Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
STRATEGI DAKWAH ‘AISYIYAH DALAM PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH Oleh Astuti Patminingsih
[email protected] Abstract Happy (Sakinah) family is the ideal family aspired by every moslem. A person who got married wants a existence of love, peace and happiness in their household. To be in family environment obtained peace and happiness. Happy family can be achieved through proper strategies, and one of the appropriate strategies is Islamic informal education and guidance, as it has been done by ‘Aisyiah (modern Islamic women movement In Indonesia). In order to realize true Islamic society, 'Aisyiyah has more focuse on family formation especially by educating mothers and children as part of the family itself. To achieve the objectives of the programs, each part of the organization in each level of leadership should lead to achievement of the objectives (Sakinah or happy family). Each part of the organization should play its function based on Islamic teaching understanding model as it is formed in Muhammadiyah ideology. Kata Kunci : Strategi Dakwah, Keluarga Sakinah Pendahuluan Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, namun sangat menentukan nasib suatu bangsa. Maju atau mundurnya suatu bangsa sangat tergantung pada maju mundurnya individu yang terbentuk dalam suatu keluarga. Keluarga sakinah adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman,
VOL. 9 No.2 Juli 2014
144
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.1 Rasulullah SAW mencontohkan dengan dakwahnya mulai dari keluarga. Pada saat menerima wahyu yang pertama langsung beliau sampaikan pada istrinya, kemudian baru menyampaikannya pada sahabat dan lingkungannya. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam QS at-Tahrim ayat 6 (jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka). KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah juga memulai kaderisasi dari keluarga, kemudian teman, baru lingkungan. Setelah mendirikan Muhammadiyah kepedulian beliau terhadap nasib wanita dibuktikan dengan membentuk sebuah perkumpulan yang disebut Sapa Tresna yang kemudian menjadi Aisyiyah. Organisasi ‘Aisyiyah kemuadian berkembang menjadi salah satu organisasi wanita terbesar di Indonesia yang lebih fokus pada pembinaan kaum wanita dan keluarganya. Dalam membina keluarga, ‘Aisyiyah menjadikan konsep Keluarga Sakinah Mawaddah Wa Rahmah sebagai program unggulan dalam kegiatannya sebagaimana hasil muktamar Muhammadiyah ke 45 tahun 2005 di Malang. Pembahasan 1. Strategi Dakwah Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis.2 Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan "taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning the movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu yang terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar). 1
http//...www...”Merajut Keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah”, akses tanggal 16 okt 2013 2 Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung : Pustaka Setia, 1997: 76).
VOL. 9 No.2 Juli 2014
145
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.3 Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal. 4Jadi strategi dalam tulisan ini bermakna taktik, manuver atau segala cara dan daya yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dakwah dalam pengertian keagamaan, memasukkan aktifitas tabligh (penyiaran), tatbiq (penerapan/pengamalan) dan tandhim (pengelolaan).5 Dalam pengertian tersebut dakwah merupakan kegiatan yang bersinambungan antara penyiaran, penerapan dan pengelolaan. Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat tentang definisi dakwah, antara lain: Menurut Hamzah Ya'qub, dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya.6 Menurut Hafi Anshari, dakwah adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan terhadap Allah SWT.7 Keanekaragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana; usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan); usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akherat.
3
Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah : Kajian Metodologis dari khazanah AlQur’an, Rasail, 2005,hal. 50 4 Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi , Bumi Aksara, 2003, hal. 39 5 Syahidin, Pemberdayaan Ummat Berbasis Masjid,”Bandung : Al-FabelAlfabetha, 2003, hal. 15 6 Hamzah Ya’kub, “Publisistik Islam Seni dan Tekhnik Dakwah, Bandung : CV. Diponegoro, 1973, hal.9 7 Hafi Anshori, Pemahaman dan Pengamatan Dakwah, Surabaya : Al-Ikhlas, 1993, hal.11
VOL. 9 No.2 Juli 2014
146
