Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
Potensi Pengembangan dan Budidaya Kedelai pada Lahan Suboptimal di Lampung (Soybeans Deployment PotentialandCultivation at SuboptimalLandinLampung) Junita Barus1*) 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. (0721) 781776 email:
[email protected]
*)
ABSTRACT Lately,the governmenthas programmeddevelopment ofcropstosub-optimal land (acidic upland, wetlands, landunder thestands, etc.),withconsideration theland was stilla lot ofuntapped.Lampung Province has marginal land with large areas, such as upland with a total area of 2,650,413 ha, which is suitable for annual crops in the lowlands was 912 609 ha, and the plateau area of 12 624 ha. Non-irrigated rice fields (rain-fed, lowland swamp, tidal, etc.) about 161.346 ha, generally only able to grow rice once a year, so the opportunity to be planted other crops, including soybeans.Besides that,landunderannualcropsstandsalso potentiallyinLampung, given theplantationwithlarge areasinLampung, such ascoffee(163 078 ha), coconut(127,747 ha), pepper(63,700 ha), andrubber(68 802 ha).One ofcommoditycropsthatcan be developedon sub-optimal land was soybean(Glycine maxMerr.). Agriculturalresearchanddevelopmentagencieshave publishedsoybeancultivationtechnologyinsomeagro-ecosystem(Upland, lowland, swamp land, andunder thestands), andwillsoon release the varieties tolerant of lack of watera (Ring1)andthatshadetolerant varieties (DenaDena1and2). Furthermore, providinglimeameliorationmaterials, organic materials, andfertilizerN, P, andK was the keytoimprove thefertility of sub optimals land and increasesoybean yields inLampung. This paper wasareviewandstudyof literaturethat discussed ofpotentialsuboptimallandinLampungas well asthe potential andcultivation ofsoybeans inacidupland, landunder thestands, andwetlandinLampung. Keywords:Potential, Soybean, Suboptimal land ABSTRAK Belakangan ini pemerintah telah memprogramkan pengembangan tanaman pangan ke lahan sub optimal (lahan kering masam, rawa, lahan di bawah tegakan, dll) dengan pertimbangan lahan sub optimal atau lahan marginal atau lahan tidak subur secara nasional sangat luas dan masih banyak yang belum dimanfaatkan. Propinsi Lampung mempunyai lahan marjinal yang cukup luas, diantaranya lahan kering masam dengan total luasan 2.650.413 ha, yang cocok untuk tanaman semusim pada dataran rendah adalah seluas 912.609 ha, dan pada dataran tinggi seluas 12.624 ha.Sawah non irigasi (tadah hujan, rawa lebak, pasang surut, dll) sekitar 161,346 ha, pada umumnya hanya dapat ditanami padi sekali setahun, sehingga berpeluang untuk di tanami tanaman semusim lainnya termasuk 1
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
kedelai. Selain lahan rawa dan lahan kering masam, lahan-lahan di bawah tegakan tanaman tahunan juga sangat potensial di Lampung, mengingat tanaman perkebunan rakyat yang banyak di Lampung, diantaranya adalah kopi (163.078 ha), kelapa dalam (127.747 ha), lada (63.700 ha), dan karet (68.802 ha). Salah satu komoditas tanaman semusim yang dapat dikembangkan pada lahan-lahan sub optimal tersebut adalah kedelai(Glycine max Merr.). Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan teknologi budidaya kedelai pada beberapa agroekosistem (lahan kering, rawa, sawah, dan di bawah tegakan), dan akan segera merilis varietas unggul kedelai tahan kekeringan yaitu Dering 1 dan varietas toleran naungan yaitu Dena 1 dan Dena 2. Untuk meningkatkan hasil kedelai, pemberian bahan ameliorasi kapur, bahan organik, dan pemupukan N, P, dan K merupakan kunci untuk memperbaiki kesuburan lahan kering masam di Lampung.Tulisan ini bersifat ulasan dan merupakan hasil studi literatur yang memuat potensi lahan suboptimal di Lampung serta potensi pengembangan dan budidaya kedelai pada lahan kering masam, lahan di bawah tegakan, dan lahan rawa di Lampung. Kata kunci:Kedelai, Lahan Suboptimal, potensi
I.
