PIROLISIS LIMBAH KAYU DAN BAMBU YANG RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN ASAM ASETAT
MOHAMMAD WIJAYA M
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pirolisis Limbah Kayu dan Bambu yang Ramah Lingkungan untuk Menghasilkan Asam Asetat ”adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini
Bogor, Agustus
2011
Mohammad Wijaya M NRP. P062050081
ABSTRACT MOHMAMMAD WIJAYA M. Pyrolysis of Wood and Bamboo Wastes Environmentally Friendly to Produce Acetic Acid. Under Guidance of ERLIZA NOOR, TUN TEDJA IRAWADI, and GUSTAN PARI. The research goal is to produce liquid smoke through pyrolysis process and to get fractions of potential chemical components from woods and bamboo wastes. These raw materials contain adequate hemicellulose, cellulose and lignin. These studies revealed relationship between type of raw materials and compound composition of liquid smoke products. Results of this research are expected to give benefits as follows: (1) Liquid smoke produced from wood and bamboo wastes through pyrolysis process is able to diversify preservative products, aplication of liquid smoke was done at tuna fish and tofu, (2) Model of pyrolysis kinetics was established from Arrhenius and Tsamba equations to observe influence of pyrolisis time and resident time. From calculation of kinetics constant, it can be calculated activation energy (Ea), pre exponential factor (A), half-life time (t½), while, pyrolysis thermodynamics was obtained from entropy, enthalpy and Gibbs free energy changes. From the three liquid smoke produced from pyrolisis of these raw materials, liquid smoke of bamboo gave the highest liquid smoke residue as much as 61.34%, followed by liquid smoke pine tree by 49.60 % and liquid smoke of teak tree produced 43.78%. This indicated that liquid smoke residue produced during pyrolisis process was dependend on the types of raw materials used. Identification of GC-MS of teak, pine and bamboo dust could provide compounds that mostly derived from acid is group of dominant volatile compounds. Identification of compound group of phenol, acid, ester, ketone, alcohol, furan and so on, then followed by separation process to determine acetic acid compound that potential to be used as natural preservative. Its difference is Arrhenius model focused discussion on the impact of temperature to the kinetics constant in form of particle size without heating rate. Tsamba model focused discussion to the impact of pyrolisis temperature to the yield, pre exponential factor and reverse to the heating rate. Half-life of acetic acid of teak, pine and bamboo at Arrhenius and Tsamba models tend to increase to the temperature changes. Gibb free energy changes were decrease as pyrolysis temperature increase, indicating that running endothermic process was not spontaneous to the acetic acid production during pyrolisis. Content of biomass carbon at these three materials increased to the increasing pyrolisis temperature, carbon emission of these three materials decreased as temperature increased. Carbon cycle is originated from wood and bamboo wastes Pyrolysis process may reduce carbon emission as much as 7.4836.35%. It can be recommended in attempting to reduce carbon emission in the environment as way to conserve environment due to climate change. Key Words : Wood and bamboo wastes, pyrolysis, environmentally friendly and acetic acid
RINGKASAN MOHAMMAD WIJAYA M, Pirolisis Limbah Kayu dan Bambu yang Ramah Lingkungan untuk Menghasilkan Asam Asetat dibimbing oleh ERLIZA NOOR Sebagai Ketua Komisi Pembimbing, TUN TEDJA IRAWADI, dan GUSTAN PARI Sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Limbah kayu tersedia dalam jumlah yang besar sebanyak 37-43% dari penebangan pohon, antara lain berupa serbuk kayu, potongan kayu dan sisa ketaman kayu. Limbah kayu selama ini dimanfaatkan sebagai media penanaman jamur dan penghara. Pemanfaatan limbah kayu dan bambu pada pembuatan asap cair dan arang telah mendapat perhatian pada beberapa tahun belakangan ini, yang umumnya diproduksi secara pirolisis. Pada proses pirolisis, senyawa hemiselulosa, selulosa dan lignin yang terdapat pada bahan baku terdekomposisi menghasilkan produk asap cair, ter, dan arang. Proses pirolisis pada penelitian ini dilakukan terhadap 3 jenis kayu yang berbeda yaitu jati (daun lebar), pinus (daun jarum) dan bambu (daun menyirip). Tujuan penelitian ini adalah (1) memperoleh asap cair terbaik melalui pirolisis dengan rekayasa proses fisik (suhu dan laju pemanasan), (2) memperoleh fraksi asam asetat dari asap cair dengan cara ekstraksi dan destilasi, (3) menentukan energi aktivasi dan faktor eksponensial dari model kinetika pirolisis, dan (4) menentukan energi bebas Gibbs, entropi dam entalpi dalam termodinamika kimia. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Kayu dan Energi Biomassa Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Balitbang Kehutanan Kementerian Kehutanan, Bogor. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan di laboratorium meliputi proses pirolisis limbah kayu dan bambu serta analisis produk. Tahap kedua adalah aplikasi asap cair pada ikan tongkol dan tahu. Tahap ketiga adalah penentuan kinetika pirolisis, waktu paruh, termodinamika kimia dan emisi karbon. Pertama-tama bahan dipotong hingga ukuran 40-60 Mesh, kemudian dikeringkan hingga kadar air 10-20% (b/b). Analisis kadar lignin, selulosa dengan menggunakan Thermogravimetri Analysis (TGA). Suhu pirolisis yang digunakan adalah 110°, 200°, 300°, 400°, dan 500°C untuk masingmasing sampel selama 5 jam. Asap cair yang diperoleh dikondensasi kemudian disimpan selama 24 jam untuk mengendapkan ter. Supernatan dari larutan kondensat adalah asap cair, sedangkan bagian bawah adalah endapan ter. Analisis komponenkomponen pada asap cair dilakukan melalui analisis rendemen, pH, dan konsentrasi asam asetat. Analisis komponen kimia asap cair menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS) Pengelompokan senyawa asap cair dianalisis dengan Principal Component Analysis (PCA). Fraksinasi kelompok dilakukan melalui ekstraksi bertahap menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Fraksi-fraksi yang mengandung asam dan turunan dipekatkan dengan evaporator Buchi, fraksi residu dianalisis kembali dengan GC-MS. Fraksi etil asetat dimurnikan dengan destilasi untuk mengambil senyawa murni asam asetat. Destilasi menggunakan suhu yang dinaikkan secara bertahap. Suhu yang ditera adalan suhu fraksi asap cair antara < 95° C, 95°
dilakukan dengan cara perendaman atau penyemprotan. Keawetan produk diamati selama penyimpanan. Kinetika pirolisis dilakukan melalui perubahan suhu (110, 200, 300, 400 dan 500°C) terhadap waktu sehingga diperoleh laju pemanasan (β), nilai konstanta kinetika (k) terhadap suhu (K) pada masing-masing bahan baku tersebut. Perhitungan energi aktivasi (Ea) dan pra eksponensial (A) dilakukan dari persamaan Arrhenius serta waktu paruh. Bandingkan model Arrhenius dengan model Tsamba. Termodinamika pirolisis melalui perhitungan nilai perubahan entalpi yang diperoleh dari energi aktivasi, dan energi bebas Gibbs di peroleh dari perubahan entalpi dan entropi. Hasil analisis TGA dalam bentuk termogram menunjukkan serbuk kayu jati mengalami penguraian termal pada 3 tahap sesuai dengan perubahan garis di kurva, yaitu pada suhu 206.7, 281.3 dan 349.7°C. Serbuk kayu pinus pada suhu 227, 320.2 dan 349.7°C. Serbuk bambu pada suhu 209.8, 281.3 dan 340.2°C. Hal ini dikarenakan bahan baku tersebut mengalami proses dekomposisi senyawa akibat kenaikan suhu yaitu tahap 1 menunjukkan penguraian komponen hemiselulosa, tahap 2 menunjukkan penguraian komponen selulosa. dan tahap ketiga penguraian komponen lignin. Dari hasil TG (Thermogravimetri ), degradasi komponen hemiselulosa, selulosa, dan lignin antara kisaran suhu pirolisis 200-400°C. Asap cair yang berasal dari serbuk bambu mempunyai rendemen tertinggi yaitu 62.89%, diikuti oleh kayu pinus 58.33% dan kayu jati 55.20%. Bambu juga mempunyai rendemen arang tertinggi yaitu 33.28%, diikuti oleh kayu jati 30.82 % dan kayu pinus 27.80%. Nilai pH yang rendah akan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap. Nilai pH asap cair kayu jati berkisar 3.14-3.70, asap cair kayu pinus 3.073.45 dan asap cair bambu 2.89-3.74. Konsentrasi asam asetat pada serbuk jati (kisaran antara 5.09-9.78 mol /l) lebih besar dibandingkan konsentrasi asam asetat pada serbuk pinus (kisaran antara 3.82 -5.29 mol/l) dan serbuk bambu berkisar 5.02-7.78 mol/l. Hasil GC MS dapat dikelompokkan sebagai kelompok asam terdiri atas asam asetat, asam format, asam propanoat, asam isosianat. Kelompok keton antara lain 2 propanon, aseton, 3 hidroksi 2 butanon, kelompok aldehida di antaranya asetaldehida, formaldehida dan kelompok amina antara lain 1,3 benzenadiamina, butil isosianida. Asam merupakan kelompok senyawa volatil yang dominan jumlahnya. Pemisahan asam asetat dari supernatan hasil fraksinasi dengan etil asetat dilakukan dengan destilasi dimana fraksi asam asetat diperoleh dari fraksi suhu antara 105-120°C. Penggunaan asap cair untuk ikan tongkol segar dan tahu berpengaruh nyata terhadap keawetan dan perubahan warna. Ikan tongkol direndam dengan fraksi asap cair sanggup bertahan hingga 3 hari. Tahu yang direndam dengan asap cair kayu jati dapat bertahan selama 9 hari dibandingkan tahu asap pinus dan asap bambu. Pengaruh kenaikan suhu pirolisis dievaluasi terhadap waktu tinggal dan yield asam asetat. Yield asam asetat tertinggi diperoleh jati diikuti bambu dan pinus. Untuk mencapai suhu yang sama diperlukan waktu yang berbeda oleh ketiga bahan baku. Ini mungkin disebabkan oleh komposisi hemiselulosa, selulosa dan lignin pada kayu jati, kayu pinus dan bambu. Kinetika pirolisis untuk model Arrhenius pada suhu 283-773K menghasilkan energi aktivasi asam asetat jati lebih tinggi daripada asam asetat pinus dan bambu. Sedangkan faktor pre eksponensial untuk asam asetat jati lebih tinggi daripada asam asetat pinus dan bambu. Kinetika pirolisis untuk model Tsamba diperoleh energi aktivasi untuk asam asetat jati lebih tinggi daripada asam asetat pinus
dan bambu. Sedangkan faktor pre eksponensial asam asetat jati lebih tinggi daripada asam asetat pinus dan bambu. Penurunan laju reaksi percobaan memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis. Laju reaksi hasil prediksi menggunakan model Arrhenius untuk pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu menunjukkan perilaku yang berbeda dengan laju reaksi hasil prediksi. Kedua model ini mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis terhadap konstanta kinetika. Perbedaannya adalah model Arrhenius hanya melihat pengaruh suhu terhadap konstanta kinetika tanpa laju pemanasan. Model Tsamba mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis terhadap laju pemanasan. Waktu paruh asam asetat jati, pinus dan bambu pada model Arrhenius mengalami penurunan dan cenderung mengalami kenaikan model Tsamba terhadap suhu pirolisis. Perubahan entropi terhadap suhu pirolisis untuk model Arrhenius mengalami penurunan, sebaliknya nilai entropi untuk model Tsamba mengalami kenaikan. Perubahan energi bebas Gibbs dari ketiga jenis bahan baku cenderung mengalami kenaikan terhadap suhu pirolisis. Proses pirolisis dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kondisi proses (suhu dan waktu) untuk menghasilkan produk asam asetat. Jadi adanya keterkaitan antara ΔH°, ΔS°, dan ΔG° terhadap suhu sebagai fungsi termodinamika untuk proses pirolisis. Secara umum, perubahan energi bebas Gibbs menurun dengan meningkatnya suhu pirolisis, yang diindikasikan bahwa proses endotermik yang berlangsung tidak spontan terhadap produk asam asetat yang dihasikan dalam pirolisis. Proses pirolisis dapat mengurangi emisi karbon sebesar 7.48-36.35% dapat direkomendasikan dalam upaya mengurangi emisi karbon yang ada di alam demi kelestarian lingkungan akibat perubahan iklim (Climate Change).
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suaiu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PIROLISIS LIMBAH KAYU DAN BAMBU YANG RAMAH LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN ASAM ASETAT
MOHAMMAD WIJAYA M
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Disertasi
: Pirolisis Limbah Kayu dan Bambu yang Ramah Lingkungan untuk Menghasilkan Asam Asetat
Nama
: Mohammmad Wijaya M.
NRP
: P062050081
Disetujui : Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Erliza Noor Ketua
Prof.Dr.Ir. Tun Tedja Irawadi,MS
Prof (R).Dr. Gustan Pari, M.Si. APU
Anggota
Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana., MS
Dr.Ir. Dahrul Syah., M.Sc Agr
Tanggal Ujian : 5 Mei 2011
Tanggal Lulus :
Penguji luar pada Ujian Tertutup pada Jumat, 14 Januari 2011 : 1. Dr. Zainal Alim Mas'ud., DEA (Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB/Kepala Laboratorium Terpadu IPB Bogor) 2. Dr. Ir. Etty Riani., MS (Departemen Managemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) Penguji luar pada Ujian Terbuka pada Kamis, 5 Mei 2011 : 1. Dr. Adi Santoso, M.Si., APU (Manager Teknis Laboratorium Terpadu Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Kementerian Kehutanan. RI) 2. Prof. Dr. Ir. M. Anwar Nur, MS (Guru Besar Emiritus Departemen Kimia FMIPA IPB Bogor)
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul ” Pirolisis Limbah Kayu dan Bambu yang Ramah Lingkungan untuk Menghasilkan Asam Asetat“ dilaksanakan mulai Oktober 2007 sampai Juli 2009. Selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1.
Prof. Dr.Ir. Erliza Noor, sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr.Ir. Tun Tedja Irawadi, MS dan Prof.(R).Dr. Gustan Pari, M.Si, selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberi bimbingan dan arahan serta saran pada penelitian dan penulisan disertasi ini.
2.
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana.M.Sc selaku ketua Program Studi dan Dr. Ir.Widiatmaka, DEA, sebagai Sekretaris S3 Program Studi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang selalu memacu, memberi semangat dan solusi bagi setiap masalah yang penulis hadapi serta meluangkan waktu, agar penulis dapat selesai dalam studi ini dan segera kembali membangun Sulawesi- Selatan.
3.
Dr.Ir. Etty Riani sebagai penguji luar ujian tertutup dan membantu dalam penyempurnaan akhir penulisan disertasi ini.
4.
Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf dan jajaran administrasinya yang telah berkenan menerima dan mengasuh serta selalu mendukung penulis untuk kelancaran dan kesuksesan studi ini.
5.
Rektor Universitas Negeri Makassar Prof. Dr. H. Arismunandar, M.Pd dan Pembantu Rektor I Prof. Sofyan Salam, MA. Ph.D serta Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Prof. Dr.H. Hamzah Upu, M.Ed, beserta
staf pengajar jurusan kimia FMIPA UNM Makassar yang telah berkenan memberi izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar ini. 6.
Dirjen Dikti Depdiknas dan penanggung jawab program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dan Hibah Penelitian Mahasiswa Program Doktor (S3) yang telah membiayai pelaksanaan tugas belajar ini.
7.
Prof. (R). Dr. Gustan Pari, MS., APU selaku Kepala Laboratorium Terpadu Kimia Kayu dan Energi Biomassa Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Balitbang Kehutanan Kementerian Kehutanan beserta staf : Mahpudin, dan Dadang Setiawan yang telah memberi izin pemakaian ruangan, penggunaan sarana, peralatan, membantu tenaga, pikiran dan memberikan suasana yang aman, nyaman serta dukungan lingkungan yang sangat kondusif sehingga penulis dapat bekerja secara optimal dalam pelaksanaan penelitian ini.
8.
Dr. Ir. Andreas Dwi Santosa, DEA Selaku Kepala Laboratorium Bioteknologi ICCB Situ gede Bogor beserta stafnya untuk analisis pengujian anti jamur untuk asap cair ketiga bahan baku.
9.
Staf Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Kimia FPMIPA UPI Bandung yang telah membantu penulis dalam menganalisis GC-MS asap cair dan fraksi etil asetat dari ketiga jenis bahan baku tersebut.
10.
Staf Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika Terapan LIPI Sangkuriang Bandung yang telah membantu penulis dalam menganalisis TGA bahan baku tersebut.
11.
Staf Laboratorium Pascapanen Departemen Pertanian Cimanggu-Bogor yang telah membantu penulis dalam menganalisis kadar asam asetat dan total fenol.
12.
Staf Laboratorium Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor untuk analisis kadar lignin, holoselulosa dan selulosa dari ketiga bahan baku tersebut.
13.
Staf Laboratorium Kimia Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB untuk analisis karbon untuk asap cair ketiga bahan baku.
14.
Teman-teman seperjuangan Alumni dan Mahasiswa Pascasarjana IPB Bogor : Dr.H.Muchamad Yusron (Balitro-Cimanggu Bogor), Dr.Ir. Masfia Umar (Dinas Pertanian Sul-Tra), Reski Praja Putra, S.TP., M.Si, Norma STP, Ir. Khairul Amri.,
M.Sc Stud (Unhas), Sabhan, S.Si,M.Si (Untad Palu) dan Elida Novita, S.TP., M.T (Unej
Jember),
Drs.H.Muhammad
Arsyad.,M.Si
(UNM)
serta
Henny
Purwaningsih, S.Si., M.Si (IPB), yang telah banyak membantu baik moril maupun non moril serta teman yaug lain khususnya Mahasiswa S3 program studi Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan (PSL) angkatan 2005 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga penulis sampaikan kepada ayahanda Drs. Makmur Daeng Sitaba dan ibunda Siti Ramlah Daeng Ngai, serta Mertua Pettahang dan Sumarni (Dg Sita), dan Keluarga Besar H. Mansyur Abdullah yang telah mengasuh, membimbing, membiayai dan setiap saat mendoakan agar penulis diberi kemudahan dalam setiap langkah dan selalu mendapat Ridha dari Allah SWT serta Yayasan Damandiri dan Yayasan Toyota Astra (YTA) bidang lingkungan Hidup atas bantuan biaya penelitian studi ini, Terkhusus buat saudaraku Diah Kusumawati, Diah Malahayati. SE dan Muhammad Fatahillah yang telah sabar dan mendukung penulis dalam penyelesaian studi ini. Demikian pula untuk istri Sumini, S.Pd dan anak-anakku Khalidah Wijaya, Nurhanifauziah Wijaya dan Siti Ainunniza Wijaya yang tersayang yang selalu mendampingi, membantu dalam suka dan duka serta mendoakan penulis sehingga selalu tabah, sabar dan diberi kemampuan dalam menjalankan tugas belajar ini hingga selesai dan sukses meraih masa depan. Akhir kata, atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat mendoakan agar diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah SWT, dan dinilai sebagai amal jariah serta ilmu yang bermanfaat. Penulis harapkan agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya khususnya masyarakat dan pengusaha yang bergerak di bidang perikanan dan usaha tahu serta dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang membutuhkannya. Bogor, Agustus
2011
Mohammad Wijaya. M
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Makassar (Ujung Pandang), Sulawesi-Selatan pada tanggal 27 September 1973, merupakan putra kedua dari empat bersaudara dari Ayah Drs. Makmur Daeng Sitaba dan Ibu Siti Ramlah Daeng Ngai. Penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Negeri Kompleks Latimojong Makassar tahun lulus 1986, kemudian Sekolah Menengah Pertama di SMP PGRI Sangir I Makassar tahun lulus 1989, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Makassar tahun lulus 1992. Penulis pernah mengikuti Siswa Berprestasi Teladan (Special Class) Tingkat Propinsi Sulawesi-Selatan selama setahun sejak tahun 1991-1992 di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Depdikbud SulawesiSelatan. Sejak tahun 1992, penulis diterima menjadi Mahasiswa di Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta melalui program Penjaringan Bibit Unggul Daerah (PBUD), dan lulus menjadi Sarjana Kimia (S.Si) pada tahun 1997. Pada tahun 2001, penulis mendapat kepercayaan mengikuti Pendidikan Pascasarjana Strata S2 di Program Studi Kimia, Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung (ITB) dan meraih gelar Magister Sains (M.Si) dalam Bidang khusus Kimia Fisika (Polymer Chemistry) lulus tahun 2003. Selanjutnya pada tahun 2005 hingga sekarang, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pengalaman penulis di bidang akademik dan organisasi adalah pada tahun 19951997 menjadi Asisten Dosen Kimia Dasar di Fakultas Geografi UGM dan Asisten Praktikum dari berbagai mata kuliah yaitu Kimia Anorganik, Kimia Organik dan Kimia Fisik di Fakultas MIPA UGM Yogyakarta. Pada tahun 1995-1996, penulis menjabat sebagai ketua komisi akademik Senat Mahasiswa Fakultas MIPA UGM. Pada tahun 2001, menjadi Ketua angkatan mahasiswa program Magister Kimia ITB. Pada tahun 2006-2007 menjadi pengurus Wacana IPB dan pada tahun 2009-2010 sebagai Dewan Penasehat WACANA IPB Bogor. Penulis juga aktif dalam Forum Wacana Mahasiswa Pascasarjana IPB asal Sulawesi Selatan selama 3 periode mulai tahun 20062010. Dari Periode 2009-2011 sebagai dewan pembina. Sejak tahun 1999 sampai saat
ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Kimia Bidang khusus Kimia Fisik dan Lingkungan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNM Makassar. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Kimia Indonsesia (HKI) cabang Jawa Barat periode 2001-2002, disamping menjadi pengurus Himpunan Polimer Indonesia. Penulis meraih Dosen Teladan di Universitas Negeri Makassar pada tahun 2005. Selama mengikuti program S3, penulis mengikuti berbagai Seminar dan Pelatihan baik Nasional maupun Internasional. Artikel yang ditulis selama mengikuti pendidikan program S3 antara lain : 1). Pembuatan asap cair melalui proses pirolisis limbah kayu dan bambu sudah terbit di Jurnal Biofisika Departemen Fisika FMIPA IPB Bogor. Volume 4 No.1 Maret 2008. ISSN 1829-6009, 2). Perubahan suhu pirolisis terhadap struktur kimia asap cair dari serbuk gergaji kayu pinus sudah terbit di Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor Volume 1 No.2 Desember 2008. ISSN 1979-5238, 3). Pengembangan Teknologi pirolisis limbah kayu jati dan aplikasinya sebagai bioenergi, sudah terbit di Prosiding Seminar Nasional Kimia 2008 di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta ISSN 978979-2-1, dan 4). Workshop on International Scientific Paper Writing “Acetic Acid Production from Bamboo of Wastes by Pyrolysis Kinetic “ Kerjasama DP2M Dikti dengan Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar pada tanggal 22-25 Oktober 2009 di Hotel MGH Makassar. 5). Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah untuk Publikasi II “HAYATI “Journal of Biosciences, Kampus IPB Baranangsiang Bogor, pada tanggal 15 Desember 2009. 6). Pelatihan Pemanfaatan Hasil penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kreaktivitas Mahasiswa yang berpotensi Paten “ Pengawet Alami dari Asap Cair Bambu “ atas kerjasama DP2M Dikti dengan STITEK Balik Diwa Makassar di Hotel Sahid Jaya Makassar pada tanggal 22-24 Juli 2010 (New), 7). Terpilih untuk pengajuan pendaftaran Paten HAKI yang berjudul “ Pengawet Alami dari Asap Cair Bambu “ melalui Dirjen Paten pada Tanggal 8 Desember 2010, sebagai inventor bersama semua Komisi Pembimbing (New). 8). Pemakalah Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia” Potensi Riset Kimia Terapan dalam Mendukung Pembangunan Iptek Berbasis Inovasi’ Puspitek Serpong, 24 Mei 2011 (New).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL…………………………………………………………............ xviii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xx xxii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………….. I.
PENDAHULUAN………………………………………………………………….
1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 1.7. II.
III.
Latar Belakang....................................................................................... Kerangka Pemikiran.............................................................................. Perumusan Masalah............................................................................... Tujuan Penelitian................................................................................... Manfaat Penelitian................................................................................. Hipotesis…………................................................................................ Novelty...................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 2.1. Kayu...................................................................................................... 2.1.1. Komposisi Kimia Kayu.............................................................. 2.1.2. Potensi Limbah Kayu................................................................... 2.2. Potensi Limbah Bambu........................................................................... 2.2.1. Komposisi Kimia Bambu.............................................................. 2.3. Mekanisme Proses Pirolisis................................................................... 2.4. Asap Cair............................................................................................... 2.4.1. Komposisi Asap Cair................................................................... 2.4.2. Sifat Fisik Penyusun Asap Cair.................................................. 2.4.3. Aplikasi Asap Cair dan Ter......................................................... 2.4.4. Produksi Asap Cair…………………………………………….
1 1 3 6 6 6 7 7
2.5. Pemisahan Asap Cair............................................................................. 2.5.1. Ekstraksi...................................................................................... 2.5.2. Distilasi.………………………………………………………... 2.6. Kinetika Reaksi ..................................................................................... 2.6.1 Persamaan Kinetika Reaksi ........................................................ 2.6.2 Model Kinetika Pirolisis............................................................. 2.7. Termodinamika Kimia........................................................................... 2.8. Kesetimbangan Biomassa yang Ramah Lingkungan............................
9 9 10 12 13 15 15 17 18 22 25 28 29 29 30 31 31 32 37 38
METODE PENELITIAN.............................................................................. 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................................ 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................... 3.3. Tahapan Penelitian…………………………………………………... 3.3.1. Pelaksanaan Penelitian………………………………………...
43 43 43 45 46
xvi
IV.
V.
3.3.2. Metode Analisis……………………………………………..... 3.3.2.1. Analisis Asap Cair......................................................... 3.3.2.2. Prosedur Karakterisasi Arang dan Bahan Bakunya....... 3.3.2.3. Analisa Kandungan Lignin, Holuselulosa dan Selulosa.
49 49 51 53
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………..... 4.1. Analisis Bahan Komponen Kayu dan Bambu……………………….... 4.2 Produksi Asap Cair Secara Pirolisis....................................................... 4.3. Identifikasi Komponen Kimia Asap Cair.............................................. 4.3.1. Analisis GC-MS........................................................................... 4.3.2. Analisis PCA................................................................................ 4.4. Pembentukan Asam Asetat dari Pirolisis............................................... 4.5. Pemisahan Asap Cair............................................................................. 4.6. Uji antijamur Asap Cair......................................................................... 4.7. Aplikasi Asap Cair pada Ikan dan Tahu............................................... 4.8. Model Kinetika Pirolisis……............................................................... 4.8.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetika Pirolisis............... 4.8.2. Model Kinetika Pirolisis Asam Asetat........................................ 4.8.2.1. Energi Aktivasi dan Faktor Pre Eksponensial ............... 4.8.2.2. Kinetika Pirolisis Asam Asetat Jati, Pinus dan Bambu 4.8.3. Waktu Paruh dalam Kinetika Pirolisis....................................... 4.9. Termodinamika Kimia.......................................................................... 4.9.1. Konversi Perubahan Nilai Kalor terhadap Perubahan Entropi 4.9.2.Perubahan Entalpi (ΔH⁰), Entropi (ΔS⁰) dan Energi Bebas Gibbs (ΔG⁰) ................................................................................ 4.10. Konversi Bahan Baku menjadi Kandungan Karbon Biomassa............ 4.11. Siklus Karbon Melalui Pirolisis Biomassa........................................... 4.12. Pembahasan Umum..............................................................................
55 55 58 59 59 64 67 70 72 75 77 77 78 78 82 87 89 89 92 96 98 101
KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 5.1. Kesimpulan............................................................................................ 5.2 . Saran…………………………………………………………………..
117 117 117
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
119
LAMPIRAN………………………………………………………………..
131
xvii
DAFTAR TABEL Halaman
1
Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin beberapa jenis limbah kayu. (%b/b)..................................................................................
12
2
Komponen kimia lima jenis bambu dan kayu (%)...................................
15
3
Sifat fisik empat jenis bambu....................................................................
15
4
Komposisi kimia asap cair.........................................................................
18
5
Hasil analisis senyawa kimia fraksi cair dari partikel pohon kayu (0,425 nm) melalui pirolisis dalam larutan alkali......................................
20
6
Standar kualitas asap cair (cuka) kayu di Jepang.......................................
21
7.
Sifat fisik asap cair..................................................................................
23
8
Produksi asap cair......................................................................................
28
9
Beberapa termodinamika kimia dalam proses pirolisis.............................
38
10
Hasil analisis termal TGA serbuk kayu jati, pinus dan bambu................
56
11
Kandungan (%b/b) lignin, holoselulosa dan selulosa pada serbuk kayu jati, pinus dan bambu.................................................................................
57
12
Rendemen produk serbuk kayu jati, pinus dan bambu.............................
58
13
Senyawa hasil pirolisis asap cair kayu jati pada berbagai suhu hasil deteksi GC-MS...........................................................................................
61
Senyawa hasil pirolisis asap cair kayu pinus pada berbagai suhu hasil deteksi GC-MS .......... ..............................................................................
62
Senyawa hasil pirolisis asap cair bambu pada berbagai suhu hasil deteksi GC-MS. ........................................................................................
63
Beberapa jenis senyawa dalam kondensat asap cair serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan bambu ................................................................
66
Rataan nilai pH pada ascakaja. ascakapin dan ascabam terhadap suhu pirolisis dengan reaktor listrik..............................................................
67
14. 15 16 17
xviii
Konsentrasi asam asetat pada ascakaja, ascakapin dan ascabam dari hasil perhitungan analisis GC-MS……………………………................
68
Hasil pemisahan dengan ekstraksi dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol ...............................................................................................
71
20.
Komponen kimia fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu ........................
71
21
Kandungan destilat dari fraksi etil asetat..................................................
72
22
Diamater zona hambat yang terbentuk Aspergillus nigel...........................
73
23
Perlakuan pengujian asap cair pada ikan tongkol dan tahu......................
76
24
Berbagai suhu, waktu pirolisis dan yield asam asetat ...............................
77
25
Menentukan energi aktivasi (Ea) dan faktor pre eksponensial (A) asam asetat jati, asam asetat pinus dan bambu..................................................
81
Karakteristik nilai kalor dan entropi arang serbuk jati, pinus dan bambu
89
18 19
26
xix
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Kerangka pemikiran...............................................................................
5
2
Beberapa jenis asal bahan kayu (a). Pohon jati (Tectona grandis L.f.), (b).Pohon pinus (Pinus merkusii) (c). Bambu Tali................................
9
3
Struktur kimia selulosa kayu.................................................................
10
4
Proses pembentukan polimer lignin (Laurence et al.1992).....................
11
5
Perpindahan panas dan massa dalam pirolisis serbuk kayu (Jannsen et al. 2004)...............................................................................
17
Nilai ter kayu dalam banyaknya impor di Indonesia (BPS 20032008)…………………………………………………………………..
27
Cara pembuatan arang dengan cara kiln drum (a) Pembakaran dengan memakai sunkup agar supaya dapat menampung destilat (asap cair) (b). Arang yang dihasilkan, sedangkan asap cair terus naik ke atmosfer dalam bentuk gas CO, CO2,CH4 dan lain.............................................
39
Siklus karbon biomassa melalui proses fotosintesis dan energi untuk pertumbuhan tanaman (Tenembaum 2009)…………………………….
42
Bahan baku untuk pembuatan asap cair dan arang : (a) Serbuk kayu jati, (b) Serbuk kayu pinus dan (c) Serbuk bambu.................................
44
Tanur untuk membuat asap cair dan arang yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan termokopel...............................
44
Tahapan penelitian pirolisis limbah kayu dan bambu yang ramah lingkungan untuk menghasilkan asam asetat.........................................
45
Hasil analisis TGA pada 3 jenis bahan baku (a). Serbuk kayu jati (b). Serbuk kayu pinus (c). Serbuk bambu ..........................................
55
Scree plot pengelompokkan senyawa pada asap pinus (a) Jati (b) Pinus, dan (c) Bambu..............................................................................
65
Mekanisme pembentukan pori secara kimia hasil dari penataan ulang karbon baik yang bersumber dari selulosa, lignin dan hemiselulosa (Pari 2010)…………………………………………………………......
69
6 7
8 9 10 11
12
13 14
xx
15 16 17
18
19 20
21 22
23
24` 25 26 27 28 29
Fraksinasi asap cair dari pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol (a) Serbuk jati, (b) Serbuk pinus dan (c) Serbuk bambu.........................
70
Uji antijamur dari (a) kontrol dan asap cair kayu jati, pinus dan bambu (b) daya hambat kontrol dan fraksi etil asetat jati ......................................
73
Hubungan antara ln k terhadap 1000/T menggunakan model Arrhenius pada perlakuan (a). Asam asetat jati, (b). Asam asetat pinus. (c). Asam asetat bambu…………...........................................................
79
Hubungan antara ln k terhadap 1000/T menggunakan model Arrhenius pada perlakuan;(a). Asam asetat jati, (b). Asam asetat pinus. (c). Asam asetat bambu. ........................................................................
80
Perbandingan nilai ln k terhadap 1000/T pada model Arrhenius dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu...............................
82
Perbandingan nilai ln k terhadap 1000/T untuk model Tsamba dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu………………
84
Hubungan Laju reaksi terhadap waktu pirolisis (a) Percobaan dan Tsamba ( b) Model Arrhenius asam asetat jati, pinus dan bambu.. ....
86
Hubungan antara waktu paruh terhadap suhu pirolisis (a). Model Arrhenius (b). Model Tsamba untuk kinetika asam asetat jati, pinus dan bambu……………………………………………………………...
88
Perbandingan nilai entropi arang dan asam asetat jati, pinus dan bambu terhadap suhu pirolisis pada termodinamika kimia....................
91
Perubahan entalpi asam asetat jati, pinus dan bambu dengan model Tsamba dalam termodinamika kimia.....................................................
92
Perubahan entropi asam asetat jati, pinus dan bambu dengan model Tsamba dalam termodinamika pirolisis.................................................
93
Energi bebas Gibbs asam asetat jati, pinus dan bambu untuk model Tsamba ........................................................................................
94
Kandungan karbon biomassa serbuk kayu jati, pinus dan bambu...........
96
Pengaruh suhu pirolisis terhadap emisi karbon jati, pinus dan bambu.. Siklus karbon yang berasal dari limbah kayu dan bambu melalui proses.................................................................................................... xxi
97 99
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Penentuan hasil analisis kimia serbuk jati, pinus dan bambu...........
134
2
Hasil pirolisis serbuk jati, pinus dan bambu.....................................
135
3.
Penentuan konsentrasi asam asetat kayu jati, pinus dan bambu.........
138
4.
Pemisahan asap cair.............................................................................
140
5
Penentuan berat dan yield asam asetat jati, pinus dan bambu...........
142
6
Karakteristik arang serbuk kayu jati, pinus dan bambu.......................
143
7.
Perhitungan waktu paruh kinetika pirolisis.........................................
145
8.
Penentuan nilai kalor arang kayu jati, pinus dan bambu....................
146
9
Perubahan Entropi dari nilai kalor arang ..........................................
147
10.
Penentuan nilai karbon asap cair jati, pinus dan bambu....................
149
11
Penentuan karbon biomassa asap cair jati, pinus dan bambu............
150
12
Penentuan total karbon biomassa serbuk jati, pinus dan bambu.........
151
13.
Menentukan emisi karbon serbuk jati, pinus dan bambu....................
152
14.
Menentukan nilai konstanta kinetika asam asetat jati, pinus dan bambu pada model Arrhenius dan Tsamba.........................................
154
15.
Penentuan suhu optimun untuk asam asetat Jati, pinus dan bambu…
158
16.
Penentuan laju reaksi asam asetat.....................................................
159
17
Sifat fisik arang dam standarnya (Brocksiepe 1976).........................
162
18
Alat GC-MS dan kondisi serta spesifikasinya...................................
163
19
Mencari entalpi dan entropi dalam termodinamika kimia....................
164
20
Perubahan energi bebas Gibbs dalam termodinamika kimia...............
167
21
Penggelompokkan senyawa berdasarkan waktu retensi dari hasil kromatogram asap cair GC-MS...........................................................
168
xxii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah kayu tersedia dalam jumlah yang besar, karena sebanyak 37-43% dari penebangan pohon menjadi limbah, antara lain berupa serbuk kayu, potongan kayu dan sisa ketaman kayu. Limbah kayu selama ini banyak dimanfaatkan sebagai media penanaman jamur (Chang & Buswell 1996; Ishizuka et al. 1997; She et al. 1998, Wasser & Weis 1999), dan penghara (Muladi et al. 2001). Pemanfaatan limbah kayu dan bambu pada pembuatan asap cair telah mendapat perhatian beberapa tahun belakangan ini, yang umumnya diproduksi secara pirolisis. Pada proses pirolisis terjadi dekomposisi dari senyawa hemiselulosa, selulosa dan lignin yang terdapat pada bahan baku. Proses pirolisis antara lain menghasilkan produk asap cair, ter, arang dan minyak atsiri (Sheth et al. 2006). Beberapa hal yang menguntungkan dari penggunaan asap cair dibandingkan dengan pengasapan secara tradisional, antara lain (Pearson & Tauber 1973) : a. Tidak memerlukan alat generator yang cukup mahal. b. Komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang berulangulang. c. Senyawa penyebab kanker dapat dikurangi. d. Proses yang dilakukan lebih cepat dan hasilnya relatif lebih banyak. Berbagai bahan baku telah digunakan untuk pembuatan asap cair dalam proses pirolisis antara lain sebagai berikut: potongan kayu pinus (Badger et al. 2011), lignin alam (Liu et al. 2011), limbah kopi (Akalin & Karagoz 2011), batang jagung (Lv et al. 2010), campuran limbah industri dan sampah padatan kota (Paolucci et al. 2010), biomassa kayu (Saddawi et al. 2010), serbuk LiFePO4/C (Akao et al. 2010), kulit biji jambu mente dan sabut kelapa (Tsamba et al. 2006), tempurung kelapa (Darmadji 2002), bambu (Kantarelis et al. 2010), lignin kraft (Gustaffson et al. 2009), cairan hitam kertas (Zhao et al. 2010), jerami padi (Budi et al. 2004), kayu pinus (Kim et al. 2010), limbah koran (Bhuiyyan et al. 2008), kayu sugi dan akasia (Kartal et al. 2004), partikel kayu (Sadhukan et al. 2009), residu bunga zaitun (Aboulkas et al. 2009), kayu karet (Ratanapisit et al
2
2010), kayu mangga dan bambu (Tippayawong et al. 2010), dan pohon kayu hibrida (Agblevor et al. 2010). Bahan baku tersebut mengandung cukup hemiselulosa, selulosa dan lignin. Penelitian tersebut mengungkap adanya hubungan antara jenis bahan baku dan komposisi senyawa pada produk asap cair. Senyawa-senyawa hasil pirolisis serbuk kayu jati mengandung p-guaiakol, 2 metoksi 4 propenil fenol, 2 metoksi 4 metil fenol, 3,4,5 trimetoksi toluena dan 1,3 dimetoksi siringol (Fatimah & Nugraha 2005), Sedangkan senyawa dominan hasil pirolisis kayu sugi dan kayu akasia terdiri dari asam asetat dan vanilin (Kartal et al. 2004), dan dari sampah organik adalah γ-butirolakton dan 2 hidroksi 3 metil 2 siklopentena-1-on (Gani 2007). Berbagai senyawa dan komposisi yang berbeda dihasilkan dari proses pirolisis, selain itu jenis bahan baku beserta kondisi operasi pirolisis diperkirakan mempengaruhi hal tersebut. Aplikasi asap cair sangat beragam. Asap cair tongkol jagung misalnya digunakan sebagai bahan penyusun bio oil (Wang et al. 2010), dan pestisida (Nurhayati 2000). Sementara asap cair dari bambu dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik, minuman kesehatan dan kedokteran (Jinhe 2005), dan obat anti alergi (Imamura et al. 2005). Asap cair dari sampah organik dapat digunakan sebagai antifeedant (Gani 2007), dan dari sabut dan tempurung kelapa dapat digunakan untuk mengawetkan ikan selar (Sutin 2008). Komponen utama dari kayu terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin akan terurai menjadi berbagai senyawa pada proses pirolisis. Secara umum pirolisis hemiselulosa akan menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan turunannya. Sedangkan lignin terurai menjadi fenol dan eter fenolik serta turunannya dan selulosa akan menghasilkan senyawa asam asetat, dan senyawa karbonil. Senyawa-senyawa hasil pirolisis ini memiliki fungsi yang beragam. Senyawa fenol dan karbonil bermanfaat memberi flavor dan warna, senyawa fenol dan asam organik digunakan pada pengawetan, karena mengandung senyawa antibakteri dan antioksidan. Senyawa benzopirena dan ter yang terdapat pada asap cair tidak diinginkan karena bersifat toksik dan karsinogenik (Maga 1988). Perbedaan komposisi komponen penyusun kayu diperkirakan akan mempengaruhi komposisi dan jenis senyawa hasil pirolisis. Pada penelitian ini
3
akan diamati pirolisis menggunakan 3 jenis limbah kayu dan bambu yang berasal dari kayu berdaun lebar, kayu berdaun jarum, dan bambu berdaun menyirip. Pengamatan termodinamika pirolisis dengan melihat perubahan energi bebas Gibbs sebagai fungsi suhu pirolisis belum banyak dilakukan. Metode ini di antaranya
digunakan
untuk
memprediksi
gas
yang
diproduksi
dengan
menggunakan pendekatan reaksi termodinamika (Dong et al. 2005), perbedaan suhu pirolisis terhadap kesetimbangan termodinamika (Chang et al. 2004), dan studi termodinamika untuk pembentukan asetilena dan batu bara (Bao et al. 2009). Penelitian tersebut erat kaitannya dengan teori termodinamika kimia yang menyatakan hubungan antara energi bebas Gibbs dengan suhu priolisis. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dirancang untuk membuat asap cair melalui proses pirolisis sehingga menghasilkan komponen kimia yang potensial seperti
asam asetat yang ramah lingkungan. Data termodinamika kimia dari
pirolisis diperoleh melalui penentuan entalpi, entropi, dan energi bebas Gibbs. 1.2. Kerangka Pemikiran Proses pirolisis dilakukan terhadap 3 jenis kayu dan bambu yang berbeda, yaitu jati (daun lebar), pinus (daun jarum) dan bambu (daun menyirip). Proses pirolisis dengan bahan yang berbeda akan menghasilkan senyawa-senyawa dengan karakteristik yang berbeda. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi, yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Komponen asap cair dari berbagai jenis kayu dianalisa untuk mengetahui rendemen asap cair dan arang (% b/b), konsentrasi asam asetat, dan pH. Fraksi atau kondensat dengan konsentrasi asam asetat dan rendemen yang tinggi dipisahkan untuk dianalisis lebih lanjut menggunakan GC-MS (gas chromatography-mass spectrometry). Analisis GC-MS dilakukan untuk mengidentifikasi komponen kimia asap cair. Pengelompokan senyawa hasil analisis GC-MS dapat dilakukan dengan identifikasi senyawa asam asetat dan turunannya dengan menggunakan analisis PCA (principal component analysis). Pemisahan komponen dilakukan dengan fraksinasi menggunakan pelarut dengan berbagai tingkat kepolaran. Fraksinasi dilakukan secara bertahap: menggunakan pelarut n-heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol
4
(polar) yang bersifat polar. Destilasi asap cair dilakukan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya seperti benzopirena dan ter. Hal ini dilakukan dengan cara pengaturan suhu asap cair, sehingga diharapkan memperoleh asap cair yang jernih, dan bebas ter. Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil.
