SISTEM PENGATURAN SUHU PADA ALIRAN FLUIDA HEAT EXCHANGER SHELL AND TUBE BERBASIS FUZZY LOGIC Agus Sumardiyanto1, Ir. Dedid cahya happyanto,MT Santi Anggraini,MT 4 Taufiqurahman S.ST,MT 2,
3
1*
Mahasiswa Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia
[email protected] 2,3,4 Dosen Pembimbing , Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Surabaya, Indonesia
ABSTRAK Heat transfer adalah pertukaran panas antara heat source dan receivers. Proses heat transfer yaitu laju dari pertukaran panas yang terjadi di dalam suatu perangkat heat transfer dan disertai dengan proses kimia. Proses ini dititik beratkan pada pentingnya perbedaan suhu antara sumber dan penerima panas. Tingkatan transfer panas dipengaruhi oleh sifat dari bahan itu sendiri, perancangan dari bagian sumber panas dan penerimanya, jumlah dari energi mekanik yang dikeluarkan untuk proses tranfer. Dan jika heat transfer di hubungkan dengan sebuah pertukaran panas dalam sebuah sistem, kadar panas yang hilang akan sama dengan panas yang di serap di dalam sebuah sistem yang sama. Terdapat permasalahan di beberapa industri besar khususnya pada plant heat exchanger, pemompaan fluida pendingin terkadang terlalu berlebih dan tidak sesuai dengan suhu fluida panas yang fluktuatif. sehingga penggunaan cairan fluida pendingin terkadang terlalu boros untuk proses pendinginan, dengan sistem yang dibuat dengan metode fuzzy logic ini diinginkan penggunaan cairan pendingin untuk proses pendinginan dapat diminimalisasikan sesuai dengan suhu kenaikan atau penurunan suhu fluida panas. Dan hasil percobaan, penggunaan sistem ini dapat membuktikan bahwa penggunaan metode fuzzy dapat mengefisienkan penggunaan fluida pendingin. Fuzzy ini merespon perubahan suhu dari fluida panas dengan menambah atau mengurangi kecepatan pompa motor Kata Kunci: heat exchanger, fuzzy logic, heat tansfer
ABSTRACT Heat transfer is the exchange of heat between the heat source and the receivers. The process of heat transfer is the rate of heat exchange that occurs in a heat transfer device and is accompanied by a chemical process. This process emphasis on the importance of the temperature difference between heat source and receiver. Levels of heat transfer is influenced by the nature of the material itself, the design of the heat source and recipient, the amount of mechanical energy spent for transfer process. And if the heat transfer in connecting with a heat exchange in a system, the heat loss levels will be equal to the heat absorbed in a similar system. There are problems in several major industries, especially in the heat exchanger plant, pumping the cooling fluid is sometimes too excessive and not in accordance with the fluctuating temperature of the hot fluid. so the use of liquid cooling fluid is sometimes too extravagant for the cooling process, the system created by the fuzzy logic method is desirable to use liquid cooling for cooling process can be minimized according to the temperature increase or decrease the temperature of the hot fluid. And the experimental results, the use of these systems can prove that the use of fuzzy methods to make efficient use of cooling fluid. Fuzzy responds to changes in temperature of the hot fluid to increase or decrease the speed of the pump motor. Keyword : : heat exchanger, fuzzy logic, heat tansfer 1. PENDAHULUAN Heat Exchanger adalah perangkat yang terdapat di beberapa industri yang berfungsi mengubah aliran panas yang berasal dari proses mesin untuk didinginkan. kemudian setelah proses pendinginan, air masuk kembali ke mesin produksi untuk proses pendinginan dalam mesin . Heat
