ISSN 0216 - 3128
42
Aisyah
SENSITISASI PADA PENGELASAN TABUNG BAJA TAHAN KARAT AISI 304 WADAH LIMBAH SUMBER 226RA BEKAS RADIOTERAPI Aisyah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN,
[email protected]
ABSTRAK SENSITISASI PADA PENGELASAN TABUNG BAJA TAHAN KARAT AISI 304 WADAH LIMBAH SUMBER 226 Ra BEKAS RADIOTERAPI. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif melakukan pengelolaan limbah sumber 226 Ra bekas radioterapi dengan cara memasukkan limbah kedalam tabung baja tahan karat AISI 304 yang ditutup dengan cara pengelasan. Tabung yang telah berisi limbah dimasukkan kedalam Long Term Storage Shield (LTSS), dan kemudian LTSS dimasukkan kedalam shell drum 200 liter untuk penyimpanan sementara. Sensitisasi pada pengelasan baja tahan karat AISI 304 adalah dimungkinkan. Telah dilakukan penelitian sensitisasi pada pengelasan tabung baja tahan karat AISI 304 wadah limbah dengan parameter arus pengelasan. Sensitisasi ditandai dengan terbentuknya presipitat Cr23C6 pada batas butir, dan adanya presipitat diamati dengan mikroskop optik dan elektron. Uji tarik guna mendukung pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui kekuatan tabung wadah limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus optimal pada pengelasan tabung baja tahan karat AISI 304 wadah limbah adalah 110 A dengan kuat tarik 64 kg/mm2. Terbentuk HAZ dalam daerah 14 mm dari sumbu las dengan kekerasan tertinggi 162 HVN. Pada HAZ terjadi sensitisasi, namun presipitat Cr23C6 yang terbentuk pada batas butir masih terisolir antara satu dengan yang lain dan korosi batas butir tidak signifikan. Sensitisasi pada pengelasan tabung wadah limbah dengan kondisi seperti ini diyakini berada dalam batas yang selamat. Kata kunci: Sensitisasi, pengelasan, baja tahan karat, limbah sumber bekas 226Ra
ABSTRACT SESITIZATION IN WELDING OF AISI 304 STAINLESS STEEL USED FOR THE CAN OF 226Ra WASTE FROM RADIOTHERAPHY. The Center for Radioactive Waste manages the 226Ra source wastes originated from radiotheraphy by containing them in a welded waste can made of AISI 304 stainless steel. The loaded can is then put in a Long Term Storage Shield (LTSS), and the LTSS is put in a shell drum of 200 liters for temporary disposal. In the welding of the can, sensitization is assumed to take place. A research of sensitization on welding of stainless steel AISI 304 can under a varied welding current has been carried ou. The sensitization was identified by the production of Cr23C6 precipitates at the grain boundaries, the precipitates was observed by means of optic and electron microscopes. Tensile strenght test was performed to back up the observation of microstructure in order to know the strength of the can. The result shows that the electrical current of 110 Ampheres was optimum for welding of the can, yield strength of 64 kg/cm2 was obtained. HAZ was present in between 14 mm distance from the weld center, and the hardnest was 162 HVN. Sensitization was occurred in the HAZ, but the precipitates in grain boundary was isolated one to the other, and therefore the intergranular corrossion is believed insignificant. The sensitization in welding of AISI 304 steel can used for containing 226Ra waste under welding parameter mentioned above is safe. Keywords: Sensitization, welding, stainless steel, 226Ra spent source waste
PENDAHULUAN
S
aat ini pemanfaatan teknologi nuklir dalam dunia kedokteran berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah pemanfaatan sumber radiasi dalam bidang radioterapi. Radioterapi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengobati penyakit dengan memanfaatkan kemampuan radiasi pengion yang dapat membunuh sel-sel yang tumbuh abnormal seperti tumor atau kanker. Brachiterapy adalah suatu radioterapi dengan zat radioaktif sebagai sumber radiasinya. Brachiterapy
dilakukan dengan cara penyinaran pada jarak sangat dekat bahkan pada kondisi tertentu sumber radiasi tertutup dimasukkan ke dalam tubuh pasien. Di Indonesia sumber radiasi yang digunakan adalah 226 Ra, 137Cs, 60Co dan 192Ir. Di masa lampau Indonesia banyak menggunakan 226Ra sebagai sumber radiasi yang dipakai dalam radioterapi. Sumber radiasi 226Ra merupakan radionuklida yang berumur panjang, sehingga akan menyulitkan dalam pengelolaan sumber bekasnya (limbah). Atas rekomendasi International Atomic Energy Agency (IAEA),
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Aisyah
ISSN 0216 - 3128
