Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru
Pluralisme Agama :
Sebuah Ajaran Baru (1) Esra Alfred Soru * Bagian Pertama Dari Tiga Tulisan
Yesus Kristus itu unik, Ia lain daripada yang lain. Tidak ada seorangpun seperti Dia. Dia adalah penjelmaan Allah sendiri. Dialah satu-satunya jalan ke sorga sesuai dengan apa yang dikatakan-Nya : "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yoh 14 :6). Karena Yesus satu-satunya jalan keselamatan maka di luar Dia tidak ada keselamatan. Dengan demikian kekristenan yang mempercayai Yesus dan kata-katanya sebagai kebenaran adalah satu-satunya agama yang benar. Itulah keyakinan yang dipegang teguh oleh orang-orang yang percaya kepada Yesus dan kata Alkitab. Namun sayang, keyakinan dan iman semacam ini sekarang mengalami tantangan yang super hebat dari sebuah gerakan yang bernama ‘Pluralisme Agama’ yang didengungkan dan disebarluaskan lewat buku-buku, media massa, siaran radio dan televisi dan lebih menyedihkan lagi adalah tantangan itu datang juga dari mimbar-mimbar gereja, dari mulut para pendeta dan teolog-teolog Kristen terkemuka. Untuk itu betapa pentingnya bagi kita untuk memahami dan menanggapi gerakan/aliran ‘Pluralisme Agama’ ini.
Apa itu ‘Pluralisme Agama’ ? Apa itu ‘Pluralisme Agama ?’ Kata “pluralisme” sendiri memang cukup luas artinya namun secara umum berarti ‘sifat yang menyatakan jamak’ (J.S. Badudu ; Kamus Umum Bahasa Indonesia ; 1994 : 1074). Dengan demikian jika kita menyebutkan ‘pluralisme agama’ maka yang dimaksudkan adalah sifat keberagaman dari agama itu sendiri di mana agama hadir sebagai sesuatu yang jamak. Namun bukan pengertian semacam inilah yang dimaksudkan dalam konteks teologis pembahasan kita ini. Dalam konteks ini pluralisme agama dilihat sebagai sebuah keyakinan yang memberikan pesan untuk setiap umat manusia bahwa keyakinan kepada sebuah agama tertentu bukan alasan untuk menyalahkan agama lainnya. Pluralisme agama menyatakan bahwa kebenaran adalah milik bersama. Semua agama
1
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru punya inti atau esensi yang sama. Esensi yang sama ini bisa diidentifikasi secara historis di dalam tradisi-tradisi mistis agama-agama dunia (Gavin D'Costa; Other Faiths and Christianity dalam The Blackwell Encyclopedia of Modern Christian Thought; Oxford: Blackwell, 1993, hal. 412). Pluralisme agama juga menyatakan bahwa semua tradisi bersifat relatif dan tidak dapat mengklaim tradisi yang satu superior dibandingkan jalan keselamatan yang lain, yang sama terbatas dan sama relatifnya. Tokoh pandangan ini adalah Arnold Toynbee dan Ernst Troeltsch (Ibid). Troeltsch berkaitan dengan pluralisme agama ini dalam sebuah makalahnya yang berjudul “Posisi Agama Kristen di antara Agama-agama Dunia” yang disampaikan dalam sebuah kuliah di Universitas Oxford (1923) berpendapat : Semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak. Konsep ketuhanan di muka bumi ini beragam dan tidak tunggal. Ada juga yang menggabungkan kedua unsur pendekatan di atas, tokohnya yang terkenal adalah John Hick. Hick telah merekonstruksi landasan-landasan teoritis pluralisme agama sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah teori yang baku dan populer. Ia menuangkan pemikirannya dalam buku “An Interpretation of Religion: Human Responses to the Transcendent. Buku ini diangkat dari serial kuliahnya pada tahun 1986-1987, yang merupakan rangkuman dari karya-karya sebelumnya. Jadi pluralisme agama mengajarkan bahwa : hakikat dan keselamatan bukanlah monopoli satu agama tertentu, melainkan semua agama juga menyimpan hakikat yang mutlak dan sangat agung. Maka dari itu, menjalankan program masing-masing agama bisa menjadi sumber keselamatan’. (Suryadi Wijaya; Christianity Confronts Pluralism; hal.1). Pluralisme ini menolak adanya satu agama atau pandangan umum mana pun yang menyatakan hanya dirinya yang benar. Pluralisme ini berpendapat bahwa semua agama dan ajaran harus dianggap sama benarnya…. apa pun yang menyatakan bahwa ideologi atau klaim religius tertentu itu lebih benar dari yang lain adalah jelas-jelas salah. Satu-satunya kepercayaan yang absolut adalah kepercayaan pluralisme. Tidak ada agama yang berhak menyatakan dirinya baik atau benar sedangkan yang lain salah." Dengan kata lain, pandangan anda hanyalah suatu opini. (Ibid : 3).
Semua agama adalah jalan kepada sang Realitas Agung, masing-masing memiliki jalan dan caranya sendiri-sendiri. Semua orang dari semua agama diharapkan mengakui kebenaran agamanya sebagai yang mutlak bagi dirinya sendiri, namun relatif bagi agama lain. Begitu juga, kebenaran dan keselamatan agama lain adalah mutlak bagi pemeluknya, namun relatif bagi agama kita. Seperti Kristus adalah 2
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru penyataan Allah yang final, jalan keselamatan yang mutlak hanya bagi orang Kristen; Buddha adalah kebenaran dan jalan yang mutlak bagi orang-orang Buddhis; dan Krisna adalah kebenaran final bagi orang-orang Hindu. Namun semua agama ini memiliki satu Pencipta dan sumber keselamatan yang sama yakni Allah. Pluralisme mengakui bahwa semua manusia diselamatkan oleh anugerah Allah. Anugerah Allah tidak mungkin menyediakan neraka bagi manusia. Anugerah Allah adalah syarat mutlak. Karena itu, semua agama telah memiliki jalan keselamatan masing-masing. Semua agama adalah jalan menuju kepada Realitas Tertinggi, dengan caranya masing-masing. Pandangan ini adalah berdasarkan pada Theo-centric bahwa Allah adalah pusat sejarah dunia, pusat keselamatan semua manusia di dunia ini. Kebenaran dari tiap-tiap agama adalah mutlak bagi agama itu sendiri, tapi relatif bagi agama lain. Intinya, kaum pluralis berusaha keras untuk mengembangkan "ajaran baru" yang menurut mereka bisa diterima agama-agama lain di mana mereka menyatakan bahwa semua agama sama benarnya, sama absahnya dan karenanya tidak boleh ada agama yang menyatakan diri paling benar. Teologi agama-agama ini mereka sebut sebagai Teologi Religionum yakni suatu upaya refleksi teologis untuk menempatkan pluralisme sebagai pusat perhatian dan pusat persoalan. Organisasi PGI menerima dengan bulat Teologi Religionum ini dan para teolog Kristen juga mempopulerkan “ajaran baru” ini di antaranya adalah Dr. Eben Nuban Timo. Dalam opininya di harian Pos Kupang, 29 Nov 2002 dengan judul “Dua Muka Dari Agama” Dr. Eben Nuban Timo berkata : Saya menjadi lebih malu lagi jika berpendirian bahwa ada agama tertentu paling sempurna sedangkan agama lain tidak. (hal. 4). Menganggap diri sebagai yang paling benar, paling sempurna dan paling dekat dengan Allah adalah bahaya lain yang datang dari agama. Agama Kristen mengklaim diri sebagai satu-satunya distributor keselamatan berdasarkan Johanes 14:6. Salus extra ecclesian non est (di luar gereja tidak ada keselamatan). Ini motto yang masih laku di kalangan orang Kristen….(Ibid).