Darmadji (1996), melaporkan
bahwa pirolisis tempurung kelapa dapat menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4.13%, karbonil 11.3%, dan asam 10.2%. Menurut Maga (1988), komposisi kimia asap cair kayu terdiri dari kandungan senyawa fenol 0.2-2.9%, asam 2.8-4.5%, karbonil 2.6-4.6%, ter 1-17%, dan air 11-92%. Aplikasi asap cair dilakukan pada ikan tongkol dan tahu. Model kinetika pirolisis yang dikembangkan diambil dari persamaan Arrhenius dan Tsamba untuk melihat adanya pengaruh suhu pirolisis dan waktu tinggal. Berdasarkan hasil perhitungan konstanta kinetika, maka dapat dihitung energi aktivasi (Ea), faktor pre eksponensial (A), dan waktu paruh (t½). Khusus untuk termodinamika pirolisis diperoleh perubahan entropi (ΔS°), entalpi (ΔH°), dan energi bebas Gibbs (ΔG°). Skema tahapan proses pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
5
. Bahan baku
Kayu berdaun jarum ( Hard wood )
Kayu berdaun lebar
( Soft wood )
Berdaun menyirip (Bambu)
Parameter - Laju pemanasan - Suhu dan waktu
Proses Pirolisis
Arang
Asap Cair Analisis - Rendemen, PH - Konsentrasi Asam Asetat
Analisis Arang Kadar air Kadar abu Kadar zat terbang Kadar karbon Nilai kalor
Identifikasi Komponen Kimia - Analisis GC-MS - Analisis PCA
Model Kinetika
Energi aktivasi (Ea) Konstanta Kinetik (K) Faktor Eksponensial (A) Waktu Paruh (t1/2)
Termodinamika Kimia Entropi (ΔS) Entalpi (ΔH) Energi bebas Gibss (ΔG)
Fraksinasi Asap Cair
Distilasi Suhu asap cair < 95° C, 95-105°C&105-120°C
Produk Asam -Asetat
Pengujian anti jamur Bahan Pengawet Alami
Aplikasi Asap Cair
Gambar 1 Kerangka pemikiran.
6
1.3. Perumusan Masalah Asap cair dari 3 jenis kayu dan bambu yang berbeda yaitu jati (daun lebar), pinus (daun jarum) dan bambu (daun menyirip), diperkirakan memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda dan kompleks. Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengindikasikan lebih kurang 1000 macam senyawa kimia, 300 di antaranya dapat diisolasi dan sudah berhasil diidentifikasi. Berbagai jenis senyawa dijumpai pada kondensat antara lain fenol (85), asam (35), furan (4), alkohol dan ester (15), lakton (13), hidrokarbon alifatik (1) dan lain-lain. Untuk memperoleh fraksi komponen potensial seperti asam
sehingga fraksi murni
membutuhkan teknik pemisahan yang rumit. Pemilihan proses untuk 3 jenis bahan baku pada penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalkan perolehan senyawa asam asetat yang diinginkan. 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mendapatkan rendemen asap cair dengan jumlah terbaik melalui pirolisis dan mengidentifikasi fraksi-fraksi komponen kimia potensial dari asap cair. 2. Aplikasi asap cair sebagai pengawet pangan. 3. Memperoleh teknik isolasi asam asetat dari asap cair. 4. Menentukan model kinetika pembentukan asam asetat pada proses pirolisis. 5. Menentukan reaksi spontan atau tidak spontan yang berlangsung dalam pembentukan asam asetat. 6.
Menentukan nilai emisi karbon yang ramah lingkungan pada teknologi pirolisis.
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Asap cair yang diperoleh dari limbah kayu dan bambu melalui proses pirolisis dapat digunakan sebagai alternatif produk pengawet makanan. 2. Model kinetika pirolisis yang dihasilkan dapat digunakan untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam jumlah yang tinggi dan memberikan manfaat dalam perencanaan proses, dan pengembangan produk. 1.6. Hipotesis
7
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konstanta kinetika (k) dipengaruhi oleh jenis bahan baku. 2. Laju pemanasan (heating rate) berpengaruh secara signifikan terhadap energi aktivasi, dimana energi aktivasi meningkat dengan meningkatnya laju pemanasan. 1.7. Novelty (kebaruan) Kebaruan dari penelitian ini adalah diperolehnya kondisi proses pirolisis (suhu dan waktu) terbaik untuk mendapatkan asap cair dari limbah kayu dan bambu, didapatkannya kondisi proses terbaik untuk pemisahan asap cair menjadi asam asetat. Termodinamika kimia diperoleh dari model kinetika pirolisis yang menghasilkan konstanta kinetika, faktor pre eksponensial, energi aktivasi, entropi, energi bebas Gibbs dan emisi karbon yang ramah lingkungan (eco friendly).
II. TIN NJAUAN PU USTAKA 2 2.1. Kayu Kayu terutama disusun oleeh tiga baahan polim merik, yaituu selulosa, h hemiselulosa a dan ligninn. Substansii lain adalahh bahan-bahhan yang mengandung m n nitrogen, peektin, pati, gula g dengann berat moleekul rendah, mineral-m mineral (Fe, M Mn, dan Mg, d lain-lainn). Keanekaaragaman baahan-bahan lain (ligninn, terpena, p polifenol, daan lain-lain)) ditemukann dalam jum mlah yang bervariasi. b Pektin, pati, d karbohiidrat dengann berat molekul rendahh merupakann sumber kaarbon bagi dan p pemantapan mikroorgannisme di daalam kayu. Kayu K meruppakan hasil hutan dan j juga bahan mentah yanng mudah diiproses untuuk dijadikan barang sesu uai dengan k kebutuhan. Berbagai jenis j bahann kimia daapat dihasilkan dari pemisahan k komponen y yang terdappat dalam laarutan hasill ekstrak kaayu antara lain lignin s sulfonat, guula, etil alkohhol, protein, asam asetaat, butanol dan asam laaktat. Sifat f fisik, sifat mekanik m dann sifat kimia kayu tidak akan dapat sepenuhnyaa dipahami, t tanpa meng getahui seny yawa-senyaw wa kimia yaang terdapatt di dalamny ya sebagai k komponen p pembentukny ya. Beberappa jenis kayu u dan bambbu dalam pen nelitian ini a adalah pohoon jati (Tectoona grandis L.f.), pinus (Pinus merrkusii), dan bambu tali ( (Gigantochl oa apus) dappat dilihat paada Gambar 2.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Beberapaa bahan asaal kayu dan bambu: (a)) Pohon jatti (Tectona grandis L.f.), L (b) Poohon pinus (Pinus merkkusii), dan (c) ( Bambu tali ( Giggantochloa appus).
10
2.1.1. Komposisi Kimia Kayu Struktur kayu bervariasi di antara spesies dan sampai taraf tertentu di dalam spesies dan individu pohon. Ciri khas dan penyebaran sel bervariasi menurut musim ketika sel itu terbentuk dan juga bervariasi dengan perubahan kegiatan pohon. Kayu tersusun dari beberapa jenis sel yang berbeda. Struktur kayu daun lebar lebih sederhana daripada kayu daun jarum, yang mempunyai lebih banyak tipe sel. Trakeid menyusun mayoritas unsur longitodinal kayu daun jarum. Umumnya kayu mengandung selulosa 40-60%, hemiselulosa 20-30%, dan lignin 20-30% (Zaitsev et al. 1969). Tiga komponen kimia utama penyusun kayu adalah sebagai berikut : a. Selulosa Selulosa merupakan salah satu komponen utama penyusun dinding sel yang kandungannya berkisar antara 40-45% dari bahan kering kayu. Struktur kimia selulosa adalah rantai lurus, memanjang dan tidak bercabang. Struktur seperti itu merupakan polimer linier dari unit-unit anhidro-D-glukopiranosa yang diikat oleh β-(1→4) glikosidik. Derajat polimerisasi (DP) selulosa berkisar 7.000–10.000 glukosa. Kandungan dan struktur kimia selolusa antara kayu daun lebar dan kayu daun jarum relatif tidak berbeda (Seperti terlihat pada Gambar 3). Satu-satunya yang membedakan hanya DP, dimana DP selulosa kayu daun jarum lebih tinggi dibandingkan kayu daun lebar (Syafii 2001).
Gambar 3 Struktur kimia selulosa kayu.
11
b Hemisellulosa b. Hemisellulosa utam ma dari kaayu merupaakan polimeer yang memanjang, m b bercabang dan d disusun oleh o berbagaai jenis monnomer misalnnya glukosa,, galaktosa, x xilosa, ramnnosa, manossa, arabinosaa dan asam glukoronat. Secara khaas terdapat p perbedaan a antara hemiiselulosa kaayu daun jaarum dan ddaun lebar, dari segi k kuantitatif maupun m kuaalitatif (strukktur). Struktu ur kimia heemiselulosa daun lebar d dicirikan oleeh adanya kaandungan gluukoronoxilan n (Syafii 20001). c Lignin c. Kadar
lignin di dalam d kayu berkisar anntara 15-35% %. Lignin merupakan m
p polimer alam mi yang san ngat kompleeks. Lignin adalah a polim mer amorf, bercabang b banyak, dann tiga dimen nsional yangg struktur kiimianya kom mpleks. Poliimer lignin d disusun oleeh unit-unitt monomer yang diseebut fenilprropena. Ad da 3 jenis f fenilpropena a yang mennyusun strukktur lignin yaitu y p-kum maril alkoholl, koniferil a alkohol (gu uaiasil) dan sinapil alkkohol (sirinngil).
Ketiga jenis feenilpropena
t tersebut selaanjutnya berrikatan satu ssama lain deengan ikatann hidrogen membentuk m p polimer lignnin (Gambar 4).
Gamb bar 4 Proses pembentukaan polimer lignin (Laureence et al. 19 992).
12
Secara khas ada perbedaan antara lignin kayu daun jarum dengan lignin kayu daun lebar baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif. Kandungan lignin pada kayu daun jarum relatif lebih tinggi dibanding pada kayu daun lebar. Dari segi struktur, lignin kayu daun jarum hanya disusun oleh koniferil alkohol saja, sedangkan lignin kayu daun lebar disusun oleh koniferil alkohol dan sinapil alkohol dengan perbandingan tertentu (Safii 2001). Sedangkan kandungan lignin pada bambu memiliki lignin sisa dalam pulp yang relatif lebih rendah, sehingga memiliki pengaruh yang relatif baik terhadap warna maupun sifat fisis pulp (Wardoyo 2001). 2.1.2. Potensi Limbah Kayu Limbah kayu dapat menghasilkan arang dan cuka kayu yang dapat digunakan maupun dijual untuk menambah pendapatan masyarakat. Beberapa sumber selulosa, hemiselulosa dan lignin yang telah banyak dikenal antara lain serat kapas, batang kayu daun jarum, batang kayu daun lebar, bagase dan jerami gandum dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan selulosa. hemiselulosa dan lignin untuk beberapa jenis limbah biomassa (% b/b) Jenis limbah biomassa Serat kapas Batang kayu daun jarum Batang kayu daun lebar Bagase Jerami gandum
Kandungan (% b/b) Selolusa
Hemiselulosa
Lignin
90 40 -50 45 -50 25 -40 40
20 -40 25 -35 25 -50 29.2
18 -25 25 -35 13 -30 19.8
Sumber : Bintoro (1996)
Penelitian yang dilakukan oleh tim CIFOR di Malinau, Kalimantan Timur (Iskandar et al. 2005) menunjukkan potensi limbah kayu sangat tinggi dari kegiatan pembalakan, yaitu sebesar 781 m3/km panjang jalan logging baru, dengan 340 m3/km (51%) merupakan limbah kayu dari kategori batang tinggal serta 141 m3 (18%) merupakan kategori pohon mati tegak. Selain itu, untuk setiap TPn (Tempat penumpukan kayu sementara) yang dibuka rata-rata menghasilkan limbah kayu sebesar 207 m3/ha, meliputi sebesar 101 m3 (49%) merupakan
13
limbah kayu dari kategori batang tinggal dan 43 m3 (21%) dari kategori pohon mati tegak. Total potensi limbah kayu di kedua lokasi tersebut sebesar 99%. Pengolahan kayu jati (Tectona grandis) di Pulau Jawa menjadi produk kayu gergajian, kayu konstruksi, mebel dan olahan lainnya oleh sebagian industri cukup banyak menyisakan limbah. Penggunaan limbah kayu jati sampai saat ini masih terbatas untuk bahan bakar sehingga perlu dicari kemungkinan penggunaan lainnya. Peningkatan nilai ekonomis pemanfaatan limbah kayu jati dapat dilakukan dengan mengolahnya menjadi arang aktif. Industri arang aktif sangat diperlukan karena dapat mengabsorbsi bau, warna, gas dan logam. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan penjernih. Disamping itu kebutuhan Indonesia akan arang aktif untuk bidang industri masih relatif tinggi disebabkan semakin meluasnya pemakaian arang aktif pada sektor industri. Pada tahun 2000, impor arang aktif sebesar 2.770.573 kg berasal dari negara Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Cina, Singapura, Philipina, Sri Lanka, Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Denmark, dan Italia (Anonim 2001b). Salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor arang aktif dan meningkatkan produksi arang aktif di Indonesia dengan memproses limbah pengolahan kayu menjadi arang aktif yang dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi (Hendra 1992). Kayu pinus terdapat lebih dari 20 jenis dengan nama spesies yang berbeda. Pertumbuhan kayu pinus terdapat di Asia Tenggara meliputi Kamboja, Vietnam, Malaysia, Philipina, Myanmar dan Laos. Di Indonesia, pohon pinus terdapat di Pulau Sumatera antara Gunung Kerinci dan Gunung Talang. Pohon pinus bisa mencapai ketinggian 25-45 m dengan diameter hingga 3 meter. Kayu pinus ini berwarna coklat kemerahan dan densitas 565-750 kg/m3. Menurut Komarayati et al. (2004), limbah kayu pinus yang berupa serasah dan kulit kayu pinus tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Serasah pinus dibiarkan di dasar hutan dan kulit kayu pinus hanya digunakan sebagai bahan bakar. 2.2. Potensi Limbah Bambu Indonesia memiliki 125 spesies bambu, 39 spesies diantaranya sudah terindentifikasi dan 11 species tergolong komersial (Supriadi 2001). Penggunaan
14
bambu di Indonesia dapat digolongkan pada pengguna tradisional, yaitu petani, masyarakat pedesaan, pengerajin pada upacara keagamaan/kebudayaan. Pada industri digunakan di industri kertas, supit (chop-stick), penyangga bunga (flower stick), papan semen bambu (askaboard) dan pengalengan bambu. Pada masa mendatang tidak tertutup kemungkinan berdiri industri bambu lapis (ply bamboo). lantai bambu (flooring). papan partikel bambu (bamboo particle board) dan arang aktif (Supriadi 2001). Pemanfaatan bambu menjadi bahan baku pulp dan kertas di Indonesia telah diterapkan pada industri kertas di Daerah Gowa dan Banyuwangi. Namun karena kendala bahan baku, maka industri kertas tersebut lebih banyak menggunakan bahan baku lain (Krisdianto et al. 2000). Bambu lapis dapat digunakan sebagai bahan bangunan, antara lain untuk plafon, daun pintu dan dinding penyekat (Anonim 2001a). Sifat tumbuh bambu yang cepat memberi peluang untuk menggeser penggunaan bahan baku industri arang aktif yang menggunakan kayu. Selain itu banyaknya jenis bambu akan lebih memudahkan pemilihan jenis bambu yang sesuai dengan bahan baku untuk industri tersebut. Diperkirakan terdapat 1200 jenis bambu di dunia dan 10% diantaranya diketahui tumbuh di Indonesia. Jenis bambu yang sering ditanam di Pulau Jawa adalah bambu andong, bambu betung, bambu tali dan bambu ater. Bambu dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ke daerah pengunungan pada ketinggian 900 m dpl. Umur tumbuh bambu berkisar sekitar 5 -12 tahun, akan tetapi penebangan bambu pada umumnya pada umur sekitar 3 tahun. Produksi bambu yang dikelola dengan baik menghasilkan bambu sebanyak 9000 kg per ha/thn. Jumlah produksi bambu ini jauh lebih cepat dan lebih banyak apabila dibandingkan dengan produksi kayu dari hutan alam atau hutan tanaman industri. Sebagai gambaran produksi kayu bakau dan karet setelah umur pohon 30 tahun berjumlah rata-rata 10.27 m3 atau 8.300 kg dari areal tanah 1 ha (Nurhayati 1990).
15
2.2.1. Komponen Kimia Bambu Sifat komponen kimia jenis bambu dan kayu sebagaimana disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar selulosa, lignin dan hemiselulosa berada dalam kisaran komponen kimia kelompok kayu berdaun jarum dan kayu berdaun lebar. Komponen kimia ini merupakan komponen yang berperan pada proses pembuatan asap cair berkadar rendah. Tabel 2 Komponen kimia lima jenis bambu dan kayu (%) Jenis Bambu dan Kayu
Lignin
Selulosa
Pentosan
Abu
Tali (Gigantochloa apus)
25.8
54.7
19.1
2.9
Ulet (Gigantochloa.Sp)
26.8
54.9
-
2.0
Andong(Gigantochloa pseudoarundinaceae)
28.0
53.8
-
3.2
Betung (Dendrocalamus asper)
25.6
55.4
-
3.8
Ampel (Bambusa vulgaris)
28.2
50.8
-
4.3
x
26-39
38-40
7-14
0.89-1
Kayu daun lebar )
23-30
40-45
19-26
1-6
Kayu daun jarum ) x
x)
Sumber : Syahri (1988) Seperti halnya kayu, berat jenis bambu menunjukkan variasi mulai dari
rendah, sedang sampai tinggi. Diameter bambu bervariasi antara 4-13 cm, sedangkan tebal bambu berkisar antara 1-3 cm (Tabel 3). Berdasarkan diameter dan tebal diantara jenis-jenis bambu yang tumbuh di Pulau Jawa berprospek baik digunakan untuk pembuatan asap cair adalah bambu tali, andong dan betung. Tabel 3 Sifat fisik empat jenis bambu Jenis Bambu
Berat Jenis
Diameter (cm)
Tebal (cm)
10 -13
1.5-3.6
Andong (Gigantochloa pseudoarundinaceae)
(g/ml) 0.42 -0.51
Ater ( Gigantochloa atter)
0.61 -0.74
4 -6
1 -2
Betung (Dendrocalamus asper)
0.67 -0.72
5.5 -12
1.5 – 2
Tali ( Gigantochloa apus)
0.37 -0.45
5 -7
1 -1.5
Sumber : Nurhayati (2000a)
2.3.
Mekanisme Proses Pirolisis Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan-bahan yang mengandung
karbon (C), baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun tambang
16
menghasilkan arang dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (asap cair) (Paris et al. 2005). Proses pirolisis terdiri dua tingkat yaitu pirolisis primer dan sekunder. Pirolisis primer adalah proses prolisis yang terjadi pada suhu 150-300°C (proses lambat), dan pada suhu 300-400°C (proses cepat). Hasil dari proses lambat adalah arang, H2O, CO,dan CO2. Sedangkan hasil pirolisis cepat adalah arang, berbagai gas, dan H2. Sedangkan pirolisis sekunder adalah proses pirolisis yang terjadi pada gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600°C dan hasil pirolisis CO, H2, dan hidrokarbon. Umumnya proses sekunder ini digunakan untuk gasifikasi. Proses pirolisis adalah proses pembakaran yang dilakukan dengan penambahan bahan biomassa dengan sedikit oksigen, agar dihasilkan produk asap cair, arang, ter dan bahan kimia. Dekomposisi pirolisis kayu dengan adanya udara dalam suhu akhir menghasilkan tiga kelompok (Fengel 1983), yaitu komponen padat (arang), senyawa-senyawa yang mudah menguap dan gas yang mudah menguap. Cairan pirolisis merupakan campuran kompleks senyawa alifatik dan aromatik. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi. dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisis kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150°C, pirolisis hemiselulosa pada suhu 200-250°C, pirolisis selulosa pada suhu 280320°C dan pirolisis lignin pada suhu 400°C (Girard 1992). Pirolisis pada suhu 400°C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas asap cair yang tinggi dan pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan jumlah ter dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard 1992; Maga 1988) Penggunaan
teknologi
pirolisis
untuk
menghasilkan
sumber
energi
hidrokarbon alternatif telah dikembangkan (Fatimah & Nugraha 2005). Dari hasil pirolisis ini kemudian dapat dilakukan konversi produk salah satunya untuk kepentingan sintesis bahan pengganti minyak bumi atau bahan obat-obatan. Secara bertahap, pirolisis kayu akan mengalami penguraian yaitu (i) hemiselulosa terdegradasi pada 200-260oC, (ii) selulosa pada 240-350oC, dan (iii) lignin pada 280-500oC. Degradasi termal dapat dilakukan dengan adanya pelarut dalam jumlah rendah sehingga reaksi berjalan lebih cepat (Sjostrom 1995).
17
Proses pirolisis untuk pembentukan asap cair dan arang (Jannsen et al. 2004), dimulai saat kayu yang dibakar mengalami penguraian yang sangat kompleks (daerah 1), dimana senyawa kimia kayu yang di identifikasi sifat fisik dan kimia akibat perpindahan massa dan panas kemudian terjadi penguapan (evaporation) (daerah 2), yang menyebabkan titik didih air menguap pada suhu dekomposisi antara 200-250°C (daerah 3), mengalami pirolisis (daerah 4 ), lapisan arang (daerah 5), lapisan awal permukaan (daerah 6) dan nyala api (daerah 7). Perpindahan panas dan massa dalam proses pirolisis serbuk kayu dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Perpindahan panas dan massa dalam pirolisis serbuk kayu (Jannsen et al. 2004). 2.3. Asap Cair Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, yang dikembangkan dengan metode kasar destilasi kering dari bahan kayu (Pszczola 1995). Asap cair merupakan campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisis kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni (Maga 1988). Asap diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul rendah yang diakibatkan oleh panas. Reaksi yang terjadi adalah oksidasi, polimerisasi dan kondensasi (Girrard 1992). Proporsi partikel padatan dan cairan dalam medium gas menentukan kepadatan gas. Selain itu asap juga memberikan atribut warna dan flavor pada medium pendispersi gas.
18
2.4.1. Komposisi Asap cair Senyawa kimia yang terdapat dalam asap jumlahnya lebih dari 1000 jenis, 300 senyawa kimia diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah berhasil dideteksi. Berbagai jenis senyawa dijumpai pada kondensat asap cair antara lain fenol (85), karbonil, keton dan aldehid (45), asam (35), furan (4), alkohol dan ester (15), lakton (13), hidrokarbon alifatik (1) dan seterusnya (Girard 1992). Komposisi kimia asap cair seperti fenol, asam, karbonil dan ter, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komposisi kimia asap cair Komposisi kimia Air Fenol Asam Karbonil Ter Sumber : Maga (1988)
Kandungan (%) 11-92 0.2 -2.9 2.8 -4.5 2.6 -4.6 1 -17
Menurut Zaitsev et al. (1969), asap mengandung beberapa zat antimikroba, antara lain : a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, dan metil ester. b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural. d. Hidrokarbon : xylene, cumene, dan simene. e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton. f. Fenol. g. Piridin dan metil piridin. Menurut Harris & Kannas (1989), komponen asap dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap nilai gizi produk yang diasap. antara lain : a. Zat yang melindungi penyusun kandungan gizi bahan yang diasap. b. Komponen yang tidak menunjukkan aktivitas dari segi nilai gizi. c. Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan menurunkan nilai gizi produk yang diasap. d. Komponen yang beracun.
19
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Darmadji et al. (1996) menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4.13%,
karbonil 11.3%,
dan asam 10.2%. Amerika
Serikat merupakan salah satu negara pengolah daging menggunakan asap cair yang telah mengalami pengendapan dan penyaringan untuk memisahkan senyawa ter. Asap cair memiliki aroma dan rasa spesifik. juga memiliki daya bunuh terhadap mikroba serta sifat antioksidan yang berpengaruh terhadap keawetan produk. Tranggono et al. (1997) mendapatkan tujuh jenis komponen kimia utama dalam asap cair tempurung kelapa, yaitu senyawaan fenolik, 2 metoksifenol, 2metoksi-4-metilfenol,
4-etil-2-metoksifenol,
2.6
dimetoksifenol,
2.5-
dimetoksifenol, dan 3-metil-1.2-siklopentadion yang larut dalam eter. Sementara Yulistiani
(1997) mendapatkan kandungan senyawa fenolik dalam asap cair
tempurung kelapa sebesar 1.28%. Menurut Nurhayati (2000a), hasil destilasi kering 4 jenis kayu (karet, bakau, tusam dan jati) menunjukkan kadar asap cair tertinggi terdapat pada kayu karet sebesar 98.60%, sedangkan yang terendah pada kayu bakau sebesar 59.33%. Komponen fenol tertinggi (3.24%) diperoleh dari kayu tusam, kadar asam asetat tertinggi (6.33%) dari kayu bakau, dan kadar alkohol tertinggi (2.94%) dari kayu jati. Destilasi kering kayu adalah proses perlakuan panas terhadap kayu pada suhu tinggi tanpa udara atau dengan udara terbatas, sehingga kayu tersebut akan terurai menjadi komponen kimia yang mempunyai nilai komersial. Dalam proses destilasi kering dapat dihasilkan cairan piroligneous, ter, gas dan sisanya adalah arang. Cairan piroligneous mengandung asam-asam kayu, metanol dan ter (Griffoen 1950). Cairan piroligneous dapat digunakan sebagai bahan pengawet dan untuk menghilangkan bau pada ikan dan daging. Rendemen ter yang terendah adalah 5.37% diperoleh dari kayu blahui (Bichoffia javanica ) dan tertinggi 11.74% pada kayu garu (Dysoxylum densiflorum).
Faktor utama yang dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen ter antara lain zat ekstraktif kayu, lignin dan kecepatan proses (Komarayati et al. 1997).
20
Asap cair dari akar kayu Erythrina latissima mengandung beberapa senyawa alkaloid, stilbenoid, lignan, dan flavonoid. Asap cair dari kayu Erythrina latissima mengandung beberapa flavonoid yang bersifat antimikrobial (Chacha et al. 2005). Kandungan fraksi cair dari partikel pohon kayu Beech (0.425 nm) melalui proses pirolisis dengan larutan alkali (30% Na2CO3) dan non alkali tertera pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis senyawa kimia fraksi cair dari partikel pohon kayu Beech (0.425 nm) melalui pirolisis larutan alkali (30% Na2CO3) dan non alkali Senyawa Asetaldehida Metanol Aseton Metil asetat Guaiakol 4-Metil-guaiakol 2-Butanon Asam asetat 1-Hidroksi-2-propanon 1-Hidroksi-2-butanon Furfural Furfuralik alkohol 2,6 Dimetoksi fenol 3-Metil-2,6-dimetoksi fenol Tidak teridentifikasi Sumber : Demirbas (2005)
Larutan non alkali (suhu 735 K) 0.95 0.44 0.71 0.46 0.42 0.44 0.27 14.26 12.63 5.73 1.73 1.69 0.74 0.62 52.92
Larutan alkali (suhu 800 K) 1.42 8.65 1.18 0.55 0.34 0.32 0.68 18.37 13.88 5.98 1.95 2.06 1.08 0.86 42.28
Berdasarkan data Tabel 5, terlihat bahwa pada proses pirolisis kayu baik dengan larutan alkali maupun non alkali diperoleh komponen kimia terbanyak, yaitu asam asetat dan 1-hidroksi 2-propanon. Asap mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk oleh pirolisis konstituen dari kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin, hasil olahan hewani seperti tulang, darah dan sebagainya (Djatmiko et al. 1985). Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat dan peranannya semakin meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada bersama-sama (Darmadji 1995). Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama karena adanya senyawa fenol (guaiakol, 4–metil guaiakol dan 2.6 dimetoksi fenol) dan senyawa karbonil. Pada asap cair yang dihasilkan sampah organik (Gani 2007), selain diidentifikasi terdapat senyawa
21
asam organik. juga diketahui adanya senyawa golongan lakton. Oleh karena itu. asap cair selain dapat digunakan sebagai pengawet juga mempunyai potensi sebagai pestisida. Dalam rangka mengevaluasi standar kualitas asap cair kayu (Tabel 6), dilakukan dengan menganalisis pH, berat jenis, keasaman, kadar asam organik, kadar ter terlarut, warna, bau dan transparansi mengikuti Standar Jepang. Tabel 6 Standar kualitas asap cair (cuka) kayu di Jepang (Japan Wood Vinegar Association 2001) Parameter
Cuka kayu
pH Berat jenis Kadar asam organik Warna
1.5 ~ 3.7 > 1.005 1 ~ 18 % Kuning Merah muda Coklat Coklat kemerahan Transparansi Transparan Zat floating Bukan zat floating Sumber : Nurhayati et al. (2005)
Destilat cuka kayu 1.5 ~ 3.7 > 1.001 1 ~ 18 % Tanpa warna Kuning muda Merah muda Coklat Transparan Bukan zat floating
Menurut Nurhayati (2000b), asap cair dapat digunakan sebagai pestisida karena umumnya mengandung senyawa toksik terutama golongan lakton. Narasimham et al. (2005) telah menemukan dua senyawa turunan lakton, yaitu Salanobutirolakton dan desasetilsalanobutirolakton yang aktif sebagai antifeedant. Disamping, juga melaporkan senyawa turunan lakton, yaitu gamma butirolakton yang berperan sebagai insektisida antifeedant. Adapun komponen-komponen penyusun asap cair meliputi : 1. Senyawa-senyawa fenol Senyawa fenol berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada suhu pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Senyawasenyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat.
22
Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga 1988). 2. Senyawa-senyawa karbonil Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida. 3. Senyawa-senyawa asam Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. 4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard 1992). Menurut Girard (1992), pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti suhu pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain dilakukan dengan pengendapan dan penyaringan. 5. Senyawa benzo(a)pirena Senyawa
benzo(a)pirena
mempunyai
titik
didih
310°C
dan
dapat
menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama. 2.4.2. Sifat Fisik Penyusun Asap Cair Senyawa-senyawa penyusun asap cair mempunyai sifat fisik yang berbeda misalnya titik didih, titik leleh dan densitas. Sifat fisik asap cair dengan berat molekul dan strukur kimia tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.
23
Tabel 7 Sifat fisika asap cair No
Senyawa
1.
Fenol
2.
Formaldehid atau Metanal Asam asetat Metil asetat atau metil asam glikolat Furan Guaiakol
3. 4. 5 6 7.
BM (g/mol) 154.26
Tl ( °C) α 38
30.05
Td ( °C) α 202 β 201 -21
-92
60.5 90.4
117.9 203.9
68.08 124.15
31.4 206
210.23
p (g/ml) -
Struktur Kimia
Pustaka
C10H8O
Lou et al. 2010
0.815
H-CHO
Zaisev et al.1969
16.6 -
1.0492 1.1768
CH3COOH CH3OCH2CO2 H
Lv et al. 2010 Demirbas 2005
-85.6 32
0.9514 1.1287
Lou et al. 2010 Lima et al.2010
66.7
-
C4H40 2CH3OC6H4OH 3.5-(CH3O)2-4HC6H5-CH=CH -CH2OH
8
Sinapil alkohol (4 metil guaiakol) Asetaldehid
44.05
20.8
-121
0.7834
CH3COH
Demirbas 2005
9
Piridin
79.10
115.5
-42
0.9810
C5H5N
10
2 Metil Piridin Furfural atau Furaldehida 5-Metil Furfural Metanol atau metil alkohol Aseton
93.13
128.8
-66.8
0.9443
2-CH3 (C5H4)
Ratanapisit et al. 2010 Zaisev et al.1969
96.09
161.7
-38.7
1.1594
(OC4H3) CHO
110.11
187.8
-
1.1072
5-CH2 (C4H2O)
32.04
65.2
-93.9
0.7914
CH3OH
58.08
56.2
-95.4
0.7899
72.12
79.6
-86.3
0.8054
98.10
171
-
1.1296
11 12 13 14 15
Metil keton Furfuril alkohol
etil
3
17 18
2-Etil Fenol 3-Etil Fenol
122.7 122.7
207.8 207.8
< -18 < -18
1.0371 1.0371
19
4-Etil Fenol
122.7
220
47-8
1.0371
4 C2H5C6H4OH
20
Asam Propanoat Asam isovalerat 2 Vanilin
74.08
141.4
-20.8
0.9930
CH3CH2COOH
102.13
186.8
-33.8
0.9391
152.15
285.2
77-9
1.056
46.03
100.7
8.4
1.220
252.3
310-312
176.5
-
124.14
241.1
68
-
21 22 23 24 25
Asam metanoat 3.4 Benzopirena 4 metil katekol
Ratanapisit et al. 2010 Zaisev et al.1969
Ratanapisit et al. 2010 Ratanapisit et al. CH3COCH3 2010 CH3CH2COCH Zaisev et al.1969 2(C4H3O)CH2O H 2 C2H5C6H4OH 3 C2H5C6H4OH
16
Demirbas 2005
Demirbas 2005 Luditama 2007 Luditama 2007 Luditama 2007
Ratanapisit et al. 2010 CH3(CH2)2CO2 Imamura et al . H 2005 4 HO-3CH3O- Imamura et al. C6H3CHO 2005 HCO2H Imamura et al. 2005 C20H12 Imamura et al .2005 4 CH3C6H3(OH)2 Gani 2007
24
Tabel 7 Sifat fisika asap cair (Lanjutan no.26- 50). No
Senyawa
BM (g/mol)
Td (°C)
Tl (°C)
p (g/ml)
Struktur kimia
26
3 Metoksi piridin 2 Furanon tetrahidro 9 Oktadekanoat
109.13
142.3
-
-
3 CH3O(C5H4N)
Gani 2007
86.09
206.9
-42
1.1286
C4H6O3
Gani 2007
282.47
288
45
0.8734
Gani 2007
164.21
134.5
-
1.0837
84.08
36 37
2 metoksi-4 propfenil (cis) Fenol 2.3 dimetoksi fenol 3 Xylenol 1.1 dimetil hidrazin 2.3 dihidro benzopiren Koumarin 2 Asam Butanoat Metil Butirat Asam heptanoat
CH3(CH2)7CH=C H(CH2)7CO2H 2 CH3O-4-
102.13 130.19
38
γ-Butirolakton
39 40
2 Metilena γbutirolakton o-Kresol
41
27 28 29
(CH3CH=CH)C6H3OH
Pustaka
Steinbeis et al .2005
154.17
232-4
-
1.5392
2.3 (CH3O)2C5H3OH
Gani 2007
123.17 60.11
218.9 63
75 -
1.5420 0.7914
2.3 (CH3)2C5H3OH (CH3)2NNH2
Gani 2007 Gani 2007
120.16
1889.8
-21.5
1.0576
C8H8O
Gani 2007
146.15
301.7
71
0.935
204
78
0.964
CH3C=CHCO2H
Gani 2007
-84.8 -7.5
0.8984 0.9200
C3H7CO2CH3 CH3(CH2)5CO2H
Gani 2007 Gani 2007
86.09
102.3 233.1 16 206.9
-42
1.1286
CH3CH2CH2CO
Gani 2007
98.10
85.6
-
1.1206
CH2CHC=CH2CO
Gani 2007
108.15
191.1
30.9
1.0273
2 CH3C6H4OH
m-Kresol
108.15
202.2
11.6
1.0336
3 CH3C6H4OH
42
Isoamil butirat
128.17
133.5
-
-
Lou et al. 2010 Ratanapisit et al 2010 Gani 2007
43
Asam oleat
282.42
286
16.3
0.8935
44
Isobutil alkohol
74.12
108.1
-
0.8018
45
2 Furan karboksilat Katekol 3 metil sikloheksnon Siklodekanon Siringol 2 Butanon
112.09
230-2
133-4
-
2 (C4H3O)CO2H
Zaisev et al .1969 Gani 2007
110.11 112.17
245 169
105 -
1.1493 0.9155
2 HOC6H4OH 3 CH3 (C6H9O)
Gani 2007 Gani 2007
154.25 223.21 72.12
106.7 79.6
28 80.1 -86.3
0.9654 0.8054
C10H18O C11H12O5 CH3CH2COCH3
Gani 2007
30 31 32 33
34 35
46 47 48 49 50.
Sumber : Weast (1985)
C9H6O2
(CH3)2CHCO2CH2 CH=CH2 CH3(CH2)7CH=CH (CH2)7CO2H (CH3)2CHCH3OH
Gani 2007
Gani 2007
Lou et al. 2010
Maga 1988
25
2.4.3. Aplikasi Asap cair dan Ter Secara umum asap cair digunakan untuk menggantikan pengasapan tradisional dan sudah diproduksi secara komersial. Komponen asap terutama berfungsi untuk memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan dengan bertindak sebagai antibakteri dan antioksidan (Wulandari et al. 1999). Asap diketahui memiliki sifat antioksidan dan antimikroba disamping sifat-sifat lain misalnya mengubah tekstur pada produk olahan (daging, ikan) dan mengubah kualitas nutrisi pada produk olahan (Maga 1988). Sifat antioksidan dan antimikroba terutama diperoleh dari senyawasenyawa fenol yang merupakan salah satu komponen aktif dalam asap selain karbonil, keton, aldehid, asam-asam, lakton, alkohol, furan dan ester. Antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau memperlambat kecepatan oksidasi terhadap zat-zat yang dapat mengalami autooksidasi (Daun 1979). Fenol juga memiliki sifat sebagai pembentuk cita rasa pada produk pengasapan. Senyawa golongan fenol yang terdapat pada asap merupakan hasil peruraian termal dari komponen lignin dalam kayu (Girrard 1992). Asap cair telah banyak diaplikasikan pada pengolahan diantaranya pada daging dan hasil ternak, daging olahan, keju dan keju oles. Asap cair juga digunakan untuk menambah cita rasa asap pada saus, sup, sayuran kaleng, bumbu dan campuran rempah-rempah. Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah cita rasa pada makanan rendah lemak (Pszczola 1995). Pada aplikasi tersebut perlu diperhatikan warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang menghendaki warna coklat, sementara beberapa produk lainnya tidak menghendaki terbentuknya warna kecoklatan (Yuwanti et al. 1999). asap cair dari tempurung kelapa sebagai desinfektan untuk memperpanjang umur simpan buah pisang ambon (Wastomo 2006), asap cair dari tempurung kelapa untuk mengawetkan mie (Gumanti 2006), untuk pembuatan tahu asap (Damayanti 2002), asap cairnya sebagai pestisida, herbisida dan fungisida yang diaplikasikan untuk tanaman pertanian (Steiner
2007). Pengasapan secara
pirolisis dapat
digunakan sebagai penghasil beberapa produk di antaranya sebagai pengawet kayu, meat browning, pengharum makanan, adhesives, atau komponen kimia spesifik (Czernik 2004).
26
Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri antara lain (Setiadji 2000) : 1. Industri Pangan Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai bahan pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari. Selain itu dapat pula digunakan untuk prosesing makanan seperti tahu, mie basah, bakso dan lain-lain Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan panas dan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras. Asap mengandung senyawa fenol dan formaldehida, masing-masing bersifat bakterisida (membunuh bakteri). Kombinasi kedua senyawa tersebut juga bersifat fungisida (membunuh kapang). Kedua senyawa membentuk lapisan mengkilat pada permukaan ikan. Panas pembakaran juga membunuh mikroba dan menurunkan kadar air ikan. Pada kadar air rendah bahan lebih sulit dirusak oleh mikroba. Asap juga mengandung uap air, asam formiat, asam asetat, keton, alkohol dan karbondioksida. Rasa dan aroma khas ikan asap terutama disebabkan oleh senyawa fenol (Tarwiyah 2001). Formulasi antara asap cair tongkol jagung dan kayu pinus pada beberapa ikan yang diolah menjadi ikan asap seperti ikan pari, ikan mayung dan ikan tongkol dapat menghilang benzopirena (Swastawati 2007). 2. Industri Perkebunan Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks. Asap cair memiliki sifat fungsional misalnya antijamur, antibakteri dan antioksidan. Sifat tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. 3. Industri Kayu Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair yang diperoleh dari hasil pembakaran kayu.
