PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI
TESIS
Oleh
SRI HADININGRUM 017005035/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI
TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH :
SRI HADININGRUM 017005035/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL TESIS
: PERSEPSI
PENGUSAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI
NAMA MAHASISWA : SRI HADININGRUM NOMOR POKOK : 017005035 PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM
MENYETUJUI, KOMISI PEMBIMBING
Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH. Ketua
Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Anggota
Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH. NIP.131 670 455
Syafruddin S., Hasibuan, SH, MH Anggota
Direktur
Prof. Dr.T.Chairun Nisa B, Msc NIP. 130 535 852
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
Tanggal lulus : 20 Agustus 2007
Telah diuji pada Tanggal 20 Agustus 2007
PANITIA UJIAN TESIS KETUA
: 1. Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH
ANGGOTA
: 2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum 3. Syafruddin S., Hasibuan, SH, MH 4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum. 5. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
PERCEPTION OF FURNITURE BUSINESSMAN IN CITY OF MEDAN TO THE ESSENTIAL OF INDUSTRIAL DESIGN PROTECTION Sri Hadiningrum * Bismar Nasution ** Runtung ** Syafruddin S. Hasibuan **
ABSTRACT As the promulgation of Law Number 31 of 2000 regarding Industrial Design, the industrial design start getting attention, although until recently Indonesia still seeking for better form to regulate and protection of industrial design. The weakness on the protection of industrial design in Indonesia gave big oppurtunity to foreign party for committing piracy to Indonesian Intellectual Property Rights. Therefore, it was needed a sufficient legal protection to avoid vatious forms of infringe,emt to upon industrial design right, particularly to furniture businessan in Medan City, in order to generate spirit to create, develop competitiveness and economic value, both in domestic and international market. This research is aimed to know on how is the perception of furniture businessman on industrial design protection , what are the factors that influencing furniture businessman perception in industrial design protection and what is government effort in providing legal protection for industrial design in relation with development of industrial sector and economy. This research having descriptive analytical character by using empiric juridical approach method. Population of this research are 55 businessmen and sample was taken by purposive sampling, which are 20 businessmen and additional information from informan from Legal Section of Regional Office of Law and Human Rights of North Sumatra, Businessmen Organization of Asmelindo, Intellectual Property Rights Law experts and Chief of Medan District and Commercial Court. Result of this research shown that furniture businessman in Medan City having opinion thet industrial design protection is not sufficient. Prevailing legal regulations still could not protect industrial design created by designers. Factors which casuing the furniture Designer/Businessman not to register their industrial design in Medan City are: (a) not understanding on the essentil of registration, where and how registration should be submitted; (b) fee for registration is relatively expensive and government bureaucracy is complicated and take quite long time; (c) crated design was immitation from magazines or consumer order and also hesitation among the businessmen to prohibit to immitate its design; (d) matters on the essential of Intellectual Property Rights still not popular amongst the community. Efforts that should be made by government for sake of businessman are to provide sufficient legal protection for industrial design in order to stimulate designer creative activity in creating new design. Therefore, for that reason, it is suggested that it should be all community and state apparatus participation to cooperate in executing supervision in industrial design. Government have to make regulations that firmly regulate all infringement (piracy or immitating). Legal enforcement officer should make investigation and process pursuant to prevailing law and award weight sentence to the infringer. Keyword: - protection - industrial design * Student of Law Science Magisterial – Postgraduate School of University of Sumatera Utara ** Lecturer at Law Science Magisterial – Postgraduate School of University of Sumatera Utara
i Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI Sri Hadiningrum * Bismar Nasution ** Runtung ** Syafruddin S. Hasibuan **
INTISARI Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, maka desain industri mulai mendapat perhatian, meskipun hingga kini Indonesia masih mencari bentuk pengaturan dan perlindungan desain industri yang lebih baik. Lemahnya perlindungan terhadap desain industri di Indoesia membuka peluang besar bagi pihak asing untuk melakukan pembajakan HaKI milik Indonesia. Untuk itulah diperlukan suatu perlindungan hukum yang memadai guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran atas hak desain industri khususnya terhadap pengusaha furniture di kota Medan, agar dapat menumbuhkan semangat berkarya untuk meningkatkan daya saing dan nilai ekonomis baik di pasar domestik maupun Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman pelaku usaha furniture tentang perlindungan desain industri, faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi pengusaha furniture dalam perlindungan desain industri dan upaya pemerintah dalam mem- berikan perlindungan hukum desain industri dikaitkan dengan kemajuan sektor perindus trian dan perekonomian. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan juridis empiris. Populasi penelitian berjumlah 55 Pengusaha dan pengambilan sampel dilakukan secara purporsive sampling yaitu sebanyak 20 pengusaha serta tambahan informasi dari nara sumber yang terdiri dari Kabag Hukum Kanwil Hukum & HAM Sumut, Organisasi Pengusaha Asmelindo, Ahli Hukum HaKI, dan Ketua PN & Niaga Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusaha furniture di kota Medan berpendapat perlindungan desain industri belum memadai. Peraturan PerundangUndangan yang ada belum bisa melindungi desain industri yang diciptakan oleh pendesain. Faktor-faktor yang menyebabkan Pendesain/Pengusaha Furniture tidak mendaftarkan desain industrinya di kota Medan adalah: (a) ketidaktahuan pentingnya pendaftaran, kemana dan bagaimana proses pendaftaran diajukan; (b) biaya pendaftrran desain relatif mahal serta birokrasi pemerintah yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang cukup panjang/lama; (c) desain yang dibuat merupakan tiruan dari majalah atau pesanan konsumen dan juga ada rasa sungkan terhadap sesama pengusaha melarang untuk meniru desainnya; (d) masalah pentingnya HaKI ini belum populer di kalangan masyarakat. Adapun upaya yang harus dilakukan pemerintah bagi para pengusaha adalah memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri agar merangsang aktifitas kreatif pendesain untuk menciptakan desain baru. Untuk itu disarankan agar adanya peran serta seluruh masyarakat dan aparatur negara untuk bekerja sama dalam melakukan pengawasan atas desain industri. Pemerintah harus membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas setiap pelanggaran (pembajakan atau penjiplakan). Kepada penegak hukum agar melakukan penyidikan dan proses sesuai dengan hukum yang berlaku serta menjatuhkan putusan yang berat kepada pelanggar. Kata Kunci:
- perlindungan dan desain industri
* Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ** Dosen Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
ii Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Syukur Allhamdulillah ke Hadirat Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, membukakan hati dan pikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan di Magister Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Bisnis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan baik dan dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “ Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri” Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian studi di Magister Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Bisnis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis telah banyak memperoleh dorongan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof.Dr. Bismar Nasution, SH, MH, Bapak Prof.Dr. Runtung, SH, M.Hum. dan Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah membantu memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. 2. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M.Hum. dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH. CN, M.Hum. yang telah memberikan masukan demi memperkaya penulisan tesis ini.
iii
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur Sekolah Pascasarjana Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc. Dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Bapak Prof.Dr. Bismar Nasution, SH, MH., serta para Guru Besar dan Staff Pengajar Program Studi Ilmu Hukum yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis. 4. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara, Kepala Bagian Hukum Kanwil Dep.Hum HAM Sumatera Utara Bapak Bindu Tagor Naibaho, SH, M.Hum. Kepala Kantor Dinas Perindustrian Kota Medan beserta staff, Ketua Organisasi Pengusaha ASMELINDO dan para pengusaha furniture yang menjadi responden penulis, Bapak Ketua Pengadilan Negeri dan Niaga Medan dan tak lupa kepada Bapak O.K. Saidin, SH, M.Hum. yang telah membantu memberikan kesempatan dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung penulisan tesis ini. 5. Para staff Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum yang telah membantu dalam mengurus administrasi selama ini. 6. Para pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu. Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak keluarga yang sangat membantu dan mendukung penulis sampai selesainya tesis ini. Semoga segala bantuan dan dukungan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
iv Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. Medan,
Juli 2007
Penulis
( SRI HADININGRUM)
v
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sri Hadiningrum
Tempat /tanggal lahir : Padang Sidempuan, 13 September 1967 Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Instansi
: Fakultas Ilmu Sosial Jurusan PPKn - Universitas Negeri Medan
Pendidikan
: SD. Harapan II Medan ( Lulus Tahun 1980) SMP Harapan I Medan (Lulus Tahun 1983) SMA Neg. I Medan (Lulus Tahun 1986) Fakultas Hukum USU Medan (Lulus Tahun 1992) Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU Medan (Lulus Tahun 2007)
vi Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI ABSTRACT.............................................................................................
i
INTISARI ................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.............................................................................