Dr. Nuban Timo melanjutkan : Benarkah anggapan bahwa agama yang saya anut adalah yang paling benar sedangkan agama sesama saya adalah superstition? Bagi saya berpikir seperti itu sama dengan menyembah berhala karena ada upaya menyamakan agama dengan Allah, menyetarakan nafsu manusia dengan Firman Allah. (Ibid).
3
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Akhirnya Dr. Nuban Timo menyimpulkan : “Kenyataan pluralitas agama mengandaikan adanya keragaman aspek kebenaran yang dipahami dan diterima manusia. Jika begitu sikap beragama yang benar bukanlah menepuk dada dan berkata: "Kamilah yang paling benar dan akan diselamatkan", melainkan sikap dialog. Pemeluk agama yang satu harus bersedia mendengarkan pendapat pemeluk agama yang lain tentang pokok yang mereka gumuli bersama. (Ibid).
Dalam suatu Seminar yang dilaksanakan di jemaat “Baith-El” Nunhila (tanggal 11 Maret 2005), Dr. Eben Nuban Timo membuktikan adanya kebenaran dalam agama lain dengan mengatakan ilustrasi sebagai berikut : “Allah itu seperti udara. Andaikata saya mengambil 5 balon dan menuliskan nama pada balon-balon itu : balon Kristen, balon Islam, balon Hindu dan balon Budha selanjutnya saya mengisi balon-balon itu dengan udara. Apakah udara hanya ada di balon Kristen saja? Udara bukan hanya ada di dalam balon Kristen tetapi juga ada di balon-balon yang lain’ (doc : rekaman kaset).
Coba bandingkan pendapat Dr. Eben Nuban Timo ini dengan pendapat Pdt. Robert Setio, Ph.D yang dimuat dalam warta tertulis sebuah renungan: “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9)’. Suara itu semakin lama semakin keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan peperangan yang semakin lama semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi yang mendengarnya. Suara apa gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa yang terjadi? Apa yang mereka teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka meneriakkan kata-kata ini: ‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama kami’. Sementara yang lain menambah dengan semangat yang kurang lebih sama: ‘agama kamilah yang paling diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’. Begitu keras dan riuh rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu menahu bilang : ‘Kayak kampanye Pemilu, ya?!’.....Hal-hal seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh bak seorang prajurit kamikaze (prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi Kaisar), tentu saja dengan satu maksud yaitu supaya orang berbondong-bondong pindah ke agama mereka. Namun benarkah agama kita lebih istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama lain itu tidak selamat dan agama mereka sia-sia? Belum tentu! Ya, belum tentu demikian, sebab, seperti kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’, artinya, ‘tidak ada sesuatu yang 4
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru istimewa di dunia ini’. Semuanya sama saja. ….. Keselamatan yang berlaku bagi kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi orang lain, meskipun mereka berbeda agama?”. Inilah “Pluralisme Agama”, suatu paham, suatu “ajaran baru”, yang menganggap bahwa kebenaran ada dalam semua agama dan karenanya tidak ada satu agama pun termasuk Kristen yang adalah agama yang paling benar. Menganggap agama sendiri paling benar adalah sesuatu yang memalukan, minimal bagi seorang Dr. Eben Nuban Timo.
Dampak Teologi Pluralisme bagi Kekristenan Karena teologi pluralisme ini menolak keyakinan “paling benar” dari setiap agama dan menganggap semua agama sama benarnya maka hal ini sangat berpengaruh pada landasan eksklusifisme setiap agama termasuk Kristen. Sebuah artikel dengan judul Racun Pluralisme (www.griis.org) menyebutkan 3 ajaran kaum pluralis Kristen yakni : 1. Menolak dengan tegas Christ-Centris (berpusat pada Kristus) sebab hal tersebut dipandang eksklusif. 2. Menolak Alkitab sebagai Wahyu Allah yang final. Menurut mereka, Allah menyatakan diri-Nya tidak hanya kepada suatu umat tertentu, melainkan kepada semua manusia dalam pelbagai konteks agama dan budaya yang ada. 3. Menolak Misi Proklamasi Injil dan Misi Penebusan. Bahwa misi Allah bukanlah misi yang berkenaan dengan urusan-urusan yang bersifat rohani dan kekal. Itu adalah urusan Allah. Persoalan utama manusia bukanlah persoalan nanti, melainkan persoalan kini, yaitu berkenaan dengan masalah penderitaan umat manusia, kemiskinan, dsb. Maka kaum pluralis menafsir ulang misi dalam perspektif sosial (Social Gospel).
Dengan pandangan semacam ini maka jelas kaum pluralis Kristen tidak dapat menerima bahwa Kekristenan adalah satu-satunya agama yang benar dan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Lihatlah definisi ‘pluralisme’ yang dikemukakan oleh Clark Pinnock : "the position that denies the finality of Jesus Christ and maintains that other religions are equally salvific paths to God". (Posisi yang menyangkal finalitas Yesus Kristus dan yang menegakkan bahwa agama-agama lain adalah jalan keselamatan yang sama kepada Allah). (A Wideness in God's Mercy; Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1992, pg. 155).
5
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Dan memang itulah faktanya. Ada begitu banyak orang Kristen, pendeta, dosendosen teologi yang sudah tidak percaya bahwa Yesus Kristus satu-satunya jalan keselamatan. Bagi mereka kepercayaan semacam itu adalah sebuah kebodohan dan kepicikan. Marilah kita simak beberapa di antaranya :
Pdt. Dr. Budyanto Ia adalah pendeta GKJW yang pernah (masih?) menjabat Dekan Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana, Yogyakarta. Ia menulis dalam Majalah DUTA terbitan GKJW, bulan April 2000, hal 8-9, suatu artikel yang berjudul ‘Pemikiran Ulang Amanah Agung Yesus Kristus (Mat 28:19-20)’. Bunyinya sebagai berikut : “Amanat Agung Yesus Kristus ini biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan Injil, dalam arti sempit mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi menjadikan orang lain menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai dengan keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar Yesus Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Dua ayat inilah yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif dan merasa diri sebagai umat pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari umat lain. Pemahaman ini akan membuat gereja kesulitan dalam menjalankan tugas panggilannya di dunia ini. Karena itu ayat ini perlu mendapat penjelasan ulang......Yohanes 14:6 : Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.’ Ayat inilah yang sering dipakai oleh kelompok Kristen eksklusif sebagai dasar pemutlakan Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen, bahwa tidak ada jalan lain menuju Bapa kalau tidak lewat Yesus Kristus atau bahkan kalau tidak lewat gereja. ….Mungkin lebih cocok dengan tafsiran Samartha yang mengatakan bahwa dalam agama Kristen, Yesus Kristus memang Juruselamat namun orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa juruselamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, seperti yang dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen-pun dikenal banyak jalan menuju keselamatan. Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara hurufiah artinya berjalan. …Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju mokhsa, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta Bhakti marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana. Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan? …Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, 6
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru marga, dhama pada), ada jalan kebenaran, ada keselamatan, …Juga tidak berarti bahwa jalan Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa. Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ harus ditafsirkan? … Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan itu adalah Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya sendiri. ....Jadi persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana juga ada jalan, jalan di sana bukan kurang baik, sedangkan di sini lebih baik, tetapi memang jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya, tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua agama. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam agama-agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan.