Indonesia telah menghentikan pemakaian sumber radiasi 226Ra, sehingga pihak rumah sakit telah mengirimkan limbah sumber 226Ra bekasnya ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) untuk dilakukan pengelolaan. Pengelolaan dilakukan sesuai standar IAEA seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1[1,2,3]. 1. Sejumlah tertentu limbah sumber 226Ra bekas yang berupa jarum atau kapsul dimasukkan kedalam tabung baja tahan karat dengan dimensi tabung 110 x 20x 0,8 mm. 2. Limbah sumber 226Ra bekas merupakan radionuklida yang dalam masa peluruhannya mengeluarkan gas radon yang cukup berbahaya bagi kesehatan manusia, sehingga tabung baja tahan karat yang telah berisi sumber radiasi bekas 226Ra dilas rapat agar gas radon tidak lepas ke lingkungan. 3. Pengelasan tabung baja tahan karat AISI 304 dilakukan dengan tungsten inert gas (TIG) dan dilakukan pengujian kebocoran hasil lasan dengan metode Vacum buble test. 4. Tabung baja tahan karat AISI 304 yang telah terisi limbah sumber bekas 226Ra dan telah lolos uji pengelasan, kemudian dimasukkan dalam Long Term Storage Shield (LTSS) yang terbuat dari Pb dengan maksud sebagai perisai radiasi untuk membatasi paparan radiasi yang cukup tinggi. 5. Long Term Storage Shield kemudian dimasukkan dalam shell drum 200 liter untuk kemudian disimpan sementara di tempat penyimpanan sementara limbah aktivitas rendah dan sedang. Tabung yang digunakan sebagai wadah limbah sumber 226Ra bekas radioterapi terbuat baja tahan karat austenitik AISI 304 yang memerlukan pengelasan pada tutupnya agar tidak terjadi kebocoran dari gas radon akibat peluruhan limbah sumber 226Ra. Seperti diketahui dalam pengelasan baja tahan karat AISI 304 sering timbul masalah yaitu kemungkinan terjadi sensitisasi. Sensitisasi adalah timbulnya presipitat krom karbida (Cr23C6) pada batas butir. Sensitisasi akan timbul pada baja tahan karat austenitik yang mengalami siklus termal akibat pengelasan atau perlakuan panas lainnya yaitu pemanasan pada suhu sensitisasi (500-800 oC) yang diikuti dengan pendinginan lambat [4,5,6]. Akibat adanya sensitisasi ini maka bahan akan cenderung mengalami penurunan kekuatannya karena terjadi korosi batas butir. Hal ini harus dihindari karena wadah limbah sumber 226Ra ini nantinya akan disimpan lestari pada formasi geologi. Jika suatu saat pada penyimpanan lestari air tanah mencapai wadah, maka wadah yang telah mengalami sensitisasi ini akan meningkatkan laju korosi dan wadah akan hancur sebelum waktunya.
43
Dalam bahan yang mengalami pengelasan, sensitisasi biasanya timbul pada HAZ (Heat Affected Zone), sedangkan daerah las maupun daerah logam induk tidak mengalami sensitisasi. Heat Affected Zone adalah daerah dekat las yang terpengaruh panas sehingga mengalami perubahan struktur mikro dan sifat mekanik.
Gambar 1. Pengelolaan limbah sumber 226Ra bekas radioterapi [1,2,3]. (A).Tabung baja tahan karat wadah limbah sumber 226Ra; (B). Pengelasan tabung baja tahan karat; (C) LTSS untuk memuat tabung baja tahan karat; (D) Pemuatan LTSS dalam shell drum 200 Liter. Pengelasan TIG (tungsten inert gas) adalah teknik pengelasan berkualitas tinggi dimana elektrodanya tidak meleleh dan hanya berfungsi sebagai penghantar arus. Untuk pengelasan lembaran logam yang tipis, pengelasan TIG dapat digunakan tanpa bahan pengisi logam, sedangkan untuk lembaran logam yang lebih tebal dapat digunakan bahan pengisi logam dalam bentuk kawat batangan atau kawat gulungan. Lelehan logam, elektroda tungsten yang panas dan bagian ujung bahan pengisi logam yang meleleh dilindungi dari atmosfir dengan menggunakan gas argon[7,8]. Proses pengelasan merupakan proses yang tidak bisa dihindari dalam fabrikasi atau pemakaian tabung wadah limbah sumber 226Ra bekas radioterapi. Adanya pengelasan memungkinkan terjadinya perubahan struktur mikro dan sifat mekanik. Perubahan struktur mikro dan sifat mekanik terjadi terutama pada HAZ, dimana pada daerah ini akan terjadi sensitisasi. Sensitisasi diamati dengan mikroskop optik dan elektron terhadap terbentuknya presipitat Cr23C6 pada batas butir, sedangkan kuat tekan dan kekerasan diamati melalui pengujian dengan mesin uji tarik dan mesin uji kekerasan Vikers. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui sejauh mana efek
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Aisyah
ISSN 0216 - 3128
44
pengelasan tabung limbah sumber 226Ra bekas radioterapi terhadap terjadinya sensitisasi, sehingga potensi terjadinya korosi batas butir dapat diminimalkan.
