Signifikasi Simulasi Numerik Berbasis Komputer pada Riset Orisinil1 Studi Kasus : Sistem Sambungan Baru Pelat Tipis dengan Washer Khusus Wiryanto Dewobroto1, Paulus Kartawijaya2 and Sahari Besari2 1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Jakarta (email :
[email protected]) 2 Program Pascasarjana, Program Doktor Teknik Sipil, UNPAR, Bandung
Abstrak: Teknologi simulasi numerik analisa struktur relatif cukup maju, bahkan sampai ada anggapan kalau semua kasus dapat diselesaikan otomatis. Itu benar, tapi untuk kasus elastis-linier, sedangkan kasus inelastisnon-linier seperti perilaku keruntuhan, maka anggapan tersebut tidak selalu benar. Apalagi jika baru dan belum pernah ada sebelumnya, karena analisisnya tergantung mekanisme keruntuhan yang terjadi. Jika belum diketahui, maka hasilnya masih berupa hipotesis (dugaan) belaka, sehingga perlu validasi uji empiris. Meskipun hanya hipotesis, tetapi jika bisa dilakukan maka akan lebih baik dari sekedar mengandalkan logika dan nalar saja. Bagaimanapun juga, pada simulasi numerik ada data yang diolah secara aktif, sehingga akan ada hipotesis baru yang lain. Hasilnya, hipotesis yang diajukan akan lebih ‘lengkap dan matang’ lagi. Dengan demikian simulasi numerik merupakan media trial-and-error yang relatif murah dan tidak beresiko. Selanjutnya dapat dibuat sampel uji yang lebih efektif untuk ditindak-lanjuti secara empiris. Akhirnya setelah mekanisme keruntuhannya diketahui dengan baik dan pasti maka dapat dibuktikan bahwa teknologi simulasi numerik yang ada mampu dibandingkan dengan hasil uji eksperimental. Strategi tersebut berhasil diaplikasikan pada penelitian ‘sistem sambungan baru pelat tipis dengan washer khusus’ dimana keberadaan pemakaian simulasi numerik cukup signifikan, khususnya jika dikaitkan dengan kerangka waktu pelaksanaan. Kata kunci: simulasi numerik; inelastis-non-linier, sistem sambungan baru, trial-and-error
1. Pendahuluan Teknologi komputer mengubah strategi kerja engineer. Jika sebelumnya fokusnya pada proses hitungan, sehingga tahu metodenya dan waspada ketelitiannya. Sekarang lebih berfokus pada penyiapan data (input) dan interprestasi keluaran (output) komputer, prosesnya diserahkan saja kepada komputer. Bahkan sampai ada yang beranggapan bahwa semua kasus analisa struktur dapat diselesaikan secara otomatis. Itu memang benar untuk kasus elastis-linier, tetapi untuk kasus inelastis-non-linier yang umumnya terkait dengan perilaku keruntuhan struktur, maka anggapan seperti itu belum tentu benar. Apalagi jika kasusnya baru, yang belum pernah terdokumentasi sebelumnya. Analisis struktur inelastis-non-linier sangat tergantung dari mekanisme keruntuhan yang terjadi. Jadi tanpa tahu dengan benar tahapan-tahapan keruntuhan dan mekanismenya maka hasilnya hanya berupa hipotesis atau dugaan belaka, sehingga pada kondisi tersebut diperlukan validasi atau pembuktian dengan hasil uji empiris. Meskipun hasil simulasi numerik tersebut hanya hipotesis, tetapi masih lebih baik daripada hanya mengandalkan logika dan nalar berdasarkan ilmu pengetahuan yang ada. Bagaimanapun, dalam simulasi numerik akan ada tinjauan suatu parameter data sehingga menghasilkan keluaran baru. Adanya hipotesis yang cukup banyak tentunya dapat diambil benang merah hubungan satu dengan lainnya untuk suatu kesimpulan yang lebih matang. Dengan cara itu maka simulasi numerik merupakan media trial-and-error yang lebih murah dan tidak beresiko. Bila ditata baik maka dapat dihasilkan sampel uji yang presisi untuk ditindak-lanjuti ke tahap empiris secara efektif. Konsep di atas berhasil diaplikasikan pada penelitian “sambungan baru pelat baja tipis baut mutu tinggi dengan washer khusus”, dimana peran simulasi numerik cukup signifikan dibanding porsi penelitian empiris yang harus dilakukan.