PENDAHULUAN
Lahan sub optimal atau lahan marginal atau lahan tidak subur secara nasional sangat luas, termasuk didalamnya adalah lahan rawa dan lahan kering. Pemerintah telah memprogramkan ekstensifikasi pertanian pangan yang dilakukan pada lahan sub optimal (LSO) yang terlantar, tidak produktif dan marjinal. Pengelolaan agribisnis pada lahan tersebut harus menyeimbangkan antara kemandirian pangan, peningkatan taraf hidup petani dan pelestarian lingkungan yang rendah emisi.Menurut data yang dimiliki Kementerian Riset dan Teknologi, Lahan sub optimal atau lahan marginal/ lahan tidak subur berpotensi untuk dioptimalkan. Secara nasional lahannya sangat luas termasuk didalamnya lahan rawa dan lahan kering. Untuk lahan rawa saja sekitar 33,4 juta hektar mulai dari Sumatera, Kalimantan, sulawesi dan daerah Papua. Dari total lahan sebanyak 58 juta hektar hanya sekitar 18 persen
pertanian Indonesia yang tergolong subur dan
dioptimalkan, selebihnya merupakan lahan sub optimal dengan kendala agronomis beragam. Sedangkan teknologi budidaya di Indonesia didominasi penerapan di lahan optimal (hampir 90% lahan yang dimanfaatkan adalah lahan sawah irigasi). Salah satu komoditas tanaman semusim yang dapat dikembangkan pada lahan kering masam adalah kedelai.Kedelai (Glycine max Merr.) merupakan komoditas tanaman
2
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
pangan yang bernilai ekonomis penting, karena perannya sebagai pemenuhan kebutuhan gizi yang terjangkau masyarakat luas. Kedelai sebagai bahan baku makanan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia yaitu tempe dan tahu. Sampai saat ini pemenuhan kebutuhan kedelai masih harus dilakukan dengan impor dari berbagai negara. Untuk membatasi impor kedelai atau ketergantungan pada negara lain, perlu dilakukan perluasan areal tanam. Namun demikian, perluasan areal tanam kearah lahan optimal sulit dilakukan karena beberapa hal seperti persaingan dengan komoditas lainnya (padi, jagung, dll) dan alih fungsi lahan, di mana areal pertanian bahkan beralih fungsi menjadi areal non pertanian.Oleh karena itu, perluasan areal penanaman kedelai diarahkan pada lahan-lahan sub optimal, di antaranya adalah lahan rawa dan lahan kering masam. Luas pertanaman kedelai di Propinsi Lampung pada tahun 2009 adalah 16.153 Ha, luasan pertanaman ini meningkat cukup signifikan dibandingkan pada tahun 2007 dan 2008, di mana masing-masing hanya 3.396 dan 6.678 Ha (BPS, 2010). Tanaman kedelai mempunyai prospek yang cukup besar untuk dikembangkan di lahan masam asal dibarengi dengan pengelolaan tanaman dan tanah yang tepat.Pemberian bahan ameliorasi kapur, bahan organik, dan pemupukan N, P, dan K merupakan kunci untuk memperbaiki kesuburan lahan kering masam tersebut.Hasil penelitian Hartatik dan Septiyana (2012) menunjukkan hal yang sama yaitu pemberian kapur (dolomit) dan pupuk organik pabrikan meningkatkan hasil kedelai pada lahan suboptimal sekitar 17 %. Pemanfaatan bakteri rhizobium yang toleran kondisi masam berkadar Al, Mn, dan Fe tinggi dapat menggantikan sebagian besar pupuk N anorganik pada tanaman kedelai yang ditanam di lahan masam, terutama pada lahan-lahan yang belum pernah ditanami kedelai. Penulisan ini bertujuan untuk memaparkan potensi pengembangan kedelai pada lahan suboptimal di Lampung, karena perluasan areal tanam kedelai kearah lahan optimal sulit dilakukan karena beberapa hal seperti persaingan dengan komoditas lainnya (padi, jagung, dll), terjadinya alih fungsi lahan yaitu areal pertanian beralih fungsi menjadi areal non pertanian. Dari segi luasan dan aspek budidayanya, kedelai sangat potensial untuk dikembangkan pada lahan suboptimal di Lampung, diantaranya pada lahan kering masam, lahan di bawah tegakan tanaman tahunan seperti kelapa, kopi, lada, karet , dan di lahan rawa.
