LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK SAINS TUMBUHAN (BI-2204) PERTUMBUHAN BROKOLI (Brassica oleraceae) DENGAN PUPUK HYPONEK BERBAGAI KOMPOSISI N,P,K DALAM SISTEM HIDROPONIK Tanggal penelitian
: 17 April 2015
Tanggal pengumpulan : 15 Mei 2015
Disusun Oleh: Khanita Aulya
10613002
Ahmad Ardiansyah
10613007
Vina Detri Kirana
10613054
Riska Dwi N
10613059
Meli Triana D
10613065
Asisten: Rizki Apriliani
10612079
Sarah Tobing
10612023
Avira
10612045
PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hidroponik adalah suatu cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat
menanam tanaman.Perbedaannya adalah apabila bercocok tanam menggunakan
tanah,nutrien diperoleh tanaman dari dalam tanah sedangkan hidroponik makanan diperoleh tanaman dari air yang mengandung zat-zat anorganik.(Mikrajuddin,2007 :161). Bertanam secara hidroponik telah dikenal dari 100 tahun yang lalu. Namun, kepopulerannya baru berlangsung sejak tahun 1936, saat Dr. W. F. Gericke berhasil menumbuhkan tanaman tomat dalam kolam berisi air dan nutrien di laboratoriumnya. Hasil percobaan ini membuktikan bahwa sebenarnya yang dibutuhkan tanaman bukanlah tanah, tetapi nutrien yang dilarutkan dalam air (Prihmantoro dan Indriani, 2000).Budidaya dengan media tanam hidroponik dapat dilakukan saja termasuk di rumah karena tidak menggunakan media tanam tanah asal pemeliharaanya baik dan benar serta pencahayaan yang cukup.(Mas’ud,2009).Media tanam hidroponik harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut, yaitu: dapat menyerap air, tidak mempengaruhi pH air, tidak mudah lapuk dan juga membusuk. Media tanam kultur hidroponik dapat dibagi menjadi dua, yaitu media tanam anorganik dan organik. (Verma, 2002). Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang lebih terkontrol. Selain itu, sifatnya yang dapat menghemat lahan, bersifat bersih, tidak rumit, dan tidak mudah terserang hama, menjadikan teknik ini semakin dikembangkan.Hidroponik tidak memerlukan pestisida yang beracun sehingga lebih ramah lingkungan dan tanaman yang dihasilkan pun akan lebih sehat. Metode ini tentunya sangat bermanfaat khususnya dalam dunia pertanian karena para petani dapat meningkatkan kualitas hasil produksi dengan lahan yang terbatas namun metode hidroponik ini membutuhkan keterampilan yang khusus karena banyak faktor yang memengaruhi sehingga beresiko mengakibatkan kegagalan (Mas’ud,2009)
1.2 Tujuan 1. Menentukan pengaruh pupuk Hyponex merah,hijau, atau biru terhadap luas daun 2. Menentukan pengaruh pupuk Hyponex merah,hijau, atau biru terhadap kadar klorofil 3. Menentukan pengaruh pupuk Hyponex merah,hijau,atau biru terhadap penyerapaan amonium-nitrat 1.3 Hipotesis 1. Luas daun tumbuhan brokoli akan meningkat pada pemberian Hyponex merah dan hijau 2. Kadar klorofil tumbuhan akan meningkat pada pemberian Hyponex merah dan hijau 3. Penyerapan terbesar ammonium-nitrat akan meningkat pada pemberian Hyponex merah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi tanaman Brassica oleracea atau tumbuhan brokoli adalah salah satu tumbuhan sayur herba yang biasa dibudidayakan sebagai bahan pangan. Menurut Cahyono (2001), brokoli memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Brassicales
Suku
: Brassicaceae
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica oleracea L. (Cahyono, 2001). Berdasarkan morfologinya, brokoli memiliki tangkai daun yang lebih panjang
serta helai daunnya panjang dan berlekuk-lekuk di bagian tepinya. Kepala bunganya tersusun dari beberapa kuntum bunga yang memiliki tangkai bunga tebal. Tiap bunga pada brokoli dapat terdiri dari 4 kelopak, 4 mahkota bunga, 6 benang sari, dan bakal buah. Massa bunga brokoli tersusun membentuk rangkaian karangan bunga yang bulat berwarna hijau tua dengan diameter antara 15-20 cm.. Brokoli memiliki akar serabut dengan panjang dapat mencapai 60-70 cm dan akar lateralnya memiliki panjang 20-30 cm. Sistem perakaran brokoli dapat menunjang tubuh tumbuhannya pada tanah yang gembur dan berpori (Rukmana, 1994; Cahyono, 2001). Brokoli merupakan tumbuhan yang dapat hidup pada daerah subtropis dengan temperatur antara 15,5-24°C. Tanaman ini cocok ditanam pada ketinggian antara 10002000 m di atas permukaan laut dan dengan curah hujan berkisar 800-900 mm. Namun seiring berkembangnya varietas brokoli, beberapa varietas dari tanaman ini dapat ditumbuhkan pada lingkungan dengan temperatur panas. Brokoli merupakan tanaman