2. Perilaku Inelastis-Non-Linier Perilaku keruntuhan struktur umumnya berperilaku inelastis-non-linier, sehingga memprediksi berdasarkan metode penyelesaian elastis-linier jelas tidak akan sesuai, meskipun digunakan komputer terkini sekalipun. Oleh karena itu, batasan struktur yang berperilaku inelastis-non-linier perlu dipahami terlebih dahulu. Ada tiga kategori utama pada structural mechanic sebagai penyebab kondisi inelastis non-linier (Cook et al. 2002), yaitu (1) geometri, (2) material dan (3) perubahan kondisi batas (problem kontak). Jika salah satu saja mempunyai pengaruh, maka penyelesaian dengan cara elastis-linier sudah tidak valid lagi. Dalam prakteknya, pada prosedur perencanaan struktur yang umum, biasanya telah memuat langkah-langkah tertentu sehingga bisa terhindar dari masalah-masalah penyebab non-linier yang mungkin dapat terjadi, misalnya : lendutannya selalu dicheck terhadap nilai tertentu, misal L/360; penampang struktur pada proses desain dicheck terhadap suatu kondisi tegangan tertentu, dan biasanya karena lendutan yang terjadi relatif kecil maka perubahan kondisi batas juga dianggap tidak ada. 1
Disampaikan di Simposium Nasional RAPI VII, Fakultas Teknik Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta, 18 Desember 2008
1
perilaku material terhadap beban
Beban
σ
geometri semula
batas proporsional
geometri setelah dibebani
δ
E
daerah valid
L
ε
a). Geometri Non-Linier
b). Material Non-Linier geometri semula (lentur dominan)
Beban
geometri setelah dibebani (aksial dominan) tumpuan rol menjadi sendi dinding menahan translasi horizontal gap
L
c). Problem Perubahan Kondisi Batas (Problem Kontak) Gambar 1. Berbagai Perilaku Struktur Non-Linier (Cook et al. 2002)
Kondisi elastis-linier dianggap terjadi pada beban rencana (working load), adapun kondisi inelastis-non-linier terjadi pada beban batas (ultimate load). Pada struktur yang ‘umum’, dianggap perilaku struktur pada kondisi batas diketahui, sehingga hubungan antara beban rencana dan beban batas dapat dikaitkan dengan suatu safety factor tertentu yang relatif sederhana, baik yang bersifat konstan untuk berbagai tipe beban (working load design) atau berbeda-beda sebagai fungsi probabilitas tipe beban (ultimate load design). Oleh sebab itu, pada perencanaan struktur yang ‘umum’ cukup memakai analisa struktur elastis linier, karena safety factor-nya telah diantisipasi dalam code-code perencanaan baku yang umumnya telah teruji secara empiris bahwa hasilnya cukup aman untuk dipakai. Analisa struktur yang mempertimbangkan kondisi inelastis-non-linier diperlukan untuk struktur yang tidak umum, yang berbeda karena adanya modifikasi atau karena inovasi baru, untuk memastikan dan menjamin, apakah cara perencanaan yang digunakan telah aman atau cukup ekonomis. Penyelesaian analisa struktur non-linier tidak mudah, ketika teknologi komputer belum semaju saat ini, maka info perilaku struktur pada kondisi batas dapat diakses dengan cara eksperimental, yang jika dilakukan secara benar, hasilnya tidak terbantahkan, karena merupakan fakta empiris. Meskipun demikian konsekuensi biaya, waktu dan resiko bahaya yang dihadapi, jelas lebih besar jika dibanding dengan cara simulasi numerik berbasis komputer.
