SAWERIGADING Volume 20
No. 2, Agustus 2014
Halaman 271—280
RANAH RUMAH TANGGA BENTENG TERAKHIR PEMERTAHANAN BAHASA MOSSO DI KAMPUNG MOSSO KOTA JAYAPURA (Household Domain is the Last Effort to Survive Mosso Language of Mosso Vilage in Jayapura) Arman
Balai Bahasa Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Jalan Yoka, Waena, Distrik Heram, Jayapura 99358 Telepon (0967) 574154 , Faksimile (0967) 574171 Pos-el:
[email protected] Diterima: 5 Februari 2014; Direvisi: 6 Juni 204; Disetujui: 7 Juli 2014 Abstract The purpose of this paper is to know language situation of Mosso language in household domain and language choice by the Mosso speakers in the domain. The research uses quantitative method and applies sociolinguistic approach. Result of research shows that elder people are still active using Mosso language in household domain. It is shown by its effect to the younger. Even though the youngers are able to speak Indonesian language, they are fluent and prefer to speak in Mosso language. In addition, based on anava, the research shows the influence of age in relation to language chosen by the speaker, yet, it is not really significant. Keywords: language choice, household domain, age influence Penelitian ini bertujuan mengetahui situasi kebahasaan bahasa daerah Mosso di dalam ranah rumah tangga dan pilihan bahasa penutur bahasa Mosso di dalam ranah rumah tangga. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik dengan metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan di dalam ranah rumah tangga masyarakat Mosso orang-orang tua masih aktif mempergunakan bahasa Mosso. Keaktifan orang tua di kampung Mosso mempergunakan bahasa Mosso di dalam ranah rumah tangga sedikit banyak berpengaruh terhadap anak-anak Mosso. Anak-anak Mosso walaupun dapat berbahasa Indonesia, tetapi mereka masih fasih berbahasa Mosso. Di samping itu, sekalipun tidak terlalu signifikan berdasarkan hasil anava, penelitian menunjukkan bahwa faktor umur juga berpengaruh terhadap pilihan bahasa masyarakat Mosso. Kata kunci: pilihan bahasa, ranah rumah tangga, faktor umur
PENDAHULUAN Mosso adalah nama salah satu kampung di Distrik Muara Tami yang masuk dalam wilayah pemerintahan Kota Jayapura. Kampung Mosso terletak di tapal batas wilayah Negara RI – Papua New Gini. Kampung Mosso resmi dibentuk oleh pemerintah Kota Jayapura pada bulan Maret 2006 dan selanjutnya ditetapkan sebagai kampung terakhir di daerah perbatasan pada bulan Mei 2007. Sejak saat itu, Kampung Mosso merupakan kampung terluar wilayah
Kota Jayapura yang berbatasan langsung dengan Negara Papua Nugini. Penduduk Kampung Mosso berjumlah kurang lebih 120 kepala keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, sekitar 70 kepala keluarga (KK) merupakan penduduk yang sudah lama menetap dan sekitar 50 kepala keluarga (KK) merupakan mantan pelintas batas (sumber: Kepala Kampung Mosso, Bapak Deki Sunu, wawancara, tanggal 15 Juni 2012). Kampung Mosso yang didiami oleh kurang lebih 120 (KK) berasal dari suku Nyau 271
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 271—280