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah.8 Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal. Tujuan dakwah yang diharap dapat berjalan efektif jika menggunakan siasat yang tepat, taktik yang tepat sesuai dengan kondisi mad’u nya. Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut: a. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki. b. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahankelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya, dananya, dan sebagainya. c. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos. d. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar.9 Dalam penerapan strategi dakwah Islam diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun sosial-keagamaan. Jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.10 Strategi dalam suatu masyarakat kategori A belum tentu sesuai 8
Awaluddin Pimay, Op. Cit, Hal. 50 Ibid, hal.77 10 Awaluddin Pimay, Op. Cit, hal.53 9
VOL. 9 No.2 Juli 2014
147
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
diterapkan pada masyarakat kategori B. Oleh karena itu dalam menentukan strategi harus benar-benar faham obyek dakwah (mad’u) Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era globalisasi saat ini, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai berikut : 1. Meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah. 2. Perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksoteris dalam memahami gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang terbuka. 3. Strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini, dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma'ruf dan nahi munkar.11 Sebagaimana Dalam QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman: Artinya: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan 11
Ibid, hal 52
VOL. 9 No.2 Juli 2014
148
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.12 Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath al-Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya.13 Dengan cara tersebut Rasulullah berhasil merubah kondisi masyarakat dari kegelapan menjadi kemajuan dan berperadaban. Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu, strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan asas-asas sebagai berikut,: 1. Asas filosofis, asas ini erat hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktivitas dakwah. 2. Asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and professional) da'i. 3. Asas sosiologis, asas ini membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya. 4. Asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah berjalan dengan baik. 5. Asas efektif dan efisien, hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidaktidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian hasilnya.14 12
Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : CV. Diponegoro, 2012, hal. 64 13 Rafiuddin dan Maulana Abdul Jalil, Op. Cit. Hal.73 14 Asmuni Syukir, Op. Cit. Hal. 32-33
VOL. 9 No.2 Juli 2014
149
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Dari penjelasan di atas seorang da’i sebelum memulai dakwahnya harus memperhatikan beberapa hal, yakni merumuskan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, memperhatikan kemampuan dan keahlian da’i, memperhatikan kondisi masyarakat sebagai mad’unya, aspek kejiwaan mad’u dan efektifitas dan efisiensi kegiatan dakwah yang dilakukan. Umat Islam saat ini sangat memerlukan bimbingan kearah kebenaran, maka dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal antara lain: 1) Mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap kepentingan masyarakat. 2) Mengintensifkan dialog dan menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk memperbaiki keadaan. 3) Memfasilitasi masyarakat agar mampu memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi sosial yang mereka kehendaki. 4) Menjadikan dakwah sebagai media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan.15 Strategi dakwah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah taktik atau berbagai macam cara dakwah yang digunakan ‘Aisyiyah dalam melaksanakan program keluarga sakinah dilihat dari analisis SWOT serta memperhatikan asas-asas dalam berdakwah. 2. Keluarga Sakinah Aspek yang sangat menentukan kemajuan suatu bangsa adalah keluarga. Keluarga adalah masyarakat terkecil sekurang-kurangnya terdiri dari pasangan suami istri sebagai sumber intinya berikut anakanak yang lahir dari mereka. Sakinah adalah rasa tentram, aman dan damai. Seseorang merasa tentram jika terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material secara layak dan seimbang. Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Namun, penggunaan nama sakinah itu diambil dari al Qur’an surat Ar-Rum (30) ayat 21, yaitu :
15
Ibid, 172
VOL. 9 No.2 Juli 2014
150
