UNIVERSITAS INDONESIA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSANTRIPOLIFOSFAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FARMASI
SKRIPSI
IFTHAH NUR S. 0706264702
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2011
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KITOSANTRIPOLIFOSFAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FARMASI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
IFTHAH NUR S. 0706264702
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2011 ii
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Ifthah Nur S.
NPM
: 0706264702
iii
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : : :
Ifthah Nur S. 0706264702 Farmasi Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat Sebagai Eksipien Sediaan Farmasi
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing I
: Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt.
Pembimbing II
: Dr. Arry Yanuar, MSi., Apt.
Penguji I
: Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt.
Penguji II
: Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, MS., Ph.D.
Penguji III
: Dr. Anton Bahtiar, M.Biomed., Apt.
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
:
Juli 2011
iv
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tepat waktu. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya. Dalam ruang yang terbatas ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt. dan Dr. Arry Yanuar, MSi., Apt., selaku pembimbing atas kesabarannya dalam membimbing penulis, memberikan petunjuk dan memberikan banyak masukan selama penelitian hingga tersusunnya skripsi ini. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Dra. Sundarsih Wahyudi, Apt. dan Dr. Berna Elya, MS., Apt., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak perhatian, saran, dan bantuannya selama ini. 4. Seluruh dosen Departemen Farmasi FMIPA UI atas segala ilmu pengetahuan dan didikannya selama ini. 5. Keluarga tercinta atas segenap kasih sayang, perhatian, dukungan serta motivasi yang telah diberikan untuk menyelesaikan penelitian dan pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin. 6. Dr. Herman Suryadi, MS., Apt., Pak Marda, Pak Malik dan pengurus Bank Mayapada atas segala bantuan dalam hal pembiayaan kuliah selama ini. 7. Rekan-rekan mahasiswa Farmasi UI, terutama Adel, Mutia, Mega, Isna, Hardiani, Fika, Rina, Offi, Agatha, Cecil, dan Koko atas persaudaraan yang indah, dukungan dan bantuan yang diberikan selama di farmasi. Khususnya v
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
untuk Harry Utomo atas kesetiaan, bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. 8. Kepada kakak angkat Farmasiku, Kak Aulia Ornella atas pinjaman buku serta diktat kuliah yang sangat membantu penulis selama menempuh studi di farmasi. 9. Seluruh laboran dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI terutama Mba Devfa, Bapak Imih, Bapak Rustam, Bapak Eri, Bapak Suroto, Bapak Ma’ruf, serta staf TU atas seluruh bantuannya selama ini, terutama selama proses penelitian. 10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungannya selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis akan bersedia menerima segala kritik dan saran yang membangun demi tercapainya hasil yang lebih baik dari saat ini. Tak ada yang penulis harapkan selain suatu keinginan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis 2011
vi
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ifthah Nur S.
NPM
: 0706264702
Program Studi
: Farmasi
Departemen
: Farmasi
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan
ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat sebagai Eksipien dalam Sediaan Farmasi
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal :
Juli 2011
Yang menyatakan
(Ifthah Nur S.) vii
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Ifthah Nur S. : Farmasi : Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat Sebagai Eksipien Dalam Sediaan Farmasi
Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik. Sifat kationik tersebut membuat kitosan dapat berinteraksi dengan senyawa anionik membentuk ikatan taut silang. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai agen penaut silang. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi kitosan-tripolifosfat sebagai eksipien dalam sediaan farmasi. Larutan kitosan 3% dan larutan natrium tripolifosfat 0,145% dicampur dengan perbandingan 5:1. Eksipien hasil taut-silang dikarakterisasi secara fisik, kimia dan fungsional, meliputi bentuk dan morfologi, distribusi ukuran partikel, susut pengeringan, pola diffraksi sinar-X, sifat termal, higroskopisitas, derajat keasaman (pH), sisa pemijaran, derajat substitusi, analisis gugus fungsi, viskositas dan rheologi, kompresibilitas, laju alir dan sudut reposa, kekuatan gel, uji sineresis, indeks mengembang, sifat elongasi, tensile strength, dan Young’s modulus. Hasil karakterisasi kitosan-tripolifosfat menunjukkan adanya peningkatan fungsionalitas kitosan sehingga kitosan-tripolifosfat dapat dijadikan sebagai eksipien dalam sediaan farmasi.
Kata Kunci
: eksipien, kitosan, kitosan-tripolifosfat, natrium tripolifosfat, taut-silang ionik. xiii+70 halaman : 17 gambar; 15 tabel; 20 lampiran Daftar Acuan : 26 (1979-2011)
viii
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Ifthah Nur S. : Pharmacy : Preparation and Characterization of ChitosanTripolyphosphate as Excipient in Pharmaceutical Dosage Forms
Chitosan is a cationic natural polymer. Cationic nature makes chitosan can interact with anionic compounds to form crosslink bond. In this study, sodium tripolyphosphate used as crosslink agent. This study aims to create and characterize chitosan-tripolyphosphate as a pharmaceutical excipient. 3% chitosan solution and 0,145% sodium tripolyphosphate mixed with ratio of 5:1. Excipient results were characterized physically, chemically and functionally, including the shape and morphology, particle size distribution, moisture content, X-ray diffraction patterns, thermal properties, hygroscopicity, the degree of acidity (pH), total ash, the degree of substitution, functional group analysis, flow rate and angle of repose, compressibility, viscosity and rheological, swelling index, gel strength, syneresis test, elongation properties, tensile strength and Young’s modulus. Characterization of chitosan-tripolyphosphate results showed an increase in functionality so that the chitosan-tripolyphosphate can be used as excipient in pharmaceutical dosage forms.
Key Words xiii+70 pages Bibliography
: chitosan, chitosan-tripolyphosphate, crosslinking, sodium tripolyphosphate. : 17 pictures; 15 tables; 20 appendices : 26 (1979-2011)
ix
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
excipient,
ionic
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................iv KATA PENGANTAR ........................................................................................v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................vii ABSTRAK ..........................................................................................................viii ABSTRACT ........................................................................................................ix DAFTAR ISI .......................................................................................................x DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xi DAFTAR TABEL ...............................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xiii BAB 1. PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 Latar Belakang ...............................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian ...........................................................................3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................4 2.1 Kitosan ...........................................................................................4 2.2 Modifikasi Kitosan ........................................................................5 2.3 Kitosan-Tripolifosfat .....................................................................6 2.4 Natrium Tripolifosfat (Na-TPP atau STPP)...................................8 2.5 Eksipien Sediaan Farmasi ..............................................................8 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................15 3.1 Lokasi Penelitian............................................................................15 3.2 Bahan .............................................................................................15 3.3 Alat.................................................................................................15 3.4 Cara Kerja ......................................................................................16 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................24 4.1 Pembuatan Kitosan-Tripolifosfat ...................................................24 4.2 Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat ...............................................26 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................48 5.1 Kesimpulan ....................................................................................48 5.2 Saran ..............................................................................................48 DAFTAR ACUAN .............................................................................................49
x
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan ..................................................................4 Gambar 2.2 Disosiasi STPP dalam Air..............................................................7 Gambar 2.3 Proses (A) Deprotonasi dan (B) Taut Silang Ionik Kitosan dengan STPP ..................................................................................7 Gambar 2.4 Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat (Na-TPP Atau STPP) ...........8 Gambar 2.5 Kurva Sifat Aliran Newtonian .......................................................11 Gambar 2.6 Kurva Sifat Aliran Plastis ..............................................................12 Gambar 2.7 Kurva Sifat Aliran Pseudoplastis ...................................................13 Gambar 2.8 Kurva Sifat Aliran Dilatan .............................................................13 Gambar 4.1 Larutan Kitosan (A) Sebelum Sintesis, (B) Sesudah Sintesis .......25 Gambar 4.2 Serbuk, (A) Kitosan, (B) Kitosan-Tripolifosfat .............................26 Gambar 4.3 Hasil SEM dengan Perbesaran 200X, (A) Kitosan, (B) Kitosan-Tripolifosfat ...............................................................27 Gambar 4.4 Diagram Batang Distribusi Ukuran Partikel Rata-Rata Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat .................................................28 Gambar 4.5 Pola Difraktogram (A) Kitosan-Tripolifosfat dan (B) Kitosan .....30 Gambar 4.6 Data Pengukuran Analisis Termal (A) Kitosan dan (B) Kitosan-Tripolifosfat ...............................................................33 Gambar 4.7 Spektrum IR Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ............................39 Gambar 4.8 Kurva Sifat Alir (A) Kitosan (B) Kitosan-Tripolifosfat ................42 Gambar 4.9 Gel Kitosan-Tripolifosfat 3,5% Setelah 12 Jam Berikutnya (24 Jam) (A) Suhu Kamar (B) Suhu Dingin ..................................46
xi
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13
Hubungan Sifat Alir Tehadap Sudut Reposa ...................................21 Skala Kemampuan Mengalir ............................................................22 Data Distribusi Ukuran Partikel Rata-Rata Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ........................................................................28 Data Pengukuran Susut Pengeringan Kitosan-Tripolifosfat ............29 Perhitungan hasil Difraktogram Kitosan ..........................................31 Perhitungan hasil Difraktogram Kitosan-Tripolifosfat ....................31 Data Rata-Rata Pengukuran Higroskopisitas ...................................34 Data Pengukuran pH Eksipien .........................................................35 Data Pengukuran Sisa Pemijaran Kitosan-Tripolifosfat ..................35 Tabel Perhitungan Kandungan Fosfor Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ........................................................................36 Data Pengukuran Kompresibilitas dan Rasio Hausner ....................40 Data Pengukuran Viskositas Kitosan dan Kitosan-Triolifosfat .......41 Data Indeks Mengembang Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ........43 Data Pengukuran Kekuatan Gel .......................................................45 Data Pengukuran Rata-Rata Sifat Mekanis Film .............................46
xii
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Gel Kitosan-Tripolifosfat 3,5% Sebelum Perlakuan Uji Sineresis (A) Suhu Kamar (B) Suhu Dingin .........................54 Lampiran 2 Gambar Gel Kitosan-Tripolifosfat Sebelum Perlakuan Uji Sineresis 7% (A) Suhu Kamar (B) Suhu Dingin .........................54 Lampiran 3 Gambar Gel Kitosan-Tripolifosfat 3,5% Setelah 12 Jam (A) Suhu Kamar (B) Suhu Dingin ...............................................55 Lampiran 4 Gambar Gel Kitosan-Tripolifosfat 7% Setelah 12 Jam (A) Suhu Kamar (B) Suhu Dingin ...............................................55 Lampiran 5 Gambar Gel Kitosan-Tripolifosfat 7% Setelah 24 Jam (A) Suhu Kamar (B) Suhu Dingin ..............................................56 Lampiran 6 Gambar Grafik Daya Mengembang (A) Kitosan, (B) Kitosan-Tripolifosfat, dalam Berbagai pH ............................56 Lampiran 7 Gambar Film (A) Kitosan (B) Kitosan-Tripolifosfat ..................57 Lampiran 8 Gambar Alat Scanning Electron Calorymetry (SEM).................57 Lampiran 9 Gambar Alat Texture Analyzer ....................................................58 Lampiran 10 Gambar Alat Tensile Strength .....................................................58 Lampiran 11 Tabel Data Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ...................................................................59 Lampiran 12 Tabel Data Sifat Mekanis Film Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ...................................................................59 Lampiran 13 Tabel Data Karakterisasi Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ......60 Lampiran 14 Tabel Nilai Sin2θ .........................................................................61 Lampiran 15 Tabel Quadratic Forms of Miller Indices for Cubic and Hexagonal System ......................................................................64 Lampiran 16 Tabel Data Sifat Alir Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ............65 Lampiran 17 Perhitungan Data Difraktogram Sinar-X .....................................66 Lampiran 18 Persamaan Kurva Kalibrasi KH2PO4 dalam Berbagai Konsentrasi pada Panjang Gelombang 827 nm ...........................68 Lampiran 19 Perhitungan Kandungan Fosfor ...................................................69 Lampiran 20 Sertifikat Analisis Kitosan ...........................................................70
xiii
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas laut sekitar 5,8 juta km2 (Basuki, Sembiring, Safitriani, dan Simanjuntak, 2009), yang kaya akan sumber bahan baku kitosan. Kitosan merupakan polimer yang diperoleh melalui deasetilasi parsial kitin dari crustaceae, seperti udang, kepiting dan cumi-cumi (Illum, 1998). Sejak 2007 telah didirikan pabrik kitosan di Indonesia, tepatnya di Cirebon (Raharjo, 2009). Kitosan hanya mudah larut dalam kondisi asam (pKa 6,5), tidak larut baik dalam air, pH netral maupun pH basa (Illum, 1998). Kitosan merupakan
bahan
alami
yang
bersifat
non-toksik,
biodegradabel
dan
biokompatibel sehingga banyak digunakan sebagai eksipien pembuatan sediaan farmasi (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Untuk meningkatkan pemanfaatannya dilakukan berbagai modifikasi kitosan. Dengan demikian, akan memperkaya jenis eksipien untuk sediaan farmasi dan membantu industri farmasi Indonesia dengan memberikan kemudahan dalam mendapatkan eksipien untuk memproduksi suatu sediaan farmasi. Selain itu, secara tidak langsung, akan menurunkan harga obat sehingga membantu masyarakat dalam mendapatkan obat yang dibutuhkan. Sifat lain yang dimiliki kitosan adalah kemampuannya untuk terhidrasi dan membentuk gel dalam lingkungan asam. Namun, gel yang terbentuk tidak kuat dan pengembangannya hanya terjadi pada pH asam seperti pH lambung (Säkkinen, 2003), sehingga tidak cocok sebagai basis sediaan gel yang mempunyai pH 4,5-6,5. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan berbagai modifikasi terhadap kitosan untuk meningkatkan kekuatan gel. Bhumkar dan Pokharkar (2006) menyatakan bahwa taut silang kitosan dengan natrium tripolifosfat dapat meningkatkan kekuatan gel dan memperluas pH pengembangan pada medium basa lemah. Hasil modifikasi tersebut dapat diaplikasikan sebagai eksipien dalam sediaan gel dan tablet enterik. Ada beberapa metode modifikasi yang dapat dilakukan, yaitu melalui ikatan taut silang secara kovalen dan interaksi ionik. Untuk proses taut silang Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
2
secara kovalen dibutuhkan suatu senyawa agen penaut silang, seperti senyawa dialdehid misalnya glutaraldehid dan glioksal, sedangkan proses taut silang secara ionik digunakan senyawa agen penaut silang lain seperti senyawa fosfat misalnya tripolifosfat. Umumnya, senyawa agen penaut silang kovalen bersifat toksik, contohnya glutaraldehid bersifat neurotoksik dan glioksal bersifat mutagenik (Berger, Reist, Mayer, Felt, Peppas, dan Gurny, 2004). Senyawa fosfat seperti natrium tripolifosfat (Na-TPP atau STPP) merupakan suatu garam fosfat yang non-toksik dan tidak reaktif sehingga penggunaannya lebih aman dan sudah banyak digunakan untuk produk pangan (Phaechamud, 2008). Penggunaan suatu eksipien dalam sediaan farmasi dilakukan berdasarkan karakteristiknya, contohnya eksipien untuk tablet enterik harus memiliki sifat yang tahan terhadap pH lambung. Pemahaman terhadap karakteristik tiap eksipien sangat penting dalam suatu tahap formulasi, misalnya suatu eksipien tablet enterik harus memiliki sifat yang sensitif terhadap pH basa, sedangkan untuk sediaan gel diperlukan eksipien yang memiliki daya menyerap air dan mengembang yang baik agar didapatkan sifat gel yang baik. Namun, penelitian yang telah dilakukan terhadap modifikasi kitosan dengan tripolifosfat, belum mengkarakterisasi eksipien tersebut untuk sediaan farmasi. Dengan demikian, dilakukan penelitian karakterisasi hasil modifikasi kitosan secara taut silang, yaitu kitosan direaksikan dengan STPP sebagai agen penaut silang. Modifikasi kitosan dengan STPP bergantung dengan adanya sisi kationik dan senyawa bermuatan negatif. Proses modifikasi tersebut bergantung pada beberapa faktor, yaitu konsentrasi kitosan, pH STPP dan waktu terjadinya taut silang (J.A. Ko, H.J. Park, Y.S. Park, S.J. Hwang, dan J.B. Park, 2003). Dengan taut silang tersebut diharapkan dapat menghasilkan suatu derivat kitosan yang dapat diaplikasikan dalam sediaan oral maupun topikal. Dengan adanya penelitian ini diharapkan sifat dan karakterisasi kitosantripolifosfat dapat diketahui lebih mendalam dan penggunaannya sebagai derivat kitosan dalam bidang farmasi dapat diperluas.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
3
1.2 Tujuan Penelitian Pembuatan dan karakterisasi kitosan-tripolifosfat sebagai eksipien dalam sediaan farmasi.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan Kitosan merupakan polisakarida terdiri dari glukosamin dan Nasetilglukosamin dan dapat diperoleh dengan deasetilasi parsial kitin dari crustaceae, seperti udang, lobster, kepiting dan sebagainya (Illum, 1998). Kitosan dibuat melalui empat tahap, yaitu deproteinisasi, demineralisasi, dekolorasi, dan deasetilasi terhadap kulit udang atau kepiting (Dutta, Dutta, dan Tripathi 2004). Parameter utama yang mempengaruhi karakteristik kitosan adalah bobot molekul dan derajat deasetilasinya (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Polimer kitosan memiliki bobot molekul bervariasi dari 10000-1000000 (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006) dan derajat deasetilasinya berkisar 40-98% (Illum, 1998).