27
Aplikasi ter kayu mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan pelunak (isoftener), campuran dalam pembuatan ban, desinfektan, bahan pengawet kayu, dan bahan perekat (Hendra 1992). Jumlah minyak ter kayu (wood tar oil ) yang di impor pada tahun 2008 sebanyak 2400 liter dengan nilai Rp. 60.3030.000,- Jumlah minyak ter kayu yang di impor pada tahun 2007 sebanyak 84 liter dengan nilai Rp. 3.360.000,-. Jumlah minyak ter kayu yang di impor pada tahun 2005 sebanyak 3800 liter dengan nilai Rp. 165.457.000,-. Jumlah minyak ter kayu yang diimpor
pada tahun 2004 sebanyak 700 kg dengan nilai Rp
526.857.000,-. Jumlah minyak ter kayu yang diimpor pada tahun 2003 sebanyak 700 kg dengan nilai Rp. 2.058.000,- dan kayu jati sebanyak 502 m3 dengan nilai Rp. 1.732.900,- (BPS 2003). Oleh karena itu maka kebutuhan jumlah minyak ter kayu di Indonesia sangat tinggi, dengan manfaat ter sebagai bahan baku industri penel kayu dan barang peledak (BPS 2008). Nilai ter kayu dalam banyaknya impor di Indonesia antara tahun 2003-2008 dapat dilihat pada Gambar 6.
Nilai Ter Kayu (Rp x 1000)
Rp526,857.00
Rp 165,457.00 Rp 60,303.00 Rp2,058.00 2003
Rp 3,360.00 2004
2005
2007
2008
Tahun
Gambar 6 Nilai ter kayu dalam banyaknya impor di Indonesia (BPS 2003-2008). Ter merupakan campuran kompleks senyawa organik yang dapat dikategorikan ke dalam keton, furan, asam karboksilat dan alkohol. Senyawa keton khususnya siklo pentanon dan siklo pentenon yang berasal dari dekomposisi unit glukosa dan rekombinasi pada ikatan terbuka. Senyawa furan dihasilkan dari mono, di dan polisakaraida (Sander & Goldsmith 2003). Komposisi ter yang dihasilkan tergantung pada perbedaan suhu pirolisis dan jenis bahan baku.
28
2.4.4. Produksi Asap Cair Asap cair merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi dan kondensasi (Girard 1992). Menurut Tahir (1992), bahwa pirolisis menghasilkan tiga macam senyawa yang dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Gas-gas hasil proses karbonisasi, sebagian besar berupa gas CO2 dan lainnya berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah, 2) Destilat berupa asap cair dan ter. Komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain, 3) Residu. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Komponen dominan asap cair yang diproduksi tergantung dari jenis bahan baku dan kondisi proses. Beberapa komponen hasil asap cair dari berbagai bahan baku ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Produksi asap cair No
Bahan baku
Metode / Skala
Kondisi proses
1.
Kayu karet
Pirolisis / Lab
2.
Serbuk kayu pinus
Pirolisis / Lab
Suhu : 550° C Laju pemanasan 1.4°C/menit. pH : 2.9-3.83 Suhu 600° C
3. 4.
Kayu hibrida Bio-Oil
5
Bambu
Pirolisis/ Lab Pirolisis / Lab Pirolisis Lab
6
Cairan hitam Kertas
Pirolisis / Lab
7.
Kayu Ampupu (Eucaliptus)
Pirolisis / Lab
8
Kayu pinus softwood
Pirolisis / Lab
Rendemen & Komposisi Rendemen 29.45% senyawa dominan : asam asetat
Referensi Ratanapisit et al. 2009.
Kadar H2 dan CO rendah. CH4 dan CO2 lebih rendah
Wang 2009.
Kadar C dan O2 sebesar 71% 21%. CO dan H2 meningkat Arang karbon, dan bahan bakar Fuel
Agblevor et al. 2010. Zhang et al. 2010. Kantarelis et al. 2010.
Suhu 800°C. Laju pemanasan 20.30 dan 50°C/menit Suhu:250-270° C Laju pemanasan 2-50 °C/menit tekanan0.05 MPa
Ea turun kenaikan dekomposisi
Zhao et al. 2010
20 % kadar O2 biopitch. 2 % mineral
Rocha 2002.
Suhu 460° C Laju pemanasan 5 C/menit
Produk asam asetat dan bio-Oil
Aho el al . 2008. .
Suhu:450-500° C Suhu:100-200 °C TGA, FTIR Suhu 797 K
dgn
et
et
al.
al.
29
2.5. Pemisahan Asap Cair Proses pemisahan komponen asap cair bertujuan untuk menghasilkan senyawa asam, karbonil, ester, fenol dan ter dengan kemurnian yang tinggi. Suatu komponen kimia asap cair biasanya terdapat dalam bentuk cairan berupa ekstrak dan destilat. Untuk itu perlu dilakukan pemisahan dengan metode ekstraksi dan distilasi. Ada 2 metode pemisahan asap cair yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 2.5.1. Ekstraksi Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalam suatu cairan ke cairan lainnya (Noor 2002). Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan atau gas menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen terlarut. Pelarut dapat juga digunakan untuk mengektraksi komponen terlarut dari campuran. Heksana Heksana
merupakan
hidrokarnbon
alkanan
dengan
rumus
kimia
CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksana mempunyai titik didih 69°C, densitas 0.655 g/ml dan tetapan dielektrik 2.0. Nama lain dari heksana adalah n-heksana. Isomer dari heksana pada umumnya tidak reaktif, sering digunakan sebagai pelarut lemah pada reaksi organik karena heksana sangat non polar. Sifat beracun relatif rendah, walaupun tergolong sebagai obat bius ringan (Achmadi 1994). Etil Asetat Etil asetat merupakan komponen organik dengan rumus CH3COOCH2CH3 atau C4H8O2. Etil asetat mempunyai nama lain diantaranya etil ester, asetat ester dan ester etanol. Etil asetat berupa cairan bening yang mempunyai karakteristik bau tidak sedap, mempunyai densitas 0.894 g/ml, titik didih 77°C dan tetapan dielektrik 6.0. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mempunyai sifat mudah menguap, relatif tidak beracun, tidak higroskopis dan merupakan aseptor hidrogen yang lemah. Etil asetat dapat dilarutkan lebih dari 3% solut dan mempunyai
30
solubilitas 8% dalam air pada temperatur ruang. Pada temperatur yang lebih tinggi solubilitasnya pada air meningkat (Achmadi 1994). Metanol Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH dan alkohol yang paling sederhana, ringan, mudah menguap, bening, mudah terbakar, cairan dengan bau khusus yang sedang dan lebih manis daripada etanol. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, karbinol, alkohol kayu atau spiritus kayu. Metanol mempunyai titik didih 65°C, densitas 0.791 g/ml, bahan bakar dan pemecah untuk etil alkohol (Achmadi 1994). 2.5.2 Distilasi Distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponenkomponen yang ada di dalam suatu larutan yang tergantung pada distribusi komponen tersebut antara fase uap dan fase cair. Semua komponen itu terdapat dalam kedua fase tersebut. Fase uap terbentuk dari fase cair melalui penguapan pada titik didihnya (Geankoplis 1983). Senyawa utama yang terkandung di dalam ter yang merupakan hasil dari suatu proses distilasi adalah senyawa fenol yang terdapat dalam jumlah yang sedikit terutama terdiri dari senyawa piridin dan quinolin. Lebih lanjut Gaenkoplis (1983) mengatakan bahwa syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan jalan distilasi yaitu komponen uap haruslah berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi kesetimbangan pada titik didih cairan. Distilasi berhubungan dengan larutan-larutan dimana semua komponen-komponen dapat menguap seperti pada larutan amonia-air atau etanolair yang keduanya berada dalam fase uap. Menurut hasil penelitian Wang et al. (2009), senyawa asetol yang ditambahkan pelarut organik dalam proses distilasi dapat meningkatkan konsentrasi asam asetat 1-40%. Distilasi dari asap cair kayu karet (rubberwood) dipisahkan dengan 3 fraksi dengan suhu di bawah 95°C (DW1), 95-105°C (DW2), suhu sampai tidak ada destilat yang keluar (DW3) (Ratanapisit et al. 2009).
31
2.6. Kinetika Reaksi Penggunaan kinetika dalam bidang pangan pada dasarnya merupakan penerapan prinsip kinetika yang digunakan dalam reaksi kimia. Kinetika kimia ialah suatu telaah mengenai laju reaksi kimia dan perubahannya pada berbagai kondisi (Labuza 1983). Kinetika kimia juga berkaitan dengan perubahan suatu sifat kimia dalam suatu waktu (Steinfeld et al. 1989). Kinetika dalam bidang pangan telah meluas penggunaannya, bukan hanya mempelajari perubahan kimia tetapi juga fenomena fisik dalam bahan pangan yang dapat dijelaskan dengan kinetika seperti pendugaan waktu kadaluarsa (Labuza 1982), gelatinisasi pati dan penyerapan air (Wirakartakusumah 1981), perubahan warna roti (Priyanto et al. 1990). Manfaat informasi kinetika terutama dalam perencanaan proses, pengembangan produk dan penyimpanan bahan pangan (Lenz & Lund 1980). 2.6.1. Persamaan Kinetika Reaksi Perubahan kimia dapat terjadi dalam bentuk sederhana hingga kompleks yaitu terdiri atas beberapa tahap dan umumnya mencakup satu atau lebih senyawa antara. Reaksi kimia yang hanya berlangsung satu tahap disebut reaksi elementer yaitu reaksi dimana produk diperoleh langsung dari reaktan. Reaksi elementer dapat dinyatakan dalam molekuritasnya, sehingga dikenal dengan reaksi unimolekuler, bimolekuler dan seterusnya. Model kinetika dalam bentuk sederhana diawali dengan model yang didasarkan reaksi elementer dengan persamaan-persamaan berikut (Steinfeld
et al.
1989).
Reaktan A bereaksi
dengan reaktan B menghasilkan X dan Y, dan persamaan stoikiometri dapat dituliskan sebagai berikut : aA+bB
xX+ yY
(1)
Keterangan: a. b. x dan y adalah jumlah mol A, B, X dan Y Perubahan jumlah reaktan atau produk terhadap waktu disebut laju reaksi (R). dan untuk persamaan (1) dapat dinyatakan sebagai : R=
dC X dCY − dC A − dC B = = = dθ dθ dθ dθ
(2)
32
Keterangan: dθ : perubahan waktu (detik, menit atau jam) dCi : perubahan konsentrasi zat i ( mol/liter) Dalam bentuk yang lebih umum laju reaksi dapat dinyatakan sebagai fungsi (f) dari konsentrasi reaktan A dan B, sebagai berikut : R = f ( CA. CB)
(3)
Dengan pendekatan yang sama, R dapat pula dinyatakan sebagai produk X dan Y. Selanjutnya hubungan R sebagai fungsi reaktan atau produk yang sering ditemui adalah bahwa laju reaksi proporsional terhadap hasil kali perpangkatan aljabar dari konsentrasi individual, sehingga dapat disusun kesetaraan sebagai berikut : R = CA m CB n
(4)
dengan m dan n adalah orde reaksi terhadap A dan B, orde reaksi secara keseluruhan adalah m + n. Kesetaraan dalam persamaan (4) tersebut dapat dijadikan persamaan (5) dengan penyisipan konstanta kinetika (k), sehingga diperoleh persamaan berikut : R = k CA m CB n
(5)
Persamaan (5) disebut persamaan laju (rate equation), dan k dikenal sebagai konstanta kinetika. Dengan pendekatan yang sama dapat dibuat model persamaan laju berdasarkan produk, untuk reaksi unimolekuler, termolekuler dan sebagainya. 2.6.2. Model Kinetika Pirolisis Model kinetika sangat penting untuk menggambarkan mekanisme reaksi pirolisis (Koufopanos et al. 1991). Model kinetika mengindikasikan dekomposisi biomassa menjadi senyawa volatil, asap cair dan arang. Rendemen hasil konversi termokimia tergantung suhu, tekanan, waktu, kondisi reaksi dan penambahan reaktan atau katalis (Paul 1982; Demirbas & Kucuk 1997). Model kinetika yang sesuai apabila konstanta kinetika yang diperoleh memiliki kesalahan kuadrat terkecil (r2) antara data percobaan dengan model simulasi (Koufopanos et al. 1991). Pada model kinetika pirolisis umumnya mencari energi aktivasi (Ea), konstanta kinetika (k) dan faktor pra eksponensial (A). Mekanisme reaksi pirolisis dari berbagai bahan baku dapat dijelaskan dengan menggunakan model. Model ini diklasifikasikan ke dalam 2 tahap :
33
Tahap 1 model umum yaitu model reaksi dan model semi-umum. Tahap 2 yaitu model semi pirolisis bahan (Sheth et al. 2006). Reaksi paralel (tahap 1) : Biomassa
(Volatil + Gas)1
(6)
Biomassa
(Arang)1
(7)
Interaksi Sekunder (tahap 2) : (Volatil + Gas)1 + (Arang)1 Model
ini
mengindikasikan
(Volatil + Gas)2 tentang
+ (Arang)2
biomassa
mengalami
(8) dekomposisi
menghasilkan volatil, gas dan arang. Produk volatil dan gas bereaksi dengan arang menghasilkan volatil, gas dan arang (reaksi 1 dan 2). Selanjutnya pirolisis produk primer dalam interaksi sekunder (reaksi 3), menghasilkan modifikasi produk akhir (Koufopanos et al. 1991). Didasarkan atas unit daerah permukaan (surface area) dalam sistem padatan gas persamaan kinetika untuk mekanisme pirolisis dapat ditulis sebagai berikut : ⎛ SA ⎞ ⎟ ⎝V ⎠ ⎛ SA ⎞ r2 = k2 Bn1 ⎜ ⎟ ⎝V ⎠ r1 = k1 Bn1 ⎜
(9) (10 )
⎛ SA ⎞ ⎟ ⎝V ⎠
r3 = k3 G1n2 C1n3 ⎜
(11)
Keterangan: ri = Laju reaksi i
V = Volume partikel
k1 = Konstanta kinetika reaksi 1
B = Konsentrasi biomassa
k2 = Konstanta kinetika reaksi 2
C1 = Konsentrasi arang
k3 = Konstanta kinetika reaksi 3
G1 = Konsentrasi komponen asap cair
n i = Orde reaksi ke i
SA = Surface Area partikel
Model kinetika pirolisis yang akan ditelaah disini adalah model Arrhenius dan Tsamba sebagai berikut : a. Model Arrhenius Model Arrhenius yang menghubungkan faktor suhu, energi aktivasi dan konstanta kinetika. Persamaan Arrhenius dituliskan sebagai berikut :
34
k = A e –Ea/RT
(12)
Pada persamaan Arrhenius (12), Ea yang dikenal sebagai energi aktivasi memainkan peranan yang sangat penting dalam kinetika kimia. Persamaan (12) dapat diintegrasikan sebagai berikut (Gustaffson & Richards 2009) : ln k = ln A − Ea RT
(13)
b. Model Tsamba Model Tsamba yang menjelaskan karakterisasi kinetika pirolisis untuk determinasi energi aktivasi dan faktor pre eksponensial. Metode Coats dan Redfern dapat dijelaskan dari persamaan dasar kinetika kimia sebagai berikut : ⎛ dx ⎞ ⎜ ⎟ = k ( T ) Ψ (x) ⎝ dτ ⎠
(14)
− Ea ⎞ k = A exp ⎛⎜ ⎟ ⎝ RT ⎠
(15)
w0 − wτ w0 − w f
(16)
Ψ (x) = (1-x) n
(17)
x=
T = ξ τ + T0
(18)
dT dτ
(19)
ξ= x
dx
∫ ψ ( x) = 0
F(x) = ln
A
ξ
∫
x
0
⎛ − Ea ⎞ Exp⎜ ⎟ dT ⎝ RT ⎠
ART 2 dx = ∫0 ψ ( x) ξEa x
⎛ 2 RT ⎞ ⎛ Ea ⎞ ⎜1 − ⎟ exp ⎜ − ⎟ Ea ⎝ ⎠ ⎝ RT ⎠
ART 2 ⎛ 2 RT ⎞ ⎛ Ea ⎞ F ( x) = ln ⎜1 − ⎟ -⎜ ⎟ ξEa ⎝ Ea ⎠ ⎝ RT ⎠ T2
(20) (21) (22)
Ψ (x) merupakan suatu fungsi yang tergantung pada mekanisme reaksi dan laju konversi, ξ adalah laju pemanasan, k adalah konstanta kinetika reaksi, yang tergantung pada suhu (T), wo, wf dan wr adalah berat awal, berat akhir dan berat sampel pada saat waktu t, A adalah faktor pre eksponensial Arrhenius, R adalah
35
tetapan gas, τ adalah waktu, T adalah suhu absolut yang merupakan fungsi laju pemanasan dan suhu, n adalah orde reaksi. Persamaan (14)-(19) secara umum menggambarkan teori reaksi kinetika kimia. Sedangkan persamaan
(20)-(22)
tergantung perbedaan asumsi dari metode Coats dan Redfern, persamaan diberikan di bawah ini : F (x) = - ln (1-x) untuk n =1, F (x) = − ln − ln
{1 − (1 − x) } untuk n = 1 1− n
1− n
⎛ RT ⎞ ⎜ ⎟ = 0 ⎝ Ea ⎠ ln
(23) (24)
AR F ( x) ⎛ Ea ⎞ = ln -⎜ ⎟ 2 ξEa ⎝ RT ⎠ T
(25)
Persamaan (25) ditranformasi ke dalam fungsi linear sehingga menjadi FT (X) = B-cX dengan FT (X) = ln
(26)
AR F ( x) 1 ⎛ Ea ⎞ , B = ln ,c= ⎜ ⎟ dan X = 2 ξEa T T ⎝ R ⎠
plotkan data termogravimetrik dari persamaan (26), maka faktor pre eksponensial (A) dan energi aktivasi (Ea) yang dijelaskan dari persamaan Arrhenius dapat diperoleh. Dari persamaan (15) konstanta kinetika dapat diplotkan terhadap suhu menjadi : ⎛ Ea ⎞ ln k = ln A - ⎜ ⎟ ⎝ RT ⎠
(27)
Persamaan (27) ini dapat digunakan untuk mempelajari akses kenaikan interval suhu dan faktor laju pemanasan. Persamaan (25) dijabarkan menjadi persamaan (32) ln
F ( x) ⎛ Ea ⎞ = ln AR-ln ξEa‐ ⎜ ⎟ 2 T ⎝ RT ⎠
(28)
ln
F ( x) ⎛ Ea ⎞ = ln A- ln R- ln ξEa‐ ⎜ ⎟ 2 T ⎝ RT ⎠
(29)
ln
F ( x) ⎛ Ea ⎞ = ln A‐ ⎜ ⎟ + ln R- ln ξEa 2 T ⎝ RT ⎠
(30)
ln
R F ( x) = ln k + ln 2 ξEa T
(31)
36
ln k = ln
R F ( x) - ln 2 ξEa T
(32)
Persamaan (32) diperoleh nilai konstanta kinetika untuk model Tsamba yang dihasilkan dari nilai energi aktivasi dan faktor pre eksponensial. Peningkatan suhu sangat mempengaruhi laju reaksi dan juga konstanta kinetika. Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena dengan naiknya suhu, energi kinetika partikel zat-zat meningkat sehingga meningkatkan terjadinya tumbukan yang efektif. Faktor suhu yang mempengaruhi laju reaksi ini sesuai dengan teori Arrhenius. Model Arrhenius dan Tsamba mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis terhadap konstanta kinetika. Perbedaannya adalah model Arrhenius menfokuskan nilai konstanta kinetika terhadap suhu pirolisis. Model Tsamba menfokuskan pembahasan pada nilai konstanta kinetika terhadap suhu pirolisis, dengan memperhatikan faktor pre eksponensial (A) dan laju pemanasan (ξ). Berdasarkan persamaan Arrhenius yang digunakan dalam pengembangan model kinetika pirolisis model Tsamba adalah : 1. Suhu pirolisis konstan pada nilai maksimum. 2. Konstanta kinetika tidak tergantung pada waktu pirolisis.
c. Waktu paruh Waktu paruh (t½) adalah waktu yang diperlukan agar setengah dari jumlah konsentrasi reaktan (R) bereaksi. Penentuan waktu paruh dapat diperoleh dari nilai konstanta kinetika, sehingga waktu paruh yang diperoleh persamaan (13) :
Rt =
1 R 2 o
(33)
Jika R o adalah konsentrasi reaktan awal dan R t adalah konsentrasi reaktan setelah waktu t. Untuk menghitung waktu paruh pada reaksi orde satu. maka disubtitusikan ln
Rt Ro
t½ =
R t / R o = ½ dan t = t½ ke dalam persamaan (5 ) menjadi
= - k t maka ln 0,693 k
1 = - k t1/2 2
(34) (35)
37
Pada reaksi orde satu, waktu paruh tidak tergantung pada jumlah reaktan mula-mula R o dan satuan konstanta kinetika (k) adalah persatuan waktu.
2.7. Termodinamika Kimia Mekanisme reaksi pirolisis dapat diukur melalui besaran termodinamika kimia. Syarat terjadinya reaksi kimia bila terjadi penurunan energi bebas (∆ G < 0). Hal ini berlawanan dari tinjauan termodinamika. dimana tidak dikenal parameter waktu karena hanya tergantung dari keadaan awal dan akhir sistem. Termodinamika adalah metode yang sangat penting untuk menjajaki keadaan kesetimbangan kimia (Maczek 1998). Perubahan entropi (ΔS°) dapat ditulis sebagai berikut ( Bangash & Alam 2007) :
⎡ kh ΔH ° ⎤ + ΔS° = R ⎢ln ⎥ RT ⎦ ⎣ k BT
(36)
dengan Kb adalah konstanta Bottzman (1.3806 x10-23 J/K) ; R adalah tetapan gas (8.314 J/K mol), h adalah tetapan planck (6.626 x10-34 J.s). Perubahan entalpi (ΔH°) dapat dihitung dengan mengetahui energi aktivasi (Ea) yang diperoleh dari hasil perhitungan slope dari model kinetika pirolisis pada kenaikan suhu (T) dengan persamaan sebagai berikut : ΔH° = Ea –RT.
(37)
Energi bebas Gibbs digunakan untuk menggambarkan perubahan energi pada sistem, dalam reaksi kimia pada suhu dan tekanan tetap (Thenawijaya 1990). ΔG° = ΔH° – TΔS°
(38)
dimana ΔG° adalah perubahan energi bebas Gibbs pada sistem yang sedang bereaksi, ΔH° adalah perubahan dalam keadaan panas sistem tersebut dan ΔS° bernilai positif, maka reaksi kimia mengalami peningkatan (Bahnur 2008). Beberapa model yang didasarkan atas pendekatan termodinamika yang dikembangkan dalam beberapa tahun yang lalu adalah mensimulasi produksi syngas antara hasil penelitian dan perhitungan (Jarungthammachote et al. 2007), menghitung komposisi kimia dan suhu syngas yang dikembangkan dalam kerja (De Fillipis et al. 2003). Beberapa penelitian tentang termodinamika pirolisis pada Tabel 9.
38
Tabel 9 Beberapa termodinamika kimia dalam proses pirolisis No
Bahan baku
Kondisi proses
Hasil
Termodinamika
Referensi
1.
Limbah kinyak kelapa sawit
2 kode sandi HSC untuk termodinamika dan PSR untuk simulasi kinetik
Produk gas : H2. CO2. CO. CH4 dan Hidrokarbon
Prediksi produk gas dengan simulasi reaksi pirolisis dan termodinamika
Dong et al. 2005.
2.
Batu bara dan asetilena
Nilai ratio atom H/C = 2
Studi termodinamika untuk pembentukan asetilena dalam pirolisis
Bao et al. 2009.
3
Serbuk kayu pinus
Nitrogen pada 371-871⁰ C
Energi bebas Gibbs minimun pada kompoisis CH-O-N-S yang setimbang Energi bebas Gibss minimun pada suhu tinggi
Analisis produk dan simulasi termodinamika bimassa
Zhang et al. 2007.
4.
Sampah kota dan limbah industri.
Pirolisis tahap) gasifikasi tahap)
Kandungan H meningkat dalam Syngas dengan 3 tahap lebih tinggi daripada 2 tahap
Paulucci et al 2010.
(2 dan (3
Rendemen metanol dan Syngas.
2.8. Kesetimbangan Biomassa yang Ramah Lingkungan Teknologi pembuatan arang kayu dengan kiln drum adalah suatu metoda pembuatan arang yang murah dan ramah lingkungan serta sederhana tetapi dapat menghasilkan rendemen dan kualitas arang kayu yang tinggi. Teknologi ini dapat diterapkan pada industri rumah tangga di pedesaan karena bahan kontruksinya drum bekas mudah diperoleh dengan harga relatif murah. Selain itu kontruksi tungku dan operasi pengolahannya mudah dilakukan oleh siapa saja yang berminat. Pada penelitian ini dengan menggunakan kiln drum dan bahan baku campuran kayu dengan berat 60 kg diperoleh rendemen arang 18.54% dengan lama pengarangan selama 6 jam dengan kecepatan 10 kg/jam (Gambar 7). Rendemen arang ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rendemen arang tempurung kelapa hidrida 36.04% (Nurhayati et al. 1997).
39
(a) (b) Gambar 7 Cara pembuatan arang dengan cara kiln drum (a) pembakaran dengan memakai sunkup agar supaya dapat menampung destilat (asap cair) (b). Arang yang dihasilkan, sedangkan asap cair terus naik ke atmosfer dalam bentuk gas CO, CO2,CH4 dan lain. Selain itu arang yang dibuat masyarakat dan perusahaan menghasilkan rendemen antara 20-25%, yang berarti sebanyak 75-80% terbuang dalam bentuk gas seperti CO2, CO, dan CH4 yang dapat berperan pada pemanasan global. Dalam rangka meminimalkan emisi tersebut telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan rendemen arang dan mengkondensasi cairan destilat yang bermanfaat (Pari 2010). Teknologi tepat guna hasil penelitian yang ramah lingkungan yang dapat dikembangkan adalah teknologi ‘two in one” yaitu teknologi produk arang yang terpadu dengan produk destilat dalam satu proses. Model teknologi ini memadai untuk dikembangkan dengan pertimbangan bahwa bahan baku dan peralatan dari komponen lokal, tersedia dan mudah didapat dengan harga relatif terjangkau, kapasitas produksi dapat beragam dan disesuaikan dengan kemampuan. Indonesia telah lama diketahui sebagai produsen arang baik untuk keperluan domestik maupun ekspor. Di pasar dunia, tercatat Indonesia termasuk satu dari lima negara pengekspor arang terbesar di dunia yaitu China, Malaysia, Afrika Selatan dan Argentina. Tercatat tahun 2000, Indonesia mengekspor arang sebanyak 29.867.000 Kg yang terdiri atas arang tempurung kelapa (15.96%), arang bakau (22.31%) dan arang kayu (61.73%) (BPS 2002). Produksi arang kualitas ekspor di Indonesia pada umumnya berupa usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan teknik dan proses yang beragam sehingga mutu arang yang dihasilkan juga beragam.
Arang sebagai sumber energi masih digunakan walau cakupannya
40
masih lebih terbatas. Arang sebagai pemanas alat seterika sudah tidak umum dipakai tetapi untuk
membuat makanan yang dipanggang masih digunakan.
Bahan dengan kandungan selulosa yang tinggi, menarik untuk dicermati. Serbuk gergaji sengon memilki kadar holoselulosa 70% dan lignin 30%. Serbuk gergaji sengon
ini
ketersediaannya
berlimpah
sehingga
pasokannya
terjamin,
berkesinambungan dan pengolahannya dapat meningkatkan program pemerintah tanpa limbah (ramah lingkungan). Arang aktif dari serbuk sengon yang dibuat secara sederhana (Pari 2010), ternyata memenuhi standar Amerika sehingga dapat dipakai untuk menjernihkan air dan menarik logam, terutama besi (Fe). Dalam proses penjernihan air, arang aktif selalu mengabsorpsi logam seperti besi, tembaga, nikel, juga dapat menghilangkan bau, warna dan rasa yang terdapat dalam larutan atau buangan air. Arang merupakan salah satu sumber energi penting di beberapa negara berkembang. Selain itu, arang juga memiliki fungsi yang efektif untuk fiksasi dan inaktivasi karbon di atmosfer serta konservasi lingkungan, sebagai kondisioner tanah atau perangsang pertumbuhan tanaman. Teknik aplikasi arang dapat dikembangkan untuk memperbaiki kondisi tanah pada pembangunan hutan tanaman serta menjadi alternatif pada kegiatan perladangan berpindah Biomassa didefinisikan suatu bahan hidrokarbon yang terdiri atas karbon, hidrokarbon, oksigen, nitrogen dan beberapa komponen lain dalam jumlah kecil termasuk kayu dan limbah bahan organik (Tsamba et al. 2006). Pirolisis biomassa menghasilkan 60% karbon organik dan 10% karbon aktif (Hasan 2002). Biomassa umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) yang terutama tersusun dari senyawa karbohidrat yang terdiri atas unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman. Biomassa dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber karbon. Potensi biomassa dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, umur tegakan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan. Sedangkan karbon merupakan suatu unsur yang diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan dapat disimpan dalam bentuk biomassa. Tingkat penyerapan karbon terdapat dari
41
biomassanya (serbuk kayu dan bambu). Produk hasil kayu dan bambu yang nantinya diemisikan untuk jangka panjang. Pirolisis biomassa menghasilkan rendemen metanol, yang berasal dari kelompok metoksil yaitu asam uranic dan metil ester dan dekomposisi lain dari bahan tanaman. Senyawa asam asetat yang berasal dari kelompok asetil pada hemiselulosa (Demirbas & Balat 2007). Pirolisis biomassa menghasilkan kandungan karbon sebesar 50% dibanding jumlah hasil pembakaran sebesar 3% dan dekomposisi biologis sebesar <10-20% setelah 5-10 tahun.
Kandungan
karbon yang hilang dapat digunakan untuk produksi energi dan bahan bakar. Hal ini dapat meningkatkan kesuburan tanah saat menghasilkan reduksi emisi karbon (Lehmann et al. 2006). Penggunaan residu biomassa 368.000 ton/tahun akan menghasilkan emisi 230.000 ton CO2/tahun dan menyediakan pekerjaan untuk sekitar 2600 orang (Okimori 2006). Potensi bioarang untuk meningkatkan sequestrasi karbon tanah melalui pembentukan macro-aggregate dan produksi glomalin (Day et al. 2005). Siklus karbon merupakan suatu siklus biogeokimia yang dalam hal ini karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer dan atmosfer bumi. Pada siklus tersebut terdapat berbagai simpanan dari karbon dan proses-proses yang merubah simpanan karbon. Siklus karbon ini diawali dari terjadinya transfer energi matahari ke sistem biologis dan akhirnya geosfer dan atmosfer sebagai karbon fosil dan bahan bakar fosil organik atau karbon biologis (CH2O), mengandung molekul-molekul dengan energi tinggi yang dapat bereaksi dengan molekul oksigen menghasilkan kembali CO2 dan energi (Manahan 2007). Hal ini dapat terjadi secara biokimia dalam organisme melalui respirasi aerob sebagai berikut : [CH2O] + O2
CO2 + H2O
(39)
atau dapat juga terjadi bila kayu atau bambu dibakar akan menghasilkan komponen kimia yang mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin dengan energi tinggi pada kondisi suhu pembakaran yang tinggi akan bereaksi dengan molekul oksigen menghasilkan kembali CO2 dan energi. Fiksasi karbon organik oleh mikroorganisme melalui proses biokimia terhadap limbah kayu dan bambu.
42
Siklus karbon biomassa melalui proses fotosintesis dan energi untuk pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Siklus karbon biomassa melalui proses fotosintesis dan energi untuk pertumbuhan tanaman (Tenembaum 2009). Salah satu aplikasi pirolisis biomassa menghasilkan arang sebagai bioarang dapat menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan.
Penggunaan bioarang digunakan sebagai suplemen
tanah, serta mengurangi atau menghilangkan pembelian pupuk dan sequester CO2 atmosfer. Bioarang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan pendapatan rumah tangga petani. Ketersediaan bioarang mampu menurunkan ketergantungan pertanian terhadap produk berbasis minyak dan gas alam melalui produksi energi regional dengan harga bersaing (Lehmann et al. 2006).
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Serangkaian penelitian yang telah dilakukan mulai berlangsung selama 24 bulan dimulai pada bulan Juli 2007 sampai Juli 2009. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah kegiatan yang dilakukan di laboratorium yang meliputi proses pirolisis dan analisis produk yang dihasilkan serta uji anti jamur asap cair. Tahap kedua adalah kegiatan untuk mengaplikasikan asap cair pada ikan tongkol segar dan tahu, model kinetika, termodinamika kimia, waktu paruh dan nilai emisi karbon biomassa. Kegiatan penelitian dilaksanakan di beberapa laboratorium yang terdiri atas : 1) Laboratorium Kimia Kayu dan Energi Biomassa Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Balitbang Kehutanan Kementerian Kehutanan, di Gunung Batu, Bogor dilakukan proses pirolisis untuk pembuatan asap cair dan arang, 2). Laboratorium Pasca panen Departemen Pertanian, di Cimanggu, Bogor dilakukan analisis kadar asam asetat, 3). Laboratorium Kimia Instrumen FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung untuk analisis GC-MS (gas chromatography mass spectrometry), 4) Laboratorium Uji Polimer Pusat Penelitian Fisika LIPI Sangkuriang Bandung untuk analisis TGA (thermogravimetri analysis), 5). Laboratorium Bioteknologi ICBB Situ Gede Bogor untuk analisis antijamur, 6). Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB untuk analisis karbon asap cair (%C organik), 7). Laboratorium Kimia Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor untuk analisis kandungan lignin, hemiselulosa dan selulosa, 8). Lapangan/Rumah Jl. Raya Cibanteng Gg Agatis 2 No 34 Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor untuk mengaplikasikan asap cair pada ikan tongkol segar dan tahu. 3.2. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu jati, yang berasal dari industri penggergajian kayu di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten
44
Gowa, serbuk gerg gaji kayu pinnus berasal dari d industrii pengolahann kayu di Keecamatan bupaten Bogor, serta potongan p bam mbu yang berasal b dari industri Leuwiisadeng, Kab pengolahan bamb bu Kecamattan Dramagga, Kabupaten Bogor (Gambar ( 9). Bahan analisiis
digunak kan adalah etanol e 95%,, n-heksana,, etil asetat, metanol; aquades,
reagenn folin-cioca alteu, asam tanat t 0.2 %, Na2S2O3 5 %, Na2CO O3 5 %, asaam sulfat 72%, asam nitratt 3.5%, mallt ekstrak, agar, a dextroose, kalium bikromat, indikator i ndikator fenolphthalein,, sodium kloorit, NaOH 0.1 N, asam m asetat ferroinn, FeSO4, in glasiall, sodium su ulfit. Alat-aalat yang diggunakan dalaam penelitiaan ini adalahh reaktor pirolissis (Gambarr 10), therm mocouple, alat-alat geelas, vortex shaker, seentrifuse, piknom meter, TG/D DTA 200 (m merk Seiko SSC 52000H
Japan), calorimeteer bomb,
spektrrofotometer GC-MS G (meerk QP 5050 A Shimadzuu Japan) (Laampiran 17).
(a)
(b)
(c)
Gam mbar 9 Bahaan baku unruuk pembuataan asap cair dan d arang: (a). ( Serbuk kayu k jati, (b). Serbuk S kayu pinus, (c). Serbuk S bambbu.
Gaambar 10 Tanur T untuk membuat assap cair dann arang yangg terbuat dari d baja taahan karat yang dilenngkapi dengaan termokopel.
45
3.3. Tahapan Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan dalam tujuh tahapan seperti pada bagan berikut (Gambar 11). Analisis Bahan TGA
Analisis - Rendemen - pH - Konesntrasi asam asetat Analisis Kadar Air,kadar abu Kadar zat terbang Kadar Karbon Nilai Kalor
Serbuk kayu jati. pinus dan bambu
Proses Pirolisis 110-500° C waktu 5 jam
Produk Pirolisis Asap Cair
Model Kinetika Energi aktivasi (Ea) Konstanta Kinetik (K) Faktor Eksponensial (A) Waktu paruh (t 1/2)
Termodinamika Kimia Entropi (ΔS°) Entalpi (ΔH°), Energi bebas Gibbs (ΔG°)
Arang
% Kadar C Arang
Analisis Kandungan - Kadar lignin - Kadar hemiselulosa - Kadar Selulosa
Fraksinasi % Kadar C Asca
(n-heksana,etil asetat metanol )
Distilasi
Identifikasi Komponen Kimia Analisis GC-MS Analisis PCA
T < 95° C, 95°-105° C dan 105-120 °C
Emisi Karbon Biomassa yang ramah lingkungan (eco friendly)
Produk Asam -Asetat Pengujian Anti jamur
Bahan pengawet Alami Aplikasi asap cair (Ikan Tongkol dan Tahu Gambar 11 Tahapan penelitian pirolisis limbah kayu dan bambu yang ramah lingkungan untuk menghasilkan asam asetat.
46
3.3.1. Pelaksanaan Penelitian Persiapan dan analisis bahan baku Bahan baku limbah terdiri atas serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan serbuk bambu. Bahan dipotong kecil-kecil dengan ukuran 40-60 Mesh, kemudian dikeringkan hingga kadar air mencapai 10-20% (b/b). Selanjutnya dilakukan analisis kadar lignin dan selulosa serta thermogravimetri analysis (TGA)/differential thermal analysis (DTA) untuk mengetahui dekomposisi bahan akibat perubahan suhu yang dilakukan dengan cara memanaskan bahan sampai 500°C (Billmeyer 1984). Pembuatan asap cair Tiga sampel yang terdiri atas serbuk kayu jati ( 1500 g), serbuk kayu pinus (1000 g) dan serbuk bambu (950 g), masing-masing dimasukkan ke dalam kiln yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tiga kondensator dan dua buah labu penampung destilat. Suhu pembakaran yang digunakan berturut-turut adalah 110, 200, 300, 400, dan 500°C dalam waktu total 5 jam. Kondensat ditampung dalam 4 buah labu dengan volume 2 liter. Kondensat yang diperoleh yaitu kondensat A : 110°C, kondensat B : 200°C, kondensat C : 300°C, kondensat D : 400°C, dan kondensat E : 500°C, ditampung dalam labu pemisah, dikocok dan dibiarkan 24 jam dari masing kondensat, untuk mengendapkan ter. Bagian atas larutan kondensat adalah asap cair, sedangkan bagian bawah adalah endapan ter. Dasar pertimbangan pada suhu 100°C hanya terjadi penguapan molekul air, sedangkan pada suhu 110°C mengandung dekomposisi hemiselulosa, selolusa dan lignin. Menurut Tsamba et al (2006), suhu pirolisis CNS dan CcNS di mulai 110900°C. Identifikasi komponen kimia asap cair Pada penelitian ini setelah diperoleh kondensat berupa asap cair dari serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan serbuk bambu, masing-masing sampel diidentifikasi dengan menganalisis rendemen, pH, dan kadar asam asetat.
Asap cair yang
mempunyai kadar asam yang tinggi dianalisis komponen kimia asap cair dengan menggunakan alat GC-MS. Asap cair kayu jati, pinus dan bambu yang dihasilkan
47
selanjutnya diidentifikasi senyawa kimia dengan teknis GC-MS menggunakan kolom kapiler BB 5 MS dengan panjang 50 m dan diameter 0,25 mm dengan suhu injektor 125°C, gas pembawa helium dan kecepatan alir 0,6 μl/menit serta volume injeksinya 0,2 μl. Hasil GC-MS berupa komponen kimia dilakukan perhitungan kadar asam asetat dari setiap fraksi asap cair. Pemilihan komponen kimia yang terbaik Komponen kimia asap cair jati, pinus dan bambu yang mengandung produk asam asetat yang terbanyak prosentasenya, diambil untuk dianalisis dengan PCA. Teknik pemilihan senyawa dapat diterapkan untuk mengidentifikasi senyawa dalam sampel menggunakan metode principal component analysis (PCA). Identifikasi kelompok senyawa dilakukan berdasarkan respon setiap kromatogram pada variasi perlakuan dan menghasilkan kelompok senyawa berdasarkan kemiripan respon satu dengan yang lain. Fraksinasi asap cair Fraksi asap cair dari serbuk kayu jati sebanyak (90 ml), pinus (30 ml) dan bambu (35 ml) yang mempunyai kadar asam asetat terbesar dilakukan ekstraksi secara berturut-turut menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol dengan perbandingan 1 : 1 (v/v ml) pada labu erlenmeyer. Pelarutan dilakukan pada suhu ruang dengan pengocokan secara manual selama 10 menit untuk mempercepat proses ekstraksi. Fraksi-fraksi yang mengandung asam asetat dipekatkan dengan evaporator Buchi sementara residunya ditimbang dan dianalisis menggunakan GC-MS. Pemisahan asap cair dengan destilasi Fraksi etil asetat jati sebanyak (80 ml), pinus (24 ml) dan bambu (28 ml) dimasukkan dalam labu distilasi, kemudian dipanaskan dengan menggunakan pemanas listrik dengan media pemanas minyak. Suhu yang ditera adalah suhu fraksi asap cair antara < 95° C, 95°
48
Pengujian asap cair Pengujian sifat anti jamur dilakukan terhadap fraksi etil asetat dan asap cair jati, pinus dan bambu dilakukan menurut prosedur yang telah dilakukan oleh Da Costa dan Rudman (1958) dengan beberapa modifikasi yang diperlukan. Komposisi yang digunakan dalam pengujian ini adalah 25 g/l malt ekstrak, 15 g/l agar, 20 g/l dextrose. Ke dalam media tersebut kemudian ditambahkan fraksi etil asetat dengan kontrol dengan pengenceran 50 ml pada masing-masing
konsentrasi 2% diambil 1 ml,
konsentrasi 4% (2 ml), 6% (3 ml), 8% (4 ml). dan 10 % (5 ml) (v/v). Selanjutnya media tersebut disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada temperatur 120°C dan tekanan 1.05 kg/cm2. Inokulum jamur yang diperoleh dari biakan berumur 5 hari diinokulasi ke dalam cawan yang berisi media yang telah disterilisasi, kemudian diinkubasi pada 26.5°C selama 1 minggu. Pertumbuhan miselia jamur diukur pada akhir masa inkubasi dengan cara mengukur diameter daerah hambat (DDH) yang diperoleh dan membandingkan dengan pertumbuhan miselia kontrol. Aplikasi asap cair pada ikan tongkol dan tahu Aplikasi asap cair dilakukan pada ikan tongkol dan tahu dengan cara perendaman atau penyemprotan. Ikan tongkol segar yang digunakan berasal dari pasar Ciampea Kabupaten Bogor, ikan dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat. Ikan tongkol direndam dalam fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu dengan konsentrasi 10% v/v sedangkan destilat asetat jati, pinus dan bambu dengan konsentrasi 5% v/v, kemudian diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Tahu yang dipergunakan pada penelitian ini adalah tahu dari pabrik tahu Cibanteng Proyek. Percobaan ini menggunakan asap cair jati, pinus dan bambu yang berasal dari hasil pirolisis sebelum diekstraksi. Bahan-bahan tersebut selanjutnya direndam dengan asap cair dan diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Keawetan produk diamati selama penyimpanan.