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Artinya : “ Dan di antara tanda-tanda (kebesaran) -Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”16 Dalam ayat diatas terkandung kelimat “Litaskunu ilaiha”, yang artinya bahwa Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia dari jenis yang sama agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Kata Sakinah biasanya akan diikuti kata mawaddah dan rahmah sebagaimana yang terdapat dalam Firman Allah (QS/30:21). Pengertian Mawaddah dalam ayat ini adalah cinta yang dalam karena dorongan nafsu. Setiap makhluk Allah diberikan rasa cinta ini, baik manusia maupun hewan. Dalam Mawaddah kata cinta lebih condong pada material seperti cinta karena harta, cinta karena kecantikan atau ketampanan seseorang, cinta karena keturunan seseorang dan lain sebagainya. Mawaddah bermakna pula mahabbah yang artinya cinta dan kasih sayang.17 Dapat disimpulkan Mawaddah adalah cinta yang berlandaskan pada fisik semata. Sedangkan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, rejeki. (lihat : Kamus Arab, kitab ta’riifat, Hisnul Muslim (Perisai Muslim) Jadi, Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih condong pada sifat qolbiyah atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu, menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah ini akan muncul manakala niatan pertama saat melangsungkan pernikahan adalah karena mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah serta bertujuan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.18 Dalam hal ini 16
Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Diponegoro, 2004, hal. 406 17 ibid 18 ibid
VOL. 9 No.2 Juli 2014
151
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Rahmah adalah cinta yang sebenarnya karena sejak awal menikah tujuan awal menikah adalah untuk beribadah dan mengikuti sunnah Rasulullah. Jadi Keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah (keluarga SAMARA) adalah keluarga yang diwarnai dengan keberkahan dan kebahagiaan hidup dihiasi dengan rasa cinta dan sayang, landasan utamanya ingin mendapatkan ridho Allah SWT dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Keluarga Sakinah dambaan setiap muslim. Siapapun dia ketika sudah berkeluarga pasti menginginkan adanya rasa cinta, adanya rasa tentram, adanya kebahagiaan dalam rumah tangganya. Sehingga berada dalam lingkungan keluarga didapatkan kedamaian, dan kebahagiaan. Lebih dari itu dari keluarga sakinah diharapkan lahir dan berkembang generasi yang sholeh dan sholehah yang sedap dipandang mata (Qurota A’yun). Bukan sebaliknya berada di keluarga malah bagaikan neraka, panas, bising, stress dan sebagainya karena keluarga yang dimiliki tidak seperti yang diharapkan. Keluarga sakinah merupakan idaman setiap orang, keluarga yang penuh rasa cinta dan sayang. Dalam buku “Psikologi Keluarga Sakinah” yang ditulis Dr. H. Khoiruddin Bashori yang ditelaah oleh Mutiullah, dinyatakan ada empat hal untuk mencapai keluarga sakinah : 1. Mencintai dan dicintai adalah kunci utama dalam membina keluarga sakinah. Membentuk keluarga yang sakinah adalah proses yang terus menerus diusahakan dengan ketulusan cinta dan kasih sayang. 2. Dalam banyak kasus perselisihan keluarga banyak yang sebetulnya hanya disebabkan oleh kurang lancarnya komunikasi. 3. Keluarga sakinah adalah keluarga yang menemukan kesesuaian antara suami dan istri. Saling memahami apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.19 Keluarga sakinah bisa dicapai dengan cara saling memberi cinta dan sayang, komunikasi yang intensif dan saling memenuhi antara suami dan istri. Mutiullah mengatakan sebuah keluarga dikatakan sehat jika memenuhi 5 prinsip : a. Power and intimacy (kekuatan/kekuasaan dan keintiman). Bagi suami istri perasaan memiliki hak yang sama untuk
19
Mutiullah, Menggapai keluarga Sakinah, Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, No. 08/th.ke 91/16-30 april 2006 hal.41
VOL. 9 No.2 Juli 2014
152
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan dasar penting kedekatan hubungan. b. Honesty and freedom of expression, kejujuran dan kebebasan berpendapat. Setiap anggota keluarga bebas mengeluarkan pendapat, termasuk pendapat yang berbeda-beda. Walaupun berbeda pendapat tetap diperlakukan sama. c. Warmth, joy and humor, Kehangatan, kegembiraan dan humor. Ketika kegembiraan dan humor hadir dalam hubungan keluarga, setiap anggota keluarga akan merasakan kenyamanan dalam berinteraksi. Keceriaan dan rasa saling percaya diantara seluruh komponen keluarga merupakan sumber penting kebahagiaan rumah tangga. d. Organiztion and negotiating, ketrampilan organisasi dan negosiasi. Mengkoordinasikan berbagai tugas dan melakukan negosiasi ketika terdapat bermacam-macam perbedaan pandangan mengenai banyak hal untuk dicarikan solusi terbaik. e. Value system, sistem nilai yang menjadi pegangan bersama. Nilai moral keagamaan yang dijadikan sebagai pedoman seluruh komponen keluarga merupakan acuan pokok dalam melihat dan memahami realitas kehidupan serta sebagai rambu-rambu dalam mengambil keputusan.20 Hal-hal di atas dapat terwujud jika ada saling pengertian antara suami dan istri, tidak merasa paling baik dari pasangannya. Keluarga sakinah memang sesuatu yang tidak mudah untuk diwujudkan. Berikut adalah ciri -ciri keluarga sakinah mawaddah wa rahmah menurut Nurul Hakki MS, adalah : 1. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallahu bi ahli baitin khoiran dst) yakni; Memiliki kecenderungan kepada agama Yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda Sederhana dalam belanja Santun dalam bergaul Selalu introspeksi atau bahasa dikampung saya mawas diri. 2. Dalam hadis Nabi yang lain disebutkan juga Empat yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni suami / isteri yang setia (saleh/salehah) 20
