SIFAT-SIFAT BLOK BAHAN PASANGAN DINDING DARI AGREGAT BEKAS DENGAN PEREKAT MINYAK JELANTAH I Nyoman Arya Thanaya1, Ngakan Made Anom Wiryasa2, Florentina Bupu3 1
Dosen Jurusan Teknik Sipil, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran E-mail:
[email protected] 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, FT Unud, Kampus Bukit Jimbaran E-mail:
[email protected] 3 Alumni Jurusan Teknik Sipil, FT Unud. E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Dalam upaya untuk mengurangi penggunaan material alam sebagai bahan bangunan, pada makalah ini disajikan perihal blok bahan pasangan dinding (BBPD) dengan beberapa variasi campuran agregat bekas (bongkaran bangunan dan bongkaran beton) dan abu sekam, dengan minyak jelantah sebagai bahan perekatnya. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis sifat-sifat BBPD yang dioven pada temperatur dan durasi waktu yang berbeda. Target yang ingin dicapai adalah kuat tekan BBPD minimum 25 kg/cm2, sesuai dengan ketentuan kuat tekan bata beton pejal menurut Standar Nasional Indonesia 03-0348-1989. Material bongkaran beton serta bongkaran bangunan dipecah secara manual, kemudian diayak untuk memperoleh ukuran partikel yang diinginkan. Proporsi material divariasi dan dicampur dengan minyak jelantah. Sampel dipadatkan dengan pemadatan standar proctor. Ukuran sampel 100x100x80 mm, dengan total sampel 24 buah. Dipilih kadar minyak jelantah yang memberikan bentuk sampel yang stabil dalam proses produksi, yaitu stabil saat dikeluarkan dari cetakan untuk kemudian dioven pada suhu 160oC selama 24 jam dan 200oC selama 8, 16, dan 24 jam. Diperoleh hasil bahwa kuat tekan sampel bisa memenuhi dan bahkan melebihi syarat kuat tekan minimal 25 kg/cm2, tingkat penyerapan awal antara 0,13-2,67 kg/m2/menit, penyerapan air 27,13%, dan porositas 37,22%. Pengovenen yang memberi hasil tebaik adalah pada suhu 200oC selama 24 jam. Kata kunci: pasangan dinding, agregat bekas, minyak jelantah
1.
PENDAHULUAN
Umumnya dalam konstruksi bangunan, blok bahan pasangan dinding dapat memiliki fungsi struktural pada bangunan sederhana, dan berfungsi non-struktural yaitu dimanfaatkan sebagai dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban yang ada diatasnya seperti pemakaian sebagai dinding pengisi pada bangunan konstruksi bertingkat yang memiliki rangka struktur. Jenis bahan bangunan yang banyak digunakan untuk pasangan dinding adalah: batu bata (bata merah) dari tanah liat, dan batako dengan bahan perekat semen. Selain semen, bahan perekat lain dalam pembuatan blok bahan pasangan dinding yang sudah diteliti adalah aspal penetrasi (Fort et al., 2006 ; Utama, 2010), aspal emulsi (Mitasari, 2010) dan minyak jelantah/minyak goreng bekas (Wistriani, 2010). Berdasarkan hasil penelitian di Inggris (Calais, 2005; Zoorob et al., 2006), minyak goreng bisa digunakan sebagai bahan perekat batako didasari sifat yang dimiliki oleh minyak goreng yaitu polimerisasi. Polimerisasi adalah proses pengabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar (Waldjinah et al., 2004). Begitu juga pada minyak goreng terjadi penggabungan molekul-molekul kecil yang sukar menguap apabila minyak dipanaskan, kemudian menjadi molekul-molekul besar sehingga menjadi kaku dan mengeras. Polimerisasi pada minyak akan cepat terjadi apabila didalam minyak banyak mengandung lemak. Hal inilah yang menjadikan minyak bisa digunakan sebagai pengganti perekat hidrolis dari semen karena sifat polimerisasinya.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-17