yang bermarga Wepafoa, Iu, Syau, Nutafoa, Sumu, dan Nupung. Dalam berkomunikasi sehari-hari masyarakat Suku Nyau, Kampung Mosso mempergunakan bahasa Mosso di samping bahasa Indonesia dan bahasa Inggris Pidgin. Jumlah penduduk Kampung Mosso yang hanya didiami oleh kurang lebih 120 (KK) menunjukkan bahwa penutur bahasa Mosso tergolong kecil. Kecilnya jumlah penutur bahasa Mosso ini berpengaruh terhadap daya tahan hidupnya. Seperti yang dinyatakan oleh Edwards (dalam Fautngil, 2010:5--10) bahwa bahasa-bahasa daerah dengan penutur antara 1.000-5.000 berada dalam kondisi yang kurang aman dan bahasa-bahasa daerah dengan jumlah penutur antara 500-1.000 berada dalam kondisi yang berbahaya. Berkaitan dengan pendapat Edwards tersebut dapat dipastikan bahwa bahasa daerah Mosso yang terletak di tapal batas RI-PNG, tepatnya di Kampung Mosso, Distrik Muaratami wilayah Kota Jayapura ini berada dalam kondisi yang tidak aman. Selain jumlah penuturnya sedikit, seperti kebanyakan bahasa-bahasa daerah di Indonesia pada umumnya, bahasa daerah Mosso yang terdapat di wilayah Port Numbay ini juga tidak mengenal tradisi tulis. Berkaitan dengan berbagai masalah di atas, yang juga ikut mengancam keberadaan bahasa Mosso adalah pesatnya pembangunan di wilayah Port Numbay. Saat ini penduduk Kota Jayapura semakin heterogen. Keheterogenan penduduk Kota Jayapura membuat situasi kebahasaan Kota Jayapura semakin heterogen pula. Dalam situasi yang demikian, bahasa-bahasa daerah yang memiliki peran terbatas, karena hanya digunakan untuk komunikasi antaranggota suku cepat atau lambat pasti akan tersisih. Jika bahasa-bahasa daerah mengalami penurunan fungsi, maka akan terjadi perubahan pola pemakaian bahasa. Bahasa yang akan dijadikan sebagai alat komunikasi adalah bahasa yang berperan sebagai sarana komunikasi luas. Dalam hal ini, kehadiran bahasa Indonesia, baik dalam perannya sebagai bahasa lingua franca maupun dalam kedudukannya sebagai bahasa 272
resmi negara tanpa disadari telah mengancam perkembangan bahasa daerah, tanpa kecuali bahasa Mosso. Bahasa daerah Mosso yang jumlah penuturnya kecil dan penguasaannya terhadap berbagai sumber daya terbatas harus berhadapan dengan bahasa Indonesia yang jumlah penuturnya besar dengan berbagai kelebihan yang dimiliki. Namun, hal yang agak berbeda justru ada pada masyarakat Mosso, tidak seperti penutur bahasa daerah lainnya yang ada di perkotaan yang cenderung meninggalkan bahasa daerahnya, kaum muda Mosso berdasarkan pengamatan ketika berada di tengah-tengah perkampungan masyarakat Mosso justru masih amat cakap berbahasa daerah Mosso. Mereka masih mampu dan fasih berbahasa daerah. Penutur bahasa Mosso seakan tidak terpengaruh dengan penutur bahasa lain disekitarnya. Penutur bahasa daerah Mosso walaupun sedikit dan merupakan bahasa minoritas di wilayah perkotaan yang dihuni oleh etnik berpenutur beragam seperti Bugis dan Makassar, terutama etnik berpenutur bahasa Jawa (trasmigran) namun masih dipergunakan dengan baik mulai kalangan anak-anak sampai orang dewasa. Dan satu lagi, sekalipun wilayah penutur bahasa Mosso berdampingan sangat dekat dengan daerah transmigrasi terutama dari Jawa dan bahasa pengantar antaretnik itu adalah bahasa Indonesia, tetapi tidak ada perubahan yang berarti dalam menggunakan bahasa daerah. Kondisi bahasa Mosso sebagaimana digambarkan di atas, tentu sangat menggembirakan. Artinya, peluang bahasa daerah Mosso untuk tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama akan terjaga. Menjaga bahasa Mosso untuk tetap bertahan dapat menghindarkan kita dari kerugian yang amat besar dalam bidang nonmaterial yang tak ternilai harganya karena sebuah bahasa mengandung kearifan lokal dan khazanah pengetahuan budaya. Sehubungan dengan masalah-masalah yang dikemukakan di atas, menarik kiranya dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana situasi kebahasaan bahasa daerah Mosso di dalam ranah rumah tangga dan bagaimana pilihan bahasa penutur bahasa Mosso
Arman: Ranah Rumah Tangga Benteng Terakhir ...