satu musim yang hanya dapat bereproduksi satu kali dan akan mati setelahnya (Cahyono, 2001) 2.2 Macam Hidroponik Ada beberapa macam hidroponik yang dikelompokkan berdasarkan medianya (Wijayani dan Widodo, 2005), diantaranya adalah: a. Kultur agregat, yaitu metode hidroponik yang menggunakan pasir, kerikil, pecahan genteng dan benda padat lainnya sebagai media. Media tersebut harus disterilkan terlebih dahulu sebelum ditanami oleh tumbuhan. Bila tumbuhan telah ditanam, tumbuhan diberikan nutrien yang dilarutkan didalam air. Contoh dari sistem agregat yaitu hidroponik susbstrat sistem tetes (Drip), pengucuran dari atas (Top Feeding), pasang surut (Ebb and Flow), dan sistem statis. b. Kultur air, yaitu metode hidroponik yang menggunakan air sebagai media tanam yang diletakkan dalam wadah seperti baskom, tabung, pipa atau wadah lainnya. Agar tanaman tetap tumbuh baik didalam airdilarutkan pupuk yang mensuplai kebutuhan tanaman. Contoh dari kultur air seperti NFT (Nutrient Film Technique) dan DFT (Deep Flow Technique). c. Kultur udara atau aeroponik, yaitu metode hidroponik yang media nya adalah udara atau dengan kata lain tidak diberikan media. Tanaman hanya dibiarkan terbuka dan menggantung pada suatu tempat yang terjaga kelembapannya. Pemberian nutrisi yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan tanaman dilakukan dengan cara disemprot langsung pada bagian akar dan tubuh tanaman. Metode hidroponik yang kami terapkan adalah metode kultur Rakit Apung atau Deep Water Culture (DWC). Hidroponik sistem Deep Water Culture ini dibuat terapung diatas rakit (umumnya dibuat dari styrofoam) yang telah dilubangi seukuran pot tanam. Adapun istilah Deep Water Culture disematkan dalam metode ini karena akar tanaman senantiasa terendam dalam air.Dalam metode ini, akar tanaman dibiarkan terendam dalam larutan air yang kaya akan oksigen dan nutrisi. Nutrisi sangat berperan dalam setiap metode hidroponik, tidak terkecuali dalam kultur Rakit Apung ini. Hal ini dikarenakan metode bercocok tanam secara hidroponik ini memang tidak menggunakan tanah sebagai media tanam, sehingga praktis nutrisi harus cukup tersedia bagi tanaman. Berhubung akar tanaman terendam dalam air secara terus-menerus, ketersediaan oksigen terlarut dalam air juga mutlak diperlukan karena pada dasarnya akar tanaman juga perlu bernapas dan
untuk itu diperlukan ketersediaan oksigen yang cukup.Nutrisi yang digunakan tentunya adalah nutrisi yang mudah larut dalam air sehingga memudahkan bagi akar tanaman untuk menyerapnya. Kecukupan oksigen terlarut dapat diciptakan dengan menggunakan pompa udara yang biasa dipakai untuk akuarium yang dihubungkan ke “Air Stone” melalui pipa / selang udara. Gelembung-gelembung udara yang keluar secara kontinyu melaui Air Stone ini akan menciptakan kondisi air yang telah mengandung nutrisi menjadi kaya akan oksigen. Selanjutnya Rakit diletakkan diatas air yang telah disiapkan dalam wadah sebagaimana diperlihatkan dalam gambardiatas.Tanaman yang umum dibudidayakan dengan menggunakan metode ini adalah tanaman sayuran, khususnya selada (lettuce) sehingga ada juga yang menyebut kultur Rakit Apung ini dengan sebutan Lettuce Culture. (James, 1975) 2.3 Medium Hoagland Berdasarkan Hoagland dan Arnon (1950), medium Hoagland berfungsi menyediakan nutrisi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Nutrisi yang terkandung dalam medium Hoagland merupakan nutrisi yang sesuai dengan beragam tanaman. Di bawah ini merupakan komposisi dari medium Hoagland 100%: 1M Potasium Nitrat (KNO3)
5ml
1M Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2)
5ml
1M Potasium Asam Fosfat (KH2PO4)
1ml
1M Magnesium Sulfat (MgSO4)
2ml
Stok Mikronutrien
1ml
0,01M Stok Fe-EDTA
10 ml
Tabel 2.3 Komposisi medium Hoagland (Hoagland dan Arnon,1950)
Massa relatif
Volume Konsentrasi Konsentrasi yang stok stok digunakan
Conc
Conc
µM
Ppm
g mol-1
mM
g L-1
mL L-1
Elemen
KNO3
101.10
1,000
101.10
6
N
16,000
224
Ca(NO3)2•4H2O
236.16
1,000
236.16
4
K
6,000
235
NH4H2PO4
115.08
1,000
115.08
2
Ca
4,000
160
MgSO4•7H2O
246.48
1,000
246.49
1
P
2,000
62
NaFeDTPA (10% Fe)
558.50
53.7
30.00
1
S
1,000
32
Mg
1,000
24
Fe
53.7
3
Senyawa
KCl
74.55
25
1.864
Cl
50
1.77
H3BO3
61.83
12.5
0.773
B
25
0.27
MnSO4•H2O
169.01
1
0.169
Mn
2
0.11
ZnSO4•7H2O
287.54
1
0.288
Zn
2
0.13
CuSO4•5H2O
249.68
0.25
0.062
Cu
0.5
0.03
H2MoO4 (85% MoO3)
161.97
0.25
0.040
Mo
0.5
0.05
2
2.4 Kandungan pupuk Hyponex Pupuk hyponex yang digunakan pada peneliltian ini adalah hyponex hijau, merah dan biru. Perbedaan komposisi dari ketiga jenis pupuk tersebut terletak pada komposisi N, P dan K, sedangkan kandungan unsur tambahannya sama. Persen komposisi pada Hyponex hijau N, P dan K nya adalah 20, 20, 20, Hyponex merah adalah 25,5, dan 20, sedangkan hyponex biru adalah 10, 40, dan 15. Kandungan unsur tambahan pada ketiga pupuk tersebut adalah B, Fe, Zn, Ca, Co, Cu, Mg, Mn, Mo dan S (Budiana, 2007). Setiap nutrisi yang dikandung pupuk hyponex memiliki fungsi masing-masing. Nitrogen berfungsi sebagai pembangun asam amino,amida, protein, asam nukleat, nukleotida, koenzim dan heksoamina. Fosfor berfungsi sebagai komponen gula fosfat, asam nukleat,
