PROFIL KEMISKINAN, PERILAKU AGRESIF, DAN MODAL SOSIAL: PENDEKATAN PSIKOLOGI SOSIAL Hadi Suyono Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstrak Keadaan ekonomi bangsa Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda menuju ke arah perbaikan. Sebaliknya kondisi perekonomian bangsa justru semakin memburuk. Hal ini dapat dilihat pada kenaikan bahan bakar minyak yang menjulang tinggi. Efek samping dari kenaikan harga minyak tersebut membuat keluarga miskin bertambah besar. Kemiskinan masyarakat mengalami peningkatan karena dilatarbelakangi oleh ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok, tarif transportasi, dan barang-barang yang lain sebagai implikasi dari kenaikan harga BBM. Ketidakberdayaan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya itu mengakibatkan masyarakat hidup berada pada kondisi yang tidak layak dan di bawah standar kesejahteraan. Situasi memprihatinkan berakibat lebih jauh yaitu busung lapar akan bertambah banyak, lose generation, dan kualitas pendidikan rendah. Realitas sosial yang memperlihatkan beban berat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi menyebabkan eskalasi perilaku agresif mengalami peningkatan di masyarakat. Perilaku agresif yang meningkat sebagai konsekuensi kegagalan masyarakat untuk menyesuikan diri terhadap kondisi lingkungan yang menstimulasi hidupnya menjadi miskin dan menderita. Teori yang bisa digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah hipotesis frustasi-agresi: agresi sebagai dorongan yang diarahkan pada tujuan; Neo-asosianisme kognitif: peran afek negatif; dan Pendekatan sosio-kognitif: Agresif dan pemrosesan informasi sosial. Cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi perilaku agresif sebagai akibat dari kemiskinan dengan menumbuhkan modal sosial di masyarakat. Modal sosial dapat diandalkan guna memecahkan problem itu karena menawarkan suatu relasi sosial antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok untuk melakukan partisipasi dan kerja sama. Selain itu modal sosial juga memberikan pencerahan tentang makna kepercayaan, kebersamaan, dan toleransi sebagai pilar utama untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dalam suatu komunitas masyarakat. Kata kunci: Kemiskinan, Perilaku Agresif, dan Modal Sosial
Abstract The social reality showing escalation of aggresive behavior in public. The increasing of aggresive behavior result from failure of public adjustment to condition of life that becomes poor and suffers. The important way which able to be done to overcome aggresive behavior causes by poverty is increasing the social capital in public. The social capital can dan will break of the problem, because offering a social relationship between individuals with individual, Profil Kemiskinan ............ (Hadi Suyono)
\ 87[ [
individual with group, and also group of with group of do same participation and job or activity. Besides that social capital also gives clarification about trust meaning, togetherness, and tolerance as main pillar to increase prosperity with in a public community. Key word : poverty, aggresive behavior, and social capital.
Pendahuluan Tumbangnya rezim Soeharto yang ditandai dengan bergulirnya reformasi semula memberi harapan bagi rakyat Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Harapan hanya tinggal harapan. Sejak reformasi berjalan pada tahun 1988 sampai sekarang ternyata pemenuhan kesejahteraan masyarakat belum tercapai. Selama proses reformasi sudah terjadi pergantian tahta kepemimpinan nasional selama empat kali, namun kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup tetap terasa kental. Bahkan pada periode kepemimpinan nasional sekarang yang dianggap legitimate, karena presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh masyaraka,t tidak membawa perubahan yang berarti untuk mendongkrak taraf hidup ekonomi masyarakat. Bahkan