Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
PERSYARATAN LINGKUNGAN HUNIAN SEHAT Suparto Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] Abstrak Wilayah yang stretagis merupakan pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang dicirikan oleh batasan administratif yang di atur dalam peraturan perundangan serta didominasi oleh kegiatan produktif bukan pertanian. Disamping itu, wilayah tertentu yang strategis memiliki peran dan fungsi sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya, bahkan memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk tinggal di dalamnya. UU RI Nomor 1/2011 menyatakan bahwa permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan. Adapun ciri-ciri hunian yang sehat di antaranya: (1) sarana dan prasarana sanitasi ada dan terawatt, (2) adanya ventilasi udara yang cukup untuk pertukaran udara sehat, (3) bangunan yang teratur. Kemudian ciri-ciri lainya, fungsi bangunan sebagai hunian, bukan berfungsi yang lain. Ciri-ciri pemukiman sehat yang terkahir adalah ada peng-hijauan. Rumah sehat adalah kondisi fisik , kimia, biologi, didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat, maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: (1) sirkulasi udara yang baik, (2) penerangan yang cukup, (3) air bersih terpenuhi, (4) pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran, (5) bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lengkap serta tidak terpengaruh pen-cemaran seperti bau, rembesan air kotor, maupun udara kotor. Kata Kunci : Hunian sehat.
I. PENDAHULUAN Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun di dalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar, namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak di huni. Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat, maka diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: (1) sirkulasi udara yang baik, (2) penerangan yang cukup, (3) air bersih terpenuhi, (4) pembuangan air limbah di atur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran, dan (5) bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti: bau, rembesan air kotor maupun udara kotor (Tim, 1995).
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
87
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Permasalahan permukiman sejak lama menjadi perhatian dunia internasional karena memiliki dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan pertumbuhan perkotaan. Dalam KTT Millenium-PBB yang dilaksanakan bulan september 2000, tujuan pembangunan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDG), salah satu target MDG adalah meningkatkan kualitas kehidupan 100 juta masyarakat di permukiman kumuh pada tahun 2020. Sebagai upaya untuk mencapai target MDG tersebut, Wakil Presiden RI telah mencanangkan “Gerakan Nasional Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh” pada peringatan hari Habitat di Surabaya tanggal 27 oktober 2001 (Depertemen PU, 2006). Dinas Prasarana Jalan dan Tata Ruang Permukiman Jawa Tengah
mencatat
permukiman kategori kumuh mencapai 50 hektare, umumnya permukiman nelayan yang berada di kawasan pesisir pantai telah mengalami kecenderungan penurunan kualitas lingkungan permukiman kumuh diperkotaan, indikasi ini terlihat dari kondisi lingkungan rumah yang terbuat dari papan berdempetan, tidak memiliki MCK maupun sumber air bersih yang sesuai dengan standar kesehatan. Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Seperti yang dikemukakan oleh WHO bahwa perumahan yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan
tingginya kejadian penyakit dalam
masyarakat. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar, namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah sehat dan layak di huni. Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi di dalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
II. PEMBAHASAN Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi/ kebiasaan, suku, geografi, dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan perumahan/ pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut, antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental, kesejahteraan sosial bagi individu dan keluarganya. 2.1. Syarat Hunian Sehat Masalah perumahan telah di atur dalam Undang-Undang
No. 4/1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman, pada Pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa: “Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dan lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur”. Adapun persyaratan MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
88
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
kesehatan
rumah
tinggal
menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor:
829/Menkes/SK/VII/1999 dapat di lihat dari 10 aspek, yaitu: (1) bahan bangunan, (2) komponen dan penataan ruang, (3) pencahayaan, (4) kualitas udara, (5) ventilasi, (6) binatang penular penyakit, (7) air, (8) tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene, (9) limbah, dan (10) kepadatan hunian ruang tidur, selengkapnya diuraikan seperti berikut ini. 1.