nukleotida, koenzim, fosfolipid, serta berperan penting dalam reaksi yang melibatkan ATP. Kalium dibutuhkan sebagai kofaktor untuk lebih dari 40 macam enzim, menjaga sel turgor dan mempertahankan elektronetralitas sel. Boron berperan dalam perpanjangan sel, sintesis asam nukleat, respon bormon dan fungsi membran. Besi berperan penting dalam pembentukan enzim yang melibatkan transfer elektron (reaksi redoks) contohnya sitokrom. Zink dibutuhkan oleh banyak enzim dalam bentuk ion Zn2+ untuk aktivitasnya dan dibutuhkan pada biosintesis klorofil pada beberapa tumbuhan. Kalsium digunakan pada pembentukan dinding sel baru terutama pada bagian lamella tengah yang memisahkan sel baru yang membelah. Kalsium juga digunakan pada benag spindel selama proses pembelahan serta berperan sebagai second messenger pada berbagai respon tumbuhan baik sinyal dari lingkungan maupun hormon. Tembaga berasosiasi dengan enzim yang terlibat dalam reaksi redoks contohnya pada enzim plastosianin yang terlibat dalam transfer elektron selama reaksi terang fotosintesis. Magnesium mempunyai peran spesifik pada aktivasi enzim yang terlibat dalam respirasi, fotosintesis, dan sintesis DNA, RNA. Magnesium juga berperan dalam pembentukan struktur cincin klorofil. Mangan akan mengaktifkan beberapa enzim dalam sel khusunya enzim dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus TCA. Molibdenum merupakan komponen dari beberapa enzim termasuk diantaranya nitrat reduktase dan nitrogenase. Belerang (S) ditemukan pada dua asama amino dan merupakan pembentuk beberapa koenzim dan vitamin yang penting dalam proses metabolisme (Taiz & Zeiger, 2002). 2.5 Makronutrien tumbuhan (N,P,K) Nitrogen berperan penting dalam pembentukan protein, merangsang pertumbuhan vegetatif, dan meningkatkan hasil buah. Pupuk nitrogen merupakan pupuk yang sangat penting bagi semua tanaman. Nitrogen berperan penting dalam pembentukan protein, merangsang pertumbuhan vegetatif, dan meningkatkan hasil buah (Dwidjosaputro, 1992; Bambang et al., 2006). Nitrogen menjadi bagian dari molekul klorofil yang mengendalikan kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis Nitrogen adalah senyawa yang menyusun hampir semua protein yang penting dalam tumbuhan yaitu pembentukan klorofil dan enzim.Unsur nitrogen pada adenosin trifosfat juga berperan dalam transfer energi.Pada tahap primer pertumbuhan awal tumbuhan nitrogen berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel dan kadar nitrogen yang cukup pada tumbuhan sangat penting dalam memengaruhi luas daun (Shamel Rostami, 1997). Kultivar yang memiliki konsentrasi
nitrogen tinggi akan berwarna hijau tua. Sedangkan kultivar yang memiliki konsentrasi nitrogen yang rendah, memiliki warna daun dengan hijau muda (Tucker, 2004). Kalium adalah salah satu unsur utama dalam tumbuhan yang tidak memiliki efek yang signifikan terhadap senyawa organik pada tumbuhan seperti protoplasma,lipid dan selulosa tetapi terhitung sebagai senyawa yang penting sebagai katalisator pada tumbuhan yang mengkatalisis hampir 40 enzim penting dalam tumbuhan (Sarmadnia and Kochaki, 1995).Kalium juga berperan penting dalam keseimbangan ionik,potensial selular membran dan sirkulasi glukosida.Defisiensi kalium juga dapat menyebabkan nekrosis (kematian jaringan) pada sel daun.Seiring dengan menurunnya kadar kalium maka konsentrasi asam malat menurun dan asam sitrat yang meningkat (Sazgar,1991).Pada tumbuhan yang kadar kalium yang cukup,efisiensi energi akan meningkat 50%-70% dibandingkan dengan daun yang kadar kaliumnya rendah.Hal ini terjadi karena peran kalium sebagai sintesis ATP.Kalium juga berperan dalam penyesuaian tekanan osmotik dan turgor yang menyebabkan ukuran sel meningkat. (Sabeti and Mohammad, 2004). Fosfor adalah kandungan unsur dalam tumbuhan yang jumlahnya lebih kecil daripada nitrogen dan kalium namun fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan. Serapan fosfor yang rendah dapat menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Tanaman menyerap sebagian besar hara P dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-). Sejumlah kecil diserap dalam bentuk ion ortofosfat sekunder (HPO4-2) (Young, et al., 1997) Kemungkinan fosfor masih dapat diserap dalam bentuk lain, yaitu pirofosfat dan metafosfat, atau dapat pula diserap dalam bentuk senyawa fosfat organik yang larut dalam air misalnya asam nukleat dan phitin (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Unsur nitrogen merupakan unsur yang mengatur penyerapan hara salah satunya adalah fosfor. Jika tanaman kekurangan N, maka tanaman akan tumbuh kerdil dan sistem perakarannya terbatas sehingga penyerapan fosfor kurang optimal (Santosa et al., 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi serapan fosfor dalam tanah adalah air yang berguna melarutkan hara, daya serap akar, dan alkalis tanah yaitu derajat keasaman tanah. Unsur fosfor lebih mudah diserap oleh tanaman dalam pH 5,0 – 8,5 (Sutedjo, 1992).