Perhatikan kalimat terakhir dari Pdt. Dr. Budyanto di atas. Bukankah itu sebuah kalimat yang tidak logis? Jika seseorang percaya bahwa Yesus Kristus adalah satusatunya jalan keselamatan maka ia harus menolak adanya kebenaran dan keselamatan di luar Kristus (di dalam agama-agama lain) dan jika seseorang mengakui adanya kebenaran dan keselamatan di dalam agama-agama lain maka ia tidak mungkin lagi mengakui Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
Dr. Ioanes Rakhmat Dr. Ioanes Rakhmat adalah pendeta GKI dan dosen teologi STT Jakarta. Doktor Teologi jebolan Belanda ini ketika menyelesaikan studi Master Teologi di STT Jakarta menulis Tesis yang membuktikan bahwa Yesus bukan Allah. Dalam tulisannya yang dimuat dalam GKI
[email protected], ia mencela pandangan Kristen yang menjadikan Yesus sebagai satu-satunya juruselamat. Menurutnya, semua agama pada hakikatnya adalah Trinitarian, percaya kepada pewahyuan, penjelmaan dan pencerahan dalam dan melalui seorang manusia tertentu yang kemudian diberi gelar bervariasi oleh umat para pengikutnya (gereja memanggilnya : Anak). Karena itu ia menyimpulkan bahwa tidak perlu membuat kekristenan paling unggul dan paling benar. Sebaliknya orang Kristen seharusnya mengecap kehadiran sang Firman dalam wacana-wacana lain ... yang terus dikembangkan dan diaktualisasikan sejalan dengan perkembangan zaman dan perubahan konteks. Untuk itu, ia mensejajarkan Yesus dengan tokoh-tokoh dunia dan 7
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru nasional seperti Kresna, Buddha, Muhammad, Fransiscus Asisi, Gandhi, ibu Teresa, Kagawa, Panglima Sudirman, dll. (Serba-Serbi Doktrin : Yesus Satu-Satunya Jalan; Forum Elektronika Cyber GKI : Seperti Air Sejuk Bagi Jiwa Yang Dagaha !
[email protected]). Ioanes Rakhmat juga menulis dalam Forum Diskusi STT Jakarta (www.sttjakarta.ac.id) tentang 20 hal yang tidak pernah direncanakan, dipikirkan dan diduga oleh Yesus dari Nazaret. Saya kutipkan beberapa saja : YESUS DARI NAZARETH SEMASA HIDUPNYA TIDAK PERNAH : berpikir atau merasa bahwa ia akan menjadi juruselamat satu-satunya bagi dunia; berpikir atau menduga-duga bahwa ia akan disembah sebagai Tuhan oleh orang-orang Kristen dalam ibadah-ibadah liturgis gereja; berpikir bahwa ia akan menjadi isi pemberitaan/kerugma gereja yang disebarkan ke seluruh dunia yang menuntut orang pindah agama masuk Kristen jika ingin selamat; berpikir atau merencanakan bahwa seluruh dunia akan bertobat, datang kepadanya, menyembah dan memuliakannya sebagai Allah, melalui misi evangelisasi gereja; berpikir atau memperkirakan bahwa akan ada suatu ajaran tentang dirinya yang menegaskan bahwa jika orang tidak percaya kepadanya sebagai juruselamat, orang akan binasa, mati, dan mengalami hukuman di neraka…” .
Kalau memang Yesus tidak pernah berpikir, menduga dan merasa/mengajarkan seperti di atas, lalu dari mana datangnya semua ajaran tersebut? Ioanes Rakhmat berkesimpulan : Jika 20 point di atas bukan berasal dari Yesus, lalu dari mana datangnya? Jawabnya sangat mudah: semuanya itu adalah ciptaan gereja-gereja Kristen perdana dan di sepanjang perjalanan sejarah dunia, sesudah Yesus dari Nazareth wafat! Gereja-gereja Kristen di dunia ini hidup lebih banyak bergantung pada ajaran-ajaran mereka sendiri, ketimbang pada pandangan-pandangan Yesus dari Nazareth sendiri. (Ibid).
Dengan demikian menurut Ioanes Rakhmat kepercayaan bahwa Yesus satu-satunya jalan keselamatan dan di luar Yesus tidak ada keselamatan berdasarkan Yoh 14 :6 adalah karangan gereja perdana dan tidak pernah diajarkan oleh Yesus. Simak katakata Ioanes Rakhmat dari sumber yang sama : ‘Yesus dari Nazareth tidak pernah mengatakan kalimat-kalimat dalam Yohanes 14:6. Mazhab penghasil Injil inilah yang mengucapkannya, dengan menempatkannya pada mulut Yesus versi mazhab ini. Kalaupun Yesus dari 8
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Nazareth pernah mengucapkannya, jelas Yesus telah salah besar. Yesus menurut Markus, Matius dan Lukas tidak sekali pun berkata-kata seperti Yohanes 14:6. Teks Yohanes 14:6 adalah suatu kesalahan besar dari kekristenan perdana. Teks ini tidak perlu dipakai lagi, karena salah dan menyesatkan, baik ketika teks ini dulu ditulis maupun untuk zaman sekarang. Teks ini juga yang telah membuat kekristenan menjadi garang; padahal beragama itu tidak boleh garang’. (Ibid).
Rakhmat melanjutkan : ‘Ketika mazhab Yohanes (akhir abad perdana) berhadapan dengan Yudaisme formal, dan menganulir keabsahan Yudaisme formal sebagai Jalan Tuhan antara lain melalui teks Yohanes 14:6, Yudaisme formal dengan Tauratnya dan orang-orang sucinya (Musa dan Abraham) tetap diterima dan diakui orangorang Yahudi sebagai jalan-jalan keselamatan. Teks Yoh. 14:6 tidak bisa menganulir agama Yahudi; teks ini keliru ditulis. Apalagi kalau dihadapkan pada agama-agama lain yang tidak dikenal mazhab Yohanes (misalnya Buddhisme, Hinduisme, Islam, dll.), jelas Yoh. 14:6 sangat keliru dan sangat tidak relevan. Mazhab Yohanes tidak tahu agama-agama lain yang kita kenal sekarang; jadi, mazhab ini tidak bisa menganulir agama-agama lain itu apriori melalui Yoh. 14:6. Teks eksklusif ini sudah salah pada zaman penulisannya; apalagi untuk zaman-zaman lainnya yang tidak dialami mazhab Yohanes. Masukkan saja teks ini ke gudang museum agama. Jika ini dilakukan, salah satu sumber kegarangan Kristen berkurang satu. 'Kan lumayan’. (Ibid).
Dengan demikian dapat kita lihat bahwa ada banyak doktrin ortodoksi yang ditolak oleh pengajar STT Jakarta tersebut, salah satu di antaranya adalah Yesus satu-satunya jalan keselamatan. Pdt. Dr. Budyanto menolak Yesus sebagai satu-satunya jalan dengan asumsi bahwa orang Kristen telah salah menafsir Yoh 14:6 sedangkan Ioanes Rakhmat bergerak lebih jauh dengan mengatakan bahwa Yoh 14:6 itu tidak pernah diucapkan oleh Yesus bahkan seandainya Yesus pernah mengucapkannya maka jelas Yesus telah salah besar. Pertanyaan kita adalah siapakah Ioanes Rakhmat ini sehingga ia berani mengatakan bahwa Yoh 14:6 itu palsu? Siapakah Ioanes Rakhmat ini sehingga berani menyalahkan Yesus? Di samping dua pendeta/teolog yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi pendeta dan teolog yang berpikiran sama. Olaf Schumman misalnya. Ia berkata : Yang terutama bagi manusia ialah menunjukkan sikap imannya kepada Allah. Contohnya Abraham, tidak seorang pun yang dapat mengenal agama yang 9
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru dipeluk oleh Abraham. Semua orang dapat berhubungan langsung dengan Allah tanpa harus percaya kepada Yesus, karena Allahlah yang menjadi pusat semua agama. (Pemikiran Agama Dalam Tantangan; Jakarta, Gramedia, 1980, hal. 57-58).
Samartha juga berpendapat : ‘Doktrin Kristen yang terlalu memutlakkan Kristus adalah suatu bentuk penyembahan berhala". (Paul F. Knitter; No Other Name?, hal. 158).
