PENERAPAN PEMBELAJARAN PROBLEM CREATING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TEOREMA PYTHAGORAS SISWA KELAS VIIID SMP NEGERI 2 BLITAR
Suwarno SMP Negeri 2 Blitar E-mail:
[email protected] ABSTRACT: One of the problems is the lack of teaching mathematics to develop creative thinking skills involving imagination, intuition, and with the discovery of divergent thinking, original, curiosity, make predictions, and the allegations and try to solve the problem. To improve students' ability to think creatively researchers conducted a study in order to determine the learning steps using Problem Creating learning the Pythagorean Theorem material. Problem Creating learning is a learning strategy that consists of five stages: (a) specify the purpose of learning mathematics (b) determine the context of the problem (c) creates a problem (d) anticipate students' responses (e) apply and reflect masalah.Penelitian this is a class action conducted collaboratively between teachers and researchers as a mathematics teacher and peers as observers. Results of this study showed that not all aspects of creative thinking abilities increase, especially flexibility and elaboration in solving problems. But for originality and fluency in answering questions has increased. Other results showed that the ability to solve problemshasincreased. Keywords: Learning Problem Creating, Creative Thinking, Problem Solving
Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Blitar adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah khusus soal cerita pada materi Teorema Pythagoras. Sebagai observasi awal peneliti membuat sebuah soal cerita untuk dikerjakan di kelas VIIID dan hasilnya hanya 26% siswa yang menjawab dengan benar. Hasil diskusi dengan guru Matematika SMP Negeri 2 Blitar mengidentifikasi beberapa kelemahan siswa, antara lain memahami kalimatkalimat dalam soal, tidak dapat membedakan informasi yang diketahui dan permintaan soal, tidak lancar menggunakan pengetahuan-pengetahuan atau ide-ide yang diketahui, mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika, menggunakan cara-cara atau strategi-strategi yang berbeda-beda dalam merencanakan penyelesaian suatu masalah, melakukan perhi-
tungan-perhitungan, dan mengambil kesimpulan atau mengembalikan ke masalah yang dicari. Apabila dipersempit kelemahan itu terutama pada kemampuan siswa dalam memahami masalah dan merencanakan suatu penyelesaian. Memahami suatu masalah ditunjukkan dengan mengetahui apa yang diketahui dan yang tanyakan. Sedang merencanakan penyelesaian suatu masalah ditunjukkan dengan mengor-ganisasikan informasi atau datadata yang ada secara kreatif dengan menggunakan strategi-strategi tertentu untuk menemukan kemungkinan penyelesaian. Seperti kerangka problem solving dari Polya yaitu understand the problem, devise a plan, carry out the plan dan look back. Siswa dapat membentuk model matematika, membuat diagram/tabel, menemukan pola tertentu atau bekerja mundur.
702
703, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Melihat hasil itu menunjukkan kemampuan siswa dalam berpikir kreatif masih rendah. Diskusi dengan guru-guru Matematika SMP Negeri 2 Blitar yang menjadi tim dalam penelitian ini, menguraikan kemungkinan penyebab kelemahan siswa tersebut, antara lain: (1) Selama ini dalam mengajarkan penye-lesaian masalah guru tidak melatihkan secara khusus bagaimana memahami informasi masalah. Guru mengajarkan dengan memberi contoh soal dan menyelesaikannya secara langsung, serta tidak memberi kesempatan siswa menunjukkan ide atau representasinya sendiri. (2) Pola pengajaran selama ini masih dengan tahapan memberikan informasi tentang materi. Memberikan contoh-contoh dan berikutnya latihan-latihan. (3) Dalam merencanakan penye-lesaian masalah tidak diajarkan strategi- strategi yang bervariasi atau yang mendorong ketrampilan berpikir kreatif untuk menemukan jawaban masalah. Dalam memahami maupun merencanakan penyelesaian masalah diperlukan suatu kemampuan berpikir kreatif siswa yang menitikberatkan pada aktifitas: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, (2) mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan melalui pembicaraan lisan maupun catatan tentang model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel (In’am dkk, 2011). Memperhatikan permasalahan diatas, maka perlu dipikirkan cara-cara mengatasinya. Apalagi dalam Kurikulum 2004 menyebutkan tujuan pembelajaran