[Sumber: Sung-Tao Lee, Fwu-Long Mi, Yu-Ju Shen, dan Shin-Shing Shyu, 2001]
Gambar 2.1. Struktur kimia kitosan (telah diolah kembali)
Kitosan dengan derajat deasetilasi 40% larut sampai pH 9, sedangkan kitosan dengan derajat deasetilasi sekitar 85% larut hanya sampai pH 6,5. Kitosan tidak larut pada pH netral dan alkali. Sifat fungsional kitosan yang cukup besar peranannya sebagai eksipien dalam sediaan farmasi adalah profil viskositasnya. Viskositas kitosan meningkat dengan peningkatan konsentrasi kitosan dan penurunan temperatur. Viskositas kitosan juga meningkat dengan peningkatan derajat deasetilasi (Säkkinen, 2003). Di samping itu, kitosan juga memiliki sifat kimia yaitu berupa poliamin linear, memiliki gugus amino dan hidroksil reaktif 4
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
5
serta mampu mengkhelat banyak ion logam transisi (Dutta, Dutta, dan Tripathi 2004).
2.2 Modifikasi Kitosan Dengan adanya salah satu sifat kitosan yaitu memiliki gugus amino dan hidroksil yang reaktif, maka kitosan dapat dimodifikasi. Adapun tujuan dilakukannya modifikasi kitosan adalah untuk pengembangan penggunaan kitosan sebagai eksipien dalam sediaan farmasi. Salah satu cara modifikasi kitosan adalah dengan metode taut silang. Metode taut silang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kovalen dan secara interaksi ionik.
2.2.1 Taut Silang Secara Kovalen Proses taut silang dibentuk dengan ikatan kovalen yang bersifat irreversibel. Dalam proses pembuatan dengan metode termodifikasi secara kovalen, reagen yang umum digunakan adalah dialdehid, contohnya glioksal dan glutaraldehid. Selama proses pembuatan terjadi interaksi antara gugus aldehid dari reagen dengan gugus amino dari kitosan membentuk ikatan imina kovalen. Modifikasi taut silang kovalen dapat memperbaiki stabilitas kitosan. Taut silang kovalen menyebabkan ikatan yang kuat yang dapat mempengaruhi sifat mekanis gel dan pelepasan obat, contohnya kitosan dengan glutaraldehid. Adanya taut silang
kovalen
menyebabkan
struktur
kitosan
menjadi
berpori
yang
memungkinkan air berdifusi ke dalam kitosan termodifikasi sehingga dapat digunakan sebagai sistem penghantaran obat. Di sisi lain, agen taut silang yang digunakan bersifat toksik, glutaraldehid bersifat neurotoksik, sedangkan glioksal bersifat mutagenik. Meskipun, hasil modifikasi tersebut dimurnikan sebelum pemberian, keberadaan dialdehid bebas yang tidak ikut bereaksi tidak seluruhnya dapat dihilangkan dan dapat meningkatkan efek toksik bagi tubuh. Oleh karena itu, diperlukan cara lain untuk mengatasi masalah tersebut (Berger, Reist, Mayer, Felt, Peppas, dan Gurny, 2004).
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
6
2.2.2 Taut Silang Secara Interaksi Ionik Untuk mengatasi beberapa masalah pada metode taut silang secara kovalen, seperti toksisitas dari reagen dan menghindari tahap pemurnian sebelum pemberian, maka dilakukan modifikasi kitosan dengan cara ikatan reversibel, seperti taut silang ionik. Kitosan merupakan polimer polikationik. Sifat tersebut menyebabkan dapat terjadinya interaksi dengan komponen bermuatan negatif (anionik), baik berupa ion-ion maupun molekul, yang membentuk hubungan ionik antara rantai polimer. Interaksi ionik terjadi antara muatan negatif dari agen penaut silang dengan muatan positif dari kitosan. Dalam proses pembuatannya, agen penaut silang yang umum digunakan adalah golongan senyawa fosfat, seperti natrium tripolifosfat. Metode taut silang ionik merupakan prosedur yang sederhana dan mudah. Dalam proses pembuatannya tidak digunakan bahan-bahan yang bersifat toksik bagi tubuh, sehingga lebih bersifat biokompatibel. Modifikasi taut silang dapat menghasilkan eksipien dengan daya mengembang yang sensitif pH. Dengan metode ini, kitosan termodifikasi dapat mengembang pada medium pH asam maupun pH basa. Selain itu, adanya taut silang ionik memungkinkan kitosan termodifikasi dibentuk menjadi berbagai sistem penghantaran obat, seperti mikropartikel dan nanopartikel (Berger, Reist, Mayer, Felt, Peppas, dan Gurny, 2004).
2.3 Kitosan-Tripolifosfat Kitosan-tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan yang dihasilkan dari proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat, seperti natrium tripolifosfat. Proses modifikasi kitosan dengan STPP bergantung pada beberapa faktor, yaitu konsentrasi kitosan, pH STPP dan waktu terjadinya taut silang (J.A. Ko, H.J. Park, Y.S. Park, S.J. Hwang, dan J.B. Park, 2003). Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan dalam asam, amin bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH3+. Natrium tripolifosfat (Na5P3O10) dilarutkan dalam air hingga didapatkan ion hidroksil dan ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari kitosan. Bhumkar dan Pkharkar (2006) menyatakan bahwa derajat taut silang kitosan dengan STPP dipengaruhi oleh keberadaan sisi kationik dan senyawa anionik Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
7
sehingga pH dari STPP memiliki peran penting selama proses taut silang. Proses taut silang dilakukan pada dua kondisi pH, yaitu pH 3 dan 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat yang akan berinteraksi dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut didapatkan kitosan-TPP yang didominasi oleh interaksi ionik. Pada pH 9, dihasilkan ion hidroksil dan tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi untuk berinteraksi dengan –NH3+. Pada kondisi tersebut, taut silang kitosan didominasi oleh deprotonasi oleh ion hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar, 2006).
Na5P3O10 H5P3O10 H4P3O10-
+ + +
5 H2O OHOH-
5 Na+ + H5P3O10 + H4P3O10- + H2O H3P3O102- + H2O
5 OH-
[Sumber: Sung-Tao Lee, Fwu-Long Mi, Yu-Ju Shen, dan Shin-Shing Shyu, 2001]
Gambar 2.2. Disosiasi STPP dalam air
A.
B.
CH2 OH O H H H
H
NH3 +
OH
H
O OH H
H NH3
CH2 OH O H H H OH
H
O CH2 OH
+
NH3 +
OH
H O
O
O H OH
H
H
H
H
NH3
+
O HO
P
OH-
OH
O CH2 OH
H
O
O HO
O
P O
HO
O
P O
H
NH3 +
CH2 OH O H H H
OH O
O
OH
OH
O CH2 OH
H
NH3 +
[Sumber : Bhumkar & Pokharkar, 2006]
Gambar 2.3. Proses (A) deprotonasi dan (B) taut silang ionik kitosan dengan STPP
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
8
2.4 Natrium Tripolifosfat (Na-TPP atau STPP) Natrium tripolifosfat (Na-TPP atau STPP) adalah senyawa inorganik, dalam air, sukar larut dalam metanol, tidak larut dalam dietil eter dan n-oktanol dengan berat molekul sebesar 367,864 g/mol.
Na
Gambar 2.4. Struktur kimia natrium tripolifosfat (Na-TPP atau STPP)
STPP merupakan suatu garam natrium dari pentaanion polifosfat (Na5P3O10) yang dapat berinteraksi dengan kitosan yang bersifat kationik. Dengan sifatnya yang polianionik STPP juga dapat digunakan sebagai senyawa agen penaut silang yang memiliki toksisitas yang rendah dengan nilai LD50 setelah pemberian oral 3100 mg/kg BB (tikus). STPP juga tidak bersifat mutagenik maupun karsinogenik. Karena sifat-sifat tersebut, STPP aman digunakan untuk proses modifikasi kitosan (Material Safety Data Sheet).
2.5 Eksipien Sediaan Farmasi Rancangan suatu bentuk sediaan farmasi memerlukan pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologis baik dari bahan obat maupun bahan-bahan farmasetik (eksipien) yang akan digunakan dalam membuat suatu produk. Suatu eksipien harus dapat menyempurnakan bentuk fisik, tekstur, kestabilan, rasa dan penampilan keseluruhan suatu bentuk sediaan farmasi (Ansel, Allen, dan Popovich, 1999). Sebagai contoh, dalam pembuatan tablet umumnya digunakan bahan pengisi untuk meningkatkan bulk formulasi, pengikat yang menyebabkan adhesi (perekatan) serbuk komponen sediaan, bahan penghancur (disintegran) untuk memudahkan hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan menjadi partikel-partikel kecil sehingga dapat cepat diabsorpsi karena Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
9
meningkatnya luas permukaan partikel. Selain itu, digunakan juga bahan pelincir (lubrikan) untuk mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan dinding dalam die saat tablet dikeluarkan dari mesin pencetak, pelicin digunakan untuk meningkatkan sifat alir granul dengan mengurangi gesekan antarpartikel, dan antiadheren (anti lekat) untuk mengurangi adhesi serbuk atau granul pada permukaan punch atau dinding die (Lachman, Lieberman, dan Kanig, 1970). Selain itu, suatu eksipien juga dapat berfungsi mengatur pelepasan obat. Misalnya, dengan adanya disintegran dalam suatu tablet, tablet akan mudah diubah menjadi partikel-partikel kecil saat kontak dengan cairan saluran cerna. Semakin kecil partikel obat, obat akan semakin mudah terdisolusi sehingga obat akan cepat diabsorpsi oleh tubuh. Suatu bahan dapat digunakan sebagai eksipien jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Ansel, Allen, dan Popovich, 1999):
Inert/netral
Kompatibel dengan bahan lain dalam formulasi sediaan
Tidak toksik
Stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan zat aktif atau komponen formulasi lain
Tidak memiliki efek farmakologi
Tersedia dalam jumlah yang cukup
Relatif murah
Beberapa karakteristik fungsional eksipien yang diperlukan dalam setiap jenis sediaan, baik padat, semi padat maupun cair, antara lain laju alir, indeks kompresibilitas dan rasio Hausner, sudut istirahat, viskositas dan rheologi (sifat alir), daya mengembang, sineresis, kekuatan gel, dan sifat mekanis film (elongasi, tensile strength, dan Young’s modulus). Karakteristik fungsional ini harus dimiliki oleh suatu eksipien sehingga dapat membentuk suatu sediaan yang sesuai.
2.5.1 Laju Alir Laju alir merupakan sifat yang penting dalam pengembangan sediaan solid. Laju alir dapat mempengaruhi keseragaman bobot sediaan. Laju alir yang Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
10
buruk dapat menimbulkan bobot tablet menjadi tidak seragam. Laju alir dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran partikel, bentuk partikel, tekstur permukaan partikel, dan kadar air (Yihong, Yisheng, Zhang, Lirong, dan Porter, 2009). Sifat laju alir suatu serbuk atau granul dapat dikategorikan berdasarkan pengukuran indeks kompresibilitas dan rasio Hausner serta sudut istirahat (United States Pharmacopoeia 30th, 2007).
2.5.2 Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan laju alir suatu bahan adalah dengan menentukan indeks kompresibilitas dan rasio Hausner. Kedua nilai tersebut didapatkan dengan membandingkan densitas bulk dan densitas mampat dari suatu bahan yang telah diketuk-ketuk dengan alat bulk-tapped density tester. Kategori kemampuan mengalir terdapat pada Tabel 3.1. Nilai rasio Hausner lebih kecil dari 1,25 menunjukkan aliran baik (= 20% indeks kompresibilitas), sedangkan yang lebih besar dari 1,25 menunjukkan aliran buruk (= 33% indeks kompresibilitas) (Aulton, 1988).