3. Strategi Penyelesaian Masalah pada Sambungan Baru Baut pada Pelat Tipis Cold-formed dengan Simulasi Numerik Perkembangan teknologi komputer semakin canggih, baik dari segi hardware, software, dan harganya yang relatif terjangkau. Selain itu banyak bukti (Noor and McComb 1981, Vecchio and Shim 2004, Van der Vegte et al. 2005, Omika et al. 2005, Karim and Fat 2005, Dewobroto 2005) bahwa hasilnya telah mendekati model fisik hasil uji eksperimental, sehingga simulasi numerik berbasis komputer menjadi pilihan yang banyak dipakai. Latar belakang alasan tersebut menjadi dasar dalam memikirkankan strategi penyelesaian “sistem sambungan baut mutu tinggi pada pelat tipis” yang saat ini diketahui belum efisien (Dewobroto 2008). Belajar dari sistem yang ada, juga dari berbagai hasil penelitian terdahulu maka dapat diusulkan suatu sistem yang dapat meningkatkan efisiensi sistem sambungan tersebut, yaitu dengan memanfaatkan suatu washer khusus. Untuk itu dibuat hipotesis, cara kerja sistem sambungan baru tersebut (Dewobroto 2008). Untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut benar, maka perlu data hasil uji empiris. Permasalahan yang ada dalam pembuktian hipotesis adalah bagaimana detail dari dimensi washer yang digunakan, karena untuk itu belum ada literatur atau informasi sebelumnya yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan (Dewobroto 2008) . Oleh karena itu satu-satunya cara adalah dengan trial-and-error. Karena tidak diketahui dari mana untuk memulainya, maka jelas proses trial-and-error yang dikerjakan akan cukup banyak agar diperoleh suatu parameter yang memadai. Jika itu dilakukan dengan uji eksperimen maka konsekuensi biaya dan waktu, maupun resiko bahaya yang dihadapi akan menjadi kendala. Untuk itulah simulasi numerik berbasis komputer menjadi pertimbangan, minimal untuk mendapatkan suatu parameter dari suatu uji sampel empiris yang benar-benar mendukung hipotesis, sehingga pelaksanaan uji empiris dapat menjadi tepat sasaran, yang artinya jumlah sampel dan waktu pelaksanaannya menjadi tertentu (pasti).
2
a) Komponen Sambungan Terurai
b) Sambungan Terpasang
Gambar 2. Sistem Sambungan Baru Baut Mutu Tinggi Pada Pelat Tipis
Gambar 2 memperlihatkan sistem sambungan uji. Meskipun terlihat sederhana tetapi agar simulasi numerik dapat melacak perilaku keruntuhannya maka teknologi komputer yang digunakan harus mampu memperhitungkan semua penyebab non-linier yang ada (Gambar 1). Cara simulasi numerik yang umum dipakai pada perancangan struktur tidak memadai lagi, karena umumnya hanya mengandalkan cara elastis-linier. Komponen struktur terpisah yang merupakan bentuk alami sistem sambungan merupakan penyebab timbulnya problem kontak, sekaligus geometri non-linier, selanjutnya material baja yang leleh pada kondisi ultimate mengakibatkan adanya material non-linier. Penelitian sambungan baja sebagian besar mengandalkan hasil uji eksperimen, tetapi sekarang pemakaian komputer dengan piranti lunak berbasis ‘metoda elemen hingga’ semakin banyak dan populer (AISI 2000, Citipitioglu et al. 2002, Komuro-Kishi-Chen 2004, Sabuwala 2005, Kim-Kuwamura 2007). Bahkan simulasi numerik memberikan pengamatan yang detail secara mudah, yang mana hal tersebut relatif susah dan mahal jika didapatkan secara eksperimental. Program komputer yang dipakai oleh para peneliti di atas adalah ABAQUS (Hibbit et al. 2004), yang sangat baik dalam menganalisis sifat-sifat non-linier material, geometri maupun kondisi batas. Untuk mengevaluasi validitas strategi yang digunakan pada simulasi ini maka selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil uji eksperimental di laboratorium. Sampel uji eksperimen diperoleh dari pengembangan hasil simulasi numerik. Jadi pada tahap tersebut diharapkan tidak dijumpai lagi cara trial-and-error, tetapi langsung dapat menguji hipotesis yang disusun sebelumnya.