Material dan Bahan
Seiring dengan pembangunan yang kian meningkat setiap tahunnya, kebutuhan akan bahan bangunan seperti agregat alam semakin meningkat. Karena itu, mendorong peneliti untuk memanfaatkan atau mendaur ulang limbah dari bahan bangunan sebagai alternatif yang dapat menggantikan agregat alam di dalam campuran blok bahan pasangan dinding (BBPD). Dalam penggunaan agregat bekas sangat sukar untuk memperoleh homoginitas material karena sumber material yang bersifat acak. Untuk itu, jenis material yang digunakan perlu dipilah-pilah. Pada penelitian ini dipergunakan agregat kasar dari hasil pemecahan beton bongkaran bangunan, bongkaran pasangan dinding bata dan batako, dan abu sekam padi. Perekatnya digunakan minyak jelantah dari hasil pengolahan industri rumah tangga. Untuk memberi efek pengerasan pada bahan perekat (proses polimerisasi) pada penelitian ini, blok bahan pasangan dinding perlu dioven pada temperatur yang berbeda yaitu pada temperatur 160o C selama 24 jam dan pada temperatur 200o C selama 8, 16, dan 24 jam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui temperatur dan durasi waktu pengovenan yang memberikan hasil optimal untuk uji kuat tekan, karena tinggi rendahnya temperatur dan durasi waktu sangat mempengaruhi kuat tekan blok bahan pasangan dinding. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis sifat-sifat BBPD yang dioven pada temperatur dan durasi waktu yang berbeda. Target yang ingin dicapai adalah kuat tekan BBPD minimum 25 kg/cm2, sesuai dengan ketentuan kuat tekan bata beton pejal menurut Standar Nasional Indonesia 03-0348-1989. 2.
METODE
Material Material yang dipergunakan adalah hasil pemecahan manual dan pengayakan sesuai ukuran yang diperlukan. Sebagai agregat kasar dipergunakan dari hasil pemecahan beton bekas (ukuran diameter butiran 14-2,36 mm). Agregat halus dari pemecahan bongkaran beton, bongkaran bata dan batako (ukuran diameter butiran 2,36-0,075 mm). Untuk memperoleh kekompakan sampel yang baik diperlukan komponen butiran halus (lolos 0,075 mm) dalam jumlah yang cukup. Karena butiran halus (lolos 0,075 mm) dalam agregat halus jumlahnya masih kurang, maka sebagai tambahan digunakan abu sekam padi. Sedangkan untuk bahan perekatnya digunakan minyak jelantah dari hasil pengolahan industri rumah tangga. Berat jenis material agregat yang dipergunakan disajikan pada Tabel 1 (Bupu, 2011), dan berat jenis minyak jelantah 0.92 (Elert, 2000) Tabel 1. Berat jenis material dari agregat bekas Material Agregat kasar: Bongkaran beton Agregat halus: Bongkaran bata merah Bongkaran batako Bongkaran beton Abu Sekam Padi
Bulk 2,046 1,991 1,971 1,840
Berat Jenis SSD 2,296 2,193 2,227 2,119 SG : 1,790
Semu 2,725 2,459 2,650 2,550
Proporsi dan kebutuhan material Untuk memproporsikan kebutuhan material yang diperlukan untuk campuran BBPD, dalam penelitian ini digunakan gradasi agregat yang mengacu pada Gradasi Latasir (Sand Sheet/SS) yang biasa dipakai pada campuran aspal untuk perkerasan jalan (Kementerian PU, 2010). Gradasi ini dipilih setelah melalui proses coba-coba, dimana gradasi ini mengandung cukup banyak agregat halus, sehingga bisa memberikan bentuk sampel yang kompak dengan enersi pemadatan yang ringan. Dengan mempergunakan gradasi Latasir, maka diperoleh proporsi material seperti disajikan pada Tabel 3 dan 4.
