FAKTOR KEUANGAN DAN NON KEUANGAN YANG MEMPENGARUHI PENERBITAN OPINI AUDIT GOING CONCERN (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI) S, Patricia Febrina Dwijayanti, SE. Drs. Agus Widodo M., M.Si., Ak.1 Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRAK Opini auditor atas laporan keuangan dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan perusahaan. Para pengguna laporan keuangan ini membutuhkan opini dari auditor independen sebagai jaminan atas keandalan informasi yang tersaji dalam laporan keuangan. Auditor juga berkewajiban untuk mengevaluasi going concern perusahaan kliennya. Jika terdapat keraguan terhadap going concern perusahaan, auditor harus menyatakannya di dalam opininya. Opini tentang keraguan going concern auditor disebut sebagai opini audit going concern. Ada berbagai macam faktor yang bisa meningkatkan kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern, ada faktor keuangan dan non keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan faktor-faktor keuangan dan non keuangan yang dapat mempengaruhi diterbitkannya opini audit going concern dengan menggunakan data dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2005-2010. Faktor keuangan yang diteliti adalah kondisi keuangan perusahaan (yang diukur dengan model Altman, model revisi Altman dan model Springate), pertumbuhan penjualan, serta rugi operasional perusahaan. Sedangkan faktor non keuangan terdiri dari audit tenure, reputasi auditor, opini audit sebelumnya, serta audit lag. Penelitian ini menggunakan regresi logistik untuk pengolahan data dan pengujian hipotesis. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa hanya kondisi keuangan (yang diukur dengan ketiga model financial distress) dan opini audit tahun sebelumnya yang berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh. Saran untuk penelitian berikutnya adalah memasukkan faktor makro ekonomi sebagai variabel independen dan menggunakan jenis industri yang berbeda (selain manufaktur) supaya bisa membandingkan antara berbagai macam jenis industri. Kata Kunci : opini audit going concern, kondisi keuangan, pertumbuhan penjualan, rugi operasional, audit tenure, reputasi auditor, opini audit sebelumnya, audit lag
ABSTRACT Auditor's opinion on the financial statements required by the users of the financial statements of the company. The users of these financial statements requires the opinion of an independent auditor as collateral for the reliability of the information presented in the financial statements. The auditor is also required to evaluate the going concern of their clients. If there are doubts about the company's going concern, the auditor must state in his opinion. The opinion about an auditor’s doubts of going concern, called going concern opinion. There are various factors that can increase 1
Dosen Pembimbing Tesis
1
2
the likelihood of issuing going concern opinion, there are financial and non-financial factors. This study aims to prove the financial and non-financial factors that may affect the issuance of going concern opinion by using data from the manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in the period 2005-2010. Financial factors consist of the company's financial condition (as measured by the Altman models, a revised Altman models and Springate models), sales growth, and operating losses of the company. While non-financial factors consist of audit tenure, auditor reputation, previous audit opinion and audit lag. This study used logistic regression to data processing and hypothesis testing. This study was able to prove that only the financial condition (as measured by the three models of financial distress) and the previous year's audit opinion affect the issuance of going concern opinion, while the other variables have no effect. Suggestions for the next study are the inclusion of macroeconomic factors as independent variables and the use of different types of industries in order to compare the different types of industries. 1.
Pendahuluan Opini auditor atas laporan keuangan dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan perusahaan, seperti investor, kreditor, pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Para pengguna laporan keuangan ini membutuhkan opini dari auditor independen sebagai jaminan atas keandalan informasi yang tersaji dalam laporan keuangan. Jaminan dari pihak independen ini penting karena informasi dalam laporan keuangan tersebut akan digunakan untuk pengambilan keputusan para penggunanya. Jika informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tidak handal, maka para pengguna laporan keuangan bisa salah dalam mengambil keputusan bisnis. Opini yang bisa dikeluarkan oleh auditor ada berbagai jenis (Elder, 2011:375), antara lain: wajar tanpa pengecualian (unqualified), wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas atau modifikasi kalimat (unqualified with explanatory paragraph or modified wording), wajar dengan pengecualian (qualified), tidak wajar (adverse), dan menolak memberikan pendapat (disclaimer). Auditor dalam melakukan auditnya juga harus melakukan evaluasi atas kelangsungan hidup (going concern) perusahaan yang menjadi kliennya. Jika auditor meragukan going concern perusahaan kliennya, maka mereka akan mengeluarkan opini audit going concern. Menurut PSA No. 30 (SA 341), auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas (dalam hal ini klien) dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2011). Going concern merupakan salah satu asumsi yang mendasari proses akuntansi atau proses penyusunan laporan keuangan, dimana perusahaan yang melaporkan keuangannya harus mampu mempertahankan usahanya dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Dalam hal ini, auditor berkewajiban untuk mengevaluasi going concern perusahaan kliennya. Jika memang terdapat keraguan terhadap going concern perusahaan, auditor harus menyatakannya di dalam opininya. Selain itu, auditor juga harus menilai atau memberikan komentar atas upaya yang dilakukan manajemen terkait dengan masalah going concern yang sedang terjadi di perusahaan. Ada berbagai faktor yang bisa mempengaruhi dikeluarkannya opini audit going concern, dimana ada faktor keuangan dan faktor non keuangan. Faktor keuangan yang mempengaruhi penerbitan opini audit going concern, seperti rasio-rasio keuangan (likuiditas, profitabilitas, leverage, dan sebagainya), pertumbuhan penjualan, kondisi keuangan yang buruk (financial distress), dan sebagainya. Sedangkan faktor non keuangan yang bisa mempengaruhi opini audit going concern adalah audit tenure, ukuran perusahaan, reputasi auditor, opini audit tahun sebelumnya, pengungkapan, audit lag dan sebagainya. Beberapa penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi diterbitkannya opini audit going concern berbeda-beda dan hasilnya tidak konklusif (Junaidi dan Hartono, 2010).