2.5.3 Sudut Istirahat Sudut istirahat merupakan metode yang relatif mudah untuk menentukan laju alir suatu bahan. Pengukuran sudut istirahat yaitu dengan mengalirkan bahan melalui saluran dan jatuh bebas ke permukaan, menghasilkan gundukan seperti kerucut. Ketinggian dan diameter dari kerucut diukur, lalu dengan menggunakan suatu persamaan, sudut istirahat dapat ditentukan. Bahan yang memiliki nilai sudut istirahat kecil akan mudah mengalir, sedangkan bahan dengan nilai sudut reposa besar akan sulit mengalir. Dalam penentuan kemampuan mengalirnya suatu bahan dipengaruhi beberapa faktor, seperti bentuk dan ukuran partikel. Partikel yang berbentuk sferis (seperti bola) lebih mudah mengalir daripada partikel yang berbentuk jarum. Serbuk yang sangat halus tidak dapat mengalir dengan bebas seperti partikel besar. Pada umumnya, partikel yang berukuran 2502000 μm mengalir bebas jika bentuknya sesuai. Partikel dalam rentang ukuran 75250 μm dapat mengalir bebas atau menyebabkan masalah, tergantung pada bentuk dan faktor lainnya (Ansel, Allen, dan Popovich, 1999). Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
11
2.5.4 Viskositas dan Rheologi (Sifat Aliran) Rheologi adalah ilmu yang mempelajari viskositas dan sifat aliran dari suatu cairan maupun semi padat. Viskositas menggambarkan tahanan yang dimiliki suatu cairan untuk dapat mengalir. Semakin tinggi nilai viskositas, semakin besar tahanan yang dimiliki suatu cairan. Sifat aliran dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Newtonian dan non-newtonian (Martin, Swarbrick, Cammarata, dan Chun, 1973). Pada sifat aliran Newtonian, berlaku hukum aliran Newton:
(2.1)
Keterangan: η F/A
= viskositas (poise atau dyne/cm2.s) = tekanan geser (dyne/cm2)
dv/dr = kecepatan geser (s-1)
Sifat aliran Newtonian digolongkan sebagai viskositas yang konstan dan tidak menghiraukan adanya perbedaan kecepatan geser. Viskositas yang tinggi dari suatu cairan, membutuhkan tekanan geser yang besar pula untuk menghasilkan kecepatan geser tertentu.
Gambar 2.5. Kurva sifat aliran Newtonian
Pada sifat aliran non-Newtonian, hukum aliran Newton tidak berlaku. Hukum aliran Newton berlaku pada cairan homogen atau larutan, sedangkan pada dispersi heterogen seperti koloid, emulsi, dan suspensi hukum Newton tidak Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
12
berlaku. Sifat aliran non-Newtonian digolongkan sebagai perubahan viskositas dengan peningkatan kecepatan geser. Sifat aliran non-Newtonian dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: plastis, pseudoplastis, dan dilatan. Cairan yang mempunyai aliran plastis tidak akan mengalir sebelum suatu gaya tertentu dilewatinya, yaitu yield value. Jika yield value terlampaui, tiap kenaikan tekanan geser selanjutnya mengakibatkan kenaikan yang berbanding langsung dengan kecepatan gesernya. Pada tekanan dibawah yield value, cairan tersebut akan bertindak sebagai bahan elastik, sedangkan di atas harga ini aliran akan mengikuti hukum Newton (Martin, Swarbrick, Cammarata, dan Chun, 1973). .
Gambar 2.6. Kurva sifat aliran plastis
Pada cairan yang memiliki sifat aliran pseudoplastis, cairan mengalir dengan adanya tekanan geser. Viskositas bahan pseudoplastis akan berkurang dengan meningkatnya kecepatan geser. Karena kurva aliran pseudoplastis tidak mempunyai bagian yang linier, maka cairan yang mempunyai aliran pseudoplastik tidak mempunyai harga viskositas tunggal. Kurva rheogram bahan pseudoplastis dihasilkan dari tekanan geser pada rantai molekul panjang seperti polimer linier. Dengan meningkatkan tekanan geser, molekul yang umumnya tidak tersusun beraturan mulai tersusun untuk mengalir (Martin, Swarbrick, Cammarata, dan Chun, 1973).
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
13
Gambar 2.7. Kurva sifat aliran pseudoplastis
Pada cairan yang bersifat dilatan, viskositas cairan akan naik dengan naiknya kecepatan geser karena volume akan naik bila mengalami pergeseran. Sifat aliran dilatan umumnya terdapat dalam suatu formulasi dengan konsentrasi zat padat yang tinggi karena menunjukkan peningkatan daya hambat untuk mengalir dengan meningkatnya kecepatan geser (Martin, Swarbrick, Cammarata, dan Chun, 1973).
Gambar 2.8. Kurva sifat aliran dilatan
Ada sifat-sifat aliran lain dari sifat aliran non-Newtonian, yaitu thiksotropis dan antithiksotropis.
Aliran thiksotropis merupakan
bentuk
tranformasi reversibel gel-solution. Pada saat keadaan diam struktur bahan menunjukkan derajat kekakuan pada sistem tersebut dan menyerupai gel. Saat adanya pengocokan (tekanan), struktur tersebut relaksasi (mulai memecah). Bahan tersebut mengalami transformasi dari gel menjadi solution. Saat tekanan ditiadakan, struktur mulai terbentuk kembali, tetapi tidak terjadi dengan segera. Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
14
Pada aliran antithiksotropik terjadi peningkatan kekentalan dengan bertambahnya kecepatan geser. Akan tetapi, pada akhirnya akan dicapai suatu kesetimbangan, di mana putaran selanjutnya dari laju tekanan tidak lagi meningkatkan konsistensi dari bahan (Martin, Swarbrick, Cammarata, dan Chun, 1973).
2.5.5 Daya Mengembang, Sineresis dan Kekuatan Gel Gel merupakan sistem semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Suatu bahan dapat dijadikan sebagai basis sediaan gel harus memiliki kemampuan untuk mengembang (daya mengembang), yaitu kemampuan untuk menyerap cairan hingga terjadi penambahan volume. Daya mengembang suatu bahan dapat dipengaruhi oleh pH medium. Sediaan gel yang mengalami kontraksi atau pengerutan secara spontan dan mengeluarkan sebagian medium pendispersi disebut dengan sineresis. Kekuatan gel merupakan daya tahan suatu gel terhadap tekanan luar dan menggambarkan sifat kohesivitas gel dalam mempertahankan bentuknya (Aulton, 1988). 2.5.6 Sifat Mekanis Film (elongasi, tensile strength, dan Young’s modulus) Elongasi merupakan daya peregangan atau pemanjangan maksimal suatu film sebelum putus saat diberikan suatu gaya regangan atau penarikan. Gaya penarikan yang dibutuhkan untuk suatu film hingga putus per satuan luas bidang penarikan film disebut sebagai tensile strength atau kekuatan tarik. Modulus elastis (Young’s modulus) menggambarkan kekakuan atau elastisitas suatu film. Modulus elastis dihitung dengan membagi kekuatan tarik dengan elongasi film (Yihong Qiu, Yisheng Chen, Geolf G. Z. Zhang, Lirong Liu, dan Porter, 2009). Sifat mekanis film dari suatu eksipien penting dalam aplikasinya sebagai sediaan film atau sebagai penyalut tablet (film coating).
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasetika dan Laboratorium Penelitian Teknologi Farmasi Departemen Farmasi FMIPA UI. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari 2011 hingga Mei 2011.
3.2 Bahan Kitosan dengan derajat deasetilasi 94,2% (PT. Biotech Surindo, Indonesia), Natrium tripolifosfat (Wako, Jepang), Kalium bromida, asam askorbat (Merck, Jerman), Ammodium molibdat (Merck, Jerman), asam sulfat 95-97% (Merck, Jerman), asam asetat 97-99%, asam klorida 37% (Merck, Jerman), natrium hidroksida (Merck, Jerman), kalium dihidrogen fosfat (Merck, Jerman), kalium klorida, dan aqua destillata.
3.3 Alat Oven, ayakan (Retsch Technology, USA), pH meter (Eutech Instrument pH 510), moisture balance (Adam AMB 50, USA), viscometer brookfield (Brookfield Synchrolectic, USA), alat Scanning Electron Microscope (LEO 420i, Inggris), Fourrier
Transformation
Infra
Red
Tipe
8400S
(Shimadzu,
Jepang),
difraktometer (Phillips Diffractometer PW1710, Jepang), Thermal Analysis DSC 6 (Perkin Elmer, AS), difraktometer (Phillips Diffractometer PW1710, Jepang), Texture analyzer TA.XT2i (Rheoner 3305, Jerman), Tensile strength (Comten, AS), bulk-tapped density tester (Pharmeq 245-2E, Indonesia), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1800), flowmeter (Erweka GDT), neraca analitik (Shimadzu EB-330, Jepang), homogenizer, sentrifugator, desikator, refrigerator, termometer, pot plastik dan alat-alat gelas.
15
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
16
3.4 Cara Kerja 3.4.1 Pembuatan Kitosan-Tripolifosfat Larutan kitosan 3% b/v dibuat dengan cara melarutkan 3 g kitosan dalam 100 mL asam asetat 1% v/v dengan bantuan magnetic stirrer. Natrium tripolifosfat sebanyak 0,145 g dilarutkan dalam 100 mL aqua destillata sehingga didapatkan konsentrasi 0,145% b/v. Kemudian larutan kitosan dan natrium tripolifosfat tersebut dicampur sambil diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1500 rpm dengan perbandingan 5:1. Penambahan larutan natrium tripolifosfat ke dalam larutan kitosan dilakukan dengan kecepatan 5 ml/menit. Campuran kemudian dikeringkan dalam oven, lalu digiling dan diayak dengan ayakan mesh 60 hingga didapatkan serbuk kering kitosan-tripolifosfat (Lifeng Qi, Zirong Xu, Xia Jiang, Hu Caihong, dan Xiangfei Zou, 2004).
3.4.2
Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat
3.4.2.1 Karakterisasi Fisika a. Uji Penampilan Fisik Uji penampilan fisik dilakukan terhadap kitosan dan kitosan-tripolifosfat yang meliputi uji terhadap bentuk, warna dan bau.
b. Bentuk dan Morfologi Partikel Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk evaluasi bentuk dan morfologi (tekstur) dari eksipien yang dihasilkan. Sampel kitosan-tripolifosfat ditempatkan pada plate dengan menggunakan carbon tape lalu dimasukkan ke dalam chamber dan divakum. Setelah kondisi vakum tercapai, ditembakkan elektron pada sampel. Kemudian sampel diamati pada beberapa pembesaran. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan (US Pharmacopoeia 30th-NF 25, 2007).
c. Distribusi Ukuran Partikel Penentuan distribusi ukuran partikel dilakukan dengan metode ayakan. Pengayak yang sudah ditimbang (a) disusun mulai dari atas ke bawah, yaitu dari ayakan mesh terkecil 16; 35; 45; 60; 80 dan 120. Sejumlah + 50 gram kitosanUniversitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
17
tripolifosfat dimasukkan pada pengayak dengan ukuran mesh terkecil kemudian alat dinyalakan selama 20 menit dengan kecepatan 15 rpm. Masing-masing pengayak yang berisi serbuk kemudian ditimbang (b). Setelah itu dicari persentase berat serbuk dan dibuat kurva distribusi ukuran partikelnya. Hal tersebut dilakukan juga terhadap sampel kitosan (US Pharmacopoeia 30th-NF 25, 2007). (3.1) Keterangan: a = berat pengayak kosong (g) b= berat pengayak dan serbuk (g)
d. Susut Pengeringan Susut pengeringan diukur dengan menggunakan alat moisture balance. Alat dipanaskan terlebih dahulu selama + 10 menit hingga tercapai suhu 105oC. Letakkan + 1 gram kitosan-tripolifosfat ke atas wadah alumunium secara merata, lalu alat dinyalakan. Catat nilai yang terbaca pada alat.
e. Pola Difraksi Sinar-X Kitosan-tripolifosfat sebanyak + 5 mg diletakkan pada holder lalu permukaaan sampel diratakan sejajar dengan permukaan atas holder. Holder yang berisi sampel dimasukkan ke dalam goniometer lalu alat difraktometer sinar-X siap dijalankan (US Pharmacopoeia 30th-NF 25, 2007).
f. Sifat Termal Analisis sifat termal dilakukan dengan menggunakan alat DSC (Differential Scaning Calorimetry). Timbang ± 5 mg sampel, letakkan pada silinder aluminium berdiameter 5 mm. Silinder tersebut ditutup dengan lempeng aluminium, lalu silinder yang berisi sampel dimasukkan ke alat DSC. Pengukuran dimulai pada suhu 30o-350oC dengan kecepatan 10oC/menit. Proses endotermik dan eksotermik yang terjadi pada sampel tercatat pada alat perekam. Prosedur ini juga dilakukan terhadap serbuk kitosan maupun kitosan-tripolifosfat (US Pharmacopoeia 30th-NF 25, 2007, Bhumkar dan Pokharkar, 2006).
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
18
g. Higroskopisitas Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang + 2 gram kitosantripolifosfat dan kitosan masing-masing ditempatkan pada pot plastik dengan 4 perlakuan, yaitu: a) Pot plastik tanpa tutup b) Pot plastik dengan tutup c) Pot plastik tanpa tutup dengan silika gel d) Pot plastik dengan tutup dan silika gel Masing-masing pot plastik ditempatkan dalam desikator pada suhu kamar. Setiap satu minggu sampel diamati terhadap perubahan karakteristik fisiknya meliputi perubahan warna dan bobotnya selama satu bulan.
3.4.2.2 Karakterisasi Kimia a. Penentuan Derajat Keasaman (pH) Terlebih dahulu pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 4 dan 7. Buat larutan kitosan-tripolifosfat 1% dalam aqua destillata yang diaduk dengan bantuan magnetic stirrer selama 15 menit. Lalu, dilakukan pengukuran pH larutan dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
b. Sisa Pemijaran Timbang seksama +2 gram kitosan-tripolifosfat ke dalam krusibel porselen yang telah dikonstankan beratnya dengan pemanasan. Kemudian dipijar dengan tanur pada suhu 800oC sampai zat mengarang sempurna, dinginkan dalam desikator, lalu timbang. Perlakuan tersebut diulangi kembali hingga diperoleh berat antara dua penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram (Farmakope Indonesia edisi III, 1979).
c. Derajat Substitusi a) Pereaksi Asam askorbat sebanyak 0,5 gram dilarutkan dalam 5,0 ml air destilata sehingga diperoleh larutan asam askorbat 10%. Ammonium molibdat tetrahidrat sebanyak 0,042 gram dilarutkan dalam 0,286 ml H2SO4 1N, kemudian Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
19
ditambahkan volumenya sampai 10,0 ml sehingga diperoleh larutan ammonium molibdat tetrahidrat 0,42% dalam H2SO4 1N. Pereaksi yang digunakan yaitu campuran dari 1,0 ml asam askorbat 10% dengan 6,0 ml ammonium molibdat tetrahidrat 0,42% dalam H2SO4 1N. b) Prosedur 1) Ditimbang 20 mg sampel dan dikeringkan dalam tanur pada suhu 600°C hingga menjadi abu. 2) Abu sampel didinginkan dan ditambahkan 0,4 mL H2SO4 0,1N. 3) Filtrat disaring dengan penyaring Whatman 40, kemudian filtrat dipindahkan ke dalam labu ukur 25,0 mL dan ditambahkan campuran aqua destillata dan H2SO4 0,1N (1:1). 4) Sebanyak 3,0 mL sampel dipipet, kemudian ditambahkan 7,0 mL pereaksi campuran. Kocok tabung reaksi dan inkubasi dalam penangas air pada suhu 45oC selama 20 menit, kemudian didinginkan. 5) Untuk blanko, sebanyak 3,0 mL campuran aqua destillata dan H2SO4 0,1N (1:1) dipipet dan ditambahkan 7,0 mL pereaksicampuran. Kemudian, tabung reaksi dikocok dan diiinkubasi dalam penangas air pada suhu 45ºC selama 20 menit, dinginkan. 6) Serapan larutan yang telah diencerkan tersebut diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 827 nm.
c) Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Kurva kalibrasi dibuat dari larutan standar KH2PO4 (100 mg P dalam 1 L). Ditimbang 43,95 mg KH2PO4 dan larutkan dalam 40,0 mL aqua destillata. Ditambahkan 2,5 mL H2SO4 7N, kemudian ditambahkan aqua destillata hingga volume 100 mL.Kurva kalibrasi dibuat pada konsentrasi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; dan 3,0 ppm. Serapan dari masing masing konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang 827 nm. Setelah diperoleh data serapan, maka dicari persamaan kurva kalibrasi. Kadar fosfor dihitung dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi standar KH2PO4.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
20
d) Penentuan kandungan fosfor Metode yang digunakan sama dengan metode penentuan derajat substitusi. Penentuan ini dilakukan baik pada kitosan maupun kitosan-tripolifosfat.
d. Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi menggunakan alat spektrofotometer infra merah dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi pada eksipien kitosan-tripolifosfat. Sejumlah + 1 mg sampel yang akan diuji ditambahkan ke dalam KBr yang sebelumnya telah ditimbang sebanyak + 49 mg hingga dicapai berat campuran + 50 mg. Campuran tersebut kemudian digerus hingga homogen. Pemeriksaan gugus fungsi dilakukan pada bilangan gelombang 500 sampai 4000 cm-1.