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...............................................................
vi
DAFTAR ISI............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL....................................................................................
x
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................
1
1. Latar Belakang...........................................................................
1
2. Perumusan Masalah...................................................................
8
3. Tujuan Penelitian.......................................................................
9
4. Manfaat Penelitian.....................................................................
9
5. Keaslian Penelitian.....................................................................
10
6. Kerangka Teori dan Konsepsi...................................................
11
a. Pengertian HaKI...............................................................
16
7. Metode Penelitian......................................................................
21
a. Sifat Penelitian..................................................................
22
b. Lokasi, Populasi dan Sampel...........................................
22 c.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data ...............................
23
d. Analisa Data....................................................................
24
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI...........
26
1. Objek HaKI...............................................................................
26
2. Desain Industri sebagai salah satu HaKI...................................
28
vii Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
3. Pengaturan Internasional di Bidang Desain Industri dan Implikasinya terhadap Pengaturan Desain Industri di Indonesia... 31 a. Konvensi Paris .................................................................
34
b. Konvensi Berne................................................................
37
c. Persetujuan Hague............................................................
39
4. Ruang Lingkup Desain Industi .................................................... a. Pengertian Desain Industri................................................
43 43
b. Persepsi, Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi...................................................................
51
c. Subjek Desain Industri.......................................................
55
d. Lingkup Hak Desain Industri.............................................
57
e. Klasifikasi Desain Industri Berdasarkan Lacarno Agreement..62 f. Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri........................... 65 BAB III PERSEPSI PENDESAIN/PELAKU USAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI.............................. 69 1. Gambaran Umum Kota Medan..................................................
69
2. Hasil Penelitian ..........................................................................
73
a. Identitas Responden................................................................... 73 b. Persepsi Pelaku Usaha Furniture Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Desaian Industri di Kota Medan....................... 76
viii Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB IV FAKTOR– FAKTOR
YANG MENYEBABKAN PENDESAIN/
PENGUSAHA FURNITURE TIDAK MENDAFTARKAN DESAIN INDUSTRINYA ...........................................................................
85
1. Pentingnya Perlindungan Hukum Desain Industri ........................
85
2. Beberapa Faktor Penyebab Pendesain/Pengusaha
Furniture tidak
Mendaftarkan Desain Industrinya .................................................
89
3. Keterkaitan Perlindungan Hukum Desain Industri dengan Kemajuan Sektor Perindustrian dan Perekonomian Indonesia .........................
97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................
105
1. Kesimpulan.....................................................................................
105
2. Saran...............................................................................................
106
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
108
LAMPIRAN
ix Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001 – 2005......................................................
70
Tabel 2.
Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan...............................
73
Tabel 3.
Distribusi Responden Menurut Usia........................................
73
Tabel 4.
Distribusi Responden Menurut Lama Usaha...........................
74
Tabel 5.
Distribusi Responden Menurut Kapasitas Produksi Potensial (Perbulan)..................................................................................
74
Tabel 6.
Distribusi Responden Menurut Besarnya Investasi (Rupiah) ....
75
Tabel 7.
Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja...............
75
Tabel 8.
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pentingnya Penerapan Perlindungan Desain Industri Terhadap Usaha Furniture..........
Tabel 9.
76
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Manfaat Perlindungan Desain
Industri
Terhadap Perkembangan
Industri Usaha
Furniture..................................................................................... Tabel 10.
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya
77
Perbedaan
Khusus Antara Produk Antar Pengusaha Furniture.................... Tabel 11.
77
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Pendaftaran Desain Industri Pengusaha
Furniture di Dirjen HaKI atau
Departemen Kehakinan............................................................. Tabel 12.
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Pengusaha Furniture Terhadap Peraturan Perundang-undangan.................
Tabel 13.
