Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
STUDI KARAKTERISTIK COAL OIL MIXTURE SEBAGAI BAHAN BAKAR DIESEL ALTERNATIF Wira Setiawan1), I Made Ariana2) dan Semin2)
1) Program Pascasarjana Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Harga bahan bakar minyak semakin meningkat seiring dengan jumlah cadangan minyak bumi yang semakin menipis. Hal tersebut mendorong pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dalam pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif semisal batubara cair. Coal oil mixture (COM) adalah kombinasi batu bara dan minyak bumi dengan penambahan zat aditif yang dapat menghasilkan bahan bakar dalam bentuk cair. Dalam kaitannya sebagai bahan bakar alternatif, maka penggunaan COM perlu dikaji terlebih dahulu secara teknis melalui komparasi properties bahan bakar. Pada penelitian ini, minyak yang digunakan adalah marine diesel oil (MDO) untuk dicampur dengan batu bara lignit/ brown coal. Proses pencairan batu bara dilakukan dengan proses solvenisasi melalui penambahan pelarut xylene dan toluene. Hasil pengujian menunjukkan bahwa COM memiliki properties meliputi densitas, viskositas, nilai kalor, titik nyala dan angka setana yang dapat digunakan pada motor diesel sehingga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif. Kata kunci: Coal Oil Mixture (COM), Motor Diesel, Properties
PENDAHULUAN Harga bahan bakar minyak semakin meningkat seiring dengan jumlah cadangan minyak bumi yang semakin menipis.Pada September 2013, harga minyak mentah telah mencapai 109.69 US$/ barel sementara dalam kurun waktu antara tahun 2000-2010 telah terjadi penurunan cadangan minyak mentah sekitar 19% (Kementrian ESDM, 2013).Selain dikarenakan menurunnya kegiatan eksplorasi, penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar, baik itu pada sektor transportasi, industri, penyediaan listrik dan lainnya telah mengikis cadangan miyak bumi di Indonesia. Salah satu sektor yang jumlah konsumsi energinya meningkat secara signifikan adalah transportasi. Untuk transportasi laut, diketahui bahwa sebagian besar kapal di Indonesia menggunakan mesin diesel sebagai penggerak utamanya. Heavy fuel oil (HFO) dan marine diesel oil (MDO) merupakan bahan bakar yang banyak digunakan oleh kapal-kapal di dalam negeri. Namun, sebagaimana minyak bumi lainnya, jumlahnya pun semakin terbatas sehingga perlu dikembangkan suatu jenis bahan bakar yang dapat digunakan pada mesin pembakaran dalam tersebut.Hal ini menginisiasi banyak penelitian dalam bentuk eksperimen untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat dijadikan sebagai sumber energi untuk pemenuhan kebutuhan industri, tak terkecuali di bidang maritim. Batubara dikenal sebagai bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan sebagian besar peranan yang diambil oleh minyak bumi. Pemanfaatan batu bara dalam bentuk cair sebagai bahan bakar sangat memungkinkan disebabkan adanya kemiripan properties dengan HFO (U.S Department of Energy, 1978; Juhantoro, 2012). Dalam perkembangannya, ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