3.4.2.3 Karakterisasi Fungsional a. Laju Alir dan Sudut Reposa Pengukuran laju alir dan sudut istirahat dilakukan dengan alat flowmeter. Untuk pengukuran laju alir, sejumlah kitosan-tripolifosfat (+ 20 gram) dimasukkan ke dalam corong flowmeter dan diratakan. Alat dijalankan dan waktu yang diperlukan oleh seluruh sampel untuk mengalir melalui corong dicatat. Laju alir dinyatakan dalam gram/detik. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan. Untuk pengukuran sudut reposa, sejumlah kitosan dan kitosan-tripolifosfat ditimbang + 20 gram, dimasukkan ke dalam corong flowmeter, lalu permukaannya diratakan. Alat dinyalakan dan waktu yang diperlukan seluruh granul untuk mengalir dicatat. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan. Sudut reposa ditentukan dengan mengukur sudut kecuraman bukit yang dihitung sebagai berikut: (3.2)
keterangan:
α = sudut reposa (º) H = tinggi bukit (cm) R = jari-jari alas bukit (cm) Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
21
Tabel 3.1. Hubungan sifat alir tehadap sudut reposa Sudut reposa (°)
Kategori sifat alir
25 – 30
Istimewa
31 – 35
Baik
36 – 40
Agak baik
41 – 45
Cukup baik
46 – 55
Buruk
56 – 65
Sangat buruk
>66
Sangat sangat buruk
b. Kompresibilitas Sejumlah + 10 gram kitosan-tripolifosfat dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml, lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk = m/V1. Gelas ukur yang berisi sampel diketuk-ketukkan sebanyak 300 kali. Percobaan diulang dengan 300 ketukan kedua untuk memastikan volume sampel tidak mengalami penurunan volume kemudian diukur volumenya (V2). Berat jenis mampat = m/V2 (US Pharmacopoeia 30th-NF 25, 2007). Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan.
( )
–
(3.3)
(3.4)
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
22
Tabel 3.2. Skala kemampuan mengalir Kategori indeks kompresibilitas Indeks
Kategori
Hausner Ratio
< 10
Sangat baik
1,00-1,11
11-15
Baik
1,12-1,18
16-20
Agak baik
1,19-1,25
21-25
Cukup baik
1,26-1,34
26-31
Buruk
1,35-1,45
32-37
Sangat buruk
1,46-1,59
>38
Sangat sangat buruk
>1,60
kompresibilitas (%)
c. Viskositas dan Rheologi Dibuat suspensi kitosan-tripolifosfat dengan konsentrasi 3,5%. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan viskometer Brookfield dengan kecepatan putaran spindel diatur mulai dari 2, 5, 10, dan 20 rpm dan kembali ke 20, 10, 5 dan 2 rpm. Hasil pembacaan skala dicatat untuk perhitungan viskositas dan pembuatan kurva sifat aliran. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan.
d. Indeks mengembang Sampel kitosan-tripolifosfat dimasukkan sebanyak 0,5 g ke dalam gelas ukur 10 ml. Catat volume sampel awal (Vo). Ditambahkan larutan HCl pH 1,2; aqua destillata; dan dapar fosfat pH 6,8 dan pH 7,4 ke dalam masing-masing gelas ukur yang telah berisi sampel (Vo). Pada setiap waktu yang ditentukan, volume sampel diamati (Vt). Dilakukan pengamatan pada menit ke-15, 30, 45, 60, jam ke2 hingga jam ke-8 (Mahrag Tur dan Hung, 1998). Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan. Persentase daya mengembang dihitung dengan formula dibawah ini:
(3.5)
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
23
e. Kekuatan Gel Kitosan dan kitosan-tripolifosfat disiapkan dalam bentuk gel dengan konsentrasi 3,5%. Sediaan gel didiamkan selama satu malam pada lemari pendingin. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan texture analyzer. Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah sampel kemudian alat penetrasi diturunkan sampai permukaan gel. Kekuatan gel diukur pada saat gel pecah.
f. Sineresis Sineresis merupakan bentuk gel yang mengalami pemisahan fase dan gel mengalami perubahan viskositas dan konsistensi sehingga bentuknya berubah dari semi padat menjadi cairan. Sampel kitosan-tripolifosfat didispersikan dalam aqua destillata dengan konsentrasi 3,5% dan 7% (b/v) hingga menjadi gel. Sediaan gel didiamkan pada suhu 7oC dan suhu kamar (27o+ 2oC). Pada jam ke 12 dan jam ke 24 dilakukan pengamatan terhadap gel tersebut. g. Sifat Mekanis Film (Elongasi, Tensile strength, dan Young’s Modulus) Sampel kitosan-tripolifosfat dibuat menjadi film. Sampel didispersikan dalam aqua destillata dengan konsentrasi tertentu. Larutan tersebut lalu diletakkan pada plat plastik dan didiamkan pada suhu kamar selama 48 jam hingga film terbentuk. Daya elongasi film diukur dengan alat Tensile strength. Perlakuan tersebut juga dilakukan terhadap sampel kitosan. (
)( (
)
(3.6)
)
( ) (
(3.7)
)
(
) (
(
)
(3.8)
)
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Kitosan-Tripolifosfat Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan polimer dengan cara mereaksikan kitosan dengan natrium tripolifosfat pH 9,08. Pembentukan kitosan-tripolifosfat merupakan reaksi taut silang, yaitu reaksi yang terjadi akibat adanya interaksi antara dua muatan yang berbeda, NH3+ dari kitosan dengan ion tripolifosfat dari natrium tripolifosfat. Kitosan-tripolifosfat dibuat dengan mereaksikan larutan kitosan dalam asam asetat (3% b/v) dengan larutan natrium tripolifosfat dalam aqua destillata (0,145% b/v). Penggunaan aqua destillata sebagai pelarut natrium tripolifosfat dikarenakan sifat kelarutan natrium tripolifosfat yang mudah larut dalam aqua destillata. Selain itu, penggunaan asam asetat sebagai pelarut kitosan dikarenakan sifat kelarutan kitosan yang lebih mudah larut dalam asam lemah dibandingkan dalam asam kuat, contohnya HCl. Untuk memperoleh kondisi terbaik yang dapat melarutkan kitosan, dilakukan optimasi terhadap pH dan konsentrasi pelarut yang digunakan. Berdasarkan percobaan pendahuluan pengaruh pH terhadap kelarutan kitosan, medium (asam asetat) pH 3,05 merupakan kondisi pH medium terpilih. Hal itu disebabkan kitosan dapat larut pada pH tersebut. Selain itu, pH 3,05 berada di dalam rentang nilai pKa kitosan yaitu 6,5 (Säkkinen, 2003). Percobaan pendahuluan untuk pemilihan konsentrasi asam asetat pada konsentrasi 1% v/v; 2% v/v. Hasilnya asam asetat dengan konsentrasi 1% terpilih untuk melarutkan kitosan, pemilihan konsentrasi tersebut dimaksudkan untuk meminimalisasi bau yang ditimbulkan dari asam asetat. Selain itu, dilakukan percobaan pendahuluan untuk konsentrasi larutan kitosan optimum yaitu pada konsentrasi 1% b/v; 2% b/v; 3% b/v. Hasilnya kitosan dapat larut pada larutan dengan pH 3,05 dengan konsentrasi optimum 3% b/v. Konsentrasi kitosan tertinggi dipilih karena untuk menghasilkan kitosan-tripolifosfat yang memiliki derajat taut silang yang kecil dan menghemat penggunaan pelarut serta efisiensi waktu proses sintesis.
24
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
25
Di samping itu, telah dilakukan juga optimasi perbandingan larutan kitosan dengan larutan natrium tripolifosfat. Perbandingan yang dipilih adalah 5:1 (5 bagian larutan kitosan dengan 1 bagian larutan natrium tripolifosfat). Perbandingan larutan tersebut dipilih karena dengan perbandingan itu masih dihasilkan larutan yang tidak terlalu kental sehingga tidak mengganggu proses pencampuran (pengadukan) kedua larutan. Jika bagian larutan kitosan ditingkatkan, maka akan dihasilkan konsistensi yang lebih kental dan pengadukan tidak akan berlangsung optimal sehingga dikhawatirkan reaksi antara kitosan dan natrium tripolifosfat tidak berjalan sempurna. Pada saat proses sintesis, pH larutan natrium tripolifosfat yang dipilih adalah pH 9,08. Pada derajat keasaman tersebut, natrium tripolifosfat terdisosiasi menjadi ion tripolifosfat dan ion hidroksil. Kedua ion tersebut akan berkompetisi untuk berinteraksi dengan NH3+ dari kitosan. Hal ini menyebabkan berkurangnya ion tripolifosfat yang berinteraksi dengan NH3+ dari kitosan sehingga didapatkan kitosan-tripolifosfat yang memiliki derajat taut silang yang kecil.
(a)
(b)
Gambar 4.1. Larutan kitosan (a) sebelum sintesis, (b) sesudah sintesis
Hasil sintesis yang diperoleh setelah pencampuran larutan kitosan dan larutan natrium tripolifosfat yaitu terjadinya perubahan warna larutan kitosan yang awalnya berwarna coklat menjadi kuning. Perubahan warna larutan dapat Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
26
dilihat pada Gambar 4.1. Selain itu, terjadi perubahan pH 3,05 menjadi pH 4,04. Hal ini dikarenakan penambahan natrium tripolifosfat yang memiliki pH 9,08 ke dalam larutan kitosan yang menyebabkan peningkatan pH larutan hasil sintesis. Selanjutnya, larutan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 500C. Penggunaan suhu 500C dimaksudkan untuk menghindari degradasi polimer dan hasil pengeringan yang gosong. Hasil sintesis yang telah dikeringkan dihaluskan dengan ayakan mesh 60 sehingga didapatkan serbuk kering kitosan-tripolifosfat.
4.2 Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat 4.2.1 Karakterisasi Fisika 4.2.1.1 Uji Penampilan Fisik
(a)
(b)
Gambar 4.2. Serbuk, (a) kitosan, (b) kitosan-tripolifosfat
Secara organoleptis serbuk kitosan dan hasil sintesis kitosan-tripolifosfat memiliki sedikit perbedaan warna, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. Serpihan kitosan berwarna putih gading, sedangkan serbuk kitosan-tripolifosfat berwarna kuning. Perubahan warna yang terjadi pada kitosan-tripolifosfat dikarenakan kitosan sebagai bahan material maupun dalam bentuk larutan selama proses sintesis 3% b/v sudah berwarna agak gelap (Gambar 4.1). Proses pengeringan hasil sintesis yang lama juga dapat menyebabkan warna serbuk kitosan-tripolifosfat berwarna lebih gelap. Selain itu, dari segi bau, serbuk kitosan tidak berbau, sedangkan serbuk kitosan-tripolifosfat agak berbau asam asetat. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
27
asam asetat yang digunakan sebagai pelarut kitosan tidak hilang sempurna walau telah dipanaskan.
4.2.1.2 Bentuk dan Morfologi Partikel Analisis bentuk dan morfologi partikel dilakukan dengan alat Scanning Electron Calorimetry (SEM) (Lampiran 8). Hasil SEM kitosan dan kitosantripolifosfat pada perbesaran 200X ditampilkan pada Gambar 4.3. Terlihat dari hasil tersebut, terlihat bahwa bentuk partikel kitosan berupa lekukan-lekukan dengan permukaan yang agak kasar, sedangkan bentuk partikel kitosantripolofosfat berupa serat panjang dengan permukaan yang halus. Adanya perbedaan bentuk partikel tersebut dikarenakan untaian rantai polimer dari kitosan mengalami ikatan taut-silang. Dengan adanya interaksi taut silang ionik, untaianuntaian rantai polimer kitosan saling terikat satu sama lain sehingga dapat terbentuk partikel seperti serat panjang. Bentuk kitosan-tripolifosfat yang tidak bulat (tidak sferis) dapat memperngaruhi sifat fungsional dari eksipien tersebut, seperti laju alir dan kompresibilitasnya (Yihong Qiu, Yisheng Chen, Geolf G. Z. Zhang, Lirong Liu, dan Porter, 2009).