49
Perhitungan kinetika dan termodinamika kimia Kinetika pirolisis dilakukan pada berbagai suhu (110, 200, 300, 400 dan 500°C) dan waktu sehingga diperoleh laju pemanasan (ξ), nilai konstanta kinetika (k) terhadap suhu (T) untuk masing-masing bahan baku. Perhitungan energi aktivasi (Ea) dan faktor pre eksponensial (A) dengan persamaan Arrhenius. Laju reaksi untuk hasil percobaan dibandingkan model Arrhenius dan Tsamba. Konstanta kinetika (k) dapat menentukan waktu paruh. Model kinetika percobaan dibandingkan terhadap model kinetika prediksi Tsamba. Perubahan entalpi diperoleh dari nilai energi aktivasi, sehingga energi bebas Gibbs diperoleh dari perubahan entalpi dan entropi. 3.3.2. Metode Analisis Analisis yang dilakukan pada asap cair kayu jati, asap cair kayu pinus dan asap cair bambu adalah rendemen asap cair, pH, dan kadar asam tertitrasi, nilai kalor, kadar karbon asap cair dan arang (%C organik). Selain itu pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran terhadap kadar selulosa, holoselulosa dan lignin serta nilai emisi karbon biomassa. 3.3.2.1. Analisis Asap Cair 1. Rendemen asap cair Botol berwarna gelap yang bersih ditimbang dengan teliti, lalu diisi asap cair, kemudian botol yang berisi asap cair ditimbang lagi. Selanjutnya ditentukan rendemen asap cair dengan rumus sebagai berikut: Bobot asap cair Rendemen asap cair ( % b/b) =
x 100 % Bobot serbuk kayu
2. Nilai pH Dalam rangka mengetahui nilai pH asap cair yang dihasilkan, maka pada penelitian ini dilakukan penetapan pH menggunakan pH meter digital waterproof hanna dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam aquades terlebih dahulu, lalu
50
dibersihkan dengan tissue. Selanjutnya elektroda dimasukkan ke dalam contoh asap cair. Nilai pH yang muncul di layar monitor dicatat. 3. Kadar asam asetat Sampel sebanyak 10 gram diencerkan menjadi 100 ml dengan aquades. Larutan sampel sebanyak 10 ml ditambah indikator phenolphtalein sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai titik akhir titrasi, yaitu berubahnya warna sampel menjadi merah keunguan dan stabil (tidak berubah bila dihomogenkan). Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam asetat. % Kadar Asam =
Keterangan:
VxNxBM X 100 % BC
V
= Volume titrasi NaOH (mL)
N
= Normalitas NaOH (N)
BM
= Berat Molekul asam asetat (gram)
BC
= Berat Contoh (gram)
5. Kadar karbon asap cair Ambil duplo sebanyak 5 ml asap cair untuk serbuk kayu jati, serbuk pinus dan serbuk bambu, lalu ditempatkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dengan pipet tambahkan 10 ml kalium kromat (K2Cr2O7) 1 N sambil menggoyangkan erlenmeyer perlahan-lahan agar berlangsung pencampuran dengan asap cair. Selanjutnya segera ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat dengan gelas ukur di ruang asam sambil digoyang cepat hingga bercampur rata. Pada proses ini diusahakan tidak ada partikel asap cair yang terlempar ke dinding erlenmeyer sebelah atas hingga tidak bercampur merata. Pada tahapan selanjutnya campuran tadi dibiarkan di ruang asap selama 30 menit hingga dingin. Campuran selanjutnya diencerkan dengan 100 ml air bebas ion / air destilat. Tambahkan 4 tetes Indikator ferroin 0,025 M. Setelah dilakukan pengenceran selanjutnya segera dilakukan titrasi dengan larutan FeSO4 0,5 N hingga larutan tetap berwarna merah anggur. Pada penelitian ini penetapan blanko dilakukan sama seperti cara kerja , tetapi menggunakan contoh asap cair.
51
Rumus : % C AC = 1000 X 100 1 5 Keterangan:
x ( B- A) x N X 4 X
100 78
5 = Pipet sampel (asap cair)
B = Volume blanko (K2CrO7)
N = Normalitas FeSO4 (1 N)
A = Volume contoh (FeSO4)
4 = Pembagian berat atom C
6. Kandungan karbon biomassa asap cair (% CB AC) Kandungan karbon biomassa menggambarkan persentase kandungan karbon dari biomassa untuk produk asap cair. Perhitungan adalah sebagai berikut : Kandungan C asap cair serbuk kayu (i) % CB AC Ski =
Berat kering sampel serbuk kayu (i)
x 100%
Keterangan: Ski = Serbuk kayu (jati dan pinus), Sb = serbuk bambu 3.3.2.2. Prosedur Karakterisasi Arang dan Bahan Bakunya Baik arang maupun bahan bakunya ditumbuk dengan menggunakan lumpang dan alu. Kemudian serbuk diayak dengan ayakan berukuran 100 Mesh. Selanjutnya dilakukan karakterisasi yang meliputi rendemen arang, kadar air, zat terbang, kadar abu, karbon terikat, kandungan karbon biomassa dan nilai kalor. 1. Rendemen arang Rendemen arang ditetapkan dengan menghitung perbandingan bobot arang terhadap bobot bahan baku. Bobot arang Rendemen arang ( % b/b) =
x 100 % Bobot bahan baku
52
2. Kadar air Contoh ditimbang 2 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai bobotnya tetap. Bobot contoh awal- bobot contoh akhir Kadar air Contoh (% b/b) =
Bobot contoh awal
x 100 %
3 Kadar zat terbang Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dam dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya, lalu masukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 950°C selama 10 menit Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar zat terbang Contoh (% b/b) =
Bobot contoh yang hilang
x 100 %
Bobot contoh awal
4. Kadar abu Contoh kering oven ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke cawan porselin, yang telah diketahui bobotnya. Lalu dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu 700°C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator ditimbang sampai bobotnya tetap. Bobot contoh sisa Kadar abu (% b/b) =
x 100 % Bobot contoh awal
5. Kadar karbon Kadar karbon yang dikandung arang dihitung dengan jalan pengurangan dari kadar abu dan zat terbangnya. Kadar C (%) = 100 %- (% Kadar abu + % Kadar zat terbang)
53
6. Kandungan karbon biomassa arang (% CB AR) Kandungan karbon biomassa menggambarkan persentase kandungan karbon dari biomassa untuk produk arang. Perhitungan adalah sebagai berikut : Kandungan C arang serbuk kayu (i) % CB AR Ski =
x 100% Berat kering sampel serbuk kayu (i)
Keterangan: Ski = serbuk kayu (jati dan pinus) , Sb = serbuk bambu 7. Nilai kalor Contoh kering oven ditimbang 1 gram, lalu diikat dengan kawat halus. Kemudian dimasukkan ke dalam tempat pembakaran pada alat kalorimeter dan ditutup dengan rapat supaya tidak ada udara yang masuk. Dicatat perubahan kalor yang terjadi. 3.3.2.3. Analisa Kandungan Lignin, Holoselulosa dan Selulosa 1. Kadar lignin Klason Sampel kayu dan bambu bebas ekstraktif ekuivalen berat kering 1.0 ± 0.1 gram dalam gelas piala. Selanjutnya ditambahkan larutan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml. Penambahan asam dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap sambil diaduk dengan suhu dijaga pada 2°C. Setelah dicampur sempurna, gelas piala disimpan pada suhu 20°C selama 2 jam sambil diaduk sekali.
Ke dalam campuran tersebut
selanjutnya ditambahkan sekitar 300-400 ml air ke dalam erlenmeyer 1000 ml dan pindahkan sampel dari gelas piala ke dalam erlenmeyer. Pada tahapan selanjutnya dilakukan pembilasan dan pengenceran larutan dengan air hingga dicapai konsentrasi asam sulfat 3% yaitu hingga total volume 575 ml.
Larutan selanjutnya dididihkan
selama 4 jam dan jaga agar volume larutan konstan dengan menambahkan air panas. Tahapan akhir dari pekerjaan ini adalah menyaring lignin dengan gelas filter dan cuci dengan air panas hingga bebas asam, dan mengeringkan sampel lignin dalam oven pada suhu 105°C, hingga beratnya konstan dan timbang. Kadar lignin % = ⎛ A ⎞ x 100 % ⎜ ⎟ ⎝B⎠
Keterangan: A = berat lignin (BKT), gram dan B = berat kering kayu, gram
54
2. Kadar holoselulosa Sampel kayu bebas ekstraktif ekuivalen 2 gram berat kering ditempatkan dalam erlenmeyer 250 ml. Selanjutnya pada sampel tersebut ditambahkan 100 ml air destilat, 1 gram sodium klorit dan 1 ml asam asetat glasial, dan dipanaskan dengan water bath 70- 80°C.
Pada tahapan ini selalu diupayakan untuk menjaga agar
permukaan air dalam water bath lebih tinggi dari permukaan larutan dalam erlenmeyer. Tambahkan 1 gram sodium klorit dan 0,2 ml asam asetat setiap interval pemanasan selama 1 jam dan penambahan dilakukan sebanyak 4 kali. Selanjutnya dilakukan penyaringan sampel dengan menggunakan glas filter, cuci dengan menggunakan air panas, untuk kemudian ke dalamnya ditambahkan 25 ml asam asetat 10% lalu dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Tahapan akhir dari pengukuran kadar selulosa adalah sampel dioven pada suhu 105°C hingga beratnya konstan dan timbang. Kadar Holoselulosa % = ⎛⎜ A ⎞⎟ x 100 %. ⎝B⎠ Keterangan: A = berat holoselulosa (BKT), gram dan B = berat kering kayu, gram 3. Kadar selulosa Penentuan kadar selulosa dilakukan dengan cara sebagai berikut : sebanyak kurang lebih 2.5 gram kayu bebas ekstraktif ditempatkan dalam Erlenmeyer 300 ml. Tambahkan 125 ml larutan asam nitrat 3.5% dan dipanaskan dalam water bath pada suhu 80°C. Setelah pemanasan saring sampel dengan air destilat hingga tidak berwarna dan kering udarakan. Selanjutnya dilakukan pemindahan sampel ke dalam erlenmeyer kembali lalu tambahkan 125 ml larutan campuran NaOH dan Na2SO3 dan panaskan selama 2 jam pada suhu 50°C. Larutan campuran selanjutnya disaring dengan cawan saring dan cuci dengan air destilat hingga filtrat tidak berwana, dan ke dalamnya ditambahkan 50 ml larutan sodium klorit 10% dan dicuci dengan air hingga diperoleh endapan berwarna putih dan ditambahkan 100 ml asam asetat 10% lalu dicuci dengan bebas. selanjutnya dioven pada suhu 105°C dan timbang dengan berat konstan. Kadar selulosa % = ⎛⎜ A ⎞⎟ x 100 %. ⎝B⎠
I HASIL DAN IV. D PEMB BAHASAN 4 Analisiis Bahan Koomponen K 4.1. Kayu dan Ba ambu Analisis bahan dillakukan mennggunakan Thermogravi T imetri Analyysis (TGA) u untuk
men ngetahui
deekomposisi
termal
p pada
komponen
utam ma
seperti
h hemiselulosa a, selulosa dan d lignin dari d serbuk kayu jati, sserbuk kayu pinus dan s serbuk bamb bu. Hasil annalisis TGA dapat dilihaat pada Gambbar 12.
(b)
(a)
(c) Keterangan :
:
DTG
: DTA D
: TG
Gambar 12 Hasil anaalisis TG/DT TA pada 3 jeenis bahan bbaku: (a). Serrbuk kayu jati, (b). Serbuk kaayu pinus, (cc). Serbuk bbambu.
56
Analisis TGA yang disajikan dalam bentuk termogram menunjukkan bahwa proses penguraian termal pada serbuk kayu jati, kayu pinus dan bambu terjadi dalam tiga tahap, seperti ditunjukkan oleh kurva TG. Ketiga tahap tersebut adalah, tahap pertama merupakan tahap penguraian komponen hemiselulosa. Tahap kedua penguraian komponen selulosa dan tahap ketiga penguraian komponen lignin. Hasil termogram menunjukkan serbuk kayu jati mengalami penguraian termal pada 3 tahap sesuai dengan perubahan garis di kurva. yaitu pada suhu 206.7, 281.3 dan 349.7°C dengan pengurangan massa (weight loss) pada masing-masing tahap sebesar 7.8 , 9.8 dan 40.2% (Gambar 12a). Untuk serbuk kayu pinus pada suhu 227, 320.2 dan 349.7°C dengan pengurangan massa pada masing-masing tahap sebesar 20.4, 26.7 dan 20.3% (Gambar 12b). Serbuk bambu pada suhu 209.8, 281.3 dan 340.2°C dengan pengurangan massa pada masing-masing tahap sebesar 7.3 , 8.4 dan 32.8% (Gambar 12c). Tabel 10 Hasil analisis termal TG serbuk kayu jati, kayu pinus dan bambu Suhu dekomposisi (° C) Bahan baku
Berat hilang (%) Tahap 2
Tahap 3
7.8
9.8
40.2
349.7
20.4
26.7
20.3
340.2
7.3
8.4
32.8
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 1
Serbuk kayu jati
206.7
281.3
349.7
Serbuk kayu pinus
227.7
320.2
Serbuk bambu
209.8
281.3
Penguraian termal secara bertahap terjadi pula pengurangan massa, yaitu banyaknya bahan baku yang tidak terkonversi menjadi produk. Data disajikan pada Tabel 10. Hal ini dikarenakan pengurangan massa terjadi karena bahan baku mengalami proses dekomposisi hemiselulosa, selulosa dan lignin. Ketiga komponen tersebut mengalami dekomposisi pada rentang suhu antara 200-350°C. Oleh karenanya penelitian ini digunakan rentang suhu pirolisis 110-500°C. Pemilihan selang suhu diharapkan dapat
menguapkan air dari bahan dan
menguraikan seluruh komponen berbahaya seperti ter dari ketiga bahan baku tersebut.
57
Suhu dekomposisi hemiselulosa untuk ketiga kayu ini berkisar antara 206.7-227oC. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gasparovic et al. (2009). TGA pada pirolisis kayu chip mengalami dekomposisi hemiselulosa pada kisaran suhu 200–380oC. Menurut Bhuiyan et al. (2008) untuk TGA limbah surat kabar, dekomposisi pertama terjadi antara 38-142°C. Suhu dekomposisi selulosa pada ketiga bahan baku penelitian ini berkisar antara 281.3-320 oC erat kaitannya dengan penelitian Gasparovic et al. (2009) dimana dekomposisi selulosa pada kisaran suhu 250-380oC. Menurut Bhuiyan et al. (2008), dekomposisi kedua antara 291-429°C. Suhu dekomposisi lignin untuk ketiga bahan baku penelitian ini berkisar 340-349oC sesuai dengan penelitian Gasparovic et al. (2009), untuk dekomposisi lignin pada kisaran suhu 180-900oC. Bhuiyan et al. (2008), dekomposisi ketiga antara terjadi 657-743 oC. Kandungan hemiselulosa, selulosa dan lignin pada ketiga bahan baku dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kandungan (% b/b) hemiselulosa, selulosa dan lignin pada serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan serbuk bambu Kandungan (% b/b) Bahan baku
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin
Serbuk kayu jati
27.28
38.65
32.44
Serbuk kayu pinus
14.20
43.69
29.21
Serbuk bambu
39.26
29.78
35.53
Berdasarkan proses dekomposisi diketahui kandungan lignin pada serbuk bambu 35.53% lebih besar dibandingkan serbuk kayu jati 32.44% dan serbuk kayu pinus 29.21% (Tabel 11 dan Lampiran 1). Lignin merupakan salah satu komponen penentu untuk menghasilkan asap cair yang berkualitas (Nurhayati et al. 1997). Kandungan lignin bergantung pada perbedaan jenis bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa struktur lignin kayu pinus hanya tersusun oleh koniferil alkohol saja, sedangkan lignin pada kayu jati tersusun atas koniferil alkohol dan sinapil alkohol dengan perbandingan tertentu (Yaman 2004). Lignin tidak mempunyai unit ulang seperti halnya hemiselulosa dan selulosa, tetapi terdiri atas unit fenolat yang kompleks. Kandungan lignin kayu keras umumnya berkisar 1825%, sedangkan kandungan lignin kayu lunak berkisar antara 25-35% fenil
58
propena dapat disubtitusi posisi α, β, γ ke dalam ikatan C-C (Sakakibara 1991). Komponen kimia yang terdapat dalam asap cair sangat bergantung pada kondisi proses dan bahan baku yang digunakan. Komponen kimia yang telah diidentifikasi pada asap cair antara lain dijumpai senyawa golongan fenol, karbonil, asam-asam karboksilat, furan, hidrokarbon, alkohol dan lakton (Girard 1992). Menurut Fengel dan Wegener (1995), komposisi kimia kayu jati mengandung selulosa 39-57%, hemiselulosa 7-13%, dan lignin 29-39%. 4.2. Produksi Asap Cair secara Pirolisis Proses pirolisis menghasilkan asap cair, ter dan arang. Produksi asap cair dan ter pada penelitian ini dihasilkan melalui proses kondensasi asap yang dikeluarkan dari reaktor pirolisis. Rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan serbuk bambu pada setiap suhu untuk waktu total pirolisis 5 jam dengan reaktor listrik dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 2. Tabel 12 Rendemen produk serbuk kayu jati, kayu pinus dan serbuk bambu Suhu pirolisis (° C.) 110 200 300 400 500 Total
Serbuk kayu jati Asap cair Ter 8.27 0.54 17.05 3.01 9.10 2.36 8.35 4.37 1.02 0.93 43.78 11.22
Rendemen produk (% b/b ) Serbuk kayu pinus Serbuk bambu Asap cair Ter Asap cair Ter 10.92 0.97 12.91 1.53 14.46 3.36 18.18 2.13 11.99 4.73 14.94 2.63 11.32 6.39 14.17 8.01 0.92 0.66 1.15 3.29 49.60 16.11 61.34 17.59
Berdasarkan hasil analisis rendemen asap cair dari ketiga jenis bahan baku (Tabel 12), terlihat bahwa rendemen asap cair tertinggi diperoleh dari serbuk bambu sebesar 18.18% pada 200°C, dan ter tertinggi pada 400°C sebesar 8.01%. Hasil TG, degradasi komponen hemiselulosa, selulosa dan lignin berkisar antara 200-400°C. Serbuk kayu jati mengalami dekomposisi termal pada 3 tahap sesuai dengan perubahan garis di kurva, yaitu pada suhu 206.7, 281.3 dan 349.7°C. Sedangkan serbuk kayu pinus mengalami penguraian pada suhu 227, 320.2 dan 349.7°C. Serbuk bambu
pada suhu 209.8, 281.3, dan 340.2°C (Tabel 10).
Komposisi kimia dan produksi asap cair yang dihasilkan tergantung pada kondisi
59
proses (suhu dan waktu) serta komposisi bahan baku. Jadi ada ketergantungan antara rendemen asap cair terhadap suhu pirolisis. Rendemen asap cair tertinggi dari ketiga hasil pirolisis tersebut adalah asap cair dari bambu yang prosentasenya mencapai 61.34%, diikuti asap cair kayu pinus 49.60 % dan asap cair kayu jati 43.78 %. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Penelitian lain oleh Tranggono et al. (1997) untuk asap cair tempurung kelapa yang dilakukan pada suhu 350–400°C yaitu sebesar 52.85%. Rendemen asap cair dari batang jagung pada suhu pirolisis 450°C adalah 40.2% (Lv et al. 2010) 4.3.
Identifikasi Komponen Kimia Asap Cair
4.3.1. Analisis GC-MS Analisis GC-MS dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis senyawa yang terkandung dalam asap cair. Komponen kimia asap cair serbuk kayu jati, pinus dan bambu dapat dilihat pada Tabel 13-15. Selain kandungan asam, juga terdapat senyawa lain dalam jumlah yang kecil. Senyawa-senyawa lain tersebut adalah senyawa ester, keton, aldehida, alkena, alkana, alkohol, amina, piridin dan lainlain. Secara umum senyawa dapat digolongkan sebagai senyawa asam karboksilat antara lain asam asetat, asam propanoat dan asam benzoat. Kelompok senyawa keton antara lain 2 propanon, aseton, 3 hidroksi 2 butanon dan 1 hidroksi 2 propanon. Kelompok senyawa aldehida adalah asam format, asetaldehida, dan formaldehida. Kelompok senyawa amida antara lain butil isosiamida. Kelompok senyawa piridin antara lain 2,5 dimetil 4 benzil piridin, dan piridin. Kelompok senyawa alkohol antara lain glisidil alkohol, asetol, katekol dan fenol. Kelompok senyawa nitril antara lain asam isosianat. Kelompok senyawa ester antara lain metil asetat, L alanin metil ester, vinil asetat, 1 kloro etil asetat, propil trikloro asetat, dan isopropil etil asetat. Kelompok senyawa alkana antara lain n-butana, isobutana, dan 2 bromo propana. Kelompok senyawa alkana siklik antara lain siklopropana. Hasil ini didukung oleh penelitian Maga (1998) yang melakukan pirolisis
bahan kayu memperoleh air (11-92%), senyawa fenolik (0.2-2.9%),
asam-asam organik (2.8-4.5%), dan karbonil (2.6-4.6%).
60
Senyawa hasil pirolisis asap cair serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus, dan serbuk bambu melalui identifikasi hasil GC-MS dapat lihat pada Tabel 13-15 dan Lampiran 21. Tabel 13 memperlihatkan kandungan asap cair yang diperoleh dari hasil GC-MS, yakni dari serbuk kayu jati diperoleh propadiena, metil asetat, 2 propanon, aseton, asam format, asam hidroklorat dan asam asetat. Menurut Grimword (1975), asap cair dari beberapa jenis kayu lain (jati) yang mengandung asam asetat antara 4.27-11.3% dan senyawa karbonil (aseton) 8.57-15.23 %. Senyawa-senyawa hasil pirolisis serbuk kayu jati mengandung p-guaiakol, 2 metoksi 4 propenil fenol, 2 metoksi 4 metil fenol, 3,4,5 trimetoksi toluena dan 1,3 dimetoksi siringol (Fatimah & Nugraha 2005). Senyawa dominan hasil pirolisis kayu sugi dan kayu akasia terdiri atas asam asetat dan vanilin (Kartal et al. 2004). Komposisi kimia asap cair yang mengandung asam, khususnya asam asetat merupakan senyawa turunan dari kelompok senyawa asetil selama pirolisis (Ratanapisit et al. 2009). Tabel 14 memperlihatkan kandungan asap cair yang diperoleh dari hasil GC-MS, yakni dari serbuk kayu pinus diperoleh asam format, propanon, asam asetat, 1,3 benzenadiamina, asam propanoat dan isopropil asetil. Hal ini menunjukkan bahwa komponen asap cair tersebut mengalami proses dekomposisi hemiselulosa dan selulosa. Hasil penelitian ini didukung oleh Francis (1965). bahwa komposisi produk pirolisis kayu pinus pada suhu rendah menghasilkan metanol 0.9%, aseton 0.2 %, metil asetat 0.01%, asam asetat 3.5%, natrium asetat 8.0%, ter 11.8%, dan air 22.3%. Menurut penelitian Aho et al. (2008), komposisi kimia asap cair kayu pinus pada GGM (Galactoglucomannan) adalah asam asetat 6.7%, 1-hidroksi 2- propanon 5.2%, dan 2 metoksi 4-propil fenol 3.5%. Menurut hasil penelitian Wang et al. (2009) identifikasi komponen kimia asap cair dari hasil GC-MS pada pirolisis limbah kayu pinus menghasilkan asam asetat 47.36%, asetol 9.21%, furfural 6.39%. dan 2 metoksi 4-metil fenol 4.71%.
61
Tabel 13 Senyawa hasil pirolisis asap cair serbuk kayu jati pada berbagai variasi suhu hasil deteksi GC-MS No 1
2
3
4
5
Komponen kimia asap cair Ascakaja 110°C Asam format 2 Propanon Metil asetat Asam asetat (Vinegar acid) Propil trikloroasetat Ascakaja 200° C Asam phosfonat Asam format Metil ester Asam asetat (Vinegar acid) Asam hidrozoat Asam farankarboksilat
% Relatif 8.87 32.67 9.16 30.29 0.82 0.87 5.03 5.93 63.03 5.74 4.99
Ascakaja 300° C Aseton Asam asetat (Vinegar acid) 2 propanon, 1 hidroksi Asam hidroklorat 2,5 dimetil 4 benzil piridin 2 kloropirazina
21.18 62.10 2.34 2.57 0.87 1.08
Ascakaja 400° C 2 Aseton Asam asetat (Vinegar acid) Asam isosianat 3.6 di (triflouro asetil)
26.70 60.50 5.70 1.35
Ascakaja 500° C 2 propanon Asam asetat (Vinegar acid) Siklo butilamina Benzopiridin Nonana Furan Silan
14.93 34.35 43.74 2.31 2.16 2.24 2.32
62
Tabel 14 No 1
2
3
4
5
Senyawa hasil pirolisis asap cair serbuk kayu pinus pada berbagai variasi suhu hasil deteksi GC-MS Komponen kimia asap cair Asap kayu pinus 110° C Asam format 2 Propanon Vinil asetat Asam asetat (Vinegar acid) 1 Kloro etil asetat 2 Heptanal 4 Asam pentanoat Asap kayu pinus 200° C L. Alanin etil ester 2 propanon Asam isosianat Asam propanoat Asam asetat (Vinegar acid) Asam etanat Propil trikloroasetat Asam propanoat Asam hidroklorat Asap kayu pinus 300° C L. Alanin etil ester Isopropil etil asetat Asam isosianat Isobutana Asam asetat (Vinegar acid) Asam etanoat Asam hidroklorat Asap kayu pinus 400° C n-Butana 1,3 benzenadiamina Asam asetat (Vinegar acid ) Asam isosianat Asam propanoat Asam benzoat L-stylopina Katekol Asap kayu pinus 500° C Isopropil asetil Asam asetat (Vinegar acid) Asam propanoat 2 Metil 1 propena Asetat 2 propil 1-ol
% Relatif 6.57 35.06 6.03 31.06 1.23 6.77 1.08 2.33 19.40 3.18 6.92 17.01 31.61 3.70 11.95 3.83 4.13 9.02 2.88 5.00 14.09 36.81 2.20 7.26 34.14 19.60 4.82 15.26 1.87 1.83 1.97 25.84 29.91 14.74 1.78 2.35
63
Tabel 15 Senyawa hasil pirolisis asap cair serbuk bambu pada berbagai variasi suhu hasil deteksi GC-MS No 1
2
3
4
5
Komponen kimia asap cair Asap bambu110° C Aseton Isobutana 3 Hidroksi 2 butanon Asam asetat (Bamboo vinegar) Asam isosianat Asam hidroklorida Asam benzoat Asap bambu 200° C Aseton Asam propanoat Metil ester Asam asetat (Bamboo vinegar) Asap bambu 300° C 1 Metoksi 2 propan amina Aseton Isobutana 3 Hidroksi 2 butanon Asam asetat (Bamboo vinegar) Asam Isosianat Butil isosianida Asam benzoat Asap bambu 400° C L-alanin metil ester Metil asetat Asam asetat (Bamboo vinegar) Asetaldehida Asam hidroklrorat Siklopropana Fenol Glisidil alkohol Asap bambu 500°C Piridin Asam asetat (Bamboo vinegar) Asam isosianat Siklo propana 2 bromo propana n butanol
% Relatif 9.88 1.99 12.52 29.71 2.89 4.45 0.66 15.84 17.07 3.44 41.15 6.33 9.88 1.99 12.52 42.05 2.89 18.57 0.66 3.29 2.98 46.30 8.10 1.43 1.89 1.76 2.94 1.42 55.50 8.14 2.35 1.18 16.68
Tabel 15 memperlihatkan kandungan asap cair yang diperoleh dari hasil GCMS, yakni dari bambu diperoleh aseton, asam asetat. asam propanoat, 3 hidroksi 2 butanon, butil isosianida, asetaldehida, asam isosianat dan n butanol. Hal ini
64
menunjukkan bahwa komponen asap cair pada serbuk bambu tersebut mengalami proses dekomposisi hemiselulosa dan selulosa, sehingga diperkirakan banyak asam yang terbentuk. Kandungan holoselulosa dan selulosa serbuk bambu berturut–turut adalah 69.03% dan 29.78%. Menurut Fengel & Wegener (1984), degradasi termal hemiselulosa akan menghasilkan asam asetat, metanol, furfural, aldehida dan keton. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Alen et al. (1996), yang mendeteksi komponen kimia asap cair kayu Eucaliptus spp termasuk asam asetat, 3-hidroksipropanal, pyranic, furanic dan turunannya. Sedangkan menurut Rowel et al. (2005), senyawa kimia dari asap cair kayu menghasilkan asam asetat 6.7 %, asam format 0.9%, aseton 1.5%, dan asetaldehida 2.3%. Menurut penelitian Vamvuka (2010), senyawa kimia dari fraksi asap cair pada pirolisis biomassa untuk bio-oil menghasilkan asam asetat sebesar 5% dan asam format 3%. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diyakini bahwa pada hampir semua asap cair dari berbagai jenis kayu dijumpai adanya senyawa golongan asam. Oleh karena itu, asap cair dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengawet alami.. 4.4.2. Analisis PCA Senyawa-senyawa hasil pirolisis kayu jati, kayu pinus dan bambu dapat dikelompokkan berdasarkan sifat kepolaran dengan menggunakan PCA. PCA merupakan teknik analisis data yang diperoleh dari data GC-MS untuk mengidentifikasi senyawa asam, aldehida, keton, alkohol dan asam karboksilat yang berasal dari kayu jati, pinus dan bambu. Teknik ini menentukan jumlah principal component (PC) yang digunakan untuk menentukan penggelompokkan senyawa. Principal component merupakan kombinasi linear dari variabel random. PC tergantung pada matriks covarian. Y1 merupakan variabel yang saling bebas (tidak berkorelasi) dengan nilai variansinya, dimana var (Y1) = I1T ΣI1. Artinya Y1 adalah jumlah senyawa kimia (Si) dikalikan waktu retensi sama. PC1 dengan Y1 yang merupakan kombinasi linear yang mempunyai variansi maksimun. PC2 dengan Y2 mempunyai nilai variansi terbesar kedua.
PC3 dengan Y3 yang
mempunyai nilai variansi terbesar ketiga. Hal ini ditentukan dari scree plot disajikan pada Gambar 13a-c. Berdasarkan nilai eigen untuk asap cair kayu jati dengan PC1, PC2 dan PC3 mampu menjelaskan variasi sebesar 86.1%. Nilai eigen untuk asap cair kayu pinus dengan PC1, PC2 dan PC3 mampu menjelaskan variasi
65
sebesar 83.7%. Nilai eigen untuk asap cair bambu PC1, PC2 dan PC3 mampu menjelaskan variasi sebesar 81.8%. Nilai koefisien 86.1%, 83.7% dan 81.8% merupakan kombinasi linear var iabel senyawa dengan nilai eigenvalue, proporsi dan kumulatif.
ScreePlotofS1, ..., S55
ScreePlotofS1, ..., S61 20
25
15 Eigenvalue
Eigenvalue
20
15
10
10
5 5
0
0 1
5
10
15
20 25 30 35 Component Number
40
45
50
55
1 5
(a)
10
15
20
25 30 35 40 Component Number
45
50
55
(b)
ScreePlot of S1, ..., S71 20
Eigenvalue
15
10
5
0 1 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 Component Number
(c) Gambar 13 Scree plot pengelompokkan senyawa pada analisis PCA: (a). Asap cair jati, (b). Asap cair pinus, (c). Asap cair bambu.
66
Tabel 16 Beberapa jenis senyawa dalam kondensat asap cair serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan bambu Jenis kelompok Asam Ester Keton Aldehid Alkohol Fenol Piridin Alkena Alkana Furan Silan Amina
Jati 16 5 6 0 3 0 2 2 2 0 3 2
Jumlah senyawa (jenis) Pinus Bambu 23 14 7 4 5 4 2 1 3 4 0 1 0 1 2 1 2 9 2 0 0 0 3 8
Hasil GC-MS menunjukkan bahwa asap cair masing-masing sumber memiliki kandungan senyawa yang berbeda. Asap cair kayu jati antara lain mengandung senyawa keton sebanyak (6) jenis, asam (16), alkohol (3), ester (5), amina (2), alkena (2), piridin (2) dan seterusnya. Senyawa-senyawa yang dijumpai pada kondensat asap cair kayu pinus antara lain aldehida (1), asam (23), furan (2), alkohol (3), ester (7), alkena (2), amina (3), dan seterusnya.
Berbagai jenis
senyawa dijumpai pada kondensat asap cair bambu antara lain fenol (1), keton (4), aldehida (1), asam (14), alkohol (4), ester (4), piridin (1), alkena (1), alkana (9) dan seterusnya. Pada Tabel 16, asam merupakan kelompok senyawa volatil yang dominan jumlahnya. Pada kelompok senyawa fenol, asam, ester, keton, alkohol, furan dan seterusnya, kemudian dilakukan proses pemisahan untuk mendapatkan senyawa asam asetat. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Wang et al. (2009), yang menemukan senyawa asam dari pirolisis kayu pinus sebanyak 2 jenis, kemudian diikuti alkohol (4 ), keton (10), furfural (2), dan furan (2). Menurut Lv et al. (2010), senyawa yang dihasilkan dari pirolisis batang jagung pada suhu 450°C mengandung senyawa keton, furan, karboksilat, asam dan alkohol. Senyawa yang dihasilkan dari pirolisis 2 jenis Tobacco residue (TR1 dan TR2) pada suhu 300, 400, 500, dan 600°C mengandung beberapa kelompok
67
senyawa diantaranya fenol, alkana, alkena, streoid, asam, ester, keton, turunan benzena, dan alkohol (Alkalin & Karagoz 2011). 4.4. Pembentukan Asam Asetat dari Pirolisis Mutu asap cair sangat ditentukan oleh komposisi komponen-komponen kimia yang dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun aroma sebagai ciri khas yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa kimia yang dikandungnya. Senyawa-senyawa kimia yang terdapat di dalam asap cair sangat bergantung pada kondisi pirolisis dan bahan baku yang digunakan (Nakai et al. 2006). Pengujian mutu asap cair terdiri atas sifat fisik dan kimia asap cair. Identifikasi senyawa kimia pada asap cair masing-masing bahan baku dilakukan dengan pengukuran pH dan konsentrasi asam asetat. Nilai pH menunjukkan tingkat proses penguraian komponen kimia kayu yang berasal dari komponen hemiselulosa, selulosa dan lignin yang menghasilkan asam organik. Asap cair memiliki nilai pH tertentu, sehingga kualitas asap cair yang dihasilkan sangat tinggi. Secara keseluruhan nilai pH yang rendah akan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap. Nilai pH ascakaja berkisar 3.14-3.70, ascakapin 3.07-3.45 dan ascabam 2.89-3.74. Hasil penelitian ini didukung oleh Lim et al. (2002), bahwa nilai pH asap cair dari kayu karet 2,98. Nilai pH asap cair dari kayu karet pada suhu dibawah 400°C (RW1) adalah 2,93,2. Nilai pH asap kayu karet di atas suhu 400°C (RW2) berkisar 3,16-3,83 (Ratanapisit et al. 2009). Rataan nilai pH dan konsentrasi asam asetat pada ascakaja, ascakapin, dan ascabam dapat dilihat pada Tabel 17 dan Lampiran 3. Tabel 17 Rataan nilai pH pada ascakaja, ascakapin dan ascabam terhadap suhu pirolisis Suhu pirolisis ( °C ) 110 200 300 400 500
Ascakaja
pH Ascakapin
Ascabam
3.14 3.16 3.19 3.38 3.70
3.45 3.30 3.07 3.21 3.45
3.74 2.99 2.89 3.08 3.74
Keterangan : Ascakaja : asap cair serbuk kayu jati, Ascakapin:asap cair serbuk kayu pinus Ascabam ; asap cair serbuk bambu
68
Pada Tabel 17, terlihat nilai pH ascakaja, ascakapin dan ascabam relatif rendah, karena pada proses pirolisis ketiga bahan baku tersebut menghasilkan asam format, asam benzoat dan asam asetat yang menyebabkan nilai pH rendah. Hasil perhitungan menggunakan data GC-MS untuk mendapatkan konsentrasi asam asetat dapat dilihat pada Tabel 18 dan Lampiran 3. Tabel 18 Konsentrasi asam asetat pada ascakaja, ascakapin dan ascabam dari hasil perhitungan analisis GC-MS Suhu pirolisis ( °C ) 110 200 300 400 500
Konsentrasi asam asetat (mol/l) Ascakaja Ascakapin Ascabam 5.09 9.34 9.67 9.81 9.78
5.29 4.10 3.66 3.63 3.82
5.02 6.19 6.49 7.89 7.78
Ket : Ascakaja : asap cair kayu jati, Ascakapin: asap cair kayu pinus, Ascabam ; asap cair bambu
Konsentrasi asam asetat diperoleh dari hasil perhitungan luas area senyawa asam GC-MS. Konsentrasi asam asetat jati meningkat antara suhu 110-200°C. Pada bahan baku bambu, asam asetat naik secara perlahan hingga suhu 400°C, sedang pada bahan baku pinus, pembentukan asam sudah mencapai maksimun pada suhu 110°C. Perbedaan jumlah asam asetat ini kemungkinan disebabkan perbedaan komposisi kayu. Perbedaan lain adalah kayu jati, memiliki kerapatan medium (0.60-0.75 g/cm3), kekuatan ikatan dan dimensinya stabil (Amoako 2004), sedangkan kayu pinus memiliki tesktur halus, bau khas terpentin, strukturnya
tidak
berpori
dan
memiliki
kerapatan
rata-rata
0.55
g/cm3(Martawijaya et al. 1989). Jadi Semakin besar kerapatan bahan baku, maka kualitasnya semakin baik, artinya konsentrasi asam asetat semakin tinggi. Maka semakin tinggi tingkat keasamannya artinya semakin rendah nilai pH dari asap cair tersebut. Mekanisme pembentukan asam asetat secara kimia hasil dari penataan ulang karbon baik yang bersumber dari selulosa, lignin maupun hemiselulosa diawali dengan proses pemutusan dan pemecahan rantai ikatan kimia yang menghasilkan senyawa radikal yang tidak stabil seperti CHO*, CH2OH, OH*, H*, O*, dan C*. Misalnya reaksi antara CHO* dengan CH2OH akan membentuk saling bereaksi
69
membentuk senyawa baru yang stabil seperti CH3COOH, dan senyawa lain juga membentuk senyawa baru seperti COOH, H2O dan H2, sedangkan atom karbon akan mengalami penataan ulang membentuk senyawa aromatik (Pari 2010) ( Gambar 14). Menurut Bryne & Nagle (1997) menyatakan penguapan, penguraian atau dekomposisi kimia kayu pada proses pirolisis terjadi secara bertahap, yaitu pada suhu 100-150°C hanya terjadi penguapan molekul air. Pada suhu 200-240°C, mulai terjadi penguraian hemiselulosa dan selulosa menjadi larutan pirolignat (asam organik dengan titik didih rendah seperti asam asetat, formiat, dan metanol, gas kayu (CO dan CO2), sedikit ter. Pada suhu 240-400°C, terjadi depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C. Pada kisaran suhu ini selulosa sudah terdegradasi, lignin mulai terurai menghasilkan ter, larutan pirolignat dan gas CO menurun, sedangkan gas CO, CH4, dan H2 meningkat. Pada suhu lebih dari 400°C, terjadi pembentukan lapisan aromatik dan lignin masih terurai sampai suhu 500°C. Pada suhu di atas 600°C mulai terjadi proses pembesaran luas permukaan karbon. CH2OH O OH
CH2OH
H2C
O O
C
D CH2OH
OH
O
O
A OH O
OH
B
OH OH
OH
O OH
OH
CHO
+ *CH2OH
+ *OH +
*H + *O
+
*C
CH3COOH
*CHO + *CH2OH
HCOOH
*CHO + *OH
H 2O
*OH + *H *H + *H
H2
*C + *O
CO
*C
Gambar 14 Mekanisme pembentukan asam asetat secara kimia hasil dari penataan ulang karbon baik yang bersumber dari selulosa, lignin maupun hemiselulosa (Pari 2010).
