perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RUBRIK RESENSI BUKU PADA HARIAN UMUM SOLOPOS: KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (EDISI BULAN JANUARI-MARET 2011)
SKRIPSI
Oleh Rizqi Nur Farida K1207029
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RUBRIK RESENSI BUKU PADA HARIAN UMUM SOLOPOS: KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (EDISI BULAN JANUARI-MARET 2011)
SKRIPSI Ditulis dan dimajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Oleh Rizqi Nur Farida K1207029
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tin Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 7 Juli 2011
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd
Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd
NIP 19620407 198703 1 003
NIP 19540520 198503 1 002
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tin Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Disahkan pada: hari
:
tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
tanda tangan
Ketua
: Dr. Andayani, M.Pd
Sekretaris
: Atikah Anindyarini, S.S, M.Hum
Anggota I
: Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd
Anggota II
: Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd commit to user NIP 19600727 198702 1 001
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Rizqi Nur Farida. RUBRIK RESENSI BUKU PADA HARIAN UMUM SOLOPOS: KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (EDISI BULAN JANUARI-MARET 2011), Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli. 2011. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan dan menjelaskan pola aspek tekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011, (2) mendeskripsikan dan menjelaskan pola aspek kontekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011, dan (3) mendeskripsikan dan menjelaskan realisasi fungsi wacana yang disampaikan dalam rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen dan narasumber Sumber dokumen yang digunakan, yaitu resensi-resensi yang dimuat dalam harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011. Selanjutnya narasumber atau informan yakni kepala bagian pusat dokumentasi, guru, dan siswa. Sampel dokumen diambil dengan menggunakan Time Sampling, yakni mulai bulan Januari sampai Maret 2011. Sedangkan pemilihan informan diambil dengan Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah analisis dokumen dan wawancara mendalam. Validitas data yang digunakan adalah trianggulasi sumber dan teori. Teknik analisis datanya menggunakan model analisis mengalir atau flow model of analysis. . Hasil akhir yang diperoleh berdasarkan analisis penulis adalah (1) aspekaspek yang membangun keutuhan WRB meliputi aspek gramatikal (referensi, substitusi, elipsi, dan konjungsi), aspek leksikal (repetisi, sinonim, dan antonim), serta aspek situasi dan sosial teks WRB. (2) aspek-aspek kontekstual yang terdapat pada WRB meliputi konteks sosial-kultural yang menjadi dasar pemahaman makna wacana dan aspek dari segi konteks situasi sebagai pembatas atau penjelas makna wacana secara komprehensif. Konteks situasi ini meliputi konteks fisik, epistemis, dan konteks sosial yang dipertimbangkan dari berbagai segi penafsiran (personal, temporal, dan analogi). (3) WRB melaksanakan fungsi transaksional bahasa, karena yang dipentingkan adalah ‘isi’ komunikasi dalam wacana tersebut. Lebih jelasnya, wujud realisasi fungsi wacana terdiri dari fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi personal, dan fungsi imajinatif.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. ( QS Al-Mujadilah:11) Qayyidul ‘ilma bil khitabah, ikatlah ilmu dengan menuliskannya. (pepatah Arab)
Lebih baik pernah merasakan kegagalan dan kecewa daripada tidak pernah merasakannya sama sekali, jangan hitung berapa kali kita jatuh, tapi hitunglah berapa kali kita bangkit . (penulis)
Man jadda wa jada, man shabara zhafira. (pepatah Arab)
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Penulisan dan penyusunan skripsi
ini
penulis persembahkan kepada: 1. Ibu Suwarti dan Bapak Samiran, orang tuaku tersayang, yang tak pernah lelah berkeringat dan berdoa untuk putra-putrinya. 2. Dua bodyguardku tersayang; mas Azis dan dik Raffli. 3. Keluarga kecilku, mbak Yayah, mbak Bekti & mas Rindra. 4. Sahabat-sahabatku pernah
ragu
tersayang
meminjamkan
yang
tak
bahunya
untukku, KEJORA (Ifah, Lilik, Rini, dan Puji) 5. Semua keluarga dan sahabat yang selalu mendoakan dan membantuku dalam segala hal 6. Biru langit Cinta-Nya
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum, Wr. Wb. Puji serta syukur penulis panjatka ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi syarat pencapaian gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala yang penulis hadapi, namun seiring berlalunya waktu serta usaha yang tidak kenal lelah, kendala yang muncul dapat teratasi. Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan terimakasih sebesarbesarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuannya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis menghaturkan terimakasih kepada: 1.
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penulisan skripsi;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum, Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan persetujuan skripsi; 3. Dr. Andayani, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan izin penulisan skripsi; 4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku pembimbing I dan Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan lancar; 5. Dra. Raheni Suhita, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS; commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang secara tuluss memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis; 7. Redaktur dan PT Solopos terima kasih atas waktu dan bantuannya dalam memperoleh data penelitian; 8. Keluarga yang senantiasa mendoakan, memberi dorongan, dan bimbingan kepada penulis; 9. Rekan-rekan Bastind ’07 dan keluarga besar SKI FKIP UNS; 10. Berbagai pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutka satu per satu.
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari betul bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………... i PENGAJUAN SKRIPSI...................................................................................... ii PERSETUJUAN.................................................................................................. iii PENGESAHAN.................................................................................................... iv ABSTRAK........................................................................................................... v MOTTO............................................................................................................... vi PERSEMBAHAN............................................................................................. vii KATA PENGANTAR...................................................................................... viii DAFTAR ISI………………………………………...….……………………. x DAFTAR TABEL............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………...……. 1 B. Perumusan Masalah………………………………………….. ……….... 3 C. Tujuan Penelitian…………………………………………...………….... 4 D. Manfaat Penelitian…………………………………………...…………. . 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori...………………………..………………………………. 8 1. Hakikat Resensi………………………………………………….…… 8 2. Hakikat Wacana………………………………………………….….. 11 3. Hakikat Analisis Wacana……………………………………………. 21 4. Hakikat Analisis Wacana Tekstual…………………………………. .25 5. Hakikat Analisis Wacana Kontekstual…………………………….... 49 B. Penelitian yang Relevan……………………………………………....
56
C. Kerangka Berpikir……………………….……………………………. 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………… 59 B. Metode Penelitian…………………………………………………..…. 60 commit to user C. Sumber Data dan Sampel…………………………………………...… 60
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Teknik Pengambilan Sampel……………………………………….. ... 60 E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………..…….. 61 F. Teknik Uji Validitas Data……………………………………………
61
G. Teknik Analisis Data………………………………………….………. 62 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data…………………………………………………………. 64 B. Analisis Data 1. Aspek Tekstual WRB Solopos Edisi Januari-Maret 2011................ 65 a.
Kohesi Gramatikal…………….………………………………. 65
b. Kohesi Leksikal …….………………………………………… 101 2. Aspek Kontekstual WRB Solopos Edisi Januari-Maret 2011.......... 114 a. Konteks Situasi……………………………………………….. 114 b. Konteks Sosial-Kultural…………….……………………….... 119 3. Realisasi Fungsi WRB Solopos Edisi Januari-Maret 2011............. 128 a. Fungsi Instrumental……….…………………………………... 128 b. Fungsi Regulasi…….…………………………………………. 129 c. Fungsi Representasi……..…………………………………….. 130 d. Fungsi Personal…….…………………………………………. 131 e. Fungsi Imajinatif.…………………………………………….. 132 C. Pembahasan…………………………………………………………… 132 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan................................................................................................. 136 B. Implikasi................................................................................................. 137 C. Saran........................................................ .............................................. 139 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...….... 141 LAMPIRAN……………………………………………………………...…....144
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1. Pengelompokkan Deskripsi Data Penelitian Wacana Resensi Buku di Solopos ........................................................................... 64 2. Jenis dan Bentuk Pemarkah Gramatikal pada Analisis Wacana Rubrik Resensi Buku di Solopos................................................................ 100 3. Jenis dan Bentuk Pemarkah Leksikal pada Analisis Wacana Rubrik Resensi Buku di Solopos................................................................ 112
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Resensi Buku Solopos edisi Januari-Maret 2011.................................................................................... 144 2. Data Hasil Wawancara................................................................................ 149 3. Surat Keputusan Dekan FKIP..................................................................... 158 4. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi.................................................. 159 5. Surat Permohonan Izin Research.................................................................160
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana utama untuk memenuhi kebutuhan, salah satu fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi. Setiap orang bahkan setiap masyarakat selalu terlibat dalam aktivitas komunikasi, baik secara aktif maupun pasif dan baik dalam komunikasi lisan maupun komunikasi tulis. Secara garis besar sarana komunikasi verbal dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni sarana komunikasi berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi bahasa tulis. Salah satu sarana komunikasi bahasa tulis yang perkembangannya cukup pesat dewasa ini yaitu media massa atau surat kabar yang sekaligus menjadi salah satu bentuk sarana manusia dalam mengungkapkan gagasan dan pengetahuannya yang berupa informasi. Media massa merupakan salah satu jenis wadah komunikasi tidak langsung yang diperlukan untuk menjangkau masyarakat yang kompleks dan luas, yang tidak memungkinkan dilakukan komunikasi langsung antara penutur dan petutur. Media massa sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Sebagai salah satu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, media mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik (Sobur, 2009:3031). Melalui media massa, informasi dan gagasan dapat didistribusikan secara efektif dan meluas kepada masyarakat. Melalui media massa pula masyarakat dapat berkomunikasi secara “bebas” dan dapat berperan pasif maupun aktif, sehingga mereka mampu menciptakan wacana-wacana dengan berbagai bentuk, sifat, dan tujuan yang siap dikonsumsi oleh masyarakat secara luas. Salah satu produk media komunikasi massa cetak yang menggunakan bahasa sebagai pengungkap pesan yang disampaikan serta digunakan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan hiburan adalah resensi buku dalam surat kabar. Bahasa dalam resensi buku termasuk dalam ragam tulis yang berupa wacana. Ragam bahasa tersebut mengandung daya informatif dan persuasif yang commit to user yang dimengerti oleh pembaca mengharuskan penulisnya memilih kata-kata
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
secara umum. Wujud uraian dalam resensi termasuk sebuah wacana karena di dalamnya terdiri dari kumpulan atau rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan (Alwi, 1993:471). Selain itu, berdasarkan ulasan atau pembicaraan yang diutarakan, resensi buku termasuk jenis wacana berita provokatif yang sifatnya menginformasikan sekaligus membujuk serta bersifat monolog. Setiap wacana dalam wadah media apapun selalu memiliki kekhasan, baik dari sudut pandang linguistik maupun nonlinguistik. Demikian juga wacana resensi buku yang memiliki kekhasan dalam pengungkapan bahasa yang bersifat persuasif dengan berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Melalui wacana resensi buku pembaca dapat mengetahui identitas buku, ringkasan atau sinopsis buku tersebut. Selain itu pembaca juga akan mendapat informasi tentang ulasan isi buku yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pembaca dalam memutuskan perlu dan harus memiliki dan membaca buku tersebut atau tidak. Resensi buku juga dapat digunakan sebagai upaya memperkenalkan buku dan promosi kepada masyarakat secara luas yang belum mengetahui terbitnya buku tersebut. Diharapkan setelah membaca resensi buku tersebut pembaca tergerak hatinya untuk membaca dan memiliki buku tersebut. Wacana resensi buku merupakan salah satu bentuk wacana persuasif yang di dalamnya terdapat komunikasi lengkap karena mempunyai unsur-unsur pengirim, penerima, dan pesan yang diikat oleh tujuan tertentu. Judul resensi yang dibuat berbeda dari judul buku, sampul halaman buku, dan teks ulasan buku disuguhkan sebagai sarana untuk memberikan kesan kepada pembaca. Bahasa wacana resensi buku juga bisa dipakai oleh script writer untuk mengekspresikan gagasan atau juga sebagai sarana persuasif. Wacana resensi buku berusaha menampilkan bahwa komunikasi persuasif yang dituangkan dalam wacana bertujuan untuk mengubah perilaku, keyakinan, dan sikap. Namun seolah-olah semua perubahan tersebut bukan kehendak user komunikator (script writer ataucommit penulisto naskah), akan tetapi atas kehendak
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
komunikan atau pembaca sendiri. Dengan kata lain wacana resensi buku adalah suatu kepaduan, bukan merupakan suatu bagian karena ia diikat oleh suprastruktur bahasa yang unsurnya meliputi pengirim, penerima,dan pesan itu sendiri. Wacana resensi buku memusatkan diri pada situasi ujar yang berorientasi tujuan dan di dalam situasi tersebut penutur (penulis naskah) berusaha mengomunikasikan sebuah buku kepada pembaca, dengan tujuan agar pembaca tertarik dengan buku tersebut. Lebih jelasnya penulis naskah dalam wacana resensi buku bertujuan memberi efek tertentu pada pikiran pembaca untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara membuat pembaca mengetahui tuturannya agar tercapai efek persuasif dari wacana resensi buku. Berdasarkan maksud dan tujuannya, wacana resensi buku yang berisi ulasan yang terbentuk dari rentetan kalimat yang membentuk kesatuan dalam bentuk paragraf tersebut lebih mudah dipahami, bersifat ringan dan dengan pilihan kata yang tepat. Dengan begitu diharapkan dapat membuat pembaca lebih mudah dalam menangkap pesan dan informasi yang disampaikan. Di dalam ulasan mengenai buku tersebut penulis naskah diartikan sebagai seseorang yang mengartikulasikan ujarannya dengan maksud untuk mengomunikasikan sesuatu kepada pembaca dan berharap lawan tuturnya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikan itu. Berpijak dari uraian di atas dan mengingat bahwa wacana merupakan salah satu unsur kebahasaan yang paling tinggi maka kajian tentang wacana menjadi wajib dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya, tidak lain adalah untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa maupun tanpa bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memahami wacana dengan tepat diperlukan bekal pengetahuan kebahasaan, dan bukan kebahasaan. Pernyataan ini mengisyaratkan betapa luas ruang lingkup yang harus ditelusuri dalam kajian wacana. Jadi, banyak pengetahuan yang harus dipersiapkan pembelajar bahasa untuk mengkaji wacana. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Pijakan dari analisis wacana adalah melihat berfungsinya suatu bahasa sebagaimana ia diterapkan dalam proses komunikasi interaktif. Dengan demikian, orientasi teks tidak lagi dimaknai sebagai hal yang objektif, tetapi sepenuhnya bergantung kepada orientasi para pengguna bahasa. Mengedepankan analisis wacana sama artinya dengan membongkar proses pengungkapan dan perilaku dalam konteks yang sesungguhnya, atau menelaah bagaimana totalitas realitas direpresentasikan oleh teks atau pesan (tertulis maupun tidak tertulis). Analisis wacana yang hendak penulis lakukan tidak berhenti pada aspek tekstual saja, tetapi juga pada konteks dan proses produksi serta konsumsi dari suatu teks. Studi mengenai hal ini memasukkan konteks karena bahasa selalu berada dalam konteks, tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, dan situasi. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Eriyanto dalam Sobur (2009:56,72) yang menyatakan bahwa wacana tidak hanya dari aspek kebahasaannya saja, tetapi juga bagaimana bahasa itu diproduksi dan ideologi di baliknya. Memandang bahasa semacam ini berarti meletakkan bahasa sebagai bentuk praktik sosial. Selanjutnya berdasarkan statusnya sebagai bahan penelitian yang bersifat linguistik, berbentuk discourse (wacana), serta didasari oleh sisi kemenarikan pesan dan cara penyampaiannya, maka wacana resensi buku adalah gejala kebahasaan yang harus diuraikan secara jelas dan komprehensif. Paragraf yang membangun wacana resensi buku memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dan keterkaitan tersebut membawa konsekuensi terjadinya hubungan bentuk dan makna antarkalimat dan atau antarparagraf yang dikembangkan dan dijelaskan oleh kalimat atau paragraf yang lainnya secara kohesif dan koheren. Pola dan sifat kohesif berkaitan dengan hubungan bentuk secara struktural, sedangkan pola koheren berkaitan dengan isi atau makna secara semantis. Sistem hubungan kohesi dan koherensi dalam wacana resensi buku inilah yang penting diuraikan. Aspek-aspek keutuhan atau aspek-aspek yang mempertalikan kalimatkalimat dalam wacana resensi buku perlu dilukiskan secara jelas. Uraian yang lebih jelas mendalam akan ditekankan pada peran aspek-aspek tersebut dalam commit utuh to userdan bertalian, sehingga wacana mempersatukan bagian-bagian secara
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut mudah dimengerti dan dipahami pembaca. Melalui kajian tentang masalah ini, pada akhirnya diharapkan akan diperoleh penjelasan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan wacana resensi buku, meliputi struktur, kohesi, koherensi, serta konteks yang menyertainya. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tergerak untuk melakukan penelitian mengenai analisis wacana rubrik resensi yang terdapat dalam media massa cetak atau surat kabar. Media massa yang peneliti pilih dalam penelitian ini adalah media massa cetak atau surat kabar harian umum Solopos. Selain karena dalam media massa tersebut tersedia rubrik resensi buku yang di setiap dua minggunya, wacana resensi buku sendiri termasuk jarang ditemui di surat kabar yang lain. Alasan selanjutnya memilih harian umum Solopos karena media massa ini cukup familiar di kalangan masyarakat Surakarta dan sekitarnya. Di setiap dua minggunya harian ini memuat satu resensi yang disajikan redaktur dengan beragam jenis buku. Selanjutnya dengan alasan efisiensi waktu penulis membatasi jumlah data yakni resensi buku yang terbit pada bulan Januari-Maret 2011. Berdasarkan latar belakang di atas maka sangatlah beralasan bagi peneliti untuk meneliti resensi yang dimuat dalam harian umum Solopos, maka judul penelitian ini
adalah
RUBRIK RESENSI
PADA
HARIAN
UMUM
SOLOPOS: KAJIAN WACANA TEKSTUAL DAN KONTEKSTUAL (Edisi Bulan Januari-Maret 2011)
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah aspek tekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011? 2. Bagaimanakah aspek kontekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011? 3. Bagaimanakah realisasi fungsi wacana yang disampaikan dalam rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011? commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang penulis sampaikan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dri penelitian ini dalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: 1. pola aspek tekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011. 2. pola aspek kontekstual rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011. 3. realisasi fungsi wacana yang disampaikan dalam rubrik resensi buku yang dimuat pada harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011?
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat teoretis a. Memperkaya ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keterampilan berbahasa khususnya analisis wacana. b. Memperkaya ilmu pengetahuan terutama dalam bidang keterampilan berbahasa khususnya resensi buku. c. Memperkaya kajian tentang resensi buku yang terdapat dalam media massa atau surat kabar. 2. Manfaat praktis a. Bagi pembaca Dari hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat memahami struktur, pola tektual dan kontekstual sebuah resensi sehingga dapat lebih bisa memahami sebuah teks. b. Bagi pemerhati bahasa Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah baru bagi para pemerhati bahasa dalam kajian wacana dalam surat kabar. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Bagi guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan guru dalam memanfaatkan media dan menentukan materi ajar yang tepat dalam pembelajaran resensi buku d. Bagi siswa Siswa dapat memanfaatkan media massa cetak untuk menimba ilmu pengetahuan mengenai resensi buku dengan membaca resensi-resensi yang dimuat dalam surat kabar. e. Bagi penerbit media massa Dari hasil penelitian ini diharapkan redaksi media massa yang bersangkutan meningkatkan kualitas resensi buku yang dimuat dalam medianya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Resensi Kata resensi berasal dari bahasa Belanda, yaitu rescensie. Dari bahasa Inggris menyebutnya review, sedangkan dalam bahasa Latin menyebutnya redevire atau recensere yang artinya „melihat kembali, menimbang, atau menilai. Rohmadi (2008:16) berpendapat, bahwa dalam pemakaian bahasa Indonesia, resensi merupakan timbangan sebuah buku, pembicaraan buku. Tindakan
meresensi
buku
dapat
berarti
memberikan
penilaian,
mengungkapkan kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku Dalam KBBI resensi mempunyai pengertian 1) pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; 2) ulasan. Lebih lanjut Keraf (1984:274) menjelaskan bahawa resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada pembaca apakah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak. Pendapat yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan Widyamartaya (2004:85) yang mengatakan bahwa resensi termasuk kegiatan mengapresiasi karya sastra atau tulis, sama seperti kritik, ulasan umum, dan ulasan khusus. Hanya saja kegiatan resensi menitikberatkan pada tujuan untuk membantu calon pembaca dalam menyikapi suatu karya sastra atau tulis. Sementara itu, Suherli (2001:21) berpendapat bahwa resensi disrtikan sebagai suatu tulisan yang memberikan penilaian terhadap suatu karya buku (fiksi dan nonfiksi), pementasan film, atau musik dengan mengungkapkan segi keunggulan dan kelemahan secara objekstif. Keraf mengemukakan bahwa bagi seorang penulis pertimbangan buku bertolak dari tujuan untuk membantu para pembaca dalam menentukan perlu tidaknya menikmati suatu hasil karya seni. (1984:274). Lebih lanjut, Widyamartaya berpendapat bahwa penulis resensi melakukan interpretasi atas isi buku suatu hasil karya yang dibacanya setelah menganalisisnya menurut berbagai commit to usersudut pandang atau pengalaman.
8
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
Selain itu, dalam menulis resensi penulis berusaha menyesuaikan dengan selera pembaca, maka bukan menjadi suatu hal yang aneh jika resensi yang dipublikasikan oleh sebuah majalah mungkin tidak sama dengan yang dipublikasikan oleh majalah lain. Lebih jauh juga disebutkan bahwa pertimbangan-pertimbangan buku yang ditulis harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan para pembacanya (Keraf, 1984:274). Adapun tujuan dituliskannya sebuah resensi menurut Rohmadi (2008:16) yakni untuk (1) memberikan informasi yang komprehensif dalam sebuah buku, (2) mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan permasalahan yang muncul dalam sebuah buku, (3) memberikan pertimbangan kepada pembaca tentang pantas atau tidaknya sebuah buku dibaca, (4) menjawab pertanyaan tentang siapa penulisnya, mengapa ia menulis, dan bagaimana hubungan buku-buku sejenisnya, dan (5) untuk segolongan pembaca resensi yang membaca agar mendapat timbangan memilih buku. Masih dari sumber yang sama dijelaskan bahwa bidang garapan resensi dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (a) buku (baik fiksi maupun nonfiksi); (b) pementasan seni, seperti film, sinetron, tari, drama,musik,dll; (c) pameran seni seperi seni lukis dan seni patung. Rohmadi (2008:17-18) juga menyebutkan bahwa dalam meresensi sebuah buku hendaknya memperhatikan unsur-unsur berikut ini: 1) Membuat judul 2) Menyusun data buku, meliputi judul buku, pengarang dan penerjemah (jika buku terjemahan), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku. 3) Membuat pembukuan dengan cara, yang pertama yakni memperkenalkan pengarangnya kemudian membandingkan dengan buku sejenis. Setelah itu selanjtnya memaparkan sosok pengarang yang dilanjutkan dengan merumuskan tema buku, memperkenalkan penerbit, dan yang terakhir membuka dialog. 4) Tubuh dan isi resensi, yang meliputi sinopsis, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, keunggulan dan kelemahan buku, rumusan kerangkan commit to user cetak. buk, tinjauan buku, dan adanya kesalahan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Penutup resensi Resensi merupakan suatu bentuk tulisan yang berisi tinjauan terhadap kualitas suatu buku. Resensi ditulis untuk menarik minat baca masyarakat agar mereka membaca buku yang dikupas. Unsur persuasif sering ditonjolkan dalam resensi. Unsur ini merupakan cara penulis mendorong timbulnya keinginan para pembaca terhadap buku tersebut. Selain itu, meresensi berfungsi sebagai pengantar apresiai yang dapat menjadi pemandu bagi pembaca dalam menikmati sebuah buku. Berikut langkah-langkah dalam menyusun resensi yang diungkapkan Rohmadi (2008:18-19): 1) Mengenali buku yang akan diresensi Langkah yang pertama dimulai dari menentukan tema buku yang akan diresensi, disertai deskripsi isi buku. Selanjutnya mengenali penerbit buku, dimana diterbitkan, dan tebal (jumlah bab dan halaman). Setelah itu dilihat siapa pengarangnya, nama, latar belakang pendidikan reputasi dan prestasi, buku atau karya lain yang pernah dihasilkan dan alas an penulis menulis buku yang diresensi, dan yang terakhir memilah buku termasuk golongan buku: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, bahasa, atau sastra. 2) Membaca buku yang akan diresensi secara cermat dan teliti. 3) Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data. 4) Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi. 5) Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut: Langkah yang pertama yakni mengenai organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antara sistematika, dan bagaimana dinamikanya. Selanjutnya mengenai isi pernyataan; bagaiman bobot ide, analisis, penyajian data, dan kreativitas pemikiran, dan terakhir mengenai bahasa; bagaimana penerapan EYD, kutipan, dan kesalahan cetak. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Hakikat Wacana a. Pengertian Wacana Definisi wacana yang dikemukakan para ahli bahasa sampai saat ini masih beragam. Terdapat perbedaan antara pendapat satu dan yang lain dalam memaparkan wacana. Istilah wacana (discourse) yang berasal dari bahasa Latin, discursus (lari ke sana kemari atau lari bolak-balik), digunakan baik dalam
arti
terbatas
maupun
luas.
