. Lilit tunas diukur di akhir penelitian pada ketinggian 5 cm dari pertautan mata tunas. Jumlah daun dihitung diakhir penelitian dengan menghiutung daun yang telah berbentuk sempurna.Persentase bibit tumbuh dihitung dengan menggunakan rumus: Persentase bibit tumbuh =
Jumlah bibit yang hidup.X 100 % Jumlah bibit yang ditanam .
2-3
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
HASIL Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penanaman berpengaruh nyata terhadap waktu tumbuh tunas dan persentase bibit tumbuh dan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas, lilit tunas dan jumlah daun. Sedangkan perlakuan panjang setek dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah (Tabel1). Tabel 1. Hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati F Hitung Panjang setek Cara Penanaman Waktu tumbuh tunas 0,27tn 4,85n Tinggi tunas 2,69tn 7,89n Lilit tunas 1,01tn 0,13tn Jumlah daun 0,52tn 0,19tn Persentase bibit tumbuh 0,17tn 0,33tn Keterangan: n = berpengaruh nyata, tn = tidak berpengaruh nyata Peubah
Interaksi 0,19tn 0,74tn 1,64tn 0,21tn 0,40tn
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan cara penanaman menghasilkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Penanaman secara mendatar menghasilkan waktu tumbuh tunas dan persentase tumbuh bibit yang terbaik dibanding cara penanaman lainnya. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Hasil uji lanjut pengaruh panjang setek dan cara penanaman terhadap waktu tumbuh tunas Panjang Setek S1 S2 S3 S4 Rata-rata BNJ 0,5
P1 9,23 7,49 9,02 8,25
Cara Penanaman P2 10,79 10,92 11,53 11,46
8,52b S =3,52
11,17ab P = 2,81
Rata-rata P3 12,89 11,14 10,92 12,29
11,00 9,85 10,49 10,66
11,81a I = 8,15
Tabel 3. Hasil uji lanjut pengaruh panjang setek dan cara penanaman terhadap persentase bibit tumbuh Panjang Setek S1 S2 S3 S4
P1 94,44 92,85 97,22 93,33
Rata-rata BNJ 0,5
94,39a S = 15,70
Cara Penanaman P2 88,88 70,36 69,44 71,11 74,95b P = 12,28
P3 100 81,47 83,33 75,55
Ratarata 94,44 81,47 83,33 79,99
85,08ab I = 8,15
2-4
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
Perlakuan panjang setek menghasilkan perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan, namun secara tabulasi perlakuan setek satu ruas menghasilkan nilai yang tertinggi untuk semua peubah dibandingkan perlakuan panjang setek yang lain (Tabel 4). Tabel 4. Tanggap pertumbuhan bibit tebu pada berbagai panjang setek Peubah Waktu Tumbuh Tunas Tinggi Tunas Lilit Tunas Jumlah Daun Persentase Bibit Tumbuh
S1 11,00 141,43 2,95 4,13 94,44
Panjang Setek S2 S3 9,85 10,49 131,69 116,94 2,91 2,67 4,00 3,90 81,47 83,33
S4 10,66 121,04 2,65 4,10 78,99
PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap peubah menunjukkan bahwa perlakuan penanaman mendatar memberikan nilai tertinggi pada peubah waktu tumbuh tunas dan persentsase tumbuh bibit (Tabel 2 dan Tabel 3). Hal ini menujukkan bahwa setek tebu memberikan tanggap pertumbuhan yang lebih baik apabila ditanam secara mendatar karena cara tersebut menyebabkan lebih banyak bagian setek tebu yang dapat bersentuhan langsung dengan tanah dibandingkan dengan cara miring dan tegak, sehingga setek lebih banyak mendapatkan kelembaban akibat penutupan tanah pada saat penanaman dan saat penyiraman. Menurut Sutarjo (1994), penanaman setek dengan cara mendatar memposisikan bagian batang setek tersimpan di dalam tanah yang menyebabkan kelembaban dan kesegaran setek tetap terjaga dengan baik sehingga kandungan karbohidrat, mineral dan air sebagai cadangan makanan bagi calon tunas tetap terjaga. Selain itu akar yang tumbuh pada setiap buku juga lebih banyak. Akar yang banyak tersebut akan lebih banyak pula menyerap air dan unsur hara di dalam tanah. Kondisi ini sangat mendukung untuk munculnya tunas pada setek. Menurut Gardner et al. (1991), selama pertumbuhan tunas dan akar, sel aktif melakukan proses pembelahan dan pemanjangan. Pada proses pembelahan dan pemanjangan sel tersebut kebutuhan air bagi tanaman mengalami peningkatan dan tanaman sangat riskan terhadap kekurangan air. Hal ini sependapat dengan Chang (1998) yang menyatakan bahwa tanaman akan tumbuh dengan baik apabila kebutuhan airnya terpenuhi, selain itu semua kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, alokasi fotosintat, pembesaran batang, pertambahan tinggi dan lain-lain sangat tergantung pada keberadaan air. Selain berfungsi dalam berbagai proses fisiologis dan metabolisme tanaman, air juga berfungsi dalam serapan hara. Hal ini dapat dilihat pada peubah waktu tumbuh tunas. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Mulyana (2001) menyatakan bahwa fase perkecambahan merupakan fase kritis bagi tanaman tebu karena fase ini banyak dipengaruhi oleh kelembaban, dimana kelembaban yang optimal akan mendorong munculnya akar primer dan akan diikuti oleh munculnya daun pertama. Diperkuat oleh pernyataan Soedhono (2009) bahwa fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat tergantung kepada ketersediaan air dan makanan yang terdapat dalam bibit.
