SKENARIO NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTEMUAN KE-2 DAN 3 Pertemuan ke-2 Capaian Pembelajaran : Mahasiswa memiliki pemahaman tentang : (a) hakikat negara yang meliputi pengertian, sifat, fungsi, dan tujuan ; (b) asal mula terbentuknya negara ; (c) prinsip pokok negara hukum, khususnya negara hukum yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Indikator : 1. Mampu menjabarkan tentang hakikat, asal mula terbentuknya negara, dan prinsip pokok negara hukum. 2. Mampu mengklasifikasikan, membedakan, dan membandingkan prinsip pokok negara hukum di dunia. 3. Mampu menyimpulkan bahwa negara Republik Indonesia menjalankan penyelenggraan negaranya berdasarkan hukum dan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Skenario : 1. Tutor membagi mahasiswa menjadi 5 kelompok sesuai dengan topik yang akan didiskusikan, yaitu Rechtsstaat, Rule of Law, Socialist Legality, Nomokrasi Islam, dan negara hukum yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila (Negara Hukum Pancasila). 2. Setiap kelompok memilih ketua dan sekretaris, untuk memimpin jalannya diskusi dan mencatat hasil diskusi kelompoknya. 3. Setiap kelompok diberikan tugas untuk mendiskusikan karakteristik dari masing-masing konsep negara hukum tersebut, yang meliputi : a. Struktur sosial masyarakat b. Tradisi dan sumber hukum yang digunakan c. Hubungan antara agama dan negara d. Contoh kasus 4. Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. 5. Tutor mengevaluasi hasil diskusi mahasiswa. Pertemuan ke-3 Capaian Pembelajaran : 1. Mahasiswa memiliki pemahaman tentang peran warga negara. 2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan perannya sebagai warga negara dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mahasiswa mampu menganalisis dan mengevaluasi praktek penyelenggaraan negara hukum di Indonesia. Indikator : 1. Mampu mendefinisikan dan mengklasifikasikan beberapa definisi warga negara. 2. Mampu menjelaskan tentang peran warga negara. 3. Mampu mengimplementasikan dan menentukan sikapnya sebagai warga negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. 4. Mampu menelaah problematika penyelenggaraan negara hukum di Indonesia.
5. Mampu mengkritisi penyelewengan dalam penyelenggaraan negara hukum, baik yang dilakukan oleh warga negara maupun aparatur negara. Skenario : 1. Tutor memutarkan video/dokumentasi tentang pelanggaran hukum dan etika yang biasa terjadi di masyarakat. 2. Tutor menunjuk mahasiswa secara acak (random), kemudian dosen meminta kepada mahasiswa yang bersangkutan menganalisis dan memberikan kejelasan sikapnya atas video/dokumentasi tersebut. 3. Kemudian tutor menunjuk mahasiswa lain untuk menanggapi gagasan dan sikap mahasiswa tersebut, sehingga terdapat arus timbal balik dalam suatu diskusi. 4. Tutor mereview hasil diskusi, meluruskan pemahaman mahasiswa dan mengevaluasi proses diskusi tersebut. Media / Bahan Ajar : Video kasus-kasus pelanggaran hukum atau etika, misalnya : a. https://www.youtube.com/watch?v=yZIltpvFOOA b. https://www.youtube.com/watch?v=2ICXxyocyf8 Bahan bacaan : 1. Darji Darmodiharjo dan Shidarta. 2006. Pokok-Pokok Filsafat Hukum Cetakan ke-6. Jakarta : Gramedia Pustaka 2. Esmi Warassih. 2011. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro 3. Harmaily Ibrahim & Moh. Kusnardi. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara UI & CV Sinar Bakti 4. Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika ________________ . 2014. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada 5. Lawrence M. Friedman. 2011. Sistem Hukum : Perspektif Ilmu Sosial (Terjemahan) : The Legal System : A Social Science Perspective. Bandung : Nusa Media. 6. Mahfud MD. 2010. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers _________. 2006. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta: LP3ES IKAPI 7. Philippe Nonet, Philip Selznick. 2010. Hukum Responsif (Terjemahan) Law and Society in Transition : Toward Responsive Law. Bandung : Nusa Media 8. Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu Hukum . Bandung : Citra Aditya _____________ . 1980 . Hukum, Masyarakat & Pembangunan. Bandung : Alumni 7. Suparlan Al Hakim. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang : Madani 8. Suteki. 2013. Desain Hukum di Ruang Sosial. Yogyakarta & Semarang : Thafa Media & Satjipto Rahardjo Institute 9. Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : Alfabeta
Materi Ajar PENDAHULUAN Negara merupakan gejala kehidupan di sepanjang sejarah umat manusia. Konsep negara berkembang dari bentuknya yang paling sederhana sampai pada bentuk yang paling kompleks di zaman sekarang. Sebagai bentuk organisasi kehidupan bersama dalam masyarakat, negara selalu menjadi pusat perhatian dan objek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia.1 Pembahasan tentang organisasi dan kelembagaan negara merupakan hal pokok yang dapat dimulai dengan pemahaman terhadap hakikat kekuasaan yang dilembagakan atau diorganisasikan ke dalam bangunan kenegaraan. HAKIKAT NEGARA Dalam pembahasan tentang hakikat negara, akan dibahas secara rinci mengenai pengertian ; unsur-unsur ; sifat, tujuan, dan fungsi negara. a. Pengertian Negara Secara etimologi, negara berasal dari kata staat (Belanda dan Jerman), State (Inggris), Etat (Perancis), atau Statum (Latin). Artian tersebut berarti “meletakkan dalam keadaan berdiri”, “menempatkan”, atau “membuat berdiri”. Negara merupakan kelanjutan dari keinginan manusia untuk bersama dan berkumpul dengan orang lain dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin luas pergaulan manusia, semakin banyak pula kebutuhan akan suatu organisasi negara yang dapat melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya.2 Sedangkan definisi negara menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