3
Faktor keuangan sering kali menjadi dasar pertimbangan bagi auditor dalam menerbitkan opini audit going concern. Kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan klien dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dapat dilihat dari kondisi keuangan yang terjadi di dalam perusahaan, seperti adanya tren negatif, kesulitan keuangan, dan sebagainya. (SPAP, 2011). Masalahnya cukup sulit bagi auditor dalam memprediksi kelangsungan hidup perusahaan sehingga banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern (Januarti, 2009). Penyebabnya adalah adanya hipotesis self-fulfilling prophecy yang menyatakan bahwa jika auditor memberikan opini going concern pada suatu perusahaan, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya (Venuti, 2007, dalam Januarti, 2009). Oleh karena itu, dalam mengevaluasi kelangsungan hidup perusahaan dibutuhkan pertimbangan yang baik dari auditor agar tidak mengalami dilema dan tetap berpegang teguh pada standar yang berlaku. Pertimbangan yang baik seorang auditor bisa dipengaruhi oleh independensi dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang auditor. Oleh karena itu, ada faktor non keuangan, seperti reputasi auditor, audit tenure, dan sebagainya, yang bisa juga mempengaruhi penerbitan opini audit going concern oleh auditor. Ada sejumlah penelitian yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern, antara lain: Mutchler et al. (1997), Vanstraelen (2003), Geiger et al. (2005), Geiger dan Rama (2006), serta Knechel dan Vanstraelen (2007). Penelitian tentang opini audit going concern di Indonesia dilakukan oleh Setyarno et al. (2006), Santosa dan Wedari (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Junaidi dan Hartono (2010). Selain itu, penelitian tentang opini audit going concern, seperti yang disebutkan dalam Junaidi dan Hartono (2010), juga diteliti oleh Fanny dan Saputra (2000), Mayangsari (2003), serta Komalasari (2004). Setyarno et al. (2006) meneliti pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan (yang diukur dengan menggunakan 4 model prediksi kebangkrutan), opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan penjualan. Penelitian tersebut membuktikan bahwa kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern. Santosa dan Wedari (2007) juga melakukan penelitian serupa, dimana faktor yang diteliti adalah kualitas audit, kondisi keuangan (yang diukur dengan menggunakan 4 model prediksi kebangkrutan), opini audit tahun sebelumnya, pertumbuhan perusahaan, dan ukuran perusahaan. Santosa dan Wedari (2007) berhasil membuktikan bahwa kondisi keuangan, opini audit tahun sebelumnya, serta ukuran perusahaan berpengaruh terhadap opini audit going concern. Januarti dan Fitrianasari (2008) meneliti faktor keuangan dan non keuangan yang mempengaruhi ukuran perusahaan dapat mempengaruhi opini audit going concern. Faktor keuangan yaitu rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, rasio pertumbuhan penjualan, dan rasio nilai pasar. Sedangkan faktor non keuangan antara lain ukuran perusahaan, reputasi auditor, opini audit tahun sebelumnya, audit tenure, dan audit lag. Penelitian tersebut berhasil menemukan bahwa rasio likuiditas, opini audit tahun sebelumnya dan audit tenure berpengaruh terhadap opini audit going concern. Junaidi dan Hartono (2010) menguji tentang pengaruh audit tenure, reputasi auditor, pengungkapan dan ukuran perusahaan terhadap penerbitan opini audit going concern. Penelitian tersebut berhasil membuktikan bahwa audit tenure, reputasi auditor, dan pengungkapan berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern, sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh. Penelitian ini ingin membuktikan faktor-faktor keuangan dan non keuangan yang dapat mempengaruhi dikeluarkannya opini audit going concern. Peneliti menggunakan faktor keuangan, yang terdiri dari kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan, dan rugi operasional perusahaan sebagai variabel independen yang mempengaruhi opini audit going concern. Sedangkan faktor non keuangan yang diteliti adalah audit tenure, reputasi auditor, opini audit tahun sebelumnya, dan audit lag. Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi opini audit going concern mempunyai hasil yang bermacam-macam dan hasilnya masih belum konklusif. Oleh karena itu, penelitian ini
4
ingin membuktikan faktor-faktor keuangan dan non keuangan yang dapat mempengaruhi dikeluarkannya opini audit going concern dengan menggunakan data dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2005-2010. Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah faktor keuangan (kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan, serta rugi operasional perusahaan) dan faktor non keuangan (audit tenure, reputasi auditor, opini audit sebelumnya, serta audit lag) berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan di atas, yaitu untuk mengetahui apakah faktor keuangan (kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan penjualan, serta rugi operasional perusahaan) dan faktor non keuangan (audit tenure, reputasi auditor, opini audit sebelumnya, serta audit lag) berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern. 2. a.
Tinjauan Pustaka Going Concern dan Opini Audit Going Concern Hany et al. (2003, dalam Santosa dan Wedari, 2007) mendefinisikan going concern sebagai kelangsungan hidup suatu badan usaha. Laporan keuangan yang disusun dengan dasar going concern akan mengasumsikan bahwa perusahaan akan bertahan melebihi jangka waktu pendek. Laporan keuangan menyediakan informasi tentang posisi keuangan perusahaan dan hasil dari aktivitas operasinya. Petronela (2004, dalam Santosa dan Wedari, 2007) menyatakan bahwa evaluasi atas going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan yang tercermin dalam profitabilitas, likuiditas, ataupun respon investor terhadap perusahaan. Prediksi tentang kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan termasuk salah satu komponen keputusan tentang going concern. Model dalam memprediksi kebangkrutan ini ada beberapa, seperti Zmijeski Model dan Altman Model, yang bisa membantu auditor dalam memberikan opini terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan. Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Junaidi dan Hartono, 2010). Opini akan dikeluarkan oleh auditor jika perusahaan kliennya mengalami ketidakpastian dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Elder (2011: 377), beberapa faktor yang bisa menyebabkan keraguan akan kemampuan perusahaan untuk memiliki kelangsungan usaha antara lain: 1) Terjadi kerugian operasional cukup besar atau kurangnya modal kerja; 2) Ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban saat jatuh tempo; 3) Kehilangan konsumen besar, terjadinya bencana yang menyebabkan kerugian aset yang tidak diasuransikan, atau masalah ketenagakerjaan yang tidak lazim; 4) Tuntutan hukum, pelanggaran undang-undang, atau hal sejenis yang dapat menggangu kemampuan perusahaan dalam beroperasi. Menurut PSA No. 30 (SA 341), auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas (dalam hal ini klien) dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2011). Dalam PSA No. 30 (SA 341) juga disebutkan beberapa kondisi dan peristiwa yang bisa menimbulkan kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, yaitu: a) Trend negatif; b) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan; c) Masalah intern; d) Masalah luar yang telah terjadi. b. Kondisi Keuangan dan Opini Audit Going Concern Kondisi keuangan perusahaan merupakan cerminan dari tingkat kesehatan suatu perusahaan. Kondisi ini digambarkan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit). Petronela (2004, dalam Santosa dan Wedari, 2007) menyatakan bahwa perusahaan yang baik (sehat) memiliki profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang wajar. Jika perusahaan mempunyai kondisi keuangan yang baik, auditor tidak akan mengeluarkan opini audit going concern (Ramadhany,
5