MB-18
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan
Tabel 3. Proporsi material agregat bekas Jenis Agregat
Diameter (mm)
Persen (%)
Material
Per 1000 gram Agregat
Bongkaran beton Bongkaran beton
10 15
Agregat Halus
14-9,5 9,5-4,75 4,75-2,36 2,36-0,075
Bongkaran beton Kombinasi (Tabel 4)
15 50
100 150 150 500
Abu
Lolos 0,075
Abu sekam
10
100
100 %
1000 gr
Agregat Kasar
Total
Tabel 4. Proporsi material agregat bekas dengan variasi kombinasi agregat halus Campuran
Agregat kasar (14-2,36mm) 40% Bongkaran beton
Agregat halus (<2,36mm) 50% Bongkaran batako 40%
Bongkaran bata merah 10%
Abu sekam (lolos 0,075mm) Abu sekam
A
40%
Bongkaran beton 10%
B
40%
10%
20%
20%
10%
C
40%
10%
10%
40%
10%
10%
Penentuan kadar minyak jelantah Kadar minyak jelantah yang dipergunakan adalah sejumlah tertentu berdasarkan percobaan pendahuluan, adalah kadar minyak yang minimal, yang bisa memberikan sampel yang kompak dan stabil saat dikeluarkan dari cetakan. Sesuai dengan jenis campuran dan tingkat penyerapan kombinasi material yang dipergunakan, diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Kadar Minyak Jelantah Minimum Kadar Minyak Jelantah Variasi Campuran terhadap berat Agregat (%) A 11,65 B 12,36 C 16,52 Pencampuran dan produksi sampel Setelah dilakukan proporsi kebutuhan material, maka dilanjutkan dengan pencampuran material. Terlebih dahulu pisahkan agregat kasar dan agregat halus, kemudian agregat kasar dicampur dengan minyak jelantah lebih dulu baru dilanjutkan dengan agregat halus. Hal ini untuk mencegah agar minyak jelantah tidak diserap lebih banyak oleh agregat halus, karena penyerapan agregat halus lebih cepat dibandingkan dengan agregat kasar. Setelah pencampuran material, dilanjutkan dengan pencetakan benda uji dengan cetakan metal (cetakan beton) yang berukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, sedangkan ukuran BBPD yang akan dibuat pada penelitian ini memiliki ketebalan 8 cm. Sebelum dilakukan pencetakan, terlebih dahulu cetakan yang akan digunakan diberi alas pelat besi, yang memiliki ketebalan ± 3 mm dengan ukuran 10 cm x 10 cm. Di atas pelat besi dilapisi lembar plastik tipis berukuran 10 cm x 10 cm. Hal ini untuk memudahkan mengeluarkan BBPD dari cetakan. Untuk merojok dan meratakan campuran BBPD didalam mencetak digunakan alat perojok
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-19
Material dan Bahan
kapi. Setelah campuran rata, lalu di atas campuran dilapisi juga dengan plastik kemudian ditutup pelat besi dengan tebal ± 1 cm. Untuk proses pemadatan BBPD, dilakukan dengan cara menumbuk BBPD secara sentris dengan alat standar proctor. Pemadatan BBPD dilakukan dengan energi pemadatan menggunakan 30 kali jumlah tumbukan secara sentral. Hal ini dilakukan berdasarkan penelitian Wistriani (2009), bahwa 30 tumbukan menghasilkan nilai kuat tekan BBPD yang ditargetkan. BBPD yang sudah dikeluarkan dari cetakan dan lapisan plastiknya dilepaskan, kemudian diangin-anginkan selama 24 jam dalam suhu ruang. Hal ini bertujuan agar penyerapan minyak dapat merata ke seluruh bagian BBPD dan untuk memberi penguapan awal pada bahan perekat, sehingga proses polimerisasi yang terjadi dapat juga merata ke seluruh bagian BBPD. Selanjutnya BBPD dioven dengan suhu 160oC selama 24 jam, dan pada suhu 200oC selama 8, 16 dan 24 jam. Setelah selesai dioven, dilaksanakan 2 jenis kondisi pengujian, yaitu tanpa rendaman (untuk kuat tekan kondisi kering) dan dengan perendaman dalam air selama 24 jam (untuk penyerapan air, dan kuat tekan rendaman). Untuk masing-masing kondisi dipergunakan 12 buah benda uji dengan perincian perlakuan seperti disajikan pada Tabel 6. Total benda uji menjadi 24 buah. Tabel 6. Jumlah benda uji untuk tanpa atau dengan perendaman Temperatur Pengovenan (oC) 160 200 200 200
3.