ü John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778) Negara adalah suatu badan atau organisasi hasil daripada perjanjian masyarakat. ü Max Weber Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. ü Roger F. Soltau Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat. ü J.H.A. Logemann Negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang mempunyai tujuan melalui kekuasaannya untuk mengatur serta menyelenggarakan sesuatu (berkaitan dengan jabatan, fungsi lembaga kenegaraan, atau lapangan kerja) dalam masyarakat. Dari berbagai pendapat di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu 1
Jimly Asshiddiqie. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm 9 2 Tim Nasional Dosen Pendidikan Kewarganegaraan. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Terbaru Untuk Mahasiswa. Bandung : Alfabeta, hlm 87-88
pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut. Negara juga merupakan suatu perserikatan yang melaksanakan suatu pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa demi ketertiban sosial. b. Unsur-unsur Pembentuk Negara Berdasarkan Konvensi Montevideo (Uruguay) tahun 1993, disepakati bahwa suatu negara harus memiliki unsur konstitutif dan unsur deklaratif . ü Unsur konstitutif adalah unsur yang wajib ada ketika negara berdiri, meliputi : ü Rakyat Rakyat suatu negara adalah semua orang yang secara nyata dalam suatu wilayah negara, yang tunduk dan patuh terhadap peraturan dalam negara tersebut. Namun secara sosiologis, rakyat adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa persamaan dan yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Sedangkan dalam pengertian yuridis, rakyat merupakan warga negara dalam suatu negara yang memiliki ikatan hukum dengan pemerintah. Rakyat dapat dibedakan menjadi dua ; penduduk dan bukan penduduk. Penduduk adalah orang-orang yang berdomisili secara tetap dalam wilayah suatu negara untuk jangka waktu yang lama. Penduduk itu sendiri dibedakan menjadi dua ; warga negara dan bukan warga negara. Warga negara adalah orang-orang yang secara sah menurut hukum menjadi anggota suatu negara, dengan status kewarganegaraan warga negara asli atau warga negara keturunan asing. Sedangkan yang dimaksud bukan warga negara adalah mereka yang berada di Indonesia tetapi menurut hukum tidak diakui sebagai anggota suatu negara, mereka berstatus sebagai warga negara asing. ü Wilayah Wilayah merupakan salah satu unsur mutlak bagi suatu negara. Jika warga negara merupakan dasar personal suatu negara maka wilayah merupakan landasan material atau landasan fisik negara. Wilayah suatu negara biasanya terdiri dari : Wilayah Daratan Suatu negara biasanya ditentukan batas-batasnya melalui perjanjian antar negara, baik yang berbentuk bilateral maupun multilateral. Batas daratan biasanya ditentukan ciri-ciri alamiah seperti gunung dan sungai, atau biasa juga dibuat batas buatan dalam bentuk tembok pembatas. Wilayah Lautan Berdasarkan hasil Konvensi Hukum Laut III yang diadakan PBB tanggal 10 Desember 1982 di Jamaica ditentukan sebagai berikut : • Laut Teritorial : 12 mil diukur dari garis pantai yang menghubungkan pulau terluar kepulauan suatu negara, yang diukur pada saat air surut. • Zona Bersebelahan : 12 mil dari laut teritorial suatu negara. • Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) : 200 mil dari garis pantai menuju laut bebas. Di zona ini, negara pantai berhak menggali dan mengolah segala kekayaan alam untuk kegiatan ekonomi negara tersebut. • Landas Kontinen : daratan di bawah permukaan laut di wilayah laut teritorial dengan kedalaman 200 meter atau lebih.
• Landas Benua : lebih dari 200 mil dari garis pantai. Di zona ini negara boleh mengelola kekayaan dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat internasional. Wilayah Udara Dalam Konvensi Paris tahun 1949 dinyatakan bahwa negara-negara merdeka dan berdaulat berhak melakukan eksplorasi dan eksploitasi di wilayah udaranya, misalnya untuk kepentingan radio, satelit, dan penerbangan. Di Indonesia ketentuan tentang wilayah udara diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, berdasarkan undang-undang tersebut, maka batas wilayah kedaulatan yang termasuk orbit geostasioner adalah setinggi 35.761 kilometer. Wilayah Eksteritorial adalah wilayah suatu negara yang berada di luar wilayah negaranya. Dengan kata lain wilayah negaranya berada di wilayah negara lain. Contoh : kantor kedutaan besar yang berada di suatu negara ; kapal asing yang berlayar di laut bebas dengan berbendera suatu negara. Pemerintahan yang Berdaulat Kedaulatan (sovereignty) suatu negara biasa dihubungkan dengan konsep kekuasaan tertinggi atau konsep kedaulatan, dalam filsafat hukum dan kenegaraan dikenal adanya lima ajaran atau teori, yaitu : Kedaulatan Tuhan (Sovereignty of God), Kedaulatan Raja (Sovereignty of The King) , Kedaulatan Hukum (Sovereignty of Law), Kedaulatan Rakyat (People’s Sovereignty), dan Kedaulatan Negara (State’s Sovereignty). 3 Adapun yang dimaksud dengan pemerintahan yang berdaulat adalah : • Berdaulat ke dalam, artinya memiliki kewenangan tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi negara sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. • Berdaulat ke luar, artinya pemerintah berkuasa penuh, bebas dan tidak tunduk pada kekuatan lain. Pemerintah harus pula menghormati kedaulatan negara lain dengan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. ü Unsur deklaratif berkaitan dengan pengakuan negara yang satu terhadap negara yang lain, yang memungkinkan terjadinya hubungan antar negara, misalnya berupa hubungan diplomatik, hubungan dagang, hubungan kebudayaan, dan lain-lain. Pengakuan terbagi menjadi dua, yaitu : ü Pengakuan de facto, yaitu pengakuan berdasarkan kenyataa yang ada atau fakta yang sungguh-sungguh nyata tentang berdirinya suatu negara. Pengakuan ini ada yang bersifat tetap dan sementara. ü Pengakuan de jure, yaitu pengakuan berdasarkan pernyataan resmi menurut hukum internasional.