2004). McKeown et al. (1991, dalam dalam Santosa dan Wedari, 2007) memberikan bukti bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Perusahaan yang memiliki kondisi keuangan buruk biasanya mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan keuangan, terjadi sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi yang menunjukan tahap penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi (Plat dan Plat, 2002, dalam Ramadhani, 2009). Financial distress juga bisa didefinisikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban financial yang telah jatuh tempo. (Beaver, 2011). Financial distress ini bisa terjadi di berbagai perusahaan dan bisa menjadi penanda atau sinyal dari kebangkrutan yang mungkin akan dialami perusahaan. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan (Almilia dan Kristijadi, 2003). Analisis rasio keuangan merupakan cara yang paling sering digunakan untuk memprediksi financial distress. Ada beberapa model yang bisa digunakan untuk memprediksi financial distress atau mengukur bagaimana kondisi keuangan. Model-model prediksi financial distress tersebut antara lain: a) The Altman Model (1968); b) Revised Altman Model (1993); dan c) The Springate Model (1978). c. Pertumbuhan Penjualan dan Opini Audit Going Concern Pertumbuhan penjualan digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industri maupun kegiatan ekonominya secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992, dalam Januarti dan Fitrianasari, 2008). Penjualan merupakan kegiatan operasi utama dari perusahaan. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Setyarno et al., 2006). Perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan positif lebih dapat mempertahankan going concern-nya sehingga kecil kemungkinan auditor menerbitkan opini audit going concern bagi perusahaan itu. Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Setyarno et al. (2006) tidak berhasil membuktikan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern oleh auditor. d. Rugi Operasional dan Opini Audit Going Concern Dalam PSA No. 30 (SA 341) disebutkan beberapa kondisi dan peristiwa yang bisa menimbulkan kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, salah satunya adalah adanya trend negatif. Trend negatif ini antara lain adalah kerugian operasi yang berulang kali terjadi. Perusahaan yang laba operasionalnya mengalami trend yang negatif atau mengalami kerugian operasional yang berulang kali akan diragukan kelangsungan hidup usahanya. Auditor mungkin akan menerbitkan opini audit going concern bagi perusahaan yang mengalami trend negatif dalam laba operasionalnya atau mengalami kerugian operasional berulang kali. e. Audit Tenure dan Opini Audit Going Concern Audit tenure merupakan lama hubungan auditor dengan kliennya yang diukur dengan jumlah tahun (Geigher dan Raghunandan, 2002, dalam Junaidi dan Hartono, 2010). Menurut Januarti dan Fitrianasari (2008), audit tenure merupakan jumlah tahun dimana Kantor Akuntan Publik (KAP) melakukan perikatan audit pada perusahaan yang sama. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik menyebutkan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama enam tahun buku berturutturut dan oleh seorang akuntan publik paling lama tiga tahun buku berturut-turut (Junaidi dan Hartono, 2010). KAP dan akuntan publik (auditor) tersebut dapat menerima kembali jasa audit umum atas laporan keuangan setelah satu tahun tidak mengaudit klien tersebut. Peraturan untuk rotasi auditor ini bertujuan untuk menempatkan auditor pada posisi yang kuat terhadap tekanan
6
manajemen dan memungkinkan auditor untuk bisa membuat pertimbangan profesional yang obyektif (Brody dan Moscove, 1998, dalam Geiger dan Raghunandan, 2002). Perikatan atau hubungan yang lama antara auditor dengan klien juga dapat menyebabkan berkurangnya independensi dari auditor dalam mengaudit perusahaan tersebut (Januarti dan Fitrianasari, 2008). DeAngelo (1981, dalam Knechel dan Vanstraelen, 2007) menyebutkan bahwa audit tenure yang panjang dapat meningkatkan kompetensi auditor terkait dengan pengetahuan auditor terhadap klien yang lebih mendalam, atau bisa juga mengurangi independensi auditor terhadap kliennya karena kedekatan antara auditor dan manajemen. Badan regulasi berpendapat bahwa jangka waktu hubungan auditor (audit tenure) yang semakin panjang akan membuat para auditor lebih berkompromi dengan metode akuntansi dan cara penyusunan laporan keuangan yang dipilih oleh klien mereka (Myers et al., 2003). f. Reputasi Auditor dan Opini Audit Going Concern Auditor sebagai pihak yang independen bertanggung jawab untuk menyediakan informasi yang berkualitas pada pengguna laporan keuangan sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. KAP atau auditor yang mempunyai reputasi baik akan cenderung untuk menerbitkan opini audit going concern jika memang terdapat masalah yang berkaitan dengan keraguan going concern perusahaan (Junaidi dan Hartono, 2010). Hal ini dikarenakan KAP tersebut ingin tetap mempertahankan reputasi mereka yang sudah baik. DeAngelo (1981, dalam Junaidi dan Hartono, 2010) secara teoritis telah menganalisis hubungan antara kualitas audit dengan ukuran KAP serta menemukan bahwa KAP besar akan lebih independen, dan karenanya akan memberikan kualitas audit yang lebih tinggi. Choi et al. (2010) menggolongkan KAP besar adalah KAP yang mempunyai nama besar berskala internasional (atau termasuk dalam big four audit firms), dimana KAP yang besar tersebut menyediakan mutu audit yang lebih tinggi dibanding dengan KAP kecil yang belum mempunyai reputasi. Francis dan Yu (2009) juga memberikan bukti empiris bahwa KAP yang termasuk dalam Big Four menyediakan kualitas audit yang lebih tinggi. Namun, reputasi KAP ini juga bisa dilihat dari jumlah klien yang dilayani oleh KAP tersebut. KAP yang mempunyai reputasi yang baik, biasanya lebih dipercaya oleh perusahaan-perusahaan sehingga mempunyai jumlah klien yang relatif banyak. KAP telah mempunyai reputasi baik akan berusaha untuk menjaga nama besar atau reputasi mereka dengan menjaga kualitas audit yang diberikan dan menghindari tindakan yang akan mengganggu nama besar mereka. Oleh karena itu, KAP tersebut akan lebih berani dalam memberikan opini audit going concern jika memang ditemukan peristiwa atau kondisi yang menyebabkan keraguan atas going concern perusahaan (Mutchler et al., 1997, dalam Januarti dan Fitrianasari, 2008). g. Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Opini Audit Going Concern Auditor juga mempertimbangkan opini audit yang diterbitkan untuk laporan keuangan perusahaan tersebut pada tahun sebelumnya. Jika pada tahun sebelumnya perusahaan klien telah menerima opini audit going concern, maka ini akan menjadi faktor pertimbangan penting bagi auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Apabila auditor menerbitkan opini audit going concern pada tahun sebelumnya, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan (Santosa dan Wedari, 2007). Mutchler (1984, dalam Setyarno et al., 2006) menemukan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Nogler (1995, dalam Carcello dan Neal, 2000) memberikan bukti bahwa setelah auditor mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada tahun berikutnya. Apabila tidak mengalami peningkatan keuangan, maka opini audit going concern dapat diberikan kembali oleh auditor. h. Audit Lag dan Opini Audit Going Concern
7
Audit lag merupakan jumlah tanggal kalender antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan (31 Desember) dengan tanggal berakhirnya pekerjaan lapangan auditor (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Lee dan Jahng (2008) mendefinisikan “audit report lag is the time period between a company‟s fiscal year-end and the audit report date”. Definisi audit lag yang serupa juga dinyatakan oleh Ashton et al. (1987), Lai dan Cheuk (2005), Lambert et al. (2008), serta Pizzini et al. (2011). Penelitian McKeown (1991) dan Louwers (1998, dalam Lennox, 2000) menunjukkan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemui ketika penerbitan opini mengalami keterlambatan (delayed). Januarti dan Fitrianasati (2008) meneliti tentang pengaruh audit lag terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern dan menemukan hasil bahwa audit lag berpengaruh positif terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern. Jika terdapat audit lag yang panjang dalam suatu penugasan audit, maka akan semakin besar kemungkinan auditor menerbitkan opini audit going concern. 3.