1
transfer itu sendiri adalah pertukaran panas antara heat source dan receiver. Sedangkan proses heat transfer yaitu laju dari pertukaran panas yang terjadi di dalam suatu perangkat heat transfer dan disertai dengan proses kimia. Mengapa harus mengontrol laju aliran pendingin pada heat exchanger? Hal ini karena besarnya suhu aliran panas dari mesin- mesin industri bersifat fluktuatif, sedangkan pemompaan air sebagai pendingin
konstan. Ketika terjadi kondisi ketidakseimbangan dengan kondisi suhu aliran panas yang rendah, pemompaan yang terlalu tinggi menyebabkan penggunaan fluida pendingin yang boros, dan ketika suhu terlalu tinggi dengan pemompaan yang terlalu rendah, proses heat transfer tidak maksimal yang pada ahkirnya bisa mempengaruhi kinerja dari sebuah mesin. Dalam skala industri, pemompaan cairan fluida pendingin untuk proses pendinginan tentunya membutuhkan fluida pendingin dalam jumlah besar, dan dengan pengaturan ini diharapkan penggunaan cairan untuk fluida pendingin dapat disesuaikan dengan besar suhu dari aliran panas tersebut tanpa mempengaruhi efektifitas kerja mesin . Contoh salah satu kasus di industri yaitu di PKT Bontang, yang mana Pabrik pupuk ini memiliki 5 buah plan yang dibagi dalam 5 pabrik,. Salah satu dari plan ini menangani bagian heat exchanger. PKT Bontang ini Berada di sebuah tanjung, maka untuk proses pendinginan dalam heat exchanger ini memanfaatkan air laut yang diambil dari salah satu sisi laut dan proses pembuangan air dari proses pendinginan dibuang dari sisi laut yang lain. Kasus yang sering terjadi yaitu karena adanya arus balik air laut, suhu air panas yang keluar dari heat exchanger menuju ke arah sisi masukan dari heat exchanger tersebut. Akibatnya karena heat transfer tidak maksimal suhu air keluaran heat exchanger diluar spesifikasi dari perangkat. Ketika pupuk mulai masuk proses prilling, dan di saat proses pendinginan dari heat exchanger tidak maksimal, dan cairan hasil proses heat exchanger yang masuk untuk proses prilling masih dalam kondisi panas, menyebabkan proses pendinginan pupuk kurang sempurna yang berdampak pada butiran-butiran pupuk itu mudah sekali pecah dan menghasilkan debu. Dan debu ini dalam proses pembuatan pupuk adalah sebagai reject.
3. 1. PERENCANAAN SISTEM
gambar 3.1 blok diagram sistem
3.1.1. Rangkaian Catu Daya Kembar Di dalam rangkaian ini terdapat Penyearah gelombang penuh kemudian terdapat rangkaian catu daya kembar, menghasilkan teganagan -9v dan +9v dan +5v dengan mengutamakan kemanan dan kestabilan catudaya. Untuk tegangan +9 dan 9 volt ini sebagai masukkan dari penguat thermocouple. 3.1.2. Inverter 3 Phase Pada sistem ini, rangkaian inverter 3 Phase digunakan untuk pengaturan kecepatan motor induksi 3 phase melalui pengaturan frekuensi antara renge 10 - 50 Hz. 3.1.3. Motor Induksi 3 Phase Pada proyek akhir ini dipilih motor induksi 3 phase jenis asinkron dengan spesifikasi daya maksimum sebesar 370W yang dikopel dengan pompa air. Pada motor induksi 3 phase ini dihubungkan secara Delta, karena besar tegangan keluaran dari rangkaian inverter 3 phase sebesar 220 Volt 3.1.4. Mikrokontroler AT MEGA16 Mikrokontroler adalah otak dari kerja keseluruhan sistem. Pada proyek akhir ini digunakan mikrokontroler ATMega16. Pada sistem ini mikrokontroler memproduksi sinyal PWM untuk switching pada inverter 3 phase serta.