Bandingkan ini dengan kata-kata Dr. Eben Nuban Timo yang telah dikutip sebelumnya : ‘Bagi saya berpikir seperti itu sama dengan menyembah berhala karena ada upaya menyamakan agama dengan Allah, menyetarakan nafsu manusia dengan Firman Allah. (Dua Muka Dari Agama; Opini Pos Kupang, 29 Nov 2002, hal. 4). Ya, inilah pluralisme agama, sebuah ajaran baru yang mencoba meruntuhkan doktrin ortodoks Kristen dengan menerima adanya keragaman unsur kebenaran dan keselamatan dalam setiap agama sembari mengutuk kepercayaan eksklusif Kristiani bahwa Yesus satu-satunya jalan keselamatan. Yang patut disayangkan adalah bahwa penolakan terhadap Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan bukan datang dari orang-orang non Kristen, bukan datang dari musuh-musuh Kristen tetapi justru datang dari para pendeta, para teolog Kristen, pemimpin-pemimpin kita sendiri yang katanya percaya dan sementara melayani Yesus Kristus. Benarkah????????
* Penulis adalah pengamat masalah-masalah teologi, lahir dan tinggal di Kupang.
10
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru
Pluralisme Agama :
Sebuah Inkonsistensi Filosofis Esra Alfred Soru * Bagian Kedua Dari Tiga Tulisan
Pada bagian pertama tulisan ini sudah dijelaskan tentang apa itu pluralisme agama dan dampaknya bagi doktrin dan kepercayaan Kristen yang eksklusif di mana Yesus akhirnya tidak dilihat lagi menjadi satu-satunya jalan keselamatan melainkan salah satu jalan keselamatan di antara sekian banyak jalan. Itulah ajaran baru yang sementara berkembang di dalam dan di sekitar gereja bahkan juga dalam agamaagama lain seperti Islam misalnya. Sekarang bagaimana kita menghadapi atau menanggapi ajaran pluralisme agama ini? Pada bagian kedua tulisan ini saya akan membahas/memberi tanggapan terhadap paham pluralisme agama ini dari sudut rasional-filosofis. Kita akan menguji apakah setiap klaim dari kaum pluralis dapat dipertahankan secara rasional-filosofis?
Masalah Kemutlakan Para teolog dan kaum pluralis biasanya beranggapan bahwa di dalam dunia ini tidak ada yang mutlak termasuk agama dan iman kita. Yang mutlak hanya Allah! Itulah sebabnya kita tidak boleh menganggap bahwa agama kitalah yang paling benar sedangkan agama lain itu salah/sesat. Minimal pandangan semacam ini nampak lewat apa yang dikatakan Dr. Nicolas J. Woly dalam opininya di harian pagi ‘Timor Express’ : “Tidak ada satu pun yang mutlak di bawah kolong langit ini selain Allah Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang….Maka iman yang kita anut, janganlah kita paksakan untuk dianut oleh yang beragama lain. (Ada Apa Dengannya? - Opini Timex, 15 Januari 2005; hal. 4). Dr. Woly juga berkata : ‘...yang pasti adalah bahwa Yang Mutlak hanyalah Allah dan tidak ada yang lain termasuk agama dan iman kita. Yang absolut hanyalah kehendak Allah tanpa ada yang berhak untuk menggantikan-Nya’. (Jangan Mau Menang Sendiri Dong!!! - Opini Timex, 31 Januari 2005; hal. 4).
11
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Karena yang mutlak hanya Allah sedangkan iman/agama kita tidak mutlak maka tidak boleh ada satu agama pun termasuk Kristen yang mengklaim diri paling benar dan mengklaim agama yang lain adalah salah/sesat. Benarkah tidak ada yang mutlak di dunia ini termasuk iman kita? Benarkah hanya Allah yang mutlak? Kalau begitu permisi tanya buat bapak-bapak pendeta dan teolog pluralis, apakah keyakinan pluralis itu juga tidak mutlak? Kalau memang tidak ada yang mutlak di dunia ini dan karenanya tidak boleh ada yang menganggap diri paling benar maka itu harus berlaku juga pada pandangan pluralis di mana pandangan pluralis juga tidak mutlak dan anda tidak boleh membicarakan hal itu seolah-olah anda yang paling benar dan keyakinan-keyakinan eksklusif dari agama-agama pasti salah. Tapi kalau anda ‘ngotot’ bahwa pandangan pluralis itu benar maka anda memutlakkannya dan dengan demikian menggugurkan pandangan dasar kaum pluralis bahwa tidak ada yang mutlak di dunia ini kecuali Allah. Dr. Anis Malik Toha seorang cendikiawan Muslim dan dosen perbandingan agama dari International Islamic University Malaysia (IIUM) ketika diwawancarai oleh peneliti INSIST, Henri Shalahuddin pada rabu, 26 Maret 2003 tentang pluralisme agama, berpendapat : Kaum pluralis mengklaim bahwa pluralisme menjunjung tinggi dan mengajarkan toleransi, tapi justru mereka sendiri tidak toleran karena menafikan kebenaran ekslusif sebuah agama. Mereka menafikan klaim 'paling benar sendiri' dalam suatu agama tertentu, tapi justru pada kenyataannya kelompok pluralislah yang mengklaim dirinya paling benar sendiri dalam membuat dan memahami statement keagamaan (religious statement). Jadi misalnya dalam pertandingan sepak bola, mereka ini ibaratnya sebagai wasit, tapi dalam waktu yang sama wasit yang seharusnya memimpin pertandingan kok malah ikut main. Dan ini kan repot jadinya. Mereka mestinya tahu aturan dan batasan-batasan main yang benar, kalau memilih jadi wasit, jadilah wasit yang adil, dan kalau memilih jadi pemain, ya jadilah pemain yang benar. Dan perlu diingat bahwa: any statement about religion is religious statement. Dan ini mereka tidak sadar. (Inilah Agama Baru, hal. 2).
Lebih lanjut Dr. Anis Malik Toha menjelaskan : Mereka merelatifkan tuhan-tuhan yang dianggap absolute oleh kelompokkelompok lain seperti Allah, Trinitas, Yahweh, Trimurti, dan lain sebagainya. Selain itu, mereka juga mengklaim bahwa hanya tuhan mereka sendiri yang absolute. Tuhan yang absolute menurut mereka ini namanya, seperti yang diusulkan John Hick, adalah 'The Real' yang kebetulan ia dapatkan padanan katanya dalam Islam sebagai 'Al-Haq'. Nah menurutnya, nama-nama Tuhan dalam berbagai agama hanyalah sebagai manifestasi dari 'The Real' ini. Oleh karena itu, semua orang harus mengimani tuhannya John Hick ini. Jadi pada 12
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru hakikatnya, tanpa sadar mereka telah membangun absolutismenya sendiri. Di sinilah saya katakan, alih-alih jadi wasit tapi terseret jadi pemain, sehingga menambah jumlah pemain yang saling berkompetisi di lapangan. Jadi pemikiran pluralisme agama itu sangat sarat dengan self-inconsistent. Selain ide “the Real”-nya John Hick, William James juga idenya republican banquet. Setiap pluralisme selalu mengandaikan adanya a host culture atau tuan rumah budaya yang menerima dan menjamu semua budaya yang datang (visiting cultures). Jadi, posisi pluralisme bagaikan tuan rumah yang menyajikan hidangan kepada para tamunya yang berasal dari berbagai macam agama, ras dan suku yang berbeda. Sebagai tuan rumah dia (pluralisme) harus memperlakukan tamunya dengan ramah, adil dan tidak boleh mengecewakan tetamunya. Tapi nyatanya mereka malah bertindak tidak adil, tidak ramah dan seringkali memaksakan kehendaknya pada para tamunya. (ibid).