2.6 Mekanisme Pembentukan Klorofil sebagai Hasil Metabolisme Nitrogen
Keberadaan nitrogen berpengaruh terhadap pembentukan kloroplas dan akumulasi klorofil karena seperti struktur yang dibawah nitrogen merupakan elemen yang menjadi struktur dari klorofil dan molekul protein.Molekul nitrogen pada daun memiliki hubungan dengan warna daun.
Gambar 2.5.1 Struktur klorofil a (Shakhashiri, 2008)
Pembentukan klorofil juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain yaitu faktor genetik
tanaman,intensitas
cahaya,karbohidrat,penyerapan
unsur
hara,air
dan
temperatur (Dwijoseputro, 1992). Daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya fotosintesisa yang sering digunakan dalam parameter pertumbuhan (Loveless, 1991). Luas daun dinyatakan sebagai luas daun total per tanaman atau per satuan luas tanah. Serapan hara oleh tanaman dapat mempengaruhi fotosintesis dan tampak pengaruhnya pada luas daun (Mas’ud, 1993). Fotosintesis juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi macam spesies, pengaruh umur daun, dan pengaruh laju translokasi fotosintat. Faktor lingkungan meliputi ketersediaan air, ketersediaan CO2, pengaruh cahaya, serta pengaruh suhu (Lakitan, 2007).
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan kali ini di antaranya sebagai berikut Tabel 3.1.1 Alat dan bahan praktikum
Alat
Bahan
pH meter
-sampel tanaman (pak choy)
Spidol,gunting,cutter
-akuades dan air bersih
Aerator Penangas air
-pupuk hyponex merah,hijau dan biru -larutan CaCO3
Spektrofotometer
-larutan medium Hoagland
Baskom 5 L
-larutan NaCl dan H2SO4
Mortar
- HCL
Saringan buchner
-reagen Seignette
Infraboard
-reagen nesler
Alat HACH
-aceton 80%
Labu Ukur
Lakban dan busa
3.2 Metode Kerja A. Penyediaan Tanaman Sampel tanaman cabai dikeluarkan dari semainya dan dicuci dengan air. Kemudian tanaman tersebut dipindahkan ke dalam media air dan larutan CaCO3 lalu diaklimasi selama 24 jam dan dipindahkan ke medium air nutrien. B. Perlakuan Nutrien Tanaman ditanam di medium Hoagland (defisiensi N) ,diberi tanda pada batas tinggi air dan dijaga pH pada kisaran 6,0-6,5 dengan penambahan asam/basa
C.Perangkaian instalasi hidroponik Infraboard diukur sesuai dengan ukuran bak dan dipotong dengan gunting/cutter lalu din itandai pada 4 sisinya dengan ukuran 2x2 cm dan dilubangin pada bagian yang ditandai.Pada dasar baskom disambungkan dengan selang dan aerator dan ditutup dengan infraboard D. Pengukuran Tingkat Penyerapan Nitrogen Pengukuran dilakukan dengan pengambilan sampel medium sebelum penelitian dan setiap seminggu selama pengamatan. Faktor yang diukur adalah kadar nitrat dan ammonium yang tersisa dalam medium setiap perlakuan.
Pengukuran Nitrat 10 Ml sampel medium ditambahkan 2 Ml NaCL, 10 Ml H2SO4, dan 0,5 Ml HCL kemudian diaduk dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit, kemudian diambil untuk dimasukkan ke dalam cuvet spektrofotometer dan diukur kadar nitrat dengan alat HACH pada panjang gelombang 507 nm metode 351.