batubara cair dikenal dengan beberapa kombinasi seperti COM (Coal–Oil mixture), CWM (Coal-Water Mixture), COWS (Coal-Oil-Water Slurry) dan CWS (Coal-Water Slurry).Selain itu, ada pula beberapa bahan bakar yang merupakan derivasi dari kombinasi-kombinasi tersebut di atas seperti Charcoal-Oil Mixture dan COM- Alcofuel (Vaghela, Dabhi, 2012;Adiga, Shah, 1982) COM merupakan bahan bakar campuran dengan komposisi yang seimbang antara batubara cair, minyak bumi dan zat aditif (Maeda, 1991). Pada kasus yang lain, batubara cair dibentuk melalui proses solvenisasi dengan pelarut organik (Shin Y.J, Shen Y.H, 2007), Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, diharapkan COM dapat menjadi bahan bakar alternatif untuk motor diesel mengingat sumberdaya batubara Indonesia yang begitu melimpah, ditambah lagi COM dapat memanfaatkan batubara peringkat rendah sebagai bahan bakunya. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk memberikan analisa mengenai pencampuran batubara dengan menggunakan pelarut organik dan tinjauan teknis mengenai properties COM sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan bahan bakar alternatif kedepannya. METODE Penelitian ini bersifat eksperimental dimana COM akan dibuat dengan proses solvenisasi menggunakan pelarut toluene dan xylene. Batubara yang digunakan adalah batubara lignit yang tergolong peringkat rendah (low rank coal) sedangkan minyak yang digunakan adalah MDO. Langkah pertama adalah pengayakan serbuk batubara dengan menggunakan screener sieve shaker 200 mesh hingga diperoleh ukuran partikel sebsar 74 mikrometer. Selanjutnya, serbuk batubara tersebut kemudian dipanaskan sampai pada suhu sekitar 60-65oC untuk mengurangi kandungan air pada batubara. Tahap selanjutnya adalah menetukan rasio MDO : batubara : pelarut. Setelah melalui serangkaian percobaan, maka komposisi rasio yang tepat adalah 50:10:10 tiap 70 gr. Setelah mencampur batubara dengan pelarut, langkah selanjutnya adalah pengadukan agar terbentuk slurry yang kemudian dicampur dengan MDO. Setelah itu, barulah kemudian dilakukan mixing pada kecepatan yang tinggi agar batubara benar-benar tercampur dalam larutan. Setelah proses mixing dilakukan selama 1 jam, selanjutnya COM kemudian diendapkan selama 1x 24 jam untuk menghasilkan COM yang terpisah dari sedimen. Berikut adalah bagan proses pembuatan COM.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
Gambar 1. Flowchart Pembuatan COM
HASIL DAN PEMBAHASAN Data properties COM 1(+Toluene) dan COM 2 (+Xylene) setelah melalui proses solvenisasi adalah sebagai berikut: Tabel 1. Properties COM dengan Pelarut Toluene dan Xilene
Value Properties
Units
Density at 15oC Viscosity at 40oC Calorific Value Cetane Number Flash Point
kg/m3 cSt Cal/gr o C
COM 1 (+Toluene) 850 3.3013 10426 60.5 35
COM 2 (+Xilene) 860 4.1941 10472 56.9 55
METHODS (ASTM) D-445-03 D-5865-03 -
Adapun perbandingan properties COM 1(+Toluene) dan COM 2 (+Xylene) akan dibandingkan dengan MDO dan HFO pada uraian berikut. Densitas Berdasarkan standar ISO 8217 2010, densitas minyak residu berkisar pada angka 9201010 kg/m3 pada suhu 15oC, sedangkan pada standar yang sama, nilai densitas MDO adalah sekitar 890-900 kg/m3. Sedangkan berdasarkan data PT.Pertamina (Persero) Densitas MDO adalah 840 kg/m3. Pada gambar 4.3, tampak bahwa densitas COM 1 (+Toluene) dan COM 2 (+Xilene) lebih mendekati MDO dibandingkan HFO yang memiliki densitas hampir sama dengan air. COM 1 (+Toluene) dan COM 2 (+Xilene) memiliki densitas yang baik jika ditinjau dari parameter tersebut.