Akhirnya Dr. Anis Malik Toha berkesimpulan : Pluralisme agama adalah agama baru, di mana sebagai agama dia punya tuhan sendiri, nabi, kitab suci dan ritual keagamaan sendiri. Sebagaimana humanisme juga merupakan agama, dan tuhannya adalah nilai-nilai kemanusiaan, seperti yang dikatakan August Comte. Dan dalam hal ini John Dewey (seorang filosof Amerika) mengatakan demokrasi adalah agama dan tuhannya adalah nilai-nilai demokrasi. (Ibid).
Benar! Pluralisme agama ini adalah ‘agama baru’ dan ‘agama baru’ ini menentang klaim ‘paling benar’ dari setiap agama namun pada saat yang sama mengklaim dirinya paling benar. ‘Agama baru’ ini menganggap semua agama sama benarnya tapi pada saat yang sama menganggap diri paling benar dan keyakinan ‘paling benar’ dalam setiap agama disalahkan. Sungguh sebuah inkonsistensi bukan? Ketika saya mengajukan persoalan semacam ini kepada Dr. Ioanes Rakhmat dari STT Jakarta dalam Forum Diskusi STT Jakarta, ia menjawab : Pluralisme dan klaim "paling benar" tidak bisa tidur seranjang. Karena ia seorang pluralist, ia bukan seorang yang (berpandangan) paling benar. Tetapi, paradigma pluralist adalah paradigma yang paling dapat dipercaya, sejauh dunia kini sedang menyaksikannya’,
dan saya mengatakan kepadanya : ‘tetapi anda sudah membuatnya ‘tidur seranjang’ pak. Itu membuktikan inkonsistensi anda !’ dan ia pun tidak menjawab lagi sampai hari ini.
13
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Mengatakan bahwa dalam dunia ini ada yang mutlak tidak berarti mengatakan bahwa Allah bukan satu-satunya Yang Mutlak. Allah adalah Yang Mutlak dan karenanya setiap kehendak dan tindakan Allah adalah mutlak. Jika Allah mengatakan sesuatu maka itu pasti mutlak. Jika Allah mewahyukan sesuatu maka itu pasti mutlak. Karena Allah pernah menyatakan Firman-Nya dan wahyu-Nya kepada dunia maka Firman-Nya dan wahyu-Nya yang ada dalam dunia ini haruslah bersifat mutlak. Kebenaran-Nya yang ada dalam dunia haruslah mutlak. Bagaimana mungkin lahir yang tidak mutlak dari Yang Mutlak? Dengan demikian dalam dunia ini ada yang mutlak yaitu Firman Allah, wahyu Allah atau kebenaran Allah. Pendapat kaum pluralis yang mengatakan bahwa tidak ada yang mutlak di dunia ini dan karenanya kita tidak bisa memaksakan keyakinan/iman kita pada penganut agama lain haruslah dipikirkan lebih dalam. Memang kita tidak boleh memaksakan keyakinan kita kepada orang lain tetapi itu tidak berarti bahwa kita tidak boleh mengatakan bahwa suatu keyakinan adalah keliru/sesat. Si A yakin bahwa : 1 + 1 = 2 tetapi si B yakin bahwa 1 + 1 = 3. Jika ini yang terjadi maka si A harus berani untuk mengatakan bahwa keyakinan si B itu tidak benar/salah bukan hanya karena menurut si A : si B itu salah tetapi karena si B memang salah. Mengapa si A bisa mengatakan bahwa keyakinan si B salah? Karena ada suatu kebenaran yang mutlak dan obyektif dan kebenaran yang mutlak dan obyektif itu mengatakan bahwa 1 + 1 = 2. Bahwa Allah telah menyatakan wahyu dan kebenaran-Nya maka kita harus dapat menerima bahwa itu bersifat mutlak dan dengan kebenaran yang mutlak inilah kita dapat menilai suatu ajaran, suatu keyakinan atau suatu agama itu benar atau tidak. Kita memang tidak boleh memaksakan keyakinan kita kepada orang lain tetapi mengatakan bahwa keyakinan orang lain mungkin saja keliru/salah tidaklah salah karena kita mendasarkan penilaian itu pada suatu kebenaran mutlak yang diturunkan oleh Allah Yang Mutlak.
Masalah Perbedaan dan Pertentangan Menganggap bahwa semua agama sama benarnya menunjukkan bahwa kaum pluralis tidak dapat melihat perbedaan antara PERBEDAAN dan PERTENTANGAN. Masalahnya adalah bahwa klaim agama-agama itu bukan hanya berbeda tetapi juga bertentangan. Simaklah apa yang dikatakan R.C. Sproul berikut ini : Bagaimana mungkin Budhisme benar jika ia menyangkal adanya Allah yang bersifat pribadi dan pada saat yang bersamaan Kekristenan juga benar padahal Kekristenan menegaskan adanya Allah yang bersifat pribadi ? Mungkinkah ada Allah yang bersifat pribadi dan Allah yang tidak bersifat pribadi pada saat yang sama dalam hubungan yang sama ? Mungkinkah Yudaisme Ortodoks yang menyangkal hidup setelah kematian benar dan Kekristenan yang menyatakan 14
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru adanya hidup setelah kematian juga benar ? Mungkinkah agama Islam klasik yang mendukung pembunuhan orang kafir memiliki etika yang benar dan pada saat yang bersamaan etika Kristen untuk mengasihi musuh juga sama benarnya?’ (Mengapa Percaya , hal. 29).
Sproul melanjutkan : ‘Hanya ada 2 cara untuk mempertahankan absahnya semua agama. Pertama, dengan mengabaikan kontradiksi yang jelas antara agama-agama tersebut dan bersikap tidak rasional; kedua, dengan menganggap kontradiksi yang ada sebagai masalah yang tidak penting. Pendekatan yang kedua melibatkan kita dengan proses reduksionisme yang sistematis. Reduksionisme menghilangkan dari masing-masing agama unsur-unsur yang dianggap vital oleh para pengikut agama itu sendiri dan mengurangi nilai agama menuju persamaan yang bersifat umum. Perbedaan antar agama dikaburkan dan diperlemah untuk mendukung terjadinya perdamaian dalam agama”. (ibid : 30).