Waktu Pengovenan (Jam) 24 8 16 24 Total Benda Uji
Jumlah Benda Uji (buah) 3 3 3 3 12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuat tekan tanpa perendaman dan dengan perendaman Hasil uji kuat tekan sampel tanpa perendaman disajikan pada Gambar 1 dan dengan perendaman pada Gambar 2. 80
Kuat tekan (kg/cm2)
70
200 derajat variasi campuran A
60 50
200 derajat variasi campuran B
40
200 derajat variasi campuran C
30
160 derajat variasi campuran A
20
160 derajat variasi campuran B
10 0 0
8
16
24
160 derajat variasi campuran C
Waktu pengovenan (jam)
Gambar 1. Kuat sampel tekan tanpa rendaman Pada Gambar 1 terlihat sampel yang dioven dengan suhu 160°C selama 24 jam untuk campuran variasi A,B, maupun C, memberikan kuat tekan sekitar 30-35 kg/cm2, memenuhi kuat tekan minimal 25 kg/cm2 (SNI 03-0348-1989). Untuk sampel yang dioven pada suhu 200°C, sampel dari campuran A memberikan nilai yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena pada campuran ini kandungan agregat halus dari pecahan batako terbanyak (komponen yang cukup kuat pada material agregat halus) dan kandungan pecahan bata paling sedikit (komponen terlemah pada material agregat halus). Kondisi ini memberikan sifat saling kunci
MB-20
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan
yang lebih optimal, dan efek polimerisasi minyak jelantah lebih efektif, dimana kandungan minyak jelantah pada campuran A paling sedikit. Selain itu, untuk mencapai kuat tekan minimum minimal 25kg/cm2, bila sampel dioven pada suhu 200°C, memerlukan waktu sekitar 16 jam, dibandingkan dengan pada suhu 160°C yang memerlukan waktu 24 jam. Sedangkan kuat tekan sampel dengan perendaman dalam air selama 24 jam (Gambar 2). Untuk sampel yang dioven pada suhu 160°C, hanya campuran A dan B yang memenuhi kuat tekan minimum. Campuran C tidak emenuhi karena mengandung komponen agregat halus dari batu bata yang terbanyak (komponen material yang paling lemah). Untuk sampel yang direndam pada suhu 200°C, campuran A terkuat seperti halnya dengan yang tanpa perendaman. Akibat perendaman dalam air selama 24 jam, kuat tekan menurun seperti diperlihatkan pada Gambar 2. Pada semua sampel dengan waktu pengovenan selama 24 jam memberikan kuat tekan yang masih diatas nilai minimal 25 kg/cm2. Untuk camputran A dan B, diperlukan waktu pengovenan minimal 16 jam, untuk memenuhi kuat tekan minimal.