Bahan bangunan 1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut : (1) Debu Total tidak lebih dari 150 µg m 3; (2) Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m 3/4jam; (3) Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg. 2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan ber-kembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruang rumah Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut: 1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan; 2) Dinding; (1) Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara; (2) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan; 3) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan; 4) Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir; 5) Ruang di dalam rumah harus di tata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak; dan 6) Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan. 4. Kualitas udara Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut: 1) Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C; 2) Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%; 3) Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam; MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
89
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
4) Pertukaran udara; 5) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8 jam; dan 6) Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m 3. 5. Ventilasi Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai. 6. Binatang penular penyakit Tidak ada tikus bersarang di rumah. 7. Air 1) Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang 2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan hygiene. 9. Limbah 1) Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah; dan 2) Limbah padat harus di kelola agar tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan air tanah. 10. Kepadatan hunian ruang tidur Luas ruang tidur minimal 8m 2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun. Selain persyaratan yang telah dikemukakan di atas, hal yang tidak dapat diabaikan adalah, rumah yang sehat harus mempunyai fasititas-fasilitas sebagai berikut: 1. Penyediaan air bersih yang cukup; 2. Pembuangan tinja; 3. Pembuangan air limbah; 4. Pembuangan sampah; 5. Fasilitas dapur; 6. Ruang berkumpul keluarga; 7. Gudang tempat penyimpanan, biasanya merupakan bagian dari rumah ataupun bangunan tersendiri; 8. Kandang ternak, ini daerah pedesaan sebaiknya kandang ternak terpisah dari rumah dan jangan di simpan di bawah kolom rumah atau pun di pekarangan. Apabila dikaji lebih mendalam, sudah sewajarnya jika seluruh lapisan masyarakat menempati rumah yang sehat dan layak huni. Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
90
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
tinggal dan berlindung dari panas cuaca dan hujan, tetapi rumah juga harus mempunyai fungsi sebagai: 1) Mencegah terjadinya penyakit; 2) Mencegah terjadinya kecelakaan; 3) Aman dan nyaman bagi penghuninya; dan 4) Penurunan ketegangan jiwa dan sosial. 2.2. Hubungan Hunian dengan Kesehatan Perumahan yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki kesehatan. Di Indonesia terutama di pedesaan, soal perumahan masih belum memenuhi syarat perumahan sehat, tetapi di kota- kota besar, hal ini sudah ada kemajuan yang cukup menggembirakan, walau di berbagai tempat masih terdapat pula perumahan yang sama sekali tidak memenuhi syarat yang lazimnya disebut slum (gubuggubug). Pada umumnya di kota-kota besar terdapat masalah-masalah perumahan yang sulit dipecah-kan yaitu: 1. Kepadatan penghuni (Overcrowding) Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang berkembang lebih pesat dari pada jumlah rumah maka
kebanyakan orang atau keluarga, sehingga terpaksa harus
tinggal bersama-sama dalam satu rumah dengan lain-lain keluarga (3 atau 4 keluarga dalam satu rumah). 2. Perumahan liar (Wild occupancy) Terjadinya rumah-rumah liar ini menimbulkan aspek yang sangat merugikan, baik dari segi keindahan kota, maupun dari segi timbulnya penyakit menular, sebab pada umumnya rumah-rumah liar ini dibuat sembarangan saja, tidak mempunyai kakus, dapur khusus, kamar mandi, serta pem-buangan air kotor dan pembuangan sampahnya tidak teratur. Hal ini yang menyebabkan daerah perumahan liar menjadi sumber penyakit, sehingga jelas bahwa perumahan ada hubungannya dengan kesehatan. 2.3. Dampak Hunian Kurang Sehat Perumahan dan hunian yang kurang sehat dapat mengakibatkan berbagai dampak, di antaranya adalah: 1. Dari segi pemerintahan Pemerintah di anggap dan di pandang tidak cakap serta tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
91
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
2. Dari segi sosial Sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan
ekonomi
menengah
ke
bawah
di
anggap
sebagai
sumber
ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya; kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour). Wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan; terjadinya bencana baik banjir, kebakaran; dan ari segi kesehatan banyak penyakit yang ditimbulkan akibat pola hidup yang tidak sehat. 3. Dari segi lingkungan Lingkungan kotor, semrawut, bau dan becek karena tidak tersedianya sarana dan utilitas, selain itu berkurangnya tempat resapan air atau ruang terbuka hijau akibat pembangunan permukiman pada ruang yang ilegal. Suatu wilayah
yang strategis memiliki peran dan fungsi sebagai pusat
pemerintahan, pendidikan, perdagangan, pariwisata dan sebagainya, bahkan memiliki daya tarik bagi kaum urbanis untuk tinggal di dalamnya. Dalam pemanfaatan tata ruang harus dirancang dengan sebaik mempertimbangkan aspek-aspek keteraturan, terutama dalam mengatasi pemukiman yang kurang sehat dan
marak terjadi pada daerah
sepanjang pesisir pantai, yang rata-rata di huni oleh pekerja sektor informal seperti para nelayan, buruh, pedagang asongan dan lain-lain. Akibat pembangunan permukiman yang tidak teratur serta tidak dilengkapi dengan sarana dan utilitas umum yang menyebabkan kesemrawutan. Dampak permukiman kumuh dengan pola masyarakat yang tidak sehat dan ketidakteraturan bangunan menimbulkan berbagai masalah.