Ibid,
VOL. 9 No.2 Juli 2014
153
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Anak-anak yang berbakti Lingkungan sosial yang sehat Makmur rizkinya. 3. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, bak pakaian dan yang memakainya Q/2:187). 4. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf) coba kita perhatikan firman Allah Q/4:19) 5. Suami istri secara tulus menjalankan masing-masing kewajibannya dengan didasari keyakinan bahwa menjalankan kewajiban itu merupakan perintah Allah SWT yang dalam menjalankannya harus tulus ikhlas. Suami menjaga hak istri dan istri menjaga hak-hak suami. Dari sini muncul saling menghargai, mempercayai, setia dan keduanya terjalin kerjasama untuk mencapai kebaikan didunia ini sebanyak-banyaknya melalui ikatan rumah tangga. Suami menunaikan kewajiabannya sebagai suami karena mengharap ridha Allah. Dengan menjalankan kewajiban inilah suami berharap agar amalnya menjadi berpahala disisi Allah SWT. Sedangkan istri, menunaikan kewajiban sebagai istri seperti melayani suami, mendidik anak-anak dan sebagainya. 6. Semua anggota keluarganya beriman dan bertaqwa kepada Allah dan rasul-Nya (shaleh-shalehah). Artinya hukum-hukum Allah dan agama Allah terimplementasi dalam pergaulan rumah tangganya. 7. Rizqinya selalu bersih dari yang diharamkan Allah SWT. Penghasilan suami sebagai tonggak berdirinya keluarga itu selalu menjaga rizki yang halal. Suami menjaga agar anak-anak dan istrinya tidak berpakaian, makan, bertempat tinggal, memakai kendaraan, dan semua pemenuhan kebutuhan dari cara yang haram. Dia berjuang untuk mendapatkan rizki halal saja. 8. Anggota keluarga selalu ridha terhadap anugrah Allah SWT yang diberikan kepada mereka. Jika diberi lebih mereka bersyukur dan berbagi dengan fakir miskin. Jika kekurangan mereka sabar dan terus berikhtiar. Mereka keluarga yang selalu berusaha untuk memperbaiki semua aspek kehidupan mereka dengan wajib menuntut ilmu-ilmu agama Allah SWT. 21
21
Nurul Hakki MS, Merajut Keluarga Sakinah mawadah warahmah : http://kubahkuning.blogspot.com/2012/04/merajut-keluarga-sakinah-mawaddahwa.htmlhttp://kubahkuning.blogspot.com/2012/04/merajut-keluarga-sakinahmawaddah-wa.html, akses tanggal 13 januari 2015
VOL. 9 No.2 Juli 2014
154
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
Suami istri punya hak yang sama dalam menentukan sebuah keputusan, adanya kejujuran dan kebebasan berpendapat, adanya kehangatan, kegembiraan dan humor, trampil mengkoordinasikan berbagai tujuan dan negosiasi jika ada perbedaan pendapat serta menjadikan Islam sebagai acuan dasar dalam keluarga. Dalam rangka menciptakan keharmonisan rumah tangga ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : pertama, jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah yang menimbulkan rasa penyesalan. Kedua, berfikir obyektif dalam menghadapi suatu masalah sehingga tidak menjadi semakin kompleks. Ketiga, lihat kelebihan pasangan bukan sebaliknya mencari kekurangan pasangan kita. Keempat, sertakan saklaritas berumah tangga dengan menggunakan syariat Allah swt.22 Membentuk dan membina keluarga Islami merupakan cita-cita luhur setiap muslim. Salah satu metode membina keluarga Islami adalah dengan menerapkan konsep MESRA ( mendidik, empati, senyum, rapi-rajin, aktif), yaitu : a) Mendidik. Suami punya kewajiban untuk mendidik istrinya dalam mengembangkan berbagai potensi kebaikan. Sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Qur’an Surat At-Tahrim ayat 6. Peran saling mendidik dan khususnya isyarat self-learning process (proses pembelajaran mandiri) bagi para istri tertuang pada Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 34. b) Empati. Empati adalah awal sikap untuk membantu dengan cara berinteraksi, mendengar dan menghayati orang lain. Saling empati akan menimbulkan suasana harmonis. c) Senyum. Menghiasi wajah dengan senyuman sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Menjaga suasana senyum di rumah tangga pada hakikatnya adalah menjaga kondisi agar hati kita senantiasa hidup dengan zikir kepada Allah. d) Rapi-rajin. Menjaga penampilan agar tetap rapi dan indah, membuat pasangan kita menjadi tertarik. Rasulullah juga mencontohkan suami istri untuk berdandan buat pasangannya. e) Aktif. Kerjasama yang baik antara suami istri sangat dibutuhkan untuk mencapai keluarga yang dicita-citakan. Gambaran kerja sama kaum laki-laki dan kaum perempuan untuk melakukan