2
3.1.5. Rangkaian Sensor Thermocouple Rangkaian ini digunakan untuk mengetahui besar suhu keluaran apakah sudah mencapai referensi atau belum, juga sebagai input kontrol pada pengolahan fuzzy
3.2.3. Rangkaian Pengkondisian Sinyal thermocouple
3.2 PERANCANGAN DESAIN RANGKAIAN 3.2.1. Rangkaian Catu Daya Kembar Gambar 3.4 Rangkaian Pengkondisi sinyal thermocouple terdiri LPF, Penguat I dan Penguat II
gambar 3.2 rangkaian catu daya kembar Tegangan jala jala 220V AC (misal dari PLN) diturunkan menjadi tegangan 12 ct 12 AC oleh transformator 300mA, selanjutnya diubah menjadi tegangan DC oleh Dioda Bridge 1A dan diperhalus oleh C 1000uF. Tegangan ini kemudian diregulasi oleh IC 7805, 7809, dan 7909 agar outputnya sebesar yang diharapkan. Adapun hal yang perlu diperhatikan dari merancang tegangan regulasi menggunakan IC78xx ialah karakteristik dari IC78xx 3.2.2. Inverter 3 Phase Rangkaian Inverter 3 phase pada proyek ini menggunakan inverter omron SYSDRIVE 3G3MV
Gambar 3.3 Inverter omron tipe 3G3FV
3
Rangkaian pengkondisi sinyal berfungsi untuk mengolah sinyal dari transduser termokopel berupa tegangan yang cukup kecil menjadi tegangan yang lebih besar, sehingga output dari rangkaian ini dapat dibaca oleh untai Analog Digital Converter (ADC). Rangkaian signal conditioning terbagi dalam 3 blok fungsi: a) Low pass Filter Termokopel yang terlalu panjang bisa menangkap sinyal liar layaknya sebuah antenna, karena output dari termokopel merupakan sinyal berfrekuensi rendah, perlu dipasang sebuah filter untuk menghilangkan sinyal frekuensi tinggi yang tidak lain adalah noise. R4, R5, C1, dan C2 adalah komponen penyusun low pass filter yang memiliki frekuensi cut off sekitar 3Hz. Diode zener D1 dan D3 digunakan untuk membatasi input yang masuk ke rangkaian. Resistor pull up 1MΩ berfungsi sebagai pengaman pada saat termokopel putus / tidak terhubung, karena saat termokopel tidak terhubung input rangkaian signal conditioning menjadi besar sehingga pemanas tidak akan menyala bila alat ini digunakan sebagai pengendali suhu. b) Penguat tingkat I Penguat Tingkat I adalah rangkaian non Inverting OP-AMP menggunakan IC OP 07. Kami memilih penguat jenis non inverting dengan pertimbangan penguat non Inverting memiliki impedansi masukan yang sangat tinggi dan impedansi keluaran yang rendah, selain itu sinyal input dari termokopel sebanding dengan kenaikan suhu. Didalam rangkaian ini terdapat 2 buah potensiometer. R3 sebagai Zero adjustment, berfungsi untuk mengatur besar kecilnya tegangan offset keluaran. Tegangan offset adalah tegangan yang timbul pada keluaran saat nilai inputannya nol. Tegangan ini digunakan untuk menentukan suhu
terendah yang bisa dibaca alat ukur ini. R10 sebagai Gain Adjustment, berfungsi untuk mengatur besar penguatan pada tingkat ini, dengan menganggap tegangan offset = 0V, besar penguatannya adalah seperti berikut: penguatan saat potensiometer posisi minimal: Penguatan saat potensiometer posisi maksimal
..................2.1
penguatan saat potensiometer posisi maksimal
Besarnya penguatan rangkaian signal conditioning adalah 210 – 279 kali. Sedangkan tegangan outputnya sebesar:
...............2.4
c) Penguat tingkat II Penguat tingkat II juga menggunakan penguat Non Inverting sama seperti menguat tingkat I. Op Amp yang digunakan adalah LF 353 Pada penguat ini nilai gain adalah tetap yaitu sebesar :
................2.2 Selanjutnya bila rangkaian di analisis secara keseluruhan, rangkaian signal conditioning memiliki penguatan sebesar:
..................2.3 Penguatan saat potensiometer posisi minimal
4
3.3.