sebaliknya membuat rakyat semakin menderita. Hal itu dapat dilihat dari jumlah penduduk miskin di Indonesia yang semakin meningkat tajam akibat krisis ekonomi. Berdasarkan data dari Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 1988 bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia berjumlah 17, 6 juta jiwa di perkotaan dan 31, 9 juta jiwa di pedesaan. Angka ini ternyata lebih dua kali lipat dibanding sebelum krisis ekonomi yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa di perkotaan dan 15,3 juta jiwa di pedesaan (Lingkaran Kemiskinan, 2005). Secara lebih lengkap Susenas menyodorkan data yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin \ 88[ [
pada tahun 1996 sebanyak 22,5 juta jiwa menjadi 49,5 juta jiwa pada tahun 1998 (Yuliana, 2005). Jumlah penduduk miskin ini dipotret pada awal-awal terjadi krisis ekonomi, tentu jumlahnya semakin meningkat tajam. Kenapa jumlah penduduk miskin semakin meningkat tajam ? Bila melihat realitas sosial dan ekonomi pada masyarakat Indonesia jumlah penduduk miskin memang meningkat tajam. Belum lama berlalu dapat disaksikan dan dirasakan oleh rakyat Indonesia bahwa pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak terlalu tinggi. Apapun dalihnya pemerintah untuk meningkatkan bahan bakar minyak, seperti menyesuaikan dengan harga minyak dunia, bila subsidi BBM diberikan terus yang menikmati bukan hanya kelompok miskin tetapi juga kelompok kaya, dan anggaran subsidi BBM dapat dialihkan untuk mensubsidi rakyat kecil, tetapi kenaikan harga minyak tersebut membuat rakyat semakin terjepit kondisi ekonominya. Kenaikan harga bahan bakar minyak selalu diikuti oleh kenaikan transportasi dan barang-barang kebutuhan pokok. Kenaikan ongkos untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari itu tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Jurang yang lebar terjadi antara pendapatan dengan kenaikan harga-harga kebutuhan primer membuat daya beli masyarakat semakin menurun. Imbas dari kenaikan harga BBM membikin keluarga miskin semakin bertambah besar. Akhir-akhir ini mencuat tuntutan untuk meningkatkan upah minimum regional agar rakyat memiliki daya beli sesuai dengan HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
peningkatan harga-harga kebutuhan pokok. Namun tuntutan tersebut masih jauh dari kenyataan. Perusahaan-perusahan terasa berat untuk meningkatkan upah buruh karena roda ekonomi berjalan lesu. Barang-barang produksi perusahaan tidak laku di pasaran karena keadaan ekonomi masyarakat yang bur uk. Akibatnya, apabila perusahaan diancam kebangkrutan. Pada kondisi seperti ini meningkatkan upah buruh belum memungkinkan. Perusahan menaikkan upah bur uh akan terjadi pembengkakan cost produksi. Kalau kebijakan meningkatkan upah buruh dilakukan justru perusahaan dapat gulung tikar dan buruh terkena pemutusan hubungan kerja. Realitas yang lain buruh butuh upah yang lebih besar. Upah bur uh yang diterima sekarang hanya cukup untuk mengongkosi buruh itu sendiri. Dalam kondisi keuangan yang minimalis buruh mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan primer keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan primer saja terasa berat, apalagi harus memenuhi biaya pendidikan anak, kesehatan, atau peningkatan gizi tentu terasa berat. Keadaan ini membuat pemenuhan biaya pendidikan, perbaikan gizi, atau kesehatan tidak terjangkau lagi oleh rakyat miskin. Terjadinya peningkatan jumlah kemiskinan di Indonesia dapat dikaji dari perspektif teoritis. Menurut Lingkaran Kemiskinan (2005) bahwa ada dua dua kondisi yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, yaitu: pertama, kemiskinan alamiah. Kemiskinan alamiah terjadi karena sumber daya alam yang terbatas, pemanfaatan teknologi yang rendah, dan bencana alamiah. Kedua, kemiskinan buatan. Kemiskinan terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, maka rakyat tetap miskin. Mengacu pada teori ini ketika Profil Kemiskinan ............ (Hadi Suyono)