4. Simulasi Numerik dan Pengamatan Detail Tahapan simulasi numerik adalah: input → proses → output. Tahapan proses dikerjakan komputer sepenuhnya, sedangkan tahapan input dan output masih perlu campur tangan manusia, meskipun saat ini perkembangan teknologi komputasi cukup maju, dimana software sudah dilengkapi fasilitas antar muka berbasis grafik (graphical-interface) yang user-friendly, bahkan lebih berkesan CAD (grafik) daripada FEM (numerik) dibanding program versi lama. Hal penting pada tahapan input adalah menangkap fenomena struktur real untuk diungkap ke bentuk numerik agar dapat diproses komputer (pemodelan struktur). Untuk mengetahui parameter yang menentukan maka pemahaman perilaku struktur real secara kualitatif menjadi keharusan. Kecuali itu, pemahaman proses pada komputer sebaiknya juga diketahui, minimal tahu keterbatasannya. Bagaimanapun formulasi numerik maupun implementasinya pada program dapat berbeda satu dengan lainnya. Bahkan untuk memodelkan kasus yang sama dapat tersedia berbagai formulasi mirip yang mungkin dapat digunakan, sehingga bila tidak mengetahui lebih dalam akan membingungkan. Strategi dan pelaksanaan simulasi numerik perilaku “keruntuhan sambungan baru baut mutu tinggi pada pelat tipis” dipermudah dengan adanya acuan hasil penelitian terbaru dari Jepang (Kim-Kuwamura 2007). Konfigurasi benda uji sambungannya mirip dan paling mendekati, baik dalam hal jenis, fisik, maupun simulasi numerik yang memakai program ABAQUS. Menariknya adalah bahwa model tidak dibuat semirip mungkin dengan kondisi real tetapi mencari bentuk geometri yang paling sederhana tapi akurat dalam memprediksi perilaku struktur. Padahal program ABAQUS telah dilengkapi fasilitas CAD sehingga membuat model 3D yang kompleks bukan suatu masalah. Tujuan memakai model sederhana, termasuk bagaimana memanfaatkan efek simetri, yaitu agar diperoleh penghematan jumlah titik nodal dan element yang diperlukan. Itu akan mengurangi resiko kesalahan dan lamanya proses.
3
Jika penelitian Kim-Kuwamura (2007) adalah menyelidiki perilaku tumpu (bearing) pada sambungan baut pelat baja tipis dan parameternya, maka penelitian penulis setingkat lebih maju karena meneliti usulan baru suatu bentuk washer khusus yang dapat meningkatkan kinerja / kekuatan sistem sambungan pelat baja tipis dengan baut tersebut. Dalam pemodelan struktur, dianggap keruntuhan / kerusakan hanya akan terjadi pada pelat baja tipis oleh karena itu baut dapat dimodelkan sebagai element rigid yang tidak dapat berdeformasi. Sedangkan pelat baja tipis yang dapat rusak memakai element yang berdeformasi. Penelitian Kim-Kuwamura (2007) mencoba dua element yang tersedia pada ABAQUS, yaitu element shell (S4R) dan element solid (C3D8R). Dalam penelitian tersebut dapat diketahui bahwa fenomena curling tidak bisa diamati jika dipakai element shell (S4R). Karena fenomena curling sangat perlu diteliti pada pelat baja tipis maka akhirnya hanya pemodelan dengan element solid (C3D8R) yang dapat digunakan. Selanjutnya dalam pemodelan struktur, selain tipe element yang dipilih, maka penempatan boundary condition (kondisi tumpuan / restraint), termasuk juga opsi Rigid Body constraint dan opsi Tie constraint yang tersedia, sangat membantu mewujudkan model yang sederhana tapi mewakili kondisi real. Bentuk model struktur yang digunakan pada penelitian ini juga memanfaatkan efek simetri sbb:
a) Model tanpa Meshing
b) Model dengan Meshing
Gambar 3. Model Sistem Sambungan Baru Subjek Penelitian