Pengembangan Hipotesis dan Model Penelitian Dari teori yang sudah ada dan dari penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sehubungan dengan topik penelitian ini, maka hipotesis dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Pengaruh Kondisi Keuangan Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern Kondisi keuangan merupakan cerminan dari tingkat kesehatan perusahaan. McKeown et al. (1991, dalam Santosa dan Wedari, 2007) memberikan bukti bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Setyarno et al. (2006) serta Santosa dan Wedari (2007) berhasil membuktikan bahwa kondisi keuangan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern. Peneliti menduga bahwa perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang baik akan kecil kemungkinannya memperoleh opini audit going concern dari auditor. Oleh karena itu, hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah: H1: Kondisi keuangan berpengaruh negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. b. Pengaruh Pertumbuhan Penjualan Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern Penjualan merupakan kegiatan utama dalam operasi perusahaan. Perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Setyarno et al., 2006). Perusahaan yang mengalami pertumbuhan penjualan positif lebih dapat mempertahankan going concern-nya sehingga kecil kemungkinan auditor menerbitkan opini audit going concern bagi perusahaan itu. Oleh karena itu, hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah: H2: Pertumbuhan penjualan berpengaruh negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. c. Pengaruh Rugi Operasional Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern Perusahaan yang laba operasionalnya mengalami trend yang negatif atau mengalami kerugian operasional yang berulang kali akan diragukan kelangsungan hidup usahanya. Auditor akan lebih mungkin menerbitkan opini audit going concern bagi perusahaan yang mengalami rugi operasional berulang kali. Oleh karena itu, hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah: H3: Rugi operasional berpengaruh positif terhadap penerbitan opini audit going concern. d. Pengaruh Audit Tenure Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern DeAngelo (1981, dalam Knechel dan Vanstraelen, 2007) menyebutkan bahwa audit tenure yang panjang dapat meningkatkan kompetensi auditor terkait dengan pengetahuan auditor terhadap klien yang lebih mendalam, atau bisa juga mengurangi independensi auditor terhadap kliennya karena kedekatan antara auditor dan manajemen. Junaidi dan Hartono (2010) berhasil
8
e.
f.
g.
menemukan bahwa audit tenure berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern. Semakin lama hubungan antara auditor dengan klien, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan opini going concern. Hal ini bisa disebabkan oleh berkurangnya independensi auditor terhadap klien karena lamanya hubungan mereka, sehingga auditor lebih berkompromi terhadap masalah going concern perusahaan klien dan akhirnya auditor tidak menerbitkan opini going concern. Oleh karena itu, hipotesis keempat dalam penelitian ini adalah: H4: Audit tenure berpengaruh negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern KAP yang memiliki reputasi baik akan berusaha untuk menjaga nama besar atau reputasi mereka dengan menjaga kualitas audit yang diberikan dan menghindari tindakan yang akan mengganggu nama besar mereka. Oleh karena itu, KAP yang bereputasi baik akan lebih berani dalam memberikan opini audit going concern jika memang ditemukan peristiwa atau kondisi yang menyebabkan keraguan atas going concern perusahaan (Mutchler et al., 1997, dalam Januarti dan Fitrianasari, 2008). Junaidi dan Hartono (2010) berhasil menemukan bahwa reputasi auditor berpengaruh positif terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern. Semakin besar atau baik reputasi KAP, maka semakin besar kemungkinan auditor menerbitkan opini audit going concern. Oleh karena itu, hipotesis kelima dalam penelitian ini adalah: H5: Reputasi auditor berpengaruh positif terhadap penerbitan opini audit going concern.
Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern Penelitian Setyarno et al. (2006), Santosa dan Wedari (2007), serta Januarti dan Fitrianasari (2008) berhasil menemukan bahwa opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern pada suatu perusahaan, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern. Hal ini dikarenakan auditor akan mempertimbangkan opini audit tahun sebelumnya dan jika perusahaan telah mendapatkan opini audit going concern, maka perusahaan tersebut harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada tahun berikutnya. Atas dasar tersebut, maka hipotesis yang keenam dalam penelitian ini adalah: H6: Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap penerbitan opini audit going concern. Pengaruh Audit Lag Terhadap Penerbitan Opini Audit Going Concern Penelitian McKeown (1991) dan Louwers (1998, dalam Lennox, 2000) menunjukkan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemui ketika penerbitan opini mengalami keterlambatan (delayed). Januarti dan Fitrianasati (2008) menemukan bahwa audit lag berpengaruh positif terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern. Jika terdapat audit lag yang panjang dalam suatu penugasan audit, maka akan semakin besar kemungkinan auditor menerbitkan opini audit going concern. Oleh karena itu, hipotesis ketujuh dalam penelitian ini adalah: H7: Audit lag berpengaruh positif terhadap penerbitan opini audit going concern.