3
Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta : Sinar Grafika, hlm 135
c. Sifat, Tujuan, dan Fungsi Negara (i) Sifat Negara ü Sifat Memaksa Setiap negara dapat memaksakan kehendak dan kekuasaannya, baik melalui jalur hukum maupun jalur kekuasaan atau kekerasan. ü Sifat Monopoli Setiap negara menguasai hal-hal tertentu demi tujuan
negara tanpa ada saingan. ü Sifat Totalitas Semua peraturan perundang-undangan berlaku bagi semua warga negara tanpa kecuali, mencakup seluruh kewenangan negara, misalnya semua orang harus membayar pajak, semua orang wajib membela negara, semua orang sama di hadapan hukum, dan sebagainya. (ii) Tujuan Negara ü Teori Kekuasaan Menurut Shang Yang, tujuan negara adalah memperoleh kekuasaan yang sebesar – besarnya dengan cara menjadikan rakyatnya miskin, lemah dan bodoh. Sementara Machiavelli berorientasi bahwa tujuan negara adalah kekuasaan yang digunakan untuk mencapai kebesaran dan kehormatan negara. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang pemimpin dibenarkan bertindak kejam dan licik. ü Teori Perdamaian Dunia Menurut Dante Allegieri, tujuan negara adalah untuk menciptakan perdamaian dunia, yang dapat dicapai apabila seluruh negara berada dalam kerajaan dunia (imperium) dengan undang-undang yang sama bagi semua negara. ü Teori Jaminan Hak dan Kebebasan Tokoh dari teori ini adalah Immanuel Kant dan Kranenburg. Keduanya menganjurkan agar hak dan kebebasan warga negara terjamin, di dalam negara harus dibentuk peraturan atau undang-undang. Namun keduanya memiliki perbedaan, menurut Kant dalam suatu negara perlu dibentuk negara hukum klasik (negara sebagai penjaga malam), sedangkan Kranenburg menghendaki dibentuknya negara hukum modern (welfare state) (iii) Fungsi Negara Secara umum fungsi negara adalah melaksanakan penertiban, mengusahakan kesejahteraan, pertahanan, menegakkan keadilan. Berikut adalah fungsi negara menurut beberapa ahli : ü Mac Iver, berpendapat bahwa fungsi negara adalah memelihara ketertiban dalam batas-batas wilayah negara, konservasi dan pengembangan. ü Van Vollenhoven, merumuskan empat fungsi negara, yaitu fungsi menyelenggarakan (bestuur), fungsi mengadili (rechtspraak), fungsi membuat peraturan (regeling), dan fungsi ketertiban dan keamanan (politie) ü John Locke, membagi fungsi negara menjadi tiga, yaitu fungsi membuat undang-undang (legislatif), fungsi membuat peraturan dan mengadili (eksekutif),dan mengurus urusan luar negeri, perang dan damai (federatif)
ü Montesquieu, teorinya dikenal dengan trias politica, yang membagi kekuasaan negara pada fungsi membuat undang-undang (legislatif), fungsi melaksanakan undang-undang (eksekutif), fungsi mengawasi dan mengadili (yudikatif)
TEORI ASAL MULA TERBENTUKNYA NEGARA Setiap negara memiliki pengalaman berbeda dalam hal terjadinya negara dan dapat diakui oleh negara lain. Ada beberapa cara untuk mengetahui asal mula terjadinya suatu negara yaitu : a. Secara faktual, yaitu cara mengetahui asal mula terjadinya negara berdasarkan fakta nyata yang dapat diketahui melalui sejarah lahirnya negara tersebut, misalnya seperti pendudukan (occupatie), penyerahan (cessie), penaikan (accesie), peleburan (fusi), proklamasi, pembentukan baru (innovation), pencaplokan/penguasaan (anexatie) b. Secara teoritis Ada beberapa teori terbentuknya suatu negara, yaitu : ü Teori Ketuhanan, yang meyakini bahwa sesuatu yang terjadi di dunia atas kehendak Tuhan, termasuk terjadinya negara. Tokoh-tokohnya seperti Agustinus, Kranenberg, Thomas Aquinas. ü Teori Kekuasaan, teori ini menyebutkan bahwa negara terbentuk atas dasar kekuasaan yang diciptakan oleh seseorang yang paling kuat dan berkuasa. Pendukung teori ini adalah H.J. Laski, Leon Duguit. ü Teori Perjanjian Masyarakat (Kontrak Sosial), dalam teori ini negara terjadi karena adanya perjanjian masyarakat untuk mendirikan negara dan memilih penguasa yang akan memimpinnya. Tokohnya adalah Thimas Hobbes, John Locke, Montesquieu, Rosseau. ü Teori Hukum Alam, menganggap terjadinya negara karena hukum alam yang bersifat universal dan tidak berubah. c. Proses Pertumbuhan Berdasarkan cara ini, asal mula terbentuknya dibedakan melalui dua proses, yaitu : ü Secara primer, ditandai dengan lahirnya persekutuan masyarakat Gemeinschaft / Genoseanschaft, munculnya kerajaan (Rijk), kemudian lahir negara nasional dan negara demokrasi. ü Secara sekunder, pada fase ini negara telah lebih dulu ada, namun karena ada intervensi, revolusi dan penaklukan akhirnya lahir negara baru dan menggantikan negara yang telah ada sebelumnya. Secara umum, penjelasan tentang hakikat dan asal mula terbentuknya negara di atas, dapat memberikan suatu pemahaman bahwa lahirnya negara Republik Indonesia telah melalui perjalanan panjang sebagai suatu kesatuan kebangsaan dan kenegaraan, dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan sampai pada masa kolonialisme dan imperialisme, hingga di tahun 1928 bangsa kita dikuatkan dan diikat oleh Ikrar Sumpah Pemuda, yang pada akhirnya tanggal 17 Agustus 1945 bangsa kita memproklamirkan diri menjadi sebuah negara kesatuan Republik Indonesia, sebagai puncak perjuangan bangsa Indonesia untuk lepas dari belenggu penindasan kolonialisme dan imperialisme.