3
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
II.
POTENSI LAHAN SUBOPTIMAL DI LAMPUNG
Untuk Propinsi Lampung, total luas lahan kering masam adalah 2.650.413 ha, dan yang cocok untuk tanaman semusim pada dataran rendah adalah seluas 912.609 ha, dan pada dataran tinggi seluas 12.624 ha (Mulyani, et al. 2004).Secara umum, lahan kering dapat dibedakan menjadi lahan kering masam dan non masam.Lahan kering tergolong masam bila tanahnya memiliki pH < 5 dan kejenuhan basa < 50% (Mulyani et al. 2004).Tingginya curah hujan disebagian wilayah Indonesia menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama basa-basa, sehingga basa-basa dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah dan yang tinggal dalam kompleks adsorpsi liat dan humus adalah ion H dan Al. Akibatnya tanah menjadi bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah, dan menunjukkan kejenuhan aluminium yang tinggi (Subagyo et.al., 2000). Di Propinsi Lampung, luas lahan sawah pada tahun 2011 adalah 369.362 ha (BPS, 2012), bila dibagi menurut jenis pengairannya terdiri dari lahan sawah irigasi (184,091 ha), dan non irigasi (tadah hujan, rawa lebak, pasang surut, dll) sekitar 161,346 ha (BPS, 2010).Lahan sawah non irigasi tersebut pada umumnya hanya dapat ditanami padi sekali setahun, sehingga berpeluang untuk di tanami tanaman semusim lainnya termasuk kedelai. Selain lahan rawa dan lahan kering masam, lahan-lahan di bawah tegakan tanaman tahunan juga termasuk lahan suboptimal yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kedelai di Lampung.Tanaman perkebunan rakyat yang banyak di Lampung, diantaranya adalah kopi (163.078 ha), kelapa dalam (127.747 ha), lada (63.700 ha), dan karet (68.802 ha) (BPS, 2009).Lahan kosong diantara tanaman perkebunan tersebut terutama diantara tanaman kelapa masih jarang dimanfaatkan.Padahal lahan kosong diantara tanaman kelapa tersebut sangat potensial untuk ditanami tanaman sela seperti kedelai.
III.