Rahardjo,
2010,
secara
terbatas
mengungkapkan, istilah tersebut menunjuk pada aturan-aturan dan kebiasaankebiasaan yang mendasari penggunaan bahasa baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Secara lebih luas, istilah wacana menunjuk pada bahasa dalam tindakan serta pola-pola yang menjadi ciri jenis-jenis bahasa dalam tindakan. Sementara itu, Mirhosseini mengungkapkan bahwa wacana adalah aspek representasional teks. Selanjutnya dijelaskan wacana tidak hanya mewakili dunia sebagaimana adanya, mereka juga proyektif, merupakan kemungkinan dunia yang berbeda dari dunia nyata, dan terikat ke proyekproyek untuk mengubah dunia dalam arah tertentu (Mirhosseini, 2006:2). Suyitno (2000:37) menyebutkan ciri-ciri wacana dengan menjelaskan bahwa wacana merupakan komunikasi pikiran yang teratur, terurai, dan memiliki relasi semantik antara kata/kalimat satu dengan yang lain. Wacana sebagai istilah dalam bidang analisis adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa (Sobur, 2009:92). Dengan kesatuan makna, wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Lebih lanjut dalam sumber lain Harimurti dalam Sumarlam berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Sumarlam, 2010:5). Tampak dalam definisi tersebut, hal yang terpenting di dalam wacana commit toatau userkelengkapan maknanya. Adapun menurut Harimurti adalah keutuhan
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
bentuk konkretnya dapat berupa apa saja, yang penting makna, isi, dan amanatnya lengkap. Selain itu, Mulyana (2005:1) juga mengatakan bahwa unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan lengkap adalah wacana. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti) yang cukup banyak. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa wacana merupakan unsur kebahasaan yang kompleks dan lengkap atau satuan kebahasaan yang tinggi, selain itu juga dapat dikatakan sebagai unsur bahasa yang bersifat pragmatis. David Crystal dalam Sumarlam (2010:7) menyatakan bahwa analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana ditemukan pada wacana-wacana seperti perkacapan, wawancara, komentar, dan pidato. Pendapat tersebut cenderung menganggap wacana sebagai ungkapan lisan atau dilisankan. Pendapat tersebut sedikit berbeda dengan yang dikemukakan oleh Brown dan Yule yang menyatakan bahwa wacana terealisasikan sebagai teks, dan karenanya kata teks dipakai untuk menyebut istilah teknis yang mengacu pada rekaman verbal tindak komunikasi. Teks juga dapat dikatakan sebagai representasi yang relatif lengkap dari suatu wacana (Wijana, 1996:9). Hal tersebut berbeda dengan pendapat yang diungkapkan Samsuri dalam Sumarlam (2010:8) yang sama menyatakan bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan. Wacana mungkin bersifat transaksional jika yang dipentingkan ialah isi komunikasi itu, tetapi mungkin bersifat interaksional jika merupakan komunikasi timbal balik. Sementara Soenjono Dardjowidjojo dalam Sumarlam (2010:10) commit to user memberikan pengertian wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan yang
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain membentuk satu kesatuan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisi suatu unit bahasa yang lebih
besar daripada kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang
dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan dan lainlain. Analisis wacana berusaha mencapai makna yang persis sama atau paling tidak sangat dekat dengan makna yang dimaksud oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis dalam wacana tulisan. Analisis wacana banyak menggunakan pola sosiolinguistik, suatu cabang ilmu bahasa yang menelaah bahasa di dalam masyarakat. Berdasar dari pengertian di atas tampak bahwa unsur pembentuk wacana berupa suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat, baik lisan maupun tulisan seperti paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan, dan cerpen. Karena analisis wacana menggunakan pola-pola sosisolinguistik maka secara tidak langsung pemahaman makna juga melibatkan konteks dan situasi untuk sampai pada makna yang sama atau paling tidak mendekati makna yang dimaksud oleh pembicara atau penulis. Selanjutnya dengan berdasar pertimbangan segi-segi perbedaan dan persamaan yang terdapat pada beberapa pendapat di atas, maka secara ringkas pengertian wacana dapat dirumuskan sebagai berikut. Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan atau secara tertulis yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait, dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Secara singkat, hakikat wacana ialah satuan bahasa yang lebih luas daripada kalimat, mengandung amanat lengkap dan utuh serta memiliki aspek pengutuh wacana yang bersifat kontekstual. b. Jenis-jenis Wacana Sumarlam mengemukakan, jenis wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai bentuk menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya (Sumarlam, et. al, commityang to userdipakai sebagai sarana untuk 2010:15). Berdasarkan bahasa
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
mengungkapkannya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi: 1) wacana bahasa nasional (Indonesia), 2) wacana bahasa lokal atau daerah, 3) wacana bahasa internasional, 4) wacana bahasa lainnya Wacana bahasa Indonesia adalah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarananya; wacana bahasa Jawa adalah wacana yang diungkapkan dengan menggunakan sarana bahasa Jawa; wacana bahasa Inggris merupakan wacana yang dinyatakan dengan bahasa Inggris, dan seterusnya. Apabila dilihat dari ragam bahasa Indonesia ragam baku dan wacana bahasa Indonesia takbaku; wacana bahasa Jawa dapat terdiri atas bahasa Jawa ragam ngoko (ragam bahasa Jawa yang kurang halus, ragam rendah), krama (ragam bahasa Jawa halus, ragam tinggi),dan campuran antara kedua ragam tersebut. Berdasarkan media yang digunakan maka wacana dapat dibedakan atas wacana tulis, dan wacana lisan. Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dan pembaca. Sementara itu, wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima atau memahami wacana lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarkannya. Di dalam wacana lisan terjadi komunikasi secara langsung antara pembicara dengan pendengar. Dalam pendapat yang sama Kushartanti (2009:94), menyatakan jenis wacana tersebut dengan istilah wacana berdasar saluran komunikasi. Djajasudarma memberikan penjelasan yang mendalam pada kedua jenis wacana ini, yaitu: 1) Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa: a) Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir. b) Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap) 2) Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
a) Sebuah teks/bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh. b) Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea,dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh. c) Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem ellipsis. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan menjadi wacana monolog dan dialog. Wacana monolog artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif. Contoh jenis wacana ini ialah orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah, dan sebagainya. Sedang wacana dialog, yaitu wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog ini bersifat dua arah dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan di dalam komunikasi tersebut sehingga disebut komunikasi interaktif. Pemakaian bahasa dalam peristiwa diskusi, seminar, musyawarah, dan kampanye dialogis merupakan contoh jenis wacana ini. Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yakni wacana prosa, puisi, dan drama. Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa yang dapat berupa wacana tulis atau lisan. Contoh wacana prosa tulis misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh prosa wacana lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah. Wacana puisi ialah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa:geguritan). Seeperti halnya wacana prosa, wacana puisi juga dapat berupa wacana tulis dan lisan. Puisi dan syair adalah contoh jenis wacana puisi tulis, sedangkan puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan jenis wacana puisi lisan. Sedangkan yang dimaksud wacana drama adalah wacana yang disampaikan commitdialog, to userbaik berupa wacana tulis maupun dalam bentuk drama, dalam bentuk
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana narasi atau wacana penceritaan disebut juga wacana penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana ini pada umumnya terdapat pada berbagai fiksi. Sedangkan wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan sesuatu menurut apa adanya. Selanjutnya wacana eksposisi yaitu wacana pembeberan, wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku namun berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Kemudian wacana argumentasi yang merupakan wacana berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. Dan yang terakhir wacana persuasi yakni wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, bertujuan memengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut. Berpijak dari pendapat yang disampaikan oleh Sumarlam sebelumnya Mulyana memiliki pendapat yang sedikit berbeda. Wacana setidaknya dapat dipilah atas dasar beberapa segi, yaitu bentuk, media penyampaiannya, jumlah penutur, sifat, isi serta gaya, dan tujuannya (Mulyana, 2005:47-66). Pemilahan atas dasar segi lain jelas masih sangat terbuka. Itu artinya, wacana akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan pemakaiannya di dalam masyarakat bahasa. Berdasarkan bentuknya wacana dapat dipilah menjadi wacana naratif (menceritakan suatu kisah), wacana prosedural (memberikan
petunjuk
atau keterangan bagaimana sesuatu harus commit(menjelaskan to user dilaksanakan), wacana ekspositori sesuatu secara informatif),
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wacana hortatori (memengaruhi agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan), wacana dramatik (berisi percakapan antarpenutur), wacana epistoleri (biasa digunakan dalam surat menyurat), dan wacana seremonial (digunakan
dalam
seremonial
atau
upacara).
Berdasarkan
media
penyampaiannya, wacana dapat dipilah menjadi wacana tulis dan lisan. Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat dikelompokkan menjadi wacana monolog dan wacana dialog. Berdasarkan sifatnya, wacana dapat dibedakan menjadi wacana fiksi (dapat berupa puisi, prosa, dan drama) dan wacana nonfiksi. Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah berdasarkan nuansa atau muatan tentang hal yang disampaikan, contohnya wacana politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Hanya ada wacana iklan jika dilihat dari sudut pandang gaya dan tujuan. Selain itu Chaer (1994:272-273) juga menyatakan pembagian wacana berdasarkan dari sudut pandang mana wacana itu dilihat. Berdasarkan sarananya wacana dapat dibagi menjadi wacana lisan dan wacana tulis. Berdasarkan penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian atau bentuk uraian atau bentuk puitik, wacana dibedakan menjadi wacana prosa dan wacana puisi. Kemudian dalam wacana prosa dikhususkan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi. Berdasar dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana dapat dikelompokkan berdasar sudut pandang yang digunakan. Sudut pandang yang digunakan untuk mengklasifikasikan wacana secara umum yakni berdasarkan bahasa, media atau sarana penyampaiannya, bentuk, cara dan tujuan pemaparannya , jumlah penutur, sifat, dan isinya. Wacana akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan pemakaiannya di dalam masyarakat bahasa sehingga pengklasifikasian dari sudut pandang lain masih sangat memungkinkan.
c. Fungsi Wacana Fungsi wacana seringkali identik dengan fungsi bahasa. Dikatakan commit to user kebahasaan yang utuh tentang demikian karena wacana merupakan rekaman
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peristiwa komunikasi. Komunikasi tersebut dapat disampaikan baik secara lisan maupun secara tertulis. Seperti halnya bahasa, wacana bisa bersifat transaksional jika yang dipentingkan adalah isi komunikasi, sedang bersifat interaksional jika wacana merupakan komunikasi timbal balik (Samsuri, 1987/1988:1). Wacana interaksional dapat berupa percakapan, debat, tanya jawab, (di pengadilan, di kantor polisi, dan sebagainya), untuk wacana lisan, dan polemik, surat menyurat untuk wacana tertulis. Wacana transaksional bisa berupa instruksi, iklan, surat, esai, makalah, tesis, untuk wacana tertulis dan pidato,
ceramah,
tuturan,
deklamasi,
untuk
wacana
lisan.
Wacana
mengasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee). Dalam wacana tulis, keduanya adalah penulis dan pembaca, sedangkan dalam wacana lisan keduanya yakni pembicara dan pendengar. Sementara itu, Halliday dalam Sudaryanto (1990:17-18) menyatakan bahwa sebuah wacana dapat menyampaikan fungsi atau makna, antara lain ideasional; interpersonal; dan tekstual. Fungsi ideasional merupakan fungsi penggagas. Fungsi ini merepresentasikan pengalaman penutur tentang dunia nyata. Fungsi interpersonal merupakan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial. Selanjutnya, fungsi tekstual merupakan fungsi bahasa untuk membentuk mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsur situasi (feature of situation) yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh pemakainya. Halliday dalam Tarigan (1987:6-7) memaparkan tujuh fungsi bahasa, antara lain: a. Fungsi instrumental (the instrumental function), melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi. Kalimatkalimat seperti: (1) Ibu melihat dengan mata kepala sendiri bahwa sayalah yang menolong membawa anak itu ke Puskesmas. (2) Jangan biasakan memaki-maki orang lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
Kalimat tersebut di atas mengandung fungsi instrumental. Kalimat-kalimat tersebut merupakan tindakan-tindakan komunikatif yang menimbulkan kondisi tertentu. b. Fungsi regulasi (the regulation function), bertindak untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa. Fungsi regulasi, fungsi pengendalian atau fungsi pengatura ini bertindak untuk mengendalikan serta mengatur orang lain. Demikianlah, pengaturan pertemuan-pertemuan antara orangorang -persetujuan, celaan, ketidaksetujuan, pengawasan tingkah laku, menetapkan peraturan dan hukum- merupakan ciri fungsi regulasi bahasa. Jika berkata: ”Kamu mencuri, karena itu kamu dihukum!” maka fungsi bahasa di sini adalah fungsi instrumental. Tetapi kalimat: Kalau kamu mencuri maka kamu pasti dihukum” mengandung fungsi regulasi atau fungsi pengaturan. c. Fungsi pemerian (the representational function) adalah penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan, dengan kata lain menggambarkan, memerikan realitas sebenarnnya, seperti dilihat oleh seseorang. Contohnya: Matahari panas. Bapak gubernur membuka lokakarya itu dengan menyanpaikan pidato pengarahan. Jalan ke desa itu licin dan menurun d. Fungsi interaksi (the interactional function) bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi, dan interaksi sosial. Keberhasilan komunikasi interaksional ini menuntut pengetahuan secukupnya mengenai loga (slang), logat khusus (jargon), lelucon, cerita rakyat (folklore), adat istiadat dan budaya setempat, tata krama pergaulan,dan sebagainya. e. Fungsi perorangan (the personal function) memberi kesempatan kepada seseorang pembicara untuk mengekspresikan perasaan. Emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam. Kepribadian seseorang biasanya commit to user ditandai oleh penggunaan fungsi personal bahasanya dalam komunikasi
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan orang lain. Dalam hakiakt bahasa perorangan ini jelas bahwa kesadaran, perasaan, dan budaya turut sama-sama berinteraksi dengan cara-cara yang beraneka ragam. f. Fungsi heuristik (the heuristic function) melibatkan penggunaan bahasa untuk
memperoleh
ilmu
pengetahuan,
mempelajari
seluk-beluk
lingkungan. Fungsi heuristik seringkali disampaikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang menuntut jawaban. Secara khusus, anak-anak memanfaatkan penggunaan fungsi heuristik ini dalam aneka pertanyaan ”mengapa” yang tidak putus-putusnya mengenai dunia sekelilingnya, alam sekitar mereka. Penyelidikan, rasa ingin tahu, merupakan suatu metode heuristik untuk memperoleh representasi-representasi realitas orang lain. Berikut contohnya: Mengapa malam gelap? Mengapa matahari panas? g. Fungsi imajinatif (the imaginative function) melayani penciptaan sistemsistem atau gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif. Mengisahkan ceritacerita dongeng, membacakan lelucon, atau menulis novel, merupakan praktik penggunaan fungsi imajinatif bahasa. Pembicara dan pendengar bebas berpetualang dan mengembara ke seberang dunia nyata untuk menjelajahi puncak-puncak keluhuran serta keindahan bahasa itu sendiri, dan melalui bahasa itu pembicara dan pendengar dapat menciptakan mimpi-mimpi yang ia inginkan.
3. Hakikat Analisis Wacana Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru benar-benar berkembang mantap pada awal tahun 1980-an. Sebagaimana ditegaskan oleh Suwandi (2008:145) bahwa analisis wacana dipandang sebagai kecenderungan “baru” dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi bahasa sebagai sarana to user komunikasi. Pokok perhatiancommit analisis wacana juga terus berkembang dan
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merebak pada hal-hal atau persoalan yang banyak diperbincangkan orang di masa sekarang, seperti perbedaan gender, wacana politik, dan emansipasi wanita, serta sejumlah masalah sosial lainnya. (Mulyana, 2005:68-69). Minchin mendefinisikan analisis wacana sebagai disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara orang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi (Minchin,
2007:1).
Sedangkan
Soeseno
Kartomiharjo
dalam
Purwo
berpendapat bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat yang lazimnya disebut wacana. Analisis wacana berupaya menganalisis wacana sampai pada suatu makna yang sama persis atau paling tidak paling dekat dengan makna yang dimaksud oleh penutur atau penulis. Analisis wacana menurut Cahyono (1995:227) dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa, dengan kata lain analisis wacana mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar seperti percakapan atau tek tertulis. Menurut definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis wacana membahas apa yang disampaikan penyapa (secara lisan) dalam percakapan dan mencerna apa yang ditulis oleh penulis dalam buku teks. Brown dan Yule (1996) menyatakan: The analysis of discourse is, necessarily, the analysis of language in use. A such, it cannot be restricted to the description of linguistic forms independent of the purpose or functions which those forms are designed to serve in human affairs. While some linguist may cosentrate on determining the formal properties of a language, the discourse analyst is commited to an investigation of what that language is used for. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa analisis wacana adalah analisis sebuah bahasa yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa analisis wacana menurut pendapat mereka berpijak dari segi fungsi bahasa. Sebagaimana dikutip Mulyana bahwa secara hierarkis, pendekatan bahasa dimulai dari tingkat dan lingkup paling kecil menuju kepada tingkat paling besar. Secara berurutan, tingkat runtutan analisisnya bisa disusun commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai berikut: analisis fonologi (bunyi) sebagai kajian awal terhadap bahasa, disusul kemudian oleh kajian morfologi (bentuk), analisis sintaksis (kalimat dan gramatikanya), analisis semantik (makna), analisis pragmatik (pemakaian dan konteksnya), dan terakhir bidang analisis wacana (kajian tentang kata, kalimat, makna, pemakaian, dan interpretasinya). Oleh karena penjabaran di atas, untuk melakukan analisis wacana maka perlu mengetahui analisis kebahasaan yang ada di bawahnya. Seperti yang dipaparkan Kusumawardani, 1994 yaitu diperlukan teknik analisis yang bersifat internal dan eksternal. Unit-unit analisis internal meliputi teks dan konteks, tema, topik, judul, aspek keutuhan wacana leksikal, gramatikal, dan semantik.
Sedangkan
unit-unit
analisis
eksternal
meliputi
inferensi,
presuposisi, implikatur, dan pemahaman yang mendalam tentang konteks tutur yang menjadi latar belakang terjadinya suatu tuturan. Namun, tidak harus seluruh unit analisis dikaji, analisis dapat juga dilakukan dengan satu atau dua unsur yang memang dibutuhkan kejelasannya. Jadi, sedikit atau banyaknya unit-unit yang dikaji tidak langsung menjamin kualitas analisis wacana. Penyebab kualitas analisis kebahasaan dipengaruhi oleh: 1. Kemampuan dan profesionalisme analis bahasa; 2. Ketinggian analisis; dan 3. Teknik dan metode analisis yang digunakan. Untuk memahami suatu wacana, diperlukan kemampuan dan cara-cara tertentu. Kemampuan berkaitan dengan pengetahuan umum seorang analisis wacana.
Sedangkan
cara
yang
dimaksudkan
adalah
prinsip-prinsip
pemahaman terhadap wacana. Beberapa prinsip yang penting antara lain adalah prinsip analogi dan prinsip penafsiran lokal. Selain pemahaman prinsip proses analisis wacana dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia teknik dan metode analisis wacana yang memadai. Adapun metode tersebut sebagai berikut: commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Metode Distribusional Adalah metode yang digunakan untuk tujuan-tujuan analisis struktur wacana secara internal. Wacana sebagai struktur
yang
dipresentasikan oleh serangkaian kalimat, perlu diuraikan kesatuan dan keruntutan alur maknanya. Teknik untuk menganalisis pola keruntutan itu adalah dengan penerapan Teknik Permutasi (Balik) dan Teknik Substitusi (ganti). a. Teknik Permutasi adalah teknik yang digunakan untuk menguji: (a) kesejajaran atau kelancaran makna dalam rangkaian kalimat; (b) menguji ketegaran letak suatu unsur dalam susunan beruntun (Sudaryanto, 1985: 44). b. Teknik Subtitusi adalah teknik analisis kalimat atau rangkaian kalimat dengan cara mengganti bagian atau unsure kalimat tertentu dengan unsur lain di luar kalimat yang bersangkutan (Sudaryanto, 1985: 27). 2. Metode Pragmalinguistik Adalah gabungan analisis pragmatik dan linguistik (struktural). Metode ini melihat wacana atas dasar statusnya sebagai satuan lingual atau struktur kebahasaan, akan tetapi dalam analisisnya mengedepankan aspekaspek pragmatik (pemakaian bahasa secara langsung). Adapun hal-hal yang perlu dipelajari mencakup empat hal. a. Deiksis adalah hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa. Katakata yang bermakna persona (saya), tempat (sini), dan waktu (sekarang), misalnya, adalah kata-kata yang bersifat deiktis. Kata-kata seperti itu tidak memiliki refrensi yang tetap. b. Tindak ujar adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran mengandung fungsi komunikasi tertentu. Jadi, tidak semata-mata hanya asal bicara. Konsep tindak ujar dalam kajian pragmatik terbagi menjadi tiga macam, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi. c. Praanggapan d. Implikatur
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Metode Konten Analisis Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dari suatu wacana (misalnya karya sastra). Langkah-langkah penelitian yang menggunakan metode analisis konten adalah sebagai berikut: (Darmiati, 1993: 28). a. Pengadaan data 1) Penentuan satuan (unit) 2) Penentuan sampel 3) Perekaman atau pencatatan b. Reduksi data (data yang kurang relevan dikurangi) c. Inferensi (proses pengambilan kesimpulan) d. Analisis (mencari isi dan makna simboliknya) 4. Metode Deskriptif Metode yang digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Dalam kajiannya metode ini menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, faktual (apa adanya) (Arikunto, 1993: 310). Langkah-langkah analisis deskriptif yang dapat dilakukan untuk menganalisis wacana surat kabar, antara lain: a. Memilih dan menentukan jenis wacana yang akan diteliti b. Menentukan unit analisis c. Mendeskripsikan (menganalisis satuan data). Sejumlah rangkaian kalimat terpilih, kemudian diklasifikasi dan direduksi untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel. Beberapa gejala referensi yang memiliki kesamaan pola dikelompokkan, untuk kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil dari analisi deskriptif adalah seperangkat uraian yang memaparkan, menggambarkan, mengurai, atau menjelaskan gejala referensi yang terjadi dalam wacana.
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Hakikat Analisis Wacana Tekstual a. Teks dan Koteks Ricoeur dalam Sobur (2009:53) menyatakan bahwa teks adalah wacana (berarti lisan) yang difiksasikan ke dalam bentuk tulisan. Dalam definisi tersebut secara implisit terlihat bahwa terdapat hubungan antara tulisan dengan teks. Apabila tulisan adalah bahasa lisan yang difiksasikan, maka teks adalah wacana yang difiksasikan ke dalam bentuk teks. Banyak orang mempertukarkan istilah “teks” dan “ wacana”. Sebenarnya, istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis, dan wacana pada bahasa lisan. Guy Cook dalam Eriyanto (2009:9) berpendapat bahwa teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Dalam tradisi tulis, teks bersifat „monolog noninteraksi‟, dan wacana lisan bersifat „dialog interaksi‟. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam bahasa tulisan yang berisi materi tertentu, seperti naskah materi kuliah, pidato, atau lainnya. Sebenarnya teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks direalisasi (diucapkan) dalam bentuk „wacana‟. Mengenai hal ini Van Dyk dalam Nababan (1987:64) mengatakan bahwa teks lebih bersifat konseptual. Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan wacana lisan dan wacana tulis berkaitan dengan teks, didapati pula istilah koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi). Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung beberapa aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud commit to user antara lain adalah kohesi, koherensi, topik,wacana, aspek leksikal, aspek
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Brown dan Yule (1996:6-9) berpendapat bahwa wacana terealisasikan dalam bentuk teks, sehingga kata eks dipakai sebagai istilah teknis yang mengacu pada rekaman verbal tindak komunikasi. Halliday (1992:13) menyatakan bahwa teks adalah bahasa yang berfungsi, yaitu bahasa yang sedang melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi tertentu pula. Hal ini tentunya berbeda dengan kata-kata atau kalimat-kalimat lepas. Oleh karena itu, bahasa yang diambil dari konteks situasi tertentu dapat pula disebut teks. Media penyampaiannya dapat berupa tuturan atau tulisan. Jadi teks adalah satuan bahasa yang memiliki keutuhan makna yang bersifat fungsional dan kontekstual. Berkaitan dengan teks, didapati pula istilah koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya, teks yang memiliki hubungan dengan teks lainnya (Mulyana, 2005:10). Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi). Koordinat antarwacana atau ko-teks sangat penting dalam menentukan penafsiran makna ujaran. Hal ini disebabkan dalam wacana, makna sebuah teks atau bagian-bagiannya sering ditentukan oleh pengertian yang diberikan oleh teks lain. Teks di sini dapat berwujud ujaran (kalimat), paragraf, atau pun wacana. Memang benar bahwa ujaran yang berurutan saling menopang dalam penafsiran maknanya. Hal itu mungkin sekali disebabkan oleh sifat linearitas bahasa. Oleh karena itu pasangan berdekatan menunjukkan pentingnya sebuah koteks dalam memahami dan menganalis wacana. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran keutuhan wacana itu adalah gambaran berbagai aspek yang terealisasikan di dalam kotes dan konteks yang perlu dikaji secara mendalam. Aspek-aspek teks antara lain adalah ragam dan bentuk bahasa, pola kalimat, dan paragraf, relasi antarkalimat dan antarparagraf, bentuk dan cirri setiap alenia, bentuk-bentuk ungkapan persuasi, dan sebagainya. Aspek-aspek teks tersebut memiliki ciri dan keragaman yang bervariasi, tergantung pada koteks dan konteks yang melingkupi wacana tersebut. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Analisis Wacana Tekstual Sebagaimana telah dikaji oleh para ahli linguistik bahwa wacana adalah satuan terlengkap. Sementara itu, dalam hierarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sementara itu, Stuubs (1983: 1) mengatakan bahwa analisis wacana merujuk pada upaya mengaji pengaturan bahasa di atas kalimat atau di atas klausa, dan karenanya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, dan kususnya interaksi antar dialog antarpenutur. Dengan demikian, definisi ini mencakup istilah yang ruang lingkupnya pada wacana lisan sehingga lebih sempit. Dede Oetomo (1993:5) lebih jauh menjelaskan bahwa analisis teks; hanya saja, istilah ini digunakan dalam tradisi Eropa tertentu, seperti dicontohkan oleh karya-karya Petfi, Van Dijk dan ahli-ahli lainnya tentang gramatika teks. Ahli kebahasaan seperti Halliday yang membahas teks dan konteks lebih mendalam cenderung menyamakan antara teks dan wacana. Pendapat ini tersirat pada saat ia membahas tentang konteks;
menurut
Halliday dan
Hasan
(1992:6),
dalam
kehidupan
sesungguhnya konteks mendahului teks, situasinya ada lebih dahulu dari wacana yang berhubungan dengan situsi itu. Analisis tekstual adalah analisis wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji (Sumarlam, et. al, 2010). Analisis wacana tekstual mempunyai dua lingkup penganalisisan yakni analisis aspek gramatikal dan leksikal. Aspek gramatikal wacana menitikberatkan pada segi bentuk dan struktur lahir sebuah wacana. Aspek gramatikal wacana meliputi pengacuan (reference), penyulihan (subtitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion). Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam, et. al, 2010). Sedangkan aspek leksikal wacana commit to struktur user menitikberatkan pada segi makna atau batin sebuah wacana. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
hal ini, aspek leksikal wacana bertumpu pada hubungan secara semantis. Aspek leksikal wacana meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Berikut akan dijelaskan satu persatu kedua aspek tersebut: 1. Aspek Gramatikal dalam Analisis Wacana Linguistik dalam suatu teks tidaklah terjadi secara kebetulan, namun mematuhi ketergantungan-ketergantungan dan kaidah-kaidah gramatikal. Semua fungsi yang diterapkan untuk menciptakan hubungan di antara unsurunsur permukaan dikategorikan sebagai kohesi. Berikut ini akan dikemukakan beberapa cara yang digunakan untuk mencapai kohesi. a) Pengacuan (reference) Pengacuan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam et. al, 2010:23). Lebih lanjut Samsuri (1987/1988:57) mengemukakan, bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bahwa referensi ialah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara untuk mengacu ke hal-hal yang dibicarakannya itu. Kedua, jika dalam semantik formal sesuatu yang dirujuk itu mesti benar, dalam wacana apa yang dimaksud dengan referensi yang benar, ialah referensi yang dimaksud oleh pembicara. Oleh karena itu, konsep yang dipakai sebenarnya bukan referensi yang benar, melainkan lebih tepat referensi „yang berhasil‟. Untuk tujuan memahami amanat bahasa yang sedang berlaku, referensi yang berhasil bergantung pada pengenalan atau identifikasi pendengar akan referensi yang dimaksud oleh pembicara berdasarkan ungkapan yang dipakai untuk mengacunya. Hal akhir yang melibatkan pengertian „mengenai referen yang dimaksud oleh pembicara‟, yang sangat penting dalam mempertimbangkan tiap penafsiran ungkapan acuan dalam wacana. Samsuri berpendapat “biarpun terdapat kenyataan bahwa dalam beberapa analisis diajukan gagasan, bahwa ungkapancommit tertentu mempunyai referensi yang unik dan to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bebas, secara umum dapat dinyatakan, bahwa, apapun bentuk ungkapan acuan itu, fungsi referensinya tentu bergantung pada maksud pembicara pada waktu pemakaiannya itu” (Samsuri, 1987/1988:57). Berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis: (1) pengacuan endofora apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks wacana itu, dan (2) pengacuan eksofora apabila acuannya berada atau terdapat di luar teks wacana (Sumarlam, et. al 2010:23). Jenis kohesi yang pertama, pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis lagi, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis (cataphoric reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang lain yang mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian. Satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain itu dapat berupa persona (kata ganti orang), demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual yang berfungsi membandingkan antara unsur yang satu dengan unsur lainnya) (Sumarlam, et. al 2010:23-24). Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) pengacuan persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif. Ketiga macam pengacuan beserta contoh-contohnya dapat diperlihatkan sebagai berikut.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Pengacuan Persona Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya yang berupa bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat kanan). Dengan demikian satuan lingual aku, kamu, dan dia, misalnya, masing-masing merupakan pronomina persona I, II, dan III tunggal bentuk bebas. Adapun bentuk terikatnya adalah ku(misalnya pada kutulis), kau- (pada kautulis), dan di- (pada ditulis) masing-masing adalah bentuk terikat lekat kiri; atau –ku (misalnya pada istriku, -mu (pada istrimu), dan –nya (pada istrinya) yang masingmasing merupakan bentuk terikat lekat kanan (Sumarlam, 2010:24-25). Beberapa contoh kepaduan wacana yang didukung oleh kohesi gramatikal yang berupa pengacuan persona dapat diamati pada contoh berikut ini: (1) “Pak RT, saya terpaksa minta berhenti”, kata Basuki bendaharaku yang pandai mencari uang itu. (2) Namun, seperti biasanya Bu Tlasih tidak mau menerima, ia pergi tanpa pamit. (Sumarlam, et. al, 2010:24) Pada tuturan (1) pronominal persona I tunggal bentuk bebas saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan (teks) yang disebutkan kemudian, yaitu Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu). Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu maka saya (1) menuturkan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks), yang bersifat kataforis (karena acuannya disebutkan kemudian atau antesedennya berada di sebelah kanan) melalui satuan lingual berupa pronominal persona I tunggal bentuk bebas. Sementara itu, -ku pada bendaharaku pada tuturan yang commit to user sama yang mengacu pada Pak RT yang telah disebutkan terdahulu
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang antesedennya berada di sebelah kiri. Satuan lingual –ku merupakan pronominal persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan. Dengan ciri-ciri semacam itu, maka –ku adalah jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora yang kataforis melalui pronomina persona tunggal bentuk terikat lekat kanan. Sementara itu, ia pada tuturan (2) mengacu pada Bu Tlasih (kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis melalui pronominal persona III tunggal bentuk bebas) (2) Pengacuan Demonstratif Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti: kini dan sekarang), lampau (seperti: kemarin dan dulu), akan datang (seperti: besok dan yang akan datang), dan waktu netral (seperti: pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta) (Sumarlam, et. al, 2010:26). Pengacuan demonstratif waktu sebagaimana dijelaskan di atas dapat diamati pada contoh berikut ini. (3) Peringatan 57 tahun Indonesia merdeka pada tahun 2002 ini akan diramaikan dengan pergelaran pesta kembang api di ibu kota Jakarta. (4) Pada tanggal 21 April 2001 kurang lebih genap setahun yang lalu, di Gedung Wanita ini juga sudah pernah diadakan seminar mengenai mengenai kewanitaan tingkat nasional (Sumarlam, et. al, 2010:26). Pada tuturan (3) terdapat pronominal demonstratif ini yang mengacu pada waktu kini, yaitu pada tahun 2002 saat kalimat itu dituturkan oleh pembicara atau dituliskan oleh penulisnya. Pengacuan demikian
termasuk
jenis pengacuan endofora yang anaforis. commit to user Penggunaan satuan lingual setahun yang lalu pada tuturan (4)
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengacu pada waktu lampau, yaitu tanggal 21 April 2001 yang juga termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya. Berikut ini adalah contoh kohesi gramatikal yang didukung oleh pengacuan tempat. (5) “Ya di kota Sala sini juga Ayah dan Ibumu mengawali usaha batik”, kata Paman sambil menggandeng saya. (6) “Surat dari sekolahan tadi mana Bu?” “Tadi rasanya ibu taruh di atas meja situ”, jawab Bu Partono sambil membetulkan kacamatanya yang sudah tiga mili tebalnya (Sumarlam, et. al, 2010:27) Tampak pada contoh di atas, kata sini pada tuturan (5) mengacu pada tempat yang dekat dengan pembicara. Dengan kata lain, pembicara (dalam hal ini paman) ketika menuturkan kalimat ia sedang berada di tempat yang dekat yang dimaksudkan pada tuturan itu, yaitu berada di Kota Sala. Kata situ pada tuturan (6) mengacu pada tempat yang agak jauh dengan pembicara. Dengan kata lain, meja yang dimaksudkan oleh pembicara (Bu Partono) adalah meja yang terdapat agak jauh dari posisi pembicara. (3) Pengacuan Komparatif Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan (Sumarlam, et.al, 2010:27). Berikut adalah contoh pengacuan komparatif: (7) Tidak berbeda dengan ibunya, Nita itu orangnya cantik, ramah, dan lemah lembut. (8) Apa yang dilakukan hanya dua: jika tidak membaca buku, ya melamun entah apa yang dipikirkan, persis seperti orang yang terlalu banyak utang (Sumarlam, et. al, 2010:28). commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Satuan lingual tidak berbeda dengan pada tuturan (7) adalah pengacuan
komparatif
yang
berfungsi
membandingkan
antara
kecantikan, keramahan, kelemahlembutan Nita dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang sama yang dimiliki oleh ibunya. Sementara itu, satuan lingual persis seperti pada tuturan (8) mengacu pada perbandingan persamaan antara sikap atau perilaku orang yang melamun (duduk termenung dan pikirannya ke mana-mana) dengan sikap atau perilaku orang yang terlalu banyak utang. (b) Penyulihan (substitution) Penyulihan ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan struktur tertentu (Harimurti Kridalaksana, 2001:100). Proses substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal (Sumarlam, et.al, 2010:28-30).