22
Nora, 4 kunci rumah tangga Harmonis, Perkawinan dan Keluarga menuju keluarga sakinah, No. 419/XXXV/2007, hal. 8-10
VOL. 9 No.2 Juli 2014
155
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
perbaikan kondisi sosial masyarakat dalam Qur’an Surat AtTaubah ayat 71.23 Keluarga sakinah diawali dari pernikahan Islami. Pernikahan yang dilakukan oleh seorang muslim jika dipandang dari sudut pandang Islam punya beberapa manfaat, pertama, pemenuhan kebutuhan seksual dan pembentukan keturunan yang sholeh. kedua, ketenangan. ketiga, wanita dan pria hiasan satu bagi yang lain. keempat, suami dan istri tempat saling berbagi.24 Dalam rangka membina dan memelihara keluarga yang bahagia, sejahtera, dan penuh dengan sakinah, mawaddah warrahmah, serta bertanggung jawab, maka Islam telah menetapkan asas-asas pembinaan dan pemeliharaan, sebagai berikut : a. Dalam Islam upaya yang harus dilakukan sebelum melangkah kepada pernikahan ialah saling mengenal antara calon suami dan calon istri. Yang utama adalah memilih yang seagama (Islam), berakhlak mulia bukan hanya karena kecantikannya, atau hanya keturunannya,atau hanya hartanya saja. Sebagaimana Hadits Nabi : Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw, beliau bersabda : Perempuan dinikahi karena empat hal : karena hartanya, karena kemuliaan keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya, maka utamakanlah perempuan yang beragama, semoga kamu diberkahi Allah. (HR. Al-Bukhori, kitab An-nikah, III:155) b. Khitbah (peminangan). Jika sudah saling mengenal, kemudian telah memantapkan hati maka langkah selanjutnya adalah khitbah (meminang). Dalam meminang dierbolehkan melihat wajahnya, tangannya, kakinya, serta mendengarkan percakapannya untuk mengetahui suara dan pemikirannya. Peminangan bukanlah pernikahan maka keduanya wajib menjaga diri sesuai dengan syariah Islamiyah. c. Ridho (menerima dengan ikhlas). Dalam membina keluarga, menurut syari’ah Islamiyah setelah saling mengenal, khitbah maka harus ada keridhoan dari kedua belah pihak. Sebab pernikahan tidak boleh dilakukan dengan keterpaksaan. d. Kafa’ah (kesepadanan : kesejodohan). Kafa’ah dalam hal agama harus dipenuhi supaya lahir sifat saling menghormati, saling 23
Ummu Hidayati, Konsep “MESRA” Membina Rumah Tangga, “ Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 421/xxxv/ 2007, hal. 16-19 24 Ayatullah Husain Mazhahiri, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga, Jawa Barat : Cahaya, 2001, hal. 141-145
VOL. 9 No.2 Juli 2014
156
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
menghargai, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak menganggap dirinya lebih tinggi dan mulia dari yang lainnya sehingga akan lahirlah ketentraman dan kebahagiaan. Sebaliknya jika tidak kafa’ah maka akan lahir sifat sombong, merendahkan dan menghina istri/suami dan bisa menyebabkan pertikaian dan perceraian. e. Mahar (maskawin) dari calon suami kepada calon istri sebagai lambang penghargaan dan tanggung jawab suami kepada istri dan kebulatan niatnya untuk menikahi calon istrinya. Rasulullah menganjurkan supaya maskawin tidak memberatkan dan tidak pula berlebih-lebihan. f. Hak dan kewajiban istri/suami disesuaikan dengan fitrah manusia laki-laki, perempuan serta ‘urf (adat kebiasaan suatu bangsa/negara).25 Ada beberapa faktor penyebab kegagalan membina kebahagiaan dan keharmonisan hubungan suami istri, terutama dalam mewujudkan suasana “SAMARA” dalam rumah tangga, yaitu : Pertama, kurangnya perhatian terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan fase pra nikah. Kedua, kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban diantara pasangan suami istri itu sendiri. Ketiga, ketidakmampuan untuk bersikap realistis dalam masalah nafkah (lahir maupun batin), sifat masing-masing, pemenuhan hak dan kewajiban, serta masalah lainnya. Keempat, kurang memahami masalah psikis/kejiwaan masingmasing pihak. Kelima, pengabaian terhadap masalah anak, yang seharusnya mendapat perhatian serius. Keenam, ketidak mampuan bersikap proporsional dalam menghadapi problem rumah tangga, yang seringkali muncul setiap waktu.26 Selain beberapa hal diatas, ada faktor lain yang dapat menghambat terciptanya suasana ‘samara’ dalam rumah tangga, seperti masalah ekonomi, komunikasi, campur tangan pihak lain dalam urusan internal, kurangnya bantuan yang cukup dalam mengurus rumah tangga dan pendidikan anak, faktor penyakit atau aib salah satu pihak dan lainya. Demikan beberapa teori tentang pembinaan keluarga sakinah, dimulai dari pengertian, hal-hal yang harus diperhatikan dalam mewujudkan keluarga sakinah, dan penyebab kegagalan membina keluarga sakinah. 25
Sa’ad Abdul Wahid, Pembinaan Keluarga dan Pemeliharaannya (3), Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, No. 10/th ke 90 mei 2005 26 Redi Mulyadi, Mewujudkan Rumah Tangga SAMARA, Jakarta : Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 437/XXXVI/2009, hal, 21