70
4.5. Pemisahan Asap Cair Dalam rangka mendapatkan komponen kimia asap cair yang diinginkan dan menghilangkan senyawa–senyawa benzopirena yang berbahaya serta ter, maka dilakukan pemisahan dengan fraksinasi dan destilasi. Asap cair yang digunakan pada penelitian ini adalah yang memiliki kandungan asam asetat tertinggi. Pada kayu jati fraksi hasil suhu 200°C, kayu pinus 110°C dan bambu 400°C. Fraksinasi asap cair bertujuan untuk memisahkan komponen asam dari campuran lain. Fraksinasi dilakukan secara bertahap yang diawali dengan pelarut n-heksana (nonpolar), lalu diikuti dengan pelarut etil asetat (semipolar) dan selanjutnya dengan metanol (polar). Pemisahan untuk memurnikan 3 golongan senyawa yaitu alkana, asam dan alkohol. Produk akhir proses pemisahan ini adalah senyawa asam yang berpotensi sebagai bahan pengawet alami.
(c) (b) (a) Gambar 15 Fraksinasi asap cair dari pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol: (a).Serbuk kayu jati, (b). Serbuk kayu pinus, dan (c). Serbuk bambu. Ekstraksi tiga tahap pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya akan menghasilkan fraksi-fraksi yang berbeda untuk masing-masing ekstraksi (Gambar 15 dan Lampiran 4). Asap cair cenderung bersifat polar, sehingga saat dilarutkan ke dalam n-heksana, fraksi yang terlarut sangat sedikit. Komponen asap cair kayu pinus yang terlarut dalam etil asetat lebih besar daripada komponen asap cair kayu jati dan bambu. Fraksi jati, pinus dan bambu dalam asap cair larut sempurna sehingga volume terekstraksi yang diperoleh sebesar 50 % (v/v).
71
Tabel 19 Hasil pemisahan dengan ekstraksi dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol No 1 2 3
Fraksi asap cair Serbuk jati Serbuk pinus Serbuk bambu
Volume terektraksi ( % v/v) n-Heksana Etil asetat Metanol 3.2 4.3 50 6.2 6.4 50 4.3 3.4 50
Tabel 19 menunjukkan hasil pengamatan dari ketiga hasil rendemen fraksi pada serbuk kayu jati, serbuk pinus, dan serbuk bambu, dimana fraksi terbesar adalah fraksi metanol sebesar 50%. Fraksi yang diambil dari asap cair serbuk kayu jati mempunyai kandungan asam dengan fraksi etil asetat 4.3%, sedangkan fraksi asap cair serbuk kayu pinus mempunyai kandungan asam sebesar 6.4% dan fraksi asap cair bambu mempunyai kandungan asam terbaik sebesar 3.4%. Hasil ini berada pada kisaran yang hampir sama dengan jenis bambu Madake (Phyllostachys bambusoides) dengan fraksi asam 3.09% bambu Moso (Phyllostachys pubescens) dengan fraksi asam 4.41% ( Mu et al. 2003). Tabel 20 Komponen kimia fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu Fraksi asap cair Fraksi etil asetat jati
Fraksi etil asetat pinus
Fraksi etil asetat bambu
Komponen kimia Etilen glikol Metil asetat Etil ester Asam asetat (Wood Vinegar ) Vinil asetat Asetol Furan (Pyrazol) 2.5 Dimetoksi furan Etil ester Asam asetat (Wood Vinegar ) Asetol 2 propenil ester Butirolakton n-pentanal Furfuril alkohol Delta Caprolakton Etil alkohol Metil asetat Etil asetat Asam asetat (Bamboo Vinegar ) Asam piruvat Asetol Asam butanoat 2.5 dimetil furan
% relatif 11.76 45.07 21.52 11.14 1.97 3.52 1.39 1.89 11.11 72.42 7.68 0.44 1.60 5.08 1.24 0.43 4.76 6.11 11.06 55.67 2.10 6.17 0.89 2.97
titik didih(°C) 198.93 57 71.06 117.9 72.3 145.5 31.4 67 72.06 117.9 145.5 69 206.89 103 171 215.10 65.2 57 77.06 117.9 213.5 145.5 163.75 93
72
Hasil kromatogram GC-MS (Tabel 20), senyawa paling dominan yang dihasilkan fraksi etil asetat kayu jati, pinus dan bambu adalah asam asetat. Ketiga bahan baku tersebut mengandung senyawa asam asetat yang berpotensi sebagai pengawet alami. Lebih lanjut Bukle et al (1985) menyatakan asap cair yang bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet. Tabel 21 Kandungan destilat dari fraksi etil asetat Pemisahan etil asetat Fraksi etil asetat jati Fraksi etil asetat pinus Fraksi etil asetat bambu
T< 95 °C 17.14 50 42
Rendemen fraksi etil asetat (% v/v) 95 °C< T < 105° C 105° C
Pada Tabel 21 dan Lampiran 4, rendemen fraksi etil asetat yang telah dipisahkan menunjukkan fraksi etil asetat pinus mengandung asam asetat lebih besar dibandingkan dengan fraksi etil asetat jati dan bambu. Pada fraksi etil asetat baik serbuk jati. pinus dan bambu, dimana suhu distilasi yang berbeda dapat menghasilkan rendemen yang berbeda. Hal ini dapat dilihat (Tabel 21) dari rendemen yang semakin kecil seiring dengan peningkatan suhu distilasi. Hal ini menunjukkan pada suhu distilasi 95°C< T < 105°C hampir semua fraksi air yang ada pada asap cair menguap sehingga memperbesar rendemen yang diperoleh. Selanjutnya semakin tinggi suhu destilasi, asap cair yang terpisahkan semakin kecil, sedangkan suhu distilasi 105°C< T < 120°C yang teruapkan tidak lagi mengandung air bebas, melainkan komponen kimia asam asetat sehingga rendemen yang dihasilkan relatif kecil. Berdasarkan hasil tersebut, maka pemisahan fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu dengan suhu destilasi antara 95-120°C menghasilkan asam asetat dari asap cair. 4.6. Uji Anti Jamur pada Asap Cair Pengujian sifat anti jamur dilakukan dengan mengukur daya hambat pertumbuhan relatif misela jamur Aspergillus niger dalam media MEA yang telah ditambahkan asap cair dan membandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan asap cair). Hasil pengujian sifat anti jamur secara lengkap pada Gambar 16.
73
Hasil uji aktivitas asap cair pada jamur dengan uji difusi sumur terhadap Aspergillus niger menunjukkan bahwa asap cair memiliki aktivitas anti jamur yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan asap cair mengandung komponen kimia seperti asam asetat, asam format, asam isosianat, asam benzoat, dan asam propanoat yang berfungsi sebagai anti jamur yang mampu menghambat kapang dengan konsentrasi yang besar. Secara kualitatif aktivitas anti jamur dari suatu ekstrak dapat dilihat berdasarkan zona bening pada media agar yang dihitung diamaternya sebagai daya hambat (Tabel 22). Semakin lebar zona tersebut berarti daya hambat semakin tinggi. Tabel 22 Diamater daerah hambat yang terbentuk Aspergillus niger Fraksi asap cair Jati Pinus Bambu
kontrol -
(a)
Diamater daerah hambat (mm) 2% 4% 6% 8% -
10%v/v 12.4 10.2 8.5
(b)
Gambar 16 Uji aktivitas anti jamur: (a). Kontrol dan asap cair kayu jati, pinus dan bambu, (b). Daya hambat kontrol dan fraksi etil asetat jati. Hasil pengujian aktifitas anti jamur selama 3 minggu menunjukkan bahwa diantara fraksi yang diuji, fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu mampu menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger.
Tabel 22 menunjukkan
bahwa miselium jamur tidak mampu tumbuh pada media yang mengandung fraksi etil asetat kayu jati, pinus dan bambu pada konsentrasi 2-8%(v/v). Fraksi etil asetat jati, pinus dan bambu menunjukkan gejala adanya sifat anti jamur
74
pada konsentrasi 10%(v/v) dibandingkan pertumbuhan jamur pada kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa fraksi asap cair jati yang mempunyai aktifitas paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger dengan diamater daya hambat 12.4 mm. Fraksi asap cair pinus mempunyai aktifitas paling tinggi pada konsentrasi 10% dalam menghambat pertumbuhan jamur
Aspergillus niger dengan diamater daya
hambat 10.2 mm. Fraksi asap cair bambu mempunyai aktifitas paling tinggi pada konsentrasi 10% dalam menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus niger diamater daya hambat 8.5 mm. Menurut Johansson et al. (1976), beberapa enzim mempunyai aktivitas
ekstracelular yang dikeluarkan oleh jamur yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur seperti laccase, cellulase, polygalacturonase dan aryl-β-glucosidase. Mekanisme efek fungsida dari asap cair yang menghambat pertumbuhan jamur karena asap cair tersebut menghambat aktifitas enzim yang dikeluarkan oleh jamur. Enzim berperan dalam mendekomposisi karbohidrat pada media menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah diabsopsi dan digunakan oleh jamur. Proses senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri, menurut Pelczar et al. (1988) ada beberapa cara yaitu 1). merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, 2). mengubah permeabilitas membran sitoplasma, rusaknya membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel, 3) menyebabkan terjadinya denaturasi protein, 4). menghambat kerja enzim di dalam sel, sehingga mengakibatkan terganggunya metabolisme sel. Menurut Pelczar et al. (1988), senyawa kimia yang memiliki sifat antibakteri adalah fenol dan senyawa fenolat, alkohol, halogen, logam berat dan aldehida. Antibakteri alami berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan ternyata banyak terdapat pada rempah-rempah. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri yang terdapat dalam rempah-rempah. Kaitan dalam penelitian ini, bahwa asap cair yang digunakan mengandung senyawa asam sebagai bahan pengawet alami. Lebih lanjut Bukle et al. (1985) menyatakan asap cair yang bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet karena asam berfungsi
75
menurunkan
nilai
pH,
sehingga
dapat
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme. 4.7. Aplikasi Asap Cair pada Ikan dan Tahu Asap cair yang telah diuji anti jamur digunakan untuk pengawet ikan tongkol mampu mengawetkan ikan selama 3 hari, sedangkan pada tahu mampu bertahan selama 9 hari. Komponen kimia asap cair mampu bertahan dari serangan jamur, juga disebabkan pada asap cair mengandung senyawa asam asetat yang berfungsi sebagai zat antikosidan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian dengan proses perendaman secara visual, yaitu melihat (mengamati penampilan ikan secara keseluruhan terutama penampilan fisik, mata insang), meraba, menekan dan mencium (bau ikan) (Wibowo 2002). Penggunaan asam asetat jati (5 JEA 20, 5 JEA 40 dan 5 JEA 60), asam asetat pinus (5 PEA, 5 PEA 40 dan 5 PEA 60) dan asam asetat bambu (5 BEA 20, 5 BEA 40. dan 5 BEA 60) dengan konsentrasi 5%. Fraksi etil asetat jati (10 JF 60 ), pinus (10 PF 60) dan bambu (10 BF 60) dengan konsentrasi 10%. Fraksi ekstrak yang digunakan adalah etil asetat, karena mempunyai kandungan asam asetat yang lebih besar dan berpotensi sebagai pengawet. Perlakuan perendaman dengan fraksi etil asetat karena mengandung senyawa asam yang besar. Perlakuan pengujian asap cair dapat dilihat pada Tabel 23. Pengamatan pada percobaan ikan tongkol dilakukan secara visual (Tabel 23). Pada
H-0 (kontrol) dilakukan pengamatan ikan tongkol menunjukkan
kondisi ikan masih segar dan bening (+). Pada pengamatan hari 1 ikan tongkol masih dalam keadaan segar (++). Hal ini masih dilihat dalam keadaan mata yang masih cemerlang dan daging tidak lunak. Kondisi kontrol sudah mengalami penurunan dengan mata ikan sudah tidak lunak, dilihat kenampakan insang yang sudah mulai kusam dan bau ikan yang cenderung mendekati busuk. Ikan yang direndam dengan fraksi asap cair masih menunjukkan tingkat kesegaran yang baik. Hal ini menunjukkan fraksi-fraksi asap cair masih mampu berfungsi sebagai bakteriosidal dan fungisidal. Pada Hari ke 3 kondisi ikan sudah mengalami penurunan dimana mulai terdapat jamur pada permukaan ikan (+).
Hasil
pengamatan setelah hari ke 6 dan ke 9 menunjukkan bahwa ikan tongkol sudah ditumbuhi jamur yang berwarna merah muda dan berbau busuk (-). Hal ini
76
menunjukkan bahwa penambahan asap cair dalam bentuk destilat jati, pinus dan bambu hanya mampu bertahan selama 3 hari saja. Tabel 23 Perlakuan pengujian asap cair pada ikan tongkol dan tahu Simbol Kontrol 5 JEA 20 5 JEA 40 5 JEA 60 5 PEA 20 5 PEA 40 5 PEA 60 5 BEA 20 5 BEA 40 5 BEA 60 10 JF60 10 PF 60 10 BF 60 Kontrol SJ 60 SP 60 SB 60 5 SJ 60 5 SP 60 5 SB 60
Sampel Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Ikan tongkol Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu
Jenis asap cair Jati asam asetat Jati asam asetat Jati asam asetat Pinus asam asetat Pinus asam asetat Pinus asam asetat Bambu asam asetat Bambu asam asetat Bambu asam asetat Fraksi jati etil asetat Fraksi pinus etil asetat Fraksi bambu etil asetat Asap cair kayu jati Asap cair kayu pinus Asap cair bambu Asap cair kayu jati Asap cair kayu pinus Asap cair bambu
Lama perendaman (hari i ) 1 3 6 9 ++ ++ + ++ + ++ ++ ++ + ++ ++ ++ + ++ ++ ++ ++ _ ++ ++ _ + + + + + + +++ + +++ ++ + + +++ ++ + +++ ++ + +++ ++ + + +++ ++ + + +++ ++ + +
Keterangan : Tanda +++ = masih segar dan bening. ++ = masih segar dan mulai menyusut + = tidak segar dan - = busuk
Percobaan perendaman tahu dilakukan dengan perendaman asap cair jati (5 SJ 60). pinus (5 SP 60) dan bambu (5 SB 60) pada konsentrasi 5%. Menunjukkan bahwa tahu dengan perendaman asap cair jati, pinus dan bambu mampu bertahan pada hari 1 (+++), mampu bertahan hari ke 3 (++). Pada tahu dengan perlakukan kontrol pada hari 3, 6, dan 9 sudah mengalami pembusukan (-) dibandingkan dengan penambahan asap cair pada tahu pada hari 6 (+) dan hari 9 (+). Ternyata asap cair jati pada tahu dapat bertahan selama 9 hari dibandingkan tahu asap pinus dan asap bambu. Hal ini disebabkan bahwa komponen kimia asap jati memiliki kandungan asam asetat yang lebih banyak dibandingkan dengan asap cair pinus dan asap cair bambu. Perbedaan bahan pembuat asap cair tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan baik dari segi penampakan visual. Secara umum asap cair jati, pinus
77
dan bambu dapat digunakan sebagai bahan pengawet alternatif yang aman untuk di komsumsi. 4.8. Model Kinetika Pirolisis Kinetika pirolisis degradasi termal untuk bahan-bahan lignoselulosa seperti serbuk kayu jati, kayu pinus, dan bambu, umumnya didasari oleh proses perpindahan panas dan massa. Reaksi pirolisis limbah kayu dan bambu sangat dipengaruhi oleh suhu, laju pemanasan dan asal gas pembawa. Menurut Babu (2004), laju pemanasan mempunyai pengaruh nyata terhadap mekanisme reaksi pirolisis. Xiu et al. (2005), pirolisis flash dengan limbah pertanian menghasilkan energi aktivasi pada lignin kraft antara 31-33 kJ/mol dan faktor pre eksponensial 103/detik. Akibat perbedaan struktur lignin, energi aktivasi, dan laju reaksi berubah tergantung jenis bahan baku dan metode perlakuan. 4.8.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinetika Pirolisis Faktor yang mempengaruhi kinetika pirolisis yang diuji secara khusus dilaksanakan pada kondisi suhu dan waktu seperti ditunjukkan pada Tabel 24 dan Lampiran 5. Tabel 24 Berbagai suhu, waktu pirolisis dan yield asam asetat Suhu (°C) 110 200 300 400 500
Waktu pirolisis (menit) ke Jati Pinus Bambu 28 63 100 145 200
35 80 118 155 190
25 63 85 120 165
Yield asam asetat (% b/b)) Jati Pinus Bambu 5.31 35.99 46.81 55.75 56.40
7.35 12.05 14.94 20.16 20.62
6.15 18.89 28.46 44.82 46.12
Tabel 24 memperlihatkan pengaruh kenaikan suhu pirolisis terhadap waktu tinggal dan yield asam asetat. Yield asam asetat tertinggi diperoleh jati diikuti bambu dan pinus. Untuk suhu yang sama, diperlukan waktu yang berbeda oleh ketiga bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi hemiselulosa, selulosa dan lignin pada kayu jati, kayu pinus dan bambu yang berbeda. Semakin tinggi suhu pirolisis, maka yield asam asetat semakin besar. Hal ini disebabkan terjadi depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C. Pada kisaran suhu yang sama selulosa sudah terdegradasi, lignin mulai terurai menghasilkan ter, larutan
78
pirolignat dan gas CO menurun (Bryne & Nagle 1997). Jumlah asap cair yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai dalam proses. Reaksi kinetika pirolisis dipengaruhi oleh suhu dan waktu tinggal dalam reaktor (Wei et al. 2006). 4.8.2. Model Kinetika Pirolisis Asam Asetat Model kinetika pirolisis terbentuk dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mekanisme pirolisis kayu dan bambu, dan tahap kedua adalah produk asam asetat yang diperoleh dari limbah kayu dan bambu yang mengalami reaksi kinetika pirolisis. Model kinetika pirolisis dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh laju pemanasan kayu dan bambu terhadap jumlah asap cair. Reaksi ini dianggap sebagai reaksi orde pertama dari model Arrhenius dan Tsamba dalam menentukan energi aktivasi dan faktor pre eksponensial. 4.8.2.1. Energi Aktivasi dan Faktor pre Eksponensial Kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu berdasarkan hasil analisis persamaan Arrhenius yang disajikan pada Gambar 17a-c dan Lampiran 14. Kinetika pirolisis tersebut digunakan untuk menentukan energi aktivasi dan faktor pre eksponensial.
0 ‐1
0 0
1
2
3
‐1
‐3 ‐4
1
2
‐2 yjt = 1.462x ‐ 7.177 R² = 0.997
‐5
ln k
ln k
‐2
0
‐3 ‐4
y pns= 1.264x ‐ 6.939 R² = 0.985
‐5
‐6
1000/T
(a)
‐6
1000/T
(b)
3
79
0 ‐1 0
1
2
3
ln k
‐2 ‐3 ‐4
y bb= 1.366x ‐ 6.866 R² = 0.982
‐5 ‐6
1000/T
(c) Gambar 17 Hubungan antara ln k terhadap 1000 /T menggunakan model Arrhenius pada perlakuan: (a). Asam asetat jati, (b). Asam asetat pinus, (c). Asam asetat bambu. Gambar 17a-c menyajikan model Arrhenius kinetika pirolisis asam asetat pada suhu 283-773K menghasilkan energi aktivasi rata-rata untuk asam asetat jati 12.16 kJ/mol lebih tinggi daripada asam asetat pinus 10.51 kJ/mol dan bambu 11.36 kJ/mol. Faktor pre eksponensial (A) untuk asam asetat jati 7.64x10-4/menit lebih tinggi daripada asam asetat pinus 9.69x10-4/menit dan asam asetat bambu 1.04x10-4/menit. Hal ini disebabkan nilai konstanta kinetika ((k1, k2, k3, k4 dan k5) asam asetat jati 1.46x10-5 –10.74x10-5/menit lebih tinggi dari konstanta kinetika asam asetat pinus 3.57x10-5 –18.89x10-5/menit dan asam asetat bambu 2.94x10-5– 17.80x10-5/menit). Jumlah asap cair yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai dalam proses. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Djatmiko et al. (1985) bahwa keberadaan senyawa –senyawa kimia dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang digunakan dan suhu yang ingin dicapai pada proses pirolisis. Berkaitan dengan hal tersebut, Byrne & Nagle (1997) mengatakan bahwa penguapan, penguraian atau dekomposisi komponen kimia kayu pada proses pirolisis terjadi secara bertahap, yaitu pada suhu 100-150°C hanya terjadi penguapan molekul air. Pada suhu 200°C mulai terjadi penguraian hemiselulosa; pada suhu 240°C mulai terdekomposisi selulosa menjadi larutan pirolignat, gas CO, CO2 dan sedikit ter. Pada suhu 240-400°C, terjadi proses dekomposisi selulosa dan lignin menjadi larutan pirolignat, gas CO, CH4, H2 dan ter lebih banyak. Pada suhu di atas 400°C terjadi pembentukan lapisan aromatik.
80
0
‐10.5 1
2
3
‐5
‐10
‐15
‐11 0 ln F(x)/T2
ln F(x)/T2
0
y = 2.290x ‐ 16.94 R² = 0.987
1
2
3
‐11.5 ‐12 ‐12.5
y = 1.451x ‐ 14.67 R² = 0.993 1000/T
‐13 1000/T
(a)
(b)
0
ln F(x)/T2
0
1
2
3
‐5
‐10
‐15
y = 2.067x ‐ 16.21 R² = 0.993 1000/T
(c ) Gambar 18 Hubungan antara ln k terhadap 1000 /T menggunakan persamaan model Tsamba pada perlakuan: (a) Asam asetat jati, (b) Asam asetat pinus, (c) Asam asetat bambu. Gambar 18 menunjukkan model kinetika pirolisis asam asetat pada suhu 283-773K menggunakan model Tsamba diperoleh energi aktivasi rata-rata untuk asam asetat jati adalah 19.04 kJ/mol lebih tinggi daripada asam asetat pinus 12.06 kJ/mol dan bambu 17.19 kJ/mol. Faktor pre eksponensial asam asetat jati adalah 7.12x10-4/menit, lebih tinggi daripada asam asetat pinus 3.72x10-3 dan asam asetat bambu 1.50x10-3/menit (Tabel 25 dan Lampiran 14). Faktor yang mempengaruhi lain adalah nilai konstanta kinetika yang berbeda, dimana konstanta kinetika (k1, k2, k3, k4 dan k5) asam asetat jati berkisar antara 2.21x10-5-1.953x10-6/menit lebih tinggi dibandingkan konstanta kinetika asam asetat pinus berkisar antara 2.142x10-5-3.54x10-6/menit dan bambu berkisar antara 2.217x10-5-2.084x106
/menit. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa laju pemanasan (ξ1, ξ2,
ξ3, ξ4 dan ξ5) asam asetat jati berkisar antara 13.68-3.87 K/menit lebih rendah
81
dibandingkan laju pemanasan asam asetat pinus berkisar antara 10.94-4.07 K/menit dan bambu berkisar antara 15.32-4.68 K/menit, sehingga semakin naik suhu pirolisis, maka laju pemanasan semakin turun. Hasil perhitungan energi aktivasi dan faktor pre eksponensial dari pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Menentukan energi aktivasi (Ea) dan faktor pre eksponensial (A) asam asetat jati, pinus dan bambu Produk pirolisis Jati Pinus Bambu
Model Arrhenius Ea (kJ/mol) A (menit-1) 12.16 7.64x10-4 10.51 9.69x10-4 11.36 1.04x10-4
Model Tsamba Ea (kJ/mol) A (menit-1) 19.04 7.12x10-4 12.06 3.72x10-3 17.19 1.51x10-3
Hasil penelitian ini sejalan dengan kajian-kajian tentang energi aktivasi dan faktor pre eksponensial dalam model kinetika pirolisis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Menurut Abass (2011), energi aktivasi dari pirolisis potongan ban (scrap tires) pada suhu yang tinggi yaitu 390-450°C diperoleh sebesar 5.56 kJ/mol dan faktor pre eksponensial sebesar 6.0 x10-7/menit. Sedangkan menurut Novozhilov et al. (1996), energi aktivasi dari hasil pirolisis jenis kayu pinus sebesar 1.26 x 105 kJ/ mol dan faktor pre eksponensial sebesar 5.1 x 1011/menit. Sedang Murugan et al. (2008), memperoleh energi aktivasi untuk lignin kayu keras 34-284 kJ/mol dan faktor pre eksponensial sebesar 2.22 x103/menit. Menurut Sevim et al. (2006), energi aktivasi dari pirolisis asam borat sebesar 79.85 kJ/mol dan faktor pre eksponential 3.82 x104/menit. Menurut hasil penelitian Di Blasi & Branca (2001), menemukan energi aktivasi dari pirolisis kayu Beech sebesar 152.7 kJ/mol dan faktor pre eksponential 2.63 x1010/menit untuk laju pemanasan 1000 K/menit dengan suhu reaksi kisaran 587-720 K. Berdasarkan hasil tersebut, maka perbedaan nilai energi aktivasi dan faktor pre eksponensial disebabkan peralatan yang digunakan, waktu tinggal, pemanasan, dan suhu pirolisis..
laju
82
4.8.2.2. Kinetika Pirolisis Asam Asetat Jati, Pinus dan Bambu Kinetika pirolisis untuk asam asetat jati. pinus dan bambu berdasarkan hasil analisis persamaan Arrhenius disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 14. Perbandingan nilai ln k terhadap 1000/T pada model Arrhenius dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu menghasilkan nilai energi aktivasi yang diperoleh dari slope sedangkan faktor pre eksponesial yang diperoleh dari intersep. 0 ‐2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
ln k
‐4 Jati ‐6
Pinus
‐8
Bambu
‐10 ‐12
Gambar 19
1000/T
Perbandingan nilai ln k terhadap 1000/T pada model Arrhenius dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu.
Gambar 19 menunjukkan adanya perbedaan perilaku konstanta kinetika model Arrhenius dari asam asetat jati, pinus dan bambu. Nilai ln k model Arrhenius memperlihatkan pola yang cenderung
menurun dengan semakin
tingginya suhu pirolisis. Hubungan antara suhu pirolisis (x) dan ln konstanta kinetika (y) pada model Arrhenius asam asetat jati adalah y jt = -1.517x – 7.176. bila y =
ln k = -9.4307, maka persamaan regresi -9.4307 = -1.517x-7.176,
sehingga x = 1.4863 atau T =1000/1.4863 = 672.81 K. Maka suhu optimun asam asetat jati Arrhenius = 672.81-273 = 399.81°C. Artinya konstanta kinetika asam asetat jati yang optimal sebesar -9.4307/menit dan dicapai pada suhu pirolisis optimal 399.81°C, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.997. Nilai R2 menunjukkan adanya korelasi yang kuat pada suhu pirolisis dengan nilai konstanta kinetika asam asetat jati sebesar 99.70%.
Hal ini menunjukkan
83
pembentukan energi aktivasi asam asetat terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis. Peningkatan ln k model Arrhenius asam asetat pinus memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis (Gambar 19). Hubungan antara suhu pirolisis (x) dan konstanta kinetika model Arrhenius asam asetat pinus dinyatakan dengan persamaan: y pns = -1.264x -6.938. Bila y pns = ln k = -8.8174, maka persamaan regresi adalah -8.8174 = -1.264x -6.938, sehingga x = 1.4869 atau T =1000/1.4869 = 672.54 K. Maka suhu optimun asam asetat pinus Arrhenius = 672.54-273 = 399.54°C. Hal ini mengandung arti bahwa konstanta kinetika asam asetat pinus yang optimal sebesar -8.8174 /menit dan dicapai pada suhu pirolisis optimal 399.54°C, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.985. Nilai R2 tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat. artinya suhu pirolisis memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat pinus. sebesar 98.50%. Hal ini menunjukkan pembentukan energi aktivasi asam asetat pinus terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis didapatkan adanya perbedaan antara hasil percobaan dan hasil prediksi. Gambar 19 menunjukkan adanya perbedaan perilaku ln k model Arrhenius asam asetat bambu, dimana peningkatan ln k model Arrhenius memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis. Hubungan antara suhu dan konstanta kinetika model Arrhenius asam asetat bambu dinyatakan dengan persamaan: y bb = -1.369x – 6.861. Bila y bb = ln k = 8.8963, maka persamaan regresi adalah -8.8963= -1.369x – 6.861, sehingga x = 1.4867 atau T =1000/1.4867 = 672.63 K. Maka suhu optimun asam asetat bambu Arrhenius = 672.63-273 = 399.63°C. Hal ini mengandung arti bahwa konstanta kinetika asam asetat bambu yang optimal sebesar -8.8963/menit dan dicapai pada suhu pirolisis optimal 399.63°C, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.982. Nilai R2 tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat, artinya suhu pirolisis yang memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat bambu sebesar 98.2%. Hal ini menunjukkan pembentukan energi aktivasi asam asetat bambu terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis. Hasil penelitian ini diperoleh model Arrhenius kinetika pirolisis asam asetat tidak dipengaruhi oleh
84
laju pemanasan, yang menyebabkan nilai konstanta kinetika terhadap kenaikan suhu pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu mengalami kenaikan. Dalam penelitian ini, salah satu faktor yang mempengaruhi kinetika pirolisis adalah laju pemanasan (ξ) yang menyebabkan menggunakan model Tsamba, dimana hubungan ln F(x)/T2 terhadap 1000/T sehingga diperoleh energi aktivasi dan faktor pre eksponensial. Untuk mendapatkan nilai ln k , maka perlu dilakukan perhitungan selisih nilai ln F(x)/T2 terhadap ln R/ξEa. Nilai ln F(x)/T2 dalam kinetika pirolisis untuk model Tsamba asam asetat jati, pinus dan bambu berdasarkan hasil perhitungan persamaan Arrhenius terhadap perubahan suhu pirolisis pada Gambar 20 dan Lampiran 14. 0 ‐2 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
ln F(x)/T2
‐4 ‐6
Jati
‐8
Pinus
‐10
Bambu
‐12 ‐14 ‐16
1000/T
Gambar 20 Perbandingan nilai ln F(x)/T2 terhadap 1000/T untuk model Tsamba dari kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu Kinetika asam asetat jati model Tsamba dengan persamaan : y jt = 2.290x16.94. Bila y jt = ln F(x)/T2 = -13.5609, maka persamaan regresi adalah -13.5609 = 2.290x-16.94, sehingga x = 1.4756 atau T =1000/1.4756 = 677.69 K. Maka suhu optimun asam asetat jati Tsamba = 6877.69-273 = 404.69°C. Artinya konstanta kinetika asam asetat jati sebesar -13.5609/menit pada suhu optimal 404.69°C, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.9870. Nilai R2 tersebut menunjukkan adanya korelasi yang tinggi, artinya suhu pirolisis memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat jati sebesar 98.70%. Kinetika asam asetat pinus model Tsamba dengan persamaan : y pns = 1.451x -14.67. bila y pns = ln F(x)/T2 = -12.5527, maka persamaan regresi adalah
85
-12.5527 = 1.451 x-14.67, sehingga x = 1.4592 atau T =1000/1.4592 = 685.31 K. Maka suhu optimun asam asetat pinus Tsamba = 685.31-273 = 412.31⁰C. Artinya konstanta kinetika asam asetat pinus sebesar -12.5527 /menit pada suhu optimal 412.31°C, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.9930. Nilai R2 tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat, artinya suhu pirolisis memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat pinus. sebesar 99.3`%. Kinetika asam asetat bambu model Tsamba dengan persamaan : ybb = 2.069x -16.21. Bila y bb = ln F(x)/T2 = -12.7786, maka persamaan regresi 12.7786 = 2.067x-16.21, sehingga x = 1.4351 atau T =1000/1.4351 = 696.82 K. Maka suhu optimun asam asetat bambu Tsamba = 696.82-273 = 423.82° C. Artinya konstanta kinetika asam asetat bambu sebesar -13.2437 /menit pada suhu optimal 423.82°C, dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.983. Nilai R2 tersebut menunjukkan adanya korelasi yang kuat, artinya suhu pirolisis yang memberikan pengaruh terhadap konstanta kinetika asam asetat pinus sebesar 98.30%. Nilai ln F(x)/T2 untuk model Tsamba kinetika pirolisis asam asetat jati, pinus dan bambu meningkat dengan kenaikan suhu pirolisis. Nilai ln F(x)/T2 model Tsamba meningkat secara proporsional dengan suhu pirolisis. Kedua model ini mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis terhadap konstanta kinetika. Perbedaannya adalah model Arrhenius hanya melihat pengaruh suhu terhadap konstanta kinetika tanpa laju pemanasan. Model Tsamba mempertimbangkan pengaruh suhu pirolisis terhadap laju pemanasan. Menurut Koufapanos et al. (2001), bahwa model kinetika yang disimulasikan dengan nilai terbaik dari konstanta kinetika didapatkan dengan meminimalkan kesalahan kuadrat terkecil untuk model Tsamba. Faktor lain yang mempengaruhi adalah laju pemanasan, dengan nilai ln F(x)/T2 untuk model Tsamba meningkat secara proporsional dengan kenaikan suhu pirolisis. Penelitian ini memperoleh hasil bahwa model Tsamba lebih sesuai daripada model Arrhenius pada laju reaksi asam asetat jati, pinus dan bambu. Kinetika pirolisis untuk model Tsamba menunjukkan ln F(x)/T2 versus 1000/T untuk menentukan nilai Ea dan A. Nilai k diperoleh dari perhitungan ln k yaitu selisih ln F(x)/T2 terhadap ln R/ξEa, dimana faktor yang mempengaruhi adalah laju pemanasan dan
86
suhu pirolisis. Sedangkan model Arrhenius hanya suhu pirolisis yang berpengaruhi dalam kinetika pirolisis. Laju reaksi untuk model Tsamba diperoleh dari hasil perhitungan antara konstanta kinetika (k) terhadap konsentrasi asam asetat, yang mana mendekati nilai laju reaksi hasil percobaan yang diperoleh dari hasil perhitungan antara konsentrasi asam asetat yang berbanding terbalik terhadap waktu pirolisis. Sedangkan model Arrhenius, nilai k relatif lebih kecil daripada hasil percobaan. Sehingga laju reaksinya bertolak belakang. Hubungan laju reaksi asam asetat jati, pinus dan bambu terhadap waktu pirolisis pada model Arrhenius dan Tsamba dapat lihat Gambar 21 dan Lampiran 16.
3.5 Laju reaksi (mol/L.menit)
3 2.5
Jati Percobaan
2
Pinus Percobaan
1.5
Bambu Percobaan
1
Jati Tsamba
0.5
Pinus Tsamba
0 0
200
400
600
800
1000
Bambu Tsamba
Suhu pirolisis (°C)
(a) 16 Laju reaksi (10‐4 mol/L.menit)
14 12 10 8
Jati Arrhenius
6
Pinus Arrhenius
4
Bambu Arrhenius
2 0 0
200
400
600
800
1000
Suhu pirolisis (°C)
(b) Gambar 21 Hubungan laju reaksi terhadap waktu pirolisis (a) Percobaan, dan Model Tsamba, (b) Model Arrhenius untuk asam asetat jati, pinus dan bambu.
87
Gambar 21 menunjukkan adanya perbedaan perilaku laju reaksi hasil percobaan dengan laju reaksi hasil prediksi. Penurunan laju reaksi percobaan memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya suhu pirolisis. Laju reaksi hasil prediksi menggunakan model Arrhenius untuk pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu menunjukkan perilaku yang berbeda dengan laju reaksi hasil prediksi. Nilai konstanta laju reaksi pada suhu yang berbeda, karena konstanta laju reaksi berbanding lurus dengan laju reaksi, untuk laju reaksi prediksi yang dihasilkan dengan menggunakan model Arrhenius untuk pembentukan asam asetat jati lebih tinggi dibandingkan laju reaksi asam asetat pinus dan bambu. Jika laju suatu reaksi bertambah dengan cepat dengan kenaikan suhu, maka reaksi itu akan terjadi ledakan dan reaksi itu disebut reaksi eksplosif (Holil 2008). Nilai laju reaksi prediksi menggunakan model Tsamba untuk pembentukan asam asetat jati lebih tinggi dibandingkan laju reaksi asam asetat pinus dan bambu. Nilai laju reaksi prediksi lebih mendekati nilai laju reaksi hasil percobaan untuk asam asetat jati dan lebih besar dibandingkan dengan pinus dan bambu, juga terlihat bahwa semakin tinggi suhu pirolisis, nilai laju reaksi percobaan mengalami trend yang menurun yang mendekati nilai laju reaksi hasil prediksi model Tsamba. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu pada hasil percobaan terjadi seiring dengan peningkatan suhu pirolisis 400-500°C yang sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam hasil prediksi model Tsamba yang disebabkan adanya pengaruh suhu dan laju pemanasan. Oleh karena itu maka laju reaksi pada model Tsamba dapat memperlambat pembentukan asam asetat, bila reaksi lambat menunjukkan nilai konstanta laju reaksi kecil, sebalikya reaksi cepat menunjukkan nilai konstanta laju reaksi besar yang diterapkan pada model Arrhenius. 4.8.3. Waktu Paruh dalam Kinetika Pirolisis Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan bagi bahan baku (serbuk kayu jati. pinus dan bambu) untuk bereaksi sehingga konsentrasi reaktan
menjadi
setengah dari semula. Waktu paruh asam asetat jati, pinus dan bambu pada model
88
Arrhenius mengalami penurunan dan cenderung mengalami kenaikan model Tsamba terhadap suhu pirolisis dapat dilihat pada Gambar 22 dan Lampiran 7. Waktu paruh asam asetat jati (4.75x104–0.64x104 menit) lebih tinggi dibandingkan waktu paruh asam asetat pinus (1.94x104–0.37x104menit) dan bambu (2.36x104 –0.39x104menit) pada model Arrhenius. Waktu paruh Tsamba asam asetat jati adalah 1.1079-81.5467/menit, lebih tinggi dibandingkan dengan waktu paruh asam asetat pinus yakni 2.4597-44.4325/menit dan bambu yakni 1.1535-55.4518/menit. Waktu paruh dipengaruhi oleh nilai konstanta kinetika (k) yang berorde satu dari persamaan Arrhenius, sehingga apabila nilai k semakin besar maka waktu paruh semakin kecil dan sebaliknya. Waktu paruh Arrhenius (10 4.menit)
5 4 3 Jati Pinus Bambu
2 1 0 0
200
400
600
Suhu pirolisis (⁰C)
Waktu paruh Tsamba ( menit)
(a) 100 80 60 Jati Pinus Bambu
40 20 0 0
100
200
300
400
500
600
Suhu pirolisis (⁰C)
(b) Gambar 22 Hubungan antara waktu paruh terhadap suhu pirolisis (a). Model Arrhenius (b). Model Tsamba untuk kinetika asam asetat jati, pinus dan bambu.
89
Waktu paruh untuk model Arrhenius berada pada kisaran suhu pirolisis 400450°C, dimana produk asam asetat mengalami penurunan di atas suhu pirolisis 400°C. Berdasarkan hasil perhitungan untuk model Arrhenius (Gambar 22 dan Lampiran 15) diperoleh bahwa dekomposisi lignin kayu jati berada pada suhu optimun 404.23°C, sedang dari hasil analisis GC-MS asap cair kayu jati menghasilkan asam asetat 45.86%. Dekomposisi lignin kayu pinus optimun pada 448.45°C dan dari analisis GC-MS asap cair kayu pinus menghasilkan asam asetat 19.60%. Dekomposisi lignin bambu optimun pada 446.59°C dari hasil analisis asap cair bambu menghasilkan asam asetat 46.30%. Hasil perhitungan untuk model Tsamba dari persamaan regresi untuk asam asetat jati
diperoleh y =
2.290x-16.94 diperoleh suhu optimun asam asetat jati Tsamba = 677.69-273°C = 404.69°C. Persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba adalah y = 1.451x14.27, maka suhu optimun asam asetat pinus Tsamba = 685.31-273°C = 412.31⁰C. Persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba adalah y = 2.067x16.21, maka suhu optimun asam asetat bambu Tsamba = 696.82-273°C = 423.82°C. Hal ini menunjukkan bahwa produk asam asetat yang dihasilkan sangat mempengaruhi nilai konstanta kinetika sehingga waktu paruh yang optimum berada pada kisaran suhu tersebut. 4.9.