di dalam ranah rumah tangga? Adapun tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan situasi kebahasaan bahasa Mosso di dalam ranah rumah tangga dan mendeskripsikan pilihan bahasa penutur bahasa Mosso di dalam rumah tangga. KERANGKA TEORI Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap penutur bahasa untuk tetap setia mempergunakan bahasa di tengah-tengah bahasa lainnya. Kesetiaan mempergunakan bahasa merupakan konsekuensi atas pilihan yang dilakukan oleh suatu kelompok pemakai bahasa. Menurut (Kridalaksana, 1993:159) pemertahanan bahasa adalah usaha agar suatu bahasa tetap dipakai dan dihargai, terutama sebagai identitas kelompok, dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan melalui pengajaran, kesusastraan, media massa, dan lain-lain. Dalam pemertahanan bahasa, guyub (kelompok) secara kolektif menentukan pilihan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai (Sumarsono dan Paina Partana, 2002:231). Lebih jauh Sumarsono (dalam Chaer dan Agustina, 2004:147) menyatakan salah satu faktor penting pemertahanan suatu bahasa adalah adanya loyalitas yang tinggi masyarakat pendukungnya. Dengan kata lain, loyalitas masyarakat yang tinggi dibuktikan dengan sikap positif masyarakat bahasa untuk tetap mentransmisikan bahasanya kepada kepada generasi-generasi selanjutnya. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Weinreich (dalam Aslinda dan Syafyahya, 2007:103) bahwa loyalitas bahasa adalah kegiatan orang untuk mengajak orang lain dalam memperjuangkan bahasanya agar diangkat menjadi bahasa resmi dalam suatu masyarakat bahasa. Artinya, kesetiaan terhadap bahasa disebabkan masyarakat yang mendukung bahasa tersebut merasa bangga terhadap bahasa yang dimilikinya dan ingin mengangkat derajat bahasa tersebut pada status yang lebih tinggi lagi. Dalam kaitannya dengan sikap bahasa, menurut Anderson (1974; disitir Suhardi 1996:35), “sikap bahasa adalah tata kepercayaan yang
berhubungan dengan bahasa yang secara relatif berlangsung lama, mengenai objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang (yang memiliki sikap bahasa itu) untuk bertindak dengan cara tertentu yang disukainya.” Tentang sikap bahasa ini, Halim (1978:3) berdasarkan pendapat Oppenheim (1976:106–107) merumuskan bahwa dalam kaitan dengan sikap terhadap bahasa, apabila seseorang cenderung memakai bahasa Indonesia, itu berarti bahwa ia memperlihatkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, dapatlah diketahui sikap seseorang terhadap bahasa Indonesia atau terhadap bahasa Mosso dari pendapat atau perasaannya ketika menggunakan bahasa tersebut. Apabila sikap masyarakat Mosso terhadap bahasa Mosso positif terhadap bahasanya, dapat diperkirakan bahasa tersebut akan tetap bertahan. Menurut Anderson (1974 dalam Suhardi, 1996:35), “sikap bahasa adalah tata kepercayaan yang berhubungan dengan bahasa yang secara relatif berlangsung lama, mengenai objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang (yang memiliki sikap bahasa itu) untuk bertindak dengan cara tertentu yang disukainya.” Dengan kata lain, sikap bahasa berhubungan dengan penggunaan bahasa yang secara relatif berlangsung lama. Tentang sikap bahasa ini, Halim (1978:3) berdasarkan pendapat Oppenheim (1976:106–107) merumuskan bahwa dalam kaitan dengan sikap terhadap bahasa, apabila seseorang cenderung memakai bahasa Indonesia, itu berarti bahwa ia memperlihatkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, dapatlah diketahui sikap seseorang terhadap bahasa Indonesia atau terhadap bahasa Mosso dari pendapat atau perasaannya ketika menggunakan bahasa tersebut. Apabila sikap masyarakat Mosso terhadap bahasa Mosso positif terhadap bahasanya, dapat diperkirakan bahasa tersebut akan tetap bertahan. Pergeseran bahasa berkaitan dengan tergesernya suatu bahasa karena ketidakmampuan suatu penutur bahasa mempertahankan bahasanya dari pengaruh penutur bahasa yang lain. Menurut (Alwasilah, 1985:133) pergeseran 273