CITA NEGARA HUKUM Pengertian hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) seorang ahli hukum bangsa Romawi mengatakan “dimana ada masayarakat, disitu ada hukum” (ubi societas, ibi ius). Berbicara tentang negara selalu berkaitan dengan organisasi kekuasaan, sehingga hukum pun erat sekali hubungannya dengan kekuasaan. Seperti dinyatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja (1970 : 5), hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan batasbatasnya oleh hukum. Disini kita melihat, betapa erat hubungan antara hukum, negara, dan kekuasaan itu. 4 Paham negara hukum memiliki arti bahwa hukumlah yang memegang peranan tertinggi dalam penyelenggaraan negara, dalam paham tersebut harus terdapat jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan menurut prinsip demokrasi, karena pada dasarnya negara hukum lahir dari prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka. Hukum harus ditegakkan berdasarkan prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang. Di dunia ini dikenal beberapa konsep negara hukum yang paling menonjol, yakni : 5 a. Konsep negara hukum barat (Rechtsstaat dan the Rule of Law) ü Rechtsstaat Rechtsstaat lahir dari tradisi hukum negara-negara Eropa Kontinental yang bersandar pada Civil Law System dan Legisme, yang menganggap hukum adalah hukum tertulis, atau hukum adalah sama dengan undang-undang dan didasari oleh penekanan pada kepastian hukum. Kebenaran hukum dan keadilan di dalam Rechtsstaat terletak pada ketentuan dan pembuktian tertulis. Konsep ini antara lain dikembangkan oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain. Menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang disebutnya dengan istilah Rechtsstaat mencakup empat elemen penting : • Perlindungan hak asasi manusia • Pembagian kekuasaan • Pemerintah berdasarkan undang-undang • Peradilan tata usaha negara ü Rule of Law Rule of Law lahir dari tradisi negara-negara Anglo Saxon yang bersandar pada Common Law System. Kebenaran hukum dan keadilan menurut Rule of Law tidak semata-mata pada hukum tertulis, keputusan hakim lebih dianggap sebagai hukum yang sesungguhnya daripada hukum tertulis, oleh karena itu hakim dituntut untuk 4
Darji Darmodiharjo dan Shidarta. 2006. Pokok-Pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia). Jakarta : Gramedia hlm 208 5 Arief Hidayat. 2012. Artikel Kongres Pancasila IV : Negara Hukum Pancasila (Suatu Model Ideal Penyelenggaraan Negara Hukum)
membuat hukum-hukum sendiri melalui yurisprudensi, tanpa terikat secara ketat kepada hukum-hukum tertulis, dan hakim diberi kebebasan untuk menggali nilai-nilai keadilan dan membuat putusan-putusan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Konsep Rule of Law dipelopori oleh A.V. Dicey. Ada tiga ciri penting dalam setiap negara hukum yang disebut Rule of Law : • Supremacy of law • Equality before the law • Due Process of Law Menurut Roscoe Pound, Rechtsstaat memiliki karakter administratif, sedangkan Rule of Law memiliki karakter yudisial. Karakter administratif pada Rechtsstaat dilatarbelakangi oleh menonjolnya kekuasaan raja dalam membuat peraturan-peraturan yang kemudian didelegasikan kepada pejabat-pejabat administratif untuk membuat pengarahan tertulis kepada hakim tentang cara memutus sengketa. Sedangkan karakter yudisial pada Rule of Law dilatarbelakangi oleh menonjolnya kekuasaan raja Inggris dalam memutuskan (mengadili) perkara, yang kemudian dikembangkan menjadi sistem peradilan, kewenangan tersebut didelegasikan kepada hakim yang tugasnya memutus (mengadili) perkara bukan dalam rangka untuk melaksanakan kehendak raja. Dalam mengadili, hakim mendasarkan diri pada the common custom of England. Pada sistem hukum Anglo Saxon atau Common Law, peranan hakim dan peradilan menjadi sangat besar dan mendorong dikembangkannya cara-cara untuk membangun peradilan yang adil. Sementara itu, dari sisi pengoperasian dapat dipahami bahwa baik Rechtsstaat maupun Rule of Law selalu berkaitan dengan konsep perlindungan HAM. Pada kedua konsep tersebut juga terdapat persamaan yaitu didasarkan pada nilai sosial patembayan bukan paguyuban, adanya pengakuan terhadap kedaulatan hukum atau supremasi hukum, adanya perlindungan terhadap individu dari tindakan pemerintah yang sewenang-wenang, dan memberikan kemungkinan pada individu untuk menikmati HAM sebagaimana mestinya dengan mendahulukan kepentingan individu diatas segalanya termasuk pula dengan dijalankannya konsep negara sekuler yang memisahkan antara urusan agama dan kenegaraan. b. Konsep Negara Hukum Sosialis-Komunis (Socialist Legality) Konsep Socialist Legality adalah suatu konsep negara hukum yang dianut oleh negaranegara sosialis-komunis. Konsep socialist legality ini dimaksudkan untuk mengimbangi konsep negara hukum barat dalam perebutan hegemoni antara negara-negara barat dan negara-negara sosialis-komunis. Karakteristik yang nampak dalam konsep ini adalah : ü Didasarkan pada nilai-nilai sosial paguyuban ü Hak-hak individu dikesampingkan guna kepentingan sosial-komunal, sekalipun masih patut mendapat perlindungan namun tujuan utamanya adalah kepentingan