78
79
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Pemegang Hak Milik Hak Monopoli Terhadap Desain Tersebut...............
Tabel 14.
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Peluang Untuk Melakukan Pembajakan Terhadap Desain Industri Tertentu....
Tabel 15.
80
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Himbauan Pemerintah Untuk Melakukan Pendaftaran Desain Industri......
Tabel 16.
80
81
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Tentang
x Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
Akibat Kelalaian Tidak Melakukan Pendaftara Desain Industri.. Tabel 17.
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penemuan Persamaan
Desain
Dengan Desain Pengusaha
Adanya Furniture
Lainnya...................................................................................... Tabel 18.
83
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlindungan Desain Industri akan Meningkatkan Penghasilan Pengusaha Furniture..
Tabel 21.
82
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlindungan Desain Industri Dapat Menanggulangi Teradinya Pelanggaran............
Tabel 20.
82
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pemehaman Terhadap Fungsi Atau Makna Dari Peraturan Perundang-undangan.........
Tabel 19.
81
83
Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlunya Diadakan Pengawasan Secara Periodik Oleh Pemerintah.........................
84
xi Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap Desain Industri akan mempercepat pembangunan industri nasional. Dalam kaitan dengan globalisasi perdagangan, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994. Ratifikasi atas Persetujuan-persetujuan tersebut mendukung ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 dan keikutsertaan Indonesia dalam The Haque Agreement (London Act) Concerning The International Deposit of Industrial Designs. 1
1 Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Paten, Merek, Hak Cipta (Jakarta: dihimpun oleh Tim Redaksi Tatanusa, 2002), hal. 21.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. 1 USU e-Repository © 2008
2
Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia, daya cipta atau daya kreasi. Jika desain industri itu semula diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambaran/grafik, satu dimensi yang dapat diklaim sebagai hak cipta, maka pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang melahirkan produk materil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri. 2 Pemikiran perlunya perlindungan terhadap sesuatu hal yang berasal dari kreativitas manusia, yang diperoleh melalui ide-ide manusia, sebenarnya telah ada sejak lahirnya revolusi industri di Perancis pada abad ke-19. Perlindungan atas hak kebendaan yang diatur dalam hukum perdata yang berlaku saat itu dianggap tidak
memadai,
terlebih
lagi
dengan
maraknya
kegiatan
perdagangan
internasional. Hal itulah yang kemudian melahirkan konsep perlunya suatu ketentuan yang bersifat internasional yang dapat melindungi kreativitas manusia tersebut. 3 Keberadaan HaKI dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HaKI merupakan sesuatu yang penting dalam sebuah masyarakat industrial atau yang sedang mengarah ke sana. 2
Dalam perundang-undangan Indonesia rumusan desain industri semula dijumpai dalam UU. No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Istilah yang dijumpai dalam UU tersebut adalah “desain produk industri”. Sedangkan istilah “industrial design” sering digunakan oleh masyarakat Eropa dan Jepang, lebih lanjut lihat Suyud Margono, Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: Penerbit CV Novindo Pustaka Mandiri, 2002), hal. 31. 3 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Rahasia Dagang, (Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 17.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
3
Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HaKI. HaKI atau Intellectual Property Rights menjadi bagian penting bagi dunia usaha sebagai identitas yang memiliki nilai ekonomi strategis dan signifikan, baik bisnis nasional maupun transnasional. Namun perlindungannya sering kali terabaikan karena tidak ada kesadaran para pengusaha dan pemerintah. Di samping itu, penghargaan masyarakat Indonesia terhadap HaKI, khususnya bidang desain industri, masih sangat rendah. Sebagai contoh banyak hasil penelitian perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian atau kreasi dari pendesain yang tidak dikembangkan lebih jauh karena tidak adanya dukungan dari kalangan industri. Sebaliknya, ada kemauan dari kalangan industri tertentu untuk mengembangkan kreativitas dari putra/putri Indonesia tetapi karya yang diharapkan malah tidak didapatkan sehingga pihak industri tersebut tetap bergantung kepada hasil karya bangsa asing. Keikutsertaan Organization)