2.4. Perbedaan Corak Hunian Ada perbedaan corak, bentuk atau keadaan perumahan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain, hal ini umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni: 1. Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan yang menyangkut tata guna lahan, program perumahan yang dimiliki dan lain sebagainya; 2. Status sosial ekonomi masyarakat, ditandai dengan pendapatan masyarakat, tersedianya bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan
dan atau dibeli dan lain
sebagainya. Jelas bahwa suatu masyarakat yang lebih makmur, secara relatif akan mempunyai perumahan yang lebih baik, dibandingkan dengan masyarakat yang miskin; MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
92
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
3. Faktor lingkungan tempat masyarakat itu berada, baik lingkunagn fisik, biologis ataupun sosial. Suatu daerah dengan lingkungan fisik berupa pegunungan, tentu saja perumahannya berbeda dengan perumahan di daerah pantai, demikian pula perumahan di daerah beriklim panas berbeda dengan perumahan di daerah beriklim dingin. Selanjutnya masyarakat yang tinggal di daerah lingkungan biologis yang banyak hewan buasnya tentu saja memiliki bentuk rumah yang lebih terlindung dibanding dengan perumahan yang terletak di lingkungan biologis yang tidak ada hewan buasnya. Demikian pula lingkungan sosial, seperti adat istiadat, kepercayaan dan lain sebagainya banyak memberikan pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan masyarakat; 4. Kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama pembangunan. Dalam hal ini telah sama bahwa masyarakat yang telah maju teknologinya mampu membangun perumahan yang lebih komplek dibandingkan dengan masyakat yang masih sederhana; dan 5. Kebudayaan, di Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan beraneka ragam kebudayaan, sehingga corak model rumah dari tiap daerah berbeda sesuai dengan adat-istiadatnya.
III. PENUTUP Rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat beristrahat dan berlindung, tetapi juga sebagai sarana untuk memperbaiki kesehatan.
Oleh sebab itu Winslow
mensyaratkan rumah yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, yaitu harus: (1) memenuhi kebutuhan fisiologis, (2) memenuhi kebutuhan psikologis, (3) dapat menghindarkan dari kecelakaan, dan (4) dapat menghindarkan terjadinya penyakit. Rumah yang memenuhi syarat kesehatan disebut rumah sehat. Rumah sehat tidak harus mahal dan mewah, tetapi yang disebut rumah sehat adalah rumah yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Oleh karena itu, rumah yang sederhana jika memenuhi syarat-syarat kesehatan juga dapat dikatakan sebagai rumah sehat. DAFTAR ISI
Entjang. Indan, 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: Citra Aditya Bakti. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Menkes SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Lubis, 1989,
Pandapatan: Perumahan Sehat. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan,
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
93
Vol : XXII, No : 1, MEI 2015
Mukono, HJ., 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Air-langga Press Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1991, Dasar-dasar Kesehatan Ling-kungan untuk SPK, Jakarta: Depkes RI. Tim, 1995, Petunjuk tentang Perumahan dan Lingkungan serta Penggunaan Kartu Rumah, Jakarta: Ditjen P2MPLM
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
94