(1) Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang berkategori nomina, misalnya kata gelar dan titel pada contoh berikut ini: (9) Agus sekarang sudah berhasil mendapat gelar Sarjana Sastra. Titel kesarjanaan itu akan digunakan untuk mengabdi ke nusa dan bangsa melalui sastranya (Sumarlam, et. al, 2010:38). Pada contoh (9) satuan lingual nomina gelar yang telah disebut terdahulu digantikan oleh satuan lingual nomina pula yaitu kata titel yang disebutkan kemudian. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Substitusi Verbal Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba. Misalnya, kata ceritakan digantikan dengan kata dongengkan. Substitusi semacam ini dapat diperhatikan pada tuturan berikut ini: (10) Wisnu mempunyai hobi mengarang cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di bangku sekolah menengah pertama (Sumarlam, et. al, 2010:29 ). Pada contoh (10) tampak adanya penggantian satuan lingual berkategori verba mengarang dengan satuan lingual lain yang berkategori sama, yaitu berkarya. (3) Substitusi Frasal Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Substitusi frasal ini misalnya tampak pada contoh berikut: (11) Aku tidak meneruskan pertanyaanku, Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang sama-sama diam (Sumarlam, et. al, 2010:29) Tampak pada contoh (11) kata aku pada kalimat pertama dan Ibuku pada kalimat kedua disubstitusi dengan frasa dua orang pada kalimat ketiga (4) Substitusi Klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Agar lebih jelas perhatikan contoh tuturan (12) berikut ini. (12) S: “Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya; mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang”. T: “Tampaknya memang begitu (Sumarlam, et. al, commit to user 2010:29-30)
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada percakapan di atas terdapat substitusi klausal, yaitu tuturan yang berupa satuan lingual klausa atau kalimat itu disubstitusi oleh satuan lingual lain pada tutura T yang berupa kata begitu.
Atau
sebaliknya, kata begitu pada tuturan T menggantikan klausa atau kalimat pada tuturan S. Setelah dicermati contoh-contoh kohesi gramatikal melalui penyulihan atau substitusi, baik substitusi nominal, verba, frasal, maupun klausal, maka substitusi tersebut saling mendukung kepaduan wacana juga mempunyai fungsi lain yang sangat penting. Dalam hal ini, penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana itu juga berfungsi untuk (1) menghadirkan variasi bentuk, (2) menciptakan dinamisasi narasi, (3) menghilangkan kemonotonan, dan (4) memperoleh unsur pembeda (Sumarlam, et. al, 2010:30). (c) Pelesapan (ellipsis) Pelesapan atau ellipsis adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Bentuk atau unsure yang dilesapkan dapat diperkirakan wujudnya dari konteks luar bahasa (Harimurti Kridalaksana, 2001:40). Ellipsis juga merupakan penggantian unsure kosong (zero), yaitu unsure yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Adapun fungsi pelesapan dalam wacana anatara lain ialah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektivitas kalimat); (2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa; (3) mencapai aspek kepaduan wacana; (4) bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahsa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Gaya
penulisan
wacana yang menggunakan commit to user
ellipsis
biasanya
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengandaikan bahwa pembaca atau pendengar sudah mengetahui sesuatu, meskipun sesuatu itu tidak disebutkan secara eksplisit. Untuk itu perhatikan contoh kalimat berikut ini: (13) Budi seketika itu terbangun. Menutupi matanya karena silau, mengusap muka dengan saputangannya, lalu bertanya, “Di mana ini?” (Sumarlam, et. al, 2010:30) Pada tuturan (13) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu Budi yang berfungsi sebagai subjek atau pelaku tindakan pada tuturan pada tuturan tersebut. Subjek yang dilesapkan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum kata menutupi pada klausa kedua, sebelum kata mengusap pada klausa ketiga, dan sebelum kata lalu atau di antara kata lalu dan bertanya pada klausa keempat. Di dalam analisis wacana, unsur (konstituen) yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang Ø) pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Dengan cara seperti itu, maka peristiwa pelesapan pada tuturan (13) dapat direpresentasikan menjadi (13a), dan apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa adanya pelesapan maka tampak seperti (13b) sebagai berikut: (13) a. Budi seketika itu terbangun. Ø menutupi matanya karena silau, Ø mengusap muka dengan saputangannya, lalu Ø bertanya, “Di mana ini?” b. Budi seketika itu terbangun. Budi menutupi matanya karena silau, Budi mengusap muka dengan saputangannya, lalu Budi bertanya, “Di mana ini?” Tampak pada analisis di atas bahwa dengan terjadinya peristiwa pelesapan, seperti pada (13) atau (13a), maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efisien, wacananya menjadi padu (kohesif), dan memotivasi pembaca untuk lebih kreatif menemukan unsur-unsur yang dilesapkan, serta praktis dalam berkomunikasi. Fungsi-fungsi semacam itu tentu tidak ditemukan pada tuturan (13b), sekalipun dari segi informasi lebih jelas atau lengkap daripada (13) dan (13a). commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(d) Perangkaian (conjunction) Perangkaian atau konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa
dengan
klausa,
kalimat
dengan
kalimat,
dan
seterusnya
(Kridalaksana, 2001:105; Tarigan, 1987:101). Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, et.al, 2010:32). Dilihat
dari
maknanya
perangkaian
unsur
dalam
wacana
mempunyai bermacam-macam makna. Makna perangkaian beserta konjungsi yang dapat dikemukakan di sini antara lain: a) sebab-akibat yang ditandai dengan penggunaan kata sebab, karena, maka, makanya; b) pertentangan yang biasa yang ditandai dengan penggunaan kata tetapi, namun; c) kelebihan atau eksesif yang ditandai dengan penggunaan kata malah; d) perkecualian (ekseptif) yang ditandai dengan penggunaan kata kecuali; e) konsesif yang ditandai dengan penggunaan kata walaupun, meskipun; f) tujuan yang ditandai dengan penggunaan kata agar, supaya; g) penambahan (aditif) yang ditandai dengan penggunaan kata dan, juga, serta; h) pilihan (alternatif) yang ditandai dengan penggunaan kata atau, apa; i) harapan (optatif) yang ditandai dengan penggunaan kata mogamoga, semoga; j) urutan (sekuensial) yang ditandai dengan penggunaan kata lalu, terus, kemudian; k) perlawanan yang ditandai dengan penggunaan kata sebaliknya; l) waktu ; yang ditandai dengan penggunaan kata setelah, sesudah, usai, selesai; commit to userm) syarat yang ditandai dengan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penggunaan kata apabila, jika (demikian); n) cara yang ditandai dengan penggunaan kata dengan (cara) begitu; o) makna lainnya yang ditemukan dalam tuturan. Beberapa contoh penggunaan perangkaian atau konjungsi beserta makna yang ditimbulkan dalam tuturan dapat diperhatikan pada tuturan di bawah ini. (14) Karena pelayannya ramah, cantik, masih gadis lagi,setiap saat warungnya penuh pembeli (15) Maksud Bapak benar, dan maksud Sigit pun juga tidak salah (Sumaram, et. al, 2010:33) Konjungsi karena pada contoh (14) sekalipun berada pada awal kalimat tetap berfungsi untuk menyatakan hubungan seba-akibat atau hubungan kausal antara klausa penjualnya cantik, ramah, masih gadis sebab, dengan klausa berikutnya yaitu setiap saat warungnya penuh pembeli sebab akibat. Konjungsi dan pada (15) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Konjungsi dan pada kalimat tersebut menyatakan makna penambahan atau aditif.
2. Aspek Leksikal Wacana Sumarlam (2010:35) berpendapat bahwa kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantik. Dalam hal ini untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan yang lain dalam wacana. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kusharyati (2009:98) yang menyatakan bahwa kohesi
leksikal adalah hubungan semantik antarunsur pembentuk
wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Aspek leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). a) Repetisi (pengulangan) Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yakni (1) repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repitisi anafora, repitisi epistrofa, repetisi simploke, repetisi mesodiplosis,
repetisi
epanalepsis, repetisi anadiplosis (Keraf, 1990:127-128). Berikut ini adalah penjelasan dan contoh-contoh mengenai kedelapan jenis repetisi tersebut. (1) Repetisi Epizeuksis Repetisi
yaitu pengulangan satuan lingual
(kata)
yang
dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Contoh repitisi semacam itu dapat diperhatikan pada tuturan berikut ini: (16) Sebagai orang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita butuh. Mari kita berdoa bersama-sama selagi Allah mencintai umat-Nya (Sumarlam, et. al, 2010:34-35). Pada tuturan di atas, kata selagi diulang beberapa kali secara berturutturut untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan itu. (2) Repetisi Tautotes Repetisi tautotes yaitu pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Agar lebih jelas, berikut ini contohnya: (17) Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat mempercayai dia, dia pun sangat mempercayai aku. Aku dan commit dia saling mempercayai (Sumarlam, et. al, to user 2010:35)
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Repitisi Anafora Repetisi anafora yaitu pengulangan satuan lingual berupa frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa. Berikut ini contohnya: (18) Bukan nafsu, bukan wajahmu, bukan kakimu, bukan tubuhmu, Aku mencintai karena hatimu (Sumarlam, et. al, 2010:35) Pada penggalan puisi di atas terjadi repetisi anafora berupa pengulangan kata bukan pada baris pertama sampai keempat. Repetisi semacam itu dimanfaatkan oleh penulis puisi untuk menyampaikan maksud bahwa aku (tokoh pertama pada puisi itu) mencintai seseorang benar-benar karena hatinya, bukan karena wajah, bukan karena kaki, dan bukan karena tubuhnya. (4) Repitisi Epistrofa Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Berikut ini merupaka contohnya: (19) Bumi yang kudiami, laut yang kulayari, adalah puisi. Udara yang kauhirup, air yang kauteguki, adalah puisi. Kebun yang kautanami, bukit yang kaugunduli adalah puisi. Gubuk yang kauratapi, gedung yang kautinggali adalah puisi (Gorys Keraf, 1990:128) Tampak pada bait puisi di atas satuan lingual adalah puisi yang diulang empat kali pada tiap baris secara berturut-turut . (5) Repetisi Simploke Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut, seperti tampak pada contoh berikut ini.
commit to user (20) Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin (Gorys Keraf, 1990:128) Pada bait puisi tersebut terdapat pengulangan satuan lingual “kamu bilang hidup ini” pada baris pertama dan kedua, dan satuan lingual “kamu bilang nggak punya” pada baris ketiga dan keempat, masing-masing terdapat pada awal baris. Sementara itu, satuan lingual yang berupa kata “biarin” diulang empat kali pada tiap akhir baris pertama sampai dengan keempat. (6) Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis yaitu pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris kalimat secara berturut-turut. (21) Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon. Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng Para pembesar jangan mencuri bensin Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri (Keraf, 1990:128) (7) Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. Repetisi jenis ini dapat diamati pada contoh berikut. (22) Minta maaf kepadanya sebelum dia dating minta maaf. Kamu mengalah bukan berarti dia mengalahkan kamu. Berbuat baiklah kepada semua selagi bisa berbuat baik (Sumarlam, et. al, 2010:37) Pada tuturan di atas terdapat repetisi epanalepsis, yaitu frasa minta maaf pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris pertama. Kata kamu pada akhir baris merupakan pengulangan kata yang sama pada awal baris kedua. Selanjutnya, frasa berbuat baik pada akhir baris merupakan pengulangan frasa yang sama pada awal baris ketiga. Pengulangan seperti itu berfungsi untuk commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menekankan pentingnya makna satuan lingual yang diulang, yaitu minta maaf, kamu, dan berbuat baik. (8) Repetisi Anadiplosis Repetisi anadiplosis yaitu pengulangan satuan lingual kata/frasa terakhir dari baris/kalimat berikutnya (Sumarlam, et .al, 2010:35-38). Berikut merupakan contoh repetisi anadiplosis: (23) Dalam hidup ada tujuan Tujuan dicapai dengan usaha Usaha disertai doa Doa berarti harapan Harapan adalah perjuangan Perjuangan adalah pengorbanan (Sumarlam, et. al, 2010:37) Tampak puisi di atas, kata ujaran pada akhir baris pertama menjadi kata pertama pada baris kedua, kata usaha pada akhir baris kedua menjadi kata pertama pada baris ketiga, kata doa pada akhir baris pertama menjadi kata pertama pada baris keempat, kata harapan pada baris keempat menjadi kata pertama pada baris kelima, dan kata perjuangan pada akhir baris kelima menjadi kata pertama pada baris terakhir (keenam) dari puisi itu.
b) Sinonimi (padan kata) Sinomimi adalah nama lain untuk benda atau hal yang sama, atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Chaer, 1994:85). Sinonim berfungsi menjalin makna yang sepadan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Suwandi (1994:91) menyatakan bahwa relasi atau hubungan dua bentuk bahasa (kata, frasa, kalimat) yang bersinonim bersifat dua arah. Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonim dapat dibedakan menjadi lima macam.kelima sinonim itu antara lain: (1) morfem (bebas) dengan morfem (terikat/klitik); (2) kata dengan kata; (3) kata dengan frasa dan commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebaliknya; (4) frasa dengan frasa; (5) klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat. (1) Sinonimi antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat) (24) Aku mohon kau mengerti perasaanku. (25) Kamu boleh bermain sesuka hatimu (Sumarlam, et. al, 2010:38) Pada contoh di atas morfem (bebas) aku (24) dan kamu (25) masingmasing bersinonim dengan morfem (terikat) –ku dan –mu. (2) Sinonim kata dengan kata (26) Meskipun capeg, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80%. SK pegnegku keluar. Gajiku naik (Sumarlam, et. al, 2010:38) Tampak pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonim antara kata bayaran pada kalimat pertama dengan kata gaji pada kalimat kedua dan ketiga. Kedua kata tersebut mempunyai makna sepadan. (3) Sinonim kata dengan frasa dan sebaliknya (27) Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah banyak gedung yang runtuh, rumahrumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang disapu badai (Sumarlam, et. al, 2010:38) Kepaduan wacana tersebut didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonim antara frasa hujan dan badai pada kalimat pertama dengan kata musibah pada kalimat berikutnya. Selain itu, kepaduannya juga didukung adanya pemakaian kata musibah itu dengan realisasi peristiwa yang digambarkan secara rinci melaluiungkapan gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang pada kalimat kedua. (4) Sinonim frasa dengan frasa (28) Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak baru dua hari pindah ke sini, dia sudah bisa commit to user beradaptasi dengan baik (Sumarlam, et.al, 2010:38)
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wacana di atas kepaduannya didukung oleh aspek leksikal sinonim antara frasa pandai bergaul pada kalimat pertama dengan frasa beradaptasi dengan baik pada kalimat ketiga. Kedua ungkapan itu mempunyai makna yang sepadan. (5) Sinonim klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat. (29) Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun juga harus akurat (Sumarlam, et. al, 2010:39) Klausa memecahkan masalah tersebut pada kalimat pertama bersinonim dengan klausa menyelesaikan persoalan itu pada kalimat kedua. Kedua klausa yang bermakna sepadan itu mendukung kepaduan wacana baik secara leksikal maupun semantis.
c) Kolokasi (Sanding Kata) Kolokasi adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan (Sumarlam, et. al, 2010:44). Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam suatu domain tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan masalah pendidikan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya, misalnya kata-kata seperti murid, guru, buku, sekolah, pelajaran, alat tulis,dll; dalam jaringan usaha (pasar) akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan permasalahan pasar dan partisipan yang berperan di dalam kegiatan tersebut, misalnya kata-kata jual, beli,penjual, pembeli, dagangan, warung, kios, took, rugi, laba, dll.
d) Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi adalah semacam relasi antarkata yang berwujud atas bawah. Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap bagian dari makna satuan commit tomerupakan user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponimi itu disebut “hipernim” atau “superordinat” (Sumarlam, et. al, 2010: 45). Fungsi hipernim adalah untuk mengikat hubungan antarunsur atau antarunsur lingual dalam wacana secara semantis terutama untuk menjalin hubungan makna atasan dan bawahan, atau antara unsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi. Contoh penggunaan hiponimi dapat diperhatikan pada penggalan wacana berikut ini. (30) Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang biasa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah warna sesuai lingkungannya, yaitu bunglon (dalam Sumarlam, et.al, 2010:43-44) Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau superordinat adalah binatang melata atau yang disebut reptil. Sementara itu, binatang-binatang yang merupakan golongan reptil sebagai hiponimnya adala katak, ular, cicak, kadal, dan bunglon. Hubungan antarunsur bawahan atau antarkata yang menjadi anggota hiponim itu disebut “kopohiponim”. Fungsi hiponim adalah untuk mengikat hubungan antarunsur atau antarsatuan lingual dalam wacana secara semantis terutama untuk menjalin hubungan makna atasan dan bawahan, atau antarunsur yang mencakupi dan unsur yang dicakupi.
e) Antonimi (Lawan Kata) Antonimi atau oposisi adalah relasi antar makna yang bertentangan atau berkebalikan dengan maknanya (Kushartanti, 2009:118). Antonimi juga disebut oposisi makna. Relasi makna antara satuan lingual yang berantonim bersifat dua arah. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dibedakan menjadi lima macam (Sumarlam, et. al, 2010:39-41), yakni: (1) Oposisi mutlak Oposisi mutlak yaitu pertentangan makna secara mutlak, seperti yang terdapat dalam tuturancommit berikut to ini:user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(31) Hidup dan matinya perusahaan tergantung dari usaha kita. Jangan hanya diam menunggu kehancuran, mari kita mencoba bergerak dengan cara lain (Sumarlam, et. al, 2010:39) Pada contoh di atas terdapat oposisi mutlak antara kata hidup dan mati pada kalimat pertama, dan kata diam dan bergerak pada kalimat kedua. (2) Oposisi kutub Oposisi kutub yaitu oposisi makna yang bersifat mutlak tetapi bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan makna pada kata-kata tersebut, untuk lebih jelasnya berikut contoh oposisi kutub: (32) Memasuki era globalisasi sekarang ini, meningkatkan kualitas sumber daya manusia sangatlah penting. Semua warga Negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, baik itu orang kaya maupun miskin. Semua mempunyai hak yang sama untuk mengenyam pendidikan (Sumarlam, et. al, 2010:40) Pada wacana di atas terdapat oposisi kutub antara kata kaya dan kata miskin pada kalimat yang kedua. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub sebab terdapat gradasi di antara oposisi keduanya, dengan adanya realitas sangat kaya, kaya, agak kaya, agak miskin, miskin, sangat miskin bagi kehidupan orang di dunia ini. (3) Oposisi hubungan Oposisi hubungan atau relasional, yakni oposisi makna yang bersifat saling melengkapi. Karena oposisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain menjadi oposisinya, atau kehadiran kata yang satu disebabkan oleh adanya kata yang lain, seperti contoh berikut ini: (33) Ibu Rini adalah seorang guru yang cantik dan cerdas. Selain itu, beliau juga pandai dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas, sehingga semua murid senang padanya (Sumarlam, et. al, 2010:41) commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tuturan di atas terdapat oposisi hubungan antara kata guru pada kalimat pertama dengan kata murid pada kalimat kedua. Guru sebagai realitas dimungkinkan ada karena kehadiran dilengkapi oleh murid dan sebaliknya. Oposisi hubungan sebagai salah satu aspek leksikal dapat mendukung kepaduan wacana secara leksikal dan semantis, sehingga kehadirannya dapat menghasilkan wacana yang kohesif dan koheren. (4) Oposisi hierarkial Oposisi hierarkial yakni oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Satuan lingual yang beroposisi hierarkial pada umumnya kata-kata majemuk pada nama-nama satuan ukuran (panjang, berat, isi), nama satuan lingual hitungan, penanggalan, dan sejenisnya. Misalnya tampak oposisi kata-kata di bawah ini: Millimeter><sentimeter><meter>
<menit><jam><minggu><SMP><SMA>
yang menggambarkan realitas jenjang atau tingkat
pendidikan dari yang paling rendah (TK) sampai dengan yang paling tinggi (PT). (5) Oposisi majemuk, Oposisi majemuk yakni oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua kata) (Sumarlam, et. al, 2010:40-43). Perbedaan antara commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oposisi majemuk dengan oposisi kutub terletak pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi majemuk. Adapun perbedaan dengan oposisi hierarkial adalah pada oposisi hierarkial terdapat makna yang menyatakan jenjang atau tingkatan yang secara realitas tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil. Pada contoh di atas misalnya, seseorang yang duduk di duduk di bangku SMU, ia diasumsikan sudah menyelesaikan atau melewati jenjang pendidikan di SLTP, SD, (dan mungkin juga TK). Akan tetapi, pada oposisi majemuk tidak demikian adanya; seseorang yang sedang jongkok tidak harus selalu dari posisi berdiri tetapi juga dari posisi duduk atau posisi yang lain lalu baru jongkok. Dengan demikian dimungkinkan adanya tuturan, “Ia berdiri, jongkok, lalu duduk, lalu berdiri”, atau “Ia duduk, berdiri, lalu jongkok”.
f) Ekuivalensi (Kesepadanan) Sumarlam (2010:43) menjelaskan bahwa ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Ekuivalensi merupakan pengembangan dari bentuk dasar sebagai akibat adanya afiksasi yang masih mempunyai persamaan bentuk dasarnya. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli, dibeli, membelikan, dibelikan, dan pembeli, semunya dibentuk dari kata asal yang sama, yakni beli. Agar lebih jelas, berikut ini merupakan contoh dari ekuivalensi: (35) Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali dalam belajar. Apa yang telah diajarkan oleh guru pengajar di sekolah diterima dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang dan tertarik pada semua pelajarancommit (Sumarlam, et. al, 2010:44) to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Demikianlah
aspek
leksikal
yang
secara
semantis,
dapat
mendukung terciptanya wacana yang kohesif dan koheren. James dalam Tarigan (1987:97) mengemukakan bahwa, suatu bentuk teks atau wacana dikatakan bersifat kohesif apabila terdapat kesesuaian antara bentuk bahasa (language form) dengan konteksnya (situasi internal bahasa). Untuk dapat memahami kekohesifan itu, diperlukan pengetahuan dan penguasaan kaidah-kaidah kebahasaan, wawasan realitas, dan proses penalaran. Pada kondisi tertentu, unsur-unsur kohesi menjadi kontributor penting bagi terbentuknya wacana yang koheren. Namun demikian perlu disadari bahwa unsur-unsur kohesi tersebut tidak selalu menjamin terbentuknya wacana yang utuh dan koheren (Alwi, 2003:322). Dengan kata lain, struktur wacana dapat dibangun tanpa menggunakan alat-alat kohesi. Namun idealnya, wacana yang baik dan utuh harus memiliki syarat-syarat kohesi sekaligus koherensi.
5. Hakikat Analisis Wacana Kontekstual a. Konteks dalam Wacana Sebagaimana yang telah diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka tidak dapat dipungkiri pentingnya konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah berdasarkan konteks pemakaian itu (Wijana, 1996:4). Sumarlam mengatakan bahwa konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana (Sumarlam, et. al, 2010:47). Sobur (2009:56) menyatakan bahwa konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi pemakai bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Hal senada juga diungkapkan oleh Martutik (2009) yang berpendapat bahwa konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi commit to user Konteks tersebut dapat berupa lingkungan atau situasi penggunaan bahasa.