Di sinilah persoalannya. Memang benar seperti yang dikatakan oleh Dr. Nicolas J. Woly : ‘...model monolog dalam beragama dan beriman sangat tidak nyaman, karena tidak melihat perbedaan beragama dan beriman sebagai salah satu kekayaan keragaman kehidupan manusia yang berada di bawah pengamatan satu Allah Yang Mahamelihat, dan Mahamendengar, Pemelihara dan Penyelamat umat manusia yang seutuhnya dan seluruh ciptaan-Nya. Perbedaan adalah karunia Allah, perbedaan adalah rahmat Allah, perbedaan adalah kehendak Allah. Kalau begitu adalah pantas kalau kita masing-masing saling mengatakan satu sama lain : Jangan mau menang sendiri dong!!!”. (Jangan Mau Menang Sendiri Dong!!! - Opini Timex, 31 Januari 2005; hal. 4)
namun persoalannya sekali lagi bahwa klaim-klaim agama itu bukan hanya berbeda tapi bertentangan. Dan hukum non kontradiksi mencegah kita untuk membenarkan semua hal yang bertentangan itu. Hukum non kontradiksi menyatakan bahwa “tak ada satu hal pun yang bisa ada dan sekaligus tidak ada pada saat yang sama dalam hal yang sama”. Hukum ini juga mengajarkan bahwa “tidak ada satu hal pun yang bisa menjadi apa yang bukan dirinya”. Misalnya, Yesus tidak mungkin tanpa dosa sekaligus berdosa. Allah tidak mungkin hanya satu sekaligus lebih dari satu. Padahal bukankah klaim-klaim agama berisi pertentangan-pertentangan semacam ini? Mana mungkin pandangan Budha bahwa Allah tidak berpribadi dan pandangan Kirsten bahwa Allah berpribadi bisa sama-sama benar dalam waktu yang sama? Mana 15
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru mungkin pendapat yang mengatakan “tidak ada kebangkitan orang mati” dan pendapat yang mengatakan “ada kebangkitan orang mati” bisa sama-sama benar. Tidak bisa! Salah satu harus benar dan salah satu harus salah karena ini adalah PERTENTANGAN bukan PERBEDAAN. Ketika hendak membuktikan masalah inkonsistensi pluralisme tentang mutlaktidak mutlak (seperti yang sudah dijelaskan di atas) saya mengajukan tantangan ini dalam Forum Diskusi STT Jakarta (www.sttjakarta.ac.id) terhadap Dr. Ioanes Rakhmat, ia menjawab : Allah saja bagi seorang pluralist tidak mutlak; nah, kalau begitu, bagaimana ia bisa memutlakkan paham pluralisme? Pluralisme adalah sebuah perspektif kebersamaan dalam keragaman yang paling dapat dipercaya dan dapat diandalkan untuk diterapkan dalam dunia dewasa ini. Dulu, paradigma geosentrisme; sekarang, paradigma heliosentrisme atau galaxiosentrisme. Revolusi Copernikus berlaku juga untuk dunia agama-agama, dari Yesus sentrisme ke Allah sentrisme’.
Perhatikan kata-kata Ioanes Rakhmat di atas ‘Allah saja bagi kaum pluralis tidak mutlak...’. Hebat benar Doktor Teologia yang satu ini, yang mengatakan bahwa Allah juga tidak mutlak padahal ia menyatakan pendapat tersebut seolah-olah pendapatnya paling benar, paling mutlak. Selain itu coba anda perhatikan dan bandingkan pendapat Ioanes Rakhmat di atas dengan kata-kata Dr. Nicolas J. Woly yang sudah dikutip sebelumnya :“Tidak ada satu pun yang mutlak di bawah kolong langit ini selain Allah... , ‘Yang Mutlak hanyalah Allah dan tidak ada yang lain termasuk agama dan iman kita’. Dari sini saja kita dapat melihat bahwa ada pertentangan pendapat di antara sesama teolog pluralis tentang apakah Allah mutlak atau tidak. Lalu bagaimana mungkin mereka berkata bahwa semua pendapat itu sama benar? Salah satu di antara 2 pendapat itu harus ada yang salah bukan ? Entah itu pendapat Dr. Ioanes Rakhmat atau pendapat Dr. Nicolas J. Woly. Tidak mungkin keduanya sama benar. Lalu bagaimana mungkin kaum pluralis menganggap bahwa semua agama sama benar ? Saya juga mengajukan pertanyaan lain terhadap Dr. Ioanes Rakhmat sebagai berikut : ‘Bukankah ada agama yang percaya bahwa hanya ada 1 Allah (monoteisme) dan yang ada yang mempercayai banyak Allah (politeisme). Mungkinkah Allah itu satu sekaligus banyak? Salah satu di antaranya harus benar dan yang satu harus salah. Tidak mungkin keduanya sama benar! Bagaimana dengan Kristen yang mempercayai kehidupan setelah kematian dan Yudaiseme ortodoks yang menyangkalinya? Keduanya sama-sama benar? Hanya yang berlogika dangkal saja yang mengatakan kalau keduanya sama benar’
16
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru dan sampai hari ini juga pertanyaan ini tidak dijawab oleh beliau. Seorang teman saya bernama Martin mendukung apa yang saya tanyakan pada Dr. Ioanes Rakhmat dengan berkata : Dalam pelajaran dasar berlogika kita mengetahui 2 macam prinsip : (1) Principle of Identity di mana A adalah A dan B adalah B. Jadi A bukan B dan B bukan A (2) Principle of Exclusion of the third di mana tidak mungkin A adalah A dan A adalah B pada waktu yang bersamaan. Namun dalam fisika ada fenomena yang melanggar kaidah no. 2 di atas yaitu perilaku cahaya. Cahaya dalam waktu yang bersamaan adalah gelombang, tetapi juga partikel. Mungkinkah Ioanes Rakhmat bisa buktikan bahwa apa yang kelihatan inkonsistensi bagi kita melanggar kaidah no.2, tetapi benar? Kita tunggu Ioanes Rakhmat putar otaknya. Biar dia bisa berkeringat sedikit he..he..he.. Dan sampai hari ini juga Ioanes Rakhmat tidak dapat menjawabnya. Suryadi Wijaya berkata : Mempercayai bahwa kedua agama yang saling berlawanan adalah benar sama seperti berkata "2+2=4 atau 5 atau 37, terserah Anda." Terus-menerus memercayai semua agama, itu sama dengan melawan diri sendiri. Seseorang tidak dapat menerima kepercayaan Hindu dengan 300.000 dewanya dan menerima kepercayaan Muslim dengan hanya satu Allah secara bersamaan. Orang juga tidak dapat memeluk Hindu atau Judaism bersama dengan Buddha karena Buddha tidak percaya Allah sama sekali. Atau bandingkan opini-opini agama mengenai kehidupan setelah kematian. Agama Shinto menyatakan tidak ada kehidupan setelah kematian, hanya ada di sini dan sekarang, maka hiduplah sekarang. Agama Buddha mencari Nirvana, di mana sama sekali tidak ada nafsu. Sebaliknya, kekristenan mengajarkan bahwa surga adalah tempat di mana semua keinginan murni dipenuhi di hadapan Yesus Kristus (Wahyu 22:4). Lalu, mana yang benar? Tidak mungkin semuanya benar. (Christianity Confronts Pluralism, hal. 10).
Inilah bukti bahwa pandangan pluralis yang menganggap bahwa semua agama sama benarnya, sama absahnya adalah pandangan yang kontradiktif dan tidak konsisten serta cacat logika. * Penulis adalah pengamat masalah-masalah teologi, lahir dan tinggal di
Kupang.