Termodinamika Kimia
4.9.1. Konversi Perubahan Nilai Kalor terhadap Perubahan Entropi Nilai kalor terutama ditentukan oleh kandungan air, sedikit abu dan zat terbang maupun ukuran bahan yang dibakar. Keuntungan kayu dan bambu sebagai bahan bakar (arang) karena memiliki kandungan abu dan belerang yang rendah. Untuk serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan bambu, maka nilai kalor dan entropi arang disajikan pada Tabel 26 Perhitungan diberikan di Lampiran 8 dan 9. Tabel 26 Karakteristik nilai kalor dan entropi arang serbuk kayu jati, pinus dan bambu Suhu pirolisis (° C) 110 200 300 400 500
Nilai kalor (MJ/kg) Jati Pinus bambu 18.73 18.89 18.45 23.77 22.10 22.09 24.92 25.28 24.25 27.37 27.07 26.41 27.92 28.36 26.86
Jati 4.08 4.19 3.62 3.39 3.01
Entropi (J/K.mol) Pinus bambu 4.11 4.01 3.89 3.89 3.68 3.53 3.35 3.27 3.06 2.90
90
Nilai kalor arang untuk ketiga jenis bahan baku di atas cenderung naik pada kenaikan suhu pirolisis. Hasil perhitungan tersebut di atas memperoleh hasil bahwa nilai kalor jati berkisar antara 18.73-27.92 MJ/kg, pinus berkisar antara 18.89-28.36 MJ/kg dan bambu berkisar antara 18.45-26.86 MJ/kg. Nilai kalor pinus lebih tinggi dibandingkan nilai kalor jati dan bambu (Tabel 26 dan Lampiran 9). Hal ini didasarkan pada kondisi proses pembakaran yang menghasilkan panas langsung dalam bentuk praktis yang berbeda dan tergantung pada suhu pembakaran yang digunakan serta jenis bahan baku. Nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air, sedikit abu dan zat terbang serta jenis bahan bakunya. Hasil ini sejalan dengan hasil kajian-kajian tentang nilai kalor bahan baku dari proses pirolisis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian ini didukung oleh Wang et al. (2009), menunjukkan bahwa nilai kalor limbah kayu pinus yang berasal dari industri pengolahan kayu sebesar 17.2 MJ/kg. Sedangkan nilai kalor campuran sampah kota dan limbah industri dengan pirolisis sebesar 19.87 MJ/kg (Paulucci et al. 2010). Nilai kalor dari kayu pinus dan spruce sebesar 16.6 MJ/kg dan ampas tebu (Bagase) sebesar 15.4 MJ/kg (Demirbas & Balat 2007). Nilai kalor untuk pirolisis Maize Straw sebesar 16.9 MJ/kg dan rumput laut Ulva petruza sebesar 11.5 MJ/kg (Ye et al. 2010), nilai kalor arang kayu berkisar 22.5 (MJ/kg) dan bambu 23.1 MJ/kg (Tippayawong et al. 2010). Perbedaan jenis nilai kalor batu bara Ashland, Afrika selatan dan Sardinian Sulcis sebesar 29.75, 27.44 dan 20.83 MJ/Kg (Franzoni et al. 2010). Perbandingan nilai entropi dari arang dan asap cair ketiga bahan baku pada termodinamika kimia dapat dilihat pada Gambar 23.
Entropi Perpaduan (J/mol)
91
50 0 ‐50 0 ‐100 ‐150 ‐200 ‐250 ‐300 ‐350 ‐400 ‐450
200
400
600
800
1000
Arang Jati Arang Pinus Arang Bambu Asam asetat jati Asam asetat pinus Asam asetat Bambu
Suhu pirolisis (K)
Gambar 23 Perbandingan nilai entropi arang dan asam asetat jati, pinus dan bambu terhadap suhu pirolisis pada termodinamika kimia. Nilai entropi pada ketiga bahan baku cenderung mengalami penurunan terhadap suhu pirolisis. Nilai entropi ketiga jenis arang hampir sama. Sedangkan nilai entropi ketiga asam asetat hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa entropi arang dipengaruhi oleh nilai kalor terhadap suhu pirolisis dengan dS = dq/T, dimana nilai kalor yang dihasilkan dari proses pirolisis menggunakan reaktor listrik, untuk setiap variasi suhu pirolisis dan waktu tinggal, mempunyai nilai kalor yang hampir sama. Oleh karena itu, bahan baku yang digunakan dalam proses pirolisis ini mempunyai komposisi bahan organik sama yaitu kayu jati, pinus dan bambu, sehingga nilai kalor yang hampir sama. Semakin tinggi nilai kalor ketiga arang, maka entropi semakin besar. Artinya kualitas semakin baik karena energi yang dipancarkan semakin baik. Dimana nilai kalor semakin tinggi, maka kadar abu semakin naik, Berdasarkan hasil penelitian ini seperti kadar abu arang bambu berkisar antara 2.77-15.60% lebih tinggi dibandingkan kadar abu arang jati berkisar 1.09-10.82% dan pinus berkisar antara 0.44-1.24%, mendekati hasil penelitian Wang et al. (2009). Analisa proksimat limbah kayu pinus menunjukkan kadar abu 0.30%, dan bahan biomassa yang berasal dari kayu mangga menghasilkan kadar abu 2.5% (Tippayawong et al. 2010). Sedangkan kadar zat terbang bambu dalam penelitian ini berkisar antara 82.75-4.62% lebih rendah dibandingkan zat terbang jati berkisar 83.28-5.08% dan pinus berkisar antara 85.93-15.15%, Menurut penelitian Wang et al. (2009, bahwa zat terbang
92
limbah pinus 77.28%, dan zat terbang kayu mangga 74.7% (Tippayawong et al. 2010). 4.9.2. Perubahan Entalpi (ΔH⁰), Entropi (ΔS⁰) dan Energi Bebas Gibbs (ΔG⁰) Termodinamika kimia untuk proses pirolisis ini memberikan data perubahan entropi, entalpi dan energi aktivasi. Laju reaksi tergantung pada kondisi suhu, konstanta kinetika dan energi aktivasi. Data termodinamika yang diperoleh adalah nilai perubahan entropi, entalpi dan energi bebas Gibbs dapat digunakan dalam menentukan reaksi kesetimbangan (Barin et al. 1973). Perubahan entalpi diperoleh dari nilai energi aktivasi terhadap perubahan suhu
Entalpi Tsamba (J/mol)
dan konstanta gas, dapat dilihat pada Gambar 24 dan Lampiran 19 dan 20. 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
Jati Pinus Bambu
0
200
400
600
800
1000
Suhu pirolisis (K)
Gambar 24 Perubahan entalpi asam asetat jati, pinus dan bambu untuk model Tsamba dalam termodinamika kimia. Gambar 24, secara umum nilai entalpi untuk model Tsamba dari ketiga bahan baku mengalami penurunan dengan kenaikan suhu, dimana perubahan entalpi untuk jati berkisar antara 15.86-12.61 kJ/mol, pinus berkisar antara 8.885.63 kJ/mol dan bambu berkisar 14.01-10.76 kJ/mol. Hal ini disebabkan oleh pengaruh energi aktivasi, dimana nilai energi aktivasi asam asetat jati 19.04 kJ/mol, asam asetat pinus 12.06 kJ/mol dan asam asetat bambu sebesar 17.19 kJ/mol lebih besar dibandingkan nilai perkalian tetapan gas dan suhu pirolisis sebesar (3.184-6.426) kJ/mol sehingga perubahan entalpi bernilai positif.
93
Pada penelitian ini untuk menghitung perubahan ∆H⁰
dimana Ea
tergantung pada suhu pirolisis. Sifat termodinamika suatu sistem yang didefenisikan sebagai ∆H⁰ = Ea-RT. Perubahan entalpi berbanding lurus dengan energi aktivasi. Jika Ea > RT, maka perubahan entalpi bernilai positif pada pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu. Secara umum perubahan entalpi dipengaruhi oleh nilai energi aktivasi dan suhu pirolisis. Jika perubahan entalpi bernilai positif berarti reaksi bersifat endotermik. Hal ini didukung oleh penelitian Adejero et al.(2010), bahwa nilai entalpi untuk AMI, MNDO dan PM3 sebesar 250.66, 325.07, dan 195.01 kJ/mol. Perubahan entalpi untuk pirolisis kayu Bark sebesar 434 J/g lebih tinggi dibandingkan selulosa sebesar 274 J/g (Billbao et al. 1993), nilai entalpi tongkol jagung untuk arang aktif sebesar 6.231 kJ/mol pada suhu 400° C (Bangash & Alam 2007). Perubahan entalpi untuk Cr(III) sebesar 12.64 kJ/mol dengan kenaikan suhu (Mahdavi et al 2011).
0
Entropi Tsamba (J/K.mol)
‐50 0
200
400
600
800
1000
‐100 ‐150
Jati
‐200
Pinus
‐250
Bambu
‐300 ‐350
Suhu Pirolisis (K)
Gambar 25 Perubahan entropi asam asetat jati, pinus dan bambu dengan model Tsamba dalam termodinamika pirolisis. Gambar 25 memperlihatkan bahwa secara umum perubahan entropi untuk model Tsamba dari ketiga bahan baku cenderung mengalami penurunan. Nilai entropi model Tsamba untuk asam asetat jati berkisar lebih kecil dibandingkan entropi asam asetat pinus dan entropi bambu. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kondisi proses (suhu pirolisis) dan laju pemanasan yang menyebabkan terjadi penurunan entalpi yang mana dekomposisi selulosa asap cair jati menghasilkan asam asetat, asam format, metil ester dan asam hidronitrat. Pada dekomposisi
94
selulosa asap cair pinus dihasilkan asam asetat, L-alanin etil ester, 2 propanon dan asam propanoat. Dekomposisi selulosa asap cair bambu menghasilkan asam asetat, metil ester dan asam propanoat.
Dalam rangka menghitung entropi
diperlukan data konstanta kinetika dan suhu pirolisis agar diperoleh perubahan entalpi. Jika entalpi bernilai negatif artinya reaksi berlangsung secara spontan dan reaksi eksotermal. sehingga entropi yang dihasilkan bernilai negatif. Hal ini didukung oleh penelitian Adejero et al 2010, bahwa nilai entropi untuk AMI, MNDO dan PM3 sebesar -0.69, 3.367, dan -0.742 J/mol. Perubahan entalpi tongkol jagung untuk arang aktif sebesar -262.10 J/K mol pada suhu 400°C (Bangash & Alam 2007). Selanjutnya Li et al. (2009). mengatakan bahwa perubahan entalpi bernilai positif menunjukkan bahwa proses berlangsung secara spontan dan bersifat endotermik. Perubahan energi bebas Gibbs pada termodinamika kimia pada pembentukan asam asetat jati, pinus dan bambu dengan menghitung nilai perubahan entalpi dan entropi terhadap suhu pada proses pirolisis dapat dilihat pada Gambar 26 dan Lampiran 19 dan 20.
Energi bebas Gibbs (J/mol)
300 250 200 150
Jati Tsamba
100
Pinus Tsamba Bambu Tsamba
50 0 0
200
400
600
800
1000
Suhu pirolisis (K)
Gambar 26 Energi bebas Gibbs asam asetat jati, pinus dan bambu untuk model Tsamba. Gambar 26, menunjukkan bahwa perubahan energi bebas Gibbs asam asetat jati, pinus dan bambu dalam termodinamika kimia cenderung mengalami kenaikan dengan naiknya suhu. Perubahan energi bebas Gibbs pada model Tsamba untuk asam asetat jati berkisar antara 142.11-310.81 kJ/mol lebih tinggi
95
dibandingkan energi bebas Gibbs untuk asam asetat pinus berkisar antara 142.46304.31 kJ/mol dan asam asetat bambu berkisar antara 142.26-308.90 kJ/mol. Hal ini disebabkan perubahan suhu dan entropi (T∆S⁰) lebih besar dibandingkan perubahan entalpi (∆H⁰). Hasil penelitian ini didukung penelitian Adejero et al.(2010), menemukan energi bebas Gibbs untuk AMI sebesar 251.09 kJ/mol dan PM3 sebesar 195.47 kJ/mol. Menurut penelitian Ora et al. (2008), energi bebas Gibbs untuk Sn (II) sebesar 67.092 kJ/mol pada suhu 333 K.
Perbedaan ini
disebabkan mekanisme reaksi pirolisis dalam keadaan transisi dan laju pemanasan dan suhu pirolisis. Nilai parameter termodinamika untuk menghitung perubahan entalpi dan entropi untuk proses sorpsion sebesar 39.3 kJ/mol dan 0.202 kJ/K mol (Wassewar et al. 2009). Dalam kenyataan, bahwa pada suhu 150° C dan dibawah tekanan 2 Mpa, dengan penambahan katalis mampu meningkatkan rendemen metanol mendekati prediksi termodinamika (Mahajjan et al. 1999). Berdasarkan hasil termodinamika ditunjukkan bahwa proses gasifikasi lebih efektif dibandingkan proses pirolisis dalam pembentukan hidrogen dan Syngas (gas CO, CO2, CH4 dan H2) pada campuran batu bara dan biomassa (Franzoni et al. 2010). Secara umum, perubahan energi bebas Gibbs yang bernilai positif semakin tinggi dengan meningkatnya suhu pirolisis, yang diindikasikan bahwa proses pirolisis biomassa (kayu jati, pinus dan bambu) berlangsung secara tidak spontan dengan reaksi endotermik terhadap produk asam asetat yang dihasikan dalam pirolisis. Nilai negatif pada perubahan energi bebas Gibbs ∆G° mengindikasikan bahwa proses absorpsi adalah kemungkinan terjadi (feasible) dan spontan pada semua suhu yang dipelajari. Nilai ∆G° menurun dengan kenaikan suhu yang membuktikan bahwa reaksi tersebut pada suhu yang tinggi (Haron et al. 2009). Nilai positif pada perubahan entalpi untuk Cr (III) dengan proses endotermik, dan nilai negatif pada perubahan energi bebas Gibbs mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi dan proses spontan (Mahdavi et al. 2011). Secara umum reaksi dapat berlangsung, berarti ∆G < 0
dan reaksi kesetimbangan pada
termodinamika dengan suhu kamar tergantung dari pembentukan asam asetat, ternyata reaksinya berlangsung sangat lambat, dimana laju reaksi semakin turun dengan waktu pirolisis dan yield asam asetat semakin naik dengan kenaikan energi bebas Gibbs.
96
4.10. Konversi Bahan Baku menjadi Kandungan Karbon Biomassa Untuk
mengetahui
kandungan
karbon
biomassa,
maka
dilakukan
perhitungan kadar karbon asap cair dan arang pada masing-masing suhu pirolisis. Besarnya kadar karbon pada asap cair dan arang di pengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang ada pada bahan baku tersebut. Kandungan karbon asap cair didapatkan dari perkalian prosentase kadar karbon dengan berat asap cair yang dihasilkan. Sedangkan kandungan karbon arang diperoleh dari prosentase kadar karbon dengan berat arang yang dihasilkan pada variasi suhu pirolisis. Adapun hasil perhitungan kandungan karbon biomassa kayu jati, pinus dan bambu
Karbon Biomassa (% b/b)
disajikan pada Gambar 27 (hasil perhitungan pada Lampiran 11 dan 12). 80 70 60 50 40 30 20 10 0
C‐Bio Jati C‐Bio Pinus C‐Bio Bambu 0
200
400
600
Suhu Pirolisis (⁰C)
Gambar 27 Kandungan karbon biomassa kayu jati, pinus dan bambu. Gambar 27, menunjukkan bahwa kandungan karbon biomassa pada ketiga bahan baku tersebut mengalami kenaikan terhadap kenaikan suhu pirolisis. Dimana kandungan C biomassa (jati) berkisar antara 2.66-71.52% lebih tinggi dibandingkan kandungan C biomassa (pinus) berkisar antara 2.14-67.82% dan bambu berkisar 3.20-63.42%. Potensi karbon dipengaruhi oleh kandungan biomassa. Kandungan selulosa dan lignin yang terkandung di dalam bahan baku tersebut yang mana semakin besar kandungan selulosa, maka kandungan karbon semakin besar. Hasil prosentase karbon terhadap biomassa untuk produk pirolisis dapat dihitung berdasarkan kemampuan serbuk kayu jati, pinus dan bambu dalam menyimpan karbon. Besarnya rata-rata prosentase karbon bervariasi tergantung
97
pada suhu pirolisis. Hasil penelitian ini sejalan dengan kajian-kajian tentang kandungan karbon dalam biomassa yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya Menurut penelitian (Eka 2010), bahwa bagian batang merupakan bagian yang memiliki potensi pohon yang sangat besar dari total biomassa batang sebesar 75.12%. Hal ini didukung oleh Novita (2010), bahwa biomassa pada bagian batang berkisar antara 68.09-82.28% dari biomassa totalnya, kemudian dikuti oleh daun sebesar 4.17-14.44%, bagian ranting 6.16-10.32%, dan terkecil pada bagian cabang sebesar 7.15-7.45% dari biomassa totalnya. Menurut Limbong (2009) kandungan karbon biomassa dari tanaman Acasia Gassicarpa berkisar antara 15.21-18.69%. Menurut Aditriono (2008), proporsi kandungan karbon terbesar ada pada bagian batang 66%, diikuti oleh cabang 17%, akar 13%, dan daun 4%. Menurut Oki (2008) bagian tubuh pohon memiliki kandungan yang berbeda
Emisi Karbon (%b/b)
antara bagian tubuh pohon dan kandungan karbon akar berkisar antara 10-20%. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Emisi Karbon Jati Emisi Karbon Pinus Emisi Karbon Bambu
0
200
400
600
Suhu pirolisis (°C)
Gambar 28 Pengaruh suhu pirolisis terhadap emisi karbon kayu jati, kayu pinus dan bambu. Gambar 28 dan Lampiran 13, menunjukkan bahwa emisi karbon untuk ketiga bahan baku mengalami penurunan dengan kenaikan suhu pirolisis. Kadar emisi karbon jati berkisar antara 82.62-13.65%, lebih besar dibandingkan dengan kadar emisi karbon pinus berkisar antara 85.05-17.12% dan bambu berkisar antara 78.90-18.36%. Hal ini disebabkan oleh berat karbon biomassa yang berbedabeda, dimana jati mempunyai berat karbon berkisar 186.96-928.90 gram lebih besar dibandingkan berat karbon pinus berkisar 144.79-802.60 gram dan bambu berkisar 178.35-690.67 gram. Hal tersebut memperlihatkan bahwa semakin
98
rendah emisi karbon, maka biomassa tersebut semakin baik untuk dipergunakan pada proses pirolisis karena mampu mereduksi jumlah karbon yang dilepas ke udara. Pirolisis biomassa berupa limbah kayu (jati dan pinus) dan bambu menghasilkan karbon 50% artinya biomassa mampu mengurangi emisi karbon kayu jati sebesar 7.48-36.35%, kayu pinus sebesar 17.21-32.88%, dan bambu sebesar 10.21-31.64%, dengan menggunakan teknologi pirolisis yang ramah lingkungan. Hal ini didukung penelitian Budiharto (2009), bahwa total emisi karbon akibat pemanenan kayu secara legal, pengambilan kayu bakar dan kebakaran hutan adalah 35.372 Mega ton karbon. Jika dibandingkan dengan laju pemanenan karbon pada hutan produksi 56.43 Mega ton/tahun. Emisi CO2 yang dihasilkan dari produksi bioarang (kaya C dibentuk dari pirolisis biomassa sebesar 12% (Woolf et al. 2010). Menurut Franzoni et al.(2010), bahwa reduksi emisi karbon yang digunakan dalam pirolisis campuran batu bara dan biomassa sebagai sumber bahan bakar (Fuel) sebesar 41.2%. 4.11. Siklus Karbon melalui Pirolisis Biomassa Siklus karbon biomassa. juga sangat penting bagi menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. karena asap cair mengandung senyawa asam yang digunakan mampu mengawetkan makanan, dan arang yang digunakan sumber energi biomassa. Oleh karena itu penelitian ini perlu dikembangkan agar kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati tetap terjaga, disamping mendapatkan keuntungan ekonomi dan kesehatan bagi lingkungan (Gambar 29). Hutan berperan dalam menyerap CO2. Daur ulang CO2 di dalam hutan didasarkan pada proses fotosintesis dan respirasi. Tanaman berasal dari hutan mengalami proses fotosintesis (6CO2 + H20 + radiasi
C6H12O6 + 6O2), Fungsi
hutan berperan dalam menyimpan karbon. Hutan terdiri dari pohon kayu jati, pinus dan bambu (tali) yang mengandung hemiselulosa, selulosa, lignin dan zat ekstraktif mengalami pertumbuhan dari kecil menjadi besar, kemudian kayu dan bambu ditebang untuk diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan rumah tangga, industri kerajinan kayu, bahan bangunan dan lain-lain. Saat ini pemanfaatan limbah kayu dan bambu dikonversi menjadi inorganik karbon dan dikembalikan ke terestial reservoir sebagai karbon sink maka jumlah karbon yang dipindahkan ke ekosistem terestial (hutan) setiap tahunnya bertambah (Gambar 29).
99
Gambar 29 Siklus karbon yang berasal dari limbah kayu dan bambu melalui proses pirolisis yang menghasilkan produk asap cair, arang dan gas. Proses pirolisis menghasilkan produk asap cair, tar, arang, dan minyak atsiri. Bahan baku yang digunakan berupa serbuk kayu jati sebesar 1075.71 gram, serbuk kayu pinus sebesar 968.5 gram dan serbuk bambu sebesar 845.26 gram. Proses pirolisis dengan pengaturan suhu yang dimulai 110-500°C akan menghasilkan rendemen asap cair kayu jati berkisar 1.02-17.05% (berat kering ascakaja berkisar antara 46-492 gram), kayu pinus berkisar 0.92-14.46% (berat kering ascakapin berkisar antara 42.55-119.41 gram) dan bambu berkisar 1,1518,18% (berat kering ascabam berkisar antara 36.54-273.93 gram). Produk arang menghasilkan kayu jati 41.83-83-88.135, kayu pinus 33.45-77.13% dan bambu 30.91-74.18%, dan rendemen ter kayu jati berkisar 0.54-4.36%, kayu pinus 0.666.39% dan bambu 1.53-8.01%. Selanjutnya dilakukan pemisahan asap cair dengan fraksinasi diperoleh fraksi etil asetat serbuk jati sebesar 4.28% (berat kering etil asetat jati 0.470 gram), fraksi etil asetat serbuk pinus sebesar 6.43% (berat kering etil asetat pinus 4.6168 gram), dan fraksi etil asetat serbuk bambu sebesar 3.38% (berat kering etil asetat bambu 2.1058 gram), setelah itu dilakukan proses distilasi untuk memisahkan produk asam asetat dengan senyawa lain yang tidak diinginkan. Diasumsikan bahwa asam asetat jati diperoleh sebesar 5.71% (berat asam asetat 4.669 gram), sedangkan asam asetat pinus fraksi suhu 105°C< T < 120°C sebesar 4.5% (berat asam asetat 1.1069 gram), dan asam asetat bambu dari fraksi suhu 105°C< T < 120°C sebesar 6% (berat asam asetat 1.8301 gram). Hal
100
ini diduga karena adanya bahan hemiselulosa, selulosa dan lignin yang berbeda pada masing-masing kayu jati, kayu pinus dan bambu. Suhu pirolisis mempunyai pengaruhi positif dalam pembentukan produk asap cair (Di Blasi & Lanceta 1997). Jumlah asap cair yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai dalam proses. Struktur lignin kayu pinus hanya tersusun atas unit guaiasil saja dari trans koniferil alkohol, sedangkan stuktur lignin kayu jati tersusun lebih banyak unit guaiasil dan siringil turunan dari trans koniferil dan sinapil alkohol (Yaman 2004). Pirolisis biomassa berupa limbah kayu (jati dan pinus) dan bambu menghasilkan karbon 50% artinya biomassa mampu meningkatkan unsur hara dalam tanah dengan recovery karbon jati sebesar 49.57%, pinus sebesar 49.89%, dan bambu sebesar 49.78%, dengan menggunakan teknologi pirolisis yang ramah lingkungan. Penggunaan asap cair dan arang pada tanaman akan berdampak pada peningkatan karbon yang diikat oleh tanah. Stuktur pori arang memberikan kecocokan habitat untuk membantu perkembangan dalam hubungan simbiotik antara mikroorganisme dan tanaman, yang mana pada akhirnya menghasilkan efek energi pada perbaikan tanah (Ogawa 1999). Pada pirolisis, gas yang dihasilkan terdiri dari CO2, CO, CH4, H2, C2H6, C2H4, senyawa organik lain dan uap air (Yaman 2004). Produk samping dari pirolisis dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk unsur hara (C) yang menyebabkan tanaman menjadi subur dan tumbuh besar sehingga terjadi keseimbangan ekosistem untuk menjaga lingkungan hidup (Lehmann et al. 2006). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dari ketiga bahan baku yang digunakan dalam proses pirolisis adalah serbuk kayu jati lebih baik dibandingkan kayu pinus dan bambu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis bahan baku, kondisi proses (suhu, waktu dan laju pemanasan) dan yield asam asetat. Faktor lain yang mempengaruhi adalah energi aktivasi asam asetat jati lebih tinggi daripada asam asetat pinus dan asam asetat bambu, waktu paruh asam asetat jati lebih tinggi dibandingkan waktu paruh asam asetat pinus dan asam asetat bambu, perubahan entropi dan energi bebas Gibss jati lebih tinggi dibandingkan pinus dan bambu, nilai emisi karbon jati lebih rendah dibandingkan pinus dan bambu (Tabel 24 dan 25 serta Lampiran 19 dan 20).
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Rendemen asap cair yang tertinggi diperoleh dari bambu 61.34% (b/b), diikuti kayu pinus 49.60 % dan kayu jati 43.78%. Komponen senyawa yang paling dominan dalam asap cair dari ketiga bahan baku tersebut adalah golongan senyawa asam 40.74%, diikuti ester 11.85% dan keton 11.11%. 2 Asap cair dari kayu jati, pinus dan bambu mampu mengawetkan ikan tongkol segar selama 3 hari dan tahu selama 9 hari pada suhu kamar. 3. Kombinasi ekstrak bertahap menggunakan 3 pelarut (n heksana, etil asetat dan metanol) dan destilasi (suhu antara 95-120°C) dapat memisahkan senyawa asam asetat dari asap cair. Fraksi etil asetat diperoleh dari kayu jati sebesar 4.3%, dikuti kayu pinus sebesar 6.4% dan
bambu sebesar 3.4%. Destilat
asam asetat jati sebesar 5.71%, dikuti pinus sebesar 4,5% dan bambu 6%. 4. Kinetika pembentukan asam asetat pada proses pirolisis yang dilakukan mengikuti model kinetika Tsamba. 5. Reaksi pembentukan asam asetat pada proses pirolisis berlangsung tidak spontan. Hal ini disebabkan perubahan energi bebas Gibbs bernilai positif dengan kenaikan suhu. 6. Teknologi pirolisis tergolong teknologi yang ramah lingkungan, yang mampu menurunkan emisi CO2 sebesar 36.35% dibandingkan dengan pembakaran biasa. 5.2. Saran
1. Pengawetan bahan makanan seperti ikan, tahu, dsb hendaknya dilakukan dengan menggunakan bahan yang relatif aman dan ramah lingkungan seperti dengan menggunakan asap cair dari hasil pirolisis kayu jati, pinus dan bambu. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan asap cair dari bahan baku ini untuk produk bahan makanan lain dan kondisi suhu terbaik.
118
3. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk memisahkan senyawa lain selain asam asetat seperti fenol, alkohol dan ter oil yang berpotensi sebagai bahan pengawet alami dan biopestisida.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001a. Statistik Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan. Jakarta. Anonim. 2001b. Wood Vinegar. Forest Energy Forum No. 9. FAO.Tokyo. Abass MA. 2011. A Manual Kinetics Study for Pyrolysis of Scrap Tires by Use of TG Technique. J. Eng & Tech 29(2) : 341-358. Aboulkas A, Harfi KEL, Bouadilf AEL. 2009. Pyrolysis of Olive Residu /Low Density Polyethylene Mixture : Part I Thermogravimetric Kinetic. [Abstract]. J. Biores. Technol 100 : 3134-3139. Achmadi SS. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Edisi Terbaru. Penerbit Erlangga. Jakarta. Adejero IA, Ekeh E. 2010. Theoritical Study of the Kinetics of the Pyrolytic Elimination Reaction of Ethyl Chloride. J. Chem 7(1) : 271-274. Adiriono T. 2008. Analisis Metode Pengukuran Kandungan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Tanaman Industri Jenis Acasia crassicarpa (Studi Kasus di HTI PT Sebangun Bumi Andalas Wood Based). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Agblevor FA, Beis S, Mante O, Abdoulmoumine N. 2010. Fractional Catalytic Pyrolysis of Hybrid Poplar Wood. [Abstract]. J. Ind. Eng. Chem. Res 49(8) : 3533-3538. Aho A, Kumar N, Eranen K, Holmbom B, Hup M, Salmi T, Murzin DY. 2008. Pyrolysis of Softwood Carbohydrates in a Fluidized Bed Reactor.Int. J.Mol Sci 9: 1665-1675. Akao S, Yamada M, Kodera T, Ogihara T. 2010. Mass Production of LiFePO4/C Powders by Large Type Spray Pyrolysis Apparatus and its Application to Chatode for Lithium Ion Battarey. Int. J. Chem Eng.Article 175914.1-5. Akalin MK, Karagoz S. 2011. Pyrolysis of Tobacco Residue : Part 1. Thermal. J. Biores 6(2) : 1520-1531. Alen R, Kuopala E, Oesch P. 1996. Formation of the Main Degradation ompound Group from Wood and Its Components During Pyrolysis. J. Anal Appl Pyrol. 36 : 137-148. Amoako AAO. 2004. The Challenge for Teak Growers is to Improve the Wood Quality of Fast –Grown Trees. ITTO Tropical Forest Up Date-Yokohama Japan, 14(1).
120
Babu BV, Chaurasia AS. 2004. Heat Transfer and Kinetics in the Pyrolysis of Shrinking Biomassa Particle. J Chem Eng. Sci 1999-2012. Badger P, Badger S, Puettmann M, Steele P, Cooper J. 2011. Techno-Analysis : Preliminary Asssesment of Pyrolyiss Oil Production Costs and Material Energy Balance Associated With Transportable Fast Pyrolysis System. J.Biores 6(1): 34-47. Bahnur TS. 2008. Kinetika Kimia Reaksi Elementer USU Press. Bangash FK, Alam S. 2007. Brilliant Blue R Adsorptsion from Aquaeos Solution on Activated Carbon Produced from Corncob Waste. J Chinese Chem Soc. 54: 585-606. Bao W, Li F, Cai G, Lu Y, Chang L. 2009. Thermodynamic Study on The Formation of Acetylene During Coal Pyrolysis in The Arc Plasma Jet. [Abstract]. J Energy Sources 31(3) :244-254. Barin I, Knake O. 1973. Thermochemical Properties of Inorganic Subtances.I. Springer-Verlag .Berlin. Besler S, William TP. 1996. The Influence of Temperature and Heating Rate on the Slow Pyrolysis of Biomass. Renewable Energy 7 : 233-250. Billbao R, Millera A, Murilo MB. 1993. Temperatures Propiles and Weight Loss in the Thermal Decomposition of Large Spherical Wood Particles. Ind. Eng. Chem Res 32(9) ; 1811-1817. Bhuiyan MNA, Murakami K, Ota M. 2008. On Thermal Stability and Chemical Kinetic of Water Newspaper by Thermogravimetric and Pyrolysis Analysis. [Abstract]. J. Environ. Eng 3 (1). Bilmeyer. 1984. Texbook of Polymer Science. New York, John Wiley and Sons. Bintoro. MH. 1996. Pencegahan, Pengendalian dan Pemanfaatan Limbah Organik. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB Bogor. Biro Pusat Statistik [BPS]. 2002. Statistik Perdagangan Luar dan Dalam Negeri. Jakarta. Biro Pusat Statistik [BPS]. 2003-2008. Industri Besar dan Ringan. Raw Material. Jakarta. Brocksiepe HG. 1976. Holzverkohlung, into : Ullmanns Encyklopodia Der Technischen Chemie (edisi ke 4). Verlag Chemie, Weinheim 703-708
121
Budi SA. 2003. Pembuatan Briket Arang dari Temputung Kelapa sebagai Alternatif Sumber Energi. [Abstract].Jurusan Teknik Kimia Unika Widya Mandala Yogyakarta. Budiharto. 2010. Penentuan Rujukan dan Skenario Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bryne CE, Nagle DC. 1997. Carbonization of Wood for Advanced Materials Aplication. Carbon 35(2) : 259-266. Chacha M., Bojase-Moleta, G. Majinda. R.R.T 2005. Antimicrobial and Radical Scavenging Flavonoids from the Steam Wood of Erythrina latissima. Phytochem 66: 99-104. Chang
ST, Buswell JA. 1996. Mushroom Nutriceuticals. World J. Micro. Biotechnol 12: 473-476.
Chang Z, Ji X, Li S, Li L. 2004. Thermodynamic Calculation of The Pyrolysis of Vegetable Oils. [Abstract]. J. Energy Source 26(9) : 849-856. Czernik S, Bridgewater AV. 2004.. Overview of Application of Biomass Fast Pyrolysis Oil. Energy Fuels 18: 590- 598. Darmadji P. 1995. Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas Teknologi Pangan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Darmadji P. 1996. Antibakteri Asap Cair dari Limbah Pertanian. J. Agritech 6 (4) :19-22. Darmadji P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 13 (3). Darmadji P, Triyudiana. 2006. Proses Pemurnian Asap Cair dan Simulasi Akumulasi Kadar Benzopyrene pada Proses Perendaman Ikan. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian 26(2) : 96-103. Darmayanti R. 2002. Pembuatan Tahu Asap dari Tahu Keras dengan Metode Pengasapan Panas dan Pengasapan Cair. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Daun H. 1979. Interaction of Wood Smoke Component and Foods. J Food Technol 33 (5) 66-71. Day D, Reicosky D, Nichols K. 2005. Internal Report to U.S. Office Management & Budget.New York.
122
Demirbas A, Kucuk M. 1997. Biomass Conversion Process. Energy Conversion and Management 38(2) ; 151-161. Demirbas A. 2005. Pyrolysis of Ground Beech Wood in Irregular Heating Rate Conditions. J Anal.Appl Pyrol. 73: 39-43. Demirbas MF, Balat M. 2007. Biomass Pyrolysis for Liquid Fuels and Chemicals a Review. J. Sci Ind Res. 66 : 797-804. De Fillippis P. et al. 2008. Automobile Shredder Residue Gasification. Waste Management Research 21(5) : 459-466. Di Blasi C, Lanceta. 1997. Intrinsic Kinetic of Isothermal Xylan Degradation in Inert Atmosphere. J. Anal. Appl. Pyrol. 40(41) : 287-303. Djatmiko B, Ketaren S, Setyahartini S. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Agro Industri Press. Bogor. Dong HL, Halping Y, Rong.Y , David TL. 2007 Production of Gaseous Produts from Biomass Pyrolysis Through Combined Kinetic and Thermodynamic Simulations. [Abstract]. J Fuel 86(3) : 410-417. Eka WNA. 2010. Pendugaan Biomassa dan Potensi Karbon Terikat di atas Permukaan Tanah pada Hutan Gambut Merang Bekas Terbakar di Sumatera Selatan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Fatimah I, Nugraha J. 2005. Identifikasi Hasil Pirolisis Serbuk Kayu Jati Menggunakan Principal Component Analysis, Jurnal Ilmu Dasar. 6 (1) : 41-47. Fatriasari W. 2001. Pengaruh Perlakuan Alkali pada Pulp Tandan Kelapa Sawit (Elacis guineensis jocg) terhadap Morfologi Serat dan Sifat Mekanis Papan Serat Berkerapatan Sedang (MDF). [ Skripsi]. Fahutan. IPB Bogor. Fengel D, Wegener G. 1984. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Walter de Gruyter, Berlin, New York, USA Fengel D, Wegener. G. 1995. Kimia Kayu, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan Hardjono Sastrohamidjono, Gadjah Mada University Press dari Wood Chemistry Francis W. 1965. Fuel and Fuel Technik Pergamon Press. Oxpord. Franzoni A, Galanti L, Traverso A, Massardo AF. 2009. Integrated System for Electricity and Hidrogen Co Production from Coal and Biomass. Int.J. Thermodynamic, 12(2) : 97-104.
123
Gani A. 2007. Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Komarasca (Kompos, arang aktif dan asap cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa. [Disertasi].Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Gasparovic L, Korenova Z., Jelemensky L. 2009. Kinetic Study of Wood Chips Decomposition by TGA. 36th International Comference of SSCHE. Geankoplis CJ. 1983. Transport Processes and Unit Operations. 2 nd ed. Allyn and Bacon. Inc., Boston. Girrard JP. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis horwood. New York :1 95 -201. Grimword DE. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London. Product Institute. Griffioen K. 1950. Carbonization of Some Indonesian Wood in a Electrical Laboratory Oven. Balai Penyelidikan Kehutanan. Bogor. Gumanti FM. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor. Gusmailina, Pari G. 2002. Pengaruh Pemberian Arang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum). Buletin Penelitian Hasil Hutan. 20(3) : 217-229. Gustaffson C, Richards T. 2009. Pyrolysis Kinetic of Washed Precipitated Lignin. J. Biores 4 (1) : 26-27. Harris RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan, Terjemahan Achmadi S. ITB Bandung Press. . Hasan TG. 2002. The Effect of Sweeping Gas Flow Rate on The Fast Pyrolysis of Biomass. Energy Sources 24: 633-642. Haron MJ, Tiansih M, Ibrahim NA, Kasisim A, Wan Yunus WMZ. 2009. Sorption of Cu (II) by Poly(hydroxamic acid) Chelating Exhanger Prepared from Poly(methyl acrylate) Grafted oil Palm Empty Fruit Bunch (OPEFB). J.Biores. 4: 1305-1318. Hendra D. 1992. Hasil pirolisis dan Nilai Kalor dari 8 Jenis Kayu di Indonesia Bagian Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 10(4) : 122-124. Holil B. 2008. Konsep, Soal dan Pembahasan Kinetika Kimia. Catatan Kuliah Departemen Kimia.FMIPA Institut Teknologi Bandung Penerbit ITB Bandung.
124
Imamura E, Yamanashi JP, Watanabe Y. 2005. Anty–allergy Composition Comprising Wood Vinegar or Bamboo Vnegar-Distilled solution. US Patent Aplication 0050136133.Kind Code A1 Page 1-17. Ishizuka T, Yaoita Y, Kikuchi M. 1997. Sterol Constituents from the Fruit Bodies of Grifola frondosa (Fr.) S. F. Gray, Chem Pharmaceut Bull 45 : 17561760. Iskandar H, Santosa KD, Kanninen M, Gunarso P. 2005. The Utilization of Wood Waste for Community - Research Identification and its Utilization challengesin Malinau District, East Kalimantan. Report - ITTO Project PD 39/00 Rev.3 (F). CIFOR. Bogor. 27 . Janssens MC. 2004. Modeling of The Thermal Degradation of Structural Wood Members Exposed to Fire. J. Fire Mater 28 : 199-207. Jarungthammachote S, Dutta A. 2007. Thermodynamic Equilibrium Model and Second Law Analysis of a Downdraft Waste-Gasifier. J. Energy 32(9) : 1660-1669. Jinhe F. 2005. Bamboo Charcoal and Bamboo Vinegar. [Abstract]. International Network of Bamboo and Rattan Beijing,PR China. Johannsson M, Shirato T. 1959. Iso Olivil from the Wood of Prunus Jamasakura. Japan Forestry Society 41(1). Kantarelis E, Liu J, Yang W, Blasiak W. 2010. Sustainable Valorization of Bamboo via High-Temperature Steam Pyrolysis for Energy Production and Added Value Materials. [Abstract]. J. Energy Fuels 24(2) ; 61426150. Kartal SN, Imamura Y, Tsuchiya F, Ohsato K. 2004. Preliminary Evaluation of Fungicidal and Termiticidal Activity of Filtrates from Biomassa Sharry Fuel Production. [Abstract]. J Biores Technol 95 : 41-47. Kim SS, Kim J, Park YH, Park YK. 2010. Pyrolysis Kinetics and Decomposition Characterization of Pine Trees. [Abstract]. J. Biores Technol. 101(24) : 9797-9802. Koufapanos CA, Papayannos N, Marchio G, Lucchesi A.1991. Modelling The Pyrolysis of Biomassa Particle: Studies on Kinetics, Thermal and Heat Transfer Effects. The Canadian J. Chem Eng 69 ; 907-915. Komarayati S, Nurhayati T, Setiawan D. 1997. Hasil Destilasi Kering dan Nilai Kalor 9 Jenis Kayu dari Nusa Tenggara Barat. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 15(1) ; 1-6.
125
Komarayati S, Setiawan. D, Mahpudin. 2004. Beberapa Sifat dan Pemanfaatan Arang dari Serasah dan Kulit Kayu Pinus. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 22(1) : 17-22. Krisdianto, Sumarni G, Ismanto A. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Labuza TP, Riboh. 1982. Theory and Application of Arhenius Kinetics to the Prediction Losses in Food. J. Food technol 66. Labuza TP. 1983. Reaction Kinetics and Accelerated Test Simulation as Function of Temperature. Into I.Saguy (ed) Computer Aided Techniques in Food Technology, Marcel Dekker, Inc New York. Laurence BF, Norman GL, Tashiaki U. 1992. Phenylpropanoid Metabolosm: Biosynthesis of Monolignols. Lignans and Neolignans, lignins and Suberin. Lehmann J, Gaunt J, Rondon Marco. 2006. Bio-Char Sequestration In Tererstial Ecosystem. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Changes 11: 403-427. Lens
MK, Lund DB. 1980. Eksperimental Processing for Determining Destruction Kinetic of Food Component. J. Food technol. 51
Li K, Zheng Z, Huang X, Zhao G., Feng J. Zhang J. 2009. Equilibrium, Kinetic and Thermodynamic Studies on theAdosrption of 2 nitroaniline into Activated Carbon prepared from Cotton Stalk Fibre. J. hazardous material 16.: 211-220. Liu JY, Wu SB, Lou R. 2011. Chemical Structure and Pyrolysis Response of β-O4 Lignin Model Polymer. J. Biores 6(2) : 1079-1093 Limbong HDH. 2009. Potensi Karbon Tegakan Acacia Crassicarpa pada Lahan Gambut Bekas Terbakar (Studi Kasus IUPHHK-HI PT. SBA Wood Industries-Sematera Selatan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Luditama C. 2006. Isolasi dan Pemurnian Bahan Pengawet Alami Berbahan Dasar Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor. Lou R, Wu SB, Lv GJ. 2010. Fast Pyrolysis of Enzymated/Mild Acidolysis Lignin from Moso Bambu. J. Biores 5(2) : 827-837. Lv GJ, Wu SB, Lou R. 2010. Characteristic of Corn Stalk Hemicelluloce Pyrolysis in a Tubular Reactor. J.Biores 5(4) : 2051-2062.