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 271—280
bahasa terjadi bila satu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan kelompok setempat, maka akan terjadilah pergeseran bahasa. Dengan kata lain, pergeseran bahasa berarti suatu komunitas meninggalkan bahasanya dan kemudian sepenuhnya memilih untuk memakai bahasa lain. METODE Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini sebanyak 56 orang. Usia responden berkisar antara 10 tahun sampai dengan 60 tahun atau lebih dan merupakan penutur asli bahasa Mosso yang dapat berbahasa Indonesia. Sampel dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan generasi atau kelompok umur, yakni kelompok umur ≤ 20 tahun; kelompok umur 21—40 tahun; dan kelompok umur ≥ 41 tahun. Sampel responden hanya difokuskan pada satu ranah saja, yakni ranah keluarga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Pengumpulan data kuantitatif menggunakan metode acak distratifikasi (Mantra dan Kasto, 1989:162). Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara pengamatan dan kuesioner survei. Kuesioner survei berisi daftar pertanyaan dan pernyataan yang meliputi data pribadi responden, pilihan bahasa dalam ranah keluarga dan sikap
masyarakat terhadap bahasa daerahnya. Pada pilihan bahasa di dalam kuesioner skala (1) untuk pilihan selalu menggunakan bahasa daerah, skala (2) untuk pilihan lebih sering menggunakan bahasa daerah daripada bahasa Indonesia, skala (3) untuk pilihan campuran bahasa Indonesia dan bahasa daerah, skala (4) untuk pilihan lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah, dan skala (5) untuk pilihan selalu menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa daerah. Penafsirannya, (1) + (2) menggunakan bahasa daerah; (3) menggunakan campuran bahasa daerah-bahasa Indonesia; dan (4) + (5) menggunakan bahasa Indonesia. Pada pernyataan sikap dalam kuiesioner, skala satu untuk pilihan jawaban sts (sangat tidak setuju), skala dua untuk pilihan jawaban ts (tidak setuju), skala tiga untuk pilihan jawaban s (setuju), dan skala empat untuk pilihan jawaban ss (sangat setuju). PEMBAHASAN Pilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Di bawah ini disajikan tabel temuan penelitian pilihan bahasa masyarakat Mosso dalam ranah keluarga. Temuan tentang pilihan bahasa masyarakat Mosso yang dijaring melalui instrumen penelitian kuantitatif.
Tabel 1. Frekuensi Sampel Pilihan Bahasa Masyarakat Mosso pada Ranah Keluarga Bahasa yang Aku Digunakan Ayah/Ibu
Aku
Aku
Aku
Aku
Anak (-anak)
Kakak
Adik
Kakek/Nenek
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
1. BM
23
41,1
10
17,9
23
41,1
12
21,4
23
41,1
2. BM > BI
10
17,9
11
19,6
9
16,1
10
17,9
10
17,9
3. BM = BI
15
26,8
22
39,3
15
26,8
22
39,3
14
25,0
4. BI > BM
5
8,9
9
16,1
6
10,7
9
16,1
6
10,7
5. B I
3
5,4
4
7,1
3
5,4
3
5,4
3
5,4
56
100
56
100
56
100
56
100
56
100
Total
Singkatan: BI = Bahasa Indonesia; BM =Bahasa Mosso
274
Arman: Ranah Rumah Tangga Benteng Terakhir ...