17
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru
Pluralisme Agama :
Sebuah Telaah Teologis Esra Alfred Soru * Bagian Terakhir Dari Tiga Tulisan
Bagian pertama tulisan ini telah menjelaskan apa dan bagaimana ajaran pluralisme itu dan bagian kedua telah membahas kelemahan paham pluralisme dari segi rasional-filosofis. Pada bagian terakhir tulisan ini kita akan melihat bagaimana prinsip Alkitab berkaitan dengan pluralisme agama. Pertama-tama kita harus sadar bahwa Alkitab ditulis dalam konteks pluralistis. Sepanjang PL kita dapat melihat bahwa Allah Israel mengingatkan agar umat-Nya berbalik dari berhala dan hanya menyembah kepada Dia. Misalnya Yosua memberi pilihan kepada bangsa Israel : ‘Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yos 24 :15). Di sini nampak dengan jelas bahwa orang Israel tidak sembarangan memilih. Mereka mengenal semua pilihan agama itu. Mereka mengenal agama di seberang sungai Efrat itu, mereka mengenal agama orang Amori namun mereka dituntut untuk memilih dengan tepat, untuk menyembah hanya kepada Yahweh. Pada zaman nabi Elia, ia juga memberi pilihan yang sama kepada bangsa Israel. Perhatikan 1 Raj 18:21 : “Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun’. Jelas bahwa umat Tuhan dalam Perjanjian Lama memerlukan peringatan yang terus-menerus akan keunikan Allah karena mereka dikelilingi dewa-dewi asing dan agama-agama lainnya. Hal yang sama juga berlaku di Perjanjian Baru. Jemaat Kristen pertama hidup di kota-kota kosmopolitan seperti Antiokhia, Korintus dan Roma, dan di persimpangan pertukaran budaya. Ini berarti mereka dikelilingi ajaran-ajaran lain tetapi mereka ternyata memilih untuk percaya hanya kepada Yesus. Suryadi Wijaya berkata :
18
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Mereka bukan menjadi Kristen karena tidak pernah mendengar yang lainnya. Sebaliknya, mereka beralih dari agama-agama yang lain menjadi Kristen. Saat berkata, "Yesuslah satu-satunya jalan," mereka tahu apa saja jalan yang lain itu: Yudaisme, agama mistis timur, agama kekaisaran Romawi, dan berbagai sekolah filosofi Yunani. (Christianity Confronts Pluralism, hal. 11). Marilah kita simak satu contoh menarik dari pelayanan Paulus yang mengetengahkan pertentangan antara kekristenan dengan ajaran lain. Sewaktu Paulus mengunjungi Atena, ternyata ia terlibat dalam sebuah perdebatan dengan para filsuf Epicurus dan Stoa. Lihat Kis 17:18 : ‘Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa bersoal jawab dengan dia dan ada yang berkata: "Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?" Tetapi yang lain berkata: "Rupa-rupanya ia adalah pemberita ajaran dewa-dewa asing." Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya’. Para filsuf sangat menyukai perdebatan, maka mereka mengundang Paulus ke pertemuan Areopagus, kelompok filosofis yang berkumpul di Bukit Mars memandang kota Atena. Kelompok itulah pusat intelektual dunia Mediteranian. Penulis Kisah Para Rasul mengamati, "Adapun orang-orang Atena dan orang-orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru" (Kis 17 : 21). Paulus telah melihat semua mezbah dan patung penyembahan, maka ia memulai pembicaraannya dengan mengakui betapa religiusnya orang Yunani, "Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata : 'Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal'" (Kis 17: 22,23a). Paulus kemudian menjelaskan tentang kekristenan kepada para filsuf. Ia tidak berkata, "Sekarang aku akan menjelaskan seorang dewa yang lain untuk ditambahkan di kuilmu." Sebaliknya, ia berkata, "Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang" (Kis 17: 24-25). Paulus bersikukuh bahwa Allah yang benar dan hidup melebihi semua allah yang lain. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa membuat patung untuk sesuatu yang ilahi dari emas atau perak atau batu adalah tindakan kebodohan (Kis 17:29-30). Dalam pembelaannya, Paulus menyatakan kekristenan melawan latar belakang pluralisme empiris, seperti yang setelahnya harus terus dilakukan oleh orang Kristen. Suryadi Wijaya dalam sumber dan halaman yang sama menulis : Di dalam pidato Paulus di Listra dan Atena, Paulus menyatakan empat hal yang penting tentang "Allah yang dapat dikenal" itu: (1) Tentang Allah dan
19
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru alam semesta, "Allah ... telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya" (Kis 14:15b; bdk 17:24), dan sebagai providensia Dia memberikan hidup dan napas dan segala sesuatu kepada semua orang (Kis 17:25). (2) Tentang Allah dan bangsa-bangsa, Paulus berpendapat bahwa Allah adalah Allah dari segala bangsa dan tidak benar bahwa setiap bangsa dikuasai oleh dewa-dewa yang khusus (lih. Kis 14:16; bdk 17:30) (3) Tentang Allah dan general revelation, Paulus berpendapat bahwa di Atena Allah memberi tanda tanpa suara (Kis 17:24-26; bdk. Mazmur 19). (4) Tentang Allah dan pluralisme agama, Paulus mengkritik pengertian pluralis tentang Allah dengan memakai alasan yang diambil dari filsuf Gerika sendiri (bdk. Kis 17:28,29). Dengan pernyataan keempat itu Paulus secara langsung menguraikan teologinya mengenai Allah yang berlawanan dengan pluralisme dewa-dewa yang diterima oleh golongan Stoa maupun Epicurus.
Masalah pluralisme agama dibicarakan dalam pemberitaan Kristen karena masalah ini adalah bagian penting dari pemberitaan Injil. Paulus berkata di dalam Kisah Para Rasul 14:15 : "Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup." Jadi dalam konteks ini, bertobat berarti menolak pengertian pluralis tentang kehadiran ilahi dalam tiap berhala, dalam tiap agama. Namun anehnya, sekarang para pendeta dan para teolog kita justru menganjurkan kita untuk percaya pada pluralisme. Permisi tanya, apa ini bukan sebuah penyesatan? (Silahkan pembaca menjawabnya !!!) Melihat bagaimana cara Paulus mengadakan pendekatan terhadap orang-orang Athena, kita dapat melihat sebuah pendekatan alkitabiah kepada penganut agama lain merupakan kontekstualisasi yang lembut, namun ternyata isi pemberitaan Paulus tetap tegas dan tidak berkompromi sedikit pun di dalam menegakkan keunikan Tuhan Allah dan Yesus Kristus. Ini mengajarkan kepada kita agar apabila kita mendekati pengikut agama lain, kita membutuhkan pengetahuan tentang keyakinan mereka. Kita harus berusaha mencari dasar pikiran yang sama (seperti yang dilakukan Paulus yang juga mengerti akan ajaran filsafat Stoa dan Epicurus yang kemudian dikontraskan dengan teologi Kristen), supaya bisa membicarakan masalah-masalah keagamaan dengan sikap ramah serta rendah hati. Tetapi, kita tidak boleh mengubah keyakinan kita tentang Kristus. Jangan kita berhenti memberitakan Injil Kristus yang unik, hidup dengan tujuan agar manusia bisa diselamatkan. Dari sini nampak bahwa Paulus ternyata tetap memiliki iman yang eksklusiv di tengah segala macam kepercayaan dan agama yang berkembang saat itu. Dan kalau kita mempelajari Alkitab dengan seksama, kita akan menemukan bahwa tokoh-tokoh Alkitab tidak sedikit pun mengurangi keyakinan bahwa hanya di dalam Kristuslah Allah (YHWH) dapat dikenal dengan benar. Lalu bagaimana dengan para pendeta dan teolog kita yang sudah tidak percaya bahwa Yesus satu-satunya jalan keselamatan ? Jelas apa yang 20
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru mereka propagandakan bukanlah ajaran Alkitab melainkan filsafat manusia yang menyesatkan.