dikaitkan dengan realitas di lapangan maka sebagian besar faktor penyebab kemiskinan di Indonesia dilatar belakangi oleh kemiskinan buatan. Memang ada sebagian daerah di Indonesia mengalami kemiskinan karena sumber daya alam yang tidak memadai atau bencana alam, tetapi sebagian besar kemiskinan di Indonesia hadir disebabkan oleh manajemen negara yang salah urus. Indonesia adalah sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawe. Kemakmuran dan kesuburan alam digambarkan oleh kelompok band legendaris Koes Ploes yang melantunkan lagu bukan lautan hanya kolam susu. Tongkat dan batu menjadi tanaman. Syair dari Koes Plus ini menggambarkan betapa bumi Indonesia memiliki kekayaan besar. Tetapi karena ulah petinggi negeri yang diberikan amanat untuk mengelola negeri ini agar dimanfaatkan sebesar-besarnya demi rakyat tidak dijalankan dengan baik, menjadikan Indonesia adalah sebuah negara yang hampir bangkrut. Para petinggi negeri justru menumpuk kekayaan sendiri, melakukan praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme, mementingkan kelompoknya, membuat peraturan dan perundangan untuk melindungi kekayaan dan kekuasaan, serta tidak memiliki kepekaan terhadap jeritan penderitaan rakyat. Efek negatif yang lebih besar akibat perilaku yang kurang terhormat dari petinggi negeri ini membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Si kaya yang jumlahnya sedikit semakin membabi buta untuk menumpuk kekayaannya. Sementara sebagian besar rakyat Indonesia yang miskin akan tetap atau semakin miskin karena tidak dibukanya peluang untuk meningkatkan taraf hidupnya. Hal ini bisa dilihat pada perilaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang menikmati subsidi BBM dan subsidi yang diberikan tidak berarti apa-apa bila dibanding dengan kemiskinan yang dialami masyarakat, \ 89[ [
sementara itu anggota Dewan Perwakilan Rakyat memperoleh tunjangan 10 juta rupiah tiap bulan. Pada kasus-kasus lain mencuat. Di tengah-tengah rakyat sedang berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, banyak pejabat dan keluarganya melancong ke luar negeri membeli barang-barang mewah. Kekayaan yang diperoleh itu ternyata ada yang menggunakan uang rakyat dengan dalih studi banding. Maka tidak heran belakangan muncul kasus-kasus korupsi yang menimpa pejabat publik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Potret buram tersebut memiliki implikasi yang lebih luas, yaitu kekerasan demi kerasan yang terjadi, eskalasi kekerasan semakin meningkat, dan kekerasan terjadi pada tingkat individual maupun kelompok tak kunjung usai dapat bersumber dari kemiskinan yang melilit sebagian besar rakyat Indonesia. Mengapa kemiskinan bisa melahirkan kekerasan ? Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada bagian tulisan di bawah ini. Kemiskinan: Pemicu Perilaku Agresif Menurut Lingkaran Kemiskinan (2005) bahwa kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: pertama, kemiskinan absolut. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum seperti pangan, papan, sandang, kesehatan, dan pendidikan; kedua, kemiskinan relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif, sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih di bawah masyarakat sekitarnya; dan ketiga, kemiskinan kultural. Sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain untuk membantunya. Berdasarkan pengertian ini maka rata-rata kemiskinan di Indonesia memang berada pada tingkat kemiskinan absolut dan relatif. Pada \ 90[ [