TATA KERJA Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bidang Teknologi Pengolahan Limbah Radioaktif Dekontaminasi dan Dekomisioning di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Kawasan Puspiptek Serpong pada Tahun 2009.
Metode Dalam penelitian ini dilakukan pengelasan terhadap bahan tabung wadah limbah 226Ra bekas radioterapi yang berupa pelat baja tahan karat AISI 304. Dipelajari pengaruh arus pengelasan terhadap kuat tarik bahan. Pada penggunaan arus las yang optimal diamati kekerasan dan struktur mikronya. Pengamatan struktur mikro terutama dilakukan pada HAZ, dimana pada daerah ini kemungkinan terjadi sensitisasi. Pengamatan sensitisasi dilakukan secara mikroskopis dengan mengamati terbentuknya presipitat Cr23C6 pada batas butir. Sedangkan kuat tarik dan kekerasan diamati dengan mesin uji tarik dan mesin uji kekerasan Vikers.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelat baja tahan karat AISI 304 dengan komposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 [9,10], bahan pengisi jenis OK AUTROD 16.10 yang berupa kawat dengan diameter 3,2 mm dengan komposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 [11], amplas, pasta alumina, dan larutan etsa dengan komposisi 10 % asam oksalat.
Pengelasan Dua potong baja tahan karat AISI 304 dengan ukuran 200x125x5 mm disambung dengan cara dilas dengan cara penyambungan seperti ditunjukkan pada Gambar 2 [12].
Tabel 1. Komposisi kimia baja tahan karat AISI 304. Unsur C Si Mn P S Ni Cr Fe
Prosentase (%) 0,050 0,370 1,340 0,029 0,030 8,080 18,470 71,630
Tabel 2. Komposisi Bahan Pengisi jenis OK Autrod 16.10[11]. Unsur C Si Mn P S Ni Cr
Prosentase (%) 0,020 0,400 1,600 0,018 0,018 10,000 20,000
Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin las TIG dengan pelindung gas argon, mesin uji tarik Servopulser Shimadzu, mesin uji keras (Vickers Hardness Testing Machine), mesin grinding, polishing, peralatan etsa dan mikroskop optik.
Gambar 2. Bentuk kampuh las pada pengelasan[12]. Pengelasan dilakukan dengan mesin las TIG dengan pelindung gas argon [7,8]. Besarnya arus yang digunakan dalam penelitian ini divariasikan, yaitu 60, 70, 80, 90, 100, 110, 120, 130 dan 140A. Bahan pengisi yang digunakan adalah jenis OK AUTROD 16.10. Dilakukan pengamatan pengaruh arus pengelasan terhadap kuat tarik bahan, sehingga diperoleh arus pengelasan yang optimal.
Pengujian Tarik Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui tegangan tarik bahan yang mengalami pengelasan. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar JIS Z 2201 dengan ukuran sampel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Kekuatan tarik merupakan kemampuan dari sambungan las untuk menerima beban tarik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji tarik Servopulser Shimadzu dengan cara menjepit sampel dengan kuat dan
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Aisyah
ISSN 0216 - 3128
beban diberikan secara kontinyu sampai sampel tersebut putus [13-15]. Tegangan tarik (kuat tarik), yaitu tegangan maksimum yang dapat ditahan oleh sampel σt = Fmak/A0 (1) dimana : σt adalah kuat tarik sampel (kg/mm2) Fmak adalah gaya maksimum yang dapat ditahan oleh sampel (kg) A0 adalah luas penampang awal sampel (mm)
45
cara memotong sampel sesuai ukuran, kemudian dibingkai dengan resin dan selanjutnya dilakukan pemolesan. Penggerindaan dilakukan dengan kertas amplas yang bertingkat kekasarannya sedangkan pemolesan dilakukan dengan pasta alumina. Sampel yang telah mengkilap dietsa dengan metode etsa electrolitik yaitu dengan cara memasang sampel sebagai anoda, sedangkan sebagai katoda adalah bahan dengan jenis dan dimensi yang sama. Jarak katoda dan anoda adalah 25 mm dan sebagai larutan etsa digunakan larutan asam oksalat 10 %. Arus yang digunakan adalah 5 A dengan voltase 12 V dan waktu etsa 15 menit [17– 19]. Selanjutnya. diamati struktur mikronya dengan mikroskop optik.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ditunjukkan pada gambargambar berikut. Gambar 4 menunjukkan pengaruh arus pengelasan terhadap kuat tarik bahan.