Pengukuran Ammonium 10 Ml sampel medium ditambahkan 2 tetes reagen Seignette dan 0,5 Ml reagen nesler kemudian diaduk dan didiamkan selama 10 menit. Setelah itu, diambil sebagian dan dimasukkan ke dalam cuvet spektrofotometer dan diukur kadar ammonium dengan alat HACH pada panjang gelombang 425 nm metode 380.
E. Pengukuran Kadar Klorofil Daun 1 gram daun segar digerus dengan mortar dan diekstrak dengan 50 Ml aceton 80% hingga klorofil terlarut. Ekstrak daun tersebut disaring dengan saringan Buchner dan dipindahkan ke dalam labu ukur kemudian diberi tambahan aseton hingga volumenya 100 Ml dan diukur menggunakan UV/visible spektrofotometer pada panjang gelombang 663 nm.
( 20,2 D645 + 8,02 D663 ) x Volume Ekstrak 1000 x berat sampel
F.Pengukuran Luas Daun Daun diasumsikan dengan kertas. Bentuk daun digambar di kertas. Hasil gambar dipotong kemudian ditimbang. Pada kertas yang sama,kertas dipotong dengan ukuran 1cm x 1cm.Perhitungan luas daun dapat dilakukan dengan perbandingan luas daun dan luas kertas.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian Medium Kontrol (Hoagland)
Hyponex hijau komposisi NPK
(20-20-
20)
Hyponex merah
(25-5-
20)
Hyponex biru (10-40-15)
Awal (17 April 2015) Tanaman 1
Tanaman 2
Akhir (1 Mei 2014)
Tanaman 1
Tanaman 2
PERTAMBAHAN LUAS DAUN 18,00 16,00 L 14,00 u a 12,00 s 10,00 d a u n
15,70 13,09 11,91 10,29
8,00
8,56
6,00
AWAL 7,76
AKHIR
4,00 2,00
0,00
0,00
0,00 Kontrol
Hijau
Merah
Biru
Jenis Perlakuan
Grafik 4.1.1 Grafik pertambahan luas daun
KADAR KLOROFIL 1,124654
1,2 0,980792 1 0,8
0,729
0,729
0,729
0,729 AWAL
0,6
AKHIR
0,4
0,333172
0,290542
0,2 0 Kontrol
Biru
Merah
Hijau
Grafik 4.1.2 Grafik kadar klorofil daun
Konsentrasi Serapan Nitrat 6 k o 5 n s 4 e n 3 t r 2 a s 1 i 0
5,27
5,23
3,19 AWAL AKHIR 1,82 0,113
0,214
Kontrol
Biru
0,13 Merah
0,231
Hijau
Grafik 4.1.3 Grafik konsentrasi serapan nitrat
Konsentrasi Serapan Amonium k 10 o 9 n 8 7 s 6 e 5 n 4 t 3 r 2 a 1 s 0 i
9,34
5,42
4,8
AWAL AKHIR 1,7 0,980,77 Kontrol
Biru
Merah
2,82 2,03
Hijau
Grafik 4.1.4 Grafik konsentrasi serapan ammonium
7,2
Pengukuran pH
7
7,065
7,075
6,875
6,8 6,59
6,6
6,2
6,44 6,375 6,305 6,305
6,365
6,4
6,19
6,165
Kontrol Merah 6,15
Hijau Biru
6 5,8 5,6 pengukuran ke-1
pengukuran ke-2
pengukuran ke-3
Grafik 4.1.5 Grafik pengukuran pH
4.2 Pembahasan
Pada grafik pengukuran kadar klorofil daun pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk hyponex merah (25-5-20) didapat pengukuran sebesar yaitu 0,291 mg/dl , ,pada perlakuan pupuk hyponex hijau (20-20-20) didapat pengukuran sebesar 0,333 mg/dl. Kadar klorofil pada daun ini sangat rendah karena daun yang kami ekstraksi sudah kekuningan akibat klorosis. Sedangkan pada perlakuan pupuk hyponex biru (10-40-15) didapat pengukuran sebesar 1,13 mg/dl dan pada perlakuan dengan medium hoagland didapat pengukuran sebesar 0,981 mg/dl dengan pengukuran awal 0,729 mg/dl untuk semua perlakuan. Pada grafik pengukuran luas daun pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk hyponex biru (10-40-15) didapat pengukuran sebesar 7,76 cm2 yang berarti menurun daripada pengukuran awal yaitu sebesar 8,56 cm2 sedangkan pada perlakuan pupuk hyponex hijau (20-20-20) dan pupuk hyponex merah (25-5-20) tidak didapat pengukuran akhir karena daun mengalami kematian jaringan dan klorosis dan pada perlakuan dengan
medium hoagland didapat pengukuran sebesar 15,70 cm2 yang meningkat dari pengukuran sebelumnya yaitu 13,09 cm2. Pada grafik pengukuran konsentrasi serapan nitrat pada semua perlakuan mengalami peningkatan absorbansi yang sangat tinggi.Tanaman yang diberi perlakuan
pupuk
hyponex biru (10-40-15) didapat pengukuran akhir sebesar 3,19 nm sedangkan pada perlakuan pupuk hyponex hijau (20-20-20) sebesar 1,82 nm dan pupuk hyponex merah (25-5-20) didapatkan pengukuran yang sangat tinggi dari 0,13 nm menjadi 5,23 nm sedangkan pada perlakuan dengan medium hoagland didapat pengukuran sebesar 5,27 nm Pada grafik pengukuran konsentrasi serapan nitrat pada semua perlakuan mengalami peningkatan absorbansi yang sangat tinggi.Tanaman yang diberi perlakuan
pupuk