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog). Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa suatu wacana mempunyai sifat kontekstual, maksudnya adalah bahwa setiap wacana mengisyaratkan konteks tertentu dan tercipta dalam konteks yang tertentu pula. Sifat kontekstual wacana itulah yang memberikan andil yang besar dalam terbentuknya koherensi wacana. Samsuri
(1987/1988:4-5)
menjelaskan
konteks
wacana
yang
membantu memberikan penafsiran makna ujaran ialah situasi wacana. Situasi mungkin dinyatakan eksplisit dalam wacana, tetapi dapat pula disarankan oleh berbagai unsure wacana itu, yang disebutkan ciri-ciri wacana, koordinat wacana (seperti pembicara, sidang pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, bentuk amanat, peristiwa, lorong, dan kode). Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, (2003:421) bahwa konteks terdiri atas unsur-unsur seperti situasi, pembicara atau penutur, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, sarana atau media penyampaian. Bentuk amanat sebagai unsur konteks antara lain dapat berupa esai, iklan, pemberitahuan, dan pengumuman. Kode menyangkut ragam bahasa Indonesia baku, bahasa Indonesia, logat daerah, atau bahasa asing. Sementara itu, unsur konteks yang berupa wacana adalah wahana komunikasi yang dapat berwujud pembicaraan bersemuka atau melalui telepon, surat,media cetak, televisi, dan sebagainya. Selain koordinat wacana yang lain adalah koordinat „dunia mungkin‟, koordinat „antarwacana‟, koordinat „bendabenda tertunjuk‟, dan koordinat „penugasan‟ yang merangkum perangkat benda-benda (Samsuri, 1987/1988:5). Sebagaimana ditegaskan oleh Samuri dalam Suwandi (2008:146) commitsangat to user bahwa dalam wacana tulis, konteks penting untuk diperhatikan. Hal itu
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
disebabkan makna sebuah teks atau bagian-bagiannya sering ditentukan oleh pengertian yang diberikan oleh teks lain. Teks itu dapat berwujud ujaran (kalimat), paragraf, ataupun wacana. Hal tersebut mungkin sekali disebabkan oleh sifat linearitas bahasa.
b. Analisis Wacana Kontekstual Analisis wacana kontekstual yaitu analisis wacana yang mengkaji tentang aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Wacana di sini kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Studi bahasa tersebut memasukkan konteks karena bahasa selalu berada dalam konteks dan tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, interteks, situasi, dan sebagainya. Dalam menganalisis wacana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana. (1) Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik. (2) Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana. (3) Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks. Dapat dikatakan bahwa analisis kontekstual adalah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural. Pemahaman konteks situasi dan konteks kultural dalam wacana dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran dan prinsip analogi. Sumarlam (2010:47-54) membaginya dalam prinsip-prinsip berikut: commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Prinsip penafsiran personal Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur sangat menentukan makna sebuah tuturan. Halliday dalam Sumarlam (2004: 98) menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan dengan istilah “pelibat wacana”. Pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, kita pahami tuturan berikut ini: (36) “Aku bisa bikin nasi goreng” (37) “Kau cantik sekali hari ini” (Sumarlam, et. al¸ 2010:48) Siapakah yang menuturkan tuturan (1) menjadi kunci pokok bagi pendengar/pembaca untuk dapat memahami makna dan dampak dari tuturan tersebut. Apabila penuturnya adalah seorang anak berumur 5 tahun, maka tuturan tersebut menjadi luar biasa bagi pendengarnya. Akan tetapi, apabila tuturan yang sama dituturkan oleh seorang pramuwisma berumur 25 tahun, maka makna dan dampak dari tuturan tersebut itu biasabiasa saja, sama sekali tidak mengejutkan bagi mitra tutur dan bukan prestasi yang luar biasa karena pekerjaan seperti itu sudah menjadi pekerjaan rutin yang biasa dilakukan. Berbeda dengan tuturan (1), pada tuturan (2) yang menjadi pokok adalah mitra tuturnya atau pendengarnya. Apabila tuturan (2) itu ditujukan kepada mitra tutur seorang anak perempuan berumur 3 tahun, akan berbeda makna dan tanggapannya apabila disampaikan kepada mitra tutur seorang gadis berumur 17 tahun, dan berbeda lagi apabila tuturan yang sama ditujukan kepada mitra tutur seorang nenek berumur 70 tahun.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Prinsip penafsiran lokasional Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana (Sumarlam, et. al, 2010:46-47). Sejalan dengan pendapat tersebut lebih lanjut Mulyana (2005:72) berpendapat bahwa prinsip penafsiran local atau prinsip interpretasi lokal digunakan sebagai dasar untuk menginterpretasikan wacana dengan cara mencari konteks yang melingkupi wacana itu. Konteks yang dimaksud adalah wilayah, area, atau lokal (setting ) tempat wacana itu berada. Berdasarkan perangkat benda yang menjadi konteksnya kita dapat menafsirkan tempat terjadinya suatu situasi pada tuturan-tuturan tersebut berikut ini. (38) Di sini murid-murid sudah terbiasa tertib dan disiplin. (39) Di sini Pak Wali selalu memperhatikan keadaan warga kota. (40) Sungai Bengawan Solo menjadi sumber air baik bagi persawahan maupun bagi penduduk sekitarnya di sini. (41) Pancasila menjadi dasar Negara kami di sini. (Sumarlam, et. al, 2010:49) Berdasarkan peragkat benda dan relitas yang menjadi konteksnya, maka ungkapan di sini pada tuturan (1) berarti „kelas‟ atau „sekolah‟ sebagaimana disarankan dan didukung oleh kata-kata murid-murid dan realitas yang diacunya. Frasa Pak Wali dan warga kota menyarankan pengertian „di suatu kota‟ bagi ungkapan di sini pada tuturan (2). Perangkat sungai, sumber air, persawahan, dan penduduk sekitarnya menyarankan pengertian „daerah aliran sungai (Bengawan Solo)‟ bagi ungkapan di sini pada tuturan (3). Sementara itu, pada tuturan (4), ungkapan di sini hauslah ditafsirkan „Indonesia‟ karena didukung oleh konteks Pancasila dan dasar Negara, sebab realitas menunjukkan bahwa Negara yang berdasarkan Pancasila adalah Negara Republik Indonesia
3. Prinsip penafsiran temporal Prinsip
penafsiran
temporal
berkaitan
dengan
pemahaman
mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya dapat menafsirkan kapan atau commit tosituasi user (peristiwa, keadaan, proses) berapa lama waktu terjadinya
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
(Sumarlam, et. al, 2010:49). Berikut ini merupakan contoh penafsiran temporal. (42) Marilah sekarang bersama-sama kita teriakkan pekik kemerdekaan tiga kali: “Merdeka! Merdeka! Merdeka!” (43) Mari kita sekarang makan dulu! (44) Sekarang ini sudah mulai banyak tugas. Hampir tiap dosen member tugas (Sumarlam, et. al, 2010:49-50) Pada tuturan (1) acuan atau rentangan waktu sekarang sangkat singkat, hanya beberapa detik saja.pada tuturan (2), sekarang mengacu pada rentangan waktu kira-kira seperempat hingga setengah jam, yaitu lebih kurang setara dengan lama waktu diperlukan untuk makan bersama. Kata sekarang pada tuturan (3) mengacu pada rentangan waktu sekitar 3 bulan hingga satu semester, yaitu rentangan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas (terstruktur) dari tiap dosen.
4. Prinsip analogi Prinsip analogi merupakan salah satu prinsip pemahaman wacana yang sangat penting dan bersifat mendasar. Prinsip ini menganjurkan pembaca, pendengar, atau siapapun yang ingin mengkaji wacana (baik lisan maupun tulis) agar menyiapkan bekal pengetahuan umum,wawasan mendalam, atau pengetahuan dunia luas (knowledge of world) (Mulyana, 2005:71). Dengan kata lain prinsip analogi mengharuskan pembaca atau pendengar menginterpretasikan suatu teks seperti telah diketahui sebelumnya kecuali apabila ada pemberitahuan bahwa sebagian dari teks itu diubah (Kartomihardjo, 1993:29). Mengingat wacana itu sebenarnya adalah Kristalisasi sekaligus simplifikasi dari berbagai aspek kehidupan manusia yang menyatu secara komprehensif,utuh, dan lengkap maka dalam menginterpretasikan dan memahami isi wacana dibutuhkan bekal yang mewadahi apapun yang ada dalam sebuah wacana. Agar lebih jelas dapat diperhatikan tuturan berikut ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
(45) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia alami. (46) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia alami dari sekian banyak promotor yang mensponsorinya. (Sumarlam, et. al, 2010:50) c. Inferensi dalam Wacana Di samping pemahaman mengenai konteks, inferensi juga merupakan proses yang penting dalam memahami wacana. Sarwiji menjelaskan bahwa inferensi adalah proses yang harus dilakukan pendengar atau pembaca untuk memahami makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Dengan kata lain, inferensi adalah proses memahami maksud pembicara atau penulis. Sebagaimana ditegaskan pula oleh Sumarlam, et.al, (2010:51) yang menjelaskan bahwa proses pemahaman seperti itu dapat dilakukan melalui pemahaman makna secara harfiah saja melainkan harus didasari oleh pemahaman makna berdasarkan konteks sosial dan budaya. Dengan kata lain, pemahaman konteks wacana (baik internak maupun eksternal) merupakan dasar inferensi (pengambilan kesimpulan). Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Samsuri (1987/1988:67), bahwa inferensi adalah proses yang harus dilakukan oleh pembaca atau pendengar untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis atau diucapkan samapi pada apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Lebih lanjut, Kartomihardjo (1993:31-35) menjelaskan bahwa inferensi sering sangat diperlukan karena digunakan sebagai asumsi yang menjembatani dua hal atau ujaran yang terkait tetapi kurang jelas keterkaitannya. Perhatikan contoh berikut. (47) a. Anak-anak merasa gembira ketika ibu membagi-bagikan bekal makanan b. Sayang gudegnya sedikit basi Inferensi yang menjembatani dua ujaran tersebut, misalnya (47c). commitibu to user (47) c. Bekal yang dibawa lauknya gudeg
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Inferensi seperti (47c) itu akan lebih mudah dibuat oleh orang dari Jawa Tengah atau orang yang tinggal di Yogyakarta. Di daerah itu gudeg komplit merupakan makanan khas yang diminati. Itu sebabnya pengetahuan sosiokultural yang berhubungan dengan keterkaitan kedua ujaran tersebut (47a dan 47b) sangat diperlukan. Pada contoh (47c) di atas pendengar harus mencari sendiri hubungan yang non-otomatis.oleh karena itu, (47c) benarbenar merupakan inferensi. Inferensi semacam ini memerlukan usaha interpretasi
di
pihak
pendengar
atau
pembaca.
Untuk
dapat
menginterpretasikan suatu ujaran atau teks tersebut muncul. Selian itu, inferensi merupakan hubungan yang diciptakan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami atau menginterpretasikan wacana yang kurang lengkap. Semakin kurang lengkap suatu wacana semakin banyak usaha pendengar atau pembaca untuk membuat inferensi. Dalam hal ini menarik kesimpulan merupakan proses yang sangat bergantung pada konteks tentang teks yang khusus dan prose situ berada di dalam pikiran pendengar atau pembaca. B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian sebelumnya yang dianggap cukup relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Tularsih yang berjudul “Analisis Wacana Rubrik Opini Majalah Respon Edisi Januari-Desember 2005 (Kajian Keutuhan Wacana)” (2007). Penelitian tersebut dititik beratkan pada analisis keutuhan wacana yang meliputi aspek kohesi (gramatikal dan leksikal) dan koherensi. Penelitian selanjutnya yang dianggap cukup relevan yakni penelitian yang dilakukan oleh Siti Tarwiyah yang berjudul “Aspek-Aspek Kewacanaan dalam Kolom M. Cholil Bisri pada harian Suara Merdeka” (2002). Aspek-aspek kewacanaan dalam penelitian tersebut dikaji menggunakan pendekatan mikrostruktural dan makrostruktural. Selanjutnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Harun Joko Prayitno dengan judul “Penulisan Judul “Kolom Deteksi” Harian Umum Jawa Pos: Analisis Wacana dengan Pendekatan Mikro dan Makrostruktural” (2002). Kemudian satu lagi penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian yang commit dilakukan oleh peneliti yakni penelitian dengan to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
judul “Analisis Wacana “Yuk, Berwisata ke Lampung…..” dalam Kolom Wisata Surat Kabar Kompas: Suatu Pendekatan Mikro dan Makrostruktural. Dua penelitian terakhir yang disebutkan memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Tarwiyah, yakni menyoroti wacana dalam bidang garapan menggunakan pendekatan mikro dan makrostruktural hanya saja objek penelitiannya yang berbeda.
C.
Kerangka Berpikir
Penelitian ini akan mengkaji wacana yakni wacana pada rubrik Resensi dalam
Solopos (edisi Januari-Maret 2011) berdasarkan analisis tekstual dan
analisis kontekstual. Adapun aspek tekstual meliputi aspek gramatikal dan aspek leksikal.
Aspek
gramatikal
meliputi
pengacuan
(reference),
penyulihan
(substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction). Sedangkan aspek leksikal mencakup repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Analisis selanjutnya yakni analisis kontekstual yang merupakan kajian wacana tentang aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Aspek-aspek kontekstual meliputi konteks sosial-kultural yang menjadi dasar pemahaman makna wacana dan aspek dari segi konteks situasi sebagai pembatas atau penjelas makna wacana secara komprehensif. Konteks situasi ini meliputi konteks fisik, epistemis, dan konteks sosial yang dipertimbangkan dari berbagai segi penafsiran (personal, temporal, dan analogi). Selanjutnya yang terakhir yakni analisis realisasi fungsi transaksional yang direalisasikan melalui fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi personal, dan fungsi imajinatif. Alur penelitian ini dapat diperjelas dengan bagan alur kerangka berpikir berikut ini.
commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wacana Tulis (rubrik resensi buku di Solopos)
Aspek Tekstual
Aspek Gramatikal
1. 2. 3. 4.
Pengacuan Penyulihan Pelesapan Perangkaian
Aspek Kontekstual
Aspek Leksikal
1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. Konteks situasi 2. Konteks sosial
Repetisi Sinonimi Kolokasi Hiponimi Antonimi Ekuivalensi
Hasil dan simpulan Gambar 1. Kerangka Berpikir
commit to user
Realisasi fungsi
1.Instrumental 2. Regulasi 3.Representasi 4. Personal 5.Imajinatif
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mengutamakan kedalaman pemahaman terhadap interaksi antarkonsep yang dikaji secara empiris. Selain itu penelitian ini menggunakan kajian pustaka dengan cara mempelajari buku-buku teori yang memiliki kaitan dengan objek penelitian (wacana yang terdapat pada rubrik Resensi Surat Kabar Solopos), sehingga diharapkan dapat menghasilkan analisis yang tepat. Oleh karena itu, penelitian ini tidak membutuhkan tempat khusus, yang artinya penelitian ini dapat dilakukan kapan saja tanpa terpancang pada peserta wawancara dengan narasumber yang dibutuhkan dalam mendukung penelitian. Objek penelitian ini adalah rubrik resensi buku yang dimuat dalam harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011 dan para penulis dilakukan dalam waktu yampat tertentu dan dapat dilakukan dalam waktu yang dibatasi. Hal ini dikarenakan penelitian ini bukan merupakan penelitian lapangan yang berlangsung di tempat yang telah ditentukan dan bersifat statis, tetapi merupakan analisis fenomena yang dinamis dan selalu mengikuti perkembangan zaman. 2. Waktu Penelitian Tabel : Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No
Jenis Kegiatan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengajuan judul Penulisan proposal Perizinan penilitian Pengumpulan data Analisis data Penulisan laporan
Jan xx xxxx
Desember 2010-Mei 2011 Feb Mar Apr Mei
Jun
xxxx xxxx
xx xxxx xxxx
xxxx xxxx
xx xx
commit to user 59
xxxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
B. Metode dan Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Dalam hal ini peneliti mencatat dan meneliti rubrik Resensi yang terdapat dalam surat kabar harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011 dan melakukan wawancara dengan guru, dan siswa.
C.
Sumber Data dan Sampel
Sumber data dalam penelitian menurut Sutopo terbagi menjadi empat, yaitu narasumber atau informan, peristiwa, tempat atau lokasi, dan dokumen atau arsip (2002:50-54). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen dan narasumber. Dokumen atau arsip adalah bahan tertulis atau benda yang ada kaitannya dengan peristiwa atau aktivitas. Sedangkan narasumber adalah jenis data yang berupa manusia. Sumber dokumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu resensi-resensi yang dimuat dalam harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011. Selanjunya narasumber atau informan yakni, guru, dan siswa.
D.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu sampel yang pemilikannya didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan erat dengan tujuan penelitian. Purposive Sampling adalah pengambilan data yang dilakukan dengan cara memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (Sutopo, 2002:56). Teknik ini peneliti pergunakan dengan tujuan agar diperoleh data-data yang tepat dan akurat sehingga memperoleh hasil yang tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
E.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis dokumen , yaitu dengan menggali data dari sumber data yang berupa dokumen. Data dikumpulkan dengan membaca secara cermat dokumen yang berupa wacana-wacana pada rubrik Resensi dalam harian umum Solopos pada kurun waktu tertentu, yaitu pada edisi Januari-Maret 2011. Selanjutnya data yang didapat dipindahkan dan dicatat ke dalam kartu data. Data yang sudah ditranskripsi kemudian diklasifikasikan menurut aspek-aspek yang akan dikaji, yaitu keutuhan wacana dari aspek tekstual dan kontekstual. 2. Wawancara mendalam, dengan menerapkan teknik cakap semuka (face to face) sehingga informasi ditangkap secara langsung dari informan (tidak melalui perantara atau penerjemah). Pertanyaan yang diajukan mengarah pada kedalaman informasi. Wawancara narasumber dilakukan dengan guru, dan siswa.
F.
Teknik Uji Validitas Data
Data yang diperoleh selanjutnya diperiksa keabsahannya. Oleh karena itu, untuk mengusahakan terjadinya validitas data yang diperoleh maka digunakan teknik triangulasi.
Triangulasi
adalah
teknik
pemerikasaan
keabsahan
data
yang
dimanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperlun pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi terdiri dari empat macam, yaitu triangulasi sumber (data), penelitian, metodologi, dan teori (Sutopo, 2002:78). Dalam peneltian ini menggunakan triangulasi sumber dan teori. Triangulasi sumber yakni mengecek kebenaran data dari berbagai sumber yang berbeda. Triangulasi sumber memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk menggali data yang sejenis (Sutopo, 2002:79). Peneliti bisa memperoleh narasumber yang berbedabeda posisinya dengan teknik wawancara mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu dapat dibandingkan dengan informasi dari narasumber lainnya. Sedangkan triangulasi teori mengecek kebenaran data berdasarkan prespektif teori yang berbeda. Dari beberapa prespektif teori tersebut akan diperoleh pandangan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
lebih lengkap tidak hanya sepihak, sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan menyeluruh. Alasan digunakannya teknik triangulasi ini karena cara menggali data dari sumber yang berbeda akan dpaat menguji kemantapan dan keenaran data yang diteliti serta mengingat sumber data yang digunakan berupa dokumen maka digunakanlah teknik triangulasi ini dan sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan.
G.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, yang terdiri dari empat komponen, yaitu: 1. Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan mencari dokumen resensi dalam media massa (surat kabar), mencatat, dan merekam hasil wawancara dengan narasumber. 2. Reduksi data Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerdehanaan, pengabstrakan, transformasi data ’kasar’ yang muncul dari catatan-catatan di obje penelitian. Proses ini berlangsung samapi laporan ini selesai 3. Penyajian data (display data) Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Penarikan kesimpulan (verifikasi) Proses ini merupakan penarikan kesimpulan yang dapat dilakukan selama penelitian berlangsung. Makna-makna
yang muncul dari data hrus diuji
kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya terlebih dahulu. Keempat komponen tersebut saling jalin dan dilakuakn secara terus menerus di dalam poses pengumpulan data. Untuk lebih jelasnya teknik analisis data tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Pengumpulan data (1)
(2)
reduksi data (1)
sajian data (3) Penarikan simpulan/verivikasi
Gambar Model Analisis Interaktif (Sutopo, 2006:120)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Langkah selanjutnya setelah data dalam penelitian terkumpul adalah melakukan deskripsi data, analisis data, dan selanjutnya data disajikan dalam bentuk laporan. Data dalam penelitian ini berupa wacana rubrik resensi buku yang dimuat di Solopos pada bulan Januari-Maret 2011 yang dapat mewakili sesuai tujuan penelitian. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan pola aspek tekstual, pola aspek kontekstual serta fungsi realisasi rubrik resensi buku yang dimuat di Solopos pada bulan Januari-Maret 2011. Cara yang peneliti tempuh untuk mendapatkan sampel, yaitu dengan mengumpulkan wacana resensi yang dimuat di Solopos pada bulan Januari-Maret 2011. Deskripsi data dilakukan berdasarkan perumusan masalah yang telah diungkapkan sebelumnya, yaitu bagaimana pola aspek tekstual dan kontekstual wacana rubrik resensi buku yang dimuat di Solopos pada bulan Januari-Maret 2011 dan bagaimana fungsi realisasi wacana tersebut. Di dalam mendeskripsikan data penelitian ini, peneliti menggunakan penyajian data sebagai berikut: Data (DT), Solopos (SP), bulan Januari (Jan), Februari (Feb), Maret (Mar), wacana resensi buku (WRB), dan tahun 2011 (11). Berikut ini adalah data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini: Tabel 1. Pengelompokkan Deskripsi Data Penelitian Wacana Resensi Buku di Solopos No data 1. 2.
Penulis Syifaul Arifin Pardoyo
3.
Pardoyo
4.
Pardoyo
5.
Pardoyo
Judul Resensi Kami Takkan Membenci seperti Musuh Kami Pesantren Suryalaya, dari Ajaran Tarekat sampai Terapi Mental Pengalaman Spiritual Para Artis dengan Tuhan Membuka Hati.Mengungkap Potensi Diri Melalui Zikir Sebelum Barat, Islam Lebih Dulu Menguasai Peradaban commit to user
64
Waktu terbit 7 Januari 2011 21 Januari 2011
4 Februari 2011 4 Maret 2011 18 Maret 2011
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Analisis Data 1. Aspek Tekstual WRB dalam Solopos Edisi Januari-Maret 2011 Kohesi adalah hubungan semantik atau hubungan makna antara unsurunsur di dalam teks dan unsur-unsur lain yang penting untuk menafsirkan atau menginterpretasikan teks, pertautan logis antarkejadian atau makna-makna di dalamnya, keserasian hubungan antar unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik (Hasan Alwi, et. al, 2003:343). Secara formal, kadar atau tingkat kekohesian suatu teks terletak pada pemakaian pemarkah kohesi secara proposional dan fungsional. Hubungan kohesif sering ditandai dengan kohes gramatikal maupun kohesi leksikal. Penanda aspek gramatikal ini terdiri dari empat jenis, yaitu pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelepasan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi). Di sampingg keempat jenis aspek gramatikal tersebut terdapat aspek leksikal, yaitu hubungan antarunsur dalam wacana secara semantik. Kohesi leksikal ini terdiri dari pengulangan (repetisi), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).
1) Kohesi Gramatikal a. Pengacuan (referensi) Pengacuan (referensi)
merupakan salah satu
jenis
kohesi
gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. Sebagai alat kepaduan antarkalimat dalam WRB dapat dilihat sebagai berikut ini: 1) Pengacuan Persona a) DT.1/SP/7 JAN/11 (48) (49)
Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, terpisah dari rombongannya. Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina. (DT.1/SP/Jan/11) commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(50)
(51)
Mengetahui tentara itu dikejar oleh shabab, sang tuan mempersilakannya masuk. Tuan rumah melindunginya, bahkan nyonya rumah itu menyediakan kopi. Dalam sebuah perbincangan mengenai gerakan perlawanan tanpa kekerasan, satu bulan kemudian, tuan rumah itu, Ahmad, menyatakan, “Agama dan adat memungkinkan kami untuk melindungi kemanusiaan kami.” Dia menambahkan, “Inilah sebabnya mengapa nirkekerasan penting bagi kami. Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami, kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan akan memberinya kopi lagi.” .
Pada WRB (48) terdapat pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata rombongannya. Kata –nya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks),
yang
bersifat
anaforis
karena
acuannya
disebutkan
sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Sementara itu, pada WRB (49) terdapat dua acuan, yang pertama yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya pada kata jiwanya dan yang kedua yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia. Pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara Israel. Sejenis dengan pengacuan pada WRB (48), kata –nya pada WRB (49) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Selanjutnya masih dalam tuturan yang sama, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang commit tentara to user Israel. Dengan ciri-ciri tersebut disebutkan sebelumnya,yaitu
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri. Selanjutnya pada WRB (50) terdapat dua acuan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, yakni pada kata mempersilakannya dan melindunginya. Kedua pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara Israel. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks),
yang
bersifat
anaforis
karena
acuannya
disebutkan
sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Pada WRB (51) terdapat tiga acuan,yaitu pronominal persona pertama jamak bentuk bebas kami, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia, dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya. Kata kami mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Ahmad dan istrinya yang merupakan pemilik rumah yang menolong tentara Israel yang dikejar oleh para shabab. Hal tersebut berhubungan dengan tuturan yang terdapat pada WRB (50). Maka kata kami merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Selanjutnya pronomina ketiga tunggal bentuk bebas dia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Ahmad, maka dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Sedangkan kata –nya pada memberinya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara( Israel) yang merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora commit to user teks atau koteks), yang bersifat (karena acuannya berada di dalam
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.
b) DT.2/SP/21JAN/11 (52) Bagi penulisnya, Dr. Hj. Sri Mulyati, MA, karya yang diangkat dari disertasinya ini merupakan kontribusi studi tentang tarekat di Indonesia. Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan penting.(DT.2/Jan/SP/11) (53) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suralaya tidak hanya dalam tata cara praktik, namun juga spiritual. (DT.2/Jan/SP/11) (54) Dicontohkan, metode zikir yang diciptakan dan diterapkan Abah Anom, itu bagian dari usahanya merehabilitasi korban obat terlarang dan gangguan mental lainnya yang mencerminkan kegiatan spiritual yang dilembagakan. (DT.2/Jan/SP/11) Pada WRB (52) terdapat dua acuan, yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata penulisnya dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia. Kata –nya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sesudahnya,yaitu Dr. Hj. Sri Mulyati, MA. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat kataforis karena acuannya disebutkan setelahnya atau antesedennya berada di sebelah kanan. Selanjutnya kata dia yang juga mengacu pada pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sesudahnya,yaitu Dr. Hj. Sri Mulyati, MA, maka kata dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri. Sementara itu pada WRB (53) yang masih berkaitan dengan WRB (52) dan juga terdapat yakni pronomina persona ketiga tunggal commit to user bentuk terikat lekat kanan –nya pada kata penulisnya, yang tidak jauh
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbeda pada WRB (52). Kata –nya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu Dr. Hj. Sri Mulyati, MA. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Pada WRB (54) terdapat pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata usahanya. Kata –nya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Abah Anom. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks),
yang
bersifat
anaforis
karena
acuannya
disebutkan
sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.
c) DT.3/SP/4FEB/11 (55) Bertuhan seolah hanya dimonopoli para ulama, kiai, ustad, dsb. Padahal, profesi apapun kita mempunyai cara tersendiri dalam bertuhan, termasuk para artis yang juga dikenal sebagai kaum selebritis. (56) Kehidupan glamor para artis inilah yang menjadi inspirasi bagi penulis buku ini, Bambang Saputra, sehingga menuangkan idenya ke dalam buku Artispun Bertuhan, yang mengungkap sisi religiusitas para artis. (57) Oleh karena itu, buku ini merupakan upaya mengungkap realitas paling dalam selebritis mendekatkan diri kepada Tuhan. Juga mengungkapkan cara mereka mengaktualisasikan diri dalam bertuhan. (58) Selama ini di masyarakat terkesan ada yang sengaja ditutupi dengan rasa sok suci. Kelompok ini sering menuding dan berteriak orang lain di luar dirinya/kelompoknya dinyatakan kafir. Ada yang menyatakan seseorang tidak beriman dan sesat. Katanya, alat ukurnya Alquran. (59) Apakah mereka hakim spiritual yang diangkat Tuhan? (60) Nabi gelisah karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkancommit bimbingan to userTuhan untuk menyelesaikannya
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(61) (62)
(63) (64)
(65) (66)
(67)
(68)
sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak? Kita tidak mengetahui orang lain dalam kesunyiannya sebenarnya juga mengamalkan ajaran agama. Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka, karena kita belum tentu lebih baik dibanding mereka. “Saya percaya bahwa pelacur pun pasti masih punya hati nurani. Itulah dunia yang kita hadapi sekarang. Ia mengungkap, mengeksploitasi berbagai rahasia spiritual dan pengalaman religious para artis. “Saya mencoba mencoba mengungkapkan cara-cara para artis dalam bertuhan, menjalankan ibadah, model zikir dan muhasabah,persepsi,pengalaman, dan kerinduan mereka akan Tuhan,” ujarnya. Karya ini mengungkapkan pengalaman hubungan para artis dengan Tuhan di ruang-ruang privasi mereka. Musisi dan pencipta lagu Deddy Dores pun mengatakan, “Ini buku penting, supaya kita tahu ada sisi lain dari dunia artis. Bukan glamornya saja.” Bambang yang juga ustad muda ini mengatakan para artis/seniman adalah orang-orang yang dikarunia Allah SWT jiwa kelembutan. Lewat kemampuan mereka dalam seni akting, bernyanyi, melukis,dan lainnya tentu mengantarkan mereka pada tingkat kesyahduan dalam beribadah. Bila kita menyimak cara mereka bertuhan,beribadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman serta kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan.