Berdasarkan data pada tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa dalam ranah keluarga Mosso ketika aku (responden) berbicara dengan Bapak/Ibu atau Paman/Bibi, dari 56 responden yang ada, diperoleh data sebagai berikut: selalu/hampir selalu menggunakan bahasa Mosso 23 responden (41,1%), lebih sering bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia 10 responden (17,9%), menggunakan bahasa Indonesia bahasa Mosso sama seringnya 15 responden (26,8%), lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Mosso lima responden ( 8,9%), selalu menggunakan bahasa Indonesia tiga responden (5,4%). Ketika aku (responden) berbicara dengan anak (-anak) diperoleh data sebagai berikut: selalu/ hampir selalu menggunakan bahasa Mosso 10 responden (17,9%), lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia 11 responden (19,6%), dan menggunakan bahasa Indonesia bahasa Mosso sama seringnya 22 responden (39,3%), lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Mosso sembilan responden (16,1%), dan selalu / hampir selalu bahasa Indonesia empat responden (7,1%). Ketika aku (responden) berbicara dengan kakak diperoleh data sebagai berikut: selalu/ hampir selalu menggunakan bahasa Mosso 23 responden (41,1%), lebih sering bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia sembilan responden (16,1%), menggunakan bahasa Indonesia bahasa Mosso sama seringnya 15 responden (26,8%), lebih sering bahasa Indonesia daripada bahasa Mosso enam responden (10,7%), dan
selalu bahasa Indonesia tiga responden (5,4%). Ketika aku (responden) berbicara dengan adik diperoleh data sebagai berikut: selalu/hampir selalu menggunakan bahasa Mosso 12 responden (21,4%), lebih sering bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia 10 responden (17,9%), menggunakan bahasa Indonesia bahasa Mosso sama seringnya 22 responden (39,3%). Lebih sering bahasa Indonesia daripada bahasa Mosso sembilan responden (16,1%), dan selalu bahasa Indonesia tiga responden (5,4%). Ketika aku (responden) berbicara dengan kakek/ nenek diperoleh data sebagai berikut: selalu/ hampir selalu menggunakan bahasa Mosso 23 responden (41,1%), lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia 10 responden (17,9%), menggunakan bahasa Indonesia bahasa Mosso sama seringnya 14 responden (25,0%), lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Mosso enam responden (10,7%), dan selalu menggunakan bahasa Indonesia tiga responden (5,4%). Kesimpulannya dalam ranah keluarga Mosso ketika aku (responden) berbicara kepada Bapak/Ibu atau Paman/Bibi, anak-anak, kakak, adik, dan kakek/nenek yang memilih menggunakan bahasa Mosso frekuensinya jauh lebih besar dibandingkan dengan yang memilih menggunakan bahasa Indonesia. Kalau dirataratakan mencapai angka (15,79%) yang memilih menggunakan bahasa Mosso dan hanya (3,64%) yang menggunakan bahasa Indonesia. Adapun yang menggunakan bahasa Indonesia bahasa Mosso sama seringnya (6,28%).
275
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 271—280
Tabel 2. Perbandingan Nilai Rata-Rata (Mean) Pemilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Berdasarkan Umur
Umur Responden <= 20 Mean tahun N Std. Deviation % of Total N 21-40 Mean tahun N Std. Deviation % of Total N => Mean 41tahun N Std. Deviation % of Total N Total Mean N Std. Deviation % of Total N
Aku ---> Bapak/Ibu Aku ---> atau Aku ---> Aku ---> Aku ---> Anak (-anak) Paman/Bibi Kakak Adik Kakek/Nenek 3,0385 2,8846 2,9231 3,0385 2,9231 26 26 26 26 26 1,11286 1,17735 1,19743 1,18257 1,19743 46,4% 2,8333 18 1,09813
46,4%
46,4%
46,4%
46,4%
2,0000 2,0556 18 18 1,02899 1,05564
2,7222 18 1,07406
2,0000 18 1,02899
32,1%
32,1%
32,1%
32,1%
32,1%
2,0000 12 1,04447
1,0000 12 ,00000
1,0000 12 ,00000
1,7500 12 ,62158
1,0000 12 ,00000
21,4%
21,4%
21,4%
21,4%
21,4%
2,7500 56 1,14812
2,1964 2,2321 56 56 1,22726 1,25032
2,6607 56 1,14855
2,2143 56 1,24629
100,0%
100,0%
100,0%
100,0%
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ketika aku (responden) berbicara dengan anak (-anak) dari umur < 20 – 41 tahun diperoleh total rata-rata (mean) sebesar 2,7500 yang berarti responden cenderung menggunakan bahasa Mosso dan bahasa Indonesia sama seringnya. Apabila diperinci lebih lanjut dapat diketahui bahwa pada kelompok umur ≤ 20 tahun ketika aku (responden) berbicara dengan anak (-anak) diperoleh rata-rata sebesar 3,0385
276
100,0%
(lihat kembali Tabel 2) yang berarti cenderung menggunakan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mosso sama seringnya. Pada kelompok umur 21–40 tahun diperoleh ratarata 2,8333 yang berarti menggunakan bahasa Mosso dan bahasa Indonesia sama seringnya, sedangkan pada kelompok umur ≥ 41 tahun diperoleh rata-rata sebesar 2,000 yang berarti lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia.