hyponex biru (10-40-15) didapat pengukuran akhir sebesar 5,42 nm sedangkan pada perlakuan pupuk hyponex hijau (20-20-20) meningkat dari 2,03 nm menjadi 2,82 nm dan pupuk hyponex merah (25-5-20) didapatkan pengukuran yang absorbansi menurun dari 0,98 nm menjadi 0,77 nm sedangkan pada perlakuan dengan medium hoagland didapat pengukuran sebesar 9,34 nm dari data awal 4,8 nm. Pada pengukuran data klorofil daun terlihat bahwa kadar klorofil yang paling tinggi adalah pada tanaman yang diberi perlakuan pupuk hyponex biru yaitu (10-40-15).Hal ini terjadi akibat kandungan fosfor yang tinggi pada pupuk tersebut karena unsur fosfor didalam
tanaman
mempunyai
peran
memengaruhi
penyerapan
nitrogen
dan
kalium,khususnya nitrogen.Interaksi nitrogen dan fosfor dapat meningkatkan efisiensi sintesis protein sebagai yang penting dalam tanaman dan klorofil sebagai pembentukan gula dalam tumbuhan sementara kadar klorofil yang paling rendah adalah pada daun yang diberi perlakuan pupuk hyponex merah (25-5-20) dan pupuk hyponex hijau (20-20-20),hal ini terjadi karena pengukuran pH terakhir menunjukkan nilai 7,sedangkan rentang pH untuk hidroponik adalah diantara 5,5-6,5 (Taiz dan Zeiger,2002) sehingga menyebabkan kadar klorofilnya sangat kecil .Serapan fosfor yang rendah dapat menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).Sedangkan pada tanaman yang diberi perlakuan dengan medium Hoagland,kadar klorofil daun meningkat dari 0,729 mg/dl menjadi 0,981 mg/dl hal ini terjadi karena kandungan fosfor yang tinggi serta mikronutrien dalam pupuk lebih beragam khususnya adanya mikronutrien Cl pada Hoagland yang berperan pula dalam pembelahan sel di akar dan daun sehingga pertumbuhan daun tersebut berpengaruh. (Taiz dan Zeiger,2002)
Pada pengukuran luas daun terlihat bahwa tanaman dengan perlakuan medium Hoagland mempunyai luas daun paling tinggi setelah perlakuan yaitu 15,70 cm2.Hal ini dipengaruhi unsur fosfor dalam medium tersebut.Defisiensi fosfor pada tanaman akan menyebabkan luas area daun yang berkurang dan penghambatan penyerapan sinar matahari (Cromer et al., 1993). Hal ini terjadi karena dan juga kapasitas fotosintetik pada daun
(Rao and Terry, 1989). Menurut Rao dan Terry (1989) defisiensi fosfor
menyebabkan terhambatnya fotosintesis karena penghambatan regenerasi ribulosa-1,5bisfosfat namun aktivitas RuBP sendiri tidak terganggu.Penghambatan regenerasi ribulosa -1,5-bisfosfat sendiri terjadi karena aktivitas Ru5P kinase.Sedangkan pada pupuk hyponex biru (10-40-15) pengukuran luas daun akhir lebih rendah daripada pengukuran luas daun awal yaitu dari 8,56 cm2 menjadi 7,76 cm2.Hal ini mungkin terjadi karena faktor eksternal yaitu hama berupa ulat bulu yang memakan daun tanaman kol sehingga berlubang-lubang dan pengukuran luas daun pada perlakuan pupuk hyponex biru ini menjadi tidak signifikan.Hama berupa ulat bulu yang menyerang tanaman kami juga ditemukan di beberapa baskom percobaan kami,hal ini mungkin berhubungan karena tanaman yang kami pakai adalah tanaman yang masih muda yaitu berumur 4 minggu.Hal ini terjadi karena ulat bulu lebih memilih daun yang lebih muda daripada daun yang sudah dewasa karena mempunyai nutrisi yang lebih tinggi, mudah dicerna,dan belum terjadi sintesis senyawa metabolit sekunder sebagai pertahanan pada tumbuhan (Marquis, R. J. and Braker,1994). Pada perlakuan pupuk hyponex hijau yaitu (20-20-20) semua tanaman terjadi kematian jaringan (nekrosis) dan klorosis.Hal ini terjadi karena dosis pupuk hijau yang kami berikan yaitu sebanyak 2 g / L merupakan dosis yang tidak efisien untuk penyerapan nutrisi oleh tanaman .Menurut Endah (1993) dosis yang efisien untuk pemberian pupuk hijau adalah sebesar 1 g / L dan pemberian dosis terlalu banyak mengakibatkan jumlah stomata semakin turun sehingga pengambilan CO2 oleh tanaman juga menjadi berkurang sehingga sintesis protein dalam tumbuhan pun terganggu .Faktor lain yaitu pH yang fluktuatif yaitu 6,875-6,440-7,075 pada pupuk hyponex hijau dan rentangnya melebihi rentang normal pH pada percobaan hidroponik yaitu 5,5-6,5 sehingga memengaruhi penyerapan makroutrien dan mikronutrien (Taiz dan Zeiger,2002).pH yang berubah-ubah disebabkan oleh adanya pertukaran ion antara NO3- dan OH pada larutan pupuk (Endah,1993).Pada perlakuan pupuk hyponex merah (25-5-20) tanaman mengalami kematian karena disebabkan oleh kandungan fosfor pada pupuk tersebut sangat rendah dibandingkan dengan pupuk yang lain dan medium hoagland.Menurut Rosmarkam dan
Yuwono (2002) bahwa jumlah fosfor pada tanaman memang lebih kecil dibanding nitrogen dan kalium namun mempunyai peran yang sangat penting dalam membantu penyerapan nitrogen dan mikronutrien.