POTENSI PENGEMBANGAN DAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KEDELAI PADA LAHAN KERING MASAM DI LAMPUNG
Pengembangan kedelai pada lahan kering masam di Lampung sangat potensial, namun kondisi pH tanah, C organik, kandungan hara N, P, dan Ca rendah serta Al dan Mn tinggi sering menjadi penghambat pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. . Lahan kering masam tergolong suboptimal karena tanahnya kurang subur, bereaksi masam, mengandung
4
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
Al, Fe, dan atau Mn dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni tanaman.Lahan masam pada umumnya miskin bahan organik dan hara makro N, P, K, Ca, dan Mg. Hasil penelitian Prihastuti dan Sudaryono (2012) yang melakukan analisis khemis dan biologis pada lahan kering masam di 4 (empat) kecamatan di Lampung Tengah, yaitu Bumi Nabung, Sari Bakti, Seputih Banyak dan Rumbia, menunjukkan nilai pH masam (4,35-6,00), kandungan hara rendah (N <0,1 % dan C <2,00 %, dan populasi mikroba tanah rendah (mengandung bakteri 17.103 – 29.104 cfu/g tanah dan jamur 21.101 – 63.102 cfu/g tanah). Ditemukan jenis-jenis beneficialmicrobe dari lahan kering masam meliputi bakteri penambat nitrogen non simbiotik (dengan kemampuan menambat nitrogen 0,15– 1,53 mMol/100 ml medium/jam), bakteri dan jamur pelarut fosfat (dengan indeks pelarutan fosfat 1,22-6,25) dan mikoriza vesikular arbuskular (dengan tingkat infeksi akar 70,5090,33 % dan jumlah spora 49-175 spora/gram tanah). Berdasarkan hasil analisis tersebut, lahan yang diuji tersebut tergolong dalam kategori kurang sesuai untuk pengembangan tanaman kedelai.Namun, dalam upaya ekstensifikasi kedelai di lahan kering masam, diperlukan teknologi perbaikan sifat-sifat tanah melalui pengapuran dan ameliorasi, serta pemakaian pupuk organik. Tindakan lain yang memberikan prospek untuk dilakukan adalah dengan memanfaatkan aktivitas beneficialmicrobe dalam penyediaan unsur hara nitrogen dan fosfat secara hayati. Diperlukan upaya untuk meningkatkan populasi mikroba tanah melalui masukan mikroba atau melalui teknik pemeliharaan dan pengembangan mikroba alami yang berpotensi untuk dikembangkan dari lahan kering masam tersebut Pemberian bahan ameliorasi kapur, bahan organik, dan pemupukan N, P, dan K merupakan kunci untuk memperbaiki kesuburan lahan kering masam (Subandi, 2007). Kapur atau dolomit perlu diberikan dengan takaran ½ dari Al-dd (Aluminium yang dapat dipertukarkan); di berbagai daerah umumnya 1–1,5 ton/ha. Dolomit selain meningkatkan pH, juga menambah kandungan Ca dan Mg. Informasi. Jika disertai pemberian pupuk kandang 2,5 ton/ha, maka takaran pengapuran cukup 1/4 dari Al-dd (500–750 kg dolomit/ha). Pemanfaatan bakteri rhizobium yang toleran kondisi masam berkadar Al, Mn, dan Fe tinggi dapat menggantikan sebagian besar pupuk N anorganik pada tanaman kedelai yang ditanam di lahan masam, terutama pada lahan-lahan yang belum pernah ditanami kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi (Balitkabi) telah merilis
5
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
multiisolat rhizobium toleran masam yang diberi nama Iletrysoy .Balitkabi sebelumnya telah melakukan uji efektivitasnya dengan menggunakan tanah masam Ultisol asal Lampung Timur.Multiisolat Iletrysoy dapat membentuk bintil akar efektif dengan sangat baik. Peningkatan jumlah bintil akar tersebut mampu meningkatkan kandungan N dan klorofil daun, sehingga dapat meningkatkan hasil biji 14 - 21%, sepadan dengan pemberian pupuk Urea 50 kg/ha (Harsono, 2010). Sebagai tanaman yang relatif banyak membutuhkan hara N, pada lingkungan yang optimal sekitar 60% dari kebutuhan hara N kedelai dapat dipenuhi dari simbiosis antara tanaman kedelai dengan rhizobium. Efektifitas simbiosis tersebut antara lain dipengaruhi oleh populasi rhizobium di dalam tanah. Jumlah rhizobium di dalam tanah sudah cukup apabila populasinya 1.000 sel rhizobium/g tanah.Pada tanah yang relatif subur, inokulasi rhizobium tidak perlu dilakukan. Hasil penelitian di 11 lokasi di Kabupaten Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Jember yang bertanah Vertisol dan Entisol dengan pola tanam yang beragam, ternyata populasi rhizobium sangat tinggi antara 58.103 sampai 7.109 sel rhizobium per gram tanah, sehingga tanpa inokulasi rhizobium tanaman kedelai mampu membentuk bintil secara memadai. Penelitian lapangan di KP Jambegede (Malang) menunjukkan bahwa inokulasi rhizobium pada tanaman kedelai setelah padi juga tidak diperlukan, karena populasi rhizobiumnya masih tinggi, yakni 58.105 sel/g tanah setelah pertanaman padi dipanen (Balitkabi, 2013). Pada lahan masam, mikoriza yang dapat menginfeksi perakaran akan meningkatkan kemampuan tanaman menyerap P dari tanah. Penelitian awal dalam pot di rumah kaca menggunakan tanah masam dari Lampung menunjukkan bahwa perlakuan biji dengan mikoriza dapat meningkatkan hasil kedelai, baik pada tanah yang steril maupun yang tidak disterilkan.Hasil penelitian ini memberikan harapan bagi pengelolaan tanaman untuk pengembangan kedelai di Indonesia, khususnya di luar jawa yang sebagian besar lahannya masam. IV.