Gambar 3. Bentuk sampel pada uji tarik ( standar JIS Z 2201)[13-15].
Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan dimaksudkan untuk mendapatkan data perubahan kekerasan dari bahan akibat adanya pengelasan. Pengujian dilakukan dengan mesin uji keras Vickers (Vickers Hardness Testing Machine) dengan cara melakukan penekanan pada sampel menggunakan penekan berbentuk piramida intan yang dasarnya bujur sangkar. Besarnya sudut puncak identor piramida intan 1360. Besarnya angka kekerasan dihitung berdasarkan persamaan [13,14,16]: HVN = 1,8544 x P/d2 (2) dimana: HVN adalah angka kekerasan Vickers (Hardness Vickers Number ) P adalah beban yang digunakan (kg) d adalah diagonal identasi (mm) Pengujian kekerasan dilakukan pada sampel yang telah dilas dengan arus pengelasan yang optimal. Pengujian kekerasan dilakukan mulai dari daerah las, HAZ dan daerah sampai jarak tertentu kearah logam induk.
Pengujian Metalografi Pengamatan struktur mikro dilakukan terhadap sampel yang mengalami pengelasan dengan arus las yang optimal. Pengujian metalografi dilakukan pada daerah logam induk, HAZ dan daerah las. Pengujian dilakukan dengan
Gambar 4. Pengaruh arus pengelasan terhadap kuat tarik. Dari Gambar 4 terlihat bahwa pada arus pengelasan yang rendah akan memberikan kuat tarik yang rendah, hal ini terjadikarena pada penggunaan arus yang rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik. Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan bahan pengisi dan bahan induk, sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang maksimal. Oleh karena itu akan dihasilkan sambungan las yang kurang kuat dengan kuat tarik yang rendah. Hal ini ditandai dengan putusnya sambungan las sewaktu pengujian tarik. Makin besar kuat arus yang digunakan maka kuat tarik semakin tinggi. Kuat tarik tertinggi dicapai pada arus pengelasan 110A dengan kuat tarik 64 kg mm-2. Hal ini dapat diterangkan bahwa makin tinggi arus pengelasan maka akan memberikan panas yang tinggi, penetrasi yang dalam dan kecepatan pencairan logam yang tinggi. Pencairan logam induk dan logam pengisi
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
46
memerlukan energi panas yang cukup. Dalam proses pengelasan, energi panas berasal dari listrik yang besarnya tergantung dari parameter pengelasan yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan ketiga parameter tersebut akan menghasilkan masukan panas (H) menurut persamaan [8,20]: H =P/v = EI/v (3) dimana P : Tenaga input ( watt ), v : Kecepatan pengelasan ( mm/s ), E : Potensial listrik ( volt ) dan I : Arus listrik ( amper ). Dari persamaan (3) terlihat bahwa pada pemakaian arus yang besar menghasilkan panas yang besar. Adanya panas dengan jumlah yang cukup besar mampu menghasilkan sambungan las yang betul-betul kuat, sehingga sewaktu dilakukan pengujian tarik, bahan tidak patah pada sambungan las, tetapi patah pada HAZ atau pada logam induknya. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian bahwa pada pemakaian arus pengelasan 110 A memberikan kuat tarik yang maksimum yaitu 64 kg mm-2 dan sewaktu pengujian, sampel patah pada daerah logam induk. Pada pemakaian arus pengelasan yang semakin besar, maka kuat tarik akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena bahwa pada pemakaian arus yang terlalu besar maka percikan busur menjadi lebih besar sehingga mengakibatkan masukan panas yang terlalu besar. Sesuai dengan diagram siklus termal yang ditunjukkan pada Gambar 5, bahwa semakin besar masukan panas maka akan terjadi kecepatan pendinginan yang lebih lambat.