Peneliti mengembangkan model penelitian untuk mempermudah pengujian dan analisis data dalam penelitian ini. Model penelitian yang dikembangkan adalah sebagai berikut: Gambar 1 Model Penelitian
9
Kondisi Keuangan H1 (-)
Pertumbuhan Penjualan
Rugi Operasional
H2 (-)
H3 (+)
H4 (-)
Opini Audit Going Concern
Audit Tenure H5 (+) Reputasi Auditor
H6 (+)
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Audit Lag
H7 (+)
Sumber: Data Olahan (2013) Metode Penelitian Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Sifat penelitian ini adalah survei data sekunder. Penelitian survey menurut Kerlinger (1973) dalam Anshori (2009) adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel. Penelitian ini menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis-hipotesis yang dirumuskan. b. Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan perusahaan go public yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai populasi. Penentuan sampling dilakukan secara purposive random sampling, artinya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria tertentu. Kriteriakriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel di penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Perusahaan manufaktur yang listing di BEI dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010; b) Perusahaan menerbitkan laporan keuangan dan menyertakan laporan auditor independen dari tahun 2004 sampai 2010; c) Perusahaan menyajikan laporan keuangan dengan menggunakan mata uang Rupiah (Rp). c. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Variabel independen atau variabel bebas (X) yang mempengaruhi variabel dependen dalam penelitian ini adalah kondisi keuangan, pertumbuhan penjualan, laba operasional, audit tenure, reputasi auditor, opini audit tahun sebelumnya, dan audit lag. Variabel dependen atau variabel bergantung (Y) yang dipengaruhi variabel independen dalam penelitian ini adalah opini audit going concern. 1) Opini audit going concern Opini audit going concern merupakan opini modifikasi yang diterbitkan auditor karena terdapat keraguan atau ketidakpastian akan kelangsungan hidup perusahaan. Yang termasuk di dalam opini audit going concern, seperti yang disebutkan dalam PSA No. 30 (SA 341), 4. a.
10
antara lain adalah (1) wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas atau modifikasi kalimat (unqualified with explanatory paragraph or modified wording) karena keraguan atas going concern, (2) wajar dengan pengecualian (qualified), (3) tidak wajar (adverse) dan (4) menolak memberikan pendapat (disclaimer). Variabel ini merupakan variabel dummy, dimana perusahaan yang menerima opini audit going concern (GC) diberi nilai 1, sedangkan perusahaan yang menerima opini audit non going concern (NGC) diberi nilai 0. 2) Kondisi keuangan Kondisi keuangan perusahaan merupakan cerminan dari tingkat kesehatan suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki kondisi keuangan buruk biasanya mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Penelitian ini menggunakan 3 model prediksi financial distress sebagai proksi untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan, yaitu The Altman Model (1968); Revised Altman Model (1993); dan The Springate Model (1978). 3) Pertumbuhan penjualan Pertumbuhan penjualan perusahaan diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
4) Rugi operasional Rugi operasional yang terjadi berulang kali dapat menimbulkan keraguan dalam kelangsungan hidup perusahaan. Namun, keraguan dalam kelangsungan hidup perusahaan karena rugi operasional berulang kali muncul dengan asumsi perusahaan tersebut juga mempunyai arus kas operasi yang negatif. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan mengalami kerugian operasional 2 (dua) kali berturut-turut (mengalami kerugian pada periode pengamatan dan 1 tahun sebelum periode pengamatan) dan asumsi yang disebutkan di atas terpenuhi, maka akan diberi nilai 1. Jika perusahaan tidak mengalami kerugian operasional 2 (dua) kali berturut-turut, maka akan diberi nilai 0. 5) Audit tenure Audit tenure merupakan lama hubungan auditor dengan kliennya yang diukur dengan jumlah tahun. Audit tenure yang dimaksud di sini adalah lama hubungan Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan perusahaan klien (auditee). Auditor tenure diukur dengan menghitung jumlah tahun dimana KAP yang sama telah melakukan perikatan audit terhadap auditee. Tahun pertama perikatan dimulai dengan angka 1 dan ditambah dengan satu untuk tahun-tahun berikutnya. 6) Reputasi auditor Reputasi auditor di sini diukur dengan menggunakan prosentase jumlah klien yang dilayani oleh tiap KAP dalam 1 tahun pengamatan. Masing-masing KAP akan dihitung berapa jumlah klien (dari sampel penelitian) yang dilayani dalam tiap tahun pengamatan. 7) Opini audit tahun sebelumnya Opini audit tahun sebelumnya merupakan opini audit yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Jika pada tahun sebelumnya (dilihat dari opini audit yang diterima perusahaan setahun sebelum tahun pengamatan), auditee memperoleh opini audit going concern (GC), maka akan diberi nilai 1. Sedangkan jika pada tahun sebelumnya auditee memperoleh opini audit non going concern (NGC), maka akan diberi nilai 0. 8) Audit lag Audit lag merupakan jumlah tanggal kalender antara tanggal berakhirnya laporan keuangan tahunan (31 Desember) dengan tanggal berakhirnya pekerjaan lapangan auditor. d. Jenis dan Sumber Data
11
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang utamanya berasal dari laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Data diperoleh dari situs resmi BEI serta dari Pusat Data dan Statistik Universitas Airlangga Surabaya. Selain itu, untuk kepentingan penghitungan salah satu rasio keuangan, peneliti juga menggunakan data harga pasar saham, yang bisa diperoleh dari situs yahoo finance. e. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Data yang dikumpulkan diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situs resminya dan juga dari Pusat Data dan Statistik Universitas Airlangga Surabaya, berupa data-data mengenai perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dalam bentuk: 1) Laporan keuangan yang telah diaudit (di dalamnya terdapat laporan auditor independen) tahun 2005-2010; 2) Laporan keuangan yang telah diaudit tahun 2004-2009 (untuk pengukuran variabel rugi operasional); 3) Laporan auditor independen tahun 2004-2009 (untuk pengukuran variabel opini audit tahun sebelumnya). Selain itu peneliti juga menggunakan data harga pasar saham, yang bisa diperoleh dari situs yahoo finance, berupa harga saham closing tahunan tahun 2005-2010. f. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif dimana menggunakan program SPSS 16 (Statistical Program for Social Science) sebagai alat bantu dalam menganalisis data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah variabel kondisi keuangan (Z68, Z93 S78), pertumbuhan penjualan (SALGR), rugi operasional (OPLOS), audit tenure (TENURE), reputasi auditor (REP), opini audit sebelumnya (PRIOP), serta audit lag (ALAG) berpengaruh terhadap kemungkinan diterbitkannya opini audit going concern (GC). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 karena untuk variabel kondisi keuangan digunakan 3 proksi yang berbeda. Model regresi logistik untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Model Regresi 1:
Model Regresi 2:
Model Regresi 3:
5.
Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai tahun 2005-2010. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive random sampling. Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan, diperoleh 81 perusahaan manufaktur yang digunakan sebagai sampel penelitian. Berikut ini adalah perhitungan seleksi sampel: Tabel 1
12
Sampel Penelitian Kriteria Sampel Perusahaan yang listing di BEI tahun 2005-2010 Perusahaan yang bukan manufaktur Perusahaan dengan data yang tidak lengkap Perusahaan yang menggunakan mata uang selain Rupiah dalam laporan keuangan Jumlah perusahaan yang menjadi sampel Jumlah tahun pengamatan Jumlah data yang diolah Sumber: www.idx.co.id
Jumlah Perusahaan 324 (204) (34) (5) 81 6 tahun 486
Berikut ini adalah deskripsi data atau gambaran dari data yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 2 Klasfikasi Perusahaan Berdasarkan Opini Auditor Tahun Opini Audit Jumlah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Non Going Concern NGC) 59 64 69 68 69 70 399 Going Concern (GC) 22 17 12 13 12 11 87 Jumlah Perusahaan 81 81 81 81 81 81 486 Sumber: Data Olahan (2013) Penelitian ini menggunakan data metrik dan non metrik (nominal) dalam melakukan pengujian. Berikut ini adalah statistik deskriptif berupa frekuensi untuk variabel Opini Audit Going Concern (GC), Rugi Operasional (OPLOS), dan Opini Audit Tahun Sebelumnya (PRIOP). Tabel 3 Tabel Frekuensi Variabel Opini Audit Going Concern, Rugi Operasional, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Variabel Kategori Frekuensi Persentase GC GC 87 17,9% NGC 399 82,1% Jumlah 486 100% OPLOS Ya 19 3,90% Tidak 467 96,1% Jumlah 486 100% PRIOP GC 97 20,0% NGC 389 80,0% Jumlah 486 100% Sumber: Data Olahan (2013) Tabel 4 Statistik Deskriptif Std. N Minimum Maximum Mean Deviation Z68 486 -9.478 24.784 2.90866 3.903492 Z93 486 -5.920 10.759 2.08320 1.986731 S78 486 -9.805 7.360 1.08945 1.298330 SALGR 486 -.913 53.395 .24304 2.442597
13
TENURE REP ALAG Valid N (listwise) Sumber: Data Olahan (2013)
486 486 486 486
1 .012 12
6 .256 119
2.71 .09375 72.17
1.592 .081193 15.098
Data yang telah dikumpulkan dan telah dideskripsikan dalam statistik deskriptif, kemudian diolah dengan program SPSS 16 (Statistical Program for Social Science) sebagai alat bantu dalam menganalisis data. Berikut ini adalah berbagai pengujian yang dilakukan untuk menguji hipotesis. a. Uji Kelayakan Model Regresi Pengujian Omnibus Test of Model Coefficients digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama dapat memprediksi variabel dependen atau tidak. Ketiga model regresi sama-sama mempunyai nilai Sig. 0,000 dimana kurang dari 0,05. Hal ini berarti secara keseluruhan variabel independen dalam penelitian ini dapat memprediksi variabel dependen. Selain itu juga dilakukan Hosmer and Lemeshow Test, yang digunakan untuk menguji kebaikan model (goodness of fit), apakah model yang digunakan sudah sesuai dengan data empiris. Model regresi pertama (Z68) mempunyai Sig. dari nilai Chi-square sebesar 0,980, model regresi kedua (Z93) mempunyai Sig. dari nilai Chi-square sebesar 0,925, dan model regresi ketiga (S78) mempunyai Sig. dari nilai Chi-square sebesar 0,422, dimana ketiganya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga model regresi cocok dengan data atau dapat menjelaskan data dan layak untuk digunakan dalam pengujian hipotesis. b. Uji Ketepatan Klasifikasi Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah data telah diklasifikasikan dengan benar atau untuk menghitung nilai estimasi yang benar dan salah. Persentase klasifikasi yang benar secara keseluruhan (overall) untuk ketiga model berada di atas cut value 50% sehingga ketiga regresi logistik dalam penelitian ini layak untuk dilakukan. c. Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi dalam regresi logistik dilihat dari nilai Nagelkerke R Square, yang merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu menjelaskan dan mempengaruhi variabel dependen. Nilai Nagelkerke R Square semakin mendekati nilai 1 (100%), maka model dianggap semakin goodness of fit. Nilai Nagelkerke R Square untuk model regresi pertama (Z68) adalah sebesar 0,836, model regresi kedua (Z93) adalah sebesar 0,830, dan model regresi ketiga (S78) adalah sebesar 0,797. d. Uji Koefisien Regresi Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk menguji seberapa jauh semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen dengan α=5%. Tabel 5 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Nilai Sig. Diterima/ Ditolak 0,000 Kondisi Keuangan (Z68, Z93, S78) 0,000 < 0,05 H1 Diterima 0,003 0,415 Pertumbuhan Penjualan (SALGR) 0,343 > 0,05 H2 Ditolak 0,310 Rugi Operasional (OPLOS) 0,101 > 0,05 H3 Ditolak
14
Audit Tenure (TENURE)
Reputasi Auditor (REP)
Opini Audit Tahun Sebelumnya (PRIOP)
Audit Lag (ALAG)
0,168 0,126 0,192 0,240 0,633 0,399 0,346 0,489 0,000 0,000 0,000 0,471 0,439 0,998
> 0,05
H4 Ditolak
> 0,05
H5 Ditolak
< 0,05
H6 Diterima
> 0,05
H7 Ditolak
Sumber: Data Olahan (2013) Berikut ini adalah pembahasan dari masing-masing pengujian hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian ini. a. Kondisi Keuangan Hal penelitian ini menunjukkan bahwa semakin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau kondisi keuangan yang buruk, maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk memperoleh opini audit going concern dari auditor independen. McKeown et al. (1991, dalam Santosa dan Wedari, 2007) memberikan bukti bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan opini audit going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Jika perusahaan mempunyai kondisi keuangan yang baik, auditor tidak akan mengeluarkan opini audit going concern (Ramadhany, 2004). Oleh karena itu, jika perusahaan mempunyai kondisi keuangan yang buruk, maka perusahaan itu akan semakin besar kemungkinannya dalam memperoleh opini audit going concern. Hasil dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramadhany (2004), Setyarno et al. (2006) serta Santosa dan Wedari (2007). Ramadhany (2004) juga menemukan bahwa kondisi keuangan (yang diukur dengan model Altman) berpengaruh negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. b. Pertumbuhan Penjualan Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) yang