Pada WRB (55) terdapat kata kita yang merupakan pronominal persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana tersebut diucapkan penulis kepada pembaca untuk meyakinkan pembaca bahwa setiap orang memiliki cara sendiri dalam bertuhan, seperti yang tertulis dalam tuturan tersebut. Maka kata kita dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luarcommit teks atau koteks). to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya pada WRB (56) ditemukan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata idenya. Kata –nya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Bambang Saputra. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. WRB (57) terdapat pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni selebritis. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Pada WRB (58) ditemukan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata dirinya/kelompoknya dan katanya. Kata –nya mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada individu ataupun kelompok masyarakat yang yang bersikap keras dan dapat dikatakan radikal, mereka yang berpendapat seperti yang tertulis di WRB (58) bahwa orang lain di luar diri atau kelompok mereka dinyatakan kafir. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan tadi, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Berikutnya WRB (59), dalam wacana tersebut ditemukan pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain di luar bahasa, yakni pada individu ataupun kelompok masyarakat yang suka menghakimi kadar keimanan commit to user seseorang didasarkan pada sudut pandang mereka sendiri. Maka kata
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mereka dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks). Pada WRB (60) terdapat kata zamannya, kata tersebut mengandung unsur nya yang merupakan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan. Kata nya yang menempel pada zamannya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Nabi. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks),
yang
bersifat
anaforis
karena
acuannya
disebutkan
sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Hampir sama dengan analisis pada WRB (55), pada WRB (61) juga ditemukan kata kita yang merupakan pronominal persona pertama jamak bebas. Kata kita mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana tersebut diucapkan penulis kepada pembaca untuk meyakinkan pembaca bahwa setiap orang memiliki keterbatasan dalam “melihat” pengamalan ajaran agama yang dilakukan oleh orang lain, seperti yang tertulis dalam tuturan tersebut. Oleh karena itu kata kita dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks). Pada WRB (62) terdapat tiga acuan, yakni pronomina persona pertama jamak bebas kita, pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, dan pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya. Kata kita mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati
bahwa
dalam
wacana
tersebut
penulis
berusaha
menyampaikan kepada pembaca agar sebagai sesama manusia tidak saling menghina meskipun orang tersebut bukan orang “baik”. Kata user kita dalam tuturan commit tersebutto merupakan jenis kohesi gramatikal
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks). Berikutnya pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni pelacur. Sehingga kata mereka dapat disimpulkan merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks),
yang
bersifat
anaforis
(karena
acuannya
disebutkan
sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Sementara itu acuan terakhir dalam WRB (62), yakni pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya. Kata saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni penulis buku atau lebih jelasnya Bambang Saputra. Maka kata saya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Pada WRB (63) terdapat kata kita yang merupakan pronominal persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Selanjutnya, maka kata kita dalam tuturan tersebut dapat dikatakan sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks). Lebih banyak dari WRB (62) yang mengandung tiga acuan, WRB (64) mengandung empat acuan sekaligus, yaitu pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia, pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya, pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata ujarnya. Pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu penulis buku Bambang Saputra. Acuan tersebut terdapat pada paragraf lain di depan tuturan tersebut. commit user Dengan ciri-ciri tersebut makatoia merupakan jenis kohesi gramatikal
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri. Berikutnya pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya, tidak berbeda dengan kata ia, saya pada tuturan tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu penulis buku Bambang Saputra. Oleh karena itu kata saya termasuk dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri. Sementara itu kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Dan yang terakhir kata –nya, pada ujarnya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Bambang Saputra. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Pada WRB (65) terdapat pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Hal ini mirip dengan kata mereka yang terdapat pada WRB (64) yang juga mengacu pada kata artis. Pada WRB (66) terdapat kata kita yang merupakan pronomina commit to user persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Kata kita dalam tuturan tersebut dapat digolongkan dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks. Kemudian pada WRB (67) ditemukan dua pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kedua kata mereka tersebut samasama mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis/seniman. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Terakhir pada WRB (68) juga ditemukan pronomina yang sama dengan pronomina yang terdapat pada WRB (55), (61), (62), (63), dan (66), yakni pronomina persona pertama jamak bebas kita, yang mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Sejalan dengan yang terdapat pada wacana-wacana kata kita dalam tuturan tersebut dapat digolongkan dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks. Selain pronominal tersebut juga pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka yang tidak berbeda dengan pronominal yang ditemukan pada WRB (67). Seperti pada WRB tersebut kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis/seniman. Maka kata mereka juga merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri).
commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) DT.4/SP/4MAR/11 (69) Demikian pula buku ini, dengan diberi subjudul Zikir untuk Manajemen Sumber Daya Manusia, ini mengarahkan pada pemahaman kita sebagaimana udara pagi. (70) Zikir yang selama ini hanya dilakukan sebagian masyarakat, sehingga terkesan eksklusif, seharusnya dipahami sebagai pencerahan agar memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan hidup kita. (71) Oleh karena itu, melalui buku ini kita akan menemukan potensi diri dan dengan potensi itulah diharapkan kita akan dapat mengaktualisasikan dalam pernyataan. (72) “Zikir yang saya kembangkan dalam buku ini, pertama-tama bertujuan untuk mengenali potensi diri kita sendiri. (73) Dengan begitu, buku ini bukan lagi diperuntukkan bagi santri Pondok Pesantren Baitul Musthofa namun juga bagi kita Pada WRB edisi 4 Maret 2011 ini, ditemukan 2 jenis pengacuan yang masing-masing terdapat pada WRB (69), (70), (71), (72), dan (73). Pengacuan persona yang pertama yakni pronomina persona pertama jamak bebas kita. Pronomina tersebut terdapat di setiap WRB yang telah disebutkan yang terdapat pada edisi 4 Maret 2011. Kesemua kata kita tersebut mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana diucapkan penulis kepada pembaca untuk melibatkan diri pembaca dalam topik yang dibahas. Selanjutnya kata kita dalam tuturan tersebut termasuk dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks. Selain kata kita, dalam WRB (72) terdapat pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya yang mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni penulis buku atau lebih jelasnya Musthofa Kamil. Dikatakan seperti itu karena WRB (72) merupakan petikan kalimat langsung yang dikutip oleh (script writer) dari penulis buku. berdasarkan alasan tersebut maka kata saya pada tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal commit to user pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
koteks),
yang
bersifat
anaforis
(karena
acuannya
disebutkan
sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). e) DT.5/SP/18MAR/11 (74) Tahukah kita siapa tokoh yang merintih kedirgantaraan? (75) Pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim. (76) Dan semua itu diungkap dalam buku yang ditulis Heri Ruslan, wartawan Republika ini. Perjalanan sejarah, menurut dia, tak akan pernah melupakan peran penting umat Islam di era keemasan. (77) “Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan ilmiah untuk melakukan penerbangan,” ujar sejarawan Barat Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs. (78) Fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama. Maka tak salah bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan sistem manajemen airport mereka “Firnas”. Firnas juga diabadikan untuk nama bandara di Utara Baghdad Irak. Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan terkendali. (79) Dengan alat semacam kendali terbang yang digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya. Dia juga bisa mengubah arah terbang. Dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur. Meski demikian, ia mengalami luka-luka saat mendarat. Pada WRB edisi 18 Maret 2011 ini, ditemukan empat jenis pengacuan persona yang masing-masing terdapat dalam WRB (74), (75), (76), (77), (78), dan (79). Pengacuan tersebut yakni, pronomina persona pertama jamak bebas kita pada WRB (74) dan (75). Kata kita tersebut mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana diucapkan penulis kepada pembaca untuk melibatkan diri pembaca dalam topik yang dibahas, sehingga terkesan penulis dan pembaca berada dalam satu lingkaran yang memungkinkan keduanya berinteraksicommit secara to langsung. Selanjutnya kata kita dalam user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuturan tersebut termasuk dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks. Selanjutnya pengacuan keduanya, yaitu pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia. Terdapat dua kata dia, yakni pada WRB (76) dan (79). Kata dia pada WRB (76) mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yakni Heri Ruslan, penulis buku yang diresensi yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan ciri-ciri tersebut, maka dia termasuk jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Sedangkan kata dia pada WRB (79) mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang telah disebutkan sebelumya, yakni Firnas atau lengkapnya Abbas Ibnu Firnas. Sama seperti kata dia pada WRB (76), dia pada WRB (79) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Selanjunya masih dalam edisi yang sama, pengacuan ketiganya adalah pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan – nya pada WRB (77) yang melekat pada kata bukunya. Kata –nya, pada bukunya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Philip K Hitti. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Terakhir, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia yang terdapat pada WRB (79). Di dalam keduanya, kata ia mengacu pada hal yang sama, mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang telah disebutkan sebelumya, yakni Firnas. Oleh karena itu, ia pada WRB (78) maupun (79) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau commit atau to user koteks) yang bersifat anaforis antesedennya berada di sebelah kiri.
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Pengacuan Demonstratif a) DT.1/SP/7JAN/11 (80) Tuan rumah melindunginya, bahkan nyonya rumah itu menyediakan kopi. (81) Padahal nyonya rumah itu adalah ibu pemuda yang baru saja tewas tertembak patroli tentara Israel. (82) Dalam sebuah perbincangan mengenai gerakan perlawanan tanpa kekerasan, satu bulan kemudian, tuan rumah itu, Ahmad, menyatakan, “Agama dan adat memungkinkan kami untuk melindungi kemanusiaan kami.” Pada tuturan (80), (81), dan (82) terdapat pronominal demonstratif itu yang mengacu pada tempat agak jauh dengan penutur, yaitu rumah. Dengan kata lain, penutur (script writer) ketika menuturkan kalimat itu tidak berada dekat dengan rumah yang dimaksud, hanya kesan „dekat‟ ditampilkan sebagai penegasan atas kata rumah yang telah disebutkan dalam kalimat sebelumnya. Pengacuan yang demikian termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya.
b) DT.2/SP/21JAN/11 (83) Di pondok pesantren ini selain diajarkan ilmu agama pada umumnya, santri di sini diajarkan dan mereka mengamalkan tarekat. (84) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negara ini, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. (85) Namun, semua itu dapat dilalui dengan selamat dan pesantren ini dapat didirikan dan makin dikenal masyarakat. (86) Sebagai fenomena luar biasa, banyak orang penasaran dengan keberadaan pondok pesantren ini. (87) Dalam pengamatan Mulyati, kecenderungan dan perhatian masyarakat terhadap ilmu tasawuf sekarang ini semakin meningkat. Pada WRB edisi ini terdapat pronomina demonstratif ini pada WRB (83), (84), (85), dan (86). Pada WRB (83) kata ini mengacu commit to user pada tempat yang dekat dengan penutur (script writer) dalam tuturan
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini yang dimaksudkan yakni pesantren. Hal tersebut juga tercermin pada penggunaan kata ini dalam WRB (84), (85), dan (86). Selanjutnya pengacuan tempat tersebut termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis. Selain bentuk pengacuan demonstratif tempat pada WRB edisi ini juga terdapat pengacuan demonstratif waktu yang terdapat pada WRB (87). Pada WRB (87) tedapat pronomina demonstratif sekarang ini yang mengacu pada waktu kini. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks wacana atau tidak tertulis dalam wacana tersebut.
c) DT.3/SP/4FEB/11 (88) Itulah dunia yang kita hadapi sekarang. (89) Bila akhir-akhir ini ada artis kedapatan menggunakan narkoba, ada yang terlibat video mesum, dsb, bukankah profesi lainnya demikian? Pada WRB (88) dan (89) terdapat pengacuan demonstratif waktu, diantaranya yaitu penggunaan satuan lingual sekarang pada WRB (88) yang mengacu pada waktu kini. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau wacana. Selanjutnya pada WRB (89) terdapat pronomina demonstratif akhir-akhir ini yang juga mengacu pada waktu kini atau dalam kurun waktu dekat ini, yaitu sekitar tahun 2010-2011. Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora.
d) DT.5/SP/18MAR/11 (90) Kekhalifahan Islam yang sempat berjaya pada abad pertengahan telah memberikan sumbangsih sangat ternilai bagi peradaban modern. Bahka boleh jadi tanpa kontribusi dari pemimpin, ilmuwan, dan cendikiawan muslim era itu, dunia tak akan mengalami lompatan kemajuan seperti sekarang. (91) Para ahli Barat pun saat ini mengakui. “Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ilmiah untuk melakukan penerbangan,” ujar sejarawan Barat Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs. Penggunaan satuan lingual era itu pada WRB (90) mengacu pada waktu lampau, yaitu seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada abad pertengahan saat kekhalifahan Islam Berjaya. Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada antesedennya yang berada di sebelah kirinya. Sedangkan pada WRB (91) terdapat
penggunaan pronomina
demonstratif saat ini yang mengacu pada waktu kini, yaitu pada kurun waktu saat kalimat itu dituturkan oleh penuturnya (sejarawan Barat Philip K Hitti). Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks.
3) Pengacuan Komparatif a) DT.1/SP/7JAN/11 (92) Kami tidak pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. (93) Padahal ayat-ayat cinta/damai lebih banyak dibandingkan ayat perang. (94) Kelebihan buku ini adalah tidak hanya mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis sebagaimana buku-buku lain. Satuan lingual seperti pada WRB (92) merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara sikap kami (mengacu pada pasangan suami istri rakyat Palestina) yang tidak membenci musuhnya dengan orang Israel yang memiliki sikap sebaliknya. Sementara itu pada WRB (93) terdapat satuan lingual dibandingkan dengan merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara jumlah ayat-ayat dalam Alquran yang bernapaskan cinta atau damai dengan ayat-ayat dalam Alquran yang
bertemakan
perang.
Selanjutnya
pada
satuan
lingual
sebagaimana pada WRB (94) adalah pengacuan komparatif yang commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengacu pada perbandingan persamaan substansi antara buku yang diresensi yakni yang berjudul Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, Teori dan Praktik dalam mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis dengan buku-buku lain yang membahas hal tersebut.
b) DT.3/SP/4FEB/11 (95) Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka, karena kita belum tentu lebih baik dibanding mereka. Satuan lingual dibanding pada WRB (95) adalah pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara akhlak orang biasa yang biasanya dianggap lebih baik dan lebih tinggi derajatnya dengan seorang pelacur yang lebih sering dipandang sebelah mata.
c) DT.4/SP/4MAR/11 (96) Untuk Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk membuka hati pembaca agar terjadi pencerahan. Ibarat pada pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Udara yang sumpek akan menyesakkan napas, sehingga akan melemahkan semangat. Dengan udara baru yang segar, akan memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan. Pada WRB (96) terdapat penggunaan kata ibarat yang mengacu pada perbandingan persamaan antara isi buku yang dimaksudkan untuk membuka hati bagi para pembaca agar terjadi pencerahan dengan suasana di pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Dengan kata lain dengan membaca buku kita juga akan mendapatka kesegaran dan pencerahan yang diandaikan seperti saat kita menghirup dan menikmati udara di pagi hari.
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Penyulihan (Substitusi) Di dalam WRB samping dengan pengacuan (referensi), kohesi gramatikal juga tergambar melalui penyulihan atau substitusi. Substitusi adalah penggantian satuan lingual tertentu yang telah disebut dengan satuan lingual yang lain. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausa. Berikut ini pola penyulihan atau substitusi yang terdapat pada WRB: 1) DT.1/SP/7JAN/11 (97) Tentara Israel mengejar para shabab, anak muda Palestina yang berumur 10-12 tahunan. Anak-anak muda itu melakukan pembangkangan. Pada WRB (97) satuan lingual nomina shabab yang telah disebutkan sebelumnya digantikan oleh satua lingual nomina pula yakni anak-anak muda. Karena satuan lingual yang berkategori nomina tersebut digantikan dengan satuan lingual lain yang berkategori sama, maka substitusi tersebut termasuk dalam substitusi nominal. 2) DT.3/SP/4FEB/11 (98) Dan, untuk mendalami kehidupan selebritis, lulusan Fakultas Syari’ah IAIN Medan ini menjadikan sejumlah artis sebagai narasumber. WRB (98) kata lulusan Fakultas Syari’ah IAIN Medan merupakan substitusi dari penulis buku, yakni Bambang Saputra. Dalam wacana tersebut memang tidak tertulis secara berurutan antara nama penulis dengan substitusinya namun hal tersebut dapat diperkuat dengan adanya pernyataan langsung yang mendahuluinya yang tercermin pada tuturan berikut ini, menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka, karena kita belum tentu lebih baik disbanding mereka, “ Saya percaya commit to user bahwa seorang pelacur pun pasti masih punya hati nurani.” Karena
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
satuan lingual yang digantikan merupakan nomina dan digantikan dengan satuan lingual yang berkategori yang sama, maka disebut substitusi nomina.
3) DT.4/SP/4MAR/11 (99) Metode yang diungkap dalam buku ini, menurut penyuntingnya, Mh Zaelani Tammaka, awalnya hanya diajarkan di lingkungan pondok pesantren yang didirikan oleh Musthofa Kamil, yakni Pondok Pesantren Baitul Musthofa, beralamat, di Kedungtukul RT o0/RW VII Mojosongo, Jebres, Solo. Setelah penulisnya meninggal dunia, untuk mengabadikan gagasan-gagasan sekaligus mengenang setahun wafatnya, diterbitkan buku ini. WRB (99) satuan lingual Musthofa Kamil yang telah disebutkan terlebih dahulu digantikan oleh satuan lingual nomina pula, yakni kata penulisnya. Oleh karena itu peristiwa penggantian satuan lingual di atas termasuk substitusi nomina karena satuan lingual yang diganti maupun yang menggantikan merupakan nomina.
4) DT.5/SP/18MAR/11 (100) Siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah pikiran karena penemuan-penemuannya? Pertanyaanpertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim. WRB (100) satuan lingual buah pikiran yang telah disebutkan terlebih dahulu digantikan oleh satuan lingual nomina pula, yakni kata buah karya. Oleh karena itu, peristiwa penggantian satuan lingual di atas termasuk substitusi nomina karena satuan lingual yang diganti maupun yang menggantikan merupakan nomina.
c. Pelesapan (Elipsis) 1) DT.1/SP/7JAN/11 (101) Dalam pengejaran itu,user seorang tentara tertinggal, terpisah commit to dari rombongannya.
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(102) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina. (103) Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan akan memberinya kopi lagi. (104) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Yang kedua adalah pasifis. Yang terakhir ini, masih dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolut, yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan, menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis. (105) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan seperti itu. (106) Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata. (107) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Salah satunya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan. Pada WRB (101) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu kata tentara. Dengan pelesapan itu wacana menjadi lebih efektif, efisien, dan wacananya menjadi padu (kohesif). Di dalam analisis wacana, unsur (konstituen) yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang Ø) pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Dengan cara seperti itu maka peristiwa pelesapan pada tuturan (101) dapat dipresentasikan menjadi (101a), dan apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa adanya pelesapan maka akan tampak seperti (101b) berikut. (101a) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, Ø terpisah dari rombongannya. (101b) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, tentara terpisah dari rombongannya. commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal yang sama terjadi juga pada WRB (102), (103), (104), dan (105). Pada tuturan (102), yaitu pelesapan pada kata dia. Dengan demikian wacana (102) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (102a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (102b) seperti di bawah ini. (102a)
Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, Ø masuk ke sebuah rumah warga Palestina. (102b) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, dia masuk ke sebuah rumah warga Palestina. Selanjutnya pada (103) pelesapan terjadi pada kata kami. Wacana (103) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (103a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (103b) seperti di bawah ini. (103a) Kami takkan pernah menjadi seperti orang Israel membenci musuh kami; kami akan bermurah kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali dan Ø akan memberinya kopi lagi. (103b) Kami takkan pernah menjadi seperti orang Israel membenci musuh kami; kami akan bermurah kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali dan kami akan memberinya kopi lagi.
dan hati lagi dan hati lagi
Selanjutnya pada (104) pelesapan terjadi pada dua, yaitu kata respons dan kata model. Wacana (104) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (104a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (104b) seperti di bawah ini. (104a) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Ø Yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Ø Yang kedua adalah pasifis. Ø Yang terakhir ini, masih dibagi menjadi dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Ø Yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolute yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis. (104b) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Respons yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Respons yang kedua adalah pasifis. Respons yang terakhir ini, masih dibagi menjadi dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Model yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolute yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis. Kemudian pada tuturan (105) terjadi pelesapan pada kata nirkekerasan. Wacana (105) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (105a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (105b) seperti di bawah ini. (105a) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan Ø seperti itu. (105b) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan nirkekerasan seperti itu. Pada WRB (106) dan (107) terdapat satuan lingual yang berupa frasa yaitu ajaran dan cerita nirkekerasan pada tuturan (106) dan klausa hal itu jarang diungkap dan klausa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan pada tuturan (107). Wacana tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (106a) dan (107a) serta apabila unsurnya
tidak
dilesapkan
maka
akan
menjadi
(106b)
dan
(107b)seperti di bawah ini. (106a)
Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata Ø. (106b) Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata ajaran dan cerita nirkekerasan.
(107a) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Ø Salah satunya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan (107b) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Hal itu jarang diungkap dan Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan salah satu sebabnya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan. 2) DT.2/SP/21JAN/11 (108) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. (109) Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan. Pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri, dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Kedua, di Suryalaya, sistem pendidikan yang menekankan pengajaran tarekat membedakannya dari pesantrenpesantren lain. (110) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktis, namun juga spiritual. Pada tuturan (108) dan (109) terdapat satuan lingual yang berupa kata, yaitu pada kata tarekat pada wacana (108) dan kata pertimbangan serta pesantren pada wacana (109). Dalam hal ini, demi efektivitas kalimat, kepraktisan. Dan efisiensi bahasa mengaktifkan pemikiran mitra bicara terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam tuturan, maka perlu dilakukan pelesapan. Tuturan tersebut dapat direpresentasikan menjadi tuturan (108a) dan (109a) serta apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan tuturan yang tidak efektif, tidak praktis, dan tidak efisien, seperti pada tuturan (108b) dan (109b) berikut ini. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(108a) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni Ø Qadiriyah dan Ø Naqsabandiyah. (108b) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah. (109a)
Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan. Ø pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri, dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Ø kedua, di Ø Suryalaya, sistem pendidikan yang menekankan pengajaran tarekat membedakannya dari pesantren-pesantren lain. (109b) Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri, dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Pertimbangan kedua, di Pesantren Suryalaya, sistem pendidikan yang menekankan pengajaran tarekat membedakannya dari pesantren-pesantren lain. Selanjutnya masih dalam data yang sama terdapat sebuah wacana lagi yang mengandung unsur pelesapan, yakni pada tuturan (110). Pada tuturan ini terjadi pelesapan frasa berupa peran TQN. Pelesapan terjadi satu kali, dengan demikian tuturan (110) tersebut dapat direpresentasikan kembali menjadi (110a) dan apabila unsurunsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (110b) sebagai berikut. (110a) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktis, namun juga Ø spiritual. (110b) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktis, namun juga peran TQN dalam spiritual.
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) DT.3/SP/4FEB/11 (111) Tapi, menurut penulis buku ini, bukankah Alquran itu pedoman umum? Bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti. Pada wacana (111) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu Alquran. Tuturan tersebut dapat direpresentasikan kembali menjadi (111a) dan (111b) jika unsur-unsurnya tidak dilesapkan seperti berikut ini. (111a) Tapi, menurut penulis buku ini, bukankah Alquran itu pedoman umum? Ø Bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti. (111b) Tapi, menurut penulis buku ini, bukankah Alquran itu pedoman umum? Alquran bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti.
4) DT.4/SP/4MAR/11 (112) Setelah penulisnya meninggal dunia, untuk mengabadikan gagasan-gagasannya sekaligus mengenang setahun wafatnya, diterbitkan buku ini. Pada wacana (112) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu penulis. Tuturan tersebut dapat direpresentasikan kembali menjadi (112a) dan (112b) jika unsur-unsurnya tidak dilesapkan seperti berikut ini. (112a)Setelah penulisnya meninggal dunia, untuk mengabadikan gagasan-gagasannya sekaligus mengenang setahun wafatnya Ø, diterbitkan buku ini. (112b)Setelah penulisnya meninggal dunia, untuk mengabadikan gagasan-gagasannya sekaligus mengenang setahun wafatnya penulis, diterbitkan buku ini. d. Perangkaian (Konjungsi) 1) DT.1/SP/7JAN/11 (113) Si tentara diperbolehkan pergi ketika situasi aman setelah shabab sudah pergi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
(114) Dalam sebuah perbincangan mengenai gerakan perlawanan tanpa kekerasan, satu bulan kemudian, tuan rumah itu, Ahmad, menyatakan, “Agama dan adat memungkinkan ”Agama dan adat memungkinkan kami untuk melindungi kemanusiaan kami.” (115) Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan akan memberinya kopi. (116) Yang lainnya adalah adalah pasifisme kesaksian absolute, yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan, menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis. (117) Abu Nimer, seorang professor tamu pada International Peace and Conflict Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata. Demikian pula ajaran-ajaran dalam Alquran dan sunah. (118) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Salah satunya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan. (119) Premis nirkekerasan aktif ini adalah ajaran Islam yaitu adil, ihsan (berbuat baik), rahmah (kasih sayang), dan hikmah (kearifan). Sarjana muslim, Abdul Gaffar Khan, menyebutkan amal, keyakinan dan cinta. (120) Lewat buku ini, Abu Nimer mengaitkan tiga hal yaitu pasifisme, nirkekerasan, dan bina damai (peace building). Kelebihan buku ini adalah tidak hanya mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis sebagaimana buku-buku lain. Alangkah lebih lengkap jika bina-damai di Indonesia dibahas. Ajaran dan tradisi dalam masyarakat muslim ini perlu dieksplorasi dan dipraktikkan masyarakat untuk mewujudkan dunia damai. (121) Diantaranya universalitas dan kemuliaan manusia, kesetaraan, kesakralan hidup manusia, pencarian perdamaian, pembangunan perdamaian, pengetahuan dan akal, kreativitas dan inovasi, pemaafan, kesabaran, dan solidaritas. Pada data ini terdapat sejumlah konjungsi dengan berbagai makna, pada data WRB (115) terdapat konjungsi waktu, pada tuturan (116), (117), (118, (119), (120, (121), (122), dan (123) serta pada commitkonjungsi to user syarat. Konjungsi ketika dan tuturan (122) mengandung
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
setelah pada tuturan (115) berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu atau hubungan klausal antara klausal pertama dan klausal kedua. Selanjutnya konjungsi dan yang terdapat pada tuturan (116), (117), (118, (119), (120, (121), (122) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Konjungsi dan pada kalimat-kalimat tersebut menyatakan makna penambahan atau aditif. Selain konjungsi dan pada tuturan (22) mengandung konjungsi syarat yakni jika. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan syarat, yaitu buku Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, Teori dan Praktik akan lebih lengkap apabila di dalamnya ditambahkan pembahasan mengenai bina-damai di Indonesia. 2) DT.2/SP/21JAN/11 (122) Di pondok pesantren ini selain diajarkan ilmu agama pada umumnya, santri di sini diajarkan dan mereka mengamalkan tarekat. Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. (123) Pesantren yang dirintis Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau dikenal dengan panggilan Abah sepuh ini menjadi salah satu tempat berteduh bagi jiwa-jiwa yang gelisah dan haus nilai-nilai rohani dan kecintaan pada illahi. (124) Pada masa perintisannya banyak mengalami kendala, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun masyarakat sekitar. Demikian pula secara geografis yang sulit. Namun, semua itu dapat dilalui dengan selamat dan pesantren ini dapat didirikan dan makin dikenal masyarakat. (125) Pesantren ini didirikan pada pada 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, dengan modal awal sebuah masjid di Kampung Godebag Desa Tanjung Kerta. (126) Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Surryalaya semakin berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati masyarakat, sarana pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah santri yang biasa disebut ikhwan. (127) Pertama, pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai cirri tersendiri, dan posisinya sebagai TQN membuatnya unik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
(128) Figur KH Ahmad Sholahibulwafa Tajul Arifin atau lebih masyur disapa Abah Anom sebagai pengasuh peantren merupakan keistimewaan tersendiri. (129) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktik, namun juga spiritual. Dicontohkan, metode zikir yang diciptakan dan diterapkan Abah Anom, itu bagian dari usahanya merehabilitasi korban obat terlarang dan gangguan mental lainnya yang mencerminkan kegiatan spiritual yang dilembagakan. Oleh karena itu, hampir semua orang dari berbagai lapisan sosial, dari tukang sapu, selebritis hingga pejabat tinggi berdatangan ke Suryalaya dan menjadi murid Abah Anom. (130) Karya ini setidaknya dapat menjawab pertanyaan: pertama, bagaimana TQN bisa menjadi ada dan terus berkembang, dan bagaimana tarekat ini ditopang? Kedua, apa basis pengajaranpengajarannya? Ketiga, bagaimana ajaran TQN berkembang dan implementasinya di lapangan? (131) Sebagai fenomena luar biasa, banyak orang penasaran dengan keberadaan pondok pesantren ini. Maka, buku ini menjelaskan tentang perkembangan TQN di Tanah Air, terutama TQN Suryalaya, sejarah berdirinya, perkembangannya, silsilah kemursyidannya, amalan rohaninya, hingga menyentuh ke pengaruh sosial politik dari TQN di Tanah Air. (132) Dalam pengamatan Mulyati, kecenderungan dan perhatian masyarakat terhadap ilmu tasawuf sekarang ini semakin meningkat. Ini perlu ditumbuhkembangkan guna meningkatkan pemahaman dan memerluas keilmuan tentang tasawuf serta tarekat-tarekatnya. Konjungsi yang terdapat pada WRB (124), (125), (126), (128), (129), (131), (132), dan (134) merupakan konjungsi penambahan atau aditif berupa konjungsi dan dan serta. Konjungsi dan pada tuturantuturan (124), (125), (126), (128), (129), (131), (132), dan (134) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Berikutnya konjungsi serta ditemukan terdapat pada WRB (128) dan (134) memiliki fungsi yang sama dengan dengan konjungsi dan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pada WRB (126) dan (131) mengandung konjungsi pertentangan yang commit to user ditandai dengan kata namun. Sedangkan pada WRB (125), (127),
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(130) terdapat konjungsi pilihan atau alternatif yang ditandai dengan kata atau. Konjungsi sebab-akibat maka pada WRB (133) yang berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara sebagai fenomena luar biasa, banyak orang penasaran dengan keberadaan pondok pesantren ini, sebagai sebab, dengan klausa selanjutnya maka buku ini menjelaskan tentang perkembangan TQN di Tanah
Air,
terutama
TQN
Suryalaya,
sejarah
berdirinya,
perkembangannya, silsilah kemursyidannya, amalan rohaninya, hingga menyentuh ke pengaruh sosial politik dari TQN di Tanah Air sebagai jawaban atas rasa penasaran masyarakat atas keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya, sebagai akibat yang mengikutinya.