Sedangkan pada grafik ammonium dan nitrat diperoleh bahwa rata-rata tiap perlakuan mengalami peningkatan absorbansi yang sangat drastis dari pengukuran awal sehingga dipastikan kami tidak bisa menarik hasil yang signifikan pula dari hasil ammonium dan nitrat.Hal ini terjadi karena spektrofotometer yang kami gunakan pada pengukuran awal yaitu spektrofomoter yang ada di laboratorium instruksional barat SITH ITB belum dikalibrasi dan kami tidak mengetahui akan hal itu sehingga pada pengukuran akhir kami melakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer yang berbeda di laboratorium fisiologi tumbuhan SITH ITB.Namun peningkatan absorbansi pada pengukuran ammonium-nitrat mungkin saja terjadi karena pada larutan nutrien NH3 akan membentuk kompleks dengan pH.Untuk rentang pH diantara 2-7 NH3 akan berada pada bentuk NH4+ dan kenaikan pH diatas 7 dapat menyebabkan konsentrasi dalam bentuk NH4+ menurun dan meningkatkan kadar presipitat NH3 dalam larutan pupuk (De Rijck & Schrevens, 1999).Pembentukan NH4+ dalam tanaman sehingga dapat diserap sangat dipengaruhi oleh enzim glutamat sintase, or glutamin-2-oksoglutarat amino transferase (GOGAT), and glutamat dehidrogenase (GDH) (Lam et al. 1996; Frechilla et al. 2002; Esposito et al. 2005; Wickert et al. 2007).Sedangkan nitrat (NO3-) diserap tanaman setelah direduksi oleh enzim nitrat reduktase (Kuoadio,et al. 2007).Enzim ini kemudian memfasilitasi reduksi nitrat menjadi nitrit dengan nukleotida pirimidin sehingga memengaruhi asimilasi nitrogen di tumbuhan tingkat tinggi (Ahmad dan Abdin,1999).Nitrifikasi pada tanaman sangat dipengaruhi oleh pH ,pada pH 8,5 nitrit (NO2-) akan terakumulasi terlalu banyak pada larutan pupuk akan mengakibatkan terbentuknya presipitat amonia pada larutan pupuk sehingga mengurangi kemampuan tanaman untuk dapat menyerap mikronutrien dari larutan pupuk. Pada penelitian kali ini kami menyimpulkan bahwa nitrogen,fosfor dan kalium merupakan unsur pokok yang harus ada pada tumbuhan karena nitrogen pada tanaman yang berperan sebagai sintesis protein termasuk klorofil yang nantinya akan digunakan tanaman untuk pembentukan energi sedangkan fosfor sebagai unsur yang membantu penyerapan nitrogen dan mikronutrien pada tanaman dan kalium sebagai unsur dalam tanaman yang berperan sebagai katalis enzim utama pada tumbuhan
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan pada penelitian kecil kali ini adalah : 1. Luas daun tertinggi adalah pada tanaman perlakuan pupuk hyponex biru 2. Kadar klorofil tertinggi adalah pada tanaman perlakuan pupuk hyponex biru (10-4015). 3. Ketiga pupuk Hyponex tidak memberikan pengaruh yang baik pada serapan amonium dan nitrat 5.2 Saran Saran pada penelitian kali ini adalah : 1. Spektrofotometer yang akan digunakan untuk mengukur kadar amonium dan nitrat dipastikan telah dikalibrasi dan pada pengukuran awal-akhir sebaiknya digunakan spektrofotometer yang sama 2. Studi literatur mengenai dosis pupuk yang efisien untuk penyerapan nutrisi sebaiknya sangat diperhatikan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. and Abdin, M. Z. 1999. NADH: nitrate reductase and NAD(P)H: nitrate reductase activities in mustard seedlings.Plant Sci. 14: 1_8. Bambang, G. M., Hasanudin dan Y. Indriani. 2006. Peran pupuk N dan P terhadap serapan N, efisiensi N dan hasil tanaman jahe di bawah tegakan tanaman karet. ISSN 8:61-68.
Cahyana, B. 2001. Kubis Bunga dan Broccoli. Yogyakarta: Kanisius.
Cromer J, Kriedemann P E, Sands P J and Stewart L G.1993.Leaf growth and photosynthetic response to nitrogen and phosphorus in seedling trees of Gmelina arborea. Aust. J. Plant Physiol. 20,83–98.