juga tidak berhasil menemukan pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap penerbitan opini audit going concern. Pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh karena auditor bisa jadi tidak terlalu memperhatikan pertumbuhan penjualan dalam pertimbangan untuk pemberian opini audit going concern dan bisa juga auditor lebih memperhatikan profitabilitas perusahaan. Margaretta dan Sylvia (2005, dalam Januarti dan Fitrianasari, 2008) menyatakan bahwa rasio pertumbuhan penjualan kurang dipertimbangkan oleh auditor dalam pemberian opini audit going concern. Pertumbuhan penjualan bisa juga tidak diimbangi dengan pertumbuhan laba sehingga bisa dikatakan bahwa beban-beban yang dikeluarkan perusahaan juga besar ketika terjadi peningkatan penjualan. c. Rugi Operasional Hasil dari uji statistik menujukkan bahwa rugi operasional tidak berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern. Hal ini bisa terjadi karena rugi operasional kurang dipertimbangkan oleh auditor dalam pemberian opini audit going concern. Auditor selain melihat adanya trend negatif, pasti juga akan mempertimbangkan hal lainnya. Jika perusahaan klien mengalami rugi operasional 2 tahun berturut-turut, auditor juga akan mempertimbangkan hal lain. Auditor juga akan mengevaluasi rencana yang dilakukan
15
manajemen ketika perusahaan klien mengalami trend negatif dalam laba operasional. Jika rencana manajemen dirasa efektif dan bisa membuat auditor yakin bahwa perusahaan masih bisa bertahan hingga 1 tahun ke depan, maka auditor tidak akan menerbitkan opini audit going concern. d. Audit Tenure Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) yang menemukan bahwa audit tenure tidak berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern. Knechel dan Vanstraelen (2007) juga menemukan bahwa audit tenure tidak berpengaruh terhadap kualitas audit yang dilakukan oleh auditor. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Junaidi dan Hartono (2010) yang berhasil membuktikan bahwa audit tenure berpengaruh negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. Hal ini bisa disebabkan karena audit tenure di Indonesia sudah diatur melalui aturan tentang rotasi auditor. Rotasi tersebut membantu auditor untuk mempertahankan independensinya sehingga jika auditor meragukan going concern kliennya, ia akan tetap memberikan opini audit going concern. Jadi bisa dikatakan aturan rotasi telah efektif untuk membantu auditor menjaga independensinya. Selain itu, standar auditing sudah dengan jelas mengatur pertimbangan yang terkait dengan masalah keraguan going concern klien sehingga auditor yang memiliki audit tenure panjang maupun pendek tetap bisa memberikan pertimbangan going concern yang baik.
e. Reputasi Auditor Hasil penelitian ini sejalan atau konsisten dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Ramadhany (2004) yang juga menemukan bahwa reputasi auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern. Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Junaidi dan Hartono (2010). Reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern bisa dikarenakan auditor atau Kantor Akuntan Publik (KAP) yang sudah memiliki reputasi baik akan tetap mempertahankan reputasi tersebut dengan tetap obyektif dalam memberikan pertimbangan termasuk yang terkait dengan pertimbangan going concern (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Sedangkan untuk auditor yang belum begitu dikenal atau bereputasi, juga akan memberikan pertimbangan yang baik dan berusaha tetap obyektif supaya bisa meningkatkan reputasinya. Selain itu, semua auditor diwajibkan untuk mematuhi standar auditing yang berlaku dan diwajibkan untuk tetap obyektif dalam memberikan pertimbangan terhadap going concern kliennya. f. Opini Audit Tahun Sebelumnya Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008), Sentosa dan Wedari (2007) serta penelitian Setyarno et al. (2006). Jika pada tahun sebelumnya perusahaan klien telah menerima opini audit going concern, maka ini akan menjadi faktor pertimbangan penting bagi auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Apabila auditor menerbitkan opini audit going concern pada tahun sebelumnya, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan (Santosa dan Wedari, 2007). Setelah auditor mengeluarkan opini audit going concern, perusahaan harus menunjukkan peningkatan keuangan yang signifikan untuk memperoleh opini bersih pada tahun berikutnya. g. Audit Lag Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) yang berhasil menemukan pengaruh audit lag terhadap penerbitan opini audit going concern. Hal ini bisa dikarenakan auditor telah mempunyai perencanaan yang baik terkait dengan waktu yang dibutuhkan dalam melakukan auditnya. Auditor juga pasti telah mempertimbangkan
16
prosedur yang akan dilakukan dan kemungkinan waktu yang dibutuhkan terkait dengan evaluasi going concern perusahaan klien serta kemungkinan negosiasi yang perlu dilakukan dengan manajemen perusahaan. 6.
Simpulan Going concern merupakan salah satu asumsi yang mendasari proses akuntansi atau proses penyusunan laporan keuangan, dimana perusahaan yang melaporkan keuangannya harus mampu mempertahankan usahanya dan akan melanjutkan usahanya di masa depan. Dalam hal ini, auditor berkewajiban untuk mengevaluasi going concern perusahaan kliennya dan jika memang terdapat keraguan terhadap going concern perusahaan, maka auditor harus menyatakannya di dalam opininya. Faktor yang menyebabkan auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern ini penting untuk diketahui karena opini ini dapat dijadikan bahan referensi atau pertimbangan bagi investor dalam melakukan keputusan investasi. Penelitian ini menguji faktor keuangan dan non keuangan yang bisa mempengaruhi penerbitan opini audit going concern. Berdasarkan data yang diolah dapat disimpulkan, faktor keuangan yang terbukti berpengaruh terhadap penerbitan opini audit going concern adalah kondisi keuangan, sedangkan pertumbuhan penjualan dan rugi operasional tidak terbukti berpengaruh. Faktor non keuangan yang terbukti berpengaruh terdapat penerbitan opini audit going concern adalah opini audit tahun sebelumnya, sedangkan audit tenure, reputasi auditor dan audit lag tidak terbukti berpengaruh.