126
Maczek A. 1998. Statistical Thermodynamic. Oxford University Press. Maga
J.A. 1988. Smoke in Food Processing, CRC Press- Inc Boca Rotan Florida. 1-3 ; 113 -138
Mahajjam ID, Wegryzyn JE. 1999. Atom –Economical Pathways Methanol Fuel Cell From Biomass. Symposium of Chemistry of Renewable Fuel and Chemical. 217 th ACS National Meeting, USA. Mahdavi M, Ahmad MB, Haron MJ, Abdul Rahman MZ. 2011. Adsorption of Cr(III) from Aqueous Solution by Polyacryamide –Grafted Rubberwood Fibre ; Kinetics, Equilibrium, and Thremodynamic Studies. J Biores 6(1) : 22-33 Manaham SE. 2007. Environmental Science and Technology : A Sustainable Approach to Green Science and Technology. Second Edition. Taylor Francis. Martawijaya A, Kartasujana. I, Kadir K, Prawira SA. 2005. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Balitbang Kehutanan. Bogor. Martawijaya A, Kartasujana. I, Kadir K, Prawira SA. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Jilid II. Balai Penelitian Hasil Hutan, Balitbang Kehutanan. Bogor. Muladi S, Syahrunsyah. 2001. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Efisien dan Berwawasan Lingkungan. Lokakarya Penataan Lingkungan Kota Samarinda. Lembaga Penelitian Unmul Samarinda. Mu T, Naharu T, Furuno.T, 2003. Effect of Bamboo Vinegar on Regulation of Germination and Radicle Growth of Seed Planty. J Wood sci 49: 263-270. Murugan P, Mahinpey N, Johnson KE, Wilson M. 2008. Kinetics of the Pyrolysis of Lignin using Thermogravimetric and Diffrential Scanning Calorimetry Method , J. Energy Fuels 22(4) : 2720-2724. Nakai T, Kartal SN, Hata T, Imamura Y.. 2006. Chemical Characterization of Pyrolysis Liquids of Wood-based Composites an. Evaluation of their Bioefficiency. Building Environmental. In press. Narasimhan S, Kannam SS, Ilango K, Maharajan G. 2005. Antifeedant Activy of Momordica Dioica Fruit Pulp Extracts on Spodoptera litura. Fitoterapia. Noor E. 2002. Proses Hilir. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor. Novozhilov B, Mogtaden B, Fletcher DF, Kent JH. 1996. Computational Fluid Dynamic Modelling of Wood Combustion. J. Fire Safety 27 : 69-84.
127
Nurhayati T. 2000a. Sifat Destilat Hasil Destilasi Kering 4 jenis kayu dan Kemungkinan Pemanfaatannya sebagai Pestisida. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17 : 160-168. Nurhayati T. 2000b. Produksi Arang dan Destilat Kayu Mangiun dan Tusam dari Tungku. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18 (3) : 137 -151. Nurhayati T. Desviana, Sofyan K. 2005. Tempurung Kelapa Sawit (TKS) sebagai Bahan Baku Alternatif untuk Produksi Arang Terpadu dengan Pyrolegneous Asap Cair. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis. 3.(2). Nurhayati T , Syahri M. 1997. Pembuatan Arang Aktif dari 3 Macam Bahan Baku dan Penggunaannya Sebagai Penyerap pada Pemurnian Minyak Goreng. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 15(1) : 68-78. Oki G. 2008. Potensi Hutan Tanaman dalam menghasilkan Kayu dan Jasa Lingkungan (Studi Kasus dan HTI PT Finnantara Intiga Kalimantan Barat). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Okimori Y, Ogawa M, Takahashi F. 2003. Potential of CO2 Emisison Reduction by Carbonizing Biomass Waste from Industrial Tree Plantation in South Sumatra, Indonesia. Mitigation and Adaptation Strategies for Global Changes 8 : 261-280. Pari G. 2010. Peran dan Masa Depan Arang yang Prosfektif Untuk Indonesia. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pengolahan Hasil Hutan. Kementerian Kehutanan, Balitbang Hasil Hutan. Jakarta. Paris Q, Zollfrank C, Zickler GA. 2005. Decomposition and Carbonization of Wood Biopolymer Microstructural Study of Softwood Pyrolysis. Carbon 43 : 53-66. Paul S. 1982. Bio-energy Re-news. J Energy from Biomass and Recycling. Commission for Additional Sources of Energy, Department of Science and Technology, New Delhi 1 ; 1-48. Paulucci M, De Filippis P, Borgianni C. 2010. Pyrolysis and Gasification of Municipal and Industrial Wastes Blends. 14(3) : 739-746. Pearson AM, Tauber FW. 1973. Processed Meats, Second Edition. AVI. Publisihing Company Inc, Wesport Connecticut 69-86. Pelczar
MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Hadiutomo RS. (Editor). UI Press. Jakarta.
Priyanto G. 1991. Karakteristik Transfer Panas dan Massa serta Kinetika Pembentukan Warna Kerak selama Proses Pemanggangan Roti, [Tesis]. Program Pascasarjana. IPB Bogor.
128
Pszczola DC. 1995. Tour Higlights Production and Uses if Smoke Base FlavorsJ. Food Technol. (49) : 70 -74. Ratanapisit J, Apiraksakul S, Rerngnarong A, Chungsiriporn J, Bunyakarn C. 2009. Preliminary Evaluation of Production and Characterization of Wood Vinegar from Rubberwood, Songklarakarin. J Sci Technol. 31(3):343-349. Rocha
JD, Coutinho AR, Luengo CA. 2002. Biopitch Produced from Eucaliptus Wood Pyrolysis Liquids as a Renewable Binder for Carbon Electrode Manufacture. Brazilian. J. Chem Eng 19 (2) : 127-132.
Rowel RM. 2005. Wood Chemistry and Wood Composites. Hand Book Taylor & Francis. Saddawi A, Jones JM, Williams A, Wijtowicz MA. 2010. Kinetics of the Thermal Decomposition of Biomass. [Abstract]. J. Energy Fuels. 25(2) : 12741282. Sadhukhan AK, Gupta P. 2009. Modelling of Pyrolysis of Large Wood Particles. J. Res Technol 100 (12) : 3134-3139. Sakakibara A. 1991. Chemistry of Lignin. In Hon.DN.S and Shiraishi. N. Wood and Cellolosic Chemistry Marcel Dekker. Ins. New York. Chapter 4. 113175. Sanders EB, Goldsmith AI, Seeman JI. 2003. A Model that Distinquishes the Pyrolysys of D-Glucose, D-Fructose, and Sucrose from that of Cellulose. Aplication to the Understanding of Cigarette Smoke Formation. J. Anal. Appl. Pyrol. 66 : 29-50. Setiadji B. 2000. Mengenal Sekilas Asap Cair : Pengganti Formalin. PPKT CV. Yogyakarta www. AsapCair.Com. Sevim T, Demir.F, Okur H. 2006. Kinetic Analysis of Thermal Decomposition of Boric Acid from Thermagravimetric Data. Korean J, Chem Eng. 23(5) : 736-740. She QB, Ng TB, Liu WK. 1998. A Novel Lectin with Potent Immunomodulatory Activity Isolated from both Fruiting Bodies and Cultured Mycelia of the Edible Mushroom Volvariella volvacea. J. Biochem Biophys Res Commun, 247:106-111. Sheth PN, Babu BV. 2006. Kinetic Modellng of The Pyrolysis of Biomassa. Proceeding of Natural Comperence on Environmental Conservation 453458. Sjostrom E. 1993. Wood Chemistry : Fundamental and Application. Academic Press. Inc.
129
Supriadi D. 2001. Ketersediaan Bambu sebagai Bahan Baku Industri dan Kerajinan. Seminar Meningkatkan Nilai Komersial Bambu dan Potensi Pasokannya. 34 Tahun LIPI, Jakarta. Supriadi B, Wahyono R. 2002. Potensi Kayu Acacia mangium serta Pemanfaatannya Secara Luas. Prosiding Seminar Nasional MAPEKI V, Bogor, 618-622. Sutin. 2008. Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa secara Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksinya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Steiner, Christoph KC, Das M, Garcia B Forster, Wolfgang Zech. 2007. Charcoal and Smoke Extract Stimulate the Soil Microbial Community in a Highly Weathered Xanthic Ferralsol. Pedobiologia In press. Steinfeld JI, Francisco JS, Hase WL. 1989. Chemical Kinetics and Dynamics. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. Syafii W, Sanejima M, Yoshimoto T. 1987. The role of Extractives in Decay Resistance of Ulin Wood (Eusideroxylon zwageri). Buletin of The Tokyo University Forest. 77 Syafii W. 2001. Eksplorasi dan Identifikasi Komponen Bioaktif Beberapa Jenis Kayu Tropis dan Kemungkinan Pemanfaatannya sebagai Bahan Pengawet Alami, Laporan Akhir Hasil Penelitian Hibah Bersaing VII Perguruan Tinggi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Swastawati F, Tri Winarni A, Darmanto. 2007. Formulasi Liquid Smoke dari Berbagai Limbah Kayu dan Penerapannya pada Industri Pengasapan Ikan Di Indonesia. Dikti Depdiknas. Tahir I. 1992, Pengambilan Asap Cair secara Destilasi Kering pada Proses pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa, Skripsi, FMIPA UGM, Yogyakarta. Tarwiyah K. 2001. Ikan Asap Cara Pengasapan Cair Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat. Tewfik SR, Sorour MH, Abulnour AMG, Talaat HA, El Defrawy NM, Farah JY, Abdou IK. 2011. Bio-Oil from Rice Straw by Pyrolysis ; Experimental and Techno-Economic Investigations. J.Am Sci, 7(2). Tenembaum DJ. 2009. Biochar. Carbon Mitigation from the Ground up. Environmental Healt Perspectives. 17(2).
130
Thenawidjaya M. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Erlangga. 2: 39-41. Tippayawong N, Saengow N, Chaiya E, Srisang N. 2010. Production of Charcoal from Woods and Bamboo is Small Natural Draft Carbonizer. Inter. J. Energy Environ, 1(5) : 911-918. Tsamba AJ, Yang W, Blasiak W. 2006. Pyrolysis Characteristics and Global Kinetics of Coconut and Cashew Nut Shells. J. Fuel Proc Technol . 87 : 523-530. Tranggono S, .Setiadji B, Darmadji P, Supranto, Sudarmanto, Armunanto R. 1997. Identifikasi Asap Cair dalam Berbagai Jenis kayu dan Tempurung Kelapa. J. Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2) 15-24. Wang J, Cui H, Wei S, Zhuo S, Wang L, Li Z, Yi W. 2010. Separation of Biomass Pyrolysis Oil by Superitical CO2 Extraction. Smart Grid and Renewable Energy 1 : 98-107. Wang XH, Chen HP, Ding XV, Yang HP, Zhang SH, Shen YQ. 2009. Properties of Gas and Char from Microwave Pyrolysis of Pine Sawdust. J. Biores. 4(3) : 946-959. Wang Z, Li W, Song W, Yao J. 2009. Preliminary Invertigation on Concentrating of Acetol from Wood Vinegar. J Energy Conversion and Management. 51(2). 346-349. Wardoyo A. 2001. Pengaruh Permukaan Bahan Kimia dalam Pelunakan Serpih terhadap Sifat Pulp Semikimia Acacia Mangium Wild. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Wasewar KL, Kumar S, Prasad B. 2009. Adsorption of Tin Using Granular Activated Carbon. J. Environ Protect Sci. 3: 41-52 Wasser SP, Weis AL. 1999. Medicinal Properties of Substances Occurring in Higher Basidiomycetes Mushrooms: Current Perspectives (review). Int J Med Mushr, 1: 31-62. Wastomo. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Tempurung Kelapa dan Pemanfaatannya Sebagai Disenfektan untuk memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang Ambon (Musa paradisica.L). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor. Weast
RC. 1985. Handbook of Chemistry and Physics 66 th Edition, CRC Press.Inc. Boca Rotan, Florida.
Wei LG, Xu SP, Zhang L. 2006. Characteristic of Fast Pyrolysis of Biomass in a Free Fall Reactor. J.Fuel Proc Technol. 87. 863-871.
131
Wibowo S. 2002. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Wirakartakusumah MA. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water Absorption in Rice. PhD [Tesis]. University of Wisconsin Madison. Woolf D, Amonette JE, Perruff AS, Lehman J, Joseph S. 2010. Sustainable Biochar to Mitigate Global Climate Change; Nature Communication, 1(56). Macmillan Publishers Limited. Xiu S, Yi W, Li B. 2005. Flash Pyrolysis of Agricultural Residues using Plasma Heated Laminer Entrated Flow Reactor, J.Biomass and Bioenergy 29(2), 135-141. Yaman S. 2004. Pyrolysis of Biomass to Produce Fuels and Chemical Feedstocks. J.Energy Conversion and Management, 45 : 651-671. Ye N, Li D, Chen L, Zhang X, Xu. D. 2010. Comparative Studies pf the Pyrolytic and Kinetic Charateristic of Maize Straw and The Seaweed Ulva Pertuza. PlOs One. 5(9 : e12641.1-6. Yulistiani R. 1997. Kemampuan Penghambatan Asap Cair terhadap Pertumbuhan Bakteri Patogen dan Perusak pada Lidah Sapi. [Tesis]. Program Magister. Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Zaitsev I, Kizeveter I, Lacunov L, Makarova.T, Mineer.L, Padsevator V.1969. Fish Curing and Processing. Mir Publishers. Moskow. 722. Zhang J, Toghiani H, Mohan D, Pittman CV, Toghiani RK. 2007. Product Analysis and Thermodynamic Simulation from the Pyrolysis of Several Biomass Feedstocks. [Abstract]. J.Energy Fuels. 21(4) : 2373-2385. Zhao Y, Bie R, Lu J, Xiu T. 2010. Kinetic Study on Pyrolysis on NSSC Black Liquor in a Nitrogen Atmosphere. [Abstract]. J. Chem Eng Chem 197 : 1033-1047.
134
Lampiran 1. Penentuan hasil analisis kimia serbuk kayu jati, pinus dan bambu A. Kandungan air (A) Bahan baku
Bobot Cawan
BKU
BC + S (BKT)
Bobot Air
Kadar air (% b/b)
Serbuk jati Serbuk pinus Serbuk bambu
30.456 20.982 18.614
1.001 1.006 1.001
21.357 21.890 19.525
0.902 0.908 0.911
10.97 10.79 9.88
B. Kandungan Lignin (L) Bahan baku
Serbuk jati Serbuk pinus Serbuk bambu
Berat kertas saring (KS) 0.811 0.843 0.819
Bobot serbuk (S)
KT + KS (BKT) gram
Bobot Lignin (BKT) gram
Kadar Lignin (% b/b)
1.002 1.003 1.002
1.136 1.136 1.175
0.325 0.293 0.356
32.44 29.21 35.53
0,325 ⎞ Kadar lignin % = ⎛⎜ A ⎞⎟ x 100 %.= ⎛⎜ ⎟ X 100% = 32.44 % ⎝B⎠ ⎝ 1,002 ⎠ Dimana A = berat lignin (BKT). gram dan B = berat kering kayu. gram B. Kandungan Holoselulosa (H) Bahan baku
Serbuk jati Serbuk pinus Serbuk bambu
Berat kertas saring (KS) 0.836 0.811 0.816
Bobot serbuk (S)
KT + KS (BKT) gram
2.040 2.002 2.002
2.181 1.970 2.198
Bobot Holoselulosa (BKT) gram 1.345 1.159 1.382
Kadar Holoselulosa (% b/b) 65.93 57.89 69.03
1,345 ⎞ Kadar Holoselulosa % = ⎛⎜ A ⎞⎟ x 100 %.= ⎛⎜ ⎟ X 100% = 65.93 % ⎝B⎠ ⎝ 2,040 ⎠ Dimana A = berat holoselulosa (BKT). gram dan B = berat kering kayu. gram C. Kandungan Selulosa (S) Bahan baku
Serbuk jati Serbuk pinus Serbuk bambu
Berat kertas saring (KS) 0.833 0.841 0.815
Bobot serbuk (S)
KT + KS (BKT) gram
Bobot Selulosa gram
Kadar Selulosa (% b/b)
2.502 2.502 2.502
1.800 1.934 1.560
0.967 1.093 0.745
38.65 43.69 29.78
Kadar selulosa % = ⎛⎜ A ⎞⎟ x 100 %.= ⎛⎜ 0.967 ⎞⎟ X 100% = 38.65 % ⎝B⎠ ⎝ 2.502 ⎠ Dimana A = berat selulosa (BKT). gram dan B = berat kering kayu. gram Keterangan KS = Kertas Saring BKU = Berat Kering Udara /basah BKT = Berat Kering Oven /tanur suhu 102°C
135
Lampiran 2. Hasil pirolisis berupa rendemen asap cair, bobot jenis dan ter serbuk kayu jati, serbuk kayu pinus dan serbuk bambu.
A. Rendemen asap cair No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9 10 11 12 13 14 15
Sampel Serbuk jati 1. 1 Serbuk jati 1. 2 Serbuk jati 2.1 Serbuk jati 2.2 Serbuk jati 3.1 Serbuk jati 3.2 Serbuk jati 4.1 Serbuk jati 4.2 Serbuk jati 5.1 Serbuk jati 5.2 Serbuk pinus 1.1 Serbuk pinus 1.2. Serbuk pinus 2.1 Serbuk pinus 2.2 Serbuk pinus 3.1 Serbuk pinus 3.2 Serbuk pinus 4.1 Serbuk pinus 4.2 Serbuk pinus 5.1 Serbuk pinus 5.2 Serbuk bambu 1.1 Serbuk bambu 1.2 Serbuk bambu 2.1 Serbuk bambu 2.1 Serbuk bambu 3.1 Serbuk bambu 3.2 Serbuk bambu 4.1 Serbuk bambu 4.2 Serbuk bambu 5.1 Serbuk bambu 5.2
Bobot kering sampel (gram) 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 992.7 968.5 992.7 968.5 992.7 968.5 992.7 968.5 992.7 968.5 952.5 845.26 952.5 845.26 952.5 845.26 952.5 845.26 952.5 845.26
Bobot kondensat (gram) 153 74 425 78 152 91 129 92 13 13 137 78 160 124 119 116 154 69 9 9 123 97 184 144 135 119 138 127 14 11
Rendemen ( % b/b)
Rata-rata
9.66 6.879 26.84 7.25 9.73 8.46 8.15 8.55 0.82 1.16 13.80 8.95 16.12 12.80 11.99 11.98 15.51 7.12 0.91 0.93 12.91 11.48 19.31 17.04 14.71 14.98 14.49 15.02 1.47 1.30
8.27
Cara Perhitungan : Rendemen asap cair (%b/ b) = bobot kondensat/bobot kering x 100 % = 153 /1583.3 x 100 % = 9.66 %
17.05 9.10 8.35 1.01 10.92 14.46 11.99 11.32 0.92 12.19 18.17 14.39 14.76 1.39
136
B.Bobot jenis asap cair No
Sampel
Bobot pikonometer
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Serbuk jati 1. 1 Serbuk jati 1. 2 Serbuk jati 2.1 Serbuk jati 2.2 Serbuk jati 3.1 Serbuk jati 3.2 Serbuk jati 4.1 Serbuk jati 4.2 Serbuk jati 5.1 Serbuk jati 5.2 Serbuk pinus 1.1 Serbuk pinus 1.2. Serbuk pinus 2.1 Serbuk pinus 2.2 Serbuk pinus 3.1 Serbuk pinus 3.2 Serbuk pinus 4.1 Serbuk pinus 4.2 Serbuk pinus 5.1 Serbuk pinus 5.2 Serbuk bambu 1.1 Serbuk bambu 1.2 Serbuk bambu 2.1 Serbuk bambu 2.1 Serbuk bambu 3.1 Serbuk bambu 3.2 Serbuk bambu 4.1 Serbuk bambu 4.2 Serbuk bambu 5.1 Serbuk bambu 5.2
Kosong (g) 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693 15.693
Bobot pikonmeter Air (g) 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588 25.588
Bobot pikonmeter dan sampel 25.717 25.776 26.891 25.858 25.953 26.250 25.971 26.497 25.976 25.962 25.762 25.775 26.066 25.967 26.135 26.207 26.232 26.324 26.687 26.671 25.728 25.735 25.738 25.831 25763 25.821 25.901 25.921 25.708 25.710
Bobot jenis (g/ml) 1.0131 1.0190 1.0306 1.0273 1.0369 1.0669 1.0387 1.0919 1.0392 1.0105 1.0176 1.0189 1.0483 1.0383 1.0553 1.0626 1.0651 1.0744 1.1111 1.1098 1.0133 1.0149 1.0152 1.0246 1.0177 1.0235 1.0316 1.0337 1.0121 1.0123
137
C. Rendemen ter No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. 9 10 11 12 13 14 15
Sampel Serbuk jati 1. 1 Serbuk jati 1. 2 Serbuk jati 2.1 Serbuk jati 2.2 Serbuk jati 3.1 Serbuk jati 3.2 Serbuk jati 4.1 Serbuk jati 4.2 Serbuk jati 5.1 Serbuk jati 5.2 Serbuk pinus 1.1 Serbuk pinus 1.2. Serbuk pinus 2.1 Serbuk pinus 2.2 Serbuk pinus 3.1 Serbuk pinus 3.2 Serbuk pinus 4.1 Serbuk pinus 4.2 Serbuk pinus 5.1 Serbuk pinus 5.1 Serbuk bambu 1.1 Serbuk bambu 1.2 Serbuk bambu 2.1 Serbuk bambu 2.1 Serbuk bambu 3.1 Serbuk bambu 3.2 Serbuk bambu 4.1 Serbuk bambu 4.2 Serbuk bambu 5.1 Serbuk bambu 5.2
Bobot kering sampel (gram) 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 1583.3 1075.71 992.7 968.5 992.7 968.5 992.7 968.5 992.7 968.5 992.7 968.5 952.5 845.26 952.5 845.26 952.5 845.26 952.5 845.26 952.5 845.26
Bobot ter (gram) 10 5 79 11 32 29 48 62 11 12 14 5 42 24 61 32 95 31 11 2 10 17 18 17 23 17 58 17 29 17
Rendemen ter ( % b/b) 0.63 0.46 4.99 1.02 2.02 2.70 3.03 5.76 0.69 1.16 1.41 0.52 4.23 2.48 6.19 3.30 9.57 3.20 1.11 0.21 1.05 2.01 1.89 2.37 2.42 2.84 6.09 9.42 3.05 0.47
Rata-rata 0.545 3.005 2.360 4.365 0.925 0.965 3.355 4.725 6.385 0.66 1.53 2.13 2.63 8.01 3.29
Cara Perhitungan : Rendemen ter jati 1 = bobot ter kayu jati1/bobot sampel kering x 100 % = 10/1583.3 x 100 % = 0.63 %
138
Lampiran 3. Penentuan konsentrasi asam asetat jati, pinus dan bambu
A. Menentukan konsentrasi asam asetat jati Komponen kimia asam Asetat Asetat Asetat Asetat Asetat
jati 1 jati 2 jati 3 jati 4 jati 5
Berat (w) asam asetat (g)
46.34 314.22 408.62 486.66 492.35
Bobot jenis (ρ) asap cair
Volume(v) asap cair (ml) 151.02 560.84 704.02 826.99 862.94
(g/ml) 1.0131 1.0306 1.0369 1.0387 1.0392
Konsentrasi (C) asam asetat pinus (M) 5.0987 9.3378 9.6730 9.8066 9.7805
Perhitungan cara menentukan konsentrasi asam asetat jati: [Asetat jati 1 ] = ⎛⎜ 46.34 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 5.0987 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 151.02 ⎠ [Asetat jati 2 ] = ⎛⎜ 314.22 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 9.3378 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 560.84 ⎠ [Asetat jati 3 ] = ⎛⎜ 408.62 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 9.6730 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 704.02 ⎠ [Asetat jati 4 ] = ⎛⎜ 486.66 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 9.8066 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 826.99 ⎠ [Asetat jati 5 ] = ⎛⎜ 492.35 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 9.7805 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 862.94 ⎠ B. .Menentukan konsentrasi asam asetat pinus Komponen kimia asam
Asetat Asetat Asetat Asetat Asetat
pinus 1 pinus 2 pinus 3 pinus 4 pinus 5
Berat (w) asam asetat (g)
42.55 69.77 86.53 116.72 119.41
Bobot jenis (ρ) asap cair (g/ml) 1.0176 1.0483 1.0553 1.0651 1.1111
Volume(v) asap cair (ml) 134.63 283.32 394.20 535.16 521.11
Perhitungan cara menentukan konsentrasi asam asetat pinus: [Asetat pinus 1 ] = ⎛⎜ 42.55 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 5.2910 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 134.63 ⎠ [Asetat pinus 2 ] = ⎛⎜ 69.77 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 4.1042 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 283.32 ⎠ [Asetat pinus 3 ] = ⎛⎜ 86.53 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 3.6585 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 394.20 ⎠
Konsentrasi (C) asam asetat pinus (M) 5.2910 4.1042 3.6585 3.6349 3.8192
139
[Asetat pinus 4 ] = ⎛⎜ 116.72 ⎞⎟ ⎝ 60 ⎠ [Asetat pinus 5 ] = ⎛⎜ 119.41 ⎞⎟ ⎝ 60 ⎠
x
x
⎛ 1000 ⎞ 3.6349 ⎜ ⎟= ⎝ 535.16 ⎠ ⎛ 1000 ⎞ 3.8192 ⎜ ⎟= ⎝ 521.11 ⎠
C. Menentukan konsentrasi asam asetat bambu Komponen kimia asam
Asetat Asetat Asetat Asetat Asetat
bambu 1 bambu 2 bambu 3 bambu 4 bambu 5
Berat (w) asam asetat (g)
36.54 112.26 169.03 266.23 273.93
Bobot jenis (ρ) asap cair (g/ml) 1.0133 1.0152 1.0177 1.0316 1.0121
Volume(v) asap cair (ml) 121.39 302.40 434.31 562.23 586.89
Perhitungan cara menentukan konsentrasi asam asetat bambu: [Asetat bambu 1 ] = ⎛⎜ 36.54 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 5.0169 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 121.39 ⎠ [Asetat bambu 2 ] = ⎛⎜ 112.26 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 6.1872 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 302.40 ⎠ [Asetat bambu 3 ] = ⎛⎜ 169.03 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 6.4862 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 434.31 ⎠ [Asetat bambu 4 ] = ⎛⎜ 266.23 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 7.8032 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 562.23 ⎠ [Asetat bambu 5 ] = ⎛⎜ 273.93 ⎞⎟ x ⎛⎜ 1000 ⎞⎟ = 7.7791 ⎝ 60 ⎠ ⎝ 586.89 ⎠
Konsentrasi (C) asam asetat bambu (M) 5.0169 6.1872 6.4862 7.8032 7.7791
140
Lampiran 4. Pemisahan asap cair A.
Fraksinasi asap cair No
Sampel
1.
Serbuk jati heksan 1 Serbuk jati heksan 2 Serbuk jati etil asetat 1 Serbuk jati etil asetat 2 Serbuk jati metanol 1 Serbuk jati metanol 2 Serbuk pinus heksan 1 Serbuk pinus heksan 2 Serbuk pinus etil asetat 1 Serbuk pinus etil asetat 2 Serbuk pinus metanol 1 Serbuk pinus metanol 2 Serbuk bambu heksan 1 Serbuk bambu heksan 2 Serbuk bambu etil asetat 1 Serbuk bambu etil asetat 2 Serbuk bambu metanol 1 Serbuk bambu metanol 2
2 3 4 5 6 7 8 9
B.
Bobot jenis fraksi asap cair
No
Sampel
Volume sampel 90 90 80 77 75 70 30 30 24 23 20 19 35 30 28 30 25 26
Bobot piknometer
1. 2 3 4 5 6 7
Serbuk jati heksan 1 Serbuk jati heksan 2 Serbuk jati etil asetat 1 Serbuk jati etil asetat 2 Serbuk jati metanol 1 Serbuk jati metanol 2 Serbuk pinus heksan 1 Serbuk pinus heksan 2 Serbuk pinus etl asetat 1 Serbuk pinus etl asetat 1 Serbuk pinus metanol 1 Serbuk pinus metanol 2 Serbuk bambu heksan 1 Serbuk bambu heksan 2
8
Serbuk bambu etil asetat 1 Serbuk bambu etil asetat 2
9
Serbuk bambu metanol 1 Serbuk bambu metanol 2
kosong (g) 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689 15.689
Volume pelarut 90 90 80 77 75 70 30 30 24 23 20 19 35 30 28 30 25 26
Volume produk 92 94 85 79 150 140 31 33 26 24 40 38 36 32 29 32 50 52
Bobot piknometer air (g) 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849 25.849
Volume terlarut 2 4 5 2 75 70 1 3 2 1 20 19 2 1 1 2 25 26
Bobot piknometer dan sampel 22.438 22.314 25.765 25.775 24.211 24.180 22.279 22.294 25.749 25.776 24.258 24.922 22.290 22.291 25.700 25.695 24.170 24.222
Volume terekstrak 2.17 4.26 5.88 2.63 50.00 50.00 12.00 6.25 8.69 4.17 50.00 50.00 5.41 2.78 3.45 3.30 50.00 50.00
Bobot jenis (g/ml) 0.6643 0.6521 0.9917 0.9927 0.8388 0.8357 0.6486 0.6501 0.9902 0.9928 0.8434 0.9087 0.6497 0.6498 0.9853 0.9848 0.8348 0.8397
pH 4.18 3.14 3.42 3.65 4.27 4.09 4.49 3.79 3.74 4.15 4.71 4.15 4.34 3.98 3.52 4.16 4.87 4.92
141
C.
Destilat Asam (DA) Sampel
DA1 (%v/v) 18.13 16.15 17.14 48 52 50 41 43 42
Destilat jati asetat 1 Destilat jati asetat 2 Rata-rata Destilat pinus setat 1 Destilat pinus asetat 2 Rata-rata Destilat bambu asetat 1 Destilat bambu asetat 2 Rata-rata
DA 2 (%v/v) 7.50 9.64 8.57 16.6 15.2 15.91 24 28 26
DA 3 (%v/v) 5.00 8.52 5.71 4.6 4.4 4.5 5 7 6
Keterangan : DA1 = Destilat suhu dibawah 95° C DA2 = Destilat suhu antara 95-105°C DA3 = Destilat suhu antara 105-120° C D. Destilat Asam Asetat (DA3) Sampel Destilat jati asetat 1 Destilat jati asetat 2
Volume sampel (ml) 4.0 4.9
Volume pelarut (ml) 80 77
Berat jenis (g/ml) 1.0492 1.0492
Berat asetat (g) 4.1968 5.1411 Rata-rata
Destilat pinus setat 1 Destilat pinus asetat 2
1.1 1.0
24 23
1.0492 1.0492
Destilat bambu asetat 1 Destilat bambu asetat 2
1.4 2.1
28 30
1.0492 1.0492
1.1541 1.0597 Rata-rata
1.4689 2.2033 Rata-rata
Konsentrasi Asam asetat (M) 0.8743 1.1128 0.9936 0.8015 0.7679 0.7847 0.8743 1.2241 1.0492
142
Lampiran 5. Penentuan berat dan yield asam asetat jati, pinus dan bambu
A..Menentukan berat dan yield asam asetat jati Komponen Kimia Asetat Asetat Asetat Asetat Asetat
jati 1 jati 2 jati 3 jati 4 jati 5
Hasil GC-MS (%)
Berat asap cair(g)
Berat AA (g)
Berat total (g)
Yield AA (% b/b)
30.29 63.03 62.10 60.50 43.74
153 425 152 129 13
46.34 267.88 94.392 78.045 5.682
46.34 314.22 408.62 486.66 492.35
5.31 35.99 46.81 55.75 56.40
B..Menentukan berat dan yield asam asetat pinus Komponen Kimia
Hasil GC-MS (%)
Asetat pinus 1 Asetat pinus 2 Asetat pinus 3 Asetat pinus 4 Asetat pinus 5
31.06 17.01 14.09 19.60 29.91
Berat asap cair (g) 137 160 119 154 9
Berat AA (g)
Berat total (g)
Yield AA (% b/b)
42.55 27.22 16.78 30.18 2.69
42.55 69.77 86.53 116.72 119.41
7.35 12.05 14.94 20.16 20.62
C..Menentukan berat dan yield asam asetat bambu Komponen Kimia
Hasil GC-MS (%)
Asetat bambu 1 Asetat bambu 2 Asetat bambu 3 Asetat bambu 4 Asetat bambu 5
29.71 41.15 42.05 70.43 55.50
Berat asap cair (g) 123 184 135 138 14
Ketrangan : AA = Asam asetat (Acetic Acid)
Berat AA (g)
Berat total (g)
Yield AA (% b/b)
36.54 75.72 56.77 97.93 7.77
36.54 112.26 169.03 266.23 273.93
6.15 18.89 28.46 44.82 46.12
143
Lampiran 6. Karaketrstik arang serbuk kayu jati. pinus dan bambu A. Karakteristik arang hasil pirolisis serbuk kayu jati dengan reaktor listrik Perlakuan Kadar (% b/b) Air Zat terbang Abu Karbon terikat SKJ 8.963 84.004 1.276 14.720 6.951 85.902 0.683 13.517 Rata-rata 8.957 84.902 0.979 14.119 PJ1 7.680 82.860 1.140 16.000 7.430 83.690 1.030 15.280 Rata-rata 7.555 83.275 1.085 15.640 PJ2 4.570 77.03 1.04 21.930 4.440 76.65 1.13 22.220 Rata-rata 4.565 76.840 1.085 22.075 PJ3 1.965 83.990 1.277 14.733 1.952 84.878 1.561 13.561 Rata-rata 1.958 49.211 2.218 48.571 PJ4 0.482 35.549 4.624 59.827 0.489 37.708 2.742 59.550 Rata-rata 0.486 36.629 3.383 59.688 PJ5 2.090 5.090 10.680 84.230 1.820 5.070 10.500 83.980 Rata-rata 1.955 5.080 10.815 84.105 Keterangan SKJ = serbuk kayu jati (kontrol) PJ1 = Pirolisis kayu jati pada suhu 110° C PJ2= Pirolisis kayu jati pada suhu 200° C
PJ3 = pirolisis kayu jati pada suhu 300° C PJ4 = pirolisis kayu jati pada suhu 400° C PJ5 = Pirolisis kayu jati pada suhu 500° C
B. Karakteristik arang hasil pirolisis serbuk kayu pinus dengan reaktor listrik Perlakuan SKJ Rata-rata PP1 Rata-rata PP2 Rata-rata PP3 Rata-rata PP4 Rata-rata PP5 Rata-rata
Air 8.801 8.937 8.869 4.443 4.404 4.434 2.941 2.966 2.954 1.906 1.943 1.925 2.398 2.410 2.444 2.140 2.220 2.180
Kadar (% b/b) Zat terbang Abu 88.174 0.189 87.662 0.162 87.918 0.176 86.753 0.414 85.115 0.473 85.934 0.444 68.981 2.650 71.972 2.941 70.477 2.796 38.472 0.518 36.247 0.583 37.360 0.551 26.282 0.748 26.955 0.720 26.619 0.734 14.890 1.460 15.400 1.010 15.145 1.235
Keterangan SKP = Serbuk kayu pinus (kontrol) PP1 = Pirolisis kayu pinus pada suhu 110° C PP2= Pirolisis kayu pinus pada suhu 200°C
Karbon terikat 11.637 12.127 11.907 12.833 14.412 13.623 28.369 25.087 26.728 61.010 63.170 62.090 72.970 72.326 72.648 83.650 83.590 83.620
PP3 = pirolisis kayu pinus pada suhu 300° C PP4 = pirolisis kayu pinus pada suhu 400° C PP5 = Pirolisis kayu pinus pada suhu 500°C
144
C. Karakteristik arang hasil pirolisis serbuk bambu dengan reaktor listrik Perlakuan SKJ Rata-rata PB1 Rata-rata PB2 Rata-rata PB3 Rata-rata PB4 Rata-rata PB5 Rata-rata
Air 9.330 8.401 8.867 5.802 5.360 5.581 3.816 1.914 2.865 4.110 2.786 3.448 2.325 5.705 4.015 2.451 2.199 2.325
Zat terbang 75.662 70.001 72.832 77.930 87.860 82.745 79.211 77.357 78.284 33.616 35.154 34.385 22.237 18.447 20.342 4.924 4.306 4.615
Kadar (% b/b) Abu Karbon terikat 9.858 14.480 10.281 19.718 10.069 17.099 3.835 18.535 1.695 10.445 2.765 14.490 1.565 19.224 4.333 18.310 2.379 18.767 2.783 58.601 6.563 58.343 7.143 58.472 9.562 63.201 6.978 79.575 8.270 71.388 16.112 80.267 15.078 78.713 15.595 79.490
Keterangan SB adalah serbuk bambu (kontrol) PB3 = pirolisis serbuk bambu pada suhu 300° C PB1 = Pirolisis serbuk bambu pada suhu 110° C PB4 = pirolisis serbuk bambu pada suhu 400° C PB2= Pirolisis serbuk bambu pada suhu 200° C PB5 = Pirolisis serbuk bambu pada suhu 500° C
145
Lampiran 7. Perhitungan waktu paruh asam asetat dari kinetika pirolisis
Penentuan waktu paruh asam asetat jati, pinus dan bambu Percobaan
a.
Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500 b.
Konstanta kinetika (k) Jati 0.0357 0.0159 0.0010 0.0007 0.0005
Bambu 0.0400 0.0159 0.0118 0.0083 0.0061
Jati 19.42 43.59 69.32 100.46 138.63
Pinus 24.26 55.45 81.55 107.47 130.78
Bambu 17.33 43.59 58.74 83.51 113.63
Penentuan waktu paruh asam asetat jati, pinus dan bambu model Arrhenius
Suhu pirolisis (° C)
Konstanta kinetika (k) Jati
110 200 300 400 500 c.