Gambar 5. Siklus termal pada pengelasan[20]. Pada kecepatan pendinginan lambat akan terjadi pembesaran butir. Butir yang besar akan menurunkan kekuatan bahan. Hal ini sesuai dengan persamaan Hall-Petch berikut [8,20]: σ = σo + kd-1/2
Aisyah
ISSN 0216 - 3128
(4)
dimana σ : tegangan luluh, σo : tegangan friksi (friction stress), k : koefisien penguat (strengthening coefficient) dan d : ukuran (diameter) butir. Sehingga menurut persamaan (4) bahwa bahan akan mempunyai kekuatan yang tinggi jika memiliki batas butir yang kecil. Butir yang kecil
mampu menahan pergerakan dislokasi sehingga bahan mempunyai kekuatan yang besar. Oleh karena itu dalam penelitian ini diperoleh arus pengelasan yang optimal adalah 110 A dengan kuat tarik 64 kg mm-2. Selanjutnya dilakukan pengujian kekerasan dan struktur mikro pada pengelasan yang menggunakan arus 110 amper. Hasil pengujian kekerasan bahan untuk sampel yang dilas dengan arus 110 A yang diukur pada setiap jarak 2 mm dari sumbu las ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengaruh jarak terhadap kekerasan. Dari Gambar 6 tampak bahwa untuk jarak sampai dengan 6 mm dari sumbu las harga kekerasan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena daerah tersebut merupakan HAZ dimana pada daerah itu tumbuh presipitat Cr23C6 yang keras. Krom karbida ini tumbuh pada HAZ karena pada HAZ mengalami sensitisasi akibat siklus panas pada saat pengelasan. Untuk daerah yang lebih besar dari 6 mm harga kekerasan akan makin menurun. Hal ini karena pada daerah yang semakin jauh dari sumbu las semakin sedikit menerima panas sehingga kesempatan tumbuhnya presipitat Cr23C6 semakin kecil. Seperti diketahui bahwa presipitat Cr23C6 merupakan senyawa yang keras karena mengandung karbon, sehingga jika presipitat Cr23C6 sedikit maka kekerasan akan semakin menurun. Pada daerah dengan jarak 14 – 16 mm dari sumbu las harga kekerasan sudah sama dengan bahan induk. Dengan demikian HAZ panjangnya sekitar 14 mm dari sumbu las dengan kekerasan tertinggi 162 HVN. Daerah las memiliki kekerasan yang lebih besar dari bahan induknya, karena pada daerah ini terjadi peleburan bahan yang kemudian mendingin dengan cepat, sehingga terbentuk tegangan termal yang menghasilkan distorsi. Daerah dengan distorsi yang cukup tinggi mempunyai kekerasan yang lebih tinggi. Hasil pengujian struktur mikro pada bahan yang mengalami pengelasan dengan arus 110 amper yang diamati dengan mikroskop optik pada perbesaran 500 kali ditunjukkan pada Gambar 7. Gambar 7A menunjukkan foto struktur mikro
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Aisyah
ISSN 0216 - 3128
daerah bahan induk sedangkan Gambar 7B menunjukkan gambar struktur mikro HAZ serta Gambar 7C menunjukkan foto struktur mikro daerah las. Pada Gambar 7A tampak struktur mikro daerah bahan induk yang bersih bebas dari presipitat Cr23C6. Bahan induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro dan sifat mekanik. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian kekerasan yang ditunjukkan pada Gambar 6 dimana daerah yang terpengaruh panas hanya sejauh 14 mm dari sumbu las. Lebih jauh dari itu merupakan daerah bahan induk. Sedangkan pada Gambar 7B merupakan gambar struktur mikro HAZ dimana dalam gambar tampak batas butir yang berwarna hitam dan tebal yang merupakan bekas jejak presipitat Cr23C6. Daerah tampak terkorosi akibat terbentuknya daerah deplesi krom. Struktur mikro daerah las ditunjukkan pada Gambar 7C. Komposisi daerah las terdiri dari komponen bahan induk dan bahan pengisi. Logam las dalam proses pengelasan mencair kemudian membeku, sehingga kemungkinan terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen. Daerah las pada umumnya memiliki struktur berbutir panjang (columnar grains). Pertumbuhan struktur ini berawal dari logam induk yang tumbuh ke arah tengah daerah logam las.
Gambar 7. Struktur mikro bahan yang mengalami pengelasan, pengamatan dengan mikroskop optik : (A). Daerah bahan induk; (B). HAZ; (C). Daerah las Dalam proses pengelasan adanya siklus termal yaitu pemanasan yang diikuti dengan pendinginan lambat, maka HAZ akan berada pada suhu sensitisasi (500-800 oC). Hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Kurva Time Temperature Sensitisation pada Gambar 8[21].
47
Gambar 8. Kurva Time Temperature Sensitization [21].