tingkat kemiskinan absolut dan relatif ini yang memiliki kerawanan untuk melakukan tindakan agresif. Seseorang yang mengalami kemiskinan secara kultural tidak merasa bahwa dirinya miskin, meski orang lain memandang miskin. Orang-orang yang berada pada kemiskinan kultural akan menikmati kehidupan yang dialaminya. Sehingga orang yang miskin karena faktor kultural dapat merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Beda halnya dengan kemiskinan absolut dan relatif, sebenarnya orang-orang ini ingin meningkatkan kesejahteraan hidup, namun karena situasi dan kondisi yang berada di luar dirinya memaksanya untuk menjadi miskin. Cahyono (2005) mengungkapkan bahwa kemikinan tidak lahir dengan sendirinya (given). Kemiskinan tidak muncul bukan tanpa sebab akibat. Orang miskin hadir bukan karena malas atau boros. Bukan pula karena nasibnya yang sedang sial sehingga menjadi miskin. Orang menjadi msikin karena dibuat miskin oleh struktur ekonomi, politik, dan sosial. Orang miskin memang dilestarikan untuk menjadi miskin. Orang miskin menjadi kaum tertindas karena memang disengaja untuk ditindas, dieksploitasi, diperas, dijarah, dan dirampok hak-haknya. Kemiskinan penting untuk dilestarikan dan dipelihara karena besar manfaatnya bagi kelompok dominan mempertahankan tahta kekuasaan politik maupun ekonomi. Kemiskinan hadir karena dipaksa keadaan yang terjadi luar dirinya yang dapat melahirkan kekerasan atau perilaku agresif. Brata (2005) mengungkapkan bahwa faktor kebijakan ekonomi memiliki implikasi negatif melahirkan kekerasan. World Social Summit (dalam Brata, 2005) menyebutkan bahwa ada keterkaitan yang erat antara kemiskinan dan kekerasan. Faktor-faktor ekonomi yang dapat melahirkan kekerasan terdiri dari: pertama, parahnya kesenjangan antara pendapatan dan HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
kesejahteraan antara kaya dan miskin. Dalam kenyataannya masih banyak penduduk hidup dalam kemiskinan. Kemiskinan diakui memang dapat berasal dari kemiskinan. Namun dalam konteks ini, kemiskinan yang dimaksud sebagai akibat dari perilaku jahat dari kelompok kaya. Banyak orang yang berperilaku jujur, memiliki semangat, dan kerja keras yang tinggi tetapi tetap hidup miskin karena dalam hubungannya dengan pelaku ekonomi terjadi tindakan eksploitasi. Kekecawaan yang menumpuk tersebut dapat memunculkan tindakan untuk melakukan perilaku agresif pada orang-orang yang mengeksploitasi tersebut; kedua, tingginya tingkat pengang guran. Ting ginya angka pencari kerja tidak sebanding dengan peluang kerja yang ada. Minimnya peluang kerja tersebut membuat pencari kerja mengalami kesulitan untuk mencari kerja. Pengalaman kesulitan mencari kerja berbanding terbalik dengan sering terjadinya praktik koneksi, nepotisme dalam pengalokasian tenaga kerja. Mengakumulasinya rasa sakit karena faktor ini membuat para pencari kerja yang rata-rata masih kaum muda bergabung dengan kelompok ekstrim untuk menggunakan kekerasan sebagai cara melampiaskan rasa sakit; ketiga, pelayanan pemerintah yang buruk. Pelayanan pemerintah yang tidak memadai dan tidak bisa memberikan solusi yang tepat untuk mengangkat orang-orang dari kemiskinan membuat frustasi. Untuk mengalirkan rasa frustasi ditumpahkan dengan berbagai bentuk kekerasan Kemiskinan yang menyebabkan perilaku agresif karena dilatarbelakangi oleh faktot ekonomi dapat dijelaskan dengan pendekatan psikologi sosial. Barbara dan Krahe (2005) menjelaskan berbagai teori psikologi sosial yang dapat menerangkan terjadinya perilaku agresif, yaitu: pertama, hipotesis frustasi-agresi. : agresi sebagai dorongan yang diarahkan pada tujuan. Dalam teori ini dapat dijelaskan bahwa agresi sebagai Profil Kemiskinan ............ (Hadi Suyono)