Model washer (separuh) memakai Discrete Rigid Element (R3D4 element 4-nodal 3-D bilinier rigid qualidrilateral) yang pemodelannya sama seperti element solid lain, yaitu perlu meshing. Pada model tidak terlihat bentuk fisik baut mutu tinggi karena fungsinya diambil alih oleh rigid body reference node (RF) model rigid washer melalui kondisi batas DOF yang sesuai bilamana ingin menekan pelat-pelat sambungan yang merupakan efek dari baut tersebut. Memakai model yang sama, hanya berbeda parameter yang dipakai, maka dari simulasi numerik dapat dipelajari berbagai kondisi geometri maupun efek parameter tersebut terhadap kinerja sistem sambungan dengan baik. Dari berbagai bentuk profil washer akhirnya dapat dipilih bentuk yang paling optimal. Unsur utama agar washer dapat optimal adalah tingkat presisi alur terhadap ketebalan pelat sambungan. Jika dapat dihasilkan profil washer yang tepat membentuk alur pada pelat sambungan sehingga cukup rapat dan tidak ada celah, maka efek jepit akan lebih baik untuk gaya pretensioning dan koefisien friksi bahan yang sama. Persyaratan itu menyebabkan bentuk washer yang akan dibuat tergantung ketebalan pelat yang disambung, tidak bisa bersifat generik sehingga satu profil washer hanya cocok untuk satu ketebalan pelat, meskipun mungkin ukuran baut dan mutunya sama. Kecuali tingkat presisi yang tinggi dari profil washer, dapat juga diketahui bahwa akibat kombinasi antara dimensi profil washer dan ketebalan pelat sambungan maka dapat saja terjadi kegagalan dalam pembentukan alur pada pelat. Itu diakibatkan terjadinya efek seperti balok tinggi, yaitu transfer gaya tidak berupa lentur (dan geser) tetapi berupa gaya aksial langsung dari ujung atas washer laki ke bagian bawah washer bini. Terjadilah mekanisme arching pada pelat saat meneruskan gaya-gaya tekan pada washer, karena pelat tidak bisa melentur maka kegagalan terjadi. Fenomena tersebut dapat dengan mudah digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4. Efek Arching Penyebab Kegagalan Clamping Pelat dengan Lubang Oversized
Sedangkan jika lubang pelat diperkecil, berarti panjang pelat pada ujung washer bini semakin panjang sehingga saat menyalurkan gaya clamping akan terjadi sebagai perilaku lentur, akhirnya pelat dapat melentur dan membentuk alur.
4
Setelah proses clamping berhasil, sistem sambungan diuji tarik dan dicatat P-Δ untuk memperlihatkan perilaku sistem sambungan saat dibebani. Jika berbagai macam parameter dapat ditinjau pada simulasi tersebut, maka tentu dapat diperoleh pemahaman parameter-parameter tersebut khususnya dikaitkan dengan kinerja sambungan. Dengan melihat kurva P-Δ hasil simulasi dan membandingkan dengan rumusan tumpu cara konvensional maka akan terlihat bahwa sistem sambungan ini memberikan suatu peningkatan kinerja. Artinya efisiensi alat sambung baut meningkat.
Gambar 5. Kontur Regangan Plastis Ekivalent (PEEQ) saat Ultimate
Adanya kontur regangan saat ultimate membantu memprediksi perilaku sambungan baru. Gambar 5 memperlihatkan bagian pelat yang rusak, letaknya jauh dari tepi lubang baut, yang kenyataannya memang terbukti (lihat Gambar 6b). Itu berbeda dibanding sambungan baut biasa (tanpa washer khusus), dimana bagian pelat yang rusak di tepi lubang baut. Jelasnya, meskipun memakai alat sambung baut mutu tinggi yang sama, ternyata penggunaan washer khusus mengubah perilaku sambungan. Tidak dipakainya bagian pelat di tepi lubang baut dalam menghasilkan mekanisme tumpu menyebabkan gap antara lubang dan baut tidak berpengaruh. Sistem baru tidak memerlukan fenomena slip untuk memulai bekerjanya, sehingga menghasilkan sistem sambungan yang lebih kaku. Hasil simulasi numerik dengan ABAQUS secara umum mendukung hipotesis yang diusulkan (Dewobroto 2008), bahkan dapat dihasilkan data kualitatif tiap-tiap parameter sistem sambungan baru. Data tersebut digunakan sebagai dasar dalam menetapkan dimensi dan ukuran sampel uji eksperimental pada tahap berikutnya.