Gambar 9. Bahan yang mengalami sensitisasi [5,24] . (A). Terbentuknya Cr23C6 pada batas butir; (B). Terbentuk daerah deplesi krom akibat adanya sensitisasi. Pada Gambar 8 tampak bahwa untuk bahan baja tahan karat AISI 304 dengan kadar C 0,05 % jika berada pada suhu 700 0C selama minimal 10 menit sudah terkena sensitisasi yaitu terbentuknya presipitat Cr23C6 pada batas butir. Untuk bahan baja tahan karat dengan kadar karbon yang lebih rendah misalnya AISI 304L atau 316L pada suhu tersebut tidak terjadinya sensitisasi. Sensitisasi adalah terbentuknya presipitat karbida
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
48
ISSN 0216 - 3128
M23C6 pada batas butir. Presipitat M23C6 mempunyai unsur utama adalah Cr23C6 dengan besi (Fe) atau Molybdenum (Mo) akan mensubtitusi sebagian dari Cr. Besarnya subtitusi ini tergantung pada paduan dan kondisi presipitasinya. Pada tingkat awal presipitasi, maka presipitat M23C6 mengandung Fe cukup tinggi. Dengan naiknya suhu maupun waktu presipitasi maka kadar Cr akan meningkat. Oleh karena itu pada penggunaan baja tahan karat AISI 304 maka M23C6 biasanya berupa presipitat Cr23C6 [10,22,23]. Kinetika pembentukan presipitat Cr23C6 ini melaui mekanisme difusi C dalam matrik ke batas butir dan berikatan dengan Cr membentuk presipitat Cr23C6. Akibat dari difusi C kebatas butir tersebut maka terdapat daerah yang kekurangan Cr (cromium depleted zone). Secara mikro akan terjadi perbedaan potensial antara daerah yang kekurangan Cr dibanding presipitat Cr23C6 yang kaya unsur Cr sehingga terjadi korosi batas butir (intergranular corrosion). Gambar 9a. menunjukkan pertumbuhan presipitat Cr23C6 pada batas butir, sedangkan Gambar 9b menunjukkan terbentuknya daerah deplesi Cr [5,24]. Krom karbida merupakan senyawa yang keras karena mengandung C. Oleh karena itu sejalan dengan hasil pengujian kekerasan pada HAZ pada Gambar 6 yang menunjukkan nilai kekerasan yang paling tinggi.
Aisyah
butir, maka pada kondisi ini terjadi korosi batas butir. Serangan korosi batas butir ini akan semakin hebat, jika bahan terus terpapar pada suhu sensitisasi yang terlalu lama. Pada kondisi ini batas butir mengalami serangan korosi yang cukup besar, bahkan banyak diantara butir-butirnya terlepas atau tidak ada ikatan antar butir lagi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11 [26]. Berdasarkan pada kondisi presipitat Cr23C6 yang terbentuk pada batas butir masih terisolir satu sama lain, maka dikatakan bahwa serangan korosi batas butir cenderung belum signifikan. Hal ini berarti bahwa peristiwa sensitisasi yang menyertai pengelasan tabung bahan baja tahan karat AISI 304 wadah limbah 226Ra bekas radioterapi masih dalam batas yang wajar dan selamat. Namun bila presipitat Cr23C6 yang terbentuk pada batas butir mengakibatkan serangan korosi batas butir, maka harus dilakukan upaya pencegahan agar tabung wadah limbah sumber 226Ra bekas radioterapi dapat selamat sesuai dengan disain yang direncanakan.
Gambar 11. Batas butir mengalami serangan korosi yang berat, hasil pengamatan SEM[26].
Gambar 10. Presipitat Cr23C6, hasil pengamatan TEM[25]. Untuk lebih mendeteksi kondisi presipitat Cr23C6, maka dapat dilakukan pengamatan struktur mikro menggunakan Transmision Electron Microscope (TEM) dengan hasil foto seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 [25]. Dari Gambar 10 tampak bahwa presipitat Cr23C6 tumbuh pada batas butir namun masih terisolir antara satu dengan yang lainnya. Artinya pada kondisi ini korosi batas butir cenderung belum tampak. Namun jika bahan berada pada suhu sensitisasi yang cukup lama maka presipitat Cr23C6 akan tumbuh semakin banyak dan membentuk jaringan yang kontinyu menutup seluruh batas
Upaya pencegahan terjadinya sensitisasi pada baja tahan karat AISI 304 yang mengalami pengelasan dapat dilakukan dengan mengontrol kadar C pada bahan atau dengan menambahkan unsur yang bisa mengikat C lebih stabil dari pada Cr. Pada baja tahan karat austenitik, mereduksi kadar C sampai 0,03 % atau lebih kecil lagi akan mencegah sensitisasi selama pengelasan atau perlakuan panas lainnya. Akan tetapi cara ini kurang efektif untuk mencegah timbulnya korosi batas butir bila bahan berada dalam waktu yang lama pada suhu sensitisasi. Titanium dan Columbium (Cb) atau Niobium (Nb) yang ditambahkan pada baja tahan karat austenitik akan membentuk karbida yang lebih stabil (TiC, CbC dan NbC) dari pada Cr. Titanium, Cb atau Nb akan mengikat C yang ada dalam matriks, sehingga mencegah presipitasi Cr23C6. Baja tahan karat seperti ini biasanya disebut Stabilized Grades yaitu baja tahan karat austenitik 321 atau 347 [10,27,28].