(b)
(a)
Gambar 4.3. Hasil SEM dengan perbesaran 200X, (a) kitosan, (b) kitosantripolifosfat
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
28
4.2.1.3 Distribusi Ukuran Partikel Tabel 4.1. Data distribusi ukuran partikel rata-rata kitosan dan kitosantripolifosfat Ukuran Partikel (µm)
Rata-rata Persentase Berat (%) Kitosan
Kitosan-TPP
> 1180
56,97
0,20
500-1180
47,01
3,44
355-500
6,23
6,05
250-355
2,61
26,97
180-250
1,08
40,89
125-180
0,51
18,67
≤125
0,44
3,78
60,00 Ukuran Partikel (µm) >1180
Persentase Berat (%)
50,00 40,00
500-1180 30,00
355-500 250-355
20,00
180-250 125-180
10,00
<125 0,00 Kitosan
Kitosan-TPP
Gambar 4.4. Diagram batang distribusi ukuran partikel rata-rata kitosan dan kitosan-tripolifosfat
Hasil pengukuran distribusi ukuran partikel (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa partikel kitosan dan kitosan-tripolifosfat terdistribusi pada ukuran yang berbeda. Partikel kitosan terdistribusi paling banyak pada ukuran >1180 μm dengan persentase berat sebesar 56,97% b/b, sedangkan partikel kitosantripolifosfat terdistribusi paling banyak pada ukuran 180-250 μm dengan persentase berat sebesar 40,89% b/b. Diagram batang distribusi ukuran partikel ditunjukkan oleh Gambar 4.4. Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
29
Kitosan memiliki ukuran partikel yang besar karena kitosan yang digunakan berupa serpihan. Serbuk kitosan-tripolifosfat memiliki ukuran yang lebih kecil dari kitosan. Hal itu disebabkan penghalusan ukuran partikel yang dilakukan secara manual. Oleh karena hasil pengeringan kitosan-tripolifosfat berupa lembaran, maka ukuran partikel kitosan-tripolifosfat dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
4.2.1.4 Susut Pengeringan Tabel 4.2. Data pengukuran susut pengeringan kitosan-tripolifosfat Sampel
Kadar air (%)
Rata-rata (%)
9,18 Kitosantripolifosfat
9,05
9,09
9,05
Susut pengeringan atau kadar air merupakan banyaknya kandungan hidrat atau air yang terkandung atau terserap pada zat (Farmakope Indonesia III, 1979). Nilai susut pengeringan dari suatu eksipien dapat mempengaruhi laju alir eksipien tersebut. Jika nilai susut pengeringan suatu eksipien yang tinggi, maka akan berakibat pada buruknya laju alir suatu eksipien (Yihong Qiu, Yisheng Chen, Geolf G. Z. Zhang, Lirong Liu, dan Porter, 2009). Hal tersebut disebabkan oleh daya lekat antarpartikel eksipien menjadi besar. Susut pengeringan dapat ditetapkan dengan pengeringan pada suhu 105oC menggunakan alat moisture balance. Dari data sertifikat analisis kitosan diperoleh data susut pengeringan standar kitosan yaitu ≤ 10% b/b. Kitosan yang digunakan selama penelitian memiliki nilai susut pengeringan sebesar 8,64% b/b, sedangkan kitosantripolifosfat memiliki nilai rata-rata susut pengeringan yang lebih besar yaitu 9,09% b/b (Tabel 4.2). Nilai tersebut masih berada pada rentang nilai standar susut pengeringan kitosan sehingga masih memenuhi persyaratan. Besarnya nilai susut pengeringan kitosan-tripolifosfat dapat disebabkan karena adanya ion tripolifosfat dapat meningkatkan gugus polar pada kitosan termodifikasi sehingga semakin banyak air yang dapat diserap oleh bahan tersebut (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Selain itu, proses pengeringan yang kurang sempurna dan Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
30
penyimpanan sampel yang kurang baik juga dapat menyebabkan nilai susut pengeringan semakin besar.
4.2.1.5 Pola Difraksi Sinar-X
800 700
Intensitas (cps)
600 500
a
400 300 200 100
b
0 0
10
20
30
40 2θ
50
60
70
80
Gambar 4.5. Pola difraktogram (a) kitosan-tripolifosfat dan (b) kitosan
Karakterisasi dengan pola difraktogram sinar-X serbuk dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan bentuk kristal. Pengujian dilakukan pada kitosan dan kitosan-tripolifosfat. Pola difraktogram kristal kitosan dan kitosantripolifosfat ditunjukkan pada Gambar 4.5. Berdasarkan gambar tersebut terlihat pada 2θ 15,2o muncul puncak baru, yang menunjukkan terjadinya perubahan struktur kristal. Namun, intensitas kitosan dan kitosan-tripolifosfat yang rendah menyulitkan analisis lebih lanjut terhadap struktur kristalnya. Dari data yang ada berdasarkan pola difraktogram, dipilih puncak-puncak yang memiliki intensitas yang cukup besar sehingga diperoleh perhitungan jenis kristal kitosan dan kitosantripolifosfat (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). Dari Gambar 4.5 terlihat adanya perubahan pola difraktogram, akan tetapi karena intensitas yang diperoleh kecil, maka sulit diambil kesimpulan mengenai bentuk kristal dari kitosan termodifikasi.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
2θ
intensitas
19,52 20,6 21,96
557 380 384
2θ 15,2 19,88 21,86 22,12 22,8
intensitas 313 396 357 342 303
Tabel 4.3. Perhitungan hasil difraktogram kitosan cubic θ sin2 θ Sapprox S face body simpel centered centered 9,8 0,0284 15,77778 16 400 400 400 10,3 0,032 17,77778 18 411, 330 411, 330 11,0 0,0364 20,22222 20 420 420 420 Jumlah kristal 4 2 4
diamond 400
Tabel 4.4. Perhitungan hasil difraktogram kitosan-tripolifosfat cubic 2 θ sin θ Sapprox S face body simpel centered centered 7,6 0,0175 15,90909 16 400 400 400 9,9 0,0296 26,90909 27 511, 333 511, 333 10,9 0,0358 32,54545 33 522, 441 11,1 0,0371 33,72727 34 530, 433 530, 433 11,4 0,0391 35,54545 36 600, 442 600, 442 600, 442 Jumlah kristal 9 5 5
diamond 400 511, 333
hexagonal
1
16, 40 18 20 4
hexagonal
3
16, 40 27, 33 33 34 36, 60 8
31
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
32
4.2.1.6 Sifat Termal Analisis sifat termal kitosan dan kitosan-tripolifosfat diamati dengan menggunakan alat Differential Scanning Calorimetry (DSC). Adapun prinsip dasar DSC adalah pengukuran respon sampel yang mendapat panas, respon yang diukur merupakan energi dan suhu dari peristiwa termal yang terjadi selama rentang suhu atau interval waktu yang diteliti. Analisis ini dilakukan dengan mengukur suhu puncak yang terjadi saat energi atau panas yang diserap atau dibebaskan oleh suatu bahan saat bahan tersebut dipanaskan, didinginkan atau ditahan pada tekanan tetap. Puncak endotermik menunjukkan terjadinya proses peleburan polimer. Data tentang puncak ini penting dalam proses pengolahan polimer. Rentang peleburan kitosan terletak antara 40,3oC -122,7oC dengan puncak endotermik pada 92,4oC, sedangkan kitosan-tripolifosfat 39,0oC-111,6oC dengan puncak endotermik pada 68,2oC. Puncak endotermik kitosan-tripolifosfat lebih rendah dari kitosan (Gambar 4.6). Di samping itu, kitosan memiliki nilai ΔH 227J/g, sedangkan kitosan-tripolifosfat memiliki nilai ΔH 257J/g. Dari data hasil pengukuran terlihat bahwa adanya perbedaan puncak endotermik dan nilai ΔH antara kitosan-tripolifosfat dengan kitosan. Hal itu menunjukkan terjadinya interaksi ionik antara kitosan dengan natrium tripolifosfat. Dengan adanya ion tripolifosfat, meningkatkan gugus polar dalam struktur kitosan hasil modifikasi sehingga kemampuan untuk mengikat air lebih besar yang ditunjukkan dengan nilai ΔH kitosan-tripolifosfat lebih besar dari kitosan (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Adanya perubahan puncak endotermik pada kitosan-tripolifosfat dapat mempengaruhi proses formulasi yang melalui proses pemanasan, maka selama menggunakan eksipien tersebut suhu yang digunakan tidak boleh melebihi suhu puncak endotermiknya. Dengan demikian, kitosan-tripolifosfat kemungkinan dapat digunakan sebagai eksipien untuk sediaan padat, seperti tablet.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
33
Gambar 4.6. Data pengukuran analisis termal (a) kitosan dan (b) kitosantripolifosfat
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
34
4.2.1.7 Higroskopisitas Tabel 4.5. Data rata-rata pengukuran higroskopisitas Perlakuan
Eksipien
Tanpa tutup,
Kenaikan bobot per pekan (%)
Rata-Rata
Pekan 1
Pekan 2
Pekan 3
Pekan 4
(%)
Kitosan
1,167
0,007
0,046
0,026
0,312
tanpa silika
Kitosan-TPP
2,129
0,019
0,027
0,047
0,555
Tutup, tanpa
Kitosan
0,856
0,160
0,095
0,025
0,284
silika
kitosan-TPP
0,929
0,496
0,331
0,195
0,488
Tanpa tutup +
Kitosan
1,091
0,001
0,112
0,013
0,304
silika
Kitosan-TPP
1,974
0,012
0,041
0,083
0,528
Kitosan
0,663
0,191
0,113
0,094
0,265
Kitosan-TPP
0,625
0,394
0,277
0,241
0,384
Tutup + silika
Higroskopisitas merupakan kemampuan suatu zat untuk menyerap lembab dari udara. Selama waktu pengamatan, di setiap pekan tidak terjadi perubahan warna pada kitosan dan kitosan-tripolifosfat. Data pengamatan higroskopisitas dapat dilihat pada Tabel 4.5. Data ini berguna untuk penentuan kondisi penyimpanan eksipien yang baik. Kedua bahan tersebut cenderung memiliki sifat higroskopis. Hal tersebut terlihat dengan adanya peningkatan bobot sampel pada setiap pekannya. Rata-rata kenaikan bobot tertinggi kitosan dan kitosantripolifosfat terjadi pada pot tanpa tutup tanpa silika gel. Peningkatan bobot terendah pada kedua eksipien terjadi pada pot tertutup dengan silika gel. Hal ini menunjukan kondisi penyimpanan eksipien sebaiknya dilakukan dalam wadah tertutup rapat dan diberikan silika gel. Dari data pengamatan terlihat bahwa rata-rata kenaikan bobot kitosantripolifosfat lebih besar dibandingkan dengan kitosan. Hal ini menunjukkan kitosan-tripolifosfat lebih bersifat higroskopis daripada kitosan. Hal itu disebabkan oleh kitosan-tripolifosfat memiliki kemampuan mengikat air lebih banyak daripada kitosan. Alasan tersebut merujuk pada hasil analisis sifat termal kedua eksipien. Sifat higroskopis suatu bahan dipengaruhi oleh nilai kelembaban relatif (RH). Nilai kelembaban relatif sangat bervariasi dan bergantung pada suhu dan Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
35
cuaca. Perubahan keadaan tersebut menyebabkan kadar air dalam eksipien yang tidak terlindungi bervariasi, maka keadaan untuk bahan higroskopis ditetapkan di bawah kelembaban relatif 50%. Produk formulasi sediaan padat, seperti tablet dan kapsul, harus bersifat hidrofilik untuk memudahkan proses pembasahan dan deaggregasi serta disolusi obat, namun harus memiliki batas higroskopisitas untuk menjamin stabilitas fisik dalam kondisi iklim yang wajar (Aulton, 1988).
4.2.2 Karakterisasi Kimia 4.2.2.1 Uji pH Tabel 4.6. Data pengukuran pH eksipien Sampel
pH
Rata-rata
5,71 kitosan-tripolifosfat
5,70
5,70
5,70
Derajat keasaman (pH) kitosan dan kitosan-tripolifosfat diukur pada konsentrasi 1%. Dari data sertifikat analisis kitosan diperoleh data pH standar kitosan yaitu 7-8. Kitosan yang digunakan memenuhi nilai tersebut. Kitosantripolifosfat memiliki nilai rata-rata pH 5,70 (Tabel 4.6). Adanya perbedaan pH antara kitosan dengan kitosan-tripolifosfat disebabkan oleh pelarut yang digunakan selama proses modifikasi belum tercuci sempurna sehingga pH kitosan-tripolifosfat lebih rendah dari kitosan. Nilai pH kitosan-tripolifosfat sebesar 5,70 memungkinkan eksipien tersebut untuk digunakan dalam sediaan topikal karena nilai pH tersebut berada dalam rentang pH kulit.
4.2.2.2 Sisa Pemijaran Tabel 4.7. Data pengukuran sisa pemijaran kitosan-tripolifosfat Sampel
Sisa pijar (%)
Rata-rata (%)
1,37 Kitosantripolifosfat
1,41
1,41
1,43
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
36
Sisa pemijaran adalah salah satu persyaratan kelayakan penggunaan suatu eksipien. Dari data sertifikat analisis kitosan diperoleh data sisa pemijaran standar kitosan yaitu ≤ 1,5% b/b. Kitosan yang digunakan memiliki nilai sisa pemijaran sebesar 1,05% b/b, sedangkan kitosan-tripolifosfat memiliki nilai rata-rata sisa pemijaran yang lebih besar yaitu 1,41 % b/b (Tabel 4.7). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya senyawa fosfat yang digunakan dalam proses modifikasi kitosan, yaitu natrium tripolifosfat, yang dapat meninggalkan sisa pemijaran sehingga nilai sisa pemijaran kitosan-tripolifosfat lebih besar dari nilai sisa pemijaran kitosan. Nilai sisa pemijaran kitosan-tripolifosfat tersebut masih memenuhi nilai standar sisa pemijaran kitosan.
4.2.2.3 Derajat Substitusi a) Pembuatan kurva kalibrasi Kurva kalibrasi dibuat dengan larutan standar KH2PO4. Larutan induk dibuat dengan konsentrasi 439,5 ppm setara dengan 100 ppm fosfor (P). Larutan induk tersebut kemudian diencerkan menjadi beberapa konsentrasi dan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum 827 nm lalu dibuat persamaan kurva kalibrasi. Persamaan kurva kalibrasi: y = - 0,08187 + 0,26802x, dengan r = 0,99991
(4.1)
b) Uji kandungan fosfor Tabel 4.8. Tabel perhitungan kandungan fosfor kitosan dan kitosan-tripolifosfat Berat
Konsentrasi
Konsentrasi dari pers.