3) DT.3/SP/4FEB/11 (133) Padahal profesi apa pun kita mempunyai cara tersendiri dalam bertuhan, termasuk para artis yang juga dikenal sebagi kaum selebritis. (134) Selama ini dunia artis atau selebritis dikesankan jauh dari Tuhan. Oleh karena itu, buku ini merupakan upaya mengungkap realitas paling dalam selebritis mendekatkan diri kepada Tuhan. Juga mengungkap cara mereka mengaktualisasikan diri dalam bertuhan. (135) Selama ini di masyarakat terkesan ada yang sengaja ditutupi dengan rasa sok suci. Kelompok ini sering menuding dan berteriak orang lain di luar dirinya/kelompoknya dinyatakan kafir. Ada yang menyatakan seseorang tidak beriman dan sesat. (136) Mengapa jika ada yang memahami Tuhan dengan cara berbeda kok dihukum manusia lain? (137) Nabi pun tidak berani bertindak gegabah tanpa wahyu. Ini terbukti ketika masa wahyu terputus, Nabi gelisah karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelasaikannya sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak? (138) Kita tidak mengetahui orang lain dalam kesunyian sebenarnya juga mengamalkan ajaran agama. (139) Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka karena kita belum tentu lebih baik dibanding mereka. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
95 digilib.uns.ac.id
(140) Semua diperlukan kecerdasan dan kearifan untuk dapat memahami realitas untuk dapat memahami realitas zaman. Dan, untuk mendalami kehidupan para selebritis, lulusan Fakultas Syari‟ah IAIN Medan, ini menjadikan sejumlah artis sebagai narasumber. (141) Ia mengungkap, mengeksplorasi berbagai rahasia spiritual dan pengalaman religius para artis. “Saya mencoba mengungkapkan cara-cara para artis dalam bertuhan, menjalankan ibadah, model zikir dan muhasabah, persepsi, pengalaman dan kerinduan mereka aka Tuhan, ujarnya. (142) Aktor kawakan Anwar Fuadi yang juga sahabat Bambang, mengapresiasi karya ini menggetarkan hati. Karya ini mengungkapkan pengalaman hubungan para artis dengan Tuhan di ruang-ruang privasi mereka. (143) Musisi dan pencipta lagu Deddy Dores pun mengatakan, “Ini buku penting, supaya kita tahu ada sisi lain dari dunia artis. Bukan glamornya saja.” (144) Bambang yang juga ustad muda ini mengatakan para artis/seniman adalah orang-orang yang dikaruniai Allah SWT jiwa kelembutan. Lewat kemampuan mereka dalam seni akting, bernyanyi, melukis dan lainnya tentu mengantarkan mereka pada tingkat kesyahduan dalam beribadah. (145) Bila akhir-akhir ini ada artis kedapatan menggunakan narkoba, ada yang terlibat video mesum, dsb, bukankah profesi lainnya demikian? (146) Bila kita menyimak cara mereka bertuhan, ibadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman serta kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan. (147) Menurut aktor senior Deddy Mizwar, pesan-pesan dalam buku ini potret nyata bahwa seni pun bila berada dalam koridor ilahiah maka ia dapat mengantarkan seseorang mengenal Tuhan. Pada WRB (135), (136), (137), (139), (140), (142), (143), (144), (145), (146) terdapat konjungsi juga, dan dan serta yang kesemuanya merupakan konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga, dan dan serta itu sendiri. Sedangkan konjungsi atau pada WRB (136) dan (141) berfungsi untuk menyatakan hubungan pilihan atau commit to user alternatif. Selanjutnya pada WRB (138) terdapat konjungsi syarat,
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu mengapa jika ada yang memahami Tuhan dengan cara berbeda kok dihukum manusia lain Pada WRB (139) dan (141) terdapat konjungsi ketika yang berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu. Selain itu pada WRB (139) selain terdapat konjungsi dan yang telah dijelaskan sebelumnya juga terdapat konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelasaikannya sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak, sebagai sebab dengan klausa Nabi gelisah, sebagai akibat. Setali tiga uang dengan konjungsi yang terdapat pada WRB (138), pada WRB (147), (148) dan (149) juga terdapat konjungsi syarat. Bedanya jika pada WRB ditandai dengan kata jika sedangkan pada WRB (147), (148) dan (149) yang ditandai dengan kata bila. Namun pada WRB (149) selain konjungsi syarat, di dalamnya juga terdapat konjungsi maka yang berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat.
4) DT.4/SP/4MAR/11 (148) Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk membuka hati pembaca agar terjadi pencerahan. Ibarat pada pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Udara yang sumpek akan menyesakkan napas, sehingga akan melemahkan semangat. Dengan udara baru yang segar, akan memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan. (149) Demikian pula buku ini, dengan diberi subjudul Zikir untuk Manajemen Sumber Daya Manusia, mengarahkan pada pemahaman kita sebagaimana udara pagi. Zikir yang selama ini hanya dilakukan sebagian masyarakat, sehingga terkesan eksklusif, seharusnya dipahami sebagai pencerahan agar memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan hidup kita. (150) Menurut penulis buku ini, Musthofa Kamil, zikir sering commit to useryang bersifat vertikal (hablum dipahami sebagai ibadah
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
minallah), padahal zikir sesungguhnya juga memiliki banyak manfaat pada sisi horizontal atau kemasyarakatan (hablum minannas). Di berbagai bidang kehidupan, orang sering kali mencari jalan pintas untuk meraih sukses, meski dengan cara yang tidak bermartabat. Di sekolah, murid sibuk membuat contekan dan memburu bocoran soal ujian. Di instansi, pegawai sibuk melakukan lobi sembari membawa bingkisan untuk meraih jabata tertentu. Tegasnya, semua cara ditempuh agar tujuan dapat dicapai. Oleh karena itu, melalui buku ini kita akan menemukan potensi diri dan dengan potensi itulah diharapkan kita akan dapat mengaktualisasikan dalam kenyataan. Metode tasawuf konvensional sangat rumit dan memerlukan pola hidup asketis yang berat. Kerumitan dan beratnya syarat itu menjadikan tasawuf menjadi eksklusif, dan karena itu diskriminatif. Karena orientasinya yang terlalu berat itulah tasawuf kehilangan konteks dengan persoalan hidup seharihari. Dengan begitu, buku ini bukan lagi diperuntukkan bagi santri Pondok Pesantren Baitul Musthofa namun juga bagi kita. Pakar tasawuf yang juga dosen Fakultas Adab dan Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dr KH Kharisudin Aqib MAg, mengatakan melalui penjelasan praktis dan bahasa yang mudah dicerna, buku ini menawarkan inovasi kontemplatif untuk mendekatkan kepada Sang Khalik sekaligus mengembangkan potensi diri menjadi insane bertakwa, professional, dan berwatak sosial. Buku ini juga merupakan potret pergaulan panjang penulisny, disajikan dengan sistematis, sederhana, dan contoh-contoh yang praktis aplikatif. Pada WRB (150), (151), (152), (153), (154), (155), (156), dan
(157) terdapat konjungsi juga dan dan yang merupakan konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga dan dan itu sendiri. Selain mengandung konjungsi dan pada WRB (150) juga mengandung konjungsi ketika yang berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu serta konjungsi agar yang berfungsi untuk menyatakan hubungan commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan. Konjungsi yang sama juga terdapat pada WRB (151) dan (153) dengan tanda yang sama pula, yakni agar. Pada
WRB
(153)
terdapat
konjungsi
meski
yang
menghubungkan secara konsesif antara klausa di berbagai bidang kehidupan, orang sering kali mencari jalan pintas untuk meraih sukses dengan klausa dengan cara yang tidak bermartabat. Selanjutnya pada WRB (155) ditemukan penggunaan konjungsi karena. Konjungsi karena ini sekalipun berada di awal kalimat tetap berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara orientasinya yang terlalu berat itulah, sebagai sebab dengan klausa tasawuf kehilangan konteks dengan persoalan hidup sehari-hari sebagai akibat yang mengikutinya. Berikutnya pada WRB (156) terdapat konjungsi yang menyatakan cara yang ditandai dengan dengan begitu.
5) DT.5/SP/18MAR/11 (156) Siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah pikiran karena penemuan-penemuannya? Pertanyaanpertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim. Dan, semua itu diungkap dalam buku yang ditulis Heri Ruslan, wartawan Republika ini. (157) Bahkan boleh jadi, tanpa kontribusi dari pemimpin, ilmuwan dan cendikiawan muslim di era itu, dunia tak akan mengalami lompatan kemajuan seperti sekarang. (158) Oleh karena itu, ketika di Harian Republika ada rubrik membahas sejarah peradaban Islam, Heri menuangkan di situ. (159) Sekitar 600 tahun sebelum Roger Bacon dan Leonardo Da Vinci-sarjana Barat- mencoba terbang menjelajahi angkasa, ilmuwan muslim Abbas Ibnu Firnas pada Abad Ke-9 M telah berhasil melakukan uji coba penerbangan dengan teknologi yang dikembangkannya. (160) Fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama. Maka, tak salah bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan system manajemen mereka “Firnas”. (161) Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan commit semacam to user terkendali. Dengan alat kendali terbang yang
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya. Dia juga bisa mengubah arah terbang. (162) Dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur. Meski demikian, ia mengalami luka-luka saat mendarat. (163) Buku ini juga menjelaskan Islam pernah mencapai masa kejayaan dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa dalam dunia keilmuwan maupun industri. Pada WRB (158), (159), (163), dan (165) terdapat konjungsi juga dan dan yang merupakan konjungsi penambahan (aditif). Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga dan dan itu sendiri. Selain mengandung konjungsi dan, pada WRB (158) juga mengandung konjungsi bila yang menyatakan hubungan syarat, yaitu pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim. Serta satu lagi konjungsi yang melekat pada WRB (158), yakni konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi
hubungan
sebab-akibat atau hubungan klausal antara siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah pikiran, sebagai akibat dengan penemuan-penemuannya sebagai sebabnya. Pada WRB (160) dan (161) terdapat dua konjungsi yang keduany merupakan konjungsi yang menyatakan hubungan waktu. Pada WRB (160) terdapat konjungsi ketika sedangkan pada WRB (161) terdapat konjungsi sebelum. Selanjutnya pada WRB (162) yang juga mengandung konjungsi maka yang fungsi dan kedudukannya sama dengan konjungsi sebelumnya, yakni konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama, sebagai sebab dengan klausa tak salah commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan system manajemen mereka “Firnas”, sebagai akibat. Berikutnya pada WRB (164) terdapat konjungsi meski demikian yang menghubungkan secara konsesif antara klausa dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur dengan klausa ia mengalami luka-luka saat mendarat.
No 1. 2.
3.
4. 5. 6. 7.
8. 9.
10.
11.
Tabel 2 Jenis dan Bentuk Pemarkah Gramatikal pada Analisis Wacana Rubrik Resensi Buku Solopos Jenis Kohesi Gramatikal Pemarkah Kohesi Gramatikal Pengacuan pronomina persona I Saya (62), (64), (72) tunggal Pengacuan pronomina persona I Kami (51) jamak Kita (55), (61), (62), (63), (66), (68), (69), (70), (71), (72), (73), (74), (75) Pengacuan pronomina persona III -nya (48), (49), (50), (51), (52), (53), tunggal (54), (55), (56), (58), (60), (64), (77) Dia (49), (51), (52), (76), (79) Ia (64), (78), (79) Pengacuan pronomina persona III Mereka (57), (59), (62), (64), (65), jamak (67), (68) Pengacuan demonstratif tempat Itu (80), (81), (82) dekat dengan penutur Pengacuan demonstratif dekat Ini (83), (84), (85), (86) dengan penutur Di sini (83) Pangacuan demonstratif waktu Sekarang (87), (88), (90) kini Akhir-akhir ini (89) Saat ini (91) Pangacuan demonstratif waktu Era itu (90) lampau Pengacuan komparatif Seperti (92) Dibandingkan (93), (95) Sebagaimana (94) Ibarat (96) Substitusi nomina Shabab - anak-anak muda (97), Bambang Saputra – lulusan Fakultas Syari‟ah IAIN Medan (98), Musthofa Kamil – penulisnya (99), buah karya – buah pikiran (100) Pelesapan commit to Tentara user (101), dia (102), kami (103), respons;
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12.
Konjungsi sebab akibat
13. 14. 15. 16.
Konjungsi pertentangan Konjungsi konsesif Konjungsi tujuan Konjungsi penambahan (aditif)
model (104), nirkekerasan (105), ajaran dan cerita nirkekerasan (106), Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? (107), tarekat (108), pertimbangan; pesantren (109), peran TQN (110), Alquran (111), penulis (112) Maka (131), (147), (160) Karena (137), (139), (153), (156) Namun (124), (129) Meski (151), (162) Agar (148), (149), (151) Dan (114), (115), (116), (117), (118), (119), (120), (122), (123), (124), (126), (127), (129), (130), (132), (135), (137), (140), (141), (143), (144), (146), (148), (149), (151), (152), (153), (155), (156), (157), (161) Serta (126), (132), (146) Juga (133), (134), (138), (142), (144), (150), (154), (155), (161), (163)
17.
Konjungsi pilihan (alternatif)
Atau (122), (125), (128), (134), (139)
18.
Konjungsi waktu
19.
Konjungsi syarat
20.
Konjungsi cara
Ketika (113), (137), (148), (158) Setelah (113) Sebelum (159) Jika (120), (136) Bila (145), (146), (147), (156) Dengan begitu (154)
Kohesi leksikal tidak berkaitan dengan hubungan gramatikal dan hubungan semantik. Kohesi leksikal ini hanya berkaitan dengan hubungan yang didasarkan pada pemakaian kata. Keutuhan wacana pada rubrik “Resensi Buku” dapat dilihat pada unsure pembentuk sebagai berikut: 2) Kohesi Leksikal a. Repetisi 1) DT.1/SP/7JAN/11 (164) Si tentara diperbolehkan pergi ketika situasi aman setelah commit to user shabab sudah pergi.
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(165) Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. (166) Dalam pemahaman publik, perlawanan orang Palestina terhadap pendudukan Israel terbatas pada perlawanan kekerasan. Padahal, ada perlawanan nirkekerasan yang dilakukan oleh orang Palestina, termasuk lewat intifada. (167) Secara umum, ada dua respon terhadap kekerasan. Yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. (168) Yang terakhir ini, masih dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolute, yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan, menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis. (169) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan seperti itu. Kolega Gandhi, Badshah Khan adalah pejuang perlawanan nirkekerasan di Pakistan. Pada WRB (164), (165), (166), (167), (168), dan (169) terdapat repetisi yang bersifat tautotes karena kata yang diulang berada dalam sebuah konstruksi kalimat, yaitu kata pergi yang diulang dua kali dalam WRB (164). Selanjutnya kata kami dan kata musuh kami yang masing-masing diulang dua kali pada WRB (165). Kata perlawanan yang diulang tiga kali dalam WRB (166). Kemudian kata kekerasan yang juga diulang tiga kali pada WRB (167). Penggunaan pasifisme yang diulang tiga kali pada WRB (168) dan yang terakhir pengulangan hingga tiga kali kata perlawanan pada konstruksi yang sama dalam WRB (169).
2) DT.2/SP/21JAN/11 (170) Bagi kalangan pesantren, nama Pondok Pesantren Suryalaya sudah bukan asing lagi, terutama di Jawa Barat. Di pondok pesantren ini selain diajarkan ilmu agama pada umumnya, santri ini diajarkan dan mereka mengamalkan tarekat. Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini (171) Bagi penulisnya, Dr. Hj.Sri Mulyati, MA, karya yang diangkat dari disertasinya ini merupakan commit to user kontribusi studi tentang tarekat
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di Indonesia. Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan penting. (172) Maka, buku ini menjelaskan tentang perkembangan TQN di Tanah Air, terutama TQN Suryalaya, sejarah berdirinya, perkembangannya, silsilah kemursyidannya, amalan rohaninya, hingga menyentuh ke pengaruh sosial politik dari TQN di Tanah Air. (173) Dalam pengamatan Mulyati, kecenderungan dan perhatian masyarakat terhadap ilmu tasawuf sekarang ini semakin meningkat. Ini perlu ditumbuhkembangkan guna meningkaykan pemahaman dan memerluas keilmuan tentang tasawuf serta tarekat-tarekatnya. Sejalan dengan DT.1/SP/7JAN/11, pada data ini yang meliputi WRB (170), (171), (172), dan (173) juga ditemukan penggunaan repetisi tautotes. Adapun pengulangan tersebut terjadi pada WRB (170) yang menampilkan pengulangan kata pondok pesantren hingga tiga kali. Selanjutnya kata studi yang diulang dua kali pada WRB (171), kata TQN yang diulang tiga kali dan kata tanah air yang diulang dua kali pada WRB (172) serta kata tasawuf pada WRB (173) yang diulang dua kali dalam konstruksi tersebut. 3) DT.3/SP/4FEB/11 (174) Padahal, profesi apa pun kita mempunyai cara tersendiri dalam bertuhan, ternasuk para artis yang juga dikenal sebagai kaum selebritis. Kehidupan glamor para artis inilah yang menjadi inspirasi bagi penulis buku ini, Bambang Saputra, sehingga menuangkan idenya ke dalam buku Artispun Bertuhan, yang mengungkap sisi religiusitas para artis. (175) Selama ini dunia artis atau selebritis dikesankan jauh dari Tuhan. Oleh karena itu, buku ini merupakan upaya mengungkap realitas paling dalam selebritis mendekatkan diri dalam kepada Tuhan. (176) Nabi pun tidak berani bertindak gegabah tanpa wahyu. Ini terbukti ketika masa wahyu terputus, Nabi gelisah karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelesaikannya sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak. (177) Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka, karena kita belum commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentu lebih baik dibanding mereka. “Saya percaya bahwa seorang pelacur pun pasti masih mempunyai hati nurani.” (178) Aktor kawakan Anwar Fuadi yang juga sahabat Bambang, mengapresiasi karya ini menggetarkan hati. Karya ini mengungkapkan pengalaman hubungan para artis dengan Tuhan di ruang-ruang privasi mereka. (179) Bila kita menyimak cara mereka bertuhan, ibadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman serta kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan. Pada WRB (174) terdapat penggunaan pengulangan kata artis yang diulang tiga kali. Sedangkan pada WRB (175) dan (179) kata Tuhan diulang dua kali. Pada WRB (176) terdapat tiga kata sekaligus yang mengalami perulangan, yakni kata nabi yang diulang tiga kali, kemudian kata bertindak yang diulang dua kali, dan yang terakhir kata wahyu yang diulang dua kali juga. Berlanjut pada WRB (177) yang di dalamnya terdapat repetisi kata pelacur sebanyak dua kali dan yang terakhir pada WRB (178) ditemukan pengulangan kata karya sebanyak dua kali. Kesemua repetisi tersebut termasuk dalam repetisi tautotes karena satuan lingual tersebut diulang beberapa kali dalam sebuah konstruksi.
4) DT.4/SP/4MAR/11 (180) Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk membuka hati pembaca agar terjadi pencerahan. Ibarat pada pagi hari kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Udara yang sumpek akan menyesakkan napas, sehingga melemahkan semangat. Dengan udara baru yang segar, akan memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan. (181) Menurut penulis buku ini, Musthofa Kamil, zikir sering dipahami sebagai ibadah yang bersifat vertikal (hablum minallah), padahal zikir sesungguhnya juga memiliki banyak manfaat pada sisi horizontal atau kemasyarakatan (hablum minannas). Buku ini mengungkap keajaiban zikir dari sisi horizontal sebagai model alternatif manajemen sumber daya manusia (SDM).commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(182) Oleh karena itu, melalui buku ini kita akan menemukan potensi diri dan dengan potensi itulah diharapkan kita akan dapat mengaktualisasikan dalam kenyataan. “Zikir yang saya kembangkan dalam buku ini, pertama-tama bertujuan untuk mengenali potensi diri kita sendiri. Sesudah mengenal potensi diri, tujuan berikutnya adalah untuk mengaktualisasikan potensi itu secara efisien.” (183) Kenapa tidak menggunakan metode tasawuf? Metode tasawuf konvensional sangat rumit dan memerlukan pola hidup asketis yang berat. Kerumitan dan beratnya syarat itu menjadikan tasawuf menjadi eksklusif, dank arena itu diskriminatif. Karena orientasinya yang terlalu berat itulah tasawuf kehilangan konteks dengan persoalan hidup sehari-hari. Repetisi pada WRB (180) terjadi pada kata membuka, kesegaran, kehangatan, dan udara, yang masing-masing mengalami dua kali pengulangan. Selanjutnya pada WRB (181) pengulangan terjadi pada satuan lingual zikir sebanyak tiga kali. Kata potensi mengalami pengulangan sebanyak lima kali sekaligus dalam konstruksi yang sama pada WRB (182). Pada WRB (183) ditemukan dua kata mengalami repetisi, yakni kata tasawuf dan metode tasawuf. Pengulangan yang terjadi kesemuanya merupakan repetisi tautotes. 5) DT.5SP/18MAR/11 (184) Siapakah yang merintis serikat pekerja? Siapakah ahli pekerja? Siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah pikiran karena penemuan-penemuannya? (185) Bahkan,boleh jadi tanpa kontribusi dari pemimpin, ilmuwan, dan cendekiawan muslim era itu, dunia tak akan mengalami lompatan seperti sekarang. Sayangnya, kontribusi penting itu seakan sengaja dilupakan. Akibatnya anak- anak muda muslim pun lebih menganggumi ilmuwan Barat. (186) Padahal, jauh sebelum Barat menguasai peradaban, Islamlah yang menguasai dunia. Dalam proses pembelajaran di sekolahsekolah pun tampaknya kurang diberikan pengetahuan sejarah peradaban Islam. Oleh karena itu, ketika di Harian Republika ada rubrik membahas sejarah peradaban Islam, Heri menuangkan di situ. (187) Isinya memang ada kemiripan dengan buku 99 Ilmuwan Muslim Perintis Sains Modern. Bedanya, buku Khazanah lebih menekankan pikiran, sedangkan 99 Ilmuwan commitbuah to user Muslim Perintis Sains Modern pada ilmuannya.
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada WRB (184) terdapat repetisi yang bersifat tautotes karena kata yang diulang berada dalam sebuah konstruksi kalimat yang terjadi pada kata siapakah yang diulang tiga kali. Selanjutnya repetisi yang sama juga terdapat pada WRB (185) yakni pengulangan pada kata kontribusi dan muslim, masing-masing diulang sebanyak dua kali. Pada WRB (186) kata peradaban diulang sebanyak tiga kali dan pada WRB (187) satuan lingual buku dan 99 Ilmuwan Muslim Perintis Sains Modern diulang dua kali.
b. Sinonimi 1) DT.1/SP/7JAN/11 (188) Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina. Pada WRB (188) terdapat sinonim antara morfem (terikat) – nya dengan morfem (bebas) dia. Dengan demikian sinonim tersebut merupakan sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat).
2) DT.2/SP/21JAN/11 (189) Pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesatren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri,dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Kepaduan wacana pada WRB (189) didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonimi antara kata karakteristik dengan frasa ciri tersendiri. Sinonim tersebut termasuk dalam jenis sinonimi kata dengan frasa.
3) DT.3/SP/4FEB/11 (190) Padahal, profesi apa pun kita mempunyai cara tersendiri dalam bertuhan, ternasuk parato artis commit user yang juga dikenal sebagai kaum selebritis.
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(191) Selama ini dunia artis atau selebritis dikesankan jauh dari Tuhan. (192) Bila kita menyimak cara mereka bertuhan, ibadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman saat kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan. Pada WRB (190) terdapat sinoni antara kata dengan kata, yaitu antara antara kata artis dengan kata selebritis. Hal tersebut juga terjadi pada WRB (191) yang juga memadankan kata artis
dengan kata
selebritis. Sementara itu pada WRB (192) kata bertuhan disepadankan dengan kata ibadah. 4) DT.5/SP/18MAR/11 (193) Kekhalifahan Islam yang sempat berjaya pada Abad Pertengahan telah memberikan sumbangsih sangat ternilai bagi peradaban modern. Bahkan, boleh jadi, tanpa kontribusi dari pemimpin, ilmuwan dan cendekiawan muslim di era itu, dunia tak akan mengalami lompatan kemajuan seperti sekarang. (194) Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan da terkendali. Dengan semacam alat kendali terbang yang digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya. Dia juga bisa mengubah arah terbang. Pada WRB (193) terdapat sinonimi antara kata dengan kata, yaitu kontribusi (berarti sumbangan, KBBI) dengan sumbangsih (berarti sokongan, bantuan; KBBI). Selanjutnya pada WRB (194) terdapat sinonim antara morfem (bebas) dia dan ia dengan morfem (terikat) –nya. Dengan demikian sinonim tersebut merupakan sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat). c. Antonimi 1) DT.1/SP/7JAN/11 (195) Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(196) Dalam pemahaman publik, perlawanan orang Palestina terhadap pendudukan Israel terbatas pada perlawanan kekerasan. Padahal, ada perlawanan nirkekerasan yang dilakukan oleh orang Palestina, termasuk gerakan intifada. (197) Padahal ayat-ayat cinta/damai lebih banyak dibandingkan ayat perang. Data pada WRB (195) di atas terdapat oposisi kutub antara kata membenci dan kata bermurah hati. Digolongkan dalam oposisi kutub karena makna yang terkandung di dalamnya tidak bersifat mutlak tetapi bersifat gradasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya realitas sangat benci, benci, agak benci, murah hati, dan sangat murah hati. Sementara pada WRB (196) memuat oposisi mutlak antara kata kekerasan dan kata nirkekerasan. Selanjutnya oposisi mutlak juga terdapat pada WRB (197), yaitu antara kata damai dengan kata perang. Kedua kata tersebut termasuk oposisi mutlak karena dalam kata tersebut tidak terdapat celah gradasi yang bisa menciptakan tingkatan dalam kata tersebut seperti pada oposis kutub. 2) DT.3/SP4FEB/11 (198) Menurut penulis buku ini, Musthofa Kamil, zikir sering dipahami sebagai ibadah yang bersifat vertikal (hablum minallah), padahal zikir sesungguhnya juga memiliki banyak manfaat pada sisi horizontal atau kemasyarakatan (hablum minannas). Selanjutnya oposisi mutlak juga terdapat pada WRB (198), yaitu antara kata vertikal dengan kata horizontal. Kedua kata tersebut termasuk oposisi mutlak karena dalam kata tersebut tidak terdapat celah gradasi yang bisa menciptakan tingkatan dalam kata tersebut seperti pada oposis kutub.
commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Kolokasi 1) DT.2/SP/21JAN/11 (199) Di pondok pesantren ini selain diajarkan ilmu agama pada umumnya, santri di sini diajarkan dan mereka mengamalkan tarekat. Pada WRB (199) di atas tampak pemakaian kata-kata pondok pesantren, ilmu agama, santri yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana tersebut. Kata-kata tersebut cenderung digunakan secara berdampingan dalam domain pendidikan pada pondok pesantren. 2) DT.3/SP/4FEB/11 (200)
Mungkin orang itu pernah jatuh ke dalam lumpur dosa, ternyata di kamar sunyinya pezikir yang meratap, menangis, menyesali dosanya sembari memohon ampun bertobat pada Tuhan. (201) “Saya mencoba mengungkapkan cara-cara para artis dalam bertuhan, menjalankan ibadah, model zikir dan muhasabah, persepsi, pengalaman, dan kerinduan mereka akan Tuhan, ujarnya. Kata-kata
dosa,
pezikir,
bertobat,
Tuhan,
bertuhan,
menjalankan ibadah, model zikir, dan muhasabah yang digunakan pada WRB (200) dan (201) merupakan kata-kata yang saling berkolokasi. Kata-kata tersebut sering dipakai secara berdampingan dalam domain religius, aktivitas ketuhanan manusia sebagai hamba Tuhan. 3) DT.4/SP/4MAR/11 (202) Di sekolah, murid membuat contekan dan memburu bocoran soal ujian. (203) Di instansi, pegawai sibuk melakukan lobi sembari membawa bingkisan untuk meraih jabatan tertentu. Pada WRB (202) terdapat penggunaan kata sekolah, murid, commit to user contekan, dan soal ujian. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang cenderung dipakai secara berdampingan dalam domain sekolah atau jaringan pendidikan. Tidak jauh berbeda dengan kolokasi yang terdapat pada wacana sebelumnya, pada WRB (203) terdapat pemakaian kata-kata yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana. Kata-kata tersebut yakni instansi, pegawai, dan jabatan yang merupakan kata-kata yang biasa dipakai dalam domain dunia pekerjaan.
4) DT.5/SP/18MAR/11 (204) Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan terkendali. Dengan semacam alat kendali terbang yang digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya. Dia juga bisa mengubah arah terbangnya. Dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur. Meski demikian, ia mengalami luka-luka saat mendarat. Gejala kolokasi juga tampak pada WRB (206) yang ditandai dengan penggunaan kata-kata uji coba penerbangan, alat kendali terbang, ketinggian terbang, arah terbang, meluncur, dan mendarat. Kata-kata tersebut merupakan kata-kata yang sering digunakan dalam domain dalam dunia penerbangan. e. Ekuivalensi 1) DT.1/SP/7JAN/11 (205) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, terpisah dari rombongannya. Sendirian, tentara itu dikejar oleh massa. Dua kata yang terdapat pada WRB (205) yakni pengejaran dan dikejar merupakan kata hasil afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan. Kedua kata tersebut dibentuk dari bentuk asal yang sama yakni kejar. commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) DT.2/SP/21JAN/11 (206) Kedua, apa basis pengajaran-pengajarannya? Ketiga, bagaimana ajaran TQN berkembang dan implementasinya di lapangan? Hal yang sama terjadi pada WRB (206) seperti pada WRB (205), pada wacana ini juga ditemukan penggunaan dua kata pengejaran dan ajaran yang merupakan hasil afiksasi yang dibentuk dari bentuk asal yakni ajar.
