Self-Assembly Polymer
Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Kapita Selekta Kimia Organik IV ( Teknologi Polimer ) Renanto Putra Wijaya 1006704202
Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia 2013
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Self-Assembly molekul merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam fabrikasi arsitektur supramolekul (S. Zhang, 2003). Proses self-assembly merupakan peristiwa yang mudah dijumpai di alam, seperti pembetukan gumpalan molekul lipid dalam air, pembentukan protein hemoglobin dari empat polipeptida hemoglobin serta pembentuan ribosom dari protein ribosomal dan RNA. 1.2 Tujuan Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memelajari proses self-assembly dalam skala mikromolekul maupun makromolekul.
BAB II ISI 2.1 Pengertian self-assembly Sintesis molekular adalah teknologi yang digunakan seorang kimiawan untuk membuat membuat molekul dari formasi ikatan kovalen antar atom. Penataan diri (self-assembly) molekular adalah proses dimana molekul (atau bagian dari molekul) secara spontan membentuk formasi agregat yang semestinya tanpa intervensi dari manusia. Interaksi antara terjadi biasanya adalah non-kovalen. Menurut Whitesides andd Grzybowkski, self-assembly dapat didefinisikan sebagai proses dimana komponen yang sudah ada terlebih dahulu secara otomatis terorganisir menjadi pola atau struktur tanpa bantuan manusia. Secara molekuler, self-assembly molekul didefiniskan sebagai pengorganisasian secara spontan molekul-molekul dalam kondisi kesetimbangan termodinamik membentuk struktur dengan keteraturan tinggi dan stabil melalui interaksi non-kovalen. Self-assembly juga dapat didefnisika sebagai pengorganisasian secara spontan molekul-molekul yang tidak teratur menjadi struktur yang teratur sebagai konsekuensi interaksi lokal dan spesifik diantara kompenen-komponennya (Lim et al., 2009). Interaksi non-kovalen yang terlibat dalam proses self-assembly molekul melibatkan ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan gaya van der Waals. Meskipun setiap interaksi tersebut relatif lebih lemah dibandingkan ikatan kovalen, struktur yang stabil dapat terbentuk karena adanya interaksi kolektif dalam struktur selfassembly. Kunci utama dalam proses self-assembly molekul adalah adanya saling melengkapi secara kimia (chemical complementary) dan kesesuaian struktur (structure complementary). Penataan diri (self-assembly) dapat terjadi dengan komponen yang memiliki ukuran dari tingkat molekuler sampai tingkat makroskopik, dapat terjadi apabila dilakukan pada kondisi yang sesuai. Walaupun mayoritas mekanisme dalam self-assembly berfokus pada komponen molekuler, namun aplikasi yang paling menarik dari proses self-assembly dapat ditemukan pada ukuran yang lebih besar (nanometer ke mikrometer). Sistem yang lebih besar juga memberikan kontrol yang lebih terhadap karakterisasi dari komponen dan interaksi antar molekul tersebut. Dalam penataan diri (self-assembly), struktur molekul ditentukan dari struktur penataan dirinya. Sintesis membuat molekul, self-assembly membuat aturan tentang penataaan sebuah molekul (atau aturan tentang formasi dari molekul). Struktur yang terbentuk dalam self-assembly akan terjadi pada keadaan setimbang atau pada keadaan metastabil. Penataan diri (self-assembly) molekuler digunakan secara general dalam kimia, ilmu material,
dan biologi dan sudah sangat lama sebelum self-assembly ditemukan sebagai lahan yang terpisah dalam studi dan sebagai strategi sintesis. Formasi molekuler kristal, koloid, lipid bilayers, polimer dua fasa, dan self-assembly monolayers (SAMs) adalah contoh dari self-assembly molekuler. Self-assembly sangat menarik secara science dan penting secara teknologi karena setidaknya empat alasan. Yang pertama adalah menjadi pusat penting dalam kehidupan. Satu sel mengandung banyak sekali senyawa kompleks seperti lipid membran, protein, struktur asam nukleat, agregasi protein, dan lainnya yang terbentuk karena self-assembly. Yang kedua adalah bahwa self-assembly menyajikan langkah-langkah menuju berbagai variasi material dengan struktur seperti kristal, kristal cair (liquid crystal), semi-kristalin, dan polimer dua fasa sebagai contohnya. Yang ketiga, self-assembly juga terjadi lebih besar dalam sistem komponen yang lebih besar daripada molekul, dan terdapat potensial yang sangat besar untuk digunakan pada material. Keempat adalah self-assembly memberiikan salah satu strategi yang paling umum untuk membuat struktur dalam skala nanometer. Jadi, self-assembly sangat penting dalam jangkauan yang sangat luas seperti kimia, fisika, biologi, ilmu material, ilmu nano, dan untuk sektor manufaktur. Terdapat potensi dari self-assembly untuk membangun pertukaran konsep dan teknik diantara ranah tersebut. Prinsip self-assembly Konsep dari self-assembly sejarahnya datang saat memelajari proses molekular. Kesuksesan dari self-assembly ditentukan dari lima karateristik dari sistem. A) Komponen Sebuah sistem dari self-assembly terdapat grup molekul atau segmen dari makromolekul yang berinteraksi satu sama lain. Molekul atau segmen makromolekuler tersebut bisa sama atau berbeda. Interaksi tersebut terjadi dari keadaan yang memiliki keteraturan rendah (larutan atau agregat yang belum teratur) menjadi keadaan akhir (kristal) yang memiliki keteraturan tinggi. B) Interaksi Self-assembly terjadi ketika interaksi molekul dengan molekul yang lainnya menuju kesetimbangan dan interaksi repulsif. Generasi seperti itu secara umum bersifat lemah dan non-kovalen (van der Waals dan interaksi Coulumb, interaksi hidrofobik, dan interaksi hidrogen) namun relatif ikatan kovalen lemah (ikatan koordinasi) dapat dikenali karena menggumpal sesuai untuk self-assembly.