%P
Sampel
(mg)
Sampel (ppm)
Serapan (A)
Kurva kalibrasi (ppm)
(b/b)
Kitosan-TPP 1
20,4
244,8
0,3024
1,43
0,586
Kitosan-TPP 2
20,4
244,8
0,3037
1,44
0,588
Kitosan
21,2
254,4
0,1823
0,99
0,387
Hasil pengujian kandungan fosfor terhadap kitosan sebesar 0,387%, sedangkan kitosan-tripolifosfat memiliki kandungan fosfor rata-rata 0,587% (Tabel 4.8). Tujuan dilakukan penetapan kandungan fosfor adalah untuk mengkoreksi derajat substitusi yang dinyatakan dalam persen fosfor dengan Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
37
mengurangi kandungan fosfor kitosan-tripolifofat dengan kandungan fosfor kitosan. Adanya kandungan fosfor dalam kitosan disebabkan kitosan merupakan polimer alam yang diperoleh dari laut yaitu dari proses deasetilasi kitin dari cangkang crustaceae sehingga mengandung logam atau bahan pencemar, seperti fosfor (Mahata, Dharma, Ryanto & Rizal, 2008). Hal ini disebabkan karena laut mengandung banyak mineral atau logam-logam yang dapat terjerap dalam biotabiota laut seperti crustaceae sehingga mineral atau logam-logam tersebut dapat ikut terbawa saat proses pembuatan kitosan sehingga memberikan hasil positif ketika dilakukan pengukuran kandungan fosfor pada kitosan.
c) Penetapan derajat substitusi Pada metode penetapan derajat substitusi, kompleks fosfomolibdat direduksi dengan asam askorbat. Fosfat inorganik bereaksi dengan ammonium molibdat dalam suasana asam untuk membentuk kompleks fosfomolibdat. Dengan penambahan agen pereduksi seperti asam askorbat, molibdenum akan tereduksi dalam kompleks fosfomolibdat dan memberikan serapan yang selanjutya diukur dengan Spektrofotometer UV-Vis (Mathur, 2003). Derajat substitusi ditentukan dengan menggunakan serbuk yang sudah didialisa untuk menghilangkan sisa pereaksi fosfat yang tidak bereaksi selama proses sintesis. Berdasarkan hasil pengukuran, derajat substitusi yang dimiliki oleh kitosan-tripolifosfat sebesar 0,2% b/b. Nilai derajat substitusi ini merupakan persen fosfor yang terkandung di dalam kitosan-tripolifosfat. Karena kitosan memiliki kandungan fosfor juga sehingga nilai derajat substitusi ini perlu dikurangi dengan kandungan fosfor yang terdapat dalam kitosan. Rendahnya derajat substitusi dari polimer hasil sintesis disebabkan penambahan larutan natrium tripolifosfat dilakukan dalam konsentrasi kecil dan pH yang basa yaitu pH 9,08.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
38
4.2.2.4 Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi dilakukan dengan alat Fourrier Transformation Infra Red (FTIR). Spektrum IR kitosan dan kitosan-tripolifosfat dapat dilihat pada Gambar 4.7. Spektrum IR kitosan dan kitosan-tripolifosfat menunjukkan puncak pada daerah 3500-3700 cm-1 yang menandakan adanya gugus OH yang diduga menutupi puncak -NH2 karena terbentuknya pita agak lebar pada daerah bilangan gelombang yang sama. Pada spektrum IR kitosan tampak puncak pada 1548,89 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amida. Akan tetapi, muncul dua puncak baru pada spektrum IR kitosan-tripolifosfat yaitu pada 1533,46 cm-1 dan 1546,96 cm-1. Hal ini disebabkan karena adanya interaksi antara ion tripolifosfat dengan – NH3+ dari kitosan. Pada kedua spektrum muncul puncak yang sama pada 1155,40 cm-1 yang menunjukkan adanya P=O pada kedua eksipien. Akan tetapi puncak pada spektrum IR kitosan-tripolifosfat pada bilangan gelombang tersebut lebih tajam daripada puncak spektrum IR kitosan. Hal ini juga didukung dengan hasil derajat substitusi yang menyatakan bahwa kitosan dan kitosan tripolifosfat mengandung fosfat, dengan kandungan fosfat pada kitosan lebih kecil daripada kitosan-tripolifosfat. Selain itu, limbah cangkang udang mengandung 0,85% P (Mahata, Dharma, Ryanto dan Rizal, 2008). Unsur tersebut dapat ikut terbawa saat proses pembuatan kitosan sehingga pada pengukuran analisis gugus fungsi pada kitosan didapatkan hasil adanya fosfat dalam kitosan.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
(%)
T R A N S M I S I
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
4000 3500 ki tosan 9 mei 2
3000
2500
2000
a c
1500
1250
Bilangan gelombang (cm-1)
1750
Universitas Indonesia
b
750
500 1/cm
Smooth Smooth 1
Kitosan-tripolifosfat
Kitosan
1000
Gambar 4.7. Spektrum IR kitosan dan kitosan-tripolifosfat
Keterangan: a) 1548,89 cm-1 : Gugus amida b) 1155,40 cm-1 : Gugus fosfat c) 1533,46 cm-1 dan 1546,96 cm-1 :Puncak baru, hasil interaksi gugus amida dari kitosan dan gugus fosfat
52.5
55
57.5
60
62.5
65
67.5
70
72.5
75
77.5
80
%T
82.5
39
40
4.2.3 Karakterisasi Fungsional 4.2.3.1 Laju Alir dan Sudut Reposa Uji pengukukuran laju alir dan sudut reposa dilakukan terhadap kitosan dan kitosan tripolifosfat. Namun, selama dilakukan pengukuran, baik kitosan maupun kitosan-tripolifosfat tidak dapat mengalir melewati alat flowmeter. Oleh karena itu, untuk karakterisasi laju alir dan sudut reposa tidak dapat dihitung. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh bentuk serbuk kitosan-tripolifosfat yang sangat kecil sehingga antar serbuk kitosan-tripolifosfat memiliki kecenderungan untuk berkumpul. Dilihat dari data higroskopisitas, kitosan maupun kitosantripolifosfat memiliki sifat higroskopis sehingga kedua eksipien tersebut tidak dapat mengalir dengan mudah. Di samping itu, karena proses pengeringan, kitosan-tripolifosfat didapatkan berupa lembaran yang memiliki berat yang ringan. Walaupun kemudian dilakukan penghalusan, tidak mempengaruhi berat dan bentuk dari partikel serbuk kitosan-tripolifosfat, tetapi hanya memperkecil ukuran partikel. Oleh karena itu, partikel kitosan-tripolifosfat tidak berbentuk bola (sferis), melainkan seperti lempengan sehingga tidak dapat mengalir dengan baik.
4.2.3.2 Kompresibilitas Tabel 4.9. Data pengukuran kompresibilitas dan rasio Hausner Sampel
Kitosan
Densitas Bulk
Densitas
Indeks
Rasio
(g/ml)
Mampat (g/ml)
kompresibilitas (%)
Hausner
0,18
0,23
18,42
1,23
0,18
0,22
19,12
1,24
0,18
0,22
18,18
1,22
18,57
1,23
Rata-rata Kitosantripolifosfat
0,15
0,21
28,21
1,39
0,15
0,21
29,11
1,41
0,15
0,21
26,92
1,37
28,08
1,39
Rata-rata
Data pengukuran kompresibilitas dapat dilihat pada Tabel 4.9. Kitosan dan kitosan-tripolifosfat memiliki rata-rata indeks kompresibilitas berturut-turut 18,57% dan 28,08%. Dengan nilai rasio Hausner berturut-turut adalah 1,23 dan Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
41
1,39. Dengan demikian, kitosan memiliki kategori serbuk dengan kemampuan mengalir agak baik, sedangkan kitosan-tripolifosfat termasuk ke dalam kategori buruk, berdasarkan kategori United States Pharmacopoeia 30th (Tabel 3.2). Kitosan memiliki kemampuan mengalir yang agak baik dapat disebabkan oleh ukuran partikel kitosan lebih besar dari kitosan-tripolifosfat. Kemampuan mengalir yang buruk dari kitosan-tripolifosfat disebabkan oleh bentuk dan ukuran partikel eksipien tersebut. Pada hasil pengeringan, kitosantripolifosfat berupa lembaran yang ringan. Untuk memudahkan pengujian karakterisasi, hasil pengeringan tersebut dihaluskan hingga dapat melewati ayakan mesh 60. Akan tetapi, proses penghalusan tidak mempengaruhi berat dan bentuk dari partikel serbuk kitosan-tripolifosfat, tetapi hanya memperkecil ukuran. Dengan demikian, bentuk partikel kitosan-tripolifosfat tidak berbentuk seperti bola (sferis), melainkan seperti lempengan dan ukurannya yang kecil menyebabkan kitosan-tripolifosfat tidak mudah dikempa dan mengalir dengan baik. Upaya untuk mengatasi kelemahan dari kitosan-tripolifosfat sebagai eksipien dalam sediaan padat, diperlukan eksipien lain seperti glidan yang dapat memperbaiki laju alir sediaan. Selain itu, dapat juga diatasi dengan menggunakan metode granulasi basah dalam proses pembuatan sediaan.
4.2.3.3 Viskositas dan Rheologi Tabel 4.10. Data pengukuran viskositas kitosan dan kitosan-triolifosfat Sampel Kitosan Kitosan-tripolifosfat
Konsentrasi (%)
Viskositas rata-rata (cps)
3,50%
798,57 16050,71
Pengukuran viskositas kitosan dan kitosan-tripolifosfat dilakukan pada konsentrasi yang sama yaitu 3,5%. Data hasil pengukuran viskositas terdapat pada Tabel 4.10. Viskositas rata-rata terbesar dimiliki oleh kitosan-tripolifosfat. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi kitosan dengan natrium tripolifosfat dapat meningkatkan nilai viskositasnya. Dengan adanya ikatan taut silang dengan natrium tripolifosfat, meningkatkan gugus hidrofilik pada struktur kitosan (Bhumkar dan Pokharkar, 2006). Hal ini memungkinkan penyerapan air yang Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
42
lebih banyak, sedangkan air dalam medium semakin sedikit sehingga viskositas kitosan-tripolifosfat meningkat.
0,25
Rate of Shear
0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 0
50
100
150
Shearing stress
Rate of Shear
(a)
0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 0
100
200
300
400
500
Shearing stress
(b) Gambar 4.8. Kurva sifat alir (a) kitosan (b) kitosan-tripolifosfat
Dari kurva sifat alir yang terdapat pada Gambar 4.8., kitosan memiliki rheologi (sifat alir) pseudoplastis, sedangkan kitosan-tripolifosfat memiliki sifat alir pseudoplastis tiksotropik. Perbedaan sifat alir kitosan dan kitosan-tripolifosfat dapat disebabkan karena perbedaan struktur polimer. Kitosan merupakan polimer linier (Illum, 1998), sedangkan kitosan-tripolifosfat memiliki struktur yang saling Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
43
terhubung antar rantai polimernya karena adanya taut silang. Pada saat tekanan geser dihilangkan, rantai polimer kitosan dapat segera kembali ke bentuk struktur awal karena struktur polimer kitosan linier, sedangkan kitosan-tripolifosfat tidak dapat segera kembali ke struktur awal karena struktur polimernya yang saling bertautan. Sifat aliran tiksotropik merupakan sifat aliran yang diinginkan dalam suatu sistem sediaan cair atau semi padat yang memiliki konsistensi yang tinggi dalam wadah, namun dapat dituang dan tersebar dengan mudah (Martin, Swarbrick, Cammarata, dan Chun, 1973). Dengan demikian, kitosan-tripolifosfat kemungkinan dapat digunakan sebagai eksipien dalam sediaan cair maupun semi padat karena dapat meningkatkan sifat alir dari kitosan.
4.2.3.4 Indeks mengembang Tabel 4.11. Data indeks mengembang kitosan dan kitosan-tripolifosfat Kitosan
Waktu (jam)
Kitosan-tripolifosfat
Aqua
Aqua
pH 1,2
destilata
pH 6,8
pH 7,4
pH 1,2
destilata
pH 6,8
pH 7,4
0
0
0
0
0
0,00
0,00
0,00
0,00
0,25
0
0
0
0
100,00
84,62
69,23
53,85
0,5
53,85
0
0
0
107,69
88,46
84,62
65,38
0,75
53,85
0
0
0
107,69
88,46
84,62
65,38
1
53,85
0
0
0
107,69
88,46
84,62
65,38
2
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
3
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
4
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
5
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
6
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
7
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
8
53,85
0
0
0
107,69
100,00
84,62
65,38
Uji indeks mengembang dilakukan pada kitosan dan kitosan-tripolifosfat pada medium larutan HCl pH 1,2; aqua destillata; dan dapar fosfat pH 6,8 dan pH 7,4. Kondisi ini dibuat untuk mengetahui sifat mengembang eksipien dalam lambung, usus, dan kolon. Indeks mengembang kitosan dan kitosan-tripolifosfat Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
44
dilihat berdasarkan pertambahan volumenya dalam setiap kondisi pH pada setiap 15 menit pada 1 jam pertama, selanjutnya pengamatan dilakukan setiap jam. Data uji indeks mengembang dapat dilihat pada Tabel 4.11. Kemampuan mengembang kitosan dan kitosan-tripolifosfat paling tertinggi pada larutan HCl pH 1,2. Pengembangan volume kitosan lebih kecil daripada kitosan-tripolifosfat. Indeks mengembang kitosan hanya dapat mencapai 53,85% dari volume awal, sedangkan kitosan-tripolifosfat dapat mengembang hampir dua kali lipat dari kitosan, dengan nilai 107,69% dari volume awal. Akan tetapi, kitosan tidak memiliki daya mengembang pada aqua destillata dan dapar fosfat pH 6,8 dan pH 7,4. Kitosan-tripolifosfat dapat mengembang pada medium aqua destillata dan dapar fosfat pH 6,8 dan pH 7,4. Kitosan dan kitosantripolifosfat mengandung gugus –NH2 yang pada suasana asam dapat terprotonasi menjadi NH3+ sehingga pada medium asam (pH 1,2) kedua eksipien tersebut dapat mengembang. Nilai indeks mengembang kitosan-tripolifosfat lebih besar daripada kitosan. Hal ini disebabkan karena adanya protonasi NH2 dan adanya ion tripolifosfat dapat meningkatkan gugus polar dari struktur kitosan termodifikasi sehingga dapat meningkatkan penyerapan medium yang digunakan. Dalam medium aqua destillata, pH 6,8 dan pH 7,4, kitosan-tripolifosfat dapat mengembang. Akan tetapi, daya mengembang kitosan-tripolifosfat dalam medium-medium tersebut lebih kecil dibandingkan dengan medium pH 1,2. Hal ini dimugkinkan karena akan terjadi deprotonasi dari NH3+ menjadi NH2 dengan adanya –OH-, sehingga daya mengembang hanya dipengaruhi oleh adanya gugus polar dari ion tripolifosfat. Dengan demikian, modifikasi kitosan-tripolifosfat dapat meningkatkan daya mengembang pada pH asam dan memperluas daya mengembang pada pH basa. Oleh karena itu, kitosan-tripolifosfat kemungkinan dapat digunakan sebagai eksipien sediaan padat yang ditujukan untuk pelepasan zat aktif di dalam lambung maupun usus. Selain itu, dengan kemampuannya dapat mengembang dalam aqua destillata, dapat memudahkan penggunaannya sebagai basis sediaan gel. Grafik indeks mengembang kitosan dan kitosan-tripolifosfat terdapat pada Lampiran 6.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
45
4.2.3.5 Kekuatan Gel Tabel 4.12. Data pengukuran kekuatan gel Sampel
Konsentrasi (%)
Kekuatan gel (g/cm2)
Kitosan
3,5
-
Kitosan-tripolifosfat
3,5
10,89
Analisis kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer (Lampiran 9). Berdasarkan hasil pengukuran (Tabel 4.12), kitosan pada konsentrasi 3,5% tidak memiliki kekuatan gel, sedangkan kitosan-tripolifosfat memiliki kekuatan dengan nilai sebesar 10,89 g/cm2. Hal tersebut disebabkan oleh adanya interaksi ionik antara ion tripolifosfat dengna NH3+ dari kitosan. Interaksi ionik tersebut menyebabkan untaian-untaian polimer kitosan yang pada awalnya berupa polimer linier menjadi saling bertaut silang antar rantai polimer kitosan sehingga dapat meningkatkan kekakuan atau rigiditas dari rantai polimer kitosan. Hal tersebut menunjukkan bahwa modifikasi taut silang ionik kitosan dengan natrium tripolifosfat dapat meningkatkan kekuatan gel dibandingkan dengan kitosan. Dengan demikian, kitosan-tripolifosfat dapat digunakan sebagai basis pada sediaan semi padat, seperti gel. Pada karakterisasi sebelumnya terlihat bahwa kitosan-tripolifosfat memiliki sifat daya mengembang yang baik pada medium pH 1,2, aqua destillata, pH 6,8 dan pH 7,4. Dengan sifat kekuatan gel dan daya mengembang yang dimiliki oleh kitosan-tripolifosfat, maka eksipien tersebut kemungkinan dapat digunakan sebagai matriks tablet dengan pelepasan obat tertahan (sustained release) karena obat dapat berdifusi ke dalam medium.