POTENSI PENGEMBANGAN DAN BUDIDAYA KEDELAI DI BAWAH TEGAKAN DI LAMPUNG
Kebutuhan pangan yang semakin meningkat dengan laju alih fungsi lahan dari pertanian ke penggunaan lain seperti perumahan, industri, dll, sehingga pemanfaatan lahan kosong atau lahan diantara tanaman tahunan dengan tanaman sela sangat disarankan.
6
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
Kendala utama pada pemanfaatan lahan diantara tanaman tahunan ini adalah rendahnya intensitas cahaya karena faktor naungan, selain kemasaman tanah yang tinggi dan ancaman kekeringan.Selain itu, adalah menurunnya fungsi lahan sebagai media tumbuh, pekanya tanah terhadap erosi, miskinnya unsur hara, berkurangnya kandungan bahan organik, menurunnya daya simpan air sehingga peka terhadap kekeringan, dll.Apalagi petani yang bergelut di lahan kering pada umumnya adalah petani marginal dengan pendapatan dan pendidikan yang rendah. Tanaman perkebunan rakyat yang banyak di Lampung, diantaranya adalah kopi (163.078 ha), kelapa dalam (127.747 ha), lada (63.700 ha), dan karet (68.802 ha) (BPS, 2009).Menurut data Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Luas areal tanaman Kelapa dalam di Provinsi Lampung Tahun 2011 mencapai 128.096 ha dengan produksi 104.833 ton (Tabel 1), sedangkan kelapa hibrida hanya 17.151 Ha dengan produksi 7.438 ton. Selanjutnya, luas areal pertanaman kelapa yang telah menghasilkan adalah 103.886 ha dengan produksi 106.237 ton (Disbun Prov. Lampung, 2010). Apabila delapan puluh persen dari total luas areal kelapa dapat dimanfaatkan untuk tanaman sela, maka sekitar 102.476 ha (80 % x 128.096 ha) lahan dapat dimanfaatkan. Namun kenyataan yang ditemui di lapangan, masih sedikit lahan dibawah tegakan kelapa yang dimanfaatkan.Dari hasil survey yang dilakukan pada beberapa lokasi sentra kelapa di Lampung, pemanfaatan lahan di bawah tegakan kelapa masih di bawah 50 %.Kendala yang dihadapi petani adalah hasil tanaman sela yang diperoleh biasanya lebih rendah dibandingkan pertanaman monokultur.Hal ini disebabkan adanya naungan dan kondisi fisik dan kesuburan tanah yang kurang baik.Persentase sinar matahari dibawah tegakan pohon kelapa hanya sekitar 55%, sehingga produksi jagung dibawah tegakan kelapa lebih rendah dibandingkan dengan penanaman pada lahan terbuka (Ruskandi, 2003). Tabel 1. Luas areal dan produksi tanaman kelapa per kabupaten di Lampung pada tahun 2011 No Kabupaten Luas Areal Produksi ( Ha ) ( Ton )
7
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Lampung Selatan Pesawaran Lampung Tengah Lampung Timur Lampung Utara Way Kanan Lamp Barat Tulang Bawang Tanggamus B. Lampung Total
29.041 13.558 16.748 26.768 3.772 7.414 4.667 5.933 19.450 735 128.096
32.127 7.486 9.001 21.412 2.494 4.116 2.956 3.505 21528 145 104.770
Penanaman tanaman sela tidak menurunkan produksi kelapa, bahkan menurut Tjahyana et al., (2000 dalam Ruskandi, 2003), tanaman sela dapat meningkatkan jumlah bunga betina dan buah kelapa setiap tahunnya, peningkatan jumlah bunga betina sebesar 30 % dan buah jadi 20 %. Sistim perakaran tanaman kelapa terkonsentrasi kearah bawah, sehingga total areal efektif yang dapat dimanfaatkan kelapa hanya sekitar 12.6 – 25.7 % (Kadekoh, 2007), sehingga sekitar 80 % lahan diantara tanaman kelapa berpeluang ditanami tanaman sela, diantaranya jagung, kacang-kacangan, padi gogo, dll. Menurut Sopandie dan