matematika yang menitikberatkan pada melatih cara berpikir dan bernalar, mengembangkan aktivitas kreatif, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan mengkomunikasi gagasan. Upaya yang dilakukan dapat dari segi materi, proses pembelajaran, perbaikan dan dukungan sarana prasarana, peningkatan kemampuan guru dalam mengajar melalui penataran atau pelatihan, pengurangan atau pembagian materi menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti menggunakan pembelajaran Problem Creating dengan lebih mene-kankan pada proses pembelajarannya, karena proses tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab profesional guru sehari-hari dan akan berdampak pada tugas-tugas di kelas berikutnya. Bila mengacu pada identifikasi penyebab kelemahan tersebut, maka dalam proses pembelajaran diperlukan cara yang mendorong siswa untuk memahami masalah, meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyusun rencana penyelesaian dan melibatkan siswa secara aktif dalam mene-mukan sendiri penyelesaian masalah, serta mendorong pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran Problem Creating intinya adalah pembelajaran dimana guru menciptakan masalah mulai dari tahap yang paling sederhana kemudian meningkat ke masalah yang lebih rumit dan siswa diminta untuk menyelesaikan masalah selama atau sesudah menyelesaikan masalah awal yang diberikan. Penciptaan masalah yang dilakukan oleh guru bertujuan membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. “Good problems give students the chance to solidity and extend what they know and, when well chosen, can stimulate mathemathics learning” (NCTM, 2000).
Suwarno, Penerapan Pembelajaran Problem Creating, 704
Penelitian tentang berpikir kreatif telah banyak dilakukan salah satunya adalah artikel Hartwig Meissner dalam Creativity and Mathematics Education dijelaskan ”A mathematics teaching which furthers creative thinking needs specific environments. In our research group in Muenster we try to concentrate on three aspects. First, we must further individual and social components, like motivation, curiosity, self-confidence, flexibility, engagement, humor, imagination, happiness, acceptance of one self and others, satisfaction, success” Berdasarkan pada uraian permasalahan yang sudah dijelaskan di atas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Problem Creating Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Menyelesaikan Masalah Teorema Pythagoras Siswa Kelas VIIID SMP Negeri 2 Blitar”. Mengacu pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan langkah-langkah pembelajaran Problem Creating untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah Teorema Pythagoras siswa kelas VIIID SMP Negeri 2 Blitar. Untuk menghindari pemahaman atau penafsiran yang berbeda-beda terhadap istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dikemukakan beberapa istilah sebagai berikut: 1. Problem Creating adalah suatu pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah: (a) menentukan tujuan pembelajaran matematika, (b) menentukan konteks masalah, (c) menciptakan masalah, (d) mengantisipasi jawaban siswa, dan (e) menerapkan dan merefleksi masalah. 2. Berpikir kreatif adalah berpikir yang mempunyai ciri: lancar dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya
(fluency), memberikan gagasan yang bervariasi (flexibility), memberikan gagasan-gagasan baru (orisinality), memperinci detail-detail suatu objek atau gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik (elaboration). 3. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif artinya menaikkan skor kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya untuk menyelesaikan masalah dengan jawaban bermacam-macam yang benar, memberikan gagasan yang bervariasi jika dapat menyelesaikan soal dengan dua cara atau lebih yang berbeda dan benar, memberikan gagasan-gagasan baru dalam menyelesaikan masalah bila dapat membuat jawaban yang berbeda dari jawaban sebelumnya atau yang umum diketahui siswa, memperinci detaildetail suatu objek atau gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. METODE Penelitian yang dilakukan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari dua siklus dengan tiap-tiap siklus 2 pertemuan. Untuk dapat melihat kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan masalah Teorema Pythagoras, maka sebelumnya diberikan tes awal. Prosedur penelitian meliputi (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan tindakan (action), observasi (obsevation), dan refleksi (reflection) dalam setiap siklus. Tahap-tahap penelitian 1. Perencanaan tindakan Setelah mengkaji hasil observasi awal, mengidentifikasi masalah, mengkaji teori-teori yang relevan, serta merumuskan fokus penelitian, selanjutnya peneliti merencanakan tindakan dengan merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
705, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Lembar Kerja Siswa (LKS), instrumen Tes Hasil Belajar, rubrik penilaian berpikir kreatif, lembar observasi kegiatan guru, lembar observasi aktivitas siswa, dan format wawancara. Penyusunan instrumen ini mengacu pada tujuan penelitian yang ingin dicapai, sehingga disusun langkah-langkah sebagai berikut, (1) Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). (2) Merancang Lembar Kerja Siswa (LKS). (3) Merancang Tes Hasil Belajar pada tiap siklus. (4) Merancang lembar observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dan aktivitas siswa. (5) Merancang format wawancara. 2. Pelaksanaan tindakan Pelaksanaan Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian Kegiatan validasi terhadap perangkat pembelajaran dan perangkat penelitian dilaksanakan setelah semua perangkat tersedia. Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh dosen dan atau guru, apabila setelah proses validasi dilakukan dan terdapat perangkat pembelajaran dan perangkat penelitian yang belum valid maka akan dilakukan perencanaan dan perbaikan perangkat tersebut sampai didapatkan perangkat yang valid. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran Proses pembelajaran dilaksanakan dengan mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi Teorema Pythagoras yang telah disusun pada saat perencanaan tindakan. Adapun langkahlangkah pokok kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sesuai pembelajaran Problem Creating yang terdiri dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan penutup. 3. Observasi Observasi dilaksanakan dengan cara mengamati dan mencatat hasil pengamatan semua aktivitas siswa dan aktivitas yang tampak selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi. Observasi
yang dilakukan adalah observasi terstruktur karena pada lembar observasi sudah ada kriteria-kriteria yang diamati. Observer tinggal memberi tanda cek (V) pada lembar observasi jika aktivitas siswa yang diharapkan dalam proses pembelajaran ditampilkan dan mencatat hal lain yang dianggap penting pada kolom catatan yang tersedia dalam lembar observasi. Observasi dilakukan oleh teman sejawat guru matematika SMP Negeri 2 Blitar. 4. Refleksi Tahap ini merupakan kegiatan mengevaluasi dan meninjau kembali pelaksanaan pembelajaran dan hasil observasi yang dilakukan.Hasil evaluasi dijadikan bahan pertimbangan untuk perbaikan atau perumusan rencana tindakan berikutnya jika terdapat permasalahan atau tidak berhasilnya pembelajaran berdasarkan hasil dan temuan di kelas pada saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan refleksi terhadap kelemahan dan kelebihan dari pembelajaran sebelumnya maka disusun rancangan perbaikan untuk diterapkan pada proses pembelajaran siklus berikutnya. Adapun langkah-langkah dalam refleksi tindakan meliputi : (a) mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang muncul selama tindakan pembelajaran langsung, (b) menganalisis dan merinci tindakan pembelajaran yang telah dilaksanakan dan aktivitas pembelajaran berdasarkan kendala-kendala yang dihadapi guru, (c) menentukan tindakan selanjutnya berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara kolaboratif oleh peneliti dan teman sejawat. Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Blitar Jl. Melati 112 Blitar, dengan subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIIID sebanyak 28 siswa. Data dan Sumber Data