sosial-komunal. Seperti pendapat Jaroszinky sebagaimana dikutip Oemar Seno Adji, yang menyatakan bahwa “hak perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip-prinsip sosialisme, meskipun hak tersebut patut mendapat perlindungan”. ü Negara sekuler, yakni memisahkan urusan keagamaan dengan urusan kenegaraan. c. Konsep Negara Hukum Islam (Nomokrasi Islam) Konsep Nomokrasi Islam adalah suatu konsep negara hukum yang dianut oleh negaranegara Islam. Titik perbedaan konsep nomokrasi Islam dengan konsep negara hukum yang lainnya adalah dengan didasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam (Syariah) yang bersumber dari Al-Quran, Al-Hadits (Sunnah), dan Ra’yu dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Nomokrasi Islam memberikan kebebasan kepada individu dengan didasarkan pada syariah yang berlaku yakni dengan memandang aspek hablum minnallah dan aspek hablum minnannas. Penyelengaraan negara Nomokrasi Islam didasarkan pada prinsip-prinsip yang terdapat pada Al-Qur’an dan Al-Hadits, setidaknya terdapat sembilan prinsip penyelenggaraan negara nomokrasi Islam, yakni: (1) prinsip kekuasaan sebagai amanah, (2) prinsip musyawarah, (3) prinsip keadilan, (4) prinsip persamaan, (5) prinsip pengakuan dan perlindungan HAM, (6) prinsip peradilan bebas, (7) prinsip perdamaian, (8) prinsip kesejahteraan, (9) prinsip ketaatan rakyat. Perbedaan utama konsep Nomokrasi Islam dengan konsep teokrasi adalah dalam Nomokrasi Islam, para penguasa negara ialah orang biasa yang bukan merupakan lembaga kekuasaan rohani, dengan suatu ciri yang menonjol adalah sifatnya yang egaliter, yang berarti adanya kesamaan hak antar warga negara baik penduduk biasa maupun alim ulama, baik penduduk beragama Islam maupun yang tidak beragama Islam. PENYELENGGARAAN NEGARA HUKUM PANCASILA Menjalankan kaidah apapun di negeri-negeri dunia timur tidak bisa sama persis dengan menjalankannya di dunia barat. Robert B. Seidman melalui penelitian-penelitiannya menagajukan sebuah dalil “ the law of non transferability of law ”, barat memiliki hukum dan cara berhukum sendiri, demikian pula dengan dunia timur. Indonesia termasuk negeri oriental yang dapat dikatakan memiliki adat ketimuran yang sarat dengan aspek mistik, hal ini jelas sangat berbeda dengan masyarakat dunia barat yang mengedepankan ratio. Spirit oriental masyarakat Indonesia mengedepankan rasa untuk menangkap sebuah hakikat, dan hakikat kodratinya manusia diyakini terdiri dari aspek mistis berupa cipta, rasa, dan karsa yang bersifat rohani disamping unsur badan jasmaninya. Dapat dikatakan bahwa manusia timur sangat menghargai persepsi, sikap, pengetahuan batin, dan alam bawah sadarnya jauh melebihi alasan-alasan logis. Manusia oriental menekankan kesatuan (unity) di atas segalagalanya. Hal ini berimplikasi pada perilaku manusia oriental dalam bebagai bidang kehidupan, termasuk dalam menentukan cara berhukumnya. Banyak penelitian membuktikan bahwa meskipun beberapa bagian dari bangsa oriental telah menjadi kebaratbaratan (westernized), namun secara esensial mereka tetap menggunakan cara oriental
dalam menyikapi kehidupan yang muncul sebagai kearifan-kearifan lokal (local wisdom) dalam menyelesaikan problematika hidup, baik privat ataupun publik.6 Hukum modern tidak jatuh dari langit, pertumbuhannya tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan sistem produksi di bidang ekonomi dan pertumbuhan serta perkembangan di bidang sosial budaya. Hukum modern sarat dengan transformasi nilai-nilai sosial budaya. Nilai sosial dan budaya berperan sebagai pedoman dan pendorong bagi perilaku manusia dalam interaksi sosial. Hukum merupakan konkretisasi nilai-nilai yang terbentuk dari kebudayaan suatu masyarakat. Oleh karena setiap masyarakat selalu menghasilkan kebudayaan, maka hukum pun selalu ada di setiap masyarakat, dan tampil dengan kekhasannya masing-masing. 7 Setiap bangsa mengembangkan sendiri kebiasaan hukumnya sebagaimana mereka mempunyai bahasa sendiri. Tidak ada hukum dari suatu negara tertentu dapat digunakan untuk bangsa dan negara lain. Menurut Von Savigny, 8 hukum itu merupakan pencerminan volkgeist, jiwa rakyat, yang tidak mudah untuk diterjemahkan melalui pembuatan hukum. Pada awal Indonesia merdeka telah disepakati bahwa Pancasila merupakan kesepakatan luhur yang final (modus vivendi) sebagai pedoman dalam mencapai tujuan nasional. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut perlu dilakukan pembangunan, termasuk pembangunan di bidang hukum. Penggalian konsep hukum yang sesuai dengan alam Indonesia dilakukan sebagai alternatif atas kegagalan dan cacat dari konsep Rule of Law (ROL), maupun konsep hukum yang lain. Dengan demikian nilai-nilai seperti musyawarah, kekeluargaan, keselarasan, keseimbangan, dapat diajukan dan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh. Tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia adalah penemuan atas keadilan paripurna, menurut Muladi “berlakunya ajaran sifat melawan hukum materiil, maka hukum yang hidup mempunyai multiguna, baik sebagai dasar pemidanaan (kalau tidak ada bandingannya dengan hukum positif), sebagai alasan penghapus pidana (alasan pembenar), maupun alasan pemberatan pemidanaan. Seorang hakim harus berani menilai sampai sejauh mana validitas the living law tersebut, apakah merupakan culture yang harus diapresiasi, atau merupakan counter culture yang justru harus dianulir. Dalam hal ini peran Pancasila sebagai margin of appreciation dalam hukum yang hidup di masyarakat menjadi sangat penting. Dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat), yang kemudian dalam Pasal 1 ayat (3) Perubahan UUD NRI 1945 ditegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam Perubahan UUD NRI 1945 inilah tidak disebutkan lagi bahwa Indonesia menganut konsep Rechtsstaat namun lebih diterjemahkan kedalam konsep negara hukum. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah konsep negara hukum yang 6