Trikoesoemaningtyas (2011), peningkatan produksi di lahan marjinal, termasuk lahan di bawah tegakan, dapat dicapai melalui perbaikan: (1) potensi hasil, (2) tingkat adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik dan biotik, serta (3) teknik budi daya berbasis pengetahuan fisiologi atau ekofisiologi tanaman. Dalam kaitan ini, penelitian di bidang fisiologi, molekuler, dan pemuliaan tanaman diharapkan mampu mendorong perakitan IPTEK yang berkaitan dengan penanganan lahan marjinal dan mendukung pemulia tanaman dalam perbaikan tanaman untuk dikembangkan di lahan marjinal, termasuk lahan di bawah tegakan. Beberapa penelitian menunjukkan tanaman pangan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman sela meliputi padi gogo, kedelai, talas, iles-iles, dan kacang-kacangan. Evaluasi intensif di lapang baru dilakukan terhadap padi gogo, kedelai, dan talas. Adaptasi terhadap intensitas cahaya rendah (naungan) dicapai melalui: (a) mekanisme penghindaran (avoidance) yang berkaitan dengan respon perubahan anatomi dan morfologi daun untuk fotosintesis yang efisien, dan (b) mekanisme toleran (tolerance) yang berkaitan dengan penurunan titik kompensasi cahaya serta respirasi yang efisien. Melalui pendekatan integratif antara bidang fisiologi, biologi molekuler, dan pemuliaan tanaman, yang bertujuan untuk
8
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
menghasilkan kedelai toleran cahaya rendah dengan produktivitas tinggi, telah diperoleh beberapa galur harapan yang berproduksi tinggi pada naungan di bawah 50%. Tanaman sela dapat memberikan dampak positif maupun negatif tergantung pada cara pengelolaannya. Pengelolaan tanaman sela melalui pengelolaan ekologi yang tepat dengan memanfaatkan mekanisme faktor pembatas, kompetisi dan adaptasi akan memberikan hasil yang optimum dan mencegah terjadinya dampak negatif. Sejalan dengan permasalahan tersebut, maka penanaman genotipe kedelai toleran naungan sebagai tanaman sela dianggap sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas lahan dan memberikan hasil langsung kepada petani. Selain memberikan manfaat dalam peningkatan produktivitas lahan dan hasil ke petani, penanaman kedelai sebagai tanaman sela di bawah tegakan tanaman perkebunan/hutan secara tidak langsung akan memberikan dampak pada peningkatan produksi kedelai nasional melalui perluasan areal tanam. Guna mengoptimalkan peluang tersebut serta mendukung program peningkatan produktivitas diperlukan varietas unggul kedelai toleran naungan. Hingga saat ini belum ada varietas yang dirakit/dilepas khusus untuk toleran naungan. Namun demikian, terdapat satu varietas yang direkomendasikan sebagai varietas unggul kedelai toleran naungan, yaitu varietas Pangrango. Varietas ini mempunyai ukuran biji yang tergolong sedang, serta umur yang tergolong dalam (> 80 hari). Untuk memperbaiki karakteristik varietas Pangrango seperti yang dikehendaki oleh konsumen, yang secara umum menghendaki kedelai berbiji besar dan berumur genjah, maka pada tahun 2007 Badan Litbang Pertanian mulai memprogramkan perakitan varietas unggul kedelai toleran naungan. Dari program tersebut, pada tahun 2011 telah dilakukan uji adaptasi terhadap 12 galur harapan kedelai toleran naungan di bawah tegakan jati, karet, dan jeruk. Hasilnya yaitu calon varietas kedelai tahan naungan yaitu Dena 1 dan Dena 2. Pengembangan Dena 1 dan Dena 2 diarahkan pada lahan-lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan/hutan industri yang masih muda (0 hingga 3 tahun), dimana tingkat naungan yang ditimbulkan kurang dari 50% yang masih mampu ditolerir oleh tanaman kedelai (Balitkabi, 2013). Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui adaptasi tujuh varietas kedelai pada lima tingkat naungan telah dilakukan oleh Sundari dan Gatut Wahyu (2012) dengan menggunakan metode analisis AMMI. Varietas kedelai yang diuji adalah Tanggamus, Pangrango, Sinabung, Wilis, Ijen, Lokon, dan Malabar.Tingkat intensitas naungan yang
9
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
digunakan adalah tanpa naungan (N0), 15% (N1), 30% (N2), 45% (N3), dan 60% (N4).Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan.Data yang dikumpulkan adalah pertumbuhan tanaman (jumlah daun, tinggi tanaman, dan diameter batang), komponen hasil (jumlah polong isi), dan hasil biji.Data hasil biji dianalisis menggunakan metode AMMI (Additive Main Effects and Multiplicative Interaction).Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap varietas memiliki adaptasi yang berbeda terhadap tingkat naungan. Berdasarkan grafik biplot interaksi AMMI-1 diketahui bahwa varietas Ijen lebih sesuai dikembangkan pada lingkungan tanpa naungan, Sinabung dan Wilis lebih sesuai pada lingkungan dengan naungan ringan (15%), Malabar lebih sesuai pada naungan sedang (45%), dan Lokon sesuai pada naungan berat (60%). Varietas Pangranggo sangat adaptif, dapat dikembangkan pada berbagai tingkat naungan, mulai ringan hingga berat.Selanjutnya hasil penelitian Barus, et.al.(2013) terhadap kedelai Varietas Tanggamus dan Anjasmoro yang di tanam di bawah tegakan kelapa di Lampung pada bulan Maret 2013, menunjukkan bahwa rata-rata hasil yang di peroleh > 1.5 t/ha.
V.
POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN RAWA DI LAMPUNG
Lahan rawa memiliki potensi besar untuk dijadikan pilihan strategis guna pengembangan areal produksi pertanian kedepan yang menghadapi tantangan makin kompleks, terutama untuk mengimbangi penciutan lahan subur maupun peningkatan permintaan produksi, termasuk ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Pemanfaatan lahan rawa masih sangat terbatas akibat keterbatasan teknologi dan varietas unggul adaptif. Dari segi ekonomi lahan rawa mempunyai keragaman lingkungan fisik, kesuburan tanah, dan tingkat produktivitas lahan. Sebagai akibatnya keragaman hasil produksi tanaman dan pendapatan petani akan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya, terlebih lagi apabila terdapat perbedaan dalam pemberian masukan, teknologi budidaya dan pengelolaan lahan. Lahan rawa cukup potensial di Lampung dengan total luasan mencapai 162.900 ha terdiri atas lahan rawa pasang surut 68.900 ha dan rawa lebak 94.030 ha (Lampung Post, 2005).Sebagian dari lahan rawa tersebut dapat digunakan untuk tanaman pangan termasuk kedelai dengan berbagai upaya penataan lahan.Untuk lahan rawa pasang surut, kedelai dapat di tanam pada lahan yang ditata dengan sistim surjan dan tegalan.Pada sistim surjan
10
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
dan musim hujan, kedelai di tanam di guludan; sedangkan pada musim kemarau, kedelai di tanam di guludan dan tabukan.Pada lahan tegalan, penanaman kedelai dilengkapi dengan saluran cacing (Suastika, et al., 1997).