Gambar 2. Kuat tekan sampel dengan perendaman
Penurunan kuat tekan setelah perendaman
Penurunan kuat tekan rendaman terhadap kuat tekan tanpa rendaman (%)
Penurunan kuat tekan setelah perendaman (selisih kuat tekan sebelum dan sesudah perendaman terhadap kuat tekan sebelum perendaman dalam persen), disajikan pada Gambar 3. 40 200 derajat variasi campuran A
35 30
200 derajat variasi campuran B
25
200 derajat variasi campuran C
20 15
160 derajat variasi campuran A
10
160 derajat variasi campuran B
5 0 0
8
16
24
160 derajat variasi campuran C
Waktu pengovenan (jam)
Gambar 3. Penurunan kuat tekan setelah perendaman Secara umum, terjadi penurunan kuat tekan akibat perendaman air selama 24 jam. Penurunan kuat tekan berbanding lurus dengan kandungan agregat halus dari pecahan batu bata. Semakin tinggi kandungan batu bata, penurunan kuat tekan semakin besar. Penurunan kuat tekan semakin besar juga sejalan dengan waktu
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
MB-21
Material dan Bahan
pengovenan. Hal ini diakibatkan oleh semakin keringnya bahan perekat, sehingga memberi efek penyerapan air yang lebih tinggi. Tingkat penyerapan awal (initial fate of suction-IRS) Pengujian IRS pada sampel BBPD dimaksudkan untuk mengetahui mortar/spesi yang diperlukan ketika pemasangan BBPD untuk pasangan dinding (tembok). Pengujian ini dilakukan dengan merendam sampel dalam air sedalam 3mm selama 1 menit. Nilai IRS adalah: berat air yang diserap dibagi dengan luar bidang yang terendam air. Tipikal nilai IRS bata yang umum digunakan di Inggris, adalah berkisar antara 0,25-2,0 kg/m2.menit (Vekey, 2001). Pada pengujian ini, sulit diperoleh ketelitian yang optimal. Biasanya nilai IRS diambil dalam rentang tertentu dari sampel-sampel yang diuji. Diperoleh rentang nilai IRS sampel BBPD pada penelitian ini berkisar antara antara 0,13-2,67 kg/m2/menit. Jika nilai IRS lebih besar, maka perlu mortar/spesi yang lebih encer. Begitu juga sebaliknya, apabila nilai IRS lebih kecil memerlukan mortar/spesi lebih kental. Untuk mengatasi penyerapan air awal sebaiknya BBPD direndam terlebih dahulu beberapa menit, sebelum dipergunakan.
Penyerapan air setelah perendamam 24 jam Penyerapan air setelah perendaman 24 jam, memberikan data seperti pada Gambar 4. Dimana pada dasarnya material yang dipergunakan memang memilik sifat penyerapan air yang cukup tinggi sampai dengan 27,13% (campuran B).
Penyerapan air rata-rata (%)
30 25
200 derajat variasi campuran A
20
200 derajat variasi campuran B
15
200 derajat variasi campuran C
10
160 derajat variasi campuran A
5
160 derajat variasi campuran B
0 0
8
16
24
160 derajat variasi campuran C
Waktu pengovenan (jam)
Gambar 4. Penyerapan air
MB-22
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012
Material dan Bahan
Porositas Hasil asil pengujian dan perhitungan porositas dapat dilihat pada Gambar 5 dimana sampel BBPD yang dioven pada suhu 200oC (24 jam) memiliki nilai porositas lebih besar dibandingkan dengan BBPD yang dioven pada suhu 160oC (24 jam). Hal ini juga terjadi pada pengujian penyerapan air pada BBPD. Sehingga dapat ditarik suatu uatu kesimpulan bahwa semakin tinggi daya serap air pada BBPD, maka akan semakin tinggi juga nilai porositas BBPD pada umumnya. Porositas terhadap volume bulk sampel dihitung dengan Persaman 1 dan 2 (Krebs and Walker, 1971) Porositas (P) % = SGmix − D = 1 − D SG SGmix mix
x100 % ,
(1)
dimana : -
Berat jenis (eff.) max campuran – SGmix (eff.) = maximum theoretical density :
SGmixeff =
100 % minyak jelantah %a %b %c + + + ........... + SGa SGb SGc SG minyak jelantah
-
D = kepadatan
-
a, b, c, ….adalah % fraksi agregat dari komponen campuran
(2)
Gambar 5 menyajikan, bahwa porositas terbesar diperoleh pada campuran B yang dioven 24 jam pada suhu 200 °C, dengan porositas 37,22%. Parameter ini tidak menjadi syarat SNI. 40 200 derajat variasi campuran A 200 derajat variasi campuran B 200 derajat variasi campuran C 160 derajat variasi campuran A 160 derajat variasi campuran B 160 derajat variasi campuran C
Porositas (%)
35 30 25 20 15 10 0
8
16
24
Waktu pengovenan (jam)
Gambar 5. Porositas
Temperatur dan waktu pengovenan optimal Hasil studi ini menunjukkan bahwa yang memberikan kuat tekan optimal untuk sampel BBPD dari variasi campuran A, B dan C adalah pada temperatur (suhu) pengovenan 200oC dengan durasi waktu pengovenan 24 jam.