Suteki, 2013. Desain Hukum di Ruang Sosial. Yogyakarta & Semarang : Thafa Media & Satjipto Rahardjo Institute, hlm 167 7 Esmi Warrasih. 2011. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, hlm 89 8 Pendapat Von Savigny yang dikutip oleh Wolfgang Friedmann dalam Satjipto Rahardjo. 1980. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan. Bandung : Alumni, hlm 137
sesungguhnya dianut oleh Indonesia pasca Perubahan UUD NRI 1945, apakah itu Rechtsstaat ataukah Rule of Law ? Untuk dapat mengetahui apakah konsep negara hukum yang sebenarnya dianut oleh negara Indonesia adalah dengan melihat pada pembukaan dan pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 sebagai keseluruhan sumber politik hukum Indonesia. Adapun yang menjadikan dasar penegasan keduanya sebagai sumber politik hukum nasional adalah pertama, pembukaan dan pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 memuat tujuan, dasar, cita hukum, dan norma dasar negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari politik hukum Indonesia. Kedua, pembukaan dan pasal-pasal dalam UUD NRI 1945 mengandung nilai khas yang bersumber dari pandangan dan budaya bangsa Indonesia yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia.9 Dengan melihat pada dua parameter tersebut jelas bahwa konsep yang dianut oleh negara hukum Indonesia sejak zaman kemerdekaan hingga saat ini bukanlah konsep Rechtsstaat dan bukan pula konsep Rule of Law, melainkan membentuk suatu konsep negara hukum baru yang bersumber pada pandangan dan falsafah hidup luhur bangsa Indonesia. Konsep baru tersebut adalah Negara Hukum Pancasila sebagai kristalisasi pandangan dan falsafah hidup yang sarat dengan nilai-nilai etika dan moral yang luhur dari bangsa Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945 dan tersirat di dalam pasal-pasal UUD NRI 1945. Dapat dipahami bahwa Pancasila merupakan norma dasar negara Indonesia (grundnorm) dan juga merupakan cita hukum negara Indonesia (rechtsidee) sebagai kerangka keyakinan (belief framework) yang bersifat normatif dan konstitutif. Bersifat normatif karena berfungsi sebagai pangkal dan prasyarat ideal yang mendasari setiap hukum positif, dan bersifat konstitutif karena mengarahkan hukum pada tujuan yang hendak dicapai. Pada tahap selanjutnya Pancasila menjadi pokok kaidah fundamental negara staatsfundamentalnorm dengan dicantumkan dalam Pembukaan UUD NRI 1945. Konsep negara hukum Pancasila inilah yang menjadi karakteristik utama dan membedakan sistem hukum Indonesia dengan sistem hukum lainnya, dimana jika dikaitkan dengan literatur tentang kombinasi antara lebih dari satu pilihan nilai sosial, disebut sebagai pilihan prismatik yang dalam konteks hukum disebut sebagai hukum prismatik.10 Dapat dipahami bahwa negara hukum Pancasila adalah bersifat prismatik. Hukum prismatik adalah hukum yang mengintegrasikan unsur- unsur baik dari yang terkandung di dalam berbagai sistem hukum sehingga terbentuk suatu sistem hukum yang baru dan utuh. Adapun karakteristik dari negara hukum Pancasila adalah sebagai berikut : 11 ü Merupakan suatu negara kekeluargaan. Dalam suatu negara kekeluargaan terdapat pengakuan terhadap hak-hak individu (termasuk pula hak milik) atau HAM namun dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional (kepentingan bersama) diatas kepentingan individu tersebut. Hal ini, di satu sisi sejalan dengan nilai sosial masyarakat Indonesia yang bersifat paguyuban, namun disisi lain juga sejalan dengan pergeseran masyarakat Indonesia ke arah masyarakat modern 9
Moh. Mahfud M.D., 2006. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi. Jakarta: Pustaka LP3ES, hlm. 25-26 10 Moh. Mahfud M.D., Op.cit. hlm 23 11 Ibid. hlm 23 - 30
yang bersifat patembayan. Hal ini sungguh jauh bertolak belakang dengan konsep negara hukum barat yang menekankan pada kebebasan individu seluas- luasnya, sekaligus bertolak belakang dengan konsep negara hukum sosialis- komunis yang menekankan pada kepentingan komunal atau bersama. Dalam negara hukum Pancasila, diusahakan terciptanya suatu harmoni dan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan nasional (masyarakat) dengan memberikan pada negara kemungkinan untuk melakukan campur tangan sepanjang diperlukan bagi terciptanya tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan prinsip – prinsip Pancasila. ü Merupakan negara hukum yang berkepastian dan berkeadilan. Dengan sifatnya yang prismatik maka konsep negara hukum Pancasila dalam kegiatan berhukum, baik dalam proses pembentukan maupun pengimplementasiannya dilakukan dengan memadukan berbagai unsur yang baik dalam konsep Rechtsstaat maupun Rule of Law, yakni dengan memadukan antara prinsip kepastian hukum dengan prinsip keadilan, serta konsep dan sistem hukum lain, misalnya sistem hukum adat dan sistem hukum agama yang hidup di nusantara ini, sehingga tercipta suatu prasyarat bahwa kepastian hukum harus ditegakkan demi menegakkan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. ü Merupakan religious nation state Dengan melihat pada hubungan antara negara dan agama maka konsep negara hukum Pancasila