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perluasan areal tanam kedelai kearah lahan optimal sulit dilakukan karena beberapa hal seperti persaingan dengan komoditas lainnya (padi, jagung, dll), terjadinya alih fungsi lahan yaitu areal pertanian beralih fungsi menjadi areal non pertanian. Dari segi luasan dan aspek budidayanya, kedelai sangat potensial untuk dikembangkan pada lahan suboptimal di Lampung, diantaranya pada lahan kering masam, lahan di bawah tegakan tanaman tahunan seperti kelapa, kopi, lada, karet , dan di lahan rawa. Untuk meningkatkan hasil kedelai pada lahan suboptimal perlu dilakukan perbaikan dari aspek kesuburan tanahnya seperti penggunaan pupuk organik, pupuk hayati, kapur, dll.Selain itu penggunaan varietas yang sesuai sangat dianjurkan, seperti varietas yang cocok untuk lahan kering masam, varietas yang toleran naungan, dll.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Endriani, SP dan Bapak Tusrimin, Amd yang ikut serta pada survey lokasi untuk menentukan lokasi kegiatan pengembangan kedelai pada lahan suboptimal pada bulan Maret 2013 yang menjadi titik tolak dibuatnya tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
11
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang 20-21 September 2013 ISBN .........................
Barus, J., A. Nazar, Endriani, dan Tusrimin. 2013. Peningkatan Produksi Kedelai pada Lahan Suboptimal melalui Pemberdayaan Pupuk hayati.Laporan Hasil Kegiatan Sementara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung Balitkabi, 2013.Dena 1 dan Dena 2 Calon Varietas Unggul Kedelai Toleran Naungan. balitkabi.litbang.deptan.go.id/. Diakses 15 Juli 2013 Harsono, A. 2010.Efektifitas multiisolat rhizobium ILETRISOY pada tanaman kedelai di tanah masam Ultisol. Agritek, 19 (2) 2010:1-7
Hartatik dan Septiyana. 2012.Ameliorasi dan Pemupukan untuk Peningkatan Produktivitas Kedelai di Lahan Suboptimal.Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi.p.657-667. Bogor, 29-30 Juni 2012.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Lampung Post. 2005. Lampung Perlu Irigasi Lahan Kering. Terbit Rabu, 21 September 2005 Suastika, I.W., N. P. Sri Ratmini, dan Tumarlan T. 1997. Budidaya Kedelai di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 14 halaman Subandi.2007.Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan Kedelai pada Lahan Kering Masam. IPTEK Tanaman Pangan 02 (01) : 12 - 25 Sundari dan Gatut Wahyu. 2012. Tingkat adaptasi beberapa varietas kedelai terhadap naungan.Jurnal Tanaman Pangan PP 31 (02) : 124-130 Sopandie, D. dan Trikoesoemaningtyas.Pengembangan Tanaman Sela di Bawah Tegakan Tanaman Tahunan.IPTEK Tanaman Pangan 06 (02) :168 – 182 Prihastuti dan Sudaryono. 2012. Studi Diagnostik Lahan Kering Masam dan Potensinya untuk Perluasan areal Tanam Kedelai (Diagnostic studies of acid dry land and its potential for soybean extensification). Jurnal Agrin 16 (2) : 134 – 147.
12