yang
Indonesia
sebagai
ditindaklanjuti
anggota
dengan
WTO
(World
penandatanganan
Trade
Perjanjian
Multilateral GATT (General Agreement on Tariff and Trade) Putaran Uruguay 1994 serta meratifikasinya dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, mengakibatkan Indonesia harus menyesuaikan segala peraturan perundangannya dengan ketentuan dalam GATT. Salah satu lampiran dari persetujuan GATT tersebut adalah TRIPs (Trade Related of Intellectual Property Rights) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Persetujuan tentang Aspek-
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
4
Aspek Dagang Hak Kepemilikan Intelektual, yang dimulai sejak tahun 1997 dan diperbaharui kemudian pada tahun 2000 dan 2001. 4 Sebagai konsekuensi dari ratifikasi GATT dan konvensi-konvensi internasional di bidang HaKI, Indonesia juga harus menyesuaikan ketentuanketentuan yang diharuskan yaitu Undang-Undang tentang Hak Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Istilah hak cipta, paten dan merek memang sangat terkenal berkaitan dengan HaKI. Sebuah produk biasanya hanya didaftar untuk memperoleh hak cipta, merek atau paten. Padahal, dalam sebuah produk tidak hanya ketiga unsur tersebut, masih ada unsur penting yang turut menentukan nilai produk, yakni desain industri. Tak dapat dipungkiri bahwa desain memegang peranan penting dalam meningkatkan nilai suatu produk. Barang yang sederhana sekalipun, apabila didesain secara menarik akan meningkatkan harga dan minat beli terhadap produk tersebut. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah merupakan komoditi ekspor yang potensial apabila diproduksi dengan baik dan didesain dalam suatu bentuk yang menarik dan fungsional. Sebagai contoh dapat dikemukakan ekspor produk furniture yang dihasilkan pengusaha di Kota Medan yang didesain dengan menarik ternyata dapat menembus pasar internasional. Dengan demikian jelaslah bahwa desain industri dapat digunakan sebagai salah satu sarana pembangunan industri
sebagai
sarana
pembangunan
industri
yang
akan
menunjang
pembangunan ekonomi di Kota Medan. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa 4 Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas (Jakarta : Grasindo, 2004), hal. 1.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
5
pengusaha furniture di Kota Medan belum memahami eksistensi desain industri sebagai sarana pembangunan ekonomi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan kurangnya penghargaan yang diberikan oleh masyarakat terhadap desain industri dan kurangnya semangat untuk berkreasi. Selain itu, hal yang amat mengkhawatirkan adalah sampai saat ini perlindungan hukum terhadap desain industri di Indonesia belum maksimal. Perlindungan hukum terhadap hak desain industri seolah tenggelam dalam maraknya kampanye anti pembajakan terhadap hak cipta dan merek. Desain industri mulai mendapat perhatian dengan terbitnya Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang berlaku sejak 20 Desember 2000. Pendaftaran sendiri baru dimulai pada tanggal 16 Juni 2001. Tak heran, bila desain industri kurang dikenal dibandingkan hak cipta, paten atau merek. Padahal desain bagi masyarakat menjadi indikator akan nilai sebuah produk. Ironisnya di Indonesia, desain yang didaftar masih sangat sedikit dibandingkan banyaknya jumlah produk yang dikeluarkan dalam industri. Tidak didaftarkannya suatu desain industri mengakibatkan desain tersebut tidak memperoleh perlindungan hukum, sehingga apabila ada pihak lain yang meniru desain tersebut maka pendesain yang asli tidak akan dapat mengajukan tuntutan. Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang Departemen Kehakiman dan HAM, Ernawati Junus mengakui besarnya ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan desain industri. 5 Saat ini pendaftaran terhadap desain industri yang masuk baru 8000
5
Harian Umum Sore Sinar Harapan, Kamis, 3 Februari 2005.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
6
aplikasi dan diantaranya hanya 49 aplikasi berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Statistik pemohon dari luar negeri 14 persen dan 86 persen berasal dari dalam negeri. 6 Pembajakan desain memang tak jarang dianggap sepi, tak heran kasus pembajakan ini yang muncul ke permukaan nyaris tidak ada. Padahal sebuah desain, sangat mudah untuk dijiplak. Hanya dengan memotret produk itu, membuatnya dengan desain yang sama dan mendaftarkan atas nama dirinya maka pihak lain bisa mendapatkan hak atas desain produk tersebut. Secara tidak langsung seseorang bisa mendapatkan hak desain industri yang seharusnya milik orang lain secara legal. Industri maupun masyarakat harus berjaga-jaga dengan pembajakan desain, terlebih banyaknya industri terutama UKM yang tidak perduli dengan hal ini. Karena itu, pendesain kerap tidak mempunyai hak atas kreativitas yang dihasilkannya. Pendesain akhirnya hanya jadi tukang dan yang mendaftarkan adalah orang lain, bahkan kepemilikan hak desain bisa berada di tangan orang asing. Hingga kini Indonesia masih saja mencari bentuk pengaturan dan perlindungan desain industri yang lebih baik. Sistem pendaftaran yang diatur oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 2000 dinilai masih mempunyai banyak kelemahan, sehingga memberi peluang untuk melakukan kecurangan. Kemudian dari sistem pendaftaran juga tidak memungkinkan adanya pemeriksaan substantif seperti halnya paten atau merek. Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah
6
Ibid
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
7
lebih pada mendorong lahirnya kreativitas. Kreativitas ini diharapkan akan meningkatkan nilai jual produksi sehingga semakin kompetitif. Akan tetapi tanpa dorongan dan keseriusan dari pemerintah dalam melindungi desain industri maka hal ini mustahil terjadi. Permasalahan mengenai HaKI, khususnya desain industri, akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial budaya dan berbagai aspek lainnya. Namun aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang timbul berkaitan dengan HaKI tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan HaKI. Keikutsertaan
Indonesia
dalam
WTO
mengharuskan
Indonesia
memberikan perlindungan hukum mengenai desain industri. Berhubung sampai saat ini pengaturan hukum mengenai desain industri belum dapat memberi perlindungan yang memadai terhadap desain industri, Indonesia perlu mengkaji ulang undang-undang yang mengatur mengenai desain industri agar dapat menjamin
perlindungan
hak-hak
pendesain
dan
menetapkan
hak
dan
kewajibannya serta menjaga agar pihak yang tidak berhak tidak menyalahgunakan hak desain industri. Lemahnya perlindungan terhadap desain industri di Indonesia karena hukum yang mengatur mengenai desain industri belum memberikan perlindungan hukum yang memadai, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi pihak
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
8
asing untuk melakukan pembajakan HaKI milik Indonesia. Salah satu misalnya adalah tindakan Malaysia yang telah mengajukan pendaftaran hak cipta, hak paten dan desain industri atas batik. Mereka juga berencana akan membuka pabrik jamu dalam lima tahun mendatang. Hal seperti ini tentunya akan menimbulkan kerugian yang besar bagi Indonesia. Untuk itulah diperlukan suatu perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran atas hak desain industri khususnya terhadap pengusaha furniture di Kota Medan. Juga untuk menumbuhkan semangat berkarya sehingga mampu meningkatkan daya saing dan nilai ekonomis produk furniture pengusaha di Kota Medan, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional. Berdasar uraian di atas, penulis termotivasi untuk meneliti lebih lanjut mengenai Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimanakah pemahaman pelaku usaha furniture tentang perlindungan desain industri di Kota Medan? b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pendesain/pengusaha furniture tidak mendaftarkan desain industrinya di Kota Medan? c. Bagaimanakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum desain industri dengan kemajuan sektor perindustrian dan perekonomian?
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
9 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Untuk mengetahui dan mendalami pemahaman pelaku usaha furniture tentang perlindungan desain industri di kota Medan. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan Pendesain/Pengusaha Furniture tidak mendaftarkan desain industrinya di kota Medan. c. Untuk mengetahui dan mendalami upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum desain industri dengan kemajuan sektor perindustrian dan perekonomian. 4. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Dari segi teoritis, penelitian ini akan menambah wawasan ilmu hukum terhadap perlindungan Hak Milik Intelektual khususnya perlindungan terhadap desain industri dan dapat menjelaskan dan mengatasi sebagian problem hukum yang timbul dalam perlindungan desain industri, selain itu dapat membantu dalam memberikan perlindungan terhadap pelanggaran yang terjadi dalam Hak Milik Intelektual khususnya desain industri. b. Dari segi praktis, penelitian ini dapat menambah masukan dan wacana kepada masyarakat luas yang berhubungan dengan perlindungan Hak Milik Intelektual khususnya perlindungan terhadap desain industri, baik itu kepada
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
10
instansi pemerintah, praktisi hukum dan pihak-pihak instansi lainnya yang sedang dan atau akan menghadapi perlindungan Hak Milik Intelektual khususnya perlindungan desain industri.
5. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang
Persepsi Pengusaha
Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri, juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun Perguruan Tinggi lainnya. 6. Kerangka Teori dan Konsepsi Dalam penulisan tesis yang berjudul Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri mempergunakan kerangka teori yang pada dasarnya adalah merupakan landasarn teori.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
11
Roscoe Pound, berpendapat bahwa
Hukum merupakan sarana (alat)
pembaharuan (membentuk, membangun, merubah) atau Law as tool of social Enginering. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat telah menjadi tujuan yang filosofis, yang berarti bahwa hukum sebagai alat pembaharuan telah berlaku atau diterima, oleh negara yang sedang berkembang ataupun oleh negara yang telah maju (modern) dan bagi negara yang sedang berkembang hukum itu sangat penting karena hukum bukan hanya untuk memelihara ketertiban, melainkan hukum itu sebagai alat pembaharuan sikap mental masyarakat yang tradisional kearah sikap mental masyarakat modern. Dalam pengertian sebagai sarana rekayasa sosial, maka hukum tidak pasif dimana hukum mampu dipakai untuk mengubah suatu keadaan dan kondisi tertentu ke arah yang dituju sesuai dengan keamanan masyarakat. 7 Sebagaiman pendapat Montesquieu tentang tujuan hukum adalah : “have suggested that law and legal evolution are part of the idiosyncratic historical development of a country. And that they are determined by multiple factors, including culture, geography, climate, and religion, Although law is by no means static, legal evolution in each country is distinct and will produce vastly differen out comes. Far from converging over time, legal instiotution remain different. The idea that law is culturally distinct applies as much to the law governing private transactions (les lois civiles) as to “les lois politiques” – constitutional law, administrative law, and judicial procedural law - the legal processes that define the relation between the state and citizens. The same idea is also reflected in writing of the German Scholar Friedrich Carl von Savigni (1814), who argued that the soul of the people, the “Volksgeist,” shapes political and legal institution. (yang terjemahannya kira-kira telah menyarankan bahwa hukum dan evolusi undang-undang adalah bahagian dari perkembangan sejarah idiosincratik dari suatu negara dan mereka ditentukan oleh faktor-faktor yang beragam termasuk budaya, geografi, iklim dan agama, ide ini adalah suatu hukum budaya yang menyediakan 7
Roscoe Pound, dikutip oleh Cita Citrawinda Priapantja, Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Studi Kasus Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi, Ringkasan Disertasi Doktoral, (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999), hal.10.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
12
sebanyak hukum transaksi kepemerintahan, seperti Hukum Konstitusional, Hukum Administrasi dan Hukum Acara di Pengadilan yang diproses secara Undang-undang yang mana mengartikan hubungan antara Negara dan Bangsa. Ini juga sama seperti yang dikatakan oleh penulis Germany Scholar (1814) yang mengargumentasikan bahwa jiwa setiap orang “Volksgeist” adala ruang praktik dan institusi undang-undang) 8. Menurut teori kegunaan, Hukum dipandang sebagai
suatu alat yang
digunakan untuk mempromosikan hubungan ekonomi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham pada tulisannya pada abad 19, “ law has been increasingly viewed not as the result of socioeconomic development, but as a tool for governments to initiate and shape economic development. The most famous propents of this scholl of thought is John Stuart Mill, Who Coined the term “ Utilitarianism (Stei, 1980). “According to this theory, laws can and should be designed to enhance efficiensy and to reduce transaction costs, ultimately promoting growth. This theory assumes that legal change has a direct impact on the behavior of economic agents and therefore on economic development)” 9 (Yang terjemahannya kira-kira : Hukum telah di pandang secara maju bukan sebagai hasil dari perkembangan