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
991
1000
Density at 15oC (kg/m3)
900
860 840 850
MDO
800
COM 1 (Toluene) COM 2 (Xylene)
700
HFO
600 500
Gambar 2. Grafik Perbandingan Densitas Bahan Bakar
Untuk kualitas penyalaan bahan bakar yang biasa diukur dengan CCAI, densitas merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya nilai parameter tersebut. Semakin rendah densitas, maka semakin rendah pula nilai CCAI. Selain itu, densitas sangat berpengaruh pada bahan bakar di kapal karena akan menentukan berat bahan bakar yang bisa ditampung pada tangki. Selain itu, perkembangan teknologi pemisahan air-minyak yang digunakan saat ini lebih banyak memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga dengan densitas yang jauh berbeda dengan air, maka proses pemisahan bahan bakar akan jauh lebih mudah dan efisien. Viskositas 400
Viscosity at 40 oC (cSt)
400
300 MDO COM 1 (Toluene)
200
COM 2 (Xylene) HFO
100 9.1 0
4.2
3.3
Gambar 3. Grafik Perbandingan Viskositas Bahan Bakar
Berdasarkan standar ISO 8217 2010, viskositas minyak residu berkisar pada angka 380-700 cSt pada suhu 50oC. PT.Pertamina (Persero) melalui metode ASTM D-445 memberikan range 400-1250 cSt pada suhu 40oC,. Sedangkan MDO pada standar ISO 8217 2010 memiliki viskositas dengan batas maksimal 11 cSt pada suhu 40oC. COM 1 (+Toluene) dan COM 2 (+Xilene) juga lebih mendekati properties MDO yakni masing-masing 4.2 cSt dan 3.3 cSt pada suhu 40oC sehingga dalam proses penanganannya tidak membutuhkan pemanasan sebagaimana HFO pada mesin diesel ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
Nilai Kalor
Calorific Value (kJ/kg)
46000
45810
45000 43622 43814
44000
MDO COM 1 (Toluene)
43000 41865
42000
COM 2 (Xylene) HFO
41000 40000
Gambar 4. Grafik Perbandingan Nilai Kalor Bahan Bakar
Dari grafik yang disajikan pada Gambar 4, nilai kalor COM 1 (+Toluene) dan COM 2 (+Xilene) masing-masing 43622 kJ/kg dan 43814 kJ/kg. Nilai kalor MDO berdasarkan hasil, mencapai 45810 kJ/kg sedangkan HFO berdasarkan ASTM memiliki nilai minimal 41865 kJ/kg. Nilai kalor antara COM 1 (+Toluene) dan COM 2 (+Xilene) memiliki perbedaan yang tidak begitu signifikan. Adanya perbedaan itu disebabkan pelarut yang digunakan juga memiliki nilai kalor yang berbeda yakni xylene dengan nilai kalor 43353 kJ/kg sedangkan toluene sebesar 43004 kJ/kg. Secara teoritis, pada kondisi yang sama, nilai kalor yang lebih tinggi akan akan menghasilkan panas yang lebih besar. Hal ini berdasarkan persamaan pembakaran dimana panas yang dihasilkan heat release rate (HRR), selain merupakan fungsi dari volume ruang bakar, juga merupakan fungsi dari nilai kalor/ kalor jenis bahan bakar (Calorific value/specific heat). Titik Nyala 80 70 Flash Point (oC)
60 50 40
60
55
MDO
43 35
30
COM 1 (Toluene) COM 2 (Xylene) HFO
20 10 0
Gambar 5. Grafik Perbandingan Titik Nyala Bahan Bakar
Titik nyala (flash point) sebagaimana yang ,menjadi standar ISO 8217 2010 untuk MDO,berkisar pada suhu 43-600C, sedangkan untuk HFO pada suhu minimal 60oC. COM 2 (+Xylene) memiliki flash point 35oC, lebih rendah dibandingkan MDO. sedangkan COM 1 (+Toluene) memiliki flash point 55oC, lebih besar dibanding MDO dan memenuhi standar ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