Arman: Ranah Rumah Tangga Benteng Terakhir ...
Tabel 3. Hasil Anava ( = 0,05) Pilihan Bahasa Masyarakat Mosso pada Ranah Keluarga Berdasarkan Umur Umur Aku ---> Anak (-anak) Aku ---> Bapak/Ibu atau Paman/Bibi Aku ---> Kakak Aku ---> Adik Aku ---> Kakek/Nenek
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 9,038 63,462 72,500 30,185 52,654 82,839 31,192 54,791 85,982 13,731 58,823 72,554 31,582 53,846 85,429
Df
2 53 55 2 53 55 2 53 55 2 53 55 2 53 55
Mean Square 4,519 1,197
F 3,774
Sig. ,029
15,093 ,993
15,192
,000
15,596 1,034
15,086
,000
6,865 1,110
6,186
,004
15,791 1,016
15,543
,000
Catatan: Untuk df 2/53, f tabel = 3,171626
Berdasarkan hasil anava untuk α = 0,05 pemilihan bahasa masyarakat Mosso dalam ranah keluarga berdasarkan umur, Aku (responden) berbicara dengan anak (-anak) diperoleh nilai F sebesar 3,774, Aku (responden) berbicara dengan bapak/ibu diperoleh nilai F sebesar 15,192, Aku (responden) berbicara dengan kakak diperoleh nilai F sebesar 15,086, Aku (responden) berbicara dengan adik diperoleh nilai F sebesar 6,186, dan Aku (responden) berbicara dengan kakek/nenek diperoleh nilai F sebesar 15,543. Semuanya jauh di atas nilai F tabel 3,171626 (Tabel 3) yang berarti bahwa variabel umur sangat berpengaruh secara signifikan dalam hal pemilihan bahasa Mosso dan bahasa Indonesia ketika aku (responden) berbicara dengan anak (-anak), dengan bapak/ibu, dengan kakak, dengan adik, dan dengan kakek/nenek. Pengaruh variabel umur dalam hal pemilihan bahasa didukung oleh hasil pengelompokan Duncan sebagaimana terlihat pada Bagan 1. Dari bagan itu dapat dilihat adanya tiga kelompok, yaitu kelompok pertama yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≥ 41 tahun dengan rata-rata 1,000 yang berarti responden selalu menggunakan bahasa Mosso, kelompok kedua
yang keanggotaannya adalah kelompok umur 21–40 tahun dengan rata-rata 2,000 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia, dan kelompok ketiga yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≤ 20 tahun dengan rata-rata 2,8846 yang berarti responden menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mosso sama seringnya. Bagan 1. Hasil Pengelompokan Duncan Pemilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Berdasarkan Umur Duncan a,b
Umur Responden => 41tahun 21-40 tahun
N 12 18
<= 20 tahun
26
Sig.