Suwarno, Penerapan Pembelajaran Problem Creating, 706
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah (1) Hasil validasi terhadap perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. (2) Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran Problem Creating dengan materi Teorema Pythagoras. (3) Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran. (4) Skor tes hasil belajar siswa pada akhir tiap siklus. Hasil wawancara terhadap 4 orang siswa sebagai representasi kondisi seluruh kelas setelah pembelajaran dan tes hasil belajar Teorema Pythagoras dilaksanakan. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan data hasil validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, observasi aktivitas guru dan siswa dan tes hasil belajar siswa yang dilakukan pada akhir siklus pembelajaran serta hasil wawancara siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah menerapkan kegiatan pembelajaran Problem Creating perubahan kemampuan berpikir kreatif siswa tiap siklus dapat dilihat pada tabel berikut. Banyak Siswa yang memiliki Kemampuan kemampuan berpikir kreBerpikir Kreatif atif Tes Siklus Siklus Awal 1 2 lancar 25% 76% 82% fleksibel 10% 65% 85% orisinal 10% 65% 80% terperinci 5% 7% 72% Bila memperhatikan tabel di atas tergambar bahwa banyak siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif pada siklus pertama mengalami peningkatan untuk tiap aspek dilihat dari tes awal, pada siklus kedua untuk aspek fleksibilitas belum mengalami peningkatan . Jadi disim-
pulkan berdasar kriteria yang dibuat, secara keseluruhan siswa belum mengalami peningkatan kemampuan berpikir kreatifnya. Pada siklus 1 ini pembelajaran dengan problem creating hanya meningkatkan pada aspek kelancaran dan orisinalitas dalam menghasilkan jawaban. Guru menciptakan masalah seperti yang tertulis dibawah ini. Contoh jawaban siswa yang memenuhi komponen kemampuan berpikir kreatif. (Siswa SSN) soal Buatlah gambar seperti di samping ini dengan Ukuran sembarang! a. Ukurlah panjang sisi AB, BC, AC! b. Hitunglah luas persegi BCMN! c. Hitunglah luas persegi ACSR! d. Hitunglah luas persegi ABDE! e. Bagaimanakah hubungan antara luas persegi BCMN, persegi ACSR, persegi ABDE? Jelaskan!
Jawaban siswa Siswa SSN menjawab dengan mengukur panjang sisi masing-masing persegi pada soal yang diberikan tanpa menggambar terlebih dulu dan langsung menjawab soal nomor 1a. Kemudian sesuai dengan pertanyaan nomor 2b, 2c dan 2d, siswa SSN tidak menjawab untuk soal 2e. Ini menunjukkan bahwa siswa tersebut masih belum mengalami peningkatan pada aspek memerinci. Pada Siklus 1 siswa sudah dapat memahami masalah yang salah satunya ditunjukkan dengan menulis yang diketahui maupun yang ditanyakan soal. Memilih dan menggunakan dengan alasan atau strategi yang jelas dan rasional.
707, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
gambar segitiga siku-siku dan memberi keterangan pada panjang sisi-sisi KL, LM dengan benar. Berikut gambar yang dihasilkan.
Melakukan perhitungan atau membuat gambar dengan tepat. Gambaran tentang perkembangan aktivitas siswa dalam menyelesaikan masalah tiap siklus yang cenderung naik, mengindikasikan kemampuan berpikir kreatif siswa dilihat dari keempat aspek mulai meningkat. Setelah guru mengantisipasi jawaban siswa maka guru menciptakan masalah berikutnya. Berikut beberapa jawaban siswa Diketahui segitiga KLM siku-siku di L dengan KL = 5 cm dan LM = 12 cm. Hitunglah panjang sisi KM !