hasil suatu dorongan yang dimasudkan untuk mengakhiri keadaan deprivasi, sedangkan frustasi diterangkan sebagai interferensi eksternal terhadap perilaku yang diarahkan. Dengan demikian pengalaman frustasi mengaktifkan keinginan bertindak agresif terhadap sumber frustasi. Teori ini dapat dilihat pada terjadinya kemiskinan karena eksploitasi orang atau kelompok dominan sehingga melahirkan frustasi. Frustas ini disalurkan kepada sumber frustasi yaitu orang-orang yang melahirkan kemiskinan. Buruh mer usak pabrik, membuah majikan, atau rakyat merusak fasilitas-fasilitas negara atau publik; kedua, Neo-asosianisme kognitif: peran afek negatif. Berkowitz (dalam Barbara dan Krahe (2005) menerangkan bahwa kejadian yang tidak menyenangkan (misalnya fr ustasi, kesakitan, stres sosial) menimbulkan afek negatif. Afek negatif ini akan menimbulkan reaksi pada asosiasional primitif yang dapat merangsang pikiran, ingatan, respon fisiologis, dan respon motorik yang berhubuingan dengan agresi. Proses ini menyebabkan terjadinya kemarahan yang diwujudkan dalam bentuk kekerasa. Contohnya adalah seseorang yang memiliki pendidikan cukup mapan, pintar, dan berkualitas. Namun kondisinya tetap miskin. Orang tersebut mencari pekerjaan tidak kunjung dapat. Sementara itu dia melihat orang yang tidak terlalu cerdas dapat diterima di suatu instansi karena memiliki uang untuk menjalin koneksi. Kehidupannya pun menjadi lebih baik. Orang yang lebih pintar akan merasa frustasi dan sakit hati. Hal ini bisa membuat pikiran, perasaan, dan respon fisiologis yang berkaitan dengan agresi dapat memunculkan rasa marah yang diluapkan dalam bentuk melakukan tindakan kekerasan; ketiga, Pendekatan sosio-kognitif: Agresif dan pemrosesan informasi sosial. Kemiskinan bisa melahirkan kekerasan dari sudut pandang teori ini dikarenakan bahwa kemiskinan yang terjadi karena faktor ketidakadilan yang dilakukan oleh kelompok penguasa atau pengusaha yang \ 91[ [
meminggirkan orang miskin dalam kehidupan ekonom pada suatu lingkungan sosial. Dalam pemikiran orang miskin bahwa kemiskinan yang menimpanya bukan karena kurang kerja keras, tetapi karena sistem yang membuatnya menjadi miskin. Akumulasi berbagai pengertian yang ditangkap dari realitas sosial menjadi respon terhadap lingkungan menggunakan skrip agresif. Skrip agresif yaitu agresivitas muncul sebagai akibat pemrosesan kognisi terhadap informasi sosial yang tidak baik dari lingkungan sosial individu berada. Modal Sosial Sebagai Solusi Melihat kenyataan bahwa pemerintah kurang memiliki kemampuan untuk mensejahterakan masyarakatnya, maka perlu upaya mandiri untuk meningkatkan taraf hidup. Kemandirian ini dapat tercapai apabila ada rasa senasip dan sepenanggungan, adanya upaya bersama, serta rasa solidaritas pada suatu komunitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Cara yang ditempuh dengan mengembangkan modal sosial. Modal sosial tersebut sebagai cara efektif untuk mengatasi kemiskinan dan mencegah terjadinya perilaku agresif. Akumulasi kekecewaan akibat kemiskinan
struktural dapat disalurkan melalui modal sosial sehingga terhindari dari perilaku anarkis. Orang-orang miskin bisa saling berbagi pengalaman. Orang miskin merasa bahwa yang mengalami kemiskinan bukan hanya dia sendiri, masih ada orang lain yang memiliki nasib sama dengan dirinya. Melalui proses saling berbagi pengalaman, tukar menukar gagasan, dan melihat potensi yang ada bisa melahirkan kreativitas untuk mengatasi kemiskinan. Proses tersebut dapat tumbuh dengan baik apabila tercipta modal sosial yang baik. Strategi mengembangkan modal sosial merupakan strategi efektif untuk mengatasi kemiskinan, karena modal sosial sendiri menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup dan keberlangsungan komunitas masyarakat (Hermawanti dan Rinandari, 2005). Pada proses berikutnya mengatasi kemiskinan dengan modal sosial bisa bermanfaat mencegah terjadinya perilaku agresif karena terjadi saling percaya antara pemimpin dan rakyatnya. Putnam (dalam Hermawanti dan Rinandari, 2005)
Tabel 1: Ciri-Ciri Manusia Berdasarkan Kadar Modal Sosial No
\ 92[ [
Kadar Modal Sosial Rendah (Minimized)
Tinggi (Maximized)
1.
Self-interest
2.
Self-aggrandizement
Komitmen pada kesejahteraan bersama Altruisme
3.
Selfisnes
Self-sacrifice
4.
Autonomy
Merger of individual interest
5.
Zero Sum-Game
Positive Sum-Game
6.