Subset for alpha = 0.05 1 2 3 1,0000 2,000 0 2,884 6 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,916. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
277
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 271—280
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ketika aku (responden) berbicara dengan kakak dari umur < 20—41 tahun diperoleh total rata-rata (mean) sebesar 2,2321 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia. Adanya pengaruh variabel umur dalam hal pemilihan bahasa didukung oleh hasil pengelompokan Duncan sebagaimana terlihat pada Bagan 2. Dari bagan itu dapat dilihat adanya tiga kelompok, yaitu kelompok pertama yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≥ 41 tahun dengan rata-rata 2,000 yang berarti responden selalu menggunakan bahasa Mosso, kelompok kedua yang keanggotaannya adalah kelompok umur 21–40 tahun dengan rata-rata 2,8333 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia, dan kelompok ketiga yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≤ 20 tahun dengan rata-rata 3,0385 yang berarti responden menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mosso sama seringnya. Bagan 2. Hasil Pengelompokan Duncan Pemilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Berdasarkan Umur Duncan a,b
Umur Responden => 41tahun 21-40 tahun <= 20 tahun Sig.
N 12 18 26
Subset for alpha = 0.05 1 2 2,0000 2,8333 3,0385 1,000 ,588
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,916. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ketika aku (responden) berbicara dengan kakak dari umur < 20—41 tahun diperoleh total rata-rata (mean) sebesar 2,2321 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia. 278
Adanya pengaruh variabel umur dalam hal pemilihan bahasa didukung oleh hasil pengelompokan Duncan sebagaimana terlihat pada Bagan 3. Dari bagan itu dapat dilihat adanya tiga kelompok, yaitu kelompok pertama yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≥ 41 tahun dengan rata-rata 1,000 yang berarti responden selalu menggunakan bahasa Mosso, kelompok kedua yang keanggotaannya adalah kelompok umur 21–40 tahun dengan rata-rata 2,0556 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia, dan kelompok ketiga yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≤ 20 tahun dengan rata-rata 2,9231 yang berarti responden menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mosso sama seringnya. Bagan 3. Hasil Pengelompokan Duncan Pemilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Berdasarkan Umur Duncan a,b Umur Responden => 41tahun 21-40 tahun <= 20 tahun Sig.
N 12 18 26
Subset for alpha = 0.05 1 2 3 1,0000 2,0556 2,9231 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,916. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ketika aku (responden) berbicara dengan adik diperoleh total rata-rata (mean) sebesar 2,6607 yang berarti responden cenderung menggunakan bahasa Mosso dan bahasa Indonesia sama seringnya. Adanya pengaruh variabel umur dalam hal pemilihan bahasa didukung oleh hasil pengelompokan Duncan sebagaimana terlihat pada Bagan 4. Dari bagan itu dapat dilihat adanya tiga kelompok, yaitu kelompok pertama yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≥ 41 tahun dengan rata-rata 1,7500 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa
Arman: Ranah Rumah Tangga Benteng Terakhir ...
Mosso daripada bahasa Indonesia, kelompok kedua yang keanggotaannya adalah kelompok umur 21–40 tahun dengan rata-rata 2,7222 yang berarti responden menggunakan bahasa Mosso dan bahasa Indonesia sama seringnya, dan kelompok ketiga yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≤ 20 tahun dengan rata-rata 3,0385 yang berarti responden menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mosso sama seringnya. Bagan 4. Hasil Pengelompokan Duncan Pemilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Bersarkan Umur Duncan a,b
Umur Responden => 41tahun 21-40 tahun <= 20 tahun Sig.
N 12 18 26
Subset for alpha = 0.05 1 2 1,7500 2,7222 3,0385 1,000 ,387
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,916. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa ketika aku (responden) berbicara dengan kakek/nenek diperoleh total rata-rata (mean) sebesar 2,2143 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia. Pengaruh variabel umur dalam hal pemilihan bahasa didukung oleh hasil pengelompokan Duncan sebagaimana terlihat pada Bagan 5. Dari bagan itu dapat dilihat ada tiga kelompok, yaitu kelompok pertama yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≥ 41 tahun dengan rata-rata 1,000 yang berarti responden lebih selalu menggunakan bahasa Indonesia, kelompok kedua yang keanggotaannya adalah kelompok umur 21–40 tahun dengan rata-rata 2,000 yang berarti responden lebih sering menggunakan bahasa Mosso daripada bahasa Indonesia, dan kelompok ketiga yang keanggotaannya adalah kelompok umur ≤ 20
tahun dengan rata-rata 2,9231 yang berarti responden menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mosso sama seringnya. Bagan 5. Hasil Pengelompokan Duncan Pemilihan Bahasa Masyarakat Mosso dalam Ranah Keluarga Berdasarkan Umur Duncan a,b
Umur Responden => 41tahun 21-40 tahun <= 20 tahun Sig.