C) Reversibilitas
Untuk self-assembly dalam membentuk struktur yang akan dibentuk, assosiasi harus bersifat reversible atau komponen dapat melakukan penyesuaian pada posisi ketika agregat terbentuk. Kekuatan dari ikatan antar komponen dapat dibandingkan dengan gaya yang diberikan untuk merusak ikatan tersebut. Untuk molekul, gaya diberikan dengan termal. Proses dimana benturan antar molekul mengakibatkan kepada irrversible yang menghasilkan gelas, bukan kristal. D) Lingkungan Self-assembly dari molekul normalnya dilakukan
pada larutan atau pada permukaan yang
mengakomodir pergerakan molekul. Interaksi dari komponen dengan ingkungan secara kuat dapat memengaruhi proses.
E) Transfer massa dan agisasi Agar self-assembly dapat terjadi, molekul harus mudah bergerak atau memiliki mobilitas tinggi. Dalam larutan, kekuatan termal menjadi bagian penting yang dibutuhkan dalam membawa molekul untuk saling bertumbukan. Dalam sistem self-assembly skala nano, mesoskopik, dan makroskopik, interaksi komponen terjadi dengan senyawa yang analog dengan molekul. Dalam melakukan self-assembly, tantangan pertama adalah memastikan mobilitas dari komponen, mengingat kompnen tersebut lebih besar dari molekul. Gerak acak Brown menjadi sangat irrelevan, lalu gravitasi dan gesekan menjadi sangat penting. Pilihan dari interaksi antara komponen juga menjadi penting.
Terlihat pada gambar mekanisme dari self-assembly: A) Agregasi terjadi ketika terdapat total dari interaksi dari molekul dan saat pemisahan masuk pada fase kesetimbangan antar komponen. Kesetimbangan pemisahan menunjukkan keseimbangan antara atraksi dan repulsi, kedua interaksi tersebut terdapat dalam self-assembly molekular namun bisa juga direkayasa secara independent dalam self-assembly skala makroskopik. B dan C adalah ilustrasi skematik yang sangat penting dalam membedakan antara agregasi irreversible dan selfassembly.
B) Kompenen (kotak biru) berinteraksi dengan dengan komponen lainnya secara irreversible dari fase gelas yang tidak beraturan (kotak hijau) C) Komponen dapat menuju fase stabil, atau menyesuaikan pada posisi selagi berintaksi dengan yang lain, dapat membentuk struktur kristal jika yang struktur yang akan dibentuk adalah formasi dengan energi terendah. D) Biologi menghadirkan beberapa contoh dari self-assembly seperti protein, contoh tersebut akan menstimulasi desain dari proses biomimetik.
Pembentukan secara spontan struktur yang teratur pada skala nano atau objek makro yang memiliki keteraturan pada skala nano merupakan isu utama dalam bidang nano teknologi. Untuk mendapatkan struktur dengan keteraturan tinggi pada skala nano, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan bottom-up dan pendekatan top-down. Dengan pendekatan bottom-up, molekul sederhana berinteraksi satu sama lain dalam cara yang terkoordinasi membentuk struktur supramolekular. Proses molecular recognition atau self-assembly mengarahakan bagaimana molekulmolekul sederhana tersebut mengenali satu sama lain, berasosiasi dan membentuk nanostruktur 1D, 2D, dan 3D (Gazit, 2007). Sementara itu, pendekatan top-down, struktur akhir yang diinginkan diperoleh dari pemotongan atau pembentukan pola tertentu suatu material berukuran besar (Lim, Moon, & lee, 2009). Pendekatan top-down biasanya diperolah melalui pembentukan pola pada skala nano (patterning) dengan metode litografi. Secara termodinamik, proses self-assembly dapat dibedakan menjadi dua sistem, yaitu equilibrium self-assembly (ESA) dan dynamic self-assembly (DySA) (Grzybowski, Wilmer, Jiwon Kim, Browne, & Bishop, 2009). a) Equilibrium self-assembly (ESA) Pada kesetimbangan termodinamik, self-assembly menyusun komponen sistem menjadi struktur dengan energi potensial terendah. Pada keadaan ESAm tidak terjadi aliran energi antara sistem dengan lingkungan setelah terjadinya self-assembly. ESA dapat digerakkan secara terpisah oleh energetika dan entropi atau kombinasi keduanya. Energi yang terlibat dalam proses ESA meliputi ikatan hidrogen, gaya van der Waals serta gaya elektrostatik. Sementara itu ESA yang digerakkan oleh entropi lebih sering terjadi pada sistem yang memiliki muatan elektrostatik sejenis. Meskipun memiliki gaya tolak akibat muatan yang sama, molekul dapat melakukan self-assembly karena perubahan entropi sistem bernilai positif.