4.2.3.6 Sineresis Uji sineresis dilakukan terhadap gel kitosan-tripolifosfat dengan konsentrasi 3,5% dan 7%. Pada uji sineresis dilakukan dua perlakuan, yaitu simpan pada suhu kamar (27o+2oC) dan suhu dingin (7oC). Berdasarkan pengamatan selama 12 jam pertama pada gel kitosan-tripolifosfat, sineresis tidak terjadi baik pada kedua konsentrasi, baik pada suhu kamar maupun pada suhu dingin. Akan tetapi, pada pengamatan 12 jam berikutnya gel kitosan-tripolifosfat Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
46
3,5% pada suhu kamar mengalami sineresis yang ditandai dengan munculnya air pada gel tersebut, sedangkan gel yang lainnya tidak sineresis.
(b)
(a)
Gambar 4.9. Gel kitosan-tripolifosfat 3,5% setelah 12 jam berikutnya (24 jam) (a) suhu kamar (b) suhu dingin
Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi 3,5% tidak memiliki kestabilan yang baik pada suhu kamar (Gambar 4.9.). Hal ini dapat terjadi karena pada suhu dingin, rantai polimer menjadi lebih kaku daripada pada suhu kamar, sehingga gel dengan konsentrasi 3,5% pada suhu dingin dapat mempertahankan bentuk polimer dan air yang terjerap di dalamnya. Dari hasil pengamatan sineresis,
penggunaan
kitosan-tripolifosfat
sebagai
basis
gel
diperlukan
konsentrasi yang lebih besar dari 3,5%. Data uji sineresis ditunjukkan pada Lampiran 1-5. 4.2.3.7 Sifat Mekanis Film (Elongasi, Tensile strength, Young’s Modulus) Tabel 4.13. Data pengukuran rata-rata sifat mekanis film Sampel
Elongasi (%)
Tensile strength (Pa)
Young’s modulus (Pa)
Kitosan
48,17
82,00
174,22
Kitosan-tripolifosfat
60,17
405,33
688,12
Sifat mekanis film ditentukan dengan pengukuran terhadap daya peregangan maksimum (elongasi), kekuatan tarik (Tensile Strength), dan modulus elastis (Young’s Modulus). Ketiga uji tersebut dilakukan dengan menggunakan Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
47
alat Tensile strength (Lampiran 10) terhadap film kitosan dan kitosan-tripolifosfat. Data pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4.13. Perpanjangan maksimum diukur saat film menjelang putus. Film dari kitosan dan kitosan-tripolifosfat dibuat dengan konsentrasi 3%. Gambar film yang digunakan untuk uji elongasi, tensile strength dan Young’s Modulus terpadat pada Lampiran 7. Dari pengukuran ketiga sifat tersebut dapat dilihat bahwa film kitosan-tripolifosfat memiliki nilai
elongasi, tensile strength dan Young’s
Modulus lebih besar daripada film kitosan. Hal itu disebabkan oleh peningkatan berat molekul dari kitosan-tripolifosfat karena modifikasi taut silang ionik sehingga meningkatkan nilai tensile strength, elongasi dan fleksibilitas (Yihong Qiu, Yisheng Chen, Geolf G. Z. Zhang, Lirong Liu, dan Porter, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa bahwa pembuatan modifikasi kitosan menjadi kitosantripolifosfat dapat memperbaiki sifat mekanik dari kitosan.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.1.1
Kitosan-tripolifosfat kemungkinan digunakan sebagai eksipien pada
sediaan padat, seperti sebagai bahan pengisi dan pengikat pada sediaan tablet, berdasarkan distribusi ukuran partikel dan sifat fungsional lainnya. Selain itu, kitosan-tripolifosfat kemungkinan dapat dimanfaatkan dalam sediaan film dan sebagai bahan penyalut tablet berdasarkan kemampuan pembentukan filmnya. 5.1.2
Kitosan-tripolifosfat kemungkinan dapat digunakan sebagai bahan
pengental atau penstabil pada sediaan semi padat atau cair dan sebagai basis gel berdasarkan sifat daya mengembang dan peningkat viskositas.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk membuktikan aplikasi kitosan-tripolifosfat sebagai pengisi, pengikat dan penyalut film pada sediaan tablet, pengental dan penstabil pada sediaan setengah padat atau cair, sebagai sediaan film serta sebagai eksipien mukoadhesif.
48
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
49
DAFTAR ACUAN
Ansel, C. H., Allen, L. V., and Popovich, N. G. (1999). Pharmaceutical dosage forms and drug delivery system. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Aulton, Michael E. (1988). Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design. UK: Churchill Livingstone. Basuki, Imam, Sembiring, Edward, Safitriani, Dewi dan Simanjuntak, Desmawati. (2009). Sumber daya Laut Indonesia dan Pengelolaannya. Januari 16, 2011. http://images.ibasoke.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SktgkgoKC tYAACJ0bdA1/Laut%20Indonesia.pdf. Berger, J., Reist, M., Mayer, J.M., Felt, O., Peppas, N.A. and Gurny, R. (2004). Structure and interactions in covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels
for
biomedical
applications.
Eur.
J.
of
Pharm.
and
Biopharmaceutics 57 19–34. Berger, J., Reist, M., Mayer, J.M., Felt, O., Peppas, N.A. and Gurny, R. (2004). Structure and interactions in chitosan hydrogels formed by complexation or aggregation
for
biomedical
applications.
Eur.
J.
of
Pharm.
and
Biopharmaceutics. 57: 35–52. Bhumkar, D. R., and Pokharkar V. B. (2006). Studies on Effect of pH on Crosslinking of Chitosan With Sodium Tripolyphosphate: A Technical Note. AAPS PharmSciTech 7 (2) Article 50. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dutta, P.K., Dutta, J. and Tripathi, V.S. (2004). Chitin and Chitosan: Chemistry, Properties and Applications. J. of Scientific and Industrial Res. 63 : 20-3. Hu, Z.G, Zhang, J., Chan, W.L., and Szeto, Y.S. (2006). The Sorption of Acid Dye Onto Chitosan Nanoparticels. Polymer 47 : 5838-5842. Illum, Lisbeth. (1998). Review Chitosan and Its Use as a Pharmaceutical Excipient. Pharm. Res. Vol.15, No.9 1326-1329.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
50
J.A. Ko, H.J. Park, Y.S. Park, S.J. Hwang, and J.B. Park. (2003). Chitosan Microparticle Preparation for Controlled Drug Release by Response Surface Methodology. J. Microencapsulation Vol. 20, No. 6, 791-797. Lachman, L., Lieberman, H. A., and Kanig J. L. (1970). The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. Philadelphia: Lea and Febriger. Sung-Tao Lee, Fwu-Long Mi, Yu-Ju Shen, and Shin-Shing Shyu. (2001). Equilibrium and Kinetic Studies of Copper (II) Ion Uptake by ChitosanTripolyphosphate Chelating Resin. Polymer 42 1879-1892. Mahrag Tur, Khalid and Ch’ng Hung-Seng. (1998). Evaluation of Possible Mechanism(s) of Bioadhesion. International Journal of Pharmaceutics 160: 61-74. Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., and Chun, A. (1973). Physical Pharmacy: Physical Chemical Principles in The Pharmaceutical Science. Philadelphia: Lea and Febiger. Material Safety Data Sheet Sodium Tripolyphosphate. (n.d.). Januari 21, 2011. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927608 Mathur, Ms. Aradhana. (2003). Studies On Phosphorylation Status of starch in Potato tubers. Patiala: Dissertation Department of Biotechnology and Environmental Sciences of the Thapar Institute of Engineering and Technology. Phaechamud, Thawatchai. (2008). Review Article: Hydrophobically Modified Chitosans and Their Pharmaceutical Applications. Int. J. Pharm. Sci. Tech. Vol.1. Lifeng Qi, Zirong Xu, Xia Jiang, Hu Caihong, and Xiangfei Zou. (2004). Preparation
and
Antibacterial
Activity
of
Chitosan
Nanoparticles.
Carbohydrate Research 339: 2693-2700. Raharjo. (2009). Memanfaatkan Kulit Udang Terbuang. Januari 16,
2011.
http://www.beritacirebon.com/berita/2009-05/memanfaatkan-kulit-udangterbuang.htm. Rowe, R. C., Sheskey, P. J., and Owen S. C. (Ed.). (2006).
Handbook of
th
Pharmaceutical Excipients (5 ed). Washington, DC: American Pharmacists Association. Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
51
Säkkinen, M. (2003). Biopharmaceutical Evaluation of Microcrystalline Chitosan as Release-rate-controlling Hydrophilic Polymer in Granules for Gastroretentive Drug Delivery. Helsinki: Academic Dissertation Faculty of Science of The University of Helsinki. United States Pharmacopoeia 30th and National Formulary 25th. (2007). Rockville: The USP Convention, Inc. (CD-ROM). Wadchararat, Chuleekorn, Thognngam, Masubon, and Onanong Naivikul. (2006). Characterization of Pregelatinized and Heat Moisture Treated Ice Flours. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 40 (Suppl.): 144-153. Waseda, Y., Matsubara, E., dan Shinoda, K. (2011). X-Ray Diffraction Crystallography Introduction, Examples and Solved Problem. New York: Springer. Yihong Qiu, Yisheng Chen, Geolf G. Z. Zhang, Lirong Liu, and Porter, W. R (Ed.). (2009). Developing solid oral dosage form pharmaceutical theory and practice. New York: Elsevier Inc.
Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
Daftar Lampiran Lampiran Gambar Lampiran Tabel Lampiran Perhitungan Lampiran Sertifikat
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
1-10 11-16 17-19 20
54
Lampiran 1. Gambar gel kitosan-tripolifosfat 3,5% sebelum perlakuan uji sineresis (a) suhu kamar (b) suhu dingin
(b)
(a)
Lampiran 2. Gambar gel kitosan-tripolifosfat sebelum perlakuan uji sineresis 7% (a) suhu kamar (b) suhu dingin
(a)
(b)
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
55
Lampiran 3. Gambar gel kitosan-tripolifosfat 3,5% setelah 12 jam (a) suhu kamar (b) suhu dingin
(a)
(b)
Lampiran 4. Gambar gel kitosan-tripolifosfat 7% setelah 12 jam (a) suhu kamar (b) suhu dingin
(a)
(b)
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
56
Lampiran 5. Gambar gel kitosan-tripolifosfat 7% setelah 12 jam berikutnya (24 jam) (a) suhu kamar (b) suhu dingin
(b)
(a)
Lampiran 6. Gambar grafik daya mengembang (a) kitosan, (b) kitosan-tripolifosfat, dalam
Daya Mengembang (%)
berbagai pH 80,00 60,00 pH 1,2
40,00
Aquadest
20,00
pH 6,8
0,00 -20,00
0
5
10
pH 7,4
Waktu (jam)
Daya Mengembang (%)
(a) 120,00 100,00 80,00
pH 1,2
60,00
Aquadest
40,00
pH 6,8
20,00
pH 7,4
0,00 0
5
10
Waktu (jam)
(b)
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
57
Lampiran 7. Gambar lembaran film (a) kitosan 3% (b) kitosan-tripolifosfat 3%
(a)
(b)
Lampiran 8. Gambar alat Scanning Electron Calorymetry (SEM)
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
58
Lampiran 9. Gambar alat Texture Analyzer
Lampiran 10. Gambar alat Tensile strength
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
59
Lampiran 11. Tabel data pengukuran distribusi ukuraan partikel kitosan dan kitosan-tripolifosfat Kitosan
Ukuran Ayakan
Kitosan-tripolifosfat
Partikel
sampel
sampel
sampel
sampel
sampel
sampel
(µm)
1
2
3
1
2
3
16 mesh
> 1180
57,396
63,429
50,095
0,199
0,202
0,204
35 mesh
500-1180
34,517
65,746
40,762
2,584
0,605
7,143
45 mesh
355-500
4,536
8,641
5,524
6,759
2,823
8,571
60 mesh
250-355
1,972
3,757
2,095
30,616
25,605
24,694
80 mesh
180-250
0,789
1,503
0,952
41,153
43,145
38,367
125 mesh
125-180
0,394
0,751
0,381
18,091
20,766
17,143
wadah
<125
0,394
0,751
0,190
0,596
6,855
3,878
Lampiran 12. Tabel data sifat mekanis film kitosan dan kitosan-tripolifosfat Young’s
Force
Jarak awal
Perpanjangan
Elongasi
Tensile
(N)
(mm)
(mm)
(%)
strength (Pa)
kitosan-TPP 1
218
20
31,60
58,00
436,00
751,72
kitosan-TPP 2
240
20
31,10
55,50
480,00
864,86
kitosan-TPP 3
150
20
33,40
67,00
300,00
447,76
32,03
60,17
405,33
688,12
Sampel
Rata-rata
Modulus (Pa)
kitosan 1
81
20
31,00
55,0
81,00
147,27
kitosan 2
97
20
28,30
41,5
97,00
233,73
kitosan 3
68
20
29,60
48,0
68,00
141,67
29,63
48,17
82,00
174,22
Rata-rata
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
60
Lampiran 13. Tabel data karakterisasi kitosan dan kitosan-tripolifosfat No.
