i
SENSITIVITAS Colletotrichum spp. PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH TERHADAP TIGA JENIS BAHAN AKTIF FUNGISIDA
GEUBRINA MAGHFIRAH
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sensitivitas Colletotrichum spp. Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai Merah terhadap Tiga Jenis Bahan Aktif Fungisida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016
Geubrina Maghfirah NIM A34110048
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
vii
ABSTRAK GEUBRINA MAGHFIRAH. Sensitivitas Colletotrichum spp. Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai Merah terhadap Tiga Jenis Bahan Aktif Fungisida. Dibimbing oleh WIDODO. Salah satu kendala penting yang mempengaruhi produksi dan produktivitas tanaman cabai adalah infeksi patogen Colletotrichum spp. sebagai penyebab penyakit antraknosa. Sampai sekarang pengendalian yang umum dilakukan oleh petani untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penggunaan pestisida. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas Colletotrichum acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides terhadap fungisida berbahan aktif heksakonazol, klorotalonil, dan mankozeb. Pertumbuhan koloni cendawan uji terhadap fungisida pada konsentrasi rekomendasi, C. acutatum sangat sensitif terhadap heksakonazol dan mankozeb, tetapi resisten sampai sangat resisten terhadap klorotalonil. Pada konsentrasi rekomendasi, pertumbuhan koloni C. capsici resisten dan sangat resisten masing-masing terhadap bahan aktif heksakonazol dan klorotalonil, tetapi masih sangat sensitif terhadap mankozeb. Pertumbuhan koloni C. gloeosporioides bereaksi sangat sensitif terhadap bahan aktif heksakonazol dan mankozeb, tetapi sangat resisten terhadap klorotalonil. C. acutatum menunjukkan reaksi resisten sampai sangat resisten terhadap bahan aktif heksakonazol pada perkecambahan konidianya, sedangkan untuk kedua bahan aktif uji yang lain masih sangat sensitif. Perkecambahan konidia, baik C. capsici maupun C. gloeosporioides masih sangat sensitif terhadap bahan aktif klorotalonil dan mankozeb pada konsentrasi rekomendasi. Sementara itu, reaksi perkecambahan konidia terhadap bahan aktif heksakonazol, C. capsici mengindikasikan sangat resisten, sedangkan C. gloeosporioides bereaksi resistensi sedang pada konsentrasi rekomendasi paling rendah dan sensitif pada konsentrasi yang lebih tinggi. Kata kunci: heksakonazol, klorotalonil, mankozeb, tingkat hambatan relatif
ix
ABSTRACT GEUBRINA MAGHFIRAH. Sensitivity of Colletotrichum spp. the Causal Agent of Anthracnose Disease on Chili Pepper to Three Active Ingredients of Fungicide. Supervised by WIDODO. One of the limiting factors in maintaining of production and productivity of chili pepper is infection of Colletotrichum spp., the causal agent of anthracnose disease. Until now, the chili pepper anthracnose disease management carried out by farmers was emphasized on the use of synthetic fungicides. This research was aimed to determine the sensitivity level of Colletotrichum acutatum, Colletotrichum capsici, and Colletotrichum gloeosporioides to fungicide active ingredient, i.e. hexaconazol, chlorotalonil, and mankozeb. C. acutatum was very sensitive to hexaconazole and mancozeb, but resistant to very resistant to chlorotalonil. At recommendation concentration levels, the colony growth of C. capsici showed resistant, very resistant, and very sensitive reaction to hexaconazole, chlorotalonil and mancozeb, respectively. The growth of C. gloeosporioides colony showed a very sensitive reaction to hexaconazole and mancozeb, but very resistant to chlorotalonil. C. acutatum indicated resistant to very resistant reaction to hexaconazole in conidial germination, while for the two other active ingredients this species was very sensitive. Conidial germination of both C. capsici and C. gloeosporioides was still very sensitive to chlorotalonil and mancozeb. Conidial germination of C. capsici showed highly resistant reaction to hexaconazole, while C. gloeosporioides reacted with moderately resistant and sensitive at the lowest and higher recommended concentration levels, respectively. Keywords: chlorotalonil, hexaconazole, mancozeb, relative inhibition rate
xi
SENSITIVITAS Colletotrichum spp. PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA CABAI MERAH TERHADAP TIGA JENIS BAHAN AKTIF FUNGISIDA
GEUBRINA MAGHFIRAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
xv
PRAKATA Puji beserta syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Sensitivitas Colletotrichum spp. Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai Merah terhadap Tiga Jenis Bahan Aktif Fungisida sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Widodo, MS selaku dosen pembimbing yang memberikan berbagai masukan dan bimbingan. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ruly Anwar, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran serta masukan. Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua, abang, dan adik-adik yang terus memberikan dukungan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Widya, Pak Anthoni, Mas Aan, Mba Juwi, Mba Riana, Bang Roy, Mas Ahmad, Mas Koko serta teman-teman di laboratorium Mikologi Tumbuhan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Selvia, Yusriah, Anggun, Elvira serta teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 48 yang terus mendukung demi terselesaikannya penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi dunia keilmuan khususnya pertanian.