Terlihat pada gambar, dimana merupakan ilustrasi efek entropi yang mendorong terjadinya self-assembly. Entropi sebelum self-assembly lebih rendah dibandingkan setelah terjadinya self-assembly karena sebelum self-assembly (meskipun terlihat lebih tidka teratur) derajat kebebasan rotasi dan traslasi tidak sebebas setelah proses self-assembly. Setelah self-assembly, molekul memiliki kemampuan untuk berdifusi lebih bebas dalam struktur self-assembly. b) Dynamic self-assembly (DySA) EStruktur self-assembly pada kondisi ESA dibatasi oleh karakternya yang statis. Pada sistem biologi terdapat banyak struktur self-assembly yang dapat merespon perubahan yang terjadi terhadap lingkungannya. Untuk dapat melakukan self-heal, self-replicate dan respon terhadap stimulus eksternal, sistem biologi harus membebaskan dirinya dari ESA membentuk keadaan meta stabil yang bergantung pada pasokan energi luar. Hingga saat ini teori mengenai DySA masih terus dikembangkan, namun kesimpulan yang dapat disampaikan dari sejumlah laporan penelitian yang ada adalah DySA memiliki nilai lebih dibandingkan ESA, karena DySA merupakan satu-satunya jenis self-assembly yang dapat digunakan untuk membuat “material cerdas”, yang dapat beradaptasi mengubah struktur internal. Gambar berikut memperlihatkan perbedaan antara sistem ESA dan DySA
2.2 Self-Assembly monolayers Untuk beberapa alasan, lapisan tipis film organik memiliki perhatian lebih beberapa tahun terakhir, meskipun subjek tersebut sudah sangat lama. Lebih dari 200 tahun lalu, Franklin meneliti pengaruh minyak pada permukaan air. Pada abad 19, Pockels membuat monolayers pada permukaan udara-air, berdasarkan usaha yang dilakukan Rayleigh, Hardy, Devaux, dan lainnya. Saat ini, monolayers dari molekul amphifilik pada permukaan air dinamakan Langmuir. Pada substrat padat, Blodgett melakukan studi pertama kali pada deposisi dari rantai panjang asam karboksilat. Selama waktu itu, amphifilik monolayers sudah digunakan untuk mengontrol sifat dari logam condenser pada mesin steam. Pada studi saat ini, dimana struktur dan proses pada level molekuler tidak dapat tereksplor karena ketiadaan alat yang tepat, banyak ketertarikan yang berpusat pda sifat makroskopik seperti tegangan permukaan. Dengan tersedianya macroscopic tools saat ini, dapat dikorelasikan sifat makroskopik dan mikroskopik. Saat ini jutaan senyawa organic telah diketahui, dan secara berhubungan langsung dengna variasi yang sangat banyak pada sifat molecular, dan terdapat banyak sekali rute yang berbeda untuk preparasi lapis tipis film organik. Untuk lapisan tipis film polimer, metode preparasi spin-coating sangat popular digunakan. Untuk film kristalin atau molekul yang relatif lebih kecil, sistematik ditunjukkan pada gambar berikut.
1. Lapisan tipis film Langmuir yang mengandung molekul amphifilik tersebar pada permukaan cairan seperti air. Gugus kepala hidrofilik memiliki afinitas terhadap air dan gugus hidrofobik menghadap kearah yang sebaliknya 2. Lapisan film Langmuir-Blodgett (LB) dipreparasi dari transfer lapisan fim Langmuir pada substrat padat. Multilayers dipreprasi dari pencelupan berulang kali substrat pada larutan yang tepat. 3. SAMs tumbuh dari larutan atau dari fase gas.
Self-assembly monolayers memberi “perintah” penata-dirian molecular uyang tersusun secara spontan dari adsorpsi surfaktan dengan afinitas spesifik dari gugus kepala menghadap kepada substrat. Gambar 2 menunjukkan skematik, termasuk konstituen dari SAM-molekul (gugus kepala, rantai, dan gugus terminal).
Gambar 2
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan
self-assembly dapat didefinisikan sebagai proses dimana komponen yang sudah ada terlebih dahulu secara otomatis terorganisir menjadi pola atau struktur tanpa bantuan manusia.
Secara termodinamik, proses self-assembly dapat dibedakan menjadi dua sistem, yaitu equilibrium self-assembly (ESA) dan dynamic self-assembly (DySA)
3.2 Daftar Pustaka
Whitesides, George M. Beyond Molecules : Self-Assembly of mesoscopic and macroscopic components. Department of Chemistry and Chemical Biology. Harvard University
Irwansyah. 2010. Tesis : Studi Struktur Self-Assembly Peptida Ampifil. Departemen Kimia. Depok