7. Referensi Almilia, L. S. dan Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. JAAI. Volume 7, No. 2. (Desember): 183-210. Altman, E. I. 1968. Financial Ratio, Discriminant Analysis and The Prediction of Corporate Bankruptcy. The Journal of Finance. Vol. XXIII, No. 4. (September): 589-609. Anshori, M. dan S. Iswati. 2009. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Airlangga University Press. Ashton, R. H., J. J. Willingham, dan R. K. Elliott. 1987. An Empirical Analysis of Audit Delay. Journal of Accounting Research. Vol. 25, No.2. (Autumn): 275-292. Beaver, W. H., M. Correia and M. F. McNichols. 2011. Financial Statement Analysis and the Prediction of Financial Distress. Foundations and Trends® in Accounting. Vol. 5, No. 2. 99173. Carcello, J. V. and T. L. Neal. 2000. Audit Committee Composition and Auditor Reporting. The Accounting Review. Vol. 75, No. 4. (October): 453-467. Choi, J. H., C. Kim, J. B. Kim, and Y. Zang. 2010. Audit Office Size, Audit Quality and Audit Pricing. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol. 29, No. 1. (May): 73-97. Elder, R. J., M. S. Beasley, A. A. Arens, and A. A. Jusuf. 2011. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu. Adaptasi Indonesia. Terjemahan. Buku 1 dan 2. Jakarta: Salemba Empat. Fachrudin, K. A. 2008. Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal. Medan: USU Press. Foster, G. 1986. Financial Statement Analysis. Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Francis, J. R. and M. D. Yu. 2009. Big 4 Office Size and Audit Quality. The Accounting Review. Vol. 84, No. 5. (September): 1521-1552. Geiger, M. A. and D. V. Rama. 2006. Audit Firm Size and Going Concern Reporting Accuracy. Accounting Horizons. Vol. 20. No. 1. (March): 1-17. Geiger, M. A. and K. Raghunandan. 2002. Auditor Tenure and Audit Reporting Failures. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol. 21, No. 1. (March): 67-78.
17
Geiger, M. A., K. Raghunandan and D. V. Rama. 2005. Recent Changes in the Association between Bankruptcies and Prior Audit Opinions. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol. 24. No. 1. (May): 21-35. Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. Januarti, I. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 12. Palembang: 4-6 November. Januarti, I. dan E. Fitrianasari. 2008. Analisis Rasio Keuangan dan Rasio Non Keuangan yang Mempengaruhi Auditor dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ tahun 2000-2005). Jurnal MAKSI. Vol. 8. No. 1. (Januari): 43-58. Junaidi dan J. Hartono. 2010. Non-Financial Factors in the Going-Concern Opinion. Journal of Indonesian Economy and Business. Vol. 25. No. 3. (September): 369-378. Jusup, A. H.. 2002. Auditing (Pengauditan). Buku 2. Yogyakarta: STIE YKPN. Knechel, W. R. and A. Vanstraelen. 2007. The Relationship between Auditor Tenure and Audit Quality Implied by Going Concern Opinions. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol. 26. No. 1. (May): 113-131. Lai, K. W., dan L. M. C. Cheuk. 2005. Audit Report Lag, Audit Partner Rotation and Audit Firm Rotation: Evidence from Australia. http://aaahq.org/audit/midyear/06midyear/papers/ARLlai.pdf diakses tanggal 1 Maret 2013. Lambert, T. A., J. F. Brazel, K. L. Jones. 2008. Unintended Consequences of Accelerated Filings: Do Mandatory Reductions in Audit Delay Lead to Reductions in Earnings Quality?. http://aaahq.org/audit/midyear/08midyear/papers/48_Lambert_UnintendedConsequences.pdf diakses tanggal 1 Maret 2013. Lee, H. Y., dan G. J. Jahng. 2008. Determinants Of Audit Report Lag: Evidence From Korea - An Examination Of Auditor-Related Factor. The Journal of Applied Business Research, Vol. 24, No. 2. pp. 27-44. Lennox, C. S. 2000. Going-concern Opinions in Failing Companies: Auditor Dependence and Opinion Shopping. http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=240468 diakses tanggal 16 April 2012. Pizzini, M., S. Lin, dan D. Ziegenfuss. 2011. The Impact of Internal Audit Function Quality and Contribution on Audit Delays. http://www.darden.virginia.edu/web/uploadedFiles/The%20Impact%20of%20Internal%20Audi t%20Function(1).pdf diakses tanggal 1 Maret 2013. Mutchler, J. F., W. Hopwood, and J. M. McKeown. 1997. The Influence of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Opinion Decisions on Bankrupt Companies. Journal of Accounting Research. Vol. 35. No. 2. (Autumn): 295-310. Myers, J. N., L. A. Myers and T. C. Omer. 2003. Exploring the Term of the Auditor-Client Relationship and the Quality of Earnings: A Case for Mandatory Auditor Rotation?. The Accounting Review. Vol. 78, No. 3. (February): 779-799. Pongsatat, S., J. Ramage, and H. Lawrence. 2004. Bankruptcy Prediction for Large and Small Firms in Asia: A Comparison of Ohlson and Altman. Journal of Accounting and Croporate Governance. Vol. 1, No. 2. (December): 1-13. Ramadhani, A. S. dan N. Lukviarman. 2009. Perbandingan Analisis Prediksi KebangkrutanMenggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi dengan Ukuran dan Umur Perusahaan sebagai Variabel Penjelas (Studi pada Perusahaan
18
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jurnal Siasat Bisnis. Volume 13, No. 1. (April): 15-28. Ramadhany, A. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta. Tesis S2. Universitas Diponegoro Semarang. Tidak Dipublikasikan. Santosa, A. F. dan L. K. Wedari. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. JAAI. Vol. 11. No. 2. (Desember): 141-158. Setyarno, E. B., I. Januarti, dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern. Disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang: 23-26 Agustus. Vanstraelen, A. 2003. Going-Concern Opinions, Auditor Switching, and the Self-Fulfiiling Prophecy Effect Examined in the Regulatory Context of Belgium. Journal of Accounting, Auditing & Finance. Vol. 18. Issue 2. (Spring): 231-253. Yamin, S. dan H. Kurniawan. 2009. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek. Yuvisa I, E., A. Rohman, dan S. Handayani. 2008. Pengaruh Identifikasi Auditor atas Klien Terhadap Objektivitas Auditor dengan Auditor Tenure, Client Importance dan Client Image sebagai Variabel Anteseden ((Penelitian terhadap Auditor Kantor Akuntan Publik yang Listed di BEJ dengan Pendekatan Partial Least Square). Disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak: 23-24 Juli 2008.