Bogor, Februari 2016 Geubrina Maghfirah
xvii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pertumbuhan koloni Perkecambahan konidia Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Pertumbuhan Koloni Cendawan Uji terhadap Berbagai Bahan Aktif Sensitivitas Beberapa Spesies Colletotrichum terhadap Tiga Jenis Bahan Aktif Fungisida SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 2 2 3 3 3 3 4 5 6 6 8 15 15 15 16 19 21
xviii viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Bahan aktif fungisida yang digunakan dalam penelitian Pertumbuhan diameter koloni C. acutatum pada berbagai bahan aktif dan konsentrasi (6 HSP) Pertumbuhan diameter koloni C. capsici pada berbagai bahan aktif dan konsentrasi (6 HSP) Pertumbuhan diameter koloni C. gloeosporioides pada berbagai bahan aktif dan konsentrasi (6 HSP) Tingkat sensitivitas pertumbuhan koloni Colletotrichum spp. terhadap bahan aktif heksakonazol Tingkat sensitivitas pertumbuhan koloni Colletotrichum spp. terhadap bahan aktif klorotalonil Tingkat sensitivitas pertumbuhan koloni Colletotrichum spp. terhadap bahan aktif mankozeb
4 6 7 8 10 11 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
4 5 6 7
Pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum pada media potato dextrose agar (PDA) berisi masing-masing bahan aktif fungisida Pertumbuhan koloni Colletotrichum capsici pada media potato dextrose agar (PDA) berisi masing-masing bahan aktif fungisida Pertumbuhan koloni Colletotrichum gloeosporioides pada media potato dextrose agar (PDA) berisi masing-masing bahan aktif fungisida Perkecambahan konidia Colletotrichum spp. Tingkat hambatan relatif pertumbuhan koloni Colletotrichum spp. oleh bahan aktif heksakonazol Tingkat hambatan relatif pertumbuhan koloni Colletotrichum spp. oleh bahan aktif klorotalonil Tingkat hambatan relatif pertumbuhan koloni Colletotrichum spp. oleh bahan aktif mankozeb
6 7 8
9 10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Tingkat hambatan relatif pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum spp. oleh bahan aktif heksakonazol Tingkat hambatan relatif pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum spp. oleh bahan aktif klorotalonil Tingkat hambatan relatif pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum spp. oleh bahan aktif mankozeb
`19 19 20
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Produk hortikultura yang menjadi unggulan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah tanaman sayuran. Salah satu produk unggulan sayuran adalah cabai merah (Capsicum annum L) yang dikategorikan sebagai produk sayuran penting (Qosim et al. 2013). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2015), produksi cabai terus mengalami peningkatan mulai tahun 2008 hingga 2014. Selain itu, cabai merah termasuk ke dalam kategori produk hortikultura yang diutamakan dalam rencana strategis Kementerian Pertanian Republik Indonesia tahun 2015-2019 (Kementan 2015). Hal ini merupakan sebuah tantangan untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas pada komoditas ini. Salah satu faktor yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas komoditas cabai di Asia adalah penyakit antraknosa. Penyakit antraknosa dapat disebabkan oleh tiga spesies Colletotrichum, yaitu C. acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides (Kim et al. 2008). Penyakit tersebut merupakan kendala penting dalam produksi cabai di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini paling sering ditemukan dan hampir selalu terjadi di setiap areal pertanaman cabai. Kehilangan hasil dapat mencapai 50% dan mempengaruhi penurunan terhadap kualitas produk (Prathiba et al. 2013). Usaha pengendalian yang umum dilakukan oleh petani adalah menggunakan fungisida sintetik (Sumardiyono et al. 2011), namun penyakit antraknosa tersebut saat ini masih belum terselesaikan dengan baik. Ketidakefektivan dapat terjadi karena aplikasi fungisida yang tidak tepat sasaran, kesalahan cara aplikasi serta ada kemungkinan bahan aktif yang digunakan sudah tidak efektif. Joshi et al. (2013) telah melaporkan adanya tingkat variasi sensitivitas Colletotrichum spp. terhadap berbagai bahan aktif fungisida sintetik. Aturan penggunaan pestisida yang tepat guna termuat dalam UU No 6 Tahun 1995 Pasal 15 ayat (1). Menurut Untung (2007), penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan harus dilakukan secara tepat guna, yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat tempat. Fungisida merupakan bagian dari pestisida yang memiliki spesifikasi kerja untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan cendawan. Fungisida dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sistemik dan non sistemik (kontak). Fungisida sistemik dapat diabsorbsi melalui organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui cairan tanaman. Fungisida kontak merupakan jenis fungisida yang tidak dapat diserap oleh jaringan tanaman dan berfungsi mencegah infeksi cendawan dengan membentuk lapisan penghalang pada permukaan tanaman (Djojosumarto 2008). Beberapa fungisida sistemik yang digunakan untuk mengendalikan cendawan patogen diantaranya berbahan aktif azakonazol, heksakonazol, penkonazol, sedangkan fungisida kontak diantaranya berbahan aktif dithianon, fluoromide, folpet, klorotalonil, dan mankozeb (FRAC 2015). Fungisida yang terdaftar di Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk pengendalian Colletotrichum spp., antara lain berbahan aktif heksakonazol, klorotalonil, dan
2 mankozeb (Ditjen PSP 2014). Menurut Djojosumarto (2008) heksakonazol merupakan bahan aktif yang bersifat protektan dan eradikan terutama efektif mengendalikan cendawan dari kelas Ascomycetes dan Basidiomycetes. Klorotalonil merupakan bahan aktif yang bersifat fungistatik, non sistemik, dan diaplikasikan sebagai fungisida protektif. Mankozeb berbahan aktif Zn dan Mn mengandung 16% Mangan, 2% Zink, dan 62% ethylenebisdithiocarbamat, sisanya 20% berupa bahan pembawa. Fungisida berbahan aktif mankozeb memiliki daya bunuh terhadap cendawan cukup tinggi, tetapi memiliki efek fitotoksisitas yang rendah terhadap tanaman dan dapat bertahan lama pada tanaman yang diaplikasikan (Djafaruddin 2000). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengevaluasi tingkat sensitivitas tiga spesies Colletotrichum terhadap tiga jenis bahan aktif fungisida. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat sensitivitas tiga spesies Colletotrichum pada buah cabai merah terhadap tiga jenis bahan aktif fungisida yang sudah terdaftar, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menggunakan fungisida tersebut.