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Aisyah
ISSN 0216 - 3128
7.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, pada pengelasan wadah limbah sumber 226Ra bekas radioterapi arus 110 A merupakan arus yang optimal dengan kekuatan tarik sebesar 64 kg/mm2. Pada pengujian kekerasan diperoleh bahwa HAZ mempunyai panjang 14 mm dari sumbu las dengan kekerasan teringgi 162 HVN. Dari pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik terlihat bahwa pada HAZ terjadi sensitisasi yang ditandai dengan batas butir yang menebal yang merupakan bekas jejak presipitat Cr23C6. Pengamatan dengan mikroskop elektron tampak bahwa presipitat Cr23C6 yang terbentuk masih terisolir satu dengan lainnya, sehingga pada kondisi ini dikatakan bahwa korosi batas butir cenderung belum signifikan. Oleh karena itu adanya pengelasan pada wadah limbah sumber 226Ra bekas radioterapi ini meskipun terjadi sensitisasi namun masih dalam batas yang wajar dan selamat. Untuk lebih meningkatkan keselamatan dalam pengelolaan sumber 226Ra ini maka wadah limbah sumber 226Ra dapat dipilih dari baja tahan karat Stabilized Grades yaitu AISI 321 atau 347 yang lebih selamat dari serangan sensitisasi.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3.
4. 5.
6.
49
INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Management of Waste from The Use of Radioactive Material in Medicine, Industry, Agriculture, Research and Education, Safety Guide No.WS-G-2.7, IAEA, Vienna, 2005. AL-MUGHRABI, M., Technical Manual for Conditioning of Spent Radium Sources, IAEA, Vienna., 1998 INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Handling, Conditioning and Storage of Spent Sealed Radioactive Sources, IAEA-TECDOC-1145, Vienna, 2000. MATULA, M, et.all., Intergranular Corrosion of 316L Steel, Materials Characterization 46, pp. 203-210, 2001. KOROSTELEV, AB, et.all., Evaluation of Stainless Steel for Their Resistance to Intergranular Corrosion”, Journal of Nuclear Materials, Volumes 233-237, Part 2, pp.: 1361-1363, Elsevier BV.,1996. KAROKARO, M., et.all., Effect of Repair Welding Process on Microstructure and Corrosion Resistance of Stainless Steel Type 304, http://www.its.ac.id/.../2484-hariyatiLampiran%20B.3paper%20IACD%20Karokaro%20(ITS).doc, diunduh pada tanggal 4 Oktober 2009.
MESSLER,.Jr, Robert W, Principle of Welding: Process, Physics, Chemistry, and Metallurgy, John willey & Sons, New York., 1999. 8. WIRYOSUMARTO, H. dan OKUMURA, T., Teknologi Pengelasan Logam, PT. Pradya Paramita, Jakarta, 2000. 9. DAVIS, J. R., Metals handbook, 10th Ed., Vol. 6, ASM International, USA, 1990. 10. PECKNER, D and BERSTEIN, I. M, Handbook Of Stainless Steels, McGraw Hill Book, USA, 1977. 11. ESAB, OK.AUTROD 16.10,
http://marsenterprises.co.in/ESABStan derdCONSUMABLES/GTAW_consu mables/gtawleft.pdf. diunduh pada tanggal 16 Nopember 2009 12. GURULAS’S WEBLOG, SMAW Lanjut,
http://gurulas.wordpress.com/materismaw-lanjut/, diunduh pada tanggal 17 November 2009 13. KHUN, H., MESLIN, D., ASM Handbook, Vol. 8 : Mechanical Testing and Evaluation, th 9 ed, ASM, USA,1992 14. CRANCOVIC, M.,G., SM Handbook, Vol. 10 th : Materials Characterization, 9 ed, ASM, USA, 1992 15. ANONIM, Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam, http://www.infometrik.com/2009/09/mengenal -uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekanik-logam/, diunduh pada tanggal 15 September 2009. 16. TATA SURDIA, dkk., Pengetahuan Bahan Teknik, Edisi 4, PT. Pradya Paramita, Jakarta,1999 17. SINDO KOU, Welding Metallurgy, 2nd ed., John Wiley & Sons Inc, 2003 18. GEORGE F. VANDER VOORT, ASM Handbook, Vol. 9 : Metallography and Micro Structures, 9th ed, ASM, USA, 1992 19. AMELINCKX, S., et.all., Handbook of Microscopy: Applications in Materials Science, Solid-State Physics and Chemistry, 1st ed., Wiley-VCH, 1996. 20. SUBEKI, N., Nilai Ketangguhan dan Bentuk Struktur Mikro dari Perubahan Kuat Arus Pengelasan Pipa Spiral, Naskah Publikasi, Universitas Muhamadiyah Malang, 2006. 21. 21. ANONIM, "L", "H" AND STANDARD GRADES OF STAINLESS STEELS http://www.corrosionist.com/L_H_grades_Sta inless_Steels.htm. diunduh pada tanggal 15 Oktober 2009