ISO 8217 2010. Walau begitu, keduanya tetap memiliki flash point yang lebih rendah dibandingkan HFO. Flash point yang baik tergantung dari desain mesin. flash point yang rendah dapat menyebabkan pembakaran prematur sebelum torak mencapai TMA, sebaliknya jika flash point terlalu tinggi, dapat berakibat pada pembakaran yang tidak sempurna. Selain pada proses pembakaran, flash point juga akan mempengaruhi penyimpanan bahan bakar di tangki kapal. Dengan flash point yang lebih tinggi, faktor keselamatan dari bahaya kebakaran di kapal juga akan lebih baik, entah itu melalui auto-ignition maupun dari sumber panas, misalnya di kamar mesin. Angka Setana 100
Cetane Number
80 60
60.5 50
MDO
56.9
40
COM 1 (Toluene) 30
COM 2 (Xylene) HFO
20 0
Gambar 6. Grafik Perbandingan Angka Setana Bahan Bakar
Dari parameter cetane number, diketahui bahwa cetane number COM 1 (+Toluene) dan COM 2 (+Xylene) lebih baik jika dibandingkan dengan MDO dan HFO. Semakin tinggi cetane number, maka akan semakin pendek pula ignition delay dan proses pembakaran akan berlangsung sempurna. Namun, tidak berarti bahwa hal tersebut berlaku untuk semua jenis mesin karena parameter karakter mesin juga sangat mempengaruhikebutuhan cetane number. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Berdasarkan hasil pengujian bahan bakar, properties COM lebih mendekati properties MDO dibandingkan HFO. Hal ini disebabkan rasio komposisi perbandingan MDO: batubara : pelarut yang digunakan adalah 50:10:10 sehingga pengaruh MDO begitu dominan pada COM. Rasio komposisi itulah yang kemudian mengakibatkan pengaruh MDO pada properties COM pun jauh lebih besar. Selain itu, zat aditif yang digunakan bersifat pelarut sehingga dari segi fisik dan properties, sangat jauh dari HFO. 2. Dari segi karakteristik bahan bakar, properties COM1 (+toluene) dan COM 2 (Xylene) layak untuk dijadikan bahan bakar alternatif pengganti MDO yang mana propertiesnya memenuhi standar ISO 8217 tahun 2010 untuk marine distillate fuels. Bahkan pada properties viskositas dan cetane number, COM 1 (Toluene) dan COM 2 (Xylene) relatif lebih baik dibandingkan MDO. Khusus untuk COM 1 (Toluene), flash pointnya relatif lebih baik daripada MDO dan COM 2 (Xylene).
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVIII Program Studi TSPK-ITS, Surabaya 21Januari2014
Untuk menghasilkan suatu penelitian yang komprehensif, maka diberikan saran untuk: 1. Melakukan pengujian properties lainnya meliputi kandungan air, kandungan sulphur, residu karbon dan pour point untuk dibandingkan hasilnya dengan MDO dan HFO 2. Melakukan pengujian performa pada motor diesel untuk melihat pengaruh properties terhadap mesin, termasuk emisi gas buang. DAFTAR PUSTAKA Adiga, K.C & Shah, D.O, (1982) Rheology and Stability of Coal-Oil and Coal-Oil-Alcohol Dispersion, Elsevier, Colloids and Surfaces,4, 271-284, Amsterdam Juhantoro, N., (2012), Penentuan Properties Bahan Bakar Batubara Cair untuk Bahan Bakar Marine Diesel Engine, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Kementrian ESDM, (2013), Indonesian Crude Price, http://www. prokum.esdm.go.id, diakses pada 2 Desember 2013 Maeda et al, (1991), Research and Development of Coal Oil Mixture, Sekiyu Gakkaishi, Vol 34, No.4, 291-296 Shin Y.J, Shen Y.H (2007), Preparation of coal slurry with organic solvents, Elsevier:Chemosphere 68 (2007) 389–393 Vaghela Kalpesh, Dabhi Syam (2012), Review of Charcoal-Diesel Slurry: An Alternative Fuel for Compression Ignition Engine, IJAERS vol I April-June, 143-147
ISBN : 978-602-97491-9-9 D-1-7