3
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Desember 2015 di laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain isolat murni cendawan C. acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides koleksi dari Klinik Tanaman-Departemen Proteksi Tanaman IPB, media potato dextrose agar (PDA), fungisida komersial berbahan aktif heksakonazol, klorotalonil, mankozeb, cawan petri, tabung reaksi, pengebor gabus (cork borer) diameter 4 mm, dan mikroskop compound. Metode Penelitian Uji Sensitivitas Spesies Colletotrichum terhadap Bahan Aktif Fungisida berdasar Pertumbuhan Koloni Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode peracunan media menurutS uwan et al. (2012). Bahan aktif, kelompok bahan aktif, ,dan rekomendasi penggunaannya yang digunakan dalam penelitian ini tercantum pada tabel 1. Konsentrasi bahan aktif fungisida yang diujikan adalah 250, 500, 750, 1000, dan 2000 ppm. Konsentrasi masing-masing bahan aktif tersebut dibuat dengan cara mencampurkan media PDA yang cair (± 45°C) dan suspensi atau larutan fungisida komersial ke dalam tabung erlenmeyer dengan takaran sesuai konsentrasi bahan aktif yang diujikan. Suspensi atau larutan fungisida dibuat dengan cara mencampurkan produk formulasi di dalam air steril hingga merata, kemudian ditambahkan ke dalam media PDA yang masih cair (± 45°C) sehingga diperoleh konsentrasi yang diujikan. Campuran antara PDA dan suspensi fungisida dituangkan ke dalam cawan petri secara aseptik di dalam laminar air flow. Potongan koloni (Ø 4 mm) biakan masing-masing cendawan uji yang berumur 7 hari pada media PDA diambil pada bagian pinggir koloni kemudian diletakkan di bagian tengah cawan petri berisi media PDA yang telah dicampur masing-masing bahan aktif dengan konsentrasi tertentu dan kontrol. Sebagai kontrol digunakan media PDA yang tidak dicampur dengan fungisida. Semua cawan berisi media PDA yang sudah diberi fungisida dan potongan masing-masing spesies Colletotrichum tersebut kemudian diinkubasikan pada suhu ruang (± 28°C) selama 6 hari. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur diameter koloni masingmasing cendawan uji pada 6 hari setelah perlakuan dengan menggunakan penggaris. Hasil pengamatan ini akan ditentukan tingkat hambatan relatif (THR) yang dihitung menurut metode Kumar et al. (2007) dengan rumus sebagai berikut:
4
THR : tingkat hambatan relatif D1 : diameter koloni cendawan uji pada kontrol (mm) D2 : diameter koloni cendawan uji pada perlakuan (mm) Tabel 1 Bahan aktif fungisida yang digunakan dalam penelitian Rekomendasi konsentrasi Bahan aktif Mekanisme formulasi heksakonazol sistemik (Single-site) 0,5-1mL/L (500-1000 ppm)a klorotalonil kontak (Multi-site) 0,75-1,5 g/L (750-1500 ppm) mankozeb kontak (Multi-site) 1-2 g/L (1000-2000 ppm) a
konsentrasi bahan aktif yang telah dikonversikan ke dalam satuan ppm
Uji Sensitivitas Spesies Colletotrichum terhadap Bahan Aktif Fungisida berdasar Perkecambahan Konidia Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (1999). Koloni masing-masing spesies Colletotrichum spp. yang berumur 7 hari pada media PDA dituangi 10 mL air steril dan diratakan dengan spatula gelas yang sudah disterilkan, kemudian disaring dengan 2 lapis kain kasa steril untuk memisahkan antara konidia dan miselia. Suspensi konidia yang didapatkan dari hasil penyaringan dihitung kerapatannya dengan menggunakan haemocytometer. Sebanyak 1 mL suspensi dari setiap cendawan uji dicampur dengan 9 mL suspensi atau larutan fungisida masingmasing bahan aktif secara terpisah sehingga diperoleh konsentrasi akhir fungisida sesuai yang diinginkan dan kepadatan akhir konidia 106/mL. Campuran suspensi konidia dengan masing-masing bahan aktif fungisida kemudian diteteskan pada gelas obyek dan diletakkan di dalam wadah plastik yang dilapisi dengan kertas buram yang dilembabkan dengan air steril. Sebagai kontrol, suspensi konidia dicampurkan dengan air steril tanpa campuran fungisida. Pengamatan tingkat perkecambahan konidia dilakukan pada 5 bidang pandang mikroskop untuk setiap unit perlakuan pada saat 29 jam setelah perlakuan (JSP) dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Kumar et al. (2007) sebagai berikut:
P n N
: persentase perkecambahan : jumlah konidia yang berkecambah : jumlah konidia yang diamati
5 Tingkat hambatan relatif (THR) masing-masing perlakuan terhadap daya kecambah konidia digunakan rumus sebagai berikut:
THR : tingkat hambatan relatif dk : jumlah perkecambah konidia pada kontrol dp : jumlah perkecambahan konidia pada perlakuan Penentuan Kategori Sensitivitas Cendawan Uji terhadap Bahan Aktif Fungisida Kategori tingkat sensitivitas patogen terhadap fungisida ditentukan berdasarkan nilai THR menurut Kumar et al. (2007) yang telah dimodifikasi adalah sebagai berikut: Sangat sensitif (SS) Sensitif (S) Resistensi sedang (RS) Resisten (R) Sangat resisten (SR)
: THR > 90% : 75% < THR≤ 90% : 60% < THR ≤ 75% : 40% < THR ≤ 60% : THR ≤ 40%
Analisis Data Pengujian dilakukan dengan 5 perlakuan konsentrasi fungisida berbahan aktif heksakonazol, klorotalonil, dan mankozeb, serta kontrol. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Data yang diperoleh lalu ditabulasi dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2013 lisensi IPB–Microsoft Campus Agreement (IMCA).