Pinus 0.0286 0.0125 0.0085 0.0065 0.0053
Waktu paruh (t1/2)
1.46x 10-5 3.09x 10-5 5.41x 10-5 8.02x10-5 10.74x10-5
Pinus
3.57x 10-5 6.69x 10-5 10.67x 10-5 14.81x10-5 18.89x10-5
Bambu
2.94x 10-5 5.80x 10-5 9.61x 10-5 13.69x10-5 17.80x10-5
Waktu paruh (t1/2) Jati
4.75x 105 3.09x 104 5.41x 105 8.02x10-5 10.74x10-5
Pinus
Bambu
3.57x 10-5 6.69x 10-5 10.67x 10-5 14.81x10-5 18.89x10-5
2.94x 10-5 5.80x 10-5 9.61x 10-5 13.69x10-5 17.80x10-5
Penentuan waktu paruh asam asetat jati, pinus dan bambu model Tsamba Suhu pirolisis (° C)
Konstanta kinetika (k) Jati
110 200 300 400 500
0.6256 0.3080 0.0304 0.0137 0.0085
Pinus 0.2818 0.0810 0.0409 0.0222 0.0156
Bambu 0.6009 0.1155 0.0533 0.0205 0.0125
Waktu paruh (t1/2) Jati 1.1079 2.2505 22.8009 50.5947 81.5467
Pinus 2.4597 8.5574 16.9474 31.2228 44.4325
Bambu 1.1535 6.0013 13.0046 33.8121 55.4518
146
Lampiran 8. Penentuan nilai kalor arang kayu jati. pinus dan bambu
A..Menentukan nilai kalor arang kayu jati Bahan baku Mentah Jati 110 Jati 200 Jati 300 Jati 400 Jati 500
Bobot contoh (g) 1.146 1.245 0.762 0.772 0.856 1.146
Suhu awal (T1)
Suhu akhir (T2)
26.340 26.500 26.435 26.240 26.020 25.325
28.495 28.895 28.295 28.215 28.425 28.610
⎛ T − T1 ⎞ ⎟ X NA Rumus : % kal/gram = ⎜ 2 ⎜ W O ⎝
⎟ ⎠
Perubahan suhu (T2-T1) 2.155 2.395 1.860 1.975 2.405 3.285
NA
Nilai kalor (kal/g)
2328 2328 2328 2328 2328 2328
4378 4478 5682 5956 6541 6673
Ket : T1= suhu awal, T2 = suhu akhir,
NA= nilai air
28.495 − 26.340 ⎞ ⎟ X 2328 = 4378. 1.146 ⎝ ⎠ B. Menentukan nilai kalor arang kayu pinus Perhitungan : % kal/gram = ⎛⎜
Bahan baku Mentah pinus 110 pinus200 pinus 300 pinus 400 pinus 500
Bobot contoh (g) 0.961 1.132 1.126 0.603 0.590 0.723
Suhu awal (T1)
Suhu akhir (T2)
26.765 26.615 26.065 26.775 26.680 25.105
28.620 28.810 28.685 28.340 28.320 27.210
Perubahan suhu T2-T1 1.855 2.195 2.620 1.565 1.640 2.105
NA
Nilai kalor (kal/g)
2328 2328 2328 2328 2328 2328
4494 4514 5282 6042 6471 6778
NA
Nilai kalor (kal/g)
2328 2328 2328 2328 2328 2328
4343 4409 5279 5796 6313 6420
C. Menentukan nilai kalor arang bambu Bahan baku Mentah Bambu 110 Bambu 200 bambu 300 Bambu 400 Bambu 500
Bobot contoh (g) 0.812 0.557 0.871 0.741 0.813 0.883
Suhu awal (T1)
Suhu akhir (T2)
25.740 25.755 26.610 26.115 26.320 26.440
27.255 26.810 27.985 27.960 28.525 28.875
Perubahan suhu T2-T1 1.515 1.055 1.375 1.845 2.205 2.435
147
Lampiran 9. Perubahan nilai kalor arang jati,pinus dan bambu
Karakteristik nilai kalor serbuk jati. pinus dan bambu Suhu pirolisis (° C) Kontrol 110 200 300 400 500
Nilai kalor (kalori/gram) Serbuk jati 4388 4478 5682 5956 6541 6673
Serbuk pinus 4494 4514 5282 6042 6471 6778
Serbuk bambu 4343 4409 5279 5796 6313 6420
A. Perubahan entropi (ΔS) dari nilai kalor arang jati Berdasarkan hukum termodinamika kimia kedua, entropi jati adalah dS =
dqrev , T
Dimana nilai kalor jati kontrol (q0)= 4388 Kal /K.g dan 1 kal =4.184 J 4478 = 11.69 kal /K.g x 4.184 /12 = 4.08 J/K mol q1 = 4478 Kal/g maka ΔS = 383 5682 q2 = 5682 Kal/g maka ΔS = = 12,01 kal /K.g x 4.184 /12 = 4.19 J/K mol 473 5956 q3 = 5956 Kal/g maka ΔS = = 10,39 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.62 J/K mol 573 6541 q4 = 6541 Kal/g maka ΔS = = 9,72 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.39 J/K mol 673 6673 q5 = 6673 Kal/g maka ΔS = = 8,63 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.01 J/K mol 773 B. Perubahan entropi (ΔS) dari nilai kalor arang pinus Berdasarkan hukum termodinamika kimia kedua.,entropi pinus , dS =
dqrev , T
Dimana nilai kalor kontrol (q0)= 4494 Kal/K.g q 4514 q1 = 4514 kal/g , ΔS = 1 = = 11.78 kal /K.g x 4.184 /12 = 4.11 J/K mol T1 383 q 5282 = 11.17 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.89 J/K mol q2 = 5282 kal/g , ΔS = 2 = T2 473 q 6042 q3 = 6042 kal/g , ΔS = 3 = = 10.54 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.67 J/K mol T3 573 q 6471 q4 = 6471 kal/g, ΔS = 4 = = 9.62 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.35 J/K mol T4 673 q 6778 q5 = 6778 kal/g, ΔS = 5 = = 8.77 kal /K.g x 4.184 /12 = 3.06 J/K mol T5 773
148
C. Perubahan entropi (ΔS) dari nilai kalor arang bambu Berdasarkan Hukum termodinamika kimia kedua, entropi bambu, dS =
dqrev , T
Dimana nilai kalor bambu kontrol (q0)= 4343 Kal/K.g q 4409 q1 = 4409 kal/g, maka ΔS = 1 = = 11,51 kal /K.g x 4,184 /12 = 4,01 J/K mol T1 383 q 5279 q2 = 5279 kal/g, maka ΔS = 2 = = 11,16 kal /K.g x 4,184 /12 = 3,89 J/K mol T2 473 q 5796 q3 = 5796 kal/g, maka ΔS = 3 = = 10,12 kal /K.g x 4,184 /12 = 3,52 J/K mol T3 573 q 6313 q4 = 6313 kal/g, maka ΔS = 4 = = 9,38 kal /K.g x 4,184 /12 = 3,27 J/K mol T4 673 q 6420 q5 = 6420 kal/g, maka ΔS = 5 = = 8,31 kal /K.g x 4,184 /12 = 2,89 J/K mol T5 773 Hasil perhitungan konversi nilai kalor arang jati, pinus dan bambu Suhu pirolisis (° C)
Nilai kalor (J/g) Serbuk jati 18735.95 23773.49 24919.91 27367.51 27919.83
110 200 300 400 500
Serbuk pinus 18896.58 22099.89 25279.73 27074.66 28359.15
Serbuk bambu 18447.26 22087.34 24250.46 26413.59 26861.28
Perubahan nilar kalor ke dalam perubahan entalpi arang jati,pinus dan bambu Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
Nilai kalor (MJ/Kg) Jati
Pinus
Bambu
18.73 23.77 24.92 27.37 27.92
18.89 22.10 25.28 27.07 28.36
18.45 22.09 24.25 26.41 26.86
Entalpi (kJ/mol) Jati 1.5613 1.9811 2.0767 2.2806 2.3267
Pinus 1.5739 1.8417 2.1066 2.2562 2.3633
Bambu 1.5373 1.8406 2.0209. 2.2011 2.2384
149
Lampiran 10. Penentuan nilai karbon asap cair jati. pinus dan bambu
A..Menentukan kadar karbon asap cair serbuk jati Bahan baku C Jati 110 C Jati 200 C Jati 300 C Jati 400 C Jati 500
A (g) 8.00 7.30 1.00 1.30 8.20
B (g) 9.70 9.70 9.70 9.70 9.70
B-A (g) 1.70 2.40 8.70 8.40 2.20
Faktor koreksi 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28
Karbon (ppm) 17408 24576 89088 86016 22528
Karbon (% ) 1.74 2.46 8.71 8.60 2.25
Perhitungan
% C AC jati1 = 1000 X 100 1 5
x 1.70
x 1 X 4 X 1.28 = 17408 ppm = 17408 / 10000 =1.74
B.Menentukan nilai karbon asap cair serbuk pinus Bahan baku C pinus 110 C Pinus 200 C pinus 300 C pinus 400 C pinus 500
A (g) 8.40 6.80 4.70 7.50 6.40
B (g) 9.70 9.70 9.70 9.70 9.70
B-A (g) 1.30 2.90 5.00 2.20 3.30
Faktor koreksi 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28
Karbon (ppm) 13312 29696 51200 22528 33792
Karbon (% C) 1.33 2.97 5.12 2.25 3.38
Perhitungan
%C AC pinus1 = 1000 X 100 1 5
x 1.30
x 1 X 4 X 1.28 = 13300 ppm = 17408/10000 =1.33
C.Menentukan nilai kalor arang serbuk bambu Bahan baku C Bambu 110 C Bambu 200 C bambu 300 C Bambu 400 C Bambu 500
A (g) 7.20 7.39 8.00 7.70 7.60
B (g) 9.70 9.70 9.70 9.70 9.70
B-A (g) 2.50 2.31 1.70 2.20 2.10
Faktor koreksi 1.28 1.28 1.28 1.28 1.28
Karbon (ppm) 25600 23645 17408 20480 21504
Perhitungan
%C AC bambu1 = 1000 X 100 1 5
x 2.50 x 1 X 4 X 1.28 = 25600 ppm = 25600/10000 =2.56
Karbon (% C) 2.56 2.36 1.74 2.05 2.15
150
Lampiran 11. Penentuan karbon biomassa asap cair jati, pinus dan bambu
A..Menentukan karbon biomassa asap cair jati Bahan baku CJati 110 C Jati 200 C Jati 300 C Jati 400 C Jati 500
Kadar C AC (%) 1.74 2.46 8.91 8.60 2.25
Berat CAC (g) 153 425 152 129 14
Kandungan C biomassa (g) 2.66 10.46 13.54 11.09 0.29
% C AC biomassa 0.25 0.97 1.26 1.03 0.03
Perhitungan : % CB AC
jati 1
2.66 x 100 % = 0.25 % 1075.71
=
B. Menentukan karbon biomassa asap cair pinus Bahan Kadar C baku AC (%) C pinus 110 1.33 C Pinus 200 2.97 C pinus 300 5.12 C pinus 400 2.25 C pinus 500 3.38
Berat CAC (g) 137 160 119 154 9
Kandungan C biomassa (g) 1.82 4.75 6.09 3.46 0.30
% C AC biomassa 0.19 0.49 0.63 0.36 0.03
Perhitungan % CB AC
pinus 1
=
1.82 x 100 % = 0.19 % 968,5
C. Menentukan karbon biomassa asap cair bambu Bahan Kadar C AC baku (%) C Bambu 110 2.56 C Bambu 200 2.36 C bambu 300 1.74 C Bambu 400 2.05 C Bambu 500 2.15
Berat CAC (g) 3.14 4.34 2.35 2.83 0.30
Kandungan C Biomassa (g) 3.14 4.34 2.35 2.83 0.30
Perhitungan % CB AC
bambu 1
=
3.14 x 100 % = 0.37 % 845.26
% C AC Biomassa 0.37 0.51 0.28 0.33 0.04
151
Lampiran 12. Penentuan total karbon biomassa kayu jati, kayu pinus dan bambu A. Menentukan total karbon biomassa serbuk kayu jati Bahan baku C Jati 110 C Jati 200 C Jati 300 C Jati 400 C Jati 500
Kandungan C asap cair (g) 2.66 10.46 13.54 11.09 0.29
Kandungan C arang (g) 25.920 55.610 294.47 409.87 768.98
% C AC biomassa 0.25 0.97 1.26 1.03 0.03
% C AR biomassa 2.41 5.17 27.37 38.10 71.49
Total % C biomassa 2.66 6.14 28.63 39.13 71.52
B. Menentukan iotal karbon biomassa serbuk kayu pinus Bahan baku C pinus 110 C Pinus 200 C pinus 300 C pinus 400 C pinus 500
Kandungan C asap cair (g) 1.82 4.75 6.09 3.46 0.30
Kandungan C arang (g) 18.850 74.610 392.35 541.00 656.58
% C AC biomassa 0.19 0.49 0.63 0.36 0.03
% C AR biomassa 1.95 7.70 40.51 55.86 67.79
Total % C biomassa 2.14 8.19 41.14 56.22 67.82
C. Menentukan total karbon biomassa serbuk bambu Bahan baku C Bambu 110 C Bambu 200 C bambu 300 C Bambu 400 C Bambu 500
Kandungan C asap cair (g) 3.14 4.34 2.35 2.83 0.30
Kandungan C arang (g) 24.400 32.570 287.32 425.63 535.75
% C AC biomassa 0.37 0.51 0.28 0.33 0.04
% C AR biomassa 2.89 3.85 33.99 50.35 63.38
Total % C biomassa 3.20 4.36 34.27 50.68 63.42
152
Lampiran 13. Menentukan emisi karbon serbuk kayu jati, pinus dan bambu Suhu pirolisis °C
Kadar karbon (% b/b) Jati
110 200 300 400 500
17.38 24.54 57.48 68.29 86.36
pinus 14.95 29.70 67.21 76.03 82.87
Berat karbon (g)
Emisi Karbon (% b/b)
bambu
Jati
pinus
bambu
Jati
pinus
bambu
21.10 21.13 60.21 73.49 81.64
186.96 263.98 618.32 734.60 928.90
144.79 287.64 650.93 763.35 802.60
178.35 178.68 508.93 621.18 690.07
82.62 75.46 42.52 31.71 13.65
85.05 70.30 32.79 21.18 17.12
78.90 78.87 39.79 26.51 18.36
Perhitungan Emisi karbon A. Emisi karbon jati
1075,71 − 186,96 x100% = 82.62 % 1075,71 1075,71 − 263,98 b. Suhu 473 K. C2 = 263.98 g , (% emisi C )2 = x100% = 75.46 % 1075,71 1075,71 − 618,32 c. Suhu 573 K. C3 = 628.32 g, (% emisi C )3 = x100% = 42.52 % 1075,71 1075,71 − 734,60 d. Suhu 673 K. C4 = 734.60 g, (% emisi C )4 = x100% = 31.71 % 1075,71 1075,71 − 928,9 e. Suhu 773 K. C5 = 186.96 g, (% emisi C )5 = x100% = 13.65 % 1075,71 a. Suhu 383 K. C1 = 186.96 g , (% emisi C )1 =
B. Emisi karbon pinus 968,5 − 144,79 x100% = 85.05 % 968,5 968,5 − 287,64 b. Suhu 473 K. C2 = 287.64 g, maka (% emisi C )2 = x100% = 70.30 % 968,5 968,5 − 650,93 c. Suhu 573 K. C3 = 650.93 g, maka (% emisi C )3 = x100% = 32.79 % 968,5 968,5 − 763,35 d. Suhu 673 K. C4 = 763.35 g, maka (% emisi C )4 = x100% = 21.18 %. 968,5 968,5 − 802,60 e. Suhu 773 K. C5 =802.60 g, maka (% emisi C )5 = x100% = 17.12 %. 968,5 a. Suhu 383 K. C1 = 144.79 g ,maka (% emisi C )1 =
153
C. Emisi karbon bambu 945,26 − 178,45 x100% = 78.90 % 968,5 945,26 − 178,60 b. Suhu 473 K. C2 = 178.60 g, (% emisi C )2 = x100% = 78.87 % 968,5 945,26 − 508,93 c. Suhu 573 K. C3 = 508.93 g, (% emisi C )3 = x100% = 39.79 % 968,5 945,26 − 621,18 d. Suhu 673 K. C4 = 621.18 g, (% emisi C )4 = x100% = 26.51 % 968,5 945,26 − 690,07 e. Suhu 773 K. C5 =690.07 g, (% emisi C 5 = x100% = 18.356 % 968,5 a. Suhu 383 K. C1 = 178.35 g, (% emisi C )1 =
154
Lampiran 14. Menentukan nilai konstanta kinetika asam asetat Jati, pinus dan bambu pada Model Arrhenius dan Tsamba
A. Hubungan antara ln F(x)/T2 terhadap 1000 /T pada asam asetat jati 1000 /T 2.611 2.114 1.745 1.486 1.294
1- x 0.0531 0.3599 0.4681 0.5575 0.5640
ln (1-x) -2.9356 -1.0219 -0.7591 -0.5843 -0.5727
F (x) 2.9356 1.0219 0.7591 0.5843 0.5727
T2 1.47x10 5 2.24x10 5 3.28x10 5 4.53x10 5 5.98x10 5
Kinetika pirolisis menurut model Tsamba. untuk menghitung konstanta kinetika (k) berdasarkan persamaan rumus F (x) = - ln (1-x) untuk orde satu ,n = 1: ⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ AR ⎞ ⎛ Ea ⎞ ⎟⎟ - ⎜ ⎜⎜ ⎟ ⎝ ξE a ⎠ ⎝ RT ⎠
a. Pada suhu 110°C. laju pemanasan (ξ1) sebesar 13.68 K/menit, maka
⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ 2.9356 ⎞ ⎜⎜ ⎟ = ln 1.99x10-5 = - 10.8213 5 ⎟ ⎝ 1,47 x10 ⎠
b. Pada suhu 200°C. laju pemanasan (ξ2) sebesar 7.51 K/menit, maka
⎛ 1.0219 ⎞ ⎛ F ( x) ⎞ = ln ⎜⎜ ⎟ = ln 4.56x10-6 = -12.2977 5 ⎟ 2 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 2,24 x10 ⎠
ln ⎜
c. Pada suhu 300°C. laju pemanasan (ξ3) sebesar 5.73 K/menit, maka
⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ 0.7591 ⎞ ⎜⎜ ⎟ = ln 2.31x10-6 = -12.9763 5 ⎟ ⎝ 3,28 x10 ⎠
d. Pada suhu 400°C. laju pemanasan (ξ4) sebesar 4.64 K/menit, maka
⎛ 0.5843 ⎞ ⎛ F ( x) ⎞ = ln ⎜⎜ ⎟ = ln 1.29x10-6 = -13.5609 5 ⎟ 2 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 4,53x10 ⎠
ln ⎜
e. Pada suhu 500°C. laju pemanasan (ξ5) sebesar 3.87 K/menit, maka
⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ 0.5727 ⎞ ⎜⎜ ⎟ = ln 9.58x10-7 = -13.8587 5 ⎟ ⎝ 5,98 x10 ⎠
Dari persamaan regresi diperoleh y = 2.290x-16.94, maka diperoleh slope = 2.290= Ea/R, jadi energi aktivasi untuk asam asetat jati pada model Tsamba adalah 2.290 x 8.314 sebesar 19.04 kJ/mol, sedangkan intersep = -16.94 = ln AR/ξ Ea, maka faktor pre eksponensial (A) = 4.39x 10-8x 7.086 x 19.04x.103/8.314 sebesar 7.12x10-4/menit.
155
Untuk menentukan konstanta kinetika asam asetat jati, maka diperlukan
ln k = ln
R F ( x) - ln 2 ξEa T
ln k 1 = -10.8213-(-10.3523) = -0.4690 dan k1 = 0.6256 ln k 2 = -12.2977-(-11.1201) = -1.1776 dan k2 = 0.3080 ln k 3 = -12.9763 –(-9.4821) = -3.4942 dan k3 = 0.0304 ln k 4 = -13.5609 – (-9.2711) = -4.2898 dan k4 = 0.0137 ln k 5 = -13.8587 – (-9.0895) = -4.7692 dan k5 = 0.0085 B. Hubungan antara ln F(x)/T2 terhadap 1000 /T pada asam asetat pinus 1000 /T 2.611 2.114 1.745 1.486 1.294
1-x 0.0735 0.1205 0.1494 0.2016 0.2062
ln (1-x) -2.6105 -2.1161 -1.9011 -1.6015 -1.5789
F (x) 2.6105 2.1161 1.9011 1.6015 1.5789
T2 1.47x10 5 2.24x10 5 3.28x10 5 4.53x10 5 5.98x10 5
Kinetika Pirolisis menurut Model Tsamba. untuk menghitung konstanta kinetika (k) berdasarkan persamaan rumus F (x) = - ln (1-x), untuk orde satu n=1:
⎛ AR ⎞ ⎛ Ea ⎞ ⎛ F ( x) ⎞ ⎟⎟ - ⎜ = ln ⎜⎜ ⎟ 2 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ ξE a ⎠ ⎝ RT ⎠ R F ( x) ln k = ln 2 - ln ξEa T
ln ⎜
a.Pada suhu 110°C. laju pemanasan (ξ1) sebesar 15.32 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 2.6105 ⎞ = ln ⎜ = ln 1.78 x 10-5 = -10.9386 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 1.47 x10 ⎠
ln ⎜
b.Pada suhu 200°C. laju pemanasan (ξ2) sebesar 7.51 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ 2.1161 ⎞ = ln 9.45 x 10-6 = -11.5698 ⎜ 5 ⎟ 2 . 24 x 10 ⎝ ⎠
c Pada suhu 300°C. laju pemanasan (ξ3) sebesar 6.74 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 1.9011 ⎞ = ln ⎜ = ln 5.80 x 10-6 = -12.0583 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 3.28 x10 ⎠
ln ⎜
d.Pada suhu 400°C. laju pemanasan (ξ4) sebesar 5.61 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 1.6015 ⎞ = ln ⎜ = ln 3.54 x 10-6 = -12.5527 2 ⎟ 5 ⎟ 4 . 53 x 10 T ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
ln ⎜
156
e. Pada suhu 500°C. laju pemanasan (ξ5) sebesar 4.68 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 1.5789 ⎞ = ln ⎜ = ln 2.64 x 10-6 = -12.8446 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 5.98 x10 ⎠
ln ⎜
Dari persamaan regresi diperoleh y = 1.451x-14.67, maka diperoleh slope = 1.451= Ea/R, jadi energi aktivasi untuk asam asetat bambu pada model Tsamba adalah 1.451x 8.314 sebesar 12.06 kJ/mol, sedangkan intersep = -14.67 = ln AR/ξ Ea, maka faktor pre eksponensial (A) = 4.26x10-7 x 6.024 x12.06x103/8.314 sebesar 3.72x10-3/menit. Untuk menentukan konstanta kinetika asam asetat pinus, maka diperlukan
ln k = ln
R F ( x) - ln 2 ξEa T
ln k 1 = -10.9386 – (-9.6721) = -1.2665 dan k1 = 0.2818 ln k 2 = -11.5698 – (-9.0563) = -2.5135 dan k2 = 0.0810 ln k 3 = -12.0583 – (-8.8607) = -3.1976 dan k3 = 0.0409 ln k 4 = -12.5527 – (-8.7476) = -3.8051 dan k4 = 0.0222 ln k5 = -12.8446 - (-9.0895) = = -4.1613 dan k5 = 0.0156 C Hubungan antara ln F(x)/T2 terhadap 1000 /T pada asam asetat bambu 1000 /T 2.611 2.114 1.745 1.486 1.294
1-x 0.0615 0.1889 0.2846 0.4482 0.4682
ln (1-x) -2.7887 -1.6665 -1.2567 -0.8025 -0.7739
Kinetika pirolisis menurut model Tsamba. untuk
F (x) 2.7887 1.6665 1.2567 0.8025 0.7739
T2 1.47x10 5 2.24x10 5 3.28x10 5 4.53x10 5 5.98x10 5
menghitung nilai konstanta
kinetika (k) berdasarkan persamaan rumus F (x) = - ln (1-x), untuk orde satu n=1: ⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ AR ⎞ ⎛ Ea ⎞ ⎟⎟ - ⎜ ⎜⎜ ⎟ ⎝ ξE a ⎠ ⎝ RT ⎠
a. Pada suhu 110°C. laju pemanasan (ξ1) sebesar 10.94 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 2.7887 ⎞ = ln ⎜ = ln 1.89x10-5 = -10.8726 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 1.47 x10 ⎠
ln ⎜
b. Pada suhu 200°C. laju pemanasan (ξ2) sebesar 5.91 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ = ln 2 ⎟ ⎝ T ⎠
ln ⎜
⎛ 1.6665 ⎞ = ln 7.44x10-6 = -11.8087 ⎜ 5 ⎟ 2 . 24 x 10 ⎝ ⎠
157
c. Pada suhu 300°C. laju pemanasan (ξ3) sebesar 4.86 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 1.2567 ⎞ = ln ⎜ = ln 3.83x10-6 = -12.4723 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 3.28 x10 ⎠
ln ⎜
d. Pada suhu 400°C. laju pemanasan (ξ4) sebesar 4.34 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 0.8025 ⎞ = ln ⎜ = ln 1.77x10-6 = -13.2437 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 4.53 x10 ⎠
ln ⎜
e. Pada suhu 500°C. laju pemanasan (ξ5) sebesar 4,07 K/menit maka
⎛ F ( x) ⎞ ⎛ 0.7739 ⎞ = ln ⎜ = ln 1.29x10-6 = -13.5577 2 ⎟ 5 ⎟ ⎝ T ⎠ ⎝ 5.98 x10 ⎠
ln ⎜
Dari persamaan regresi diperoleh y = 2.067x-16.21, maka diperoleh slope = 2.067= Ea/R, jadi energi aktivasi untuk asam asetat pinus pada model Tsamba adalah 2.067 x 8.314 sebesar 17.19 kJ/mol, sedangkan intersep = -16.21 = ln AR/ξ Ea, maka faktor pre eksponensial (A) = 9.12x.10-8x 7.972 x 17.19 x103/8.314 sebesar 1.50x10-3/menit. Untuk menentukan konstanta kinetika asam asetat pinus, maka diperlukan
ln k = ln
R F ( x) - ln 2 ξEa T
ln k 1 = -10.8726 – (-10.3633) = -0.5093 dan k1 = 0.6009 ln k 2 = -11.8087 – (-9.6504) = -2.1583 dan k2 = 0.1155 ln k 3 = -12.4723 – (-9.5422) = -2.9301 dan k3 = 0.0533 ln k 4 = -13.2437 – (-9.3587) = -3.3885 dan k4 = 0.0205 ln k5 = -13.5577 - (-9.1774) = = -4.3803 dan k5 = 0.0125
158
Lampiran 15. Penentuan suhu optimun untuk asam asetat jati, pinus dan bambu pada kinetika pirolisis model Arrhenius dan Tsamba Suhu pirolisis (° C)
Jati
110 200 300 400 500
ln F(x)/T2 (Model Tsamba)
ln k (Model Arrhenius) -11.1371 -10.3836 -9.8240 -9.4307 -9.1391
Pinus
Bambu
-10.2396 -9.6116 -9.1452 -8.8174 -8.5744
-10.4375 -9.7547 -9.2506 -8.8963 -8.6336
Jati -10.8213 -12.2977 -12.9763 -13.5609 -13.8587
Pinus
Bambu
-10.9386
-10.8726 -11.8087 -12.4723 -13.2437 -13.5577
-11.5698 -12.0583 -12.5527 -12.8446
a. Suhu Optimun Asam Asetat Model Arrhenius
Dari persamaan regresi untuk asam asetat jati model Arrhenius diperoleh y = 1.517x-7.176, bila y = ln k = -9.4307, maka persamaan regresi -9.4307 = -1.517x7.176, sehingga x = 1.4863 atau T =1000/1.4863 = 672.81 K. Maka suhu optimun asam asetat jati Arrhenius = 672.81-273 = 399.81°C. Dari persamaan regresi untuk asam asetat pinus model Arrhenius diperoleh y = 1.264x -6.938 , bila y = ln k = -8.8174, maka persamaan regresi -8.8174 = 1.264x -6.938, sehingga x = 1.4869 atau T =1000/1.4869 = 672.54 K. Maka suhu optimun asam asetat pinus Arrhenius = 672.54-273 = 399.54°C. Dari persamaan regresi untuk asam asetat bambu Arrhenius diperoleh y = -1.369x – 6.861 , bila y = ln k = -8.8963, maka persamaan regresi -8.8963= -1.369x – 6.861, sehingga x = 1.4867 atau T =1000/1.4867 = 672.63 K. Maka suhu optimun asam asetat bambu Arrhenius = 672.63-273 = 399.63°C. b. Suhu Optimun Asam asetat Model Tsamba
Dari persamaan regresi untuk asam asetat jati Tsamba diperoleh y = 2.290x-16.94, bila y = ln F(x)/T2 = -13.5609, maka persamaan regresi -13.5609 = 2.290x-16.94, sehingga x = 1.4756 atau T =1000/1.4756 = 677.69 K. Maka suhu optimun asam asetat jati Tsamba = 6877.69-273 = 404.69°C. Dari persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba diperoleh y = 1.451x14.67, bila y = ln F(x)/T2 = -12.5527, maka persamaan regresi -12.5527 = 1.451 x-14.67, sehingga x = 1.4592 atau T =1000/1.4592 = 685.31 K. Maka suhu optimun asam asetat pinus Tsamba = 685.31-273 = 412.31⁰C Dari persamaan regresi untuk asam asetat pinus Tsamba diperoleh y = 2.067x16.21, bila y = ln F(x)/T2 = -12.7786, maka persamaan regresi -12.7786 = 2.067x16.21, sehingga x = 1.4351 atau T =1000/1.4351 = 696.82 K. Maka suhu optimun asam asetat bambu Tsamba = 696.82-273 = 423.82° C.
159
Lampiran 16. Penentuan Laju reaksi asam asetat
a.
Penentuan Laju reaksi dan konstanta kinetika percobaan Suhu pirolisis (° C)
Waktu pirolisis (menit) Jati
Pinus
Bambu
Jati
Konsentrasi (mol/L) Pinus Bambu 5.2910 5.0169 4.1042 6.1872 3.6585 6.4862 3.6349 7.8032 3.8192 7.7791
5.0987 110 28 35 25 9.3378 200 63 80 63 9.6730 300 100 118 85 9.8066 400 145 155 120 9.7805 500 200 190 165 Untuk menghitung laju reaksi asam asetat jati (mol/L.menit), diperoleh :
⎛ ( As) ⎞ ⎛ (5.0987) ⎞ Laju reaksi asam asetat jati,τ1 = ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ ⎝ t ⎠ ⎝ 28 ⎠
= 0.1821
⎛ ( As) ⎞ ⎛ (5.2910) ⎞ Laju reaks asam asetat pinus,τ1 = ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ = 0.1512 ⎝ t ⎠ ⎝ 35 ⎠ ⎛ ( As) ⎞ ⎛ (5.0169 ⎞ Laju reaksi asam asetat bambu,τ1 = ⎜ ⎟ = ⎜ ⎟ = 0.2007 ⎝ t ⎠ ⎝ 35 ⎠ Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
Laju reaksi Jati 0.1821 0.1482 0.0967 0.0676 0.0489
Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
(mol/l.menit) Pinus 0.1512 0.0513 0.0310 0.0235 0.0201
Bambu 0.2007 0.0982 0.0763 0.0650 0.0472
Konstanta kinetika (menit-1) Jati Pinus Bambu 0.0357 0.0286 0.0400 0.0159 0.0125 0.0159 0.0010 0.0085 0.0118 0.0007 0.0065 0.0083 0.0005 0.0053 0.0061
k Jati 0.0357 0.0159 0.0010 0.0007 0.0005
Pinus 0.0286 0.0125 0.0085 0.0065 0.0053
ln k Bambu 0.0400 0.0159 0.0118 0.0083 0.0061
Jati -3.3926 -4.1414 -4.6052 -4.9762 -5.2983
Pinus -3.5543 -4.3820 -4.7712 -5.0437 -5.2476
Bambu -3.2189 -4.1414 -4.4397 -4.7879 -5.1060
Dari persamaan regresi diperoleh y = 1.462x-7.177, maka diperoleh slope = 1.462= Ea/R, jadi energi aktivasi untuk asam asetat jati pada percobaan adalah 1.462 x 8.314 sebesar 12.16 kJ/mol, sedangkan intersep = -7.177 = ln A, maka faktor pre eksponensial (A) = 7.64x 10-4/menit.
160
Dari persamaan regresi diperoleh y = 1.264x-6.939, maka diperoleh slope = 1.264 = Ea/R, jadi energi aktivasi untuk asam asetat pinus pada percobaan adalah 1.264 x 8.314 sebesar 10.51 kJ/mol, sedangkan intersep = -6.939 = ln A, maka faktor pre eksponensial (A) = 9.69 x 10-4/menit. Dari persamaan regresi diperoleh y = 1.366x – 6.866, maka diperoleh slope = 1.366= Ea/R, jadi energi aktivasi untuk asam asetat bambu pada percobaan adalah 1.366 x 8.314 sebesar 11.36 kJ/mol, sedangkan intersep = -6.866 = ln A, maka faktor pre eksponensial (A) = 1.04 x 10-3/menit. b. Penentuan Laju reaksi asam asetat Model Arrhenius Hubungan antara laju reaksi (τ) terhadap waktu pirolisis pada asam asetat jati Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
ln k Jati -11.1371 -10.3836 -9.8240 -9.4307 -9.1391
Pinus -10.2396 -9.6116 -9.1452 -8.8174 -8.5744
Jati 5.0987 9.3378 9.6730 9.8066 9.7805
Konsentrasi (mol/l) Pinus 5.2910 4.1042 3.6585 3.6349 3.8192
Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
Bambu -10.4375 -9.7547 -9.2506 -8.8963 -8.6336
Bambu 5.0169 6.1872 6.4862 7.8032 7.7791
Jati
1.46x 10-5 3.09x 10-5 5.41x 10-5 8.02x10-5 10.74x10-5
Jati
7.44x 10-5 2.89x 10-4 5.23x 10-4 7.86x10-4 10.50x10-4
k (menit-1) Pinus
3.57x 10-5 6.69x 10-5 10.67x 10-5 14.81x10-5 18.89x10-5
Bambu
2.94x 10-5 5.80x 10-5 9.61x 10-5 13.69x10-5 17.80x10-5
Laju reaksi (mol/l.menit) Pinus Bambu 1.89x 10-4 2.75x 10-4 3.90x 10-4 5.38x10-4 7.21x10-4
1.47x 10-4 3.59x 10-4 6.23x 10-4 10.68x10-4 13.85x10-4
Laju reaksi asam asetat jati,τ1 = = k [As ]1 = 1.46x10-5 x 5.0987 = 7.44x10-5 Laju reaksi asam asetat pinus,τ1 = = k [As ]1= 3.57x10-5 x 5.2910 = 1.89x10-4 Laju reaksi asam asetat bambu,τ1 = = k [As ]1= 2.94x10-5 x 5.0169 = 1.47x10-4
161
c.
Penentuan Laju reaksi asam asetat Model Tsamba Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
ln k Jati -0.4690 -1.1776 -3.4942 -4.2898 -4.7692
Pinus -1.2605 -2.5135 -3.1976 -3.8051 -4.1613
Jati 5.0987 9.3378 9.6730 9.8066 9.7805
Konsentrasi (mol/L) Pinus 5.2910 4.1042 3.6585 3.6349 3.8192
Suhu pirolisis (° C)
110 200 300 400 500
k Bambu -0.5093 -2.1583 -2.9301 -3.3885 -4.3803
Bambu 5.0169 6.1872 6.4862 7.8032 7.7791
Laju reaksi asam asetat jati, τ1 = k [As ]1
Jati 0.6256 0.3080 0.0304 0.0137 0.0085
Jati 3.1897 2.8760 0.2941 0.1344 0.0831
Pinus
Bambu
0.2818 0.0810 0.0409 0.0222 0.0156
0.6009 0.1155 0.0533 0.0205 0.0125
Laju reaksi (mol/L.menit) Pinus Bambu 1.4910 0.3324 0.1496 0.0807 0.0596
= 0.6256x10-5 x 5.0987 = 3.1897
Laju reaksi asam asetat pinus,τ1 = k [As ]1 = 0.2818 x 5.2910 = 1.4910 Laju reaksi asam asetat bambu,τ1 = k [As ]1 = 0.6009 x 5.0169 = 3.0147
3.0147 0.7146 0.3457 0.1599 0.0972
162
Lampiran 17 Sifat Fisik dan Baku Mutu Arang
A. Sifat fisik arang dan standarnya (Brocksiepe 1976) Sifat Fisik Arang Kerapatan Kerapatan total Porositas Permukaan dalam Sifat-sifat kekuatan
Berat bagian terbesar Kandungan air Kandungan karbon Kandungan abu Nilai kalori Zat-zat mudah menguap
Satuan / Standar 0.45 g/cm3 (beech) 1.38-1.46 g/cm 70 % 50 cm3/g Kekuatan pemanfaatan II : 26 N/mm2 I : 6 N/mm2. rad I : 2 N/mm2. tang 980-220 kg/m2 5-8 % 80 -90 % 1-2 % 29-33 MJ/kg 10-18 %
B. Baku mutu arang kayu (SNI-01-1682-1996) Karakteristik Kadar air Kadar zat terbang Kadar abu Kadar karbon Benda asing Tertahan ayakan berlobang 6.35 cm Lolos ayakan berlobang 3.18 cm
Satuan % b/b % b/b % b/b % b/b % b/b % b/b % b/b
Persyaratan maks. 6 maks. 30 maks. 4 min. 60 maks. 1 min 90 maks 2
163
Lampiran 18. Alat GC-MS dan Kondisi serta Spesifikasinya
A. Kondisi GC –MS dan Spesifikasinya Kondisi GC
Spesifikasi dan program pengaturan
Kolom
Kolom BB5 MS dengan panjang 30 meter. diamater dalam 0.25 mm. tebal film 0.25 μm Helium. tekanan 40-45 Kpa MS (mass spectrometer) 125° C/150° C
Gas pembawa Detektor Suhu Interface/injektor Teknik injeksi Waktu sampling Program suhu -suhu awal -suhu akhir Kondisi MS Energi ionisasi Waktu (Interval) Resolusi B.
Split /splitless 0.5 menit 60 °C. ditahan selama 2 menit. tiap menit naik 10° C sampai 200° C Spesifikasi dan program pengaturan 1.20 kV (33-400) 1.6-56.0 menit (0.5 detik) 1000
Instrumen GC-MS
Spektrofotometer GC-MS merk QP 5050 A Shimadzu
164
Lampiran 19. Mencari perubahan Entalpi (ΔH°) dan Entropi (ΔS°) dalam Termodinamika Kimia. A. Perubahan entalpi dan entropi jati dalam Asap cair dan Arang
Dimana Ea = kJ/K.mol, maka perubahan entalpi (ΔH0 ) = Ea –RT. ⎡ kh ΔH °O ° ⎤ + Rumus perubahan entropi (ΔS°) = R ⎢ln ⎥ (Bangash et al. 2007), RT ⎦ ⎣ k BT dimana kb = konstanta Bottzman (1,3806 x10-23 J/K) R = tetapan gas (8,314 J/K mol) h = tetapan planck (6,626 x10-34 J.s) Mencari entropi Jati Model Tsamba dalam termodinamika kimia T
k
kh
kb.T
kh/(kb.T)
ln((kh/kb.T))
383
0.6256
6.91x10-36
5.29x10-21
1.31x10-15
-34.2721
473
0.3080
3.40x10-36
6.53x10-21
5.21x10-16
-35.1913
573
0.0304
3.36x10-37
7.91x10-21
4.24x10-17
-37.6987
673
0.0137
1.51x10-37
9.29x10-21
1.63x10-17
-38.6565
773
0.0085
9.38x10-38
10.67x10-21
8.79x10-18
-39.2723
ln((kh/kb.T))+ ∆H/RT
∆S
4.9794
-29.2927
-243.54
3932.52
3.8417
-31.3496
-260.64
14 276.08
4763.92
2.9967
-34.7020
-288.51
673
13 444.68
5595.32
2.4028
-36.2537
-301.41
773
12 618.28
6426.72
1.9626
-37.3097
-310.19
T
∆H
RT
∆H/RT
383
15 855.74
3184.26
473
15 107.48
573
165
B. Perubahan Entropi Pinus dalam Asap cair dan Arang
Dimana Ea = KJ/K.mol, maka perubahan entalpi (ΔH0 ) = Ea –RT. ⎡ kh ΔH °O ° ⎤ + Rumus perubahan entropi (ΔSθ) =R ⎢ln ⎥ ( Bangash et al. 2007), RT ⎦ ⎣ k BT dimana kb = konstanta Bottzman (1,3806 x10-23 J/K) R = tetapan gas (8,314 J/K mol) h = tetapan planck (6,626 x10-34 J.s) Mencari entropi pinus Model Tsamba dalam Termodinamika kimia T
k
kh
kb.T
kh/(kb.T)
ln((kh/kb.T))
383
0.2818
3.11x10-36
5.29x10-21
5.88x10-16
-35.0697
473
0.0810
8.94x10-37
6.53x10-21
1.37x10-16
-36.5270
573
0.0409
4.52x10-37
7.91x10-21
5.71x10-17
-37.4020
673
0.0222
2.45x10-37
9.29x10-21
2.64x10-17
-38.1739
773
0.0156
1.72x10-37
10.67x10-21
1.61x10-17
-38.6652
T
∆H°
/RT
∆H°/RT
383
8 875.74
3 184.26
2.7874
473
8 127.48
3 932.52
2.0667
573
7.296.08
4 763.92
1.5315
673
6 464.68
5 595.32
1.1554
773
5 633.28
6 426.72
0.8765
ln((kh/kb.T))+ ∆H°/RT
∆S°
-32.2823
-268.40
-34.4603
-286.50
-35.8705
-298.23
-37.0185
-307.77
-37.7887
-314.18
166
C.Perubahan Entropi Bambu dalam Asap cair dan Arang
Dimana Ea = KJ/K.mol, maka perubahan entalpi (ΔH0 ) = Ea –RT. ⎡ kh ΔH °O ° ⎤ + Rumus perubahan entropi (ΔSθ) = R ⎢ln ⎥ (Bangash et al. 2007), RT ⎦ ⎣ k BT dimana kb = konstanta Bottzman (1,3806 x10-23 J/K) R = tetapan gas (8,314 J/K mol) h = tetapan planck (6,626 x10-34 J.s) Mencari Entropi bambu Model Tsamba dalam Termodinamika pirolisis T
k
kh
kb.T
kh/(kb.T)
ln((kh/kb.T))
383
0.6009
6.63x10-36
5.29x10-21
1.25x10-15
-34.3123
473
0.1155
1.28x10-36
6.53x10-21
1.96x10-16
-36.1721
573
0.0533
5.88x10-37
7.91x10-21
7.44x10-17
-37.1372
673
0.0205
2.26x10-37
9.29x10-21
2.44x10-17
-38.2535
773
0.0125
1.38x10-37
10.67x10-21
1.29x10-17
-38.8867
ln((kh/kb.T))+ ∆H°/RT
∆S°
4.3984
-29.9139
-248.70
3 932.52
3.3712
-32.8009
-272.71
12 426.08
4 763.92
2.6084
-34.5288
-297.07
673
11 594.68
5 595.32
2.0722
-36.1813
-300.81
773
10 763.28
6 426.72
1.6748
-37.2119
-309.38
T
∆H°
RT
∆H °/RT
383
14 005.74
3 184.26
473
13 257.48
573
167
Lampiran 20. Perubahan energi bebas Gibbs (ΔG°) Termodinamika Kimia A. Perubahan Energi bebas Gibbs dalam Asap cair dan Arang Jati Mencari energi bebas Gibbs Jati Tsamba dalam termodinamika kimia T (K) 383 473 573 673 773
∆H° (J/mol) 15 855.74 15 107.48 14 276.08 13 444.68 12 618.28
∆S° (J/K.mol) -243.54 -260.64 -288.51 -301.41 -310.19
T∆S ° (J/mol)
∆ G° (kJ/mol)
9 3275.82
109.13
12 3282.72
138.39
16 5316.23
178.59
20 2848.93
216.29
23 9776.87
252.39
B. Perubahan energi bebas Gibbs dalam Asap cair dan Arang Pinus Mencari energi bebas Gibbs Pinus Tsamba dalam Termodinamika kimia T (K)
∆H° (J/mol)
383
8 875.74
473
8 127.48
573
7.296.08
673
6 464.68
773
5 633.28
∆S° (J/K.mol) -268.40 -286.50 -298.23 -307.77 -314.18
T∆S° (J/mol)
∆ G° (kJ/mol)
-102 797.2
111.67
-135 514.5
143.64
-170 885.79
178.18
-207 129.21
213.59
-242 861.14
248.49
C. Perubahan energi bebas Gibbs dalam Asap cair dan Arang Bambu Mencari energi bebas Gibbs bambu Tsamba dalam Termodinamika kimia T (K)
∆H° (J/mol)
383
14 005.74
473
13 257.48
573
12 426.08
673 773
11 594.68 10 763.28
∆S° (J/K.mol) -334.87 -353.42 -366.39 -378.61 -385.69
T∆S° (J/mol)
∆ G° (kJ/mol)
-95 252.1
109.26
-128 991.83
142.25
-164 491.11
176.92
-202 445.13
214.04
-239 150.74
249.91
xxiii