VOL. 9 No.2 Juli 2014
157
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
3. Strategi Dakwah ‘Aisyiyah Dalam Pembinaan Keluarga Sakinah ‘Aisyiyah adalah organisasi otonom Muhammadiyah. Organisasi ini lahir sebagai pendukung usaha Dakwah Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah lebih Fokus pada persoalan umum, ‘Aisyiyah lebih fokus pada masalah kaum wanita. Tujuan awalnya adalah memberantas kebodohan dikalangan kaum wanita sehingga mereka bisa maju, tidak tertinggal dengan kemajuan kaum pria. Dari Organisasi sederhana kini ‘Aisyiyah sudah berkembang menjadi Organisasi besar dan mampu bersaing dengan organisasi wanita lainnya. Tujuan ‘Aisyiyah sejalan dengan tujuan Muhammadiyah yakni mewujudkan masyarakat Islam yang sebenarnya. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut ‘Aisyiyah menjalankan berbagai macam program diantaranya program keluarga sakinah yang dimulai sejak diselenggarakannya Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang tahun 2005. Dalam suatu pembinaan terdapat beberapa unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu : pembina, masyarakat yang dibina, materi pembinaan, metode pembinaan dan dana yang dibutuhkan dalam pembinaan. Pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan ‘Aisyiyah dilakukan oleh pengurus ‘Aisyiyah, mubaligh/mubalighot dari Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Masyarakat yang dibina adalah warga dan simpatisan ‘Aisyiyah. Sedangkan materi pembinaan telah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah berupa modul-modul pembinaan meliputi bidang aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah. Metode pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan meliputi pembinaan dibidang keagamaan melalui pengajian ranting, cabang, daerah, wilayah dan pusat. Bidang kesejahteraan memberikan bantuan kepada keluarga dhuafa yang memerlukan bantuan, sosialisasi program keluarga sakinah dan qoryah thoyibah ke daerah-daerah ‘Aisyiyah, serta kegiatan pengkaderan (baitul arqom) kepada pengurus ‘Aisyiyah dan pengurus amal usaha ‘Aisyiyah. Sedangkan dana dalam pembinaan ini merupakan swadaya warga ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah, serta sumbangan dari amal usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan ‘Aisyiyah sudah berjalan cukup lama, namun penulis belum mendapatkan data tentang evaluasi terhadap program tersebut, sehingga tingkat keberhasilan dan kelemahan program tersebut belum dapat diketahui secara pasti dan belum bisa diambil langkah selanjutnya. Strategi dakwah ‘Aisyiyah dalam pembinaan keluarga sakinah jika dilihat dari sisi analisis SWOT, Pertama, kekuatan yang dimiliki ‘Aisyiyah adalah organisasi yang terstruktur dari pusat, wilayah, VOL. 9 No.2 Juli 2014
158
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
daerah, cabang dan ranting. Amal usaha ‘Aisyiyah yang meliputi bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, kesejahteraan yang diarahkan demi tercapainya program keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah. Kedua, kelemahan yang dimiliki adalah program belum tersosialisasi secara maksimal kesetiap ranting ‘Aisyiyah. Sehingga masih ada ranting yang belum paham tentang program keluarga sakinah yang dijalankan ‘Aisyiyah. Dalam hal evaluasi program keluarga sakinah belum dilaksanakan secara maksimal sehingga hasil yang dicapai juga tidak maksimal . Ketiga, peluang, adanya dukungan penuh dari organisasi induknya yakni Muhammadiyah dalam menjalankan setiap program kerjanya, dukungan amal usaha yang dimiliki ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah, dukungan pemerintah dan lembaga sosial lainnya. Keempat, ancaman berupa perang pemikiran yang berkaitan dengan pendangkalan aqidah umat Islam, perubahan gaya hidup menjadi serba materialisme, sekulerisme, hedonisme dan sebagainya yang mengancam keluarga-keluarga muslim. Berdasarkan analisis diatas, solusi yang dapat dilakukan yakni dengan memanfaatkan berbagai macam kekuatan yang dimiliki didukung dengan berbagai peluang yang ada, maka ‘Aisyiyah sebagai organisasi yang peduli terhadap kehidupan keluarga muslim dapat menghadapi kelemahan sekaligus ancaman yang akan merusak kebahagiaan dalam keluarganya. Mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mensosialisasikan program keluarga sakinah kesetiap warga ‘Aisyiyah, meningkatkan pengawasan terhadap program tersebut berikut melakukan evaluasi sehingga program tersebut dapat berjalan secara efektif dan efesien serta mendapatkan hasil yang maksimal. Strategi dakwah yang dijalankan ‘Aisyiyah meliputi beberapa hal, yaitu : Pertama, berorientasi pada tauhid (sumber hukum Islam) dalam program keluarga sakinah landasan yang digunakan adalah Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21. Keluarga yang berlandaskan ajaran Islam, sehingga akan timbul rasa ketenangan dan kebahagiaan yang dirasakan seluruh anggota keluarga (sakinah, mawaddah warramah). Kedua, adanya perubahan dalam masyarakat yang berimplikasi pada perubahan paradigma pemahaman agama masyarakat. Karena masyarakat yang faham tentang ajaran Islam akan membangun keluarganya menjadi keluarga yang baik, sakinah mawaddah wa rahmah. Untuk mencapai masyarakat yang paham tentang ajaran agamanya harus dilakukan pembinaan secara rutin sehingga materi yang didapatkan sistematis dan menyeluruh. ‘Aisyiyah menanamkan pemahaman keagamaan dengan pengajian rutin yang dilakukan setiap VOL. 9 No.2 Juli 2014