Perancangan Software Sistem
Tabel 3.1 Tabel Matrix Sistem
∆Error
Start
NB
NM
NS
Z
NB
NB
NM
NM
NS
NM
NM
NM
NS
NS
NM
NM
NS
NS
NS
Switch =on Sistem mulai aktif
Error
Pompa1=on Pemompaan aliran panas, pompa2 = pompa pendingin bergerak dengan kecepatan minimal
Z NB NS NS Z D Dalam merancang pengendali fuzzy ini, dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu : fuzzyfikasi, if then rule, dan defuzzyfikasi. Logika fuzzy pada sistem ini digunakan untuk mengontrol suhu pada aliran fluda heat exchanger, dimana suhu plant dipertahankan konstan sesuai dengan set point yang telah ditentukan, yang dalam plant ini terletak pada range 40 °C. Untuk lebih jelasnya mengenai penggunaan fuzzy pada sistem ini bisa dilihat dalam blok diagram berikut
Thermocouple outlet Mendeteksi Suhu
Suhu keluaran sesuai dengan referensi (40)
N
Y Kecepatan pompa tetap
3.3.1 Fuzzyfikasi
Set Kecepatan pompa
N
Switch=off Sistem mati Y
End
Gambar 3.5 flowchart program sistem
Dalam proses fuzzyfikasi ini menggunakan masukan berupa error suhu dan delta error suhu sedangkan aktuator plant ini yaitu mengatur kecepatan pompa, berikut membership function error suhu: - negative big (NB) = sangat panas - negative small (NS) = agak panas - almost zero (AZ) - positive small (PS)
= sedang = normal
3.3.2 Rule base matrix Setelah nilai derajat keanggotaan MF masukan dari error suhu dan delta error suhu itu akan dimasukkan ke dalam proses penentuan aturan atau biasa disebut dengan if then rule untuk didapatkan rule strength dengan operasi AND
3.3.3 Defuzzyfikasi Setelah itu akan diproses ke defuzzyfikasi mengubah nilai keluaran fuzzy kedalam nilai keluaran nyata dengan bentuk MF berupa MF singletone. Metode yang kita gunakan adalah centre of Average (COA). Dengan persamaan sebagai berikut :
5
output dengan range 0V sampai dengan 5V, namun range ini hanya dapat dimodulasi dalam 255 step. 4.2 Kinerja Prototipe Heat Exchanger Prototipe dari Heat Exchanger ini telah di uji dapat membuktikan bahwa kelinieran antara kecepatan aliran pompa dengan besar perpidahan kalor dimana semakin besar kecepatan aliran pompa, semakin besar pula perpindahan kalor yang terjadi antara dua fluida yang bergerak. Sesuai dengan hukum keseimbangan energi Gambar 3.6 Metode COA defuzzifier Tabel 4.1 data heat exchanger
T0 (°C)
Debit (l/m)
N O
Fluida panas input
air pendi ngin
1
54,6°
6
44,3°
10,3
12
2
53,9°
7
42,8°
11,1
12
3
58°
8
43,4°
14,6
12
4
58,4°
9
40,4°
18
12
5
60,5°
10
40,2°
20,3
12
6
65,5°
11
44,1°
21,4
12
..................2.5
Dimana A(z) adalah kumpulan dari output MF. Ini adalah cara pen-defuzzifikasi-an yang paling banyak digunakan. Untuk defuzzyfikasi suhu kita dapat menentukan PWM yang akan diberikan pada motor pompa Berikut ini membership function untuk keluaran kipas dan spray. untuk membership function motor (dalam volt): - negative big (NB) = pelan sekali - negative small (NS) = pelan - almost zero (AZ) = sedang - positive small (PS) = cepat
T1 (°C) Fluid a pana s outp ut
Waktu
∆T (°C)
(Menit )
4. PENGUJIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini akan dilakukan pengujian dan analisa data yang dilakukan sesuai dengan metode yang diajukan. Antara lain adalah pengujian motor induksi tiga fasa, pengujian sensor Thermocouple, Pengujian prototype Heat Exchanger, pengujian PWM, dan pengujian respon kecepatan pada set point tertentu.