N 12 18 26
Subset for alpha = 0.05 1 2 3 1,0000 2,0000 2,9231 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 16,916. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.
Secara umum di Kampung Mosso ketika aku (responden) berbicara kepada yang telah berusia 21-- 41 tahun ke atas, selalu menggunakan bahasa daerah Mosso, sedangkan ketika berbicara kepada yang relatif berusia lebih muda cenderung menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah Mosso sama seringnya. PENUTUP Apabila dilihat dari nilai rata-rata (mean) pemakaian bahasa pada ranah keluarga Mosso berdasarkan variabel umur maka dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa semakin muda usia responden penutur bahasa Mosso, pemakaian bahasa daerahnya semakin bercampur dengan bahasa Indonesia. Hal ini juga didukung hasil anava yang menunjukkan bahwa variabel umur berpengaruh secara signifikan dalam hal pemilihan bahasa. Implikasinya adalah ketika berada di rumah dalam berkomunikasi sehari-hari anak-anak Mosso sudah ada sedikit campuran bahasa Indonesianya. Sekalipun demikian, anakanak Mosso ketika berkomunikasi di rumah, bahasa Mosso telah tercampur dengan bahasa Indonesia, meskipuin sedikit mereka masih fasih berbahasa Mosso. Satu hal yang sangat menggembirakan di 279
Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 271—280
dalam ranah keluarga masyarakat Mosso dalam berkomunikasi sehari-hari para orang tua masih menggunakan bahasa daerah Mosso. Penggunaan bahasa daerah oleh para orang tua di dalam lingkungan keluarga memungkinkan adanya transmisi bahasa dari orang tua kepada anak-anak, sehingga anak-anak mereka tidak lupa bahasa daerahnya. Situasi ini masih dapat memperlambat pergeseran bahasa daerah Mosso dan masih memberikan harapan bagi kebertahanan bahasa daerah Mosso untuk saat ini. Penggunaan bahasa daerah di dalam ranah keluarga Mosso membuktikan bahwa ranah keluarga merupakan benteng terakhir dalam pemertahanan bahasa, khususnya bahasa daerah Mosso. Kampung Mosso ini bisa menjadi contoh bagi kampung lain yang ada di tanah Papua pada umumnya, bahwa penggunaan bahasa daerah di dalam ranah rumah tangga akan memberikan peluang bagi bahasa daerah untuk bertahan. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Aslinda dan Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: PT Refika Aditama. Chaer, Abdul dan Agustina Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
280
Fautngil, Christ. 2010. “The Marginalisation of The Languages of Papua”. Jayapura: Uncen. Fishman, Joshua A. 1972. ”Domains and the Relationship between Micro and Macrosociolinguistics”, dalam Jhon J. Gumperz dan Dell Hymes (penyunting). 1972. Directions in Sociolinguistics: The Ethnography of Communication. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Halim, Amran. 1978. “Sikap Bahasa dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Bahasa Nasional.” Dalam Amran Halim dan Yayah B. Lumintaintang. Editor. Kongres Bahasa Indonesia III. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi ketiga. Jakarta: PT Gramedia. Mantra, Ida Bagoes dan Kasto.1989. Penentuan Sampel”, dalam Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian (ed).1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Suhardi, Basuki. 1996. Sikap Bahasa, Suatu Telaah Eksploratif atas Sekelompok Sarjana dan Mahasiswa di Jakarta. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA dan Pustaka Pelajar.