5. Uji Eksperimental Sistem Sambungan Baru Digunakan sebanyak ±14 sampel untuk uji eksperimen, salah satunya diperlihatkan pada gambar berikut.
b). Komponen Sambungan setelah Pengujian
a). Konfigurasi Terpasang pada Mesin UTM
Gambar 6. Sampel Uji Sistem Sambungan Baru dan Hasilnya (Dewobroto 2008)
5
Meskipun jumlah sampel uji digunakan relatif sedikit, tetapi karena telah dilakukan simulasi numerik yang cukup efektif sebagai pendahuluan maka hasilnya relatif memuaskan. Bahkan prediksi dari hasil simulasi numerik bahwa kerusakan akan terjadi di luar lubang baut (lihat Gambar 5) ternyata secara empiris terbukti (lihat Gambar 6b). Untuk mendukung penelitian ini, telah dilakukan juga uji empiris sistem sambungan konvensional untuk menjadi pembanding terhadap sistem sambungan baru. Dari perbandingan langsung tersebut dapat terlihat jelas, bahwa telah terjadi peningkatan yang signifikan (lihat Tabel 1 dan Gambar 7), baik dari segi kekuatan maupun kekakuan sistem. Tabel 1. Perbandingan Kinerja Sistem Lama dan Baru (Dewobroto 2008)
Notasi
P ultimate
UPH-C1ON-A UPH-C1ON-B UPH-C1ON-C UPH-Wstd-B UPH-Wstd-C
23425 N 23590 N 24365 N 46975 N 48220 N
1x 1x 1x 2x 2x
Keterangan Δ ultimate 1.71 mm 1.0 x Sistem Sambaungan Baut 2.23 mm 1.3 x LAMA (washer standar) 0.35 mm 0.2 x 30.22 mm 17.7 x Sistem Sambungan Baut 46.02 mm 26.9 x BARU (washer laki-bini)
50,000 45,000 40,000 35,000
gaya (N)
UPH-Wstd-B 30,000
UPH-Wstd-C
25,000
C1ON-A C1ON-B
20,000
C1ON-C
15,000 10,000 5,000 0
0
10
20
30
40
50
60
perpindahan (mm)
Gambar 7. Perilaku P-Δ Sambungan Sistem Lama dan Sistem Baru (Dewobroto 2008)
Terjadi peningkatan kekuatan sambungan yang signifikan. Itu hanya mungkin, jika lubang baut dapat diabaikan keberadaannya. Selain itu perilaku keruntuhan sistem sambungan baru relatif lebih daktail dibandingkan sistem yang konvensional akibat dari sifat materialnya sendiri yang memang daktail. Dengan demikian sistem sambungan dengan washer khusus yang diusulkan (Dewobroto 2008) adalah benar-benar baru, yang berbeda dari sistem sambungan konvensional yang ada, baik dari segi kenampakan (fisik) tetapi juga dari segi mekanisme dan unjuk kerjanya yang meningkat cukup signifikan.
6. Validitas Simulasi Numerik terhadap Eksperimental Telah diungkapkan simulasi numerik mempelajari perilaku sistem sambungan baru, yang dapat ditindak-lanjuti untuk dibuat sampel uji. Pengujian empirisnya dianggap berhasil karena mendukung hipotesis yang diajukan penulis (Dewobroto 2008). Meskipun demikian belum terlihat hubungan langsung antara simulasi numerik dan eksperimen, karena input data materialnya tidak sama maka tidak bisa dibandingkan secara langsung (face-to-face). Meskipun tujuan penelitian eksperimen tercapai, yaitu hipotesis yang diajukan (Dewobroto 2008) terbukti, tetapi adanya keinginan untuk mengetahui seberapa jauh simulasi numerik dapat digunakan secara akurat untuk melacak perilaku keruntuhan struktur maka simulasi numerik akan diulang. Pada tahap ini, input data akan dikalibrasi sehingga mewakili sistem sambungan real yang diuji. Kalibrasi yang pertama adalah menyesuaikan data material yang diperoleh yaitu dari hasil uji tarik pelat. Selanjutnya mekanisme kerja dari sistem yang diuji harus diprediksi secara tepat dan diterjemahkan dalam tahapan-tahapan simulasi numerik.