Karakterisasi
Karakterisasi Fisik Penampilan 1 fisik Bentuk dan 2 Morfologi Partikel Distribusi 3 Ukuran Partikel Susut 4 Pengeringan Pola Difraksi 5 Sinar-X 6
Sifat Termal
7
Higroskopisitas
Kitosan
Kitosan-tripolifosfat
serpihan, putih gading, tidak berbau
serbuk, kuning, berbau asam asetat
berupa lekukan dengan permukaan yang agak kasar
berupa serat panjang dengan permukaan halus
paling banyak pada > 1180 µm (56,97% b/b)
paling banyak pada 180-250 µm (40,89% b/b)
8,64% b/b
9,09% b/b
Gambar 4.5
Gambar 4.5
puncak endotermik pada 92,4oC dan ΔH 227J/g
puncak endotermik pada 68,2oC dan ΔH 257J/g
kenaikan bobot tertinggi pada pot tanpa tutup tanpa silika gel (0,312%)
kenaikan bobot tertinggi pada pot tanpa tutup tanpa silika gel (0,555%)
Peningkatan bobot terendah pada pot tertutup dengan silika gel (0,265%)
Peningkatan bobot terendah pada pot tertutup dengan silika gel (0,384%)
7-8*
5,70
1,05% b/b
1,41% b/b 0,587% P b/b (derajat substitusi 0,2% b/b)
Karakterisasi Kimia 8
pH
9
Sisa Pemijaran Kandungan 10 fosfor Analisis Gugus 11 Fungsi Karakterisasi Fungsional Laju Alir dan 12 Sudut Reposa 13 Kompresibilitas Viskositas dan 14 Rheologi Daya 15 mengembang
17
Kekuatan Gel (3,5%) Sineresis
18
Sifat mekanik
16
Keterangan:
0,387% P b/b Gambar 4.7
Gambar 4.7
-
-
Agak baik
Buruk 16050,71 cps; pseudoplastis tiksotropik pH 1,2 53,85% v/v; aqua destillata 100,00% v/v; pH 6,8 84,62%v/v; pH 7,4 65,38% v/v
798,57 cps; pseudoplastis pH 1,2 53,85% v/v
-
10,89 g/cm2
-
3,5% pada suhu kamar (27o + 2oC)
Elongasi 48,17%
Elongasi 60,17%
Tensile strength 82,00 Pa
Tensile strength 405,33 Pa
Young’s modulus 174,22 Pa
Young’s modulus 688,12 Pa
* berdasarkan sertifikat analisis kitosan
- Tidak didapatkan data setelah perlakuan
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
61
Lampiran 14. Tabel Nilai sin2θ θo
Differences .0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
00
.0000
0000
0000
0000
0000
0001
0001
0001
0002
0002
1
.0003
0004
0004
0005
0006
0007
0008
0009
0010
0011
2
.0012
0013
0015
0016
0018
0019
0021
0022
0024
0026
3
.0027
0029
0031
0033
0035
0037
0039
0042
0044
0046
4
.0049
0051
0054
0056
0059
0062
0064
0067
0070
0073
.01
.02
.03
.04
.05
Interpolate 5
.0076
0079
0082
0085
0089
0092
0095
0099
0102
0106
6
.0109
0113
0117
0120
0124
0128
0132
0136
0140
0144
7
0149
0153
0157
0161
0166
0170
0175
0180
0184
0189
8
.0194
0199
0203
0208
0213
0218
0224
0229
0234
0239
9
.0245
0250
0256
0261
0267
0272
0278
0284
0290
0296
10
.0302
0308
0314
0320
0326
0332
0338
0345
0351
0358
1
1
2
2
3
1
.0364
0371
0377
0384
0391
0397
0404
0411
0418
0425
1
1
2
2
3
2
.0432
0439
0447
0454
0461
0468
0476
0483
0491
0498
1
1
2
3
4
3
.0506
0514
0521
0529
0537
0545
0553
0561
0569
0577
1
2
2
3
4
4
.0585
0593
0602
0610
0618
0627
0635
0644
0653
0661
1
2
3
3
4
15
.0670
0679
0687
0696
0795
0714
0723
0732
0741
0751
1
2
3
4
4
6
.0760
0769
0778
0788
0797
0807
0816
0826
0835
0845
1
2
3
4
5
7
.0855
0865
0874
0884
0894
0904
0914
0924
0934
0945
1
2
3
4
5
8
.0955
0965
0976
0986
0996
1007
1017
1028
1039
1049
1
2
3
4
5
9
.1060
1071
1082
1092
1103
1114
1125
1136
1147
1159
1
2
3
4
6
20
.1170
1181
1192
1204
1215
1226
1238
1249
1261
1273
1
2
3
5
6
1
.1284
1296
1308
1320
1331
1343
1355
1367
1379
1391
1
2
4
5
6
2
.1403
1415
1428
1440
1452
1464
1477
1489
1502
1514
1
2
4
5
6
3
.1527
1539
1552
1565
1577
1590
1602
1616
1628
1641
1
3
4
5
6
4
.1654
1667
1680
1693
1707
1720
1733
1746
1759
1773
1
3
4
5
7
25
.1786
1799
1813
1826
1840
1853
1867
1881
1894
1908
1
3
4
5
7
6
.1922
1935
1949
1963
1977
1991
2005
2019
2033
2047
1
3
4
6
7
7
.2061
2075
2089
2104
2118
2132
2146
2161
2175
2190
1
3
4
6
7
8
.2204
2219
2233
2248
2262
2277
2291
2306
2321
2336
1
3
4
6
7
9
.2350
2365
2380
2395
2410
2425
2440
2455
2470
2485
2
3
5
6
8
30
.2500
2515
2530
2545
2561
2576
2591
2607
2622
2637
2
3
5
6
8
1
.2653
2668
2684
2699
2715
2730
2746
2761
2777
2792
2
3
5
6
8
2
.2808
2824
2840
2855
2871
2887
2903
2919
2934
2950
2
3
5
6
8
3
.2966
2982
2998
3014
3030
3046
3062
3079
3095
3111
2
3
5
6
8
4
.3127
3143
3159
3176
3192
3208
3224
3241
3257
3274
2
3
5
7
8
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
62
Lanjutan lampiran 14. Tabel Nilai sin2θ θo
Differences .0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
.01
.02
.03
.04
.05
35
.3290
3306
3323
3339
3356
3372
3398
3405
3422
3438
2
3
5
7
8
6
.3455
3472
3488
3505
3521
3538
3555
3572
3588
3605
2
3
5
7
8
7
.3622
3639
3655
3672
3689
3706
3723
3740
3757
3773
2
3
5
7
8
8
.3790
3807
3824
3841
3858
3875
3892
3909
3926
3943
2
3
5
7
8
9
.3960
3978
3995
4012
4092
4026
4063
4080
4097
4115
2
3
5
7
9
40
.4312
4149
4166
4183
4201
4218
4235
4252
4270
4287
2
3
5
7
9
1
.4303
4321
4339
4356
4373
4391
4408
4425
4443
4460
2
3
5
7
9
2
.4477
4495
4512
4529
4547
4564
4582
4599
4616
4634
2
3
5
7
9
3
.4651
4669
4686
4703
4721
4738
4756
4773
4791
4808
2
3
5
7
9
4
.4826
4843
4860
4878
4895
4913
4930
4948
4965
4983
2
3
5
7
9
45
.5000
5017
5035
5052
5070
5087
5105
5122
5140
5157
2
3
5
7
9
6
.5147
5192
5209
5227
5244
5262
5279
5297
5314
5331
2
3
5
7
9
7
.5349
5366
5384
5401
5418
5436
5453
5471
5488
5505
2
3
5
7
9
8
.5523
5540
5557
5575
5592
5609
5627
5644
5661
5679
2
3
5
7
9
9
.5696
5713
5730
5748
5765
5782
5799
5871
5834
5851
2
3
5
7
9
50
.5868
5885
5903
5920
5937
5954
5971
5988
6005
6002
2
3
5
7
9
1
.6040
6057
6074
6091
6108
6125
6142
6159
6176
6193
2
3
5
7
9
2
.6210
6227
6243
6260
6277
6294
6311
6328
6345
6361
2
3
5
7
8
3
.6378
6395
6412
6428
6445
6462
6479
6495
6515
6528
2
3
5
7
8
4
.6545
6562
6578
6595
6611
6628
6644
6661
6677
6694
2
3
5
7
8
55
.6710
6726
2743
6759
6776
6792
6808
6824
6841
6857
2
3
5
7
8
6
.6873
6889
6905
6921
6938
6954
6970
6986
7002
7018
2
3
5
7
8
7
7034
7050
7066
7081
7097
7113
7129
7145
7160
7176
2
3
5
6
8
8
.7192
7208
7223
7239
7254
7270
7285
7301
7316
7332
2
3
5
6
8
9
.7347
7363
7378
7393
7409
7424
7439
7455
7470
7485
2
3
5
6
8
60
.7500
7515
7530
7545
7560
7575
7590
7605
7620
7635
2
3
5
6
8
1
.7650
7664
7679
7694
7709
7723
7738
7752
7767
7781
2
3
5
6
8
2
.7796
7810
7825
7839
7854
7868
7882
7896
7911
7925
1
3
4
6
7
3
.7939
7953
7967
7981
7995
8009
8023
8037
8051
8065
1
3
4
6
7
4
.8078
8092
8106
8119
8113
8147
8160
8174
8187
8201
1
3
4
6
7
65
.8214
8227
8241
8345
8267
8280
8293
8307
8320
8333
1
3
4
5
7
6
.8346
8359
8371
8384
8397
8410
8423
8435
8448
8461
1
3
4
5
7
7
.8473
8486
8498
8511
8523
8536
8548
8560
8572
8585
1
3
4
5
6
8
.8597
8609
8621
8633
8645
8657
8669
8680
8692
8704
1
2
4
5
6
9
.8716
8727
8739
8751
8762
8774
8785
8796
8808
8819
1
2
4
5
6
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
63
Lanjutan lampiran 14. Tabel Nilai sin2θ θo
Differences .0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
.01
.0
.1
.2
70
.8830
8841
8853
8864
8875
8886
8897
8908
8918
8929
1
2
3
5
6
1
.8940
8951
8961
8972
8983
8993
9004
9014
9024
9035
1
2
3
4
6
2
.9045
9055
9066
9076
9086
9096
9106
9116
9126
9135
1
2
3
4
5
3
.9145
9155
9165
9174
9184
9193
9203
9212
9222
9231
1
2
3
4
5
4
.9240
9249
9259
9268
9277
9286
9295
9304
9413
9321
1
2
3
4
5
75
.9330
9339
9347
9356
9365
9373
9382
9390
9398
9407
1
2
3
4
4
6
.9415
9423
9423
9439
9447
9455
9463
9471
9479
9486
1
2
3
3
4
7
.9494
9502
9509
9517
9524
9532
9539
9546
9553
9561
1
2
2
3
4
8
.9568
9575
9582
9589
9596
9603
9609
9616
9623
9629
1
1
2
3
4
9
.9636
9642
9649
9655
9662
9668
9674
9680
9686
9692
1
1
2
3
3
80
.9698
9704
9710
9716
9722
9728
9733
9739
9744
9750
1
1
2
2
3
1
.9755
9761
9766
9771
9776
9782
9787
9792
9797
9801
2
.9806
9811
9816
9820
9825
9830
9834
9839
9843
9847
3
.9851
9856
9860
9864
9868
9872
9876
9880
9883
9887
4
.9891
9894
9898
9901
9905
9908
9911
9915
9918
9921
85
.9924
9927
9930
9933
9936
9983
9941
9944
9946
9949
6
.9951
9954
9956
9958
9961
9963
9966
9967
9969
9971
7
.9973
9974
9976
9978
9979
9981
9982
9984
9985
9987
8
.9988
9989
9990
9991
9992
9993
9994
9995
9996
9996
9
.9997
9998
9998
9999
9999
9999
1.00
1.00
1.00
1.00
Interpolate
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
64
Lampiran 15. Tabel Quadratic Forms of Miller Indices for Cubic and Hexagonal System
[Sumber : Waseda, Matsubara, dan Shinoda, 2011]
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
65
Lampiran 16. Tabel data sifat alir kitosan dan kitosan-tripolifosfat Kecepatan
Dial reading
Faktor koreksi
Viskositas
(rpm)
(dr)
(F)
(η = dr x f)
0,5
0,75
1600
1200
1
1
800
800
2
2
400
800
2,5
2,5
320
800
5
4,5
160
720
10
9
80
720
Kitosan
20
17,75
40
710
(spindel 2)
20
17,75
40
710
10
9
80
720
5
4,5
160
720
2,5
2,25
320
720
2
2
400
800
1
1
800
800
0,5
0,6
1600
960
0,5
10,25
4000
41000
1
13,75
2000
27500
2
18
1000
18000
2,5
19,75
800
15800
5
28
400
11200
10
41,5
200
8300
20
60,6
100
6060
20
59
100
5900
10
38
200
7600
5
24,25
400
9700
2,5
15,5
800
12400
2
13,25
1000
13250
1
10
2000
20000
0,5
7
4000
28000
Sampel
Kitosantripolifosfat (spindel 3)
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
66
Lampiran 17. Perhitungan data difraktogram sinar-X
Cara perhitungan data difraktogram sinar-x adalah sebagai berikut : a. Tentukan nilai sin2θ Terlebih dahulu dihitung nilai θ dari setiap sudut pantul (2θ), lalu lihat pada tabel sin2θ (lampiran 14). Contoh : 2θ = 19,52 θ= θ = 9,78 ~ 9,8 (lihat tabel sin2θ) sin2θ = 0,0274 b. Tiga harga sin2θ pertama dicatat menjadi 3 kolom. Kemudian bagi masingmasing harga sedemikian rupa dengan sejumlah bilangan sampai diperoleh besaran yang sama dengan ketga kolom. Harga sin2θ dengan besaran yang sama adalah (sin2θ100) Contoh : Difraktogram serbuk kristal kitosan 1
sin2θ (1) 0,0284
sin2θ (2) 0,0320
sin2θ (3) 0,0364
2
0,0142
0,0160
0,0182
3
0,0071
0,0080
0,0091
4
0,0036
0,0040
0,0046
5
0,0018
0,0020
0,0023
6
0,0016
0,0018
0,0021
7
0,0014
0,0015
0,0018
Angka 2 2 2 2 1,1 1,17
Maka sin2θ100 = 0,0018
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
67
c. Tentukan nilai s dengan membagi setiap harga sin2θ dengan sin2θ100 Contoh (Tabel 4.3) : Sapprox =
d. Tentukan nilai hkl berdasarkan nilai s dengan tabel quadratic form of miller indices (lampiran 15)
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
68
Lampiran 18. Persamaan Kurva Kalibrasi KH2PO4 dalam berbagai konsentrasi pada panjang gelombang 827 nm
No.
Konsentrasi (ppm)
Serapan (A)
1
0,5009
0,0504
2
1,0018
0,1847
3
1,5027
0,3218
4
2,0036
0,4573
5
2,5045
0,5915
6
3,0054
0,7173
Perhitungan menggunakan persamaan regresi linier a = 0,26802286 b = 0,08187333 r = 0,99991641 Persamaan regresi linier: y = 0,26802x - 0,08187
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
69
Lampiran 19. Perhitungan kandungan fosfor
1. Tentukan konsentrasi sampel yang telah ditimbang. Contoh: Berat kitosan-tripolifosfat 20,4 mg dalam labu ukur 25 ml, maka:
2. Tentukan konsentrasi sampel dengan faktor pengenceran (3 ml sampel ditambah 7 ml reagen) Contoh:
3. Tentukan nilai konsentrasi sampel dari serapan yang telah didapat dengan menggunakan persamaan regresi linier kurva kalibrasi KH2PO4 Contoh: Serapan sampel = 0,3024 A Persamaan regresi linier: y = 0,26802x - 0,08187 y
= 0,26802x - 0,08187
0,3024
= 0,26802x - 0,08187
x = 1,43 ppm
4. Tentukan konsentrasi P (fosfor) dengan membandingkan konsentrasi dari persamaan regresi linier (no.3) dengan konsentrasi sampel awal (no. 1) Contoh:
Maka, diperoleh konsentrasi fosfor sebesar 0,586%.
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011
70
Lampiran 20. Sertifikat analisis kitosan
Preparasi dan ..., Ifthah Nur S., FMIPA UI, 2011