Dari jawaban yang diberikan dapat dikatakan bahwa siswa sudah memahami masalah atau soal yang diberikan yaitu dengan menggambar terlebih dahulu segitiga KLM dengan menentukan ukuran sisi-sisnya dengan benar. Akan tetapi untuk menjawab hubungan sisi-sisi pada segitiga KLM, siswa belum dapat menentukan dengan benar, mereka langsung menjawab bahwa dengan menjumlahkan kuadrat dari 5 dan 12 yang hasilnya 25 ditambah 144 sama dengan 169 tanpa menarik akar kuadrat dari 169, sehingga permasalahan yang diminta belum sempurna menjawabnya. Jawaban lebih sempurna diberikan oleh siswa NT berikut ini, Siswa NT sudah menggambarkan permasalahan dengan lengkap dengan ditandainya masingmasing titik sudut dengan benar. Meng-
Perubahan aktivitas guru, serta pengelolaan pembelajaran di kelas tiap siklus mulai ada perkembangan meningkat. Aktivitas guru telah menunjukkan perubahan sesuai dengan pembelajaran problem creating yang digunakan. Guru telah menunjukkan langkah pembelajaran yang tepat sesuai dengan langkah pembelajaran problem creating. Dari catatan guru sendiri, guru sudah merasakan siswa mulai menggunakan cara yang berbeda meskipun peningkatannya belum terlalu banyak. Pada pertemuan terakhir siswa diminta untuk menuliskan pendapatnya tentang pembelajaran yang telah dilakukan dengan mengisi angket wawancara secara tertutup. Hasil angket menunjukkan bahwa siswa memberi respon positif terhadap pembelajaran, karena banyaknya siswa yang memilih setuju atau sangat setuju lebih banyak daripada siswa yang tidak atau sangat tidak setuju untuk tiap butir angket. Mereka mengatakan bahwa pembelajaran problem creating menyenangkan karena dapat memulai mengerjakan soal yang dibuat guru dari mulai yang mudah kemudian meningkat kesulitannya serta dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan ide sendiri menyebabkan materi pelajaran maupun cara menyelesaikan soal mudah diingat, menjadi yakin dapat mempelajari cara menyelesaikan masalah dan mendorong
Suwarno, Penerapan Pembelajaran Problem Creating, 708
memikirkan untuk menjawab soal dengan cara-cara yang berbeda. Guru juga diberikan angket untuk mengetahui pendapatnya tentang pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Guru cenderung setuju bahwa pembelajaran yang dilakukan menjadikan pengalaman baru dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar, melaksanakan kegiatan inkuiri (menemukan), memotivasi guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, mendorong melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran dan pendekatan ini . KESIMPULAN Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran problem creating dapat meningkatkan empat aspek kemampuan berpikir kreatif siswa, terutama fleksibilitas dalam menyelesaikan masalah.
Tetapi untuk aspek pemerincian terhadap informasi masalah masih sedikit mengalami peningkatan. Hasil lain menunjukkan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah mengalami peningkatan dengan ditunjukkan semakin banyaknya siswa yang mencapai skor lebih dari KKM yang ditentukan dari skor maksimum pada tiap siklus. Berdasar hasil penelitian dapat disarankan bahwa: (1) Bagi peneliti yang akan mengadakan penelitian ini pada sekolah/kelas atau materi yang berbeda perlu memperhatikan pemilihan masalah yang setara untuk tiap siklus atau pertemuan; (2) Meskipun penerapan pembelajaran problem creating belum meningkatkan semua aspek kemampuan berpikir kreatif, tetapi telah menunjukkan manfaat dalam meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah, aktivitas siswa ataupun kemampuan berpikir kreatif siswa, sehingga dapat diterapkan untuk materi yang lain maupun kelas lain.
DAFTAR RUJUKAN Barlow T, Angela, 2010. Building Word Problems: Building Word Problems What does it take.Amerika: NCTM Volume 1 no.3 Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas. Groves, S. and Stacey, K. 1990, ‘Problem Solving – A Way of Linking Mathematics to Young Children’s Reality’, in Australian Journal of Early Childhood, 15(1), March 1990, pp. 5–11.
In’am, Ahsanul, dkk. 2011. Materi Matematika SMP/MTs. Malang: PLPG. Meissner, H. … Creativity and Mathematics Education. Germany: Jurnal. Westl Wilhelms University Suharnan. 2011. Kreativitas: Teori dan Pengembangannya. Surabaya: Laras Thompson, L. 1989, ‘Problem Solving’, in B. Doig (ed.), Everyone Counts, The Mathematical Association of Victoria for Twenty-sixth Annual Conference, December 7th & 8th, 1989, pp. 275– 84