3) DT.3/SP/4FEB/11 (207) Saya mencoba mengungkapkan cara-cara para artis dalam bertuhan, menjalankan ibadah, model zikir dan muhasabah, persepsi, pengalaman, dan kerinduan mereka akan Tuhan, ujarnya. Kata bertuhan dan Tuhan yang terdapat pada WRB (207) merupakan kata hasil afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan. Kedua kata tersebut dibentuk dari bentuk asal yang sama yakni Tuhan.
4) DT.4/SP/4MAR/11 (208) Sayangnya, penyuntingan kurang teliti, sehingga, misalnya penebitan buku yang seharusnya tertulis Cetakan I, Desember 2010, namun ditulis November 2004. Padahal buku ini diterbitkan untuk mengenang setahun wafatnya almarhum, 24 Desember 2009. Sehingga mustahil diterbitkan 2004. Sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang menunjukkan adanya hubungan kesepadanan pada WRB (208) yang ditandai dengan penggunaan kata penerbitan dan diterbitkan yang dibentuk dari bentuk asal terbit dan kata tertulis dan ditulis yang dibentuk dari bentuk asal tulis. commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) DT.5/SP/18MAR/11 (209) Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan terkendali. Dengan semacam alat kendali terbang yang digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya Pada WRB (209) ditemukan satu kata yang merupakan hasil afiksasi dari morfem asal yang tampak pada kata penerbangan dan satu kata lagi merupakan bentuk asal dari kata sebelumnya, yakni terbang.
No
Tabel 3 Jenis dan Bentuk Pemarkah Leksikal pada Analisis Wacana Rubrik Resensi Buku Solopos Jenis Kohesi Leksikal Pemarkah Kohesi Leksikal
1.
Repetisi
pergi > pergi (164); kami > kami, musuh kami > musuh kami (165); perlawanan > perlawanan > perlawanan (166); kekerasan > kekerasan > kekerasan > (167); pasifisme > pasifisme > pasifisme (168); perlawanan > perlawanan > perlawanan (169); pondok pesantren > pondok pesantren > pondok pesantren (170); studi > studi (171); TQN > TQN > TQN, tanah air > tanah air (172); tasawuf > tasawuf (173); artis > artis > artis (174); tuhan > tuhan (175); nabi > nabi > nabi, bertindak > bertindak, wahyu > wahyu (176); pelacur > pelacur (177); karya > karya (178); tuhan > tuhan (179); membuka > membuka,
kesegaran
>
kesegaran,
kehangatan > kehangatan, udara > udara (180); zikir > zikir > zikir (181); potensi > potensi > potensi (182); metode tasawuf > commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
metode tasawuf, tasawuf > tasawuf (183); siapakah > siapakah > siapakah (184); kontribusi > kontribusi, muslim > muslim (185); peradaban > peradaban (186); buku 99 ilmuwan muslim perintis sains > buku 99 ilmuwan muslim perintis sains (187) 2.
Sinonimi morfem dengan -nya = dia (188), ia = -nya (194) morfem
3.
Sinonimi
kata
dengan karakteristik = 113ciri tersendiri (189)
frasa 4.
Sinonimi kata dengan kata
artis = selebritis (190), (191); bertuhan = ibadah (192); sumbangsih = kontribusi (193)
5.
Antonimi/oposisi mutlak
kekerasan >< nirkekerasan (196); damai >< perang (197); horizontal >< vertikal (198)
6.
Antonimi/oposisi kutub
membenci >< bermurah hati (180)
7.
Kolokasi
pondok pesantren, ilmu agama, santri (199); dosa,
pezikir,
bertobat,
Tuhan
(200);
bertuuhan, menjalankan ibadah, model zikir, ibadah (201); sekolah, murid, contekan, soal ujian (202); instansi, pegawai, jabatan (203); uji coba penerbangan, alat kendali terbang, ketinggian terbang, arah terbang, meluncur, mendarat (204) 8.
Ekuivalensi
pengejaran, dikejar (205); pengajaran, ajaran (206); bertuhan, tuhan (207); penerbitan, diterbitkan; tertulis, ditulis (208); terbang, penerbangan (209)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
114 digilib.uns.ac.id
2. Aspek Kontekstual Teks WRB dalam Solopos Edisi Januari-Maret 2011 a. Analisis Konteks Situasi Teks WRB Berdasarkan hasil analisis terhadap penanda kohesi leksikal dan gramatikal ditemukan bahwa hubungan antarkalimat dijalin dengan baik oleh adanya pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelepasan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi) sebagai penanda kohesi gramatikal, sedangkan kohesi leksikal ditandai dengan pengulangan (repetisi), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Oleh karena itu, hal-hal tersebut semakin menjelaskan kepaduan unsur-unsur atau aspek-aspek yang membangun WRB. Hal itu akan semakin lengkap dengan analisis situasi seperti berikut ini. Pada setiap edisi atau setiap dua minggunya ditampilkan satu wacaa resensi buku dengan tema yang berbeda di setiap kali terbitnya. Penulis sengaja memilih WRB sebagai bahan penelitian karena penulis tertarik pada wacana atau pernyataan penulis (script writer) yang berusaha menarik pembaca agar membaca buku yang sedang dibahas dalam WRB tersebut. Dengan menganalisis objek ini seperti halnya menilai dan mengkritisi suatu karya yang juga berisi tentang penilaian seseorang (script writer) akan sebuah karya lain (buku), atau singkatnya membedah penilaian di atas penilaian. Selain itu objek dan pekerjaan ini masih jarang dilakukan oleh orang lain, kebanyakan analisis dilakukan hanya sampai pada batasan tekstual saja. Rubrik resensi buku merupakan bagian dari suplemen yang dihadirkan harian umum Solopos khusus pada hari Jumat. Suplemen ini diberi nama Khazanah Keluarga. Suplemen tersebut secara khusus ditampilkan untuk memenuhi kebutuhan pembaca akan informasi yang bernuansa islami. Suplemen Khazanah Keluarga yang terdiri empat halaman ini memuat berbagai rubric yang bernafaskan islami. Pada bagian paling depan atau tepatnya pada halaman VII terdapat bahasan utama yang commit to userIslam, solusi persoalan keluarga membahas tentang isu terkini tentang
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara Islami ataupun profil tokoh. Selanjutnya masih pada halaman yang sama terdapat kolom khotbah Jumat yang selalu berganti narasumber di tiap pekannya. Di pojok kiri bawah atau terkadang di pojok kiri atas halaman ini juga terdapat potongan ayat Alquran berdampingan dengan menu yang terdapat pada suplemen ini. Selanjutnya pada halaman berikutnya yakni halaman VIII kolom Suara Umat (terkadang juga ditampilkan di halaman VII),daftar masjid di Solo yang menggelar sholat Jumat berjamaah serta khotibnya dan jadwal majelis taklim di Solo. Selain itu juga masih terdapat beberapa kolom yang diasuh oleh tokoh agama yang membahas masalah keislaman. Berlanjut ke halaman selanjutnya, yaitu halaman IX yang selain menampilkan beberapa artikel keislaman juga memuat subrubrik konsultasi dengan pembaca yang dapat dikirim melalui surat atau faksimili, kolom Kabar Sakinah yang memuat publikasi dan dokumentasi kegiatan keislaman yang dilakukan oleh lembaga atau instansi, dan kolom nasihat yang berisi tausyiah. Halaman terakhir pada suplemen ini, halaman X yang merupakan halaman dimana rubrik Resensi Buku ditampilkan. Rubrik Resensi Buku menempati halaman yang sama dengan kolom Jalan Hidayah, rubrik tokoh, cerpen islami, dan kolom Senyum atau lelucon islami. Rubrik Resensi Buku terletak di bagian bawah kanan menempati halaman X. Pada bagian paling atas rubrik ini terdapat satu garis atau kotak panjang dengan gradasi warna abu-abu dan dihiasi gambar dua kubah masjid bercorak kotak ketupat. Dibagian tengahnya terdapat tulisan Resensi Buku tebal berwarna hitam dengan bayangan tinta berwarna putih.
1) DT.1/SP/7 JAN/11 Pada WRB dengan judul Kami Takkan Membenci seperti Musuh Kami, judul tersebut ditulis di atas dengan rata tengah, dengan huruf besar dan tebal memakai tinta berwarna hitam. Judul resensi tersebut dipilih penulis (script writer) untuk mewakili judul asli buku, commit to user dalam Islam, Teori dan Praktik. yakni Nirkekerasan dan Bina-Damai
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di bawah judul resensi atau tepatnya di atas kolom kedua WRB tersebut ditampilkan sampul buku yang bergambar kubah masjid yang besarnya lebih dari sebagian sampul buku dan tertulis judul buku di bawahnya. Identitas buku yang diresensi meliputi judul, penulis, penerbit, dan edisi buku diletakkan tepat di bawah gambar sampul buku.
2) DT.2/SP/21 JAN/11 WRB dengan judul Pesantren Suryalaya, dari Ajaran Tarekat sampai Terapi Mental merupakan penggambaran buku dengan judul Peran Edukasi Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyyah dengan Referensi Utama Suryalaya. Judul ditulis dengan ukuran lebih besar dibanding ukuran huruf pada ulasan, namun tidak ditulis sebagaimana judul biasanya. Judul WRB ini ditulis seperti halnya sebuah kalimat biasa karena penggunaan huruf capital hanya pada huruf di awal kata pada kata pertama saja dan nama tempat, selajutnya itu awal setiap kata tidak ditulis dengan huruf capital. WRB ini terdiri dari lima kolom dengan masing-masing kolom berisi 29-30 baris. WRB ini memenuhi kurang lebih seperempat halaman koran. Ilustrasi WRB ditampilkan gambar cover buku yang memuat judul buku dengan latar gambar bangunan mirip pesantren. Namun karena ditampilkan dengan warna gradasi hitam putih, ilustrasi menjadi kurang jelas. Kata Suryalaya pada judul dituliskan dengan huruf kapital secara utuh dari awal hingga akhir kata. Hal ini menunjukkan pesantren Suryalaya dijadikan daya tarik utama untuk memikat pembaca. Bagi masyarakat yang mengenal pesantren tersebut dimungkinkan akan merasa penasaran dengan judul buku tersebut. Selanjutnya di bagian bawah sampul tertulis nama penulis buku Dr. Hj. Sri Mulyati. Identitas mengenai buku yang diulas ditulis dibawah ilustrasi atau gambar sampul buku tepatnya di kolom kedua ulasan. commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Identitas buku yang dimuat yakni judul buku, pengarang, edisi dan tebal buku.
3) DT.3/SP/4 FEB/11 Ilustrasi WRB pada edisi ini ditampilkan sampul buku yang warnanya terlihat agak terang meskipun hanya dalam warna gradasi hitam putih. Warna terang pada sampul buku ini dapat diartikan bahwa buku ini dimaksudkan untuk memberikan pencerahan, seperti pendapat yang dungkapkan oleh Deddy Miswar dalam ulasan berikut ini, Buku ini memberikan pemahaman yang sangat mendalam tentang arti bertuhan yang sebenarnya. Menurut aktor senior Deddy Mizwar, pesan-pesan dalam buku ini potret nyata bahwa seni pun bila berada dalam koridor ilahiah maka ia dapat mengantarkan seseorang mengenal Tuhan Dalam sampul tersebut terdapat gambar wajah seorang wanita berjilbab tampak samping dengan raut sendu. Hal tersebut sesuai dengan tema buku yang menyoroti tentang sisi religiusitas artis yang selama ini sering dikesankan jauh dari Tuhan. Ilustrasi terletak di kolom kedua di atas ulasan. Di bawah ilustrasi terdapat identitas buku yang memuat informasi judul buku, penulis, penerbit, edisi, tebal, dan harga buku. WRB yang terdiri dari lima kolom dengan masing-masing kolom berisi tiga puluh baris ini diberi judul Pengalaman spiritual para artis dengan Tuhan. Judul tersebut merupakan pengembangan dari judul asli buku, yakni Artispun Bertuhan: Menembus Batas-batas aqidah & Syari‟ah. Judul ulasan dijadikan salah satu daya tarik pembaca untuk membaca resensi sebelum akhirnya membaca buku yang diulas. Tidak jauh berbeda dengan resensi di edisi lainnya, judul resensi ini juga ditulis dengan ukura besar, berada di tengah-tengah ulasan. commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) DT.4/SP/4 MAR/11 Membuka hati, mengungkap potensi diri melalui zikir, merupakan judul resensi hasil dari pengembangan judul Membuka Hati, Membuka Jendela Langit. Judul tersebut ditulis dengan font jenis arial dengan ukuran 28 dan berwarna hitam. WRB ini terdiri dari lima kolom dengan masing-masing kolom berisi 29-30 baris. WRB ini memenuhi kurang lebih seperempat halaman koran. Ilustrasi WRB pada edisi ini ditampilkan sampul buku dengan rincian dari bagian paling atas memuat judul buku yang ditulis dengan huruf kapital dalam dua baris dan ukuran huruf yang berbeda antara baris pertama dengan baris kedua. Selanjutnya di bawah judul buku terdapat sebuah foto setengah badan seorang laki-laki memakai jas dan bersurban. Terlihat dalam foto tersebut, laki-laki itu menggenggam tanganya di depan dada. Laki-laki tersebut adalah Musthofa Kamil yang tidak lain adalah si penulis buku. Selanjutnya di samping foto terdapat gambar pohon yang berdaun rindang dan terlihat teduh, sebagai symbol ketenangan dan kesegaran. Hal tersebut sesuai dengan tujuan ditulisnya buku Membuka Hati, Membuka Jendela Langit. Sesuai dengan judulnya ilustrasi pada sampul buku menguatkan hal kesan itu, juga seperti pendapat yang diungkapkan script writer dalam ulasannya berikut ini. Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk membuka hati pembaca agar terjadi pencerahan. Ibarat pada pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Udara yang sumpek akan menyesakkan napas, sehingga melemahkan semangat. Dengan udara baru yang segar, akan memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan. WRB ini terdiri dari lima kolom dengan masing-masing kolom berisi tiga puluh baris. Pada kolom kedua, di bawah ilustrasi terdapat identitas buku yang memuat judul buku, penulis, penyunting, penerbit, edisi, dan tebal buku.
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) DT.5/SP/ 18 MAR/11 WRB pada edisi tampilan yang disajikan hampir sama dengan WRB pada edisi-edisi sebelumnya. Pada WRB edisi ini menyuguhkan buku dengan judul Khazanah, Menelisik Warisan Peradaban Islam dari Apotek hingga Komputer Analog, yang kemudian disederhakan menjadi judul resensi Sebelum Barat, Islam lebih dulu menguasai peradaban. Dibandingkan dengan judul asli buku, judul resensi memang sengaja dibuat lebih singkat tanpa mengurangi kesan kemenarikan bahkan dibuat lebih menarik daripada judul aslinya. Ilustrasi yang disampaikan dalam WRB Sebelum Barat, Islam lebih dulu menguasai peradaban berupa foto sampul buku. Pada foto atau gambar tersebut terlihat di bagian atas sampul terdapat motif ukiran selanjutnya judul buku ditulis dibagian tengah sampul dengan tulisan Khazanah secara kapital penuh, kemudian di bawahnya baru tertulis anak judul Menelisik Warisan Peradaban Islam dari Apotek hingga Komputer Analog. Selanjutnya di bagian paling bawah tertulis nama penulis buku, Heri Ruslan dan penerbitnya, Republika. Di sekeliling judul buku terdapat beberapa gambar wajah tokoh peradaban Islam yang karyanya dibahas dalam buku tersebut. Tepat berada di bawah ilustrasi pada kolom kedua, terdapat identitas buku yang memuat judul buku, penulis, penerbit, edisi, dan tebal buku. Keseluruhan, resensi ini memenuhi lima kolom dengan memakan seperempat halaman koran. Setiap kolom terdiri sekitar tiga puluh baris.
b. Analisis Konteks Sosial-Kultural Teks WRB Pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada di dunia ini semakin lama semakin meningkat. Kesemuanya tadi dapat diperoleh dengan berbagai cara, misalnya dengan belajar, membaca buku, mendengarka atau membaca berita, atau juga melaui pengalaman yang dialami setiap harinya. to user Clark dan Clark (1997) commit menyebut keadaan ini dengan “pengetahuan
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang dunia” atau sering disebut dengan “knowledge of the world”, sedangkan
Rumelthart
dalam
Soeseno
Kartomihardjo
(2000:130)
mengistilahkan dengan schema (tunggal) atau schema (jamak). Lebih lanjut, Soeseno Kartomiharjo (2000:130) mengemukakan bahwa schema atau schemata
banyak digunakan untuk menyusun
pemahaman atau interpretasi sesuatu yang baru. Dalam prosesnya, di dalam benak setiap orang kemudian mencari khazanah berbagai pengetahuan tentang dunia yang sudah dimiliki yang cocok atau mirip dengan sesuatu yang baru saja diamati itu. Schema atau schemata yang telah terpilih itu memiliki bagiannya masing-masing. Setiap bagian dicocokkan dengan bagian-bagian yang lain dengan menggunakan logika dan analogi sehingga menjadi suatu pengertian yang utuh dan akhirnya seseorang dapat mengerti dan mampu menginterpretasikan hal tersebut. Seseorang yang ingin mengetahui sesuatu dapat memproses bagian-bagian terkecil dengan maknanya untuk disusun menjadi suatu kata-kata dengan maknanya menjadi kalimat yang bermakna. Cara tersebut disebut bottom-up processing. Cara sebaliknya, yakni mulai dari bagian yang besar diproses untuk mencari makna bagian-bagian kecil disebut topdown processing. Apabila pembaca menjumpai teks yang tidak gramatikal, ia
lalu
menginterpretasikannya
dengan
bottom-up
process,
ia
menghubung-hubungkan kata dan maknanya sesuai dengan rangkaiannya dalam kalimat. Sementara itu, ia juga menggunakan top-down process untuk memperkirakan kalimat berikutnya, dengan strategi top-down pula pembaca menginterpretasikan kalimat yang tidak gramatikal atau kata-kata yang salah tulis sesuai dengan makna yang dikehendaki penulis. Pengetahuan dunia seperti itu selalu ada di benak seseorang dan pengetahuan ini akan muncul jika diperlukan. Konteks sosial di dalam memahami WRB ini dapat dilihat pada analisis data berikut ini. 1) DT.1/SP/7 JAN/11 user tepi Barat. (210) Februari 1989,commit di KotatoHebron
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(211) Selama ini, yang dikenal dengan perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Data pada WRB (210) di atas akan lebih dipahami jika pembaca mengikuti berita tentang kemelut antara Palestina dan Israel. Ketika seseorang membaca Kota Hebron tepi Barat, maka dalam sekejap akan tergambar di benaknya peperangan yang terjadi antara Palestina dan Israel. Di samping itu wacana tersebut akan dapat lebih dipahami manakala pembaca mengetahui jejak perjalanan peperangan yang terjadi antara Palestina dan Israel karena dalam wacaa tersebut juga tercantum sejarah keterangan waktu Februari 1989. Hebron terkadang disebut pula dengan nama Hebrew. Kota ini terletak di Tepi Barat, Palestina. Hebron adalah sebuah kota di wilayah Yudea selatan di Tepi Barat. Di kota ini tinggal sekitar 120.000 orang Palestina dan 600 orang pemukim Israel, dengan sekitar 7.000 orang Yahudi tinggal di kota Kiryat Arba di dekatnya. Ia merupakan salah satu kota terbesar di Tepi Barat, atau sekitar 30 kilometer di selatan Yerusalem. Hebron merupakan salah satu pusat perdagangan di Tepi Barat. Hebron terletak 930 m di atas permukaan Kota ini juga ramai di kunjungi. Sebab, di kota ini terdapat makam Nabi Ibrahim as dan istrinya, Siti Sarah. Karenanya, Hebron merupakan salah satu kota suci bagi Yahudi, karena Nabi Ishak dan Ya'kub dimakamkan di sini. Berdasarkan pengetahuan dunia tentang Kota Hebron tepi Barat, pembaca dapat menyimpulkan bahwa salah satu latar yang diangkat dalam buku ini adalah peristiwa yang terjadi di Palestina yang tidak lain yaitu peperangan yang terjadi antara Palestina dan Israel. Selanjutnya pada WRB (212), pengetahuan dan pemahaman tentang dunia kita perlukan untuk dapat mengerti tokoh yang dimaksudkan dalam wacana itu. Ketika seseorang membaca nama Gandhi, maka dalam sekejap akan tergambar sosok tokoh sosial dari negara Bollywood atau India. Mohandas Karamchand Gandhi atau lebih sering dikenal commit denganto user Mahatma Gandhi adalah seorang
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemimpin spiritual dan politikus dari India. Gandhi lahir di Porbandar, Gujarat, India, 2 Oktober 1869 dan meninggal di New Delhi, India, pada tanggal 30 Januari 1948 silam, pada umur 78 tahun. Beberapa dari anggota keluarganya bekerja pada pihak pemerintah. Saat remaja, Gandhi pindah ke Inggris untuk mempelajari hukum. Setelah dia menjadi pengacara, dia pergi ke Afrika Selatan, sebuah koloni Inggris, di mana dia mengalami diskriminasi ras yang dinamakan apartheid. Dia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang aktivis politik agar dapat mengubah hukum-hukum yang diskriminatif tersebut. Gandhi pun membentuk sebuah gerakan nonkekerasan. Gandhi juga merupakan salah seorang yang paling penting yang terlibat dalam Gerakan Kemerdekaan India. Dia adalah aktivis yang tidak menggunakan kekerasan, yang mengusung gerakan kemerdekaan melalui aksi demonstrasi damai. Prinsip Gandhi, satyagraha, sering diterjemahkan sebagai "jalan yang benar" atau "jalan menuju kebenaran", telah menginspirasi berbagai generasi aktivis-aktivis demokrasi dan anti-rasisme seperti Martin Luther King, Jr. dan Nelson Mandela. Gandhi sering mengatakan kalau nilai-nilai ajarannya sangat sederhana, yang berdasarkan kepercayaan Hindu tradisional: kebenaran (satya), dan non-kekerasan (ahimsa). Maka tidak heran jika dalam WRB DT.1/SP/7 JAN/11, yang mengusung tema nirkekerasan, nama Gandhi turut dibawa serta.
2) DT.3/SP/4 FEB/11 (212) Aktor kawakan Anwar Fuadi yang juga sahabat Bambang, mengapresiasi karya ini menggetarkan hati. (213) Musisi dan pencipta lagu Deddy Dores pun mengatakan , “Ini buku penting, supaya kita tahu ada sisi lain dari dunia artis. Bukan glamornya saja. (214) Menurut aktor senior Deddy Mizwar, pesan-pesan dalam buku ini potret nyata bahwa seni pun bila berada di korior ilahiah maka ia dapat mengantarkan seseorang mengenal Tuhan. commit to user
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seperti halnya pada WRB (212), pemahaman akan tokoh dalam sebuah wacana merupakan suatu hal yang penting untuk dapat memahami wacana secara utuh. Pada WRB (212), (213), dan (214), pembaca dapat memahami jika mengikuti dunia entertainment, dunia perfilman atau paling tidak sering menyaksikan acara infotainment di televisi. Meskipun nama-nama berikut merupakan nama “lawas” namun orang pasti sudah tidak asing jika mendengarnya. Yang pertama yaitu Anwar Fuadi. Pria kelahiran Palembang, Sumatera Selatan, 14 Maret 1947 adalah aktor senior Indonesia. Mantan Ketua PARSI periode 1998-2006 ini bermain sebagai peran antagonis hampir di semua film dan sinetron yang dibintanginya. Sampai saat ini tidak kurang dari 34 judul film dan 24 judul sinetron telah ia bintangi. Meski sekarang ia lebih aktif di dunia politik, nama Anwar Fuady tetap tidak bisa dihapus begitu saja dari dunia keartisan menimbang sudah begitu banyak pengalaman yang ia ecap dari dunia tersebut. Nama selanjutnya yang muncul yakni Deddy Dores. Sedikit berbeda dengan Anwar Fuady, nama Deddy Dores lebih terdengar akrab bagi pembaca yang menyukai lagu-lagu era 90-an. Nama ini pasti sudah tidak asing lagi bagi pencinta musik pop Indonesia. Ia salah satu dari segelintir musisi yang besar jasanya untuk perkembangan industri musik lokal. Dalam 34 tahun kiprahnya di industri musik, Deddy sudah menciptakan sekira 1.600 judul lagu. Hebatnya, 300 di antaranya sukses menjelma jadi hit Deddy merupakan produser sekaligus pencipta lagu. Dari hasil lagu ciptaannya, ia mampu melambungkan beberapa nama artis. Sebut saja (alm) Nike Ardila, Nafa Urbach, Ella (artis asal Malaysia), Anie Carera dll. Di jalur band, grup seperti Giant Step pernah mencatat namanya sebagai vokalis dan pendiri. Jauh sebelumnya, formasi Freedom of Rhapsodia pernah disinggahinya dan sempat melejitkan tembang "Hilangnya Seorang Gadis". Meski commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belakangan namanya jarang terdengar, namun kiprahnya di dunia musik dan keartisan tidak dapat dipandang sebelah mata. Nama
terakhir
yang
muncul
adalah
Deddy
Mizwar.
Dibandingkan dua nama sebelumnya, harusnya nama ini lebih terdengar familiar karena Deddy Mizwar masih aktif malang melintang di dunia yang terkenal glamor ini. Pria yang lahir di Jakarta, 5 Maret 56 tahun yang lalu ini adalah seorang aktor senior dan sutradara Indonesia. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional periode 2006-2009. Sejak tahun 1997, ia mendirikan production house-nya sendiri, PT Demi Gisela Citra Sinema, dengan produksi pertama serial tv "Mat Angin", disusul kemudian dengan serial ramadan "Lorong Waktu" (6 season), "Demi Masa", "Kiamat Sudah Dekat" (film dan serial tv), film "Ketika", film "Nagabonar Jadi 2", serial tv "Para Pencari Tuhan", dan terakhir film "Identitas" yang meraih Piala Citra sebagai film terbaik FFI 2009. Di semua judul itu, Deddy Mizwar bertindak selaku produser sekaligus aktor dan sutradaranya. Sinetron dan film produksi Citra Sinema dikenal konsisten mengandung muatan religi dan komedi, meski beberapa judul bergenre drama, misalnya serial tv "Adillah" (RCTI), "Rinduku CintaMu" (SCTV), dan "Gerbang Penantian" (Lativi). Satu dari enam bersaudara hasil buah perkawinan H. Adrian Andres dan Sun'ah ini berhasil membintangi tidak kurang dari 34 judul film yang sebagian dia sekaligus berdiri sutradara, 5 judul sinetron, dan 7 iklan. Selain itu Deddy Mizwar juga tidak jarang mendapat penghargaan atas prestasinya di dunia perfilman termasuk berhasil membawa pulang predikat pemeran pria terbaik FFI dalam Naga Bonar Jadi 2 pada tahun 2007. Berdasarkan latar belakang tersebut maka bukan hal yang aneh jika nama Deddy Mizwar dimasukkan dalam daftar narasumber dalam buku Artispun Bertuhan: Menembus Batascommit to user batas aqidah & Syari‟ah.