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-22 November 2012
MB-23
Material dan Bahan
4.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sbb: a.
Kuat tekan sampel Blok Bahan Pasangan Dinding (BBPD) bisa memenuhi dan bahkan melebihi syarat kuat tekan minimal 25 kg/cm2, tingkat penyerapan awal (IRS) antara 0,13-2,67 kg/m2/menit, penyerapan air 27,13%, dan porositas 37,22%.
b.
Pengovenen yang member hasil terbaik adalah pada suhu 200oC selama 24 jam, dimana kuat tekan paling optimal, dan memenuhi dan melebihi nilai minimal 25 kg/cm2.
DAFTAR PUSTAKA Bupu, F. (2011). “Analisis karakteristik blok bahan pasangan dinding menggunakan variasi komposisi agregat bekas dari bongkaran bangunan dengan minyak jelantah sebagai bahan perekat”. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Calais, P. (2005). Waste vegetable oil as a diesel replacement fuel. http://www.shortcircuit.com.au/warfa/paper/paper.htm. Accessed on 3-08-2005. Elert, G. (2000). Density of cooking oil. http://hypertextbook.com/facst/2000/ IngaDorfman.shtml. Diakses: tanggal 30-11-2000. Utama, K.W. (2010). “Analisis karakteristik batako memakai agregat bekas bongkaran bahan bangunan dengan aspal keras sebagai bahan perekat”. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. J.P. Forth, S.E. Zoorob, I N.A. Thanaya. (2006). “Development of bitumen-bound waste aggregate building blocks”. Proceedings of the Institution of Civil Engineers, Construction Materials 159, Issue CMI, Thomas Telford-London, pp. 23-32. Kementerian PU RI. (2010). ”Dokumen pelelangan nasional penyediaan pekerjaan konstruksi (pemborongan ) untuk harga satuan”, Spesifikasi Umum, Campuran Beraspal Panas. Krebs, R.D. and Walker, R.D. (1971). Highway materials, McGraw-Hill Book Company. Mitasari, C. I P. 2010. “Analisis sifat – sifat batako menggunakan agregat bekas dari bongkaran bahan bangunan dengan perekat aspal emulsi”. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Standar Nasional Indonesia (SNI). (1989). Mutu dan cara uji bata beton pejal. SNI 03-0348-1989. Wistriani, N. N. (2010). “Analisis karakteristik batako menggunakan agregat bekas dari bongkaran bahan Bangunan dengan minyak jelantah sebagai bahan perekat”. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Vekey de, R.C., Brickwork and Blockwork. (2001). Construction materials, their nature and beahviour, Third Edition, Edited by J.M. Illston and P.L.J. Domone, Page 288, Spon Press, London and New York. Zoorob, S.E., Forth J.P., Bailey, H.K. ( 2006). “Vegeblock : masonry units from recycled waste and vegetable oil”. Proceedings of 21st International Conference on Solid Waste Technology and Management, 27-29 Mach 2006, Page 511-520, Philadelphia-USA.
MB-24
KoNTekS 6 Universitas Trisakti, Jakarta 1-2 November 2012