4.1 Respon Motor Induksi Tiga Fasa Plant yang digunakan untuk pengujian pengontrol Fuzzy logic adalah motor induksi, motor ini di jalankan oleh inverter tiga fasa. Dalam hal ini adalah OMRON SYSDRIVE 3G3MV. Inverter ini di atur untuk dapat dikendalikan dengan PWM. Faktanya inverter ini bekerja pada range tegangan antara 0V sampai dengan 5V. Sedangkan mikrokontroler Atmeg16 juga memiliki tegangan
6
4.3 Pengujian Thermocouple
Sensor
Suhu
Menggunakan
Tabel 4.2 Perbandingan hasil thermometer digital dengan sensor thermocouple
Thermometer Digital (°C)
Themocouple (°C)
73,4
68,4
72,8
67,2
71,8
66,4
69,6
65,2
68
64,1
63,8
61,1
63,1
4.4 Sensor Rotary Encoder Sensor ini digunakan untuk mengatahui besar kecepatan pompa motor sekaligus sebagai perhitungan debit yang mengalir. Optocoupler menghasilkan pulsa untuk dikirim ke mikrokontroler untuk mengetahui rotasi per menitnya Tabel 4.3 Perbandingan antara hasil pembacaan sensor dengan rumus kecepatan motor
RPM sensor
RPM (rumus nr)
Error
64,7
Frekuensi dari input omron (Hz)
61,6
60
15
438
450
2,66666667
61,1
59,5
18
547
540
1,2962963
57,2
56,7
20
600
600
0
23
697
690
1,01449275
56,3
55,8
25
735
750
2
55,8
54,6
28
795
840
5,35714286
55,4
53,9
30
847
900
5,88888889
54,5
52
33
987
990
0,3030303
53,8
51
35
1050
1050
0
38
1116
1140
2,10526316
40
1185
1200
1,25
43
1222
1290
5,27131783
45
1290
1350
4,44444444
10
48
1370
1440
4,86111111
8
50
1440
1500
4
6 Series1
4 2 0 0
10
20
Gambar 4.1 grafik perhitungan error antara data sensor thermocuple dan thermometer digital
7
Dari hasil pembacaan sensor Thermocouple untuk membaca suhu. Memiliki keakurasian yang hampir sama jika dibandingkan dengan thermometer digital. Berikut adalah perbandingan antara hasil pembacaan sensor thermocouple dengan thermometer digital
Berikut tabel data manual untuk menentukan nilai K rata-rata untuk perhitungan debit air didalam program
7 6 5 4 3 2 1 0
Series1
1
3
5
7
9 11 13 15
Gambar 4.2 grafik error data dari perbandingan pembacaan sensor dengan rumus kecepatan motor dalam teori 4.5 Kecepatan Pompa Motor Motor AC tiga Phase telah dimodifikasi sebagai motor pompa air yang digunakan untuk mengalirkan aliran fluida pendingin untuk proses heat transfer, pengambilan data dibawah ini diambil dengan cara mengatur besarnya frekuensi yang diberikan dari inverter omron tipe SYSDRIVE 3G3MV 4.6 Pengujian dan Analisa Software Pada bagian ini menjelaskan pengujian software dan analisa hasil data yang akan dibahas dalam penyelesaian proyek akhir. 4.6.1 Pengujian program perhitungan debit air Dari rpm, untuk mengetahui perhitungan debit air diperlukan pengambilan beberapa sampel data secara manual yaitu dengan menjalankan motor pompa pada kecepatan tertentu selama satu menit, dan dalam satu menit itu pula air yang terpompa ditampung ke suatu wadah dan dilakukan pengukuran dengan menggunakan gelas ukur, dengan begitu debit yang mengalir tiap menitnya akan dapat diketahui. formulasi yang digunakan untuk menghitung debit air adalah sebagai berikut X rpm *K = Y liter/menit
8
Tabel 4.4 Tabel data manual untuk menentukan nilai K rata-rata Frekuensi dari input omron (Hz)
RPM sensor
Debit ( mL/m) ( gelas ukur)
K
15
438
6000
13,69863
18
547
7200
13,16271
20
600
7800
13
23
697
9000
12,91248
25
735
9400