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
50
ISSN 0216 - 3128
22. KARL-ERIC, T., Steel and Its Heat Treatment, 2nd ed, Buffer Warth & Co, Boston, London,1994. 23. ANGELINI, E., et.all., Instability of Stainless Steel Reference Weights Due To Corrosion Phenomena, Corrosion Science, Vol. 40, No.7.pp 1139 – 1148, 1998. 24. KOEKOEH, K.W, Pengaruh Proses Perlakuan Panas Pada Baja AISI 304 Terhadap Kekerasan dan Laju Korosi Dalam Media HCl (35%), http://www.lurik.its.ac.id/Senta/R.K.K.Wibow o.pdf, diunduh pada tanggal 17 Nopember 2009 25. 25. SOURMAIL, T., and BHAHADESHIA, H.K.D.H.,Microstructural Evolution in Two Variants of NF709 at 1023 and 1073 0 K, Metall. Mater. Trans. A, 2005:36A, p23-34, http://www.thomassourmail.org/papers_html/NF709_ageing/inde x.html diunduh pada tanggal 16 Oktober 2009. 26. KARTAMAN, M.A, dkk., Efek Perlakuan Panas Terhadap Korosi Intergranular Baja Tahan Karat Austenitik Menggunakan Metode Kimia (Heuy Test), Hasil-Hasil Penelitian EBN Tahun 2006, hal. 217-222, PEBN, 2007. 27. ANONIM, Different Types of Corrosion Recognition, Mechanisms & Prevention Intergranular Corrosion (Cracking), http://www.corrosionclinic.com/types_of_corr osion/intergranular_corrosion_cracking.htm, diunduh pada tanggal 15 Oktober 2009 28. STEINER, R., ASM Handbook, Volume 1: Properties and Selection: Irons, Steels, and High-Performance Alloys, ASM, USA, 1998.
TANYA JAWAB Ign. Djoko Sardjono − Apakah keberadaan TiC dalam korosi batas butir itu karena peristiwa addisi atau lainnya, mohon dijelaskan.
Aisyah
− Apakah ada pengaruh jarak pengelasan dengan sensitisasi? Aisyah • Pada baja tahan karat AISI 321 mengandung titanium (Ti) pada konsentrasi minimal 5 kali konsentrasi karbon (C). Keberadaan Ti dimaksudkan untuk menekan terjadinya sensitisasi yang biasa terjadi pada baja tahan karat AISI 304. Mekanisme yang terjadi adalah bahwa pada suhu sensitisasi maka C tidak berikatan dengan Cr namun berikatan dengan Ti membentuk TiC, sehingga presipitat Cr23C6 tidak terbentuk. Akibat tidak terbentuk presipitat Cr23C6 maka tidak timbul daerah deplesi krom dan dengan demikian korosi batas butir tidak terjadi. • Sensitisasi terjadi pada HAZ dimana pada daerah tersebut terbentuk presipitat Cr23C6. Daerah terkena panas (HAZ) terjadi pada suatu daerah tertentu dari sumbu las yang karena perambatan panas daerah ini mengalami suhu sensitisasi (500 – 800 0C). Pada penelitian ini HAZ terbentuk pada jarak 14 mm dari sumbu las. Pande Made Udiyani − Bagaimana interaksi antara Ra-226 dengan wadah limbahnya? Aisyah • Sumber Ra-226 bekas radioterapi ditempatkan dalam tabung wadah limbah dari baja tahan karat AISI 304 dan dilas, dimaksudkan agar gas Radon hasil peluruhan tidak keluar ke lingkungan, dan wadah mampu menahan akumulasi gas Radon tersebut serta memiliki ketahanan korosi yang cukup baik terutama pada saat penyimpanan. Interaksi antara Ra -226 dengan wadah limbah secara langsung tidak menimbulkan sensitisasi. Sensitisasi baru akan timbul karena adanya pengelasan tabung wadah limbah ini.
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010