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Reaksi Pertumbuhan Koloni Cendawan Uji terhadap Berbagai Bahan Aktif Pengamatan diameter pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides dilakukan pada saat 6 hari setelah perlakuan (HSP). Pertumbuhan koloni C. acutatum pada perlakuan heksakonazol tidak bertambah sampai 6 HSP pada konsentrasi 250-2000 ppm. Pada perlakuan klorotalonil, pertumbuhan koloni C. acutatum sudah mulai terhambat pada konsentrasi 250-750 ppm, namun tidak terlalu berbeda jauh dengan kontrol, dan mulai terlihat daya hambatnya secara jelas pada konsentrasi 1000 dan 2000 ppm. Pada perlakuan bahan aktif mankozeb, pertumbuhan koloni telah mengalami penghambatan mulai dari konsentrasi 500 ppm (Tabel 2 dan Gambar 1). Tabel 2 Pertumbuhan diameter koloni C. acutatum pada berbagai bahan aktif dan konsentrasi (6 HSP) Bahan aktif Pertumbuhan koloni (mm) pada beberapa konsentrasi bahan aktif (ppm) 0 250 500 750 1000 2000 heksakonazol 40.3 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 klorotalonil 43.2 30.7 29.3 28.0 23.2 18.5 mankozeb 43.2 16.8 4.3 4.3 4.0 4.0
HEK
KLO
MAN
0 ppm
250 ppm
500 ppm
750ppm
1000 ppm
2000 ppm
Gambar 1 Pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum dengan perlakuan bahan aktif heksakonazol (HEK), klorotalonil (KLO), mankozeb (MAN) pada berbagai konsentrasi bahan aktif Koloni Colletotrichum capsici menunjukkan reaksi pertumbuhan yang bervariasi terhadap ketiga jenis bahan aktif fungisida yang diujikan. Semua
7 konsentrasi heksakonazol yang diuji (250-2000 ppm) sudah mampu menghambat pertumbuhan koloni C. capsici, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang besar di antara konsentrasi tersebut. Fungisida berbahan aktif klorotalonil pada semua tingkat konsentrasi tidak mampu menghambat pertumbuhan koloni C. capsici. Hal ini terlihat dari pertumbuhannya yang tidak berbeda jauh dengan kontrol (0 ppm). Sementara itu, mankozeb sudah mampu menghambat pertumbuhan koloni C. capsici pada konsentrasi terendah yang diuji (250 ppm) dan tidak berbeda dengan konsentrasi yang lebih tinggi (Tabel 3 dan Gambar 2) Tabel 3 Pertumbuhan diameter koloni C. capsici pada berbagai bahan aktif dan konsentrasi (6 HSP) Bahan aktif Pertumbuhan koloni (mm) pada beberapa konsentrasi bahan aktif (ppm) heksakonazol klorotalonil mankozeb
0 61.0 61.0 61.0
250 37.3 60.5 4.0
500 36.2 59.8 4.0
750 30.7 57.5 4.0
1000 30.3 56.3 4.0
2000 30.2 53.0 4.0
HEK
KLO
MAN
0 ppm
250 ppm
500 ppm
750 ppm
1000 ppm
2000 ppm
Gambar 2 Pertumbuhan koloni Colletotrichum capsici dengan perlakuan bahan aktif heksakonazol (HEX), klorotalonil (KLO), mankozeb (MAN) pada masing-masing konsentrasi bahan aktif Koloni C. gloeosporioides menunjukkan reaksi yang bervariasi terhadap ketiga jenis bahan aktif fungisida yang diujikan. Semua konsentrasi heksakonazol yang diujikan (250-2000 ppm) sudah mampu menghambat pertumbuhan koloni C. gloeosporioides. Fungisida berbahan aktif klorotalonil pada semua tingkat konsentrasi tidak mampu menghambat pertumbuhan koloni C. gloeosporioides. Hal ini terlihat dari tidak adanya perbedaan yang nyata dibandingkan perlakuan kontrol (0 ppm). Sementara itu, fungisida berbahan aktif
8 mankozeb sudah mampu menghambat pertumbuhan koloni C. gloeosporioides pada konsentrasi terendah yang diuji (250 ppm) dan tidak berbeda dengan konsentrasi yang lebih tinggi (Tabel 4 dan Gambar 3). Tabel 4 Pertumbuhan diameter koloni C. gloeosporioides pada berbagai bahan aktif dan konsentrasi (6 HSP) Pertumbuhan koloni (mm) pada beberapa konsentrasi bahan aktif (ppm) Bahan aktif 0 250 500 750 1000 2000 heksakonazol 81.17 17.83 4.0 4.0 4.0 4.0 klorotalonil 81.17 73.5 65.5 64.83 60.5 58.17 mankozeb 81.17 4.0 4.0 4.0 4.0 4.0 HEK
KLO
MAN
0 ppm
Gambar 3
250 ppm
500 ppm
750 ppm
1000 ppm
2000 ppm
Pertumbuhan koloni Colletotrichum gloeosporioides dengan perlakuan bahan aktif heksakonazol (HEK), klorotalonil (KLO), mankozeb (MAN) pada masing-masing konsentrasi bahan aktif
Pengamatan perkecambahan konidia dilakukan saat 29 jam setelah perlakuan (JSP). Konidia C. acutatum yang berkecambah dari kedua ujung sisi (Gambar A) dan konidia tidak mengalami perkecambahan akibat diberikan perlakuan fungisida (Gambar B). Konidia C. capsici berbentuk seperti bulan sabit yang berkecambah dari bagian tengah dan ujung konidia (Gambar C) dan konidia tidak mengalami perkecambahan akibat perlakuan fungisida (Gambar D). Konidia C. gloeosporioides berkecambah pada bagian salah satu ujung konidia (Gambar E) dan konidia tidak mengalami perkecambahan akibat perlakuan fungisida (Gambar F).