12,78912
28
795
9600
12,07547
30
847
10200
12,0425
33
987
10800
10,94225
35
1050
11500
10,95238
38
1116
12400
11,11111
40
1185
12700
10,7173
43
1222
12800
10,47463
45
1290
13800
10,69767
48
1370
14000
10,21898
50
1440
14600
10,13889
Jumlah K
174,9341
rata-rata K
10,93338
Dari data manual, nilai K rata-rata dapat diperoleh sebesar 10,9. Nilai K ini lah yang akan dimasukkan ke dalam program untuk perhitungan debit air. Tabel 4.5 akan membandingkan debit air yang dengan program dan dengan gelas ukur Tabel 4.5 Tabel perbandingan error dataperhitungan debit secara manual dan secara perhitungan software Debit ( L/m) ( gelas ukur)
Debit ( L/m) ( software)
error ratarata
6000
5256
12,4
7200
6564
8,833333
7800
7200
7,692308
9000
8364
7,066667
9400
8820
6,170213
42
14,7
441
9600
9540
0,625
41
13,9
417
10200
10164
0,352941
10800
11844
9,666667
40
13,3
399
11500
12600
9,565217
39,5
13,3
399
12400
13392
8
38
13,3
399
12700
14220
11,9685
37
13,3
399
12800
14664
14,5625
15480
12,17391
36
13,3
399
13800 14000
16440
17,42857
14600
17280
18,35616
Berikut grafik respon perbandingan antara perubahan suhu dengan perubahan kecepatan motor
2000 1500
20
suhu
1000
15
RPM
500
10
Series1
0
5
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
0
Gambar 4.4 grafik respon motor terhadap perubahan suhu
1 3 5 7 9 11 13 15 Gambar 4.3 grafik error rata-rata pada pengukuran debit air 4.6.2 Respon fuzzzy terhadap perubahan suhu Tabel 4.6 respon fuzzy terhadap suhu
Suhu
Frekeunsi
RPM
4.6.3. Membandingkan besar konsumsi fluida pendingin menggunakan fuzzy dan tanpa fuzzy Tabel berikut membandingkan konsumsi fluida pendingin antara pemompaan dengan metode fuzzy dan tanpa fuzzy untuk mencapai setting point output fluida panas pada suhu 40, data diambil setiap 30 detik ketika sistem mulai dijalankan hingga selama 13 menit. Dan di ditentukan suhu input awal yang diberikan adalah
62,5° 60
30,2
906
58
27,5
825
54
23,8
714
49
22,2
666
48
21,8
654
46,4
20,2
606
45
19,6
588
Tabel 4.7 perbandingan pemompaan dengan Fuzzy dan tanpa Fuzzy Tanpa Fuzzy Men it
keke-
Fluid a Pana s Outp ut °C
1
9
Deti k
30
60
Dengan Fuzzy Debi t
Men it
Deti k ke-
(L/ m)
ke-
12
1
Fluid a Pana s Outp ut °C
30
60
Debi t (L/ m) 12
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
60
59,7
12
90
58,6
12
120
57,3
12
150
56,5
12
180
54,6
12
210
53
12
240
52,4
12
270
51,8
12
300
50,7
12
330
50
12
360
49,4
12
390
48,9
12
420
48,6
12
450
46,9
12
480
45,9
12
510
44,7
12
540
43,8
12
570
43,2
12
600
42,7
12
630
42,7
12
660
41,9
12
690
41,6
12
720
40,7
12
750
40,3
12
780
40,3
Konsumsi fluida pendingin
60
59,4
12
90
57,8
10,9
120
56,3
10,9
150
55,4
9,5
180
54,9
9,5
210
54,6
9,2
240
53,5
9,2
Series1
Series2
270
52,4
8,7
Series3
Series4
300
51,6
8,7
330
51,2
8,3
360
50,4
8,3
390
49,9
7,9
420
49,2
7,9
450
48,7
7,5
480
48,1
7,5
510
46,8
6,4
540
45,9
6,4
570
45,3
5,8
600
44,8
5,8
630
44,5
5,2
660
43,8
5,2
690
43,4
5
720
42,9
5
750
41,2
4,8
12
780
40,6
4,8
288
Konsumsi fluida pendingin
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
185, 6
Dari hasil data percobaan diatas menunjukkan jika sistem menggunakan metode fuzzy memang membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk menjaga setting point yang diinginkan , tetapi dari segi konsumsi fluida pendingin menunjukkan konsumsi fluida pendingin lebih efisien. Berikut grafik perbandingan pengaturan pompa dengan fuzzy dan tanpa fuzzy