Yesus satu-satunya jalan keselamatan Jika kita mengadakan survei menyeluruh terhadap Alkitab maka kita akan menemukan suatu jawaban yang pasti bahwa YESUS SATU-SATUNYA JALAN KESELAMATAN dan bukan salah satu jalan keselamatan seperti yang diajarkan dan dikatakan para pendeta dan para teolog pluralis. Beberapa ayat secara eksplisit menyatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Yoh 14:6 : “Kata Yesus kepadanya : ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”. Kalau ayat ini dipikirkan lebih dalam maka kita mempunyai 3 kemungkinan: (1) Alkitab salah/ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Alkitab mencatat seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini. (2) Alkitab betul; Yesus memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesus berdusta, karena Ia menyatakan diri sebagai satusatunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian. (3) Alkitab betul, dan Yesus juga tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga. Manakah dari 3 kemungkinan ini yang anda terima? Kalau anda menerima yang pertama atau yang kedua, saran saya sebaiknya anda pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Alkitab salah/ngawur, atau Tuhannya pendusta! Kalau anda percaya bahwa Alkitab tidak mungkin salah dan Yesus tidak berdusta maka anda harus menerima dan berani mengatakan bahwa hanya orang-orang yang percaya pada Yesus sajalah yang akan selamat. Pemeluk agama lain (Sebaik apapun hidup mereka) jika tidak percaya pada Yesus maka pasti binasa. Bandingkan ini dengan Yoh 3:16 : Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Bagaimana dengan yang tidak percaya? Pasti binasa! Ini kata Firman Tuhan dan bukan sebuah fanatisme picik. Ayat lain yang perlu kita simak adalah Kis 4:12 : “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”. Artinya, di luar Yesus tidak ada seorangpun yang bisa selamat alias masuk neraka semuanya. Ini kata Firman Tuhan dan bukan iklan seperti yang dituduhkan beberapa pendeta. Selanjutnya 1 Yoh 5:11-12 : “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”. Dan tidak ada agama lain yang memiliki Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1 Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu 21
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan/hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal). Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1 Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang Kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia! Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya/Kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti Kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang Kristen! Akhirnya, 1 Tim 2:5 : “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”. Jadi jalan untuk sampai kepada Allah hanya satu yakni lewat Yesus. Hanya orang yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Mengapa hanya satu jalan? Yesus memang satu-satunya jalan. Tetapi mengapa harus demikian? Apakah pikiran Allah sedemikian kerdil dan sempitnya sehingga hanya menyediakan satu jalan keselamatan melalui Yesus Kristus? Apakah Allah yang demikian berkuasa, hanya memiliki pintu yang begitu sempit? Mengapa pikiran-Nya terbatas dan hanya mampu menyediakan jalan yang sempit? Pertanyaan-pertanyaan ini dengan baik dijawab oleh R.C Sproul : Andaikan Allah yang suci dan benar menciptakan manusia dengan penuh kemurahan hati memberikan manusia kehidupan. Namun bersamaan dengan pemberian itu, Allah juga memberikan satu LARANGAN KECIL saja kepada manusia serta memperingatkan manusia jika melanggarnya akan mati. Bukankah Allah berhak mengambil kembali kehidupan sebagai bentuk hukumannya, jikalau perintahNya dilanggar ? Andaikan kemudian tanpa alasan yang tepat, manusia ciptaan-Nya itu melanggar larangan tersebut. Namun ketika Allah mendapati pelanggaran mereka, Allah tidak membunuh mereka, sebaliknya malah menebus mereka. Andaikan lagi ternyata keturunan dari pelanggar pertama itu makin tidak patuh dan permusuhan mereka terhadap Allah menyebabkan seluruh dunia memberontak kepada Allah. Dan Allah masih memutuskan untuk menebus mereka dan memberikan hadiah kepada sebuah bangsa supaya melalui bangsa itu seluruh dunia diberkati. Andaikan Allah membebaskan bangsa tersebut dari kemiskinan dan perbudakan Raja 22
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru Firaun Mesir yang kejam. Namun bangsa yang memiliki hak istimewa ini setelah dibebaskan malah berbalik memberontak kembali melawan Allah pembebas mereka dan selalu saja melanggar hukumNya. Andaikan Allah masih ingin mengampuni mereka mengutus para nabi ataupun para hakim sebagai utusanNya agar bangsa ini kembali padaNya. Namun bangsa ini malah membunuh utusanNya dan bahkan melecehkan penderitaan mereka. Bangsa ini lalu memuja patung batu dan barang yang dibuat oleh tangan mereka sendiri. Mereka membuat agama-agama yang bertentangan dengan kebenaran Allah dan menyembah bukan kepada Pencipta mereka. Andaikan ternyata Allah masih berbelas kasihan dan dalam tindakan penebusanNya yang terakhir, Ia sendiri akhirnya berinkarnasi menjadi manusia Yesus yang turun ke dunia bukan untuk menghukum dunia tetapi justru DIA menanggung dosa manusia, menggantikan mereka dan menebusnya. Namun DIA malah ditolak, difitnah, dihina, disiksa bahkan dibunuh. Namun, ternyata Allah menerima pembunuhan ini sebagai penghukuman untuk dosa-dosa orang yang membunuhNya. Allah menawarkan amnesti total kepada manusia yang membunuh Yesus, suatu pengampunan total, perdamaian yang melampaui akal yang datang dari penebusan segala kesalahan, kemenangan atas maut, kehidupan kekal dan kebahagiaan sempurna. Andaikan Allah memberi hadiah tersebut secara cumacuma kepada manusia berupa janji kehidupan masa depan tanpa kesedihan, tiada kesakitan, tiada kematian, tiada tangisan. Namun Allah hanya menuntut satu hal saja, yakni agar manusia menghormati PutraNya yang tunggal serta menyembah dan melayani Dia saja. Namun ternyata Allah sungguh melakukan semua hal diatas, tercatat dalam buku sejarah kehidupan manusia dan bukan sekedar sebuah pengandaian, apakah masih ada manusia yang berkata "Allah itu tidak adil, Allah belum berbuat banyak bagi kita semua." Pada saat Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, Allah bisa langsung membinasakan manusia, namun kesempatan masih dia berikan. Pada saat manusia semakin jahat, Allah kecewa menciptakan manusia, tetapi mereka masih diberikan kesempatan yang melalui Nuh, manusia masih dibiarkan hidup. Pada saat Allah menunjuk suatu bangsa menjadi umat pilihan Allah dan melalui bangsa ini, seluruh dunia akan beroleh berkat, namun ternyata bangsa ini memberontak kepada Allah, dan Allah bisa langsung membinasakan mereka, namun Allah masih mau mengampuninya. Pada saat bangsa ini bebas dan hendak dibawa Allah masuk ke tanah perjanjian, bangsa ini bersungut-sungut, kembali memberontak, Allah bisa langsung membinasakan mereka, namun kembali Allah memberikan kesempatan. Pada saat melalui hakim-hakim, nabi-nabi, Allah memperingatkan bangsa ini, tetapi bangsa ini tetap menolak, Allah bisa langsung membinasakan mereka, DIA tetap memaafkan mereka. Sebagai jalan terakhir Allah mengutus Yesus Kristus sebagai pendamai antara manusia dan diriNya sehingga segala kesalahan manusia dihapuskan, bukankah itu tanda kasih Allah ? Namun ternyata manusia masih saja arogan dan merasa mampu menyelamatkan dirinya sendiri tanpa perlu campur tangan Allah. Mencari keselamatan dengan 23
Pluralisme Agama: Sebuah Ajaran Baru – Esra Alfred Soru berbagai cara; berbuat baik, berpuasa, membagi-bagikan harta dan uang untuk membeli keselamatan, melakukan penyiksaan diri, bahkan membuat berbagai macam agama. Apakah Allah tidak adil? Apakah Allah berpikiran sempit? Sama sekali Tidak! Jika Dia berpikiran sempit, Dia bisa menghapus umat manusia dalam seketika saat itu juga dan membuang mereka ke neraka karena begitu bobroknya manusia. Jika seluruh manusia berkhianat kepada Allah, layakkah kita mendapat penebusan dari Allah ? Seharusnya Tidak, jika keadilan yang dijadikan ukurannya. Tapi Dia masih memberikan jalan yang terakhir, sehingga melalui YESUS, manusia diselamatkan. Maka pada akhirnya, pertanyaan bukanlah mengapa hanya ada satu jalan atau mengapa Allah berpikir sempit dengan hanya menyediakan satu jalan saja, tetapi.........MENGAPA DIA MASIH MEMBERIKAN SATU JALAN ? (Mengapa Percaya; hal. 31-33).
Ya, benar! Pertanyaan kita seharusnya bukanlah “mengapa hanya ada satu jalan?” melainkan “mengapa masih ada satu jalan?” Permisi tanya, SUDAHKAH ANDA PERCAYA PADA YESUS? * Penulis adalah pengamat masalah-masalah teologi, lahir dan tinggal di
Kupang.
Pengutipan dari artikel ini harus mencantumkan: Dikutip dari http://www.geocities.com/thisisreformedfaith/artikel/timex-pluralisme01.html
24