159
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
pekan. Ketiga, strategi dakwah ‘Aisyiyah dalam pembinaan keluarga sakinah berorientasi pada Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Mendukung segala perbuatan baik yang dilakukan masyarakat dan mencegah perbuatan munkar yang berada di lingkungan masyarakat yang dapat merusak akhlak keluarga, seperti pergaulan bebas remaja, minumminuman keras, video porno. Keempat, strategi dakwah memberi tekanan pada pemberdayaan ummat, penekanan pada memperkuat keluarga Islami yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, punya kesadaran untuk saling berbagi dan membantu yang kekurangan dengan cara memberikan santunan kepada para keluarga dhuafa. Beberapa asas yang diterapkan dalam strategi dakwah, yaitu : merumuskan tujuan, keahlian dan kemampuan da’i, kondisi mad’u, psikologis mad’u dan efektif serta efisiensi. Tujuan ‘Aisyiyah adalah membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan program keluarga sakinah menjadi salah satu jalan menuju tujuan tersebut, karena dari keluarga yang baik akan lahir masyarakat yang baik. Kemampuan dan keahlian da’i dalam melaksanakan pembinaan harus diperhatikan. Penguasaan materi, metode yang tepat dengan kondisi mad’u. Situasi dan kondoisi masyarakat obyek dakwah bersifat heterogen atau homogen sehingga membedakan dalam penerapan strategi. Aspek psikologis juga harus diperhatikan dan perlu mendapatkan perhatian da’i sehingga mereka dapat menerima pesanpesan yang disampaikan. Aspek efektif dan efesien, yakni pengeluaran dana yang sedikit tapi mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam rangka menciptakan Keluarga Sakinah, ‘Aisyiyah melakukan beberapa langkah strategis yang berpangkal dari keluarga, yakni, menjadikan anggota-anggota keluarga Muhammadiyah– ’Aisyiyah sebagai pelaku gerakan, baik dalam pembinaan keluarga sakinah maupun pembinaan Qaryah Thayyibah dan gerakan ‘Aisyiyah secara keseluruhan. Kemudian menjadikan keluarga-keluarga ‘Aisyiyah/ Muhammadiyah sebagai pemimpin/ koordinator Gerakan Qaryah Thayyibah atau Gerakan Jama’ah dan dakwah Jama’ah Muhammadiyah. Pembinaan keluarga dalam masyarakat berbasis keluarga sakinah, Qaryah Thayyibah, gerakan jama’ah, dan dakwah jama’ah yang diintegrasikan secara sinergi dengan gerakan Muhammadiyah di Cabang dan Ranting. Dan pembinaan putra-putri keluarga Muhammadiyah/’Aisyiyah sebagai kader dan pelaku gerakan di tingkat Cabang dan Ranting. Dengan upaya tersebut program keluarga sakinah dapat tercapai dengan baik. Pembinaan dalam keluarga ‘Aisyiyah juga dilakukan lewat pendidikan yang sudah difasilitasi ‘Aisyiyah-Muhammadiyah dari VOL. 9 No.2 Juli 2014
160
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
tingkat usia dini hingga perguruan tinggi. Perguruan ‘Aisyiyah Muhammadiyah menekankan pada akhlakul karimah, jam pelajaran ke-Islamannya lebih banyak dari sekolah umum lainnya, berlandaskan Al-qur’an dan Hadits. Mengikut sertakan dalam kegiatan organisasi yang berorientasi pada Amar makruf dan Nahi Munkar. Selanjutnya mengikutsertakan keluarganya dalam pengajian yang diselenggarakan baik pekanan, atau pengajian akbar yang diselenggarakan Muhammadiyah – ‘Aisyiyah agar mereka terlatih sejak dini untuk mempelajari Islam dan bersosialisasi dengan sesamanya. Kesimpulan Pembinaan keluarga sakinah yang dilakukan ‘Aisyiyah meliputi beberapa hal, yaitu pembinaan dilakukan oleh pengurus ‘Aisyiyah, mubaligh/mubalighot dari Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Masyarakat yang dibina adalah warga dan simpatisan ‘Aisyiyah. Materi pembinaan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah berupa modul-modul pembinaan meliputi bidang aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah. Metode pembinaan keluarga sakinah meliputi pembinaan dibidang keagamaan melalui pengajian ranting, cabang, daerah, wilayah dan pusat. Bidang kesejahteraan memberikan bantuan kepada keluarga dhuafa yang memerlukan bantuan, sosialisasi program keluarga sakinah dan qoryah thoyibah ke daerah-daerah ‘Aisyiyah, serta kegiatan pengkaderan (baitul arqom). Sedangkan dana dalam pembinaan ini merupakan swadaya warga ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah, serta