Grafik perbandingan pengaturan pompa dengan Fuzzy dan tanpa Fuzzy
1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25
Gambar 4.5 Grafik perbandingan pengaturan pompa dengan fuzzy dan tanpa fuzzy Dan gambar grafik 4.6 berikut menunjukkan perbandingan perubahan suhu terhadap waktu antara sistem menggunakan fuzzy dan tanpa fuzzy, dimana sistem tanpa fuzzy untuk mencapai setting point yang diinginkan sedikit lebih cepat dibandingkan dengan sistem dengan fuzzy 70 60 50 40 30 20 10 0
Series1 Series2 Series3 Series4
1 4 7 10 13 16 19 22 25 Gambar 4.6 grafik perbandingan pengaturan pompa dengan fuzzy dan tanpa fuzzy
Dari hasil percobaan dapat di buktikan bahwa dengan menggunakan kontrol fuzzy, penggunaan fluida pendingin dapat diminimumkan penggunaannya . jika diperhitungkan selisih antara pengaturan pompa dengan fuzzy dan tanpa fuzzy
10
Debit tanpa fuzzy – debit dengan fuzzy 156- 101,2= 54,8 Liter
DAFTAR PUSTAKA 5. KESIMPULAN Setelah melakukan perencanaan dan pembuatan sistem kemudian dilakukan pengujian dan analisanya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan tentang sistem kerja dari alat yang dibuat, berikut ini adalah kesimpulannya: 1.
2.
3.
Fuzzy logic yang diterapkan dalam sistem ini menghasilkan respon yang cepat ketika terjadi penyimpangan referensi suhu. Saat suhu yang terbaca memiliki delta yang cukup besar dari referensi suhu , dengan cepat fuzzy bekerja memperbesar kecepatan pompa.sebaliknya, saat dengan cepat perubahan suhu terjadi dan mendekati suhu referensi, fuzzy merespon dengan memperkecil kecepatan pompa. Di dalam suatu heat Exchanger, jika menginginkan perubahan suhu yang lebih besar pada fluida panas maka diperlukan pemompaan fluida pendingin yang lebih besar. Semakin besar pemompaan fluida pendingin , kalor yang pada hilang fluida panas juga akan semakin besar Pencapaian setting point suhu dengan menggunakan fuzzy membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama dari pada sistem tanpa fuzzy. Tetapi dari segi konsumsi fluida pendingin, sistem dengan menggunakan fuzzy lebih efisien
SARAN Sistem ini hanya berlaku ketika heat exchanger memiliki efisiensi diatas 70 persen(dalam kondisi ideal), perhitungan efisiensi di dapat dari pembacaan suhu di kedua input dan di kedua output heat exchanger dengan perhitungan hukum keseimbangan energi, di harapkan ke depan adanya sebuah sistem ketika efisiensi kurang dari 70 persen , sistem dapat memberikan warning dan sistem secara otomatis dapat dimatikan
11
[1] Datasheet mikrokontroler AT Mega 32. http://www.datasheetcatalog.com/datasheets_pdf/A/ T/M/E/ATMEGA32.shtml [2] Kern,Donal.Process Heat Transfer.Chemical Engginering Series.New york,1950 [3] Bird,Byron. Transport Phenomena. Wiley Internasional Edition.Madison,1960 [4] Kumaidi,Nur.Pengaturan Kecepatan Motor AC Tiga Phase Untuk mengatur Kecepatan Air Pada Implementasi WSN Sebagai Pendeteksi Sumber Polutan Yang Potensial. Proyek Akhir PENS. 2007 [5] Ekafandi,Septian. Pengaturan Kecepatan Motor Induksi Tiga Tiga Fasa Dengan Metode PID Self Tuning Berdasarkan Logika Fuzzy Pada Perancangan Mobil Hybrid.Proyek Akhir PENS.2007