tidaklah menganut sekulerisme tetapi juga bukanlah sebuah negara agama seperti dalam Teokrasi dan dalam konsep Nomokrasi Islam. Konsep negara hukum Pancasila adalah sebuah konsep negara yang berketuhanan. Berketuhanan adalah dalam arti bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia didasarkan atas kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan begitu maka terbukalah suatu kebebasan bagi warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan sesuai keyakinan masingmasing. Konsekuensi logis dari pilihan prismatik ini adalah bahwa atheisme dan juga komunisme dilarang karena telah mengesampingkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. ü Memadukan hukum sebagai sarana perubahan masyarakat dan hukum sebagai cermin budaya masyarakat. Dengan memadukan kedua konsep ini negara hukum Pancasila mencoba untuk memelihara dan mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (living law) sekaligus pula melakukan positivisasi terhadap living law tersebut untuk mendorong dan mengarahkan masyarakat pada perkembangan dan kemajuan yang sesuai dengan prinsipprinsip Pancasila. ü Basis pembuatan dan pembentukan hukum nasional haruslah didasarkan pada prinsip hukum yang bersifat netral dan universal, dalam pengertian bahwa harus memenuhi persyaratan utama yaitu Pancasila sebagai perekat dan pemersatu; berlandaskan nilai yang dapat diterima oleh semua kepentingan dan tidak mengistimewakan kelompok atau golongan tertentu; mengutamakan prinsip gotong royong dan toleransi; serta adanya kesamaan visi misi, tujuan dan orientasi yang sama. Sebelum melakukan perumusan konsep penyelenggaraan negara Indonesia berdasarkan negara hukum Pancasila, perlu diketahui apakah tujuan penyelenggaraan negara Indonesia. Hal ini penting karena konsep penyelenggaraan negara hukum Pancasila
harus selalu tertuju pada terwujudnya tujuan negara Indonesia. Terwujudnya tujuan negara ini menjadi kewajiban negara Indonesia sebagai organisasi tertinggi bangsa Indonesia yang penyelenggaraannya harus didasarkan pada lima dasar negara (Pancasila). Dari sini dapat dipahami bahwa Pancasila merupakan pedoman utama kegiatan penyelenggaraan negara yang didasarkan atas prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka terwujudnya tujuan negara Indonesia tersebut maka dalam setiap kebijakan negara yang diambil oleh para penyelenggara negara (termasuk di dalamnya upaya melakukan pembangunan sistem hukum nasional) dalam upaya penyelenggaraan negara hukum Pancasila harus sesuai dengan empat prinsip cita hukum (rechtsidee) Indonesia (Pancasila), yakni: 12 ü Menjaga integrasi bangsa dan negara baik secara ideologis maupun secara teritorial; ü Mewujudkan kedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum (nomokrasi), sebagai satu kesatuan tidak terpisahkan; ü Mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; ü Menciptakan toleransi atas dasar kemanusiaan dan keberadaban dalam hidup beragama. Pembangunan sistem hukum nasional tersebut, bersumber pada dua sumber hukum materiil, yakni sumber hukum materiil pra kemerdekaan dan sumber hukum materiil pasca kemerdekaan. Adapun yang termasuk sumber hukum materiil pra kemerdekaan terdiri dari (1) hukum adat asli, sebagai suatu living law yang telah hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia; (2) hukum agama baik hukum Islam maupun hukum agama lainnya; (3) hukum Belanda; (4) hukum Jepang. Sedangkan sumber hukum materiil pasca kemerdekaan terdiri dari: (1) instrumen hukum internasional; (2) perkembangan hukum dalam civil law system; (3) perkembangan hukum dalam common law system. Pada tahap selanjutnya dari dua sumber hukum materiil pra dan pasca kemerdekaan tersebut, dibangunlah suatu sistem hukum nasional yang ditujukan untuk melakukan perubahan dan pembaharuan sistem hukum nasional yang didasarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai titik dimulainya pembangunan sistem hukum nasional, dan didasarkan pada UUD NRI 1945 yang di dalamnya memuat tujuan, dasar, cita hukum, dan norma dasar negara Indonesia yang harus menjadi tujuan dan pijakan dari pembangunan sistem hukum nasional. Dengan didasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila yang bersifat prismatik inilah maka diharapkan lahir sebuah sistem hukum nasional Indonesia yang seutuhnya, sehingga dapat mewujudkan tujuan negara Indonesia. WARGA NEGARA : PENGERTIAN, PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN a. Pengertian Warga negara merupakan terjemahan kata citizens yang mempunyai arti warga negara, petunjuk dari sebuah kota, sesama warga negara , sesama penduduk, orang setanah air, bawahan atau kawula. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
12
Arief Hidayat. 2011. Materi Kuliah Politik Hukum Program Magister Ilmu Hukum Undip Empat Kaidah Penuntun, hlm 2