6
Memprediksi mekanisme kerja sistem merupakan tahapan yang relatif sukar, apalagi jika yang diuji baru atau belum pernah diketahui. Selanjutnya kurva P-Δ hasil uji empiris dan simulasi numerik dibandingkan, lihat Gambar 8. Dari kurva tesebut diketahui bahwa simulasi numerik tidak berhasil melacak perilaku keseluruhan yang ternyata sifatnya sangat daktail. Itu disebabkan kriteria keruntuhan dari ABAQUS yang dipilih hanya kriteria leleh saja. Padahal kondisi sebenarnya pada sambungan juga terjadi fraktur (pelat sobek). Kriteria faktur tidak ditinjau karena simulasi numeriknya kompleks dan hasil di atas dianggap sudah cukup untuk memprediksi kekuatan sambungan baru. Data numerik Wstd-data-2 memberi kuat tarik yang lebih kecil dari data numerik Wstd-data2-2, perbedaan antara kedua data hanya terdapat pada kontrol perpindahan (δ) dari ABAQUS untuk menekan washer khusus ke pelat. Jika Wstd-2 maka δ = 2.00 mm, sedangkan Wstd-2-2 maka δ = 2.02 . Jadi ada selisih 0.02 mm. 60,000
50,000
gaya (N)
40,000
30,000 Wstd-data-2 (numerik)
20,000
Wstd-data-2-2 (numerik) UPH-Wstd-B (empiris)
10,000 UPH-Wstd-C (empiris)
0 0
10
20
30
40
50
60
perpindahan (mm)
a). Kurva Lengkap 45,000 40,000 35,000
gaya (N)
30,000 25,000 20,000
Wstd-data-2 (numerik)
15,000
Wstd-data-2-2 (numerik) UPH-Wstd-B (empiris)
10,000
UPH-Wstd-C (empiris)
5,000 0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
perpindahan (mm)
b). Kurva Lokal (bagian depan tetapi lebih detail) Gambar 8. Kurva P-Δ Kinerja Sambungan Washer Wstd (Empirik vs Numerik)
Tanpa mengetahui mekanisme kerja sistem yang diteliti maka perbedaan di atas tidak dapat diterangkan, dimana itu berkaitan dengan proses pretensioning atau clamping. Tebal alur pada washer khusus = 2.0 mm, maka ketika kontrol perpindahan yang diberikan sama, maka efek pretensioning tidak signifikan lagi (hilang). Jadi ketika ada tambahan kontrol perpindahan δ = 0.02 mm maka efek pretensioning menjadi signifikan pengaruhnya. Hanya setelah mempertimbangkan kondisi tersebut maka hasil simulasi numerik mendekati hasil uji eksperimen.
7. Signifikasi Simulasi Numerik Untuk meninjau signifikasi penggunaan simulasi numerik maka strategi penelitian di atas akan ditinjau dari sisi kerangka waktu yang digunakan. Karena sifatnya trial-and-error sekaligus mencari ide atau arahan baru maka studi dan penelitian dengan simulasi numerik memerlukan waktu sekitar ± 2 (dua) tahun, relatif cukup lama. Sedangkan uji validitas dengan cara eksperimental di laboratorium hanya perlu waktu tepat 3 (tiga) hari kerja saja.
7
Meskipun hanya tiga hari kerja, tetapi biaya yang diperlukan untuk penyediaan material dan alat bantu uji, dan sumber daya manusia yang mendukungnya terlihat berlipat. Jadi apabila proses simulasi numerik tidak berhasil memprediksi perilaku objek yang diteliti secara tepat, sehingga masih memerlukan proses trial-and-error selama pelaksanaan uji empiris tesebut, maka dapat dipastikan biaya dan waktu yang diperlukan akan berlipat. Sehingga strategi memakai simulasi numerik sebelum penelitian empiris adalah sudah tepat karena cukup signifikan dalam menyumbang penghematan biaya sekaligus mempercepat waktu pelaksanaan penelitian tersebut.