9 A
D
Gambar 4
B
C
E
F
Konidia C. acutatum (konidia berkecambah (A); konidia tidak berkecambah (B), C. capsici (konidia berkecambah (C); konidia tidak berkecambah (D), C. gloeosporioides (konidia berkecambah (E); konidia tidak berkecambah (F) pada perbesaran 40x10
Sensitivitas Beberapa Spesies Colletotrichum terhadap Tiga Bahan Aktif Fungisida Tingkat sensitivitas tiga spesies Colletotrichum, yaitu C. acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides terhadap beberapa bahan aktif fungisida yang diukur berdasarkan tingkat hambatan relatif (THR) pada pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia cendawan uji diuraikan seperti di bawah ini. Bahan aktif heksakonazol Secara umum, persentase tingkat hambatan relatif (THR) bahan aktif heksakonazol terhadap pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia ketiga spesies Colletotrichum secara berurutan dari tertinggi hingga terendah adalah C. gloeosporioides, C. acutatum, dan C. capsici. Bahan aktif heksakonazol pada berbagai konsentrasi yang diujikan masih mampu menghambat dengan THR lebih dari 70% terhadap pertumbuhan koloni C. gloeosporioides (78.0-95.1%) dan C. acutatum (90.7%), tetapi hanya mampu menghambat C. capsici dengan THR maksimum 50.5% (38.8-50.5%) (Gambar 5; Lampiran1). Pada semua konsentrasi uji, secara umum bahan aktif fungisida ini hanya mampu menghambat terhadap perkecambahan C. gloeosporioides dengan THR di atas 50%. Meskipun THR bahan aktif fungisida ini terhadap C. acutatum semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi uji, tetapi THR >50 hanya dicapai pada konsentrasi tertinggi yaitu 2000 ppm. Sementara itu berdasar percobaan ini bahan aktif heksakonazol tidak mampu menghambat perkecambahan konidia C. capsici pada semua konsentrasi (Gambar 5; Lampiran 1 ).
10
Gambar 5 Persentase tingkat hambatan relatif pada pertumbuhan diameter koloni Colletotrichum spp. dan perkecambahan konidia terhadap bahan aktif heksakonazol. Berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Kumar et al. (2007) reaksi pertumbuhan koloni C. acutatum dan C. gloeosporioides terhadap bahan aktif heksakonazol masih berkisar antara sensistif dan sangat sensitif, sedangkan C. capsici sudah menunjukkan indikasi resisten dan sangat resisten. Sementara pada perkecambahan konidia C. acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides masing-masing menunjukkan reaksi resisten-sangat resisten, sangat resisten, dan sensitif-resistensi sedang (Tabel 5). Tabel 5 Tingkat sensitivitas pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum spp. oleh bahan aktif heksakonazol a Sensitivitas Konsentrasi Pertumbuhan koloni Perkecambahan konidia (ppm) 1 2 3 Ca Cc Cg Ca Cc Cg SS SR S SR SR RS 250 SS R SS SR SR RS 500 SS R SS R SR S 750 SS R SS R SR S 1000 SS R SS R SR S 2000 1
Ca= C.acutatum, 2Cc = C.capsici, 3Cg= C.gloeosporioides, a Tingkat sensitivitas: SS= Sangat Sensitif, S=Sensitif , RS= Resistensi sedang, R= Resisten, SR= Sangat Resisten
Bahan aktif klorotalonil Secara umum, persentase tingkat hambatan relatif (THR) bahan aktif klorotalonil terhadap pertumbuhan koloni ketiga spesies Colletotrichum secara berurutan dari tertinggi hingga terendah adalah C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici. Bahan aktif klorotalonil pada berbagai konsentrasi yang diujikan masih mampu menghambat dengan THR maksimum 57.1% terhadap pertumbuhan C. acutatum (29.0-57.1%) pada konsentrasi tertinggi yaitu 2000 ppm, C. gloeosporioides (9.4-28.3%) dengan THR maksimum 38.3% dan C.
11 capsici dengan THR maksimum 13.1% (0.8-13.1%) terhadap semua konsentrasi yang diujikan (Gambar 6; lampiran 2). Sementara itu, bahan aktif ini mampu menghambat perkecambahan konidia pada ketiga spesies Colletotrichum (100%) dari konsentrasi 500 ppm (Gambar 6; lampiran 2).
Gambar 6
Tingkat hambatan relatif Colletotrichum spp. pada pertumbuhan diameter koloni dan perkecambahan konidia terhadap bahan aktif klorotalonil.
Berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Kumar et al. (2007) reaksi pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum menunjukkan indikasi sangat resisten-resisten, namun terhadap koloni C. capsici dan C. gloeosporioides menunjukkan reaksi sangat resisten. Sementara pada perkecambahan konidia C. acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides menunjukkan reaksi sangat resisten-sangat sensitif (Tabel 6). Tabel 6 Sensitivitas pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum spp. oleh bahan aktif klorotalonil a Sensitivitas Konsentrasi Pertumbuhan koloni Perkecambahan konidia (ppm) 1 2 3 Ca Cc Cg Ca Cc Cg SR SR SR SR SR SR 250 SR SR SR SS SS SS 500 SR SR SR SS SS SS 750 R SR SR SS SS SS 1000 R SR SR SS SS SS 2000 1
Ca= C.acutatum,2Cc = C.capsici, 3Cg= C.gloeosporioides, a Tingkat sensitivitas: SS= Sangat Sensitif, S=Sensitif , RS= Resistensi sedang, R= Resisten, SR= Sangat Resisten
Bahan aktif mankozeb Secara umum, persentase tingkat hambatan relatif (THR) bahan aktif mankozeb terhadap pertumbuhan koloni ketiga spesies Colletotrichum secara berurutan dari tertinggi hingga terendah adalah. C. gloeosporioides, C. capsici,
12 dan C. acutatum. Bahan aktif mankozeb pada berbagai konsentrasi yang diujikan masih mampu menghambat pertumbuhan koloni C. gloeosporioides (95.1%), C. capsici (93.0-93.4%) dan C. acutatum (61.0-90.7%) dengan THR > 90%. Secara keseluruhan, THR perkecambahan konidia ketiga isolat Colletotrichum spp. adalah 100% pada semua konsentrasi bahan aktif yang diujikan (Gambar 7; lampiran 3).
Gambar 7 Tingkat hambatan relatif Colletotrichum spp. pada pertumbuhan diameter koloni dan perkecambahan konidia terhadap bahan aktif mankozeb. Berdasarkan kriteria yang diajukan oleh Kumar et al. (2007) diketahui bahwa respon perumbuhan koloni C. acutatum menunjukkan indikasi resistensi sedang-sensitif-sangat sensitif, C. capsici menunjukkan indikasi resistensi sedang-sangat sensitif dan C. gloeosporioides menunjukkan indikasi sangat sensitif terhadap bahan aktif mankozeb. Perkecambahan konidia pada ketiga spesies Colletotrichum menunjukkan reaksi sangat sensitif (Tabel 7). Tabel 7 Tingkat sensitivitas pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum spp. oleh bahan aktif mankozeb a Sensitivitas Konsentrasi Pertumbuhan koloni Perkecambahan konidia 1 2 3 (ppm) Ca Cc Cg Ca Cc Cg RS RS SS SS SS SS 250 S SS SS SS SS SS 500 S SS SS SS SS SS 750 SS SS SS SS SS SS 1000 SS SS SS SS SS SS 2000 1
Ca= C.acutatum, 2Cc = C.capsici, 3Cg= C.gloeosporioides, a Tingkat sensitivitas: SS= Sangat Sensitif, S=Sensitif , RS= Resistensi sedang, R= Resisten, SR= Sangat Resisten
13 Pembahasan Umum Reaksi pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia Colletotrichum acutatum, C. capsici, dan C. gloeosporioides terhadap berbagai konsentrasi bahan aktif heksakonazol, klorotalonil, dan mankozeb yang diujikan memiliki keragaman tingkat sensitivitas. Konsentrasi anjuran yang tertera pada kemasan fungisida berbahan aktif heksakonazol adalah 500-1000 ppm namun pada pengujian tersebut, pertumbuhan koloni C. acutatum masih mampu terhambat, C. capsici telah mengalami resisten dan koloni C. gloeosporioides mengalami mutasi. Sementara itu, konidia C. acutatum dan C. capsici tidak dapat dihambat oleh bahan aktif ini, namun mampu menghambat perkecambahan konidia C. gloeosporioides. Berdasarkan mekanisme kerja bahan aktif ini, heksakonazol lebih efektif menghambat pada pembentukan miselium koloni, namun tidak efektif untuk menghambat perkecambahan konidia. Ketidakefektivan bahan aktif ini terhadap penghambatan pertumbuhan koloni diduga adanya penggunaan bahan aktif heksakonazol di lapangan yang dilakukan secara terus-menerus dan sifat bahan aktif yang bersifat single-site. Fungisida dengan mekanisme kerja single-site, lebih berisiko tinggi terhadap resisten dibandingkan jenis multi-site (Mueller dan Bradley 2008). Selain itu, resistensi dapat terjadi akibat adanya reaksi kimia yang spesifik terhadap cendawan (Stovold 2006). Koloni yang mengalami mutasi didasarkan atas adanya perubahan morfologi yang menjadi berlendir pada media PDA yang bercampur bahan aktif ini. Mutasi yang disebabkan oleh bahan aktif golongan azol dapat mempengaruhi enzim CYP51 yaitu enzim yang berperan dalam sekuen asam amino (Price et al. 2015). Mekanisme kerja bahan aktif heksakonazol dapat mempengaruhi penghambatan bagian yang spesifik yaitu bagian biosintesis sterol (Xia et al. 2005). Sterol merupakan salah satu komponen penting pada membran sel cendawan. Yang et al. (2011) melaporkan bahwa biosintesis sterol pada dinding sel dihambat oleh demethylationinhibiting (DMI) dari heksakonazol. Heksakonazol merupakan fungisida sistemik bersifat protektan dan eradikan yang berasal dari kelas triazol [2-(2,4dichlorophenyl)-1-(1H-1,2,4-triazole-1) hexan-2-01]. Bahan aktif ini, berpotensial menghambat biosintesis pada bagian ergosterol karena spektrumnya yang luas (Kalam dan Mukherjee 2001). Ergosterol merupakan turunan dari sterol dan komponen penyusun membran spesifik pada cendawan yang tidak terdapat pada mikroorganisme yang lain (Oku 1994; Pratiwi dan Anjarsari 2002). Konsentrasi anjuran yang tertera pada kemasan fungisida berbahan aktif klorotalonil adalah 750-1500 ppm namun pada pengujian yang dilakukan dengan konsentrasi bahan aktif tersebut, diketahui bahwa bahan aktif klorotalonil lebih efektif menghambat perkecambahan konidia namun tidak efektif untuk menghambat pembentukan miselium. Bahan aktif klorotalonil memiliki mekanisme kerja multi-site kontak (FRAC 2006). Mekanime kerja bahan aktif multisite adalah menghambat lebih dari satu bagian organel cendawan. Hal tersebut sesuai dengan tipe bahan aktif ini, yaitu bersifat fungisida protektan (Holm et al. 2003). Fungisida protektan dapat mencegah pembentukan perkecambahan pada konidia atau pada saat penetrasi ke dalam jaringan tanaman. Aplikasi fungisida berbahan aktif klorotalonil, baik dilakukan sebelum konidia memiliki kemampuan untuk menginfeksi tanaman, sehingga tidak efek- tif jika