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menyatakan bahwa Warga Negara Republik Indonesia adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Warga negara memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut Dari sudut hubungan antara negara dan warga negara, Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan konsep anggota negara. Sebagai anggota negara, warga negara mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. b. Hak dan Kewajiban Warga Negara Hubungan negara dengan warga negara sangatlah erat, secara umum konstitusi mewajibkan negara untuk melindungi kepentingan keseluruhan rakyat tanpa kecuali. Dalam UUD NRI 1945, kewajiban negara terhadap warga negara meliputi ; pemberian jaminan dalam menjalankan agama, memberikan pendidikan, memajukan kebudayaan nasional, memberikan jaminan kesejahteraan sosial, memelihara fakir miskin dan anak terlantar, serta menyelenggarakan pertahanan negara. Namun dalam penyelenggaraan sebuah negara, warga negara juga harus memberikan konstribusinya melalui pemikiran dan ide yang nyata bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena secara hakiki, warga negara itulah yang paling memahami dan mengetahui tentang apa yang dibutuhkannya. Dengan memiliki status sebagai warga negara, maka orang memiliki hubungan hukum dengan negara. Hubungan itu berwujud status, peran, hak dan kewajiban secara timbal balik. Sebagai warga negara maka ia memiliki hubungan timbal balik yang sederajat dengan negaranya. Ada beberapa peran warga negara, yaitu : ü Peran Pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. ü Peran Aktif adalah aktivitas warga negara untuk terlibat (berpartisipasi) serta ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam mempengaruhi keputusan publik. ü Peran Positif adalah aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan dari negara untuk memenuhi kebutuhan hidup. ü Peran Negatif adalah aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan negara dalam persoalan pribadi. Di Indonesia, hubungan antara warga negara dan negara (hak dan kewajiban) mencakup berbagai bidang dan dijelaskan dalam UUD NRI 1945. Hak dan kewajiban warga negara tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD NRI 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Contoh hak dan kewajiban warga negara Indonesia (WNI) dalam bidang pendidikan, telah diatur dalam pada pasal 31 UUD NRI 1945, kemudian dijabarkan secara lebih rinci dalam dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas).
Disamping adanya hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, dalam UUD NRI 1945 juga telah dicantumkan adanya hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban dasar manusia yaitu pada pasal 28 A – 28 J UUD NRI 1945. Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan kewajiban dan hak warga terhadap negara. Beberapa contoh kewajiban negara adalah kewajiban negara untuk menjamin sistem hukum yang adil, menjamin hak asasi warga negara, mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat, memberi jaminan sosial, dan menjamin kebebasan beribadah. Beberapa contoh hak negara adalah hak untuk ditaati dalam penegakan hukum dan penyelenggaraan pemerintahan, hak untuk dibela, hak untuk mengelola perekonomian nasional. Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Dalam konteks Indonesia, hak warga negara telah diatur dalam UUD NRI 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD NRI 1945. Beberapa hak warga negara tersebut antara lain: ü Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 berbunyi “ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal ini menunjukkan asas keadilan sosial dan kerakyatan. ü Hak membela negara Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” Selain itu, dalam Pasal 30 ayat (1) juga dinyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. ü Hak berpendapat, berserikat dan berkumpul Tercantum dalam pasal 28 E (3) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat “. ü Hak kebebasan beragama dan beribadat Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945, di Pasal 29 ayat (2) dinyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. ü Hak untuk mendapatkan pendidikan Pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan “ Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan “ ü Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia Hal ini dijelaskan dalam Pasal 32 UUD NRI 1945 ayat (1), “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. ü Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial
Pasal 33 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) UUD NRI 1945 berbunyi: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan ; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara ; (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ; (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. ü Hak mendapatkan jaminan kesejahteraan sosial Dalam Pasal 34 UUD NRI 1945 dijelaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Sedangkan kewajiban warga negara antara lain :
ü Kewajiban menaati hukum dan pemerintahan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” ü Kewajiban membela negara Pasal 27 ayat (3) UUD NRI 1945, yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Selain itu juga terdapat pada pasal 30 ayat (1) UUD NRI1945,yang berbunyi “Tiap- tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara “ Selanjutnya hak-hak warga negara yang tertuang dalam UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara dinamakan hak konstitusional. Warga negara berhak menggugat bila ada pihak-pihak lain yang berupaya membatasi atau menghilangkan hak-hak konstitusionalnya. Evaluasi: 1. Kejelasan dalam menyampaikan hasil diskusi tentang hakikat negara, prinsip penyelenggaraan negara hukum, secara khusus negara hukum yang berlandasakan nilai-nilai Pancasila 2. Ketajaman dalam menganalisis, mengkritisi dan memberikan ketegasan sikap atas problematika penyelenggaraan negara hukum di Indonesia.