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) DT.5/SP/ 18 MAR/11 (215) Kekhalifahan Islam yang sempat berjaya pada Abad Pertengahan telah memberikan sumbangsih sangat ternilai bagi peradaban modern. (216) Sekitar 600 tahun sebelum Roger Bacon dan Leonardo Da Vinci-sarjana Barat- mencoba terbang menjelajahi angkasa, ilmuwan muslim Abbas Ibnu Firnas pada Abad Ke-9M telah berhasil melakukan uji coba penerbangan dengan teknologi yang dikembangkannya. WRB pada data (215) membuat seseorang yang membacanya berusaha untuk memutar otak kembali pada pelajaran sejarah Islam pada mata pelajaran Agama Islam yang didapatkannya di bangku SD, SMP, atau SMA. Pada abad ke-8 M hingga 13 M, Islam mengalami era keemasan dan hal tersebut begitu banyak meninggalkan warisan bagi peradaban manusia. Dalam masa kejayaannya, umat Islam ternyata telah berhasil melakukan transformasi fundamental di sektor pertanian yang kini dikenal sebagai Revolusi Hijau Abad Pertengahan atau Revolusi Pertanian Muslim. Kala itu, para saudagar muslim di sepanjang „dunia tua‟ yakni Eropa, Asia, dan Afrika sebelum abad ke-15 M , mampu membangun perekonomian global. Revolusi hijau telah memungkinkan beragam tanaman berikut teknik bercocok tanamnya menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam. Pada era itu, berbagai teknik serta penyebaran berbagai hasil pertanian dari luar dunia Islam dapat dengan mudah diadopsi. Umat Islam pada abad pertengahan juga telah menjadi pelaku utama globalisasi hasil pertanian. Ketika itu, tanaman asal Afrika seperti gandum, buah jeruk khas negeri tirai bambu Cina, serta sejumlah tanaman asli dari India seperti buah mangga, beras, kapas, serta gula tebu ternyata dikembangkan dan didistribusikan melalui tanah-tanah yang dikuasai Islam. Cikal bakal globalisasi sudah mulai terbentuk ketika Dinasti commit to user Islam menjadi pusat peradaban dunia dan Islam berada dalam era
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keemasan. Ketika itu, pengetahuan, perdagangan dan perekonomian dari berbagai wilayah yang awalnya terisolasi mulai menjalin kontak dengan para penjelajah, pelaut, sarjana, saudagar, serta wisatawan Muslim. Seiring berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di pusat-pusat pemerintahan Islam, para sarjana dan petani Muslim mulai mengembangkan inovasi di bidang pertanian. Seperti diungkapkan Glick, umat Islam pada era itu sudah mengembangkan sistem rotasi tanam dengan cara modern. Dengan mengetahui karakteristik tanaman serta tanah, para petani pada saat itu bisa memanen hasil pertaniannya lebih banyak dan lebih sering. Dr Zohor Idrisi dalam tulisannya berjudul The Muslim Agricultural Revolution mengungkapkan, para saudagar yang menjelajah dunia selalu pulang membawa bibit tanaman. Selajutnya untuk dapat memperoleh pemahaman secara utuh pada WRB (216) kita perlu membuka memori otak kita pada pengetahuan tokoh sains asal Barat. Leonardo da Vinci, ketika nama itu yang terbaca mungkin ingatan kita tertuju pada nama pelukis kenamaan asal Italy atau lukisan Monalisa. Hal tersebut tidak salah, Leonardo da Vinci memang terkenal sebagai pelukis Renaisans, namun ternyata bukan hanya itu saja keahlian yang dimilikinya. Ia ternyata juga seorang arsitek, musisi, penulis, dan pematung. Ia juga dikenal karena mendesain banyak ciptaan yang mengantisipasi teknologi modern tetapi jarang dibuat semasa hidupnya, sebagai contoh ideidenya tentang tank dan mobil yang dituangkannya lewat gambargambar dwiwarna.Selain itu, ia juga turut memajukan ilmu anatomi, astronomi, dan teknik sipil bahkan juga kuliner. Pada usia belia, beliau sudah belajar melukis dengan Andrea del Verrocchio dan mulai melukis di Firenze.Ada kabar mengisahkan Verrochio menyatakan pensiun melukis setelah menyaksikan bahwa commit to user lukisan muridnya yang satu ini lebih bagus dari lukisannya sendiri.
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain menjadi pelukis Leonardo juga sanggup menunjukkan kemampuannya di bidang yang lain. Pada tahun 1481 Leonardo pindah ke Milan untuk bekerja dengan Adipati(Duke) di sana.Hasil karyanya selama di Milan yang paling termashur adalah Kuda Sforza yang dikerjakannya selama kurang lebih 11 tahun. Namun di situ ia tidak hanya melukis dan membuat patung saja, melainkan juga mengubah jalan-jalan sungai dan membangun kanal-kanal, serta menghibur Duke dengan memainkan lut dan bernyanyi. Lalu ia bekerja untuk Raja Louis XII dari Perancis di Milan dan untuk Paus Leo X di Roma Sementara itu ia membantu Raphael dan Michaelangelo dalam merancang katedral Santo Petrus.Dalam hidupnya Leonardo sangat tertarik pada ilmu pengetahuan. Ia mulai mempelajari burung terbang dan mulai merancang mesin terbang. Hal ini yang menjadikan alasan nama Leonardo da Vinci turut disebut sebagai ilmuwan Barat yang merintis bidang kedirgantaraan. Nama selanjutnya yakni Roger Bacon. Ia adalah penemu kaca pembesar ia dikenal juga sebagai Doktor Mirabilis. Dia adalah seorang filsuf Inggris dan biarawan Fransiskan yang meletakkan penekanan pada empirisisme. Dia kadang-kadang dinobatkan sebagai salah satu penganjur metode ilmiah modern di Eropa, yang diilhami oleh karyakarya Plato dan Aristoteles melalui ilmuwan Islam pendahulu dan sarjana Yahudi : Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan Maimonides. Sepanjang hidupnya bacon banyak menghasilkan penemuanpenemuan, diantaranya optik, alkimia, pembuatan mesiu, posisi dan ukuran
benda-benda
angkasa,
dan
kemudian
mengantisipasi
penemuan-penemuan mikroskop, teleskop,kaca mata, pesawat terbang, hidrolika, kapal uap. Bacon mempelajari astrologi dan percaya bahwa benda-benda langit memiliki pengaruh terhadap nasib dan pikiran manusia. Penemuannya tentang pesawat terbang itulah yang membawa namanya disandingkan dengan Abbas Ibnu Firnas, ilmuwan muslim commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
128 digilib.uns.ac.id
yang juga melakukan uji coba penerbangan jauh sebelum Roger Bacon melakukannya.
3. Realisasi Fungsi Wacana Wacana dengan realisasi fungsi transaksional mementingkan „isi‟ komunikasi atau pesan yang disampaikan karena ia bukan merupakan komunikasi timbal balik antara pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca. Fungsi transaksional wacana resensi buku pada dasarnya direalisasikan oleh fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi personal, dan fungsi imajinatif. a. Fungsi Instrumental Fungsi instrumental, dalam hal ini bahasa dalam wacana berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi tertentu dan menyebabkan terjadinya peristiwa tertentu. Halliday dalam Sumarlam, et. al (2010:1-2) mengemukakan bahwa fungsi instrumental ini mengingatkan pada apa yang secara umum dikenal dengan perintah atau imperatif. Adapun identifikasi tersebut dapat dilihat pada data berikut. (217) Bila akhir-akhir ini ada artis kedapatan menggunakan narkoba, ada yang terlibat video mesum, dsb. Bukankah profesi lainnya demikian? (218) Perjalanan sejarah, menurut dia, takkan pernah melupakan peran penting umat Islam di era keemasan. Kekhalifahan Islam yang sempat berjaya pada Abad Pertengahan telah memberikan sumbangsih sangat ternilai bagi peradaban modern. Apabila pembaca menggunakan dasar knowledge of the world, tentunya ia akan cepat mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi melalui kalimat bila akhir-akhir ini ada artis kedapatan menggunakan narkoba, ada yang terlibat video mesum. Kalimat tersebut mengingatkan pembaca tentang kasus-kasus keterlibatan sederetan artis dengan narkoba seperti Roy Marten, Sheila Marcia, Revaldo, Doyok, Polo, Sammy Kerispatih, Yoyo Padi, Iyuth Bing Slamet, dan yang lainnya. Selain kasus narkoba, belakangan terdapat kasuscommit fenomenal yang melibatkan musisi papan atas, to user
perpustakaan.uns.ac.id
129 digilib.uns.ac.id
yakni kasus video porno yang melibatkan Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tari, bahkan sampai saat ini kasus tersebut belum tuntas. Selanjutnya pada WRB (218) mengingatkan pembaca akan peristiwa sejarah yang terjadi pada abad pertengahan, ketika itu kekhalifahan Islam mengalami kejayaan yang salah satunya ditandai dengan keberhasilan umat Islam melakukan transformasi fundamental di sektor pertanian yang kini dikenal sebagai Revolusi Hijau Abad Pertengahan atau Revolusi Pertanian Muslim.
b. Fungsi Regulasi Fungsi regulasi atau fungsi pengaturan, dalam bahasa digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan peristiwa-peristiwa. Adapun identifikasi tersebut dapat dilihat pada data berikut ini. (219) Ajaran dan tradisi dalam masyarakat muslim perlu dieksplorasi dan dipraktikkan masyarakat untuk mewujudkan dunia damai. (220) Bukankah alquran itu pedoman umum? Bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti? Mengapa jika ada yang memahami Tuhan Tuhan dengan cara berbeda kok dihukum manusia lain? Apakah mereka hakim spiritual yang diangkat oleh Tuhan? (221) Bila kita menyimak cara mereka bertuhan, ibadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman serta kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan. Wacana pada data (219) di atas dapat diketahui bahwa script writer berusaha meyakinkan pembaca untuk mewujudkan dunia yang damai, ajaran dan tradisi dalam masyarakat muslim perlu dieksplorasi dan dipraktikkan oleh masyarakat. Selanjutnya pada data (220) dapat kita cermati penggunaan penanda leksikal bukankah, mengapa, dan apakah dan keselurahan pada data tersebut dapat kita ketahui bahwa sebenarnya penulis (script writer) sudah memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bahwa Alquran adalah pedoman umum yang juga tidak bekerja userbukan merupakan hakim spiritual. layaknya termometer dan commit manusiatojuga
perpustakaan.uns.ac.id
130 digilib.uns.ac.id
Jadi dapat dikatakan bahwa melalui kalimat-kalimat tersebut penulis ingin mengatakan, kalau kita tidak boleh “menghakimi” seseorang atau sekelompok masyarakat itu baik atau tidak baik karena sebagai manusia kita memiliki sifat subjektif selain juga kita tidak memiliki hak untuk melakukan hal tersebut. Berikutnya pada WRB (221) hampir sama dengan data (219), yakni penulis (script writer) berusaha meyakinkan pembaca bahwa jika kita mau “melihat” lebih dalam sisi religius selebriti, kita akan dapat menemukan sesuatu dapat menjadi pencerahan tersendiri bagi kita. Kita mungkin dapat menemukan pelajaran dari kisah tersebut.
c. Fungsi Representasi Fungsi representasi merupakan fungsi bahasa untuk menyatakan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan. Fungsi ini dapat diidentifikasi pada data berikut ini. (222) Lewat buku ini, Abu-Nimer mengaitkan tiga hal yaitu pasifisme, nirkekerasan, dan bina damai (peace building). (223) Selama ini yang dikenal dengan perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan seperti itu. Kolega Gandhi, Badshah Khan adalah pejuang perlawanan nirkekerasan di Pakistan. Ia menuruni ajaran Gandhi. (224) Klaim peradaban Barat yang selama ini mengaku perintis di bidang kedirgantaraan akhirnya terpatahkan. Sekitar 600 tahun sebelum Roger Bacon dan Leonardo Da Vinci-sarjana Barat- mencoba terbang menjelajahi angkasa, ilmuwan muslim Abbas Ibnu Firnas pada Abad ke 9 M telah melakukan uji coba penerbangan dengan teknologi yang dikembangkannya. Pada data WRB (222) bahasa berfungsi untuk menjelaskan inti buku tersebut atau dengan kata lain tuturan script writer pada data (222) di atas berusaha menjelaskan inti ringkasan cerita dalam buku tersebut yaitu mengenai pasifisme, nirkekerasan, dan bina damai (peace building). Sementara itu pada WRB (223) script writer berusaha menyatakan fakta bahwa seperti Gandhi, kaum muslim juga memiliki tokoh nirkekerasan committersebut, to user yakni Badshah Khan, pejuang yang menuruni ajaran Gandhi
perpustakaan.uns.ac.id
131 digilib.uns.ac.id
perlawanan nirkekerasan di Pakistan. Selanjutnya, tidak jauh berbeda pada data WRB (224) bahasa berfungsi untuk menyatakan fakta tentang klaim peradaban Barat yang mengaku perintis di bidang kedirgantaraan, namun ternyata hal tersebut terpatahkan setelah diketahui ada ilmuwan muslim yang telah lebih dulu melakukan uji coba penerbangan sebelum ilmuwan Barat. d. Fungsi Personal Fungsi ini memberi kesempatan kepada pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam. Fungsi ini dapat diidentifikasi melalui data berikut. (225) Kelebihan buku ini adalah tidak hanya mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis sebagaimana buku-buku lain. (226) Oleh karena itu, buku ini memberikan pemahaman yang sangat mendalam tentang arti bertuhan yang sebenarnya. (227) Sayangnya, penyuntingan kurang teliti sehingga, misalnya penerbitan buku yang seharusnya tertulis Cetakan I, Desember 2010, namun ditulis November 2004. Pada data WRB (225) script writer memuji dengan menunjukkan kelebihan dari buku Nirkekerasan dan Bina damai dalam Islam, Teori dan Praktik. Kalimat yang bersifat pujian tersebutt ditunjukkan dengan cara membandingkan buku tersebut dengan buku lain. Selanjutnya hal yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan dalam WRB (226). Dalam data tersebut emosi script writer juga ditunjukkan dengan mengutarakan kelebihan buku Artispun Bertuhan: Menembus Batas-batas Aqidah & Syari‟ah. Hal tersebut terlihat dari penggunaan penanda leksikal sangat. Kata sangat tersebut menunjukkan bahwa buku tersebut memberi kesan mendalam yang positif bagi script writer. Berikutnya data pada WRB (227), kali ini emosi yang ditunjukkan berbeda dengan dua data sebelumnya. Pada data ini script writer menunjukkan emosi yang negatif, hal tersebut ditandai dengan penggunaan kata sayangnya. Kalimat tersebut menunjukkan penulis commit to user
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyayangkan adanya kekeliruan penulisan yang terdapat dalam buku tersebut. e. Fungsi Imajinatif Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai pencipta system, gagasan, atau kisah yang imajinatif. Dalam WRB ini tidak semua data mengandung fungsi imajinatif karena di dalam wacana atau ulasan pembahasannya tidak selalu menampilkan ringkasan cerita yang dapat membuat pembaca bisa berimajinasi bagaimana kondisi nyatanya. Fungsi imajinatif ini dapat ditunjukkan pada data berikut ini. (228) Tentara Israel mengejar para shabab, anak muda Palestina yang berumur 10-12 tahunan. Anak-anak muda itu melakukan pembangkangan. (229) Seorang remaja tewas tertembak. Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, terpisah dari rombongannya. Sendirian tebtara itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina. (230) Ibarat pada pagi hari ketika membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. C. Pembahasan Wacana resensi buku dalam harian umum Solopos memiliki kesesuaian pengertian dengan wacana berita provokatif yang sifatnya menginformasikan sekaligus membujuk serta bersifat monolog. Setiap wacana dalam wadah media apapun selalu memiliki kekhasan, baik dari sudut pandang linguistik maupun nonlinguistik. Demikian juga wacana resensi buku yang memiliki kekhasan dalam pengungkapan bahasa yang bersifat persuasif dengan berbagai manfaat yang terkandung di dalamnya. Pijakan dari analisis wacana adalah melihat berfungsinya suatu bahasa sebagaimana ia diterapkan dalam proses komunikasi interaktif. Dengan demikian, orientasi teks tidak lagi dimaknai sebagai hal yang objektif, tetapi sepenuhnya bergantung kepada orientasi para pengguna bahasa. Mengedepankan analisis wacana sama artinya dengan membongkar proses pengungkapan dan perilaku commit to user dalam konteks yang sesungguhnya, atau menelaah bagaimana totalitas realitas
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
direpresentasikan oleh teks atau pesan (tertulis maupun tidak tertulis). Berikut adalah pembahasan hasil penelitian terhadap aspek tekstual, konteks, dan realisasi fungsi wacana resensi buku dalam harian umum Solopos (edisi Januari-Maret 2011): 1. Aspek Tekstual Wacana Resensi Buku dalam Harian Umum Solopos (edisi Januari-Maret 2011) Berdasar pada pendapat Halliday dalam Sumarlam (2010:23), analisis tekstual adalah analisis wacana yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji. Analisis wacana tekstual mempunyai dua lingkup penganalisisan yakni analisis
aspek
gramatikal
dan
leksikal.
Aspek
gramatikal
wacana
menitikberatkan pada segi bentuk dan struktur lahir sebuah wacana. Aspek gramatikal wacana meliputi pengacuan (reference), penyulihan (subtitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion). Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual lain yang mendahului
atau
mengikutinya.
Sedangkan
aspek
leksikal
wacana
menitikberatkan pada segi makna atau struktur batin sebuah wacana. Dalam hal ini, aspek leksikal wacana bertumpu pada hubungan secara semantis. Aspek leksikal wacana meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan). Pada penelitian ini dalam penanda kohesi atau gramatikal ditemukan empat aspek, yakni pengacuan, pelesapan, substitusi, dan konjungsi. Dari empat aspek gramatikal tersebut aspek konjungsi menjadi aspek yang paling sering muncul dalam wacana resensi buku. aspek konjungsi yang sering digunakan dalam wacana resensi buku ini yaitu konjungsi aditif atau penambahan dan. Selanjutnya dalam penanda koherensi atau leksikal yang muncul dalam wacana ini meliputi repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, dan ekuivalensi. Kemudian dari kelima aspek tersebut aspek repetisi mendominasi penggunaanya dalam wacana resensi buku tersebut. commit to user
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Aspek Kontekstual Wacana Resensi Buku dalam Harian Umum Solopos (edisi Januari-Maret 2011) Analisis wacana resensi buku dari segi konteks situasi menjadi pembatas atau penjelas makna wacana secara komprehensif sedangkan dari segi konteks kultural menjadi dasar bagi pemahaman wacana secara holistik. Konteks situasi ini meliputi konteks fisik, epistemis, dan konteks sosialkultural yang dipertimbangakan dari berbagai penafsiran (personal, temporal, dan lokasional). Berdasarkan konteks situasi, wacana resensi buku ini ditampilkan secara berbeda oleh redaksi dibandingkan dengan wacana lain yang dimuat dalam halaman yang sama. Rubrik resensi buku mendapatkan perlakuan yang berbeda, dalam hal ini tampilan rubrik resensi buku memiliki kelebihan dibandingkan dengan wacana lain dalam halaman yang sama. Rubrik resensi buku disajikan dalam desain khusus yang membuatnya menjadi lebih menonjol dibandingkan rubrik yang lain. Tata letak dan desain rubrik tersebut yang menjadi pembatas makna secara komprehensif wacana resensi buku ini. Selanjutnya dari segi sosial kultural, dalam wacana resensi buku lebih banyak terdapat pertimbangan dari penafsiran personal dibandingkan pertimbangan
temporal dan lokasional. Hal ini dibuktikkan dengan
banyaknya nama-nama tokoh yang dimasukkan dalam wacana untuk mendukung
dan
memperjelas
makna
wacana
secara
menyeluruh.
Pertimbangan personal tersebut ditujukan untuk memperkuat pendapat penulis buku dan penulis resensi (script writer) dalam aktivitas persuasi terhadap pembaca. Hal tersebut sejalan dengan fungsi wacana resensi buku yang merupakan jenis wacaa berita persuasif.
3. Realisasi Fungsi Wacana Resensi Buku dalam Harian Umum Solopos (edisi Januari-Maret 2011) Fungsi wacana merupakan rekaman kebahasaan yang utuh tentang committersebut to user dapat disampaikan baik secara peristiwa komunikasi. Komunikasi
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lisan maupun secara tertulis. Seperti halnya bahasa, wacana bisa bersifat transaksional jika yang dipentingkan adalah isi komunikasi, sedang bersifat interaksional jika wacana merupakan komunikasi timbal balik. Selanjutnya fungsi wacana yang disampaikan wacana “Resensi Buku” dalam harian umum Solopos
dapat
dijelaskan
bahwa
WRB
telah
melaksanakan
fungsi
transaksional bahasa, karena yang dipentingkan adalah „isi‟ komunikasi dalam wacana tersebut. Dalam mengungkapkan fungsi wacana penulis lebih banyak menggunakan fungsi wacana tersebut adalah fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi personal, dan fungsi imajinatif. Fungsi instrumental dalam wacana ini ditunjukkan dengan kalimatkalimat yang dapat mengingatkan pembaca akan peristiwa lain yang berhubungan erat dengan peristiwa tersebut atau peristiwa sejenis yang pernah terjadi
sebelumnya.
Sedangkan
pada
fungsi
regulasi
script
writer
menyampaikan fungsi ini dengan menggunakan kalimat-kalimat yang berusaha meyakinkan pembaca atas apa yang diungkapkan oleh script writer. Selanjutnya fungsi representatif ditunjukkan penulis dengan menampilkan kalimat yang berupa fakta-fakta dan pengetahuan. Dalam wacana ini penulis atau script writer juga tidak segan untuk menunjukkan ekspresi pribadinya terlebih ini merupakan wacana persuasif sehingga fungsi personal juga tersampaikan dalam wacana ini. Dan yang terakhir dalam menjalankan fungsi imajinatifnya, penulis menyuguhkan kalimat yang membuat
pembaca
bermain dengan imajinasinya bagaimana kondisi nyata dari peristiwa yang dikemas oleh script writer dengan kalimatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Hasil penelitian ini mempunyai beberapa simpulan berikut ini: 1. Aspek-aspek tekstual yang terdapat pada wacana resensi buku dalam harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011 ini meliputi aspek gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal sendiri meliputi empat aspek, yakni pengacuan, pelesapan, substitusi, dan konjungsi. Dari empat aspek gramatikal tersebut aspek konjungsi menjadi aspek yang paling sering muncul dalam wacana tersebut. Selanjutnya aspek leksikal yang muncul dalam wacana ini meliputi repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, dan ekuivalensi. Selanjutnya dari kelima aspek tersebut aspek repetisi mendominasi kemunculannya dalam wacana resensi buku tersebut. 2. Aspek-aspek kontekstual yang terdapat pada wacana resensi buku dalam harian umum Solopos edisi Januari-Maret 2011 ini meliputi konteks sosial-kultural yang menjadi dasar pemahaman makna wacana dan aspek dari segi konteks situasi sebagai pembatas atau penjelas makna wacana secara komprehensif. Konteks situasi ini meliputi konteks fisik, epistemis, dan konteks sosial yang dipertimbangkan dari berbagai segi penafsiran (personal, temporal, dan analogi). 3. Realisasi fungsi wacana yang disampaikan wacana “Resensi Buku” dalam harian umum Solopos dapat dijelaskan bahwa WRB telah melaksanakan fungsi transaksional bahasa, karena yang dipentingkan adalah „isi‟ komunikasi dalam wacana tersebut. Lebih jelasnya, wujud realisasi fungsi wacana tersebut adalah fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi representasi, fungsi personal, dan fungsi imajinatif. Untuk melengkapi hasil simpulan ini, penulis memperoleh simpulan bahwa dalam suatu teks di sebuah wacana yang cukup panjang, dengan menggunakan “common ground”; “knowledge of the world, skemata, scenario, “bottom-up”, dan user wacana lainnya. Pembaca teks “top down analysis”, sertacommit pirantitoanalisis 136
perpustakaan.uns.ac.id
137 digilib.uns.ac.id
yang panjang akan dapat memahami bacaannya dengan lebih baik dan lebih mudah.
B. Implikasi Resensi buku bukan hanya merupakan bacaan pemenuh kebutuhan informasi namun juga merupakan salah satu bentuk wacana persuasif yang di dalamnya terdapat komunikasi lengkap karena mempunyai unsur-unsur pengirim, penerima, dan pesan yang diikat oleh tujuan tertentu. Oleh karena itu, keberadaan bahasa resensi buku pada surat kabar merupakan fenomena kebahasaan yang menarik untuk dicermati. Tidak cukup pada aspek tekstualnya saja, namun dalam menyerap maksud bahasa script writer ini pembaca tidak dapat mengabaikan konteks referensinya. Bahasa wacana resensi buku juga bisa dipakai oleh script writer untuk mengekspresikan gagasan atau juga sebagai sarana persuasif. Wacana resensi buku berusaha menampilkan bahwa komunikasi persuasif yang dituangkan dalam wacana bertujuan untuk mengubah perilaku, keyakinan, dan sikap. Namun seolah-olah semua perubahan tersebut bukan kehendak komunikator (script writer atau penulis naskah), akan tetapi atas kehendak komunikan atau pembaca sendiri. Lebih jelasnya penulis naskah dalam wacana resensi buku bertujuan memberi efek tertentu pada pikiran pembaca untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara membuat pembaca mengetahui tuturannya agar tercapai efek persuasif dari wacana resensi buku. Berdasarkan maksud dan tujuannya, wacana resensi buku yang berisi ulasan yang terbentuk dari rentetan kalimat yang membentuk kesatuan dalam bentuk paragraf tersebut lebih mudah dipahami, bersifat ringan dan dengan pilihan kata yang tepat. Dengan begitu dapat membuat pembaca lebih mudah dalam menangkap pesan dan informasi yang disampaikan. Di dalam ulasan mengenai buku tersebut penulis naskah diartikan sebagai seseorang yang mengartikulasikan ujarannya dengan maksud untuk mengomunikasikan sesuatu kepada pembaca dan berharap lawan tuturnya dapat memahami apa yang hendak dikomunikasikancommit itu. to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keberadaan resensi sangat bermanfaat bagi penggemar buku. Hal ini dikarenakan pembaca atau lebih tepatnya calon pembaca selain dapat terbantu memilih buku yang cocok untuknya karena seperti yang kita ketahui resensi memuat ulasan termasuk kelebihan dan kelemahan buku tersebut. Selain itu melalui resensi buku seseorang yang awalnya tidak berminat membaca buku dapat berubah pikiran setelah membaca resensi yang menarik. Jadi dapat dikatakan selain membantu calon pembaca, resensi buku juga bermanfaat bagi penulis dan penerbit. Resensi dapat menjadi wadah promos secara tidak langsung, namun itu semua juga tergantung pada script writer atau penulis resensi bagaimana mengolah bahasa sehingga mampu menciptakan resensi yang mampu “bekerja” sesuai fungsinya. Sebagai salah satu bahan bacaan yang menarik yang dapat diakses oleh seluruh pembaca media massa, wacana resensi buku dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya siswa kelas Menengah. Wacana resensi buku yang tidak hanya menghibur tapi juga cerdas dan aktual dapat digunakan oleh guru untuk melatih siswa untuk memahaminya, kemudian menanggapi serta membuat (menulis) resensi buku. Hal tersebut dikarenakan materi resensi buku menjadi salah satu materi yang masuk dalam kompetensi dasar tepatnya di tingkat SMP dan SMA. Pada tingkat SMP kelas IX materi resensi buku terdapat pada standar kompetensi (SK) menulis; mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan; dengan kompetensi dasar (KD) meresensi buku pengetahuan. Selanjutnya pada tingkat SMA materi yang bersinggungan dengan resensi buku termuat dalam SK dan KD di kelas XI semester 1 dengan SK menulis; mengungkapkan informasi melalui penulisan resensi buku, dengan
KD
mengungkapkan
prinsip-prinsip
penulisan
resensi
dan
mengaplikasikan prinsip-prinsip penulisan resensi. Selanjutnya ateri resensi buku juga terdapat pada muatan materi di kelas XII dengan SK menulis; mengungkapkan informasi dalam bentuk surat dinas, laporan dan resensi dalam KD menulis resensi buku pengetahuan berdasarkan format baku. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
139 digilib.uns.ac.id
Sehubungan dengan hal tersebut rubrik resensi buku yang terdapat pada Solopos dapat dijadikan sebagai alternatif media pembelajaran dalam mengembangkan kompetensi yang telah ditentukan tersebut. Keragaman jenis buku yang diresensi dapat menjadi khazanah pengetahuan tersendiri bagi siswa dan guru. Selain itu, guru diharapkan selektif dalam memilih resensi buku editorial yang akan digunakan dalam pembelajaran agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dengan ini diharapkan siswa dan guru mampu melakukan curah pikir bahasa secara kreatif dan kritis sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran bahasa aktif.
C. Saran Saran yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan permasalahan meliputi saran untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan skripsi ini, antara lain bagi: 1. Bagi guru Guru atau pengajar bahasa Indonesia sekolah menengah diharapkan bersikap aktif dalam memanfaatkan media pembelajaran yang tepat, efektif, dan efisien dalam pembelajaran resensi buku serta membantu mengarahkan dan membekali siswa dengan pengetahuan bahasa yang luas dengan memaksimalkan fungsi media massa, 2. Bagi siswa Siswa dapat memanfaatkan media massa cetak untuk menimba ilmu pengetahuan mengenai resensi buku dengan membaca resensi-resensi yang dimuat dalam surat kabar. 3. Bagi penerbit media massa Redaksi media massa yang bersangkutan meningkatkan kualitas resensi buku yang dimuat dalam medianya. Dalam artian redaksi diharapkan lebih selektif dalam memilih resensi buku yang akan dimuat dan hendaknya resensi buku yang akan dimuat harus bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan buku tersebut memang layak untuk dikonsumsi commit to user masyarakat.
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Bagi pembaca dan peneliti lain Penelitian mengenai analisis wacana resensi buku dalam harian Solopos ini hanya difokuskan pada analisis tekstual, kontekstual, dan fungsi realisasi.
Penulis
mengharapkan
kiranya
peneliti
lain
dapat
mengembangkan penelitian yang serupa dengan pembahasan yang lebih berkembang.
commit to user