14 diaplikasikan ketika patogen sudah masuk atau berkembang pada jaringan tanaman (Pscheidt 2006). Konsentrasi anjuran yang tertera pada kemasan fungisida berbahan aktif mankozeb adalah 1000-2000 ppm namun pada pengujian yang dilakukan dengan konsentrasi tersebut, hasil uji dari bahan aktif tersebut terhadap Colletotrichum spp. diketahui bahwa mankozeb efektif menghambat pembentukan miselium dan perkecambahan konidia. Mekanisme kerja bahan aktif mankozeb yaitu multi-site kontak (FRAC 2006) dan dikategorikan ke dalam fungisida protektan (Holm et al. 2003). Fungisida dengan mekanisme lebih dari satu target lebih sulit untuk resisten yang dapat mengakibatkan mutasi (Deising et al. 2008). Keefektivan dari bahan aktif ini, dapat menghambat 50% pertumbuhan miselium koloni (Cole et al. 2005) dan dapat mencegah pembentukan perkecambahan pada konidia atau pada saat penetrasi ke dalam jaringan tanaman. Aplikasi fungisida dengan bahan aktif mankozeb harus dilakukan sebelum konidia menginfeksi ke dalam jaringan tanaman. Aplikasi tidak akan efektif apabila patogen sudah masuk atau berkembang pada jaringan tanaman (Pscheidt 2006).
15
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertumbuhan koloni Colletotrichum acutatum dan C. gloeosporioides sangat sensitif terhadap bahan aktif heksakonazol, sedangkan C. capsici telah mengalami resistensi terhadap bahan aktif tersebut. Pertumbuhan koloni C. acutatum resisten, C. capsici dan C. gloeosporioides sangat resisten oleh bahan aktif klorotalonil. Pertumbuhan koloni ketiga spesies Colletotrichum terhadap bahan aktif mankozeb masih sangat sensitif. Sementara itu, perkecambahan konidia C. acutatum mengindikasikan resisten, C. capsici mengindikasikan sangat resisten, dan C. gloeosporioides masih sensitif terhadap bahan aktif heksakonazol. Perkecambahan konidia pada ketiga spesies Colletotrichum terhadap bahan aktif klorotalonil dan mankozeb masih sangat sensitif. Saran Perubahan morfologi dari koloni C. gloeosporioides perlu diteliti lebih lanjut melalui analisis molekuler terkait kejadian mutasi terhadap bahan aktif heksakonazol pada konsentrasi 500-2000 ppm.
16
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Tanaman Sayuran Cabai Besar (ton) [Internet].[diakses pada: 2016 Jan 5].Tersedia pada: http:// www. bps.go.id/site/resultTab. Cole JT, Cole JC, Conway KE.2005. Effectiveness of selected fungicides applied or without surfactant in controlling anthracnose on three cultivars of Euonymus fortunei. J App Hort. 7(1):16-19. [Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasaran dan Sarana Pertanian. 2014. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Deising HB, Reimann S, Pascholati S. 2008. Mechanisms and significance of fungicide resistance. Braz J Microbiol.39:286-295. Djafaruddin. 2000. Dasar-Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia. [FRAC] Fungicide Resistance Action Committe. 2006. Fungicide sorted by FRAC code [Internet]. [diunduh 2015 Okt 14]. Tersedia pada : //http: www. FRAC.info.com. [FRAC] Fungicide Resistance Action Committe. 2015. FRAC Code List ©*2015: Fungicides sorted by mode of action (including FRAC Code numbering) [Internet]. [diunduh 2016 Feb 4]. Tersedia pada : http: //www. frac.info/docs/default-source/publications/frac-code-list/frac-code-list2015-finalC2AD7AA36764.pdf?sfvrsn=4. Holm AL, Rivera VV, Secor GA, Gudmestad NC. 2003. Temporal sensitivity of Alternaria solani to foliar fungicides. Amer J Potato Res. 80:33-40. Joshi MS, Sawan DM, Gaikwad AP. 2013. Variation in fungi toxicant sensitivity of Colletotrichum gloeosporioides isolates infecting fruit crops. J Food Agric Sci. 3(1):6-8. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2015. Rencana strategis Kementrian Pertanian 2015-2019 [Internet].[diunduh 2016 Jan 5]. Tersedia pada: http:// www.pertanian.g9o.id/file RENSTRA_2015-2019.pdf. Kalam A, Mukherjee AK. 2001. Influence of hexaconazole, carbofuran, and ethion on soil microflora and dehydrogenase activities in soil and intact cell. Ind J Exp Biol. 39:90-94. Kim KD, Oh BJ, Yang J. 1999. Differential interaction of a Colletotrichum gloeosporioides isolate with green and red pepper fruits. Phytoparasitica. 27 (2):97-106. Kim SH, Yoon JB, Do JW, Park HG. 2008. A major recessive gene associated with anthracnose resistance to Colletotrichum capsici in chili pepper (Capsicum annum L.). Breeding Sci.58:137-141. Kumar AS, Reddy NPE, Reddy KH, Devi MC. 2007. Evaluation of fungicidal resistance among Colletotrichum gloeosporioides isolate causing mango anthracnose in agri export zone of Andhara Pradesh, India. Plant Pathol Bull. 16:157-160. Mueller DS, Bradley CA. 2008. Field crop fungicide for the North Central United States. North Central United State (US) :IPM.