Dwidjoseputro, D.1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan Keenam. PT Gramedia. Jakarta. Budiana, N.S. 2007. Memupuk Tanaman Hias. Bogor: Penebar Swadaya Douglas, James S., Hydroponics, 5th ed. Bombay: Oxford UP, 1975. 1-3
Lakitan, B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan Pertama. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dyśko, J. ; Kaniszewski, S. & Kowalczyk, W. (2008). The Effect of Nutrient Solution pH on Phosphorus Availability in Soilless Culture of Tomato. Journal of Elementology, Vol. 13, No.2, (Jun 2008), pp. 189-198, ISSN 1644-2296
Endah,Esti Sarwo.1993.”Pengaruh Penyemprotan Pupuk Hyponex Merah (25-5-20) dan Hyponex Hijau (20-20-20) terhadap Pertumbuhan Tanaman Petsai” (Brassica Pekinensis).Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI.
Esposito, S., Guerriero, G., Vona1, V., Rigano, V. D. M.,Carfagna, S. and Rigano, C. 2005. Glutamate synthase activities and protein changes in relation to nitrogen nutrition in barley: the dependence on different plastidic glucose-6P dehydrogenase isoforms. J. Exp. Bot. 56 (409): 55_64. Frechilla, S., Lasa, B., Aleu, M., Juanarena, N., Lamsfus, C.and Aparicio-Tejo, P. M. 2002. Short-term ammonium supply stimulates glutamate dehydrogenase activity and alternative pathway respiration in roots of pea plants. J. Plant Physiol.159: 811_818.
Kouadiao, J. Y., Kouakou, H. T., Kone, M., Zouzou, M. And Anno, P. A. 2007. Optimum conditions for cotton nitrate reductase extraction and activity measurement. Afr. J.Biotechnol. 6: 923_928.
Lam, H. M., Coschigano, K. T., Oliveira, I. C., Melo-Oliveira,R. and Coruzzi, G. M. 1996. The molecular-genetics of nitrogen assimilation into amino acids in higher plants.Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 47: 569_593.
Loveless, A. R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik 1. Cetakan Kedua. PT Gramedia Pustaka, Jakarta. (Diterjemahkan oleh : K. Kartawinata, Sarkat D. dan Usep S.). Marquis, R. J. and Braker, H. E. 1994. Plant-herbivore interactions: diversity, specificity and impact. In: McDade, L. A., Bawa, K. S., Hespenheide, H. A. et al. (eds), La Selva, ecology and natural history of Neotropical rain forest. Univ. of Chicago Press, pp. 261281
Mas’ud, P. 1993. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa : Bandung.
Mas’ud, Hidayati, 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Program Studi Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.Universitas Tadulako,Palu.
Mikrajuddin,et.al.2007.IPA terpadu SMP dan Mts 3A.Jakarta : ESIS
Pinus Lingga. 1984. Hidroponik: Bercocok tanam tanpa tanah. Penerbit: Niaga Swadaya.
Prihmantoro,H. dan Y.H. Indriani. 2000. Hidroponik Sayuran Semusim. Penebar Swadaya : Jakarta. Rao I M and Terry N 1989.Leaf phosphate status and photosynthesis in vivo in sugar beet. I. Changes in growth, photosynthesis and Calvin cycle enzymes. Plant Physiol. 90, 814–819.
Rukmana, Rahmat. 1994. Brokoli Bertanam & Pengolahan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
Sabeti A, Mohammad A (2004). Study of different levels and split of potassium on quality and quality flue cured tobacco. Master of Agrology. Ahvaz Azad University. Chapter 2. pp. 51-60. Santosa, D. W., M.R. Widyastuti, K. Murtilaksono, A. Purwito, dan Nurmalasari. 2009. Peningkatan Serapan Nitrogen dan Fosfor Tebu Transgenik IPB-1 yang Mengekspresikan Gen Fitase di Lahan PG Jatiroto, Jawa Timur. Dalam : Prosiding Seminar Hasil Penelitian IPB. 2009, Bogor. Hal : 268-278.
Shamel RMT (1997). Determination of amount of chemical fertilizers needable for Virginia tobacco. Tirtash Tobacco Research Institute. pp. 2-5. Sarmadnia, Gholam H, Evaz K. (1995). Crop physiology. Mashhad University Publications. Chapter 4. pp. 152-161. Sazgar P (1991). General chemistry of tobacco. Tirtash Tobacco Research Institute. pp. 4250. Sutedjo, M. M. 1992. Pupuk dan Cara Pemupukan. Cetakan Ketiga. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Taiz, Lincoln, & Zeiger, Eduardo. 2002. Plant Physiology : 3rd Edition. Sunderland: Sianeuer Associates.
Verma,S.K. 2002. Plant Physiology. S. Chand & Company LTD, Amerika. Wickert, S., Marcondes, J., Lemos, M. V. and Lemos, E. G. M.2007. Nitrogen assimilation in citrus based on CitEST data mining. Genet. Mol. Biol. 30: 810_818.
Young, R.D., D.G. Westfall dan G.W. Collifer. 1997. Produksi, Pemasaran dan Penggunaan Pupuk Fosfor. Dalam: O.P. Engelstadt. Teknologi Penggunaan Pupuk. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh : D.H. Gunadi).