2-5
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
Gambar 1. Waktu tumbuh tunas dan persentase bibit tumbuh pada berbagai cara penanaman Berbeda dengan cara penanaman mendatar, pada penanaman cara miring dan tegak kondisisetek cenderung lebih kering dan penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah baru dapat berlangsung pada saat akar pada buku terbawah mulai terbentuk. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi persentase bibit tumbuh. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa penanaman secara mendatar lebih baik dibandingkan dengan cara penanaman miring dan tegak (Gambar 1). Hal yang sama dikemukakan oleh Suwarto dan Octavianty (2010) bahwa cara penanaman setek tebu yang paling baik adalah dengan cara mendatar bila dibandingkan dengan penanaman posisi miring dan tegak. Hasil uji lanjut menujukkan bahwa perlakuan panjang setek tidak memberikan perbedaan yang nyata antar perlakuan, namun secara tabulasi panjang setek satu ruas menghasilkan tunas tertinggi, lilit batang terbesar dan jumlah daun terbanyak (Tabel 4.). Hal ini disebabkan setek satu ruas menghasilkan jumlah tunas lebih sedikit dibandingkan jumlah tunas pada setek dua ruas atau lebih (Departemen Pertanian, 1986). Jumlah tunas yang banyak dapat menyebabkan terjadinya persaingan dalam pengambilan cadangan makanan yang ada dalam ruas setek tersebut (Suwarto dan Octavianty, 2010). Seperti yang dikemukan oleh Gardner et al. (1991) bahwa pada tanaman monokotil seperti tebu, batang merupakan tempat menyimpan cadangan makanan hasil fotosintesis seperti karbohidrat, mineral, protein, hormon pertumbuhan dan air. Pada perlakuan setek satu ruas semua cadangan makanan dialokasikan untuk pertumbuhan tunas yang lebih sedikit tersebut sehingga pertumbuhannya lebih optimal. Hal ini sejalan dengan pendapat Goldsworthy dan Fisher (1992) bahwa dengan tersedianya karbohidrat yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat mempercepat pertumbuhan batang, daun dan akar sehingga penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah berlangsung lebih cepat.
KESIMPULAN Panjang setek satu ruas dan penanaman secara mendatar menghasilkan tanggap pertumbuhan (waktu tumbuh tunas, tinggi tunas, lilit tunas, jumlah daun dan persentase pertumbuhan) yang terbaik bagi bibit tebu yang ditanam di lahan kering.
2-6
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-529-9
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada PTPN Cintamanis yang telah memfasilitasi bahan setek pada penelitian ini, ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada STIPER Sriwigama yang telah mendukung kegiatan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Departemen Pertanian, Jakarta. Chang, J.H. 1998. Climate and Agriculture. Chicago: An Ecological Survey Adline Publ. Departemen Pertanian. 1986. Tebu Rakyat Lahan Kering. Lampung. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Panduan Akselerasi Peningkatan Produksi Tebu. http://ditjenbun.deptan.go.id [Diakses tanggal 5 Juni 2011] Gardner, P.F., R.B. Pearce and R.L.Mitchell. 1993. Physiology of Crop Plants. The Iowa State University Press. Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Mirzawan, P.D.N. 1999. Peluang Peningkatan Produktivitas Tanaman Tebu di Indonesia. Gula Indonesia. 24 (3): 3-9. Mulyana, W. 1983. Cocok Tanam Tebu. Aneka Ilmu. Semarang. Mulyana, W. 2001. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala Masalahnya. Aneka Ilmu. Semarang
Soedhono. 2009. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pola Tanam an Tebu. http ://www.disbunjatim.co.id.[Diakses tanggal 28 Nopember 2011]. Sukmadajaja, D. 2011. Regenerasi dan Pertumbuhan Beberapa Varietas Tebu (Saccharum officinarum L.) secara In Vitro. Jurnal AgroBiogen:7(2) Sutarjo, R.M. 1994. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta. Suwarto dan Y. Octavianty. 2010. Budidaya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya. Jakarta.
2-7