amal usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Berdasarkan data dan wawancara yang penulis lakukan terhadap pengurus ‘Aisyiyah wilayah dan daerah lampung timur belum ada evaluasi terhadap program keluarga sakinah yang dijalankan oleh ‘Aisyiyah. Strategi dakwah ‘Aisyiyah dalam pembinaan keluarga sakinah jika dilihat dari sisi analisis SWOT yang digunakan Hisyam Ali dan dikutip Rafiudin dan Maulana Abdul Jalil , maka disimpulkan sebagai berikut : Pertama, kekuatan yang dimiliki ‘Aisyiyah adalah organisasi yang terstruktur dari pusat sampai desa (ranting). Amal usaha ‘Aisyiyah yang meliputi bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, kesejahteraan yang diarahkan demi tercapainya keluarga Sakinah Mawaddah Warrahmah. Kedua, kelemahan yang dimiliki adalah evaluasi program yang belum dilaksanakan secara maksimal. Ketiga, peluang, adanya dukungan penuh dari organisasi induknya yakni Muhammadiyah dalam menjalankan setiap program kerjanya, dukungan pemerintah dan lembaga sosial lainnya. Keempat, ancaman berupa perang pemikiran yang berkaitan dengan pendangkalan aqidah VOL. 9 No.2 Juli 2014
161
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
umat Islam, perubahan gaya hidup menjadi serba materialisme, sekulerisme, hedonisme dan sebagainya yang mengancam keluargakeluarga muslim. Adapun solusi yang dapat dilakukan yakni dengan memanfaatkan berbagai macam kekuatan yang dimiliki didukung dengan berbagai peluang maka ‘Aisyiyah sebagai organisasi yang peduli terhadap kehidupan keluarga muslim dapat menghadapi kelemahan sekaligus ancaman yang akan merusak kebahagiaan dalam keluarganya. Dalam rangka menciptakan Keluarga Sakinah, ‘Aisyiyah melakukan beberapa langkah strategis yang berpangkal dari keluarga, yakni, menjadikan anggota-anggota keluarga Muhammadiyah– ’Aisyiyah sebagai pelaku gerakan, baik dalam pembinaan keluarga sakinah maupun pembinaan Qaryah Thayyibah dan gerakan ‘Aisyiyah secara keseluruhan. Kemudian menjadikan keluarga-keluarga ‘Aisyiyah/ Muhammadiyah sebagai pemimpin/ koordinator Gerakan Qaryah Thayyibah atau Gerakan Jama’ah dan dakwah Jama’ah Muhammadiyah. Pembinaan keluarga dalam masyarakat berbasis keluarga sakinah, Qaryah Thayyibah, gerakan jama’ah, dan dakwah jama’ah yang diintegrasikan secara sinergi dengan gerakan Muhammadiyah di Cabang dan Ranting. Dan pembinaan putra-putri keluarga Muhammadiyah/’Aisyiyah sebagai kader dan pelaku gerakan di tingkat Cabang dan Ranting. Dengan upaya tersebut program keluarga sakinah dapat tercapai dengan baik. Pembinaan dalam keluarga ‘Aisyiyah juga dilakukan lewat pendidikan yang sudah difasilitasi ‘Aisyiyah-Muhammadiyah dari tingkat usia dini hingga perguruan tinggi. Perguruan ‘Aisyiyah Muhammadiyah menekankan pada akhlakul karimah, jam pelajaran ke-Islamannya lebih banyak dari sekolah umum lainnya, berlandaskan Al-qur’an dan Hadits. Mengikut sertakan dalam kegiatan organisasi yang berorientasi pada Amar makruf dan Nahi Munkar. Selanjutnya mengikutsertakan keluarganya dalam pengajian yang diselenggarakan baik pekanan, atau pengajian akbar yang diselenggarakan Muhammadiyah – ‘Aisyiyah agar mereka terlatih sejak dini untuk mempelajari Islam dan bersosialisasi dengan sesamanya.
VOL. 9 No.2 Juli 2014
162
Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan Komunitas
DAFTAR PUSTAKA Ayatullah Husain Mazhahiri, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga, Jawa Barat : Cahaya, 2001 Awaluddin Pimay, Metodologi Dakwah : Kajian Metodologis dari khazanah Al-Qur’an, Rasail, 2005 Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi , Bumi Aksara, 2003 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : Diponegoro, 2004 Hamzah Ya’kub, “Publisistik Islam Seni dan Tekhnik Dakwah, Bandung : CV. Diponegoro, 1973 Hafi Anshori, Pemahaman dan Pengamatan Dakwah, Surabaya : AlIkhlas, 1993 Mutiullah, Menggapai keluarga Sakinah, Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, No. 08/th.ke 91/16-30 april 2006 Nora, 4 kunci rumah tangga Harmonis, Perkawinan dan Keluarga menuju keluarga sakinah, No. 419/XXXV/2007 Nurul Hakki MS, Merajut Keluarga Sakinah mawadah warahmah : Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung : Pustaka Setia, 1997 Redi Mulyadi, Mewujudkan Rumah Tangga SAMARA, Jakarta : Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 437/XXXVI/2009 Syahidin, Pemberdayaan Ummat Berbasis Masjid,”Bandung : Al-FabelAlfabetha, 2003 Sa’ad Abdul Wahid, Pembinaan Keluarga dan Pemeliharaannya (3), Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, No. 10/th ke 90 mei 2005 Ummu Hidayati, Konsep “MESRA” Membina Rumah Tangga, “ Majalah Perkawinan dan Keluarga, No. 421/xxxv/ 2007 http://kubahkuning.blogspot.com/2012/04/merajut-keluarga-sakinahmawaddah- a.htmlhttp://kubahkuning.blogspot.com /2012/04/ merajut-keluarga-sakinah-mawaddah-wa.html, akses tanggal 13 januari 2015
VOL. 9 No.2 Juli 2014
163