Interdependent yang berfokus pada kepentingan diri
Postively Interpendent
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007
menjelaskan bahwa modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust antara anggota masyarakat serta masyarakat dengan pemimpinnya. Modal sosial ini melibatkan jaringan, norma-norma, kepercayaan sosial yang mendorong pada sebua kolabarasi sosial untuk kepentingan bersama. Fukuyama (2002) menjelaskan bahwa modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat yang diciptakan dan ditransmisikan melalui mekanisme kultural, seperti tradisi, agama, atau kebiasaan sejarah. Proses ini selanjutnya menumbuhkan komunitas spontan yang bergantung pada kepercayaan. Kepercayaan sendiri ditentukan secara kultural yang dapat menghidupkan pengharapan berperilaku normal, jujur, dan kooperatif demi kepentingan bersama dalam suatu komunitas masyarakat. Rumagit (2003) menjelaskan bahwa modal sosial sebagai strategi efektif untuk mengatasi kemiskinan karena bermanfaat untuk mereduksi berbagai ketimpangan yang, khususnya kesenjangan personal berbagai stakeholders pembangunan melalui reaktualisasi modal sosial. Upaya untuk mengatasi ketimpangan tersebut maka dapat mencegah atau paling tidak mengurangi perilaku agresif akibat kemiskinan. Modal sosial menjadi sarana yang tepat atau sebagai potensi yang hebat untuk mengatasi kemiskinan karena ada ciri-ciri terntu yang membedakan orang itu memiliki modal sosial yang tinggi atau rendah. Menurut Uphoff (dalam Rumagit, 2003) ada beberapa ciri yang membedakan orang yang memiliki modal sosial tinggi atau rendah yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Kadar Modal Sosial Menimbang dari ciri-ciri orang yang memiliki modal sosial yang baik maka kemiskinan dapat di atasi apabila pada suatu komunitas tertentu bahwa orang-orang yang berada di dalamnya, baik itu pejabat, Profil Kemiskinan ............ (Hadi Suyono)
pengusaha, dan rakyatnya memiliki komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, tumbuh di dalamnya rasa menolonng yang ikhlas, ada rasa pengorbanan, kemampuan untuk bekerja sama, memberikan kontribusi yang positif bagi kelompok, dan ada saling ketergantungan yang positif. Bila iklim seperti secara positif tercipta pada suatu wilayah maka tidak ada akan tumbuh perilaku agresif, meski berada pada kondisi sulit akan berjuang bersama-sama untuk mengatasi keadaan. Sebenarnya berbagai komunitas lokal di Indonesia telah memiliki modal sosial yang baik untuk dikembangkan. Misalnya, adanya modal sosial di Kalimantan Barat yaitu adanya adanya adat sebagai kesatuan masyarakat hukum . DI NTT ada konsep Euis Pah sebagai peraturan untuk pengambilan keputusan. Di Sumatra Barat ada Nagari (Hermawanti dan Rinandari, 2005). Di Maluku ada yang namanya Pela yang menumbuhkan saling gotong royong (Shoemake, 2005). Di Bali ada Banjar Adat, Subak, dan Sakehe (Vipriyanti, 2003). Penutup Kemiskinan dapat melahirkan kekerasan. Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem tersebut dengan membangun modal sosial. Melihat berbagai kekayaan komunitas lokal sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki potensi modal sosial yang baik. Tinggal bagaimana pengembangannnya ! Daftar Pustaka Barbara dan Krahe. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brata, G., A. 2005. Kekerasan dan Kemiskinan. http://www.geocities.com, 29 November.
\ 93[ [
Cahyono, I. 2005. Agenda Melawan Kemiskinan. http://www.mail-archive.com, 29 November. Fukuyama, F. 2002. Trust. Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Penerjemah: Ruslani. Yogyakarta: Qalam. Hermawati, M., dan Rinandari, H. 2005. Penguatan dan Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Adat. Http:// www.ireyogya.org/adat/modul-modal sosial.htm, 27 September. Lingkaran Kemiskinan. 2005. Memahami Kemiskinan. Http://www.pu.go.id, 29 November. Rumagit, J., A., G. 2003. Alternatif Model Pembangunan Ekonomi Indonesia Menghadapi Era Globalisasi (Suatu Kajian empiris). Http://rudyct.tripod.com, 7 Maret. Shoemake, A. 2005. Komunikasi dan Komunitas di Indonesia: Penghancuran dan Penumbuhan Kembali Modal Sosial di Maluku. Http:// www.scripps.ohiou.edu/news/cmdd/ artikel-ann.htm, 27 September. Vipriyanti, U., P. 2003. Peran Social Capital Investment dalam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah (Studi Kasus di Propinsi Bali). Http://rudyct.tripod.com, 7 Maret. Yuliana. 2005. Kaitan Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Status Gizi. Http:// rudyct.tripod.com, 29 November.
\ 94[ [
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.2 Agustus 2007