8. Kesimpulan ABAQUS (Hibbit et al. 2004) dapat dipakai dengan baik sebagai alat bantu simulasi perilaku keruntuhan struktur. Jika mekanisme keruntuhan dapat diketahui, dan tahapan simulasi numerik dapat mengikutinya maka hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil uji eksperimental. Pada sistem struktur baru, mekanisme keruntuhannya belum diketahui, sehingga jikapun dapat dibuat simulasi numeriknya maka hasilnya masih berupa hipotesis. Perlu bukti empiris. Karena riset empiris hanya digunakan sebagai pembuktian saja, dan bukan bagian dari proses trial-and-error maka strategi penelitian memakai simulasi numerik akan menghemat, baik dari segi sumber daya material, maupun waktu. Sehingga jika dapat dimanfaatkan dengan baik maka dapat pula dihasilkan banyak penemuan sistem struktur yang baru atau orisinil.
9. Ucapan Terima Kasih Universitas Pelita Harapan melalui dana riset LPPM No. P-008-FDTP/1/2008 dan No. P-009-FDTP/1/2008 telah membantu terselenggaranya riset eksperimen ini, untuk itu diucapkan terima kasih yang tulus.
10. Daftar Pustaka AISI. (2000). “A Design Approach for Complex Stiffeners”, Research Report RP00-3, Committee on Specifications for the Design of Cold-Formed Steel Structural Members, Rev. Ed. 2006 American Iron and Steel Institute Citipitioglu, A.M., Haj-Ali, R.M. , White, D.W. (2002)."Refined 3D finite element modeling of partially restrained connections including slip", Journal of Constructional Steel Research 58 (2002) 995–1013 Cook, Malkus, Plesha and Witt (2002), “Concept and Applications of Finite Element Analysis 4th Ed”., John Wiley Dewobroto, W. (2005). “Simulasi Keruntuhan Balok Beton Bertulang Tanpa Sengkang dng ADINA”, Seminar Nasional Rekayasa Material dan Konstruksi Beton 2005, ITENAS, Grand Aquilla, Bandung. Dewobroto, W. (2008). “Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled”, DISERTASI pada Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung (unpublished) Hibbit, Karlsson and Sorensen (2004). “ABAQUS/Standard User’s and Theory Manuals”, Ver. 6.5 Karim, M.R. and Hoo Fatt, M.S. (2005). “Impact of the Boeing 767 Aircraft into the World Trade Center”, ASCE J. Eng. Mech, 131(10), 1066-1072 Kim, T.S., H. Kuwamura.(2007)."Finite element modeling of bolted connections in thin-walled stainless steel plates under static shear", Thin-Walled Structures 45 (2007) Komuro, M., Kishi, N., Chen, W.F.(2004). “Elasto-Plastic FE Analysis on Moment-Rotation Relations of Top-and Seat-Angle Connections”, Connections in Steel Structures V - Amsterdam - June 3-4, 2004 Noor, A.K. and H.G. McComb, Ir. (1981). “Computational methods in Nonlinear Structural and Solid Mechanics”, Symposium on Computational Methods in Nonlinear Structural and Solid Mechanics –6-8 October 1980, Washington DC, Pergamon Press Ltd. Sabuwala, T., Daniel Linzell, Theodor Krauthammer. (2005). "Finite element analysis of steel beam to column connections subjected to blast loads", International Journal of Impact Engineering 31 (2005) 861–876 Yukihiro Omika; Eiji Fukuzawa; Norihide Koshika; Hiroshi Morikawa dan Ryusuke Fukuda. (2005). “Structural Responses of World Trade Center under Aircraft Attacks”, ASCE J. Struct. Eng., 131(1), 6-15 Van der Vegte, Choo, Liang, Zettlemoyer and Liew. (2005). “Static Strength of T-Joints Reinforced with Doubler or Collar Plates. II: Numerical Simulations”, ASCE J. Struct. Eng., 131(1) , 129 – 138 Vecchio, F.J. and Shim, W. (2004).“Experimental and Analytical Re-examination of Classic Concrete Beam Tests”, ASCE J. Struct. Eng., 130(3), 460 – 469
8