17 Oku H. 1994. Plant Pathogenesis and Disease Control. Okayama (JP): Lewis Publishers. Prathiba VH, Rao AM, Ramesh S, Nanda C. 2013.Estimation of fruit quality parameter in anthracnose infected chili fruits. Intl J Agric Food Sci Technol. 4(2):57-60. Pratiwi AR, Anjarsari. 2002. Deteksi ergosterol sebagai indikator kontaminasi cendawan pada tepung terigu. J Tekn Ind Pang. 8(3) :256-259. Price CL, Parker JE, Warrilow AGS, Kelly DE, Kelly S. 2015. Azole fungicide understanding resistence mechanisms in agricultural fungal pathogen. Pest Manag Sci.71: 1054-1058. Pscheidt JW. 2006. Fungicide theory of use and mode of action. In J.W. Pscheidt and C.M Ocamb, eds. Plant disease control [Internet]. [diakses pada 2016 Jan 5].Tersedia pada: http://pnwhandbooks.org/plantdisease/node/1833. Qosim AW, Rachmadi M, Hamdani JS, Nuri I. 2013. Penampilan fenotip, variabilitas dan heretabilitas 32 genotip cabai merah besar berdaya hasil tinggi. J Agron Indones. 41(2): 140-143. Stovold G. 2006. Using fungicides correctly. Spray sense. 7:1-2. Sumardiyono C, Joko T, Kristiawati Y, Chinta YD. 2011. Diagnosis dan pengendalian penyakit antraknosa pada pakis dengan fungisida. JHPT Trop. 11(2):194-200. Suwan N, Nuandee N, Akimitsu K, Nalumpang S. 2012. Analysis of β-tubulin gene from carbendazim resistant isolates of Cercospora lactucae-sativae on lettuce in Thailand. J Agric Technol. 8(2):711-723. Untung K. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada Univ Press. Xia QW, Jing Q, Ping W. 2005. Stereoselective kinetic study of hexaconazole enantiomers in the rabbit. Chirality. 17:186-192. Yang C, Hamel C, Vujanovic V, Gan Y. 2011. Fungicide: Modes of action and possible impact on nontarget microorganism. Intern Scholarly Netw Ecol. Doi 10.5402/2011/130289. 1-8.
18
LAMPIRAN
19 Lampiran 1
Tingkat hambatan relatif bahan aktif heksakonazol terhadap pertumbuhan koloni dan perkecambahan konidia tiga spesies Colletotrichum Tingkat hambatan relatif (%) pada berbagai konsentrasi (ppm) Spesies 250 500 750 1000 2000 Pertumbuhan koloni C. acutatum 90.7 90.7 90.7 90.7 90.7 C. capsici 38.8 40.7 49.7 50.3 50.5 C. gloeosporioides 78.0 95.1 95.0 95.1 95.0 Perkecambahan Konidia 3.0 14.0 47.0 49.0 54.0 C. acutatum C. capsici 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 C. gloeosporioides 57.0 69.0 78.0 77.0 79.0
Lampiran 2
Tingkat hambatan relatif bahan aktif klorotalonil terhadap pertmbuhan koloni dan perkecambahan konidia tiga spesies Colletotrichum Tingkat hambatan relatif (%) pada berbagai konsentrasi (ppm) Spesies
Pertumbuhan koloni C. acutatum C. capsici C. gloeosporioides Perkecambahan Konidia C. acutatum C. capsici C. gloeosporioides
250
500
750
1000
2000
29.0 0.8 9.4
32.1 1.9 19.3
35.1 5.7 20.1
46.3 7.7 25.5
57.1 13.1 28.3
38.0 0.0 39.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
20 Lampiran 3 Tingkat hambatan relatif bahan aktif mankozeb terhadap pertmbuhan koloni dan perkecambahan konidia tiga spesies Colletotrichum Tingkat hambatan relatif (%) pada berbagai konsentrasi (ppm) Spesies 250 500 750 1000 2000 Pertumbuhan Koloni C. acutatum 61.0 90.0 90.0 90.7 90.7 C. capsici 93.0 93.4 93.4 93.4 93.4 C. gloeosporioides 95.1 95.1 95.1 95.1 95.1 Perkecambahan Konidia 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 C. acutatum 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 C. capsici C. gloeosporioides 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh, pada 14 Februari 1993. Penulis adalah anak kedua dari pasangan Bapak Nurdin Hamid dan Ibu Anisah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 2 Banda Aceh. Pada tahun 2011, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Penulis diterima sebagai mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,IPB. Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti kegiatan kampus di luar kegiatan akademik. Penulis beserta tim pernah mendapatkan hibah dana PKMPenelitian dari DIKTI yang berjudul “Optimalisasi Aktivitas Tuberkulostatik Ekstrak Daun Henna (Lawsonia inermis L.) dengan Variasi Konsentrasi Antibiotik untuk Menghambat Pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis secara In Vitro” pada tahun 2012/2013. Kepanitiaan yang pernah diikuti diantaranya Sarasehan LDK Nasional, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB 49), Masa Perkenalan Mahasiswa Fakultas Pertanian 49, dan Masa Perkenalan Depatemen Proteksi Tanaman 49. Penulis pernah menjadi asisten Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2014/2015 dan asisten praktikum Pengantar Mikologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga pernah aktif pada organisasi Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyyah IPB tahun 2012/2013 dan pengurus FSLDK Indonesia pada tahun 2013-2015.