sosioekonomi, tetapi suatu alat untuk pemerintah menginisiasikan perkembangan ekonomi.Menurut John Stuart Mill dalam teori hukum dapat dan seharusnya di desain mempertinggi efisiensi dan menolak biaya transaksi. Dan pada akhirnya pada pertumbuhan promosi.Teori ini mengasumsikan bahwa perubahan undangundang Hukum mempunyai suatu pengaruh yang langsung pada sifat dari wakil ekonomi dan bagaimanapun juga dalam perkembangan ekonomi.) Demikian juga Jeremy Bentham melihat hukum dari tujuannya yang menguraikan sebagai berikut : -“The greatest happiness for the greates number” (Yang terjemahannya Hukum bertujuan memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang sebanyak-banyaknya). - Di bagian lain tujuan hukum ialah untuk menyempurnakan kehidupan, mengendalikan kelebihan, memajukan persamaan dan menjaga kepastian” 10 8
Katharina Pistor and Philip A. Wllons, The Role Of Law And Legal Institutions In Asia Economic Development 1960 – 1995. Printed in Hong Kong Piblished by Oxford University Press (China) 1999, Ltd 18 th Floor Warwik House East Taikoo Place, 979 Kong’s Road, Quarry Bay Hong Kong. hal 35 9 Ibid hal 35 10 Mustafa Siregar, Sari Kuliah Filsafat Hukum, Pascasarjana USU Medan, tanggal 25 Februari 2002
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
13
Prinsip utama dari pada Hak atas Desain Industri yang merupakan bagian dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia yang merupakan hasil produk intelektual manusia, maka si pendesain yang menghasilkan karyanya mendapatkan kepemilikan yang berupa hak alami (natural) dan perlu dilindungi oleh hukum agar bagi orang-orang yang inovatis dan kreatif terhadap karya intelektuanya bergairah dan mempunyai kepastian hukum. Sebagaimana juga sistem hukum yang berlaku di Roma mengatur cara perolehan alami (natural acquistion) berbentuk spesifikasi yaitu melalui penciptaan. Pandangan demikian terus didukung dan dianut banyak sarjana mulai dari Locke sampai kepada kaum sosialis. Sarjana-sarjana hukum Romawi menamakan apa yang diperoleh di bawah sistem masyarakat ekonomi dan hukum yang berlaku sebagai perolehan sipil dipahamkan bahwa azas Suum cuique tribuere menjamin bahwa benda yang diperoleh secara demikian adalah kepunyaan seseorang itu. 11 Pengaturan desain industri dengan undang-undang juga dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi perlindungan hukum guna mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran yang berupa pembajakan, penjiplakan atau peniruan atas desain produk-produk yang sudah terkenal. Prinsip pengaturannya adalah pengakuan kepemilikan atas suatu pola sebagai karya
11
Roscoe Pound, Dikutip oleh Muhammad Djumhana dan R. Djubaedilah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia), (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 1993, hal.19
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
14 intelektual yang mengandung nilai estetik, dan dapat diproduksi secara berulangulang serta menghasilkan barang dalam dua atau tiga dimensi. 12 Perlindungan desain industri atas suatu ciptaan inovatif dan kratif seseorang di Indonesia baru diakui setelah desain industrinya tersebut didaftarkan dan memperoleh hak desain industri dari Dirjen HaKI. Hak desain Industri ini adalah hak khusus (executive right) yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 13 Hak desain industri diberikan hanya untuk desain industri yang baru,
dan desain itu dianggap baru apabila pada tanggal
penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya baik melalui media cetak atau media elektronil, termasuk juga keikutsertaan
dalam
suatu
pameran.
Pengungkapan
sebelumnya
adalah
pengungkapan desain industri yang sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila pemohon diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia. 14 Adapun desain hasil karya dari pendesain yang dimaksud dalam UUDI adalah hasil karya seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri 15 termasuk juga yang dihasilkan oleh badan hukum. Dan tidak semua permohonan dapat diberi hak desain industri apabila hak desain industrinya
12
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001) hal.226. 13 Pasal 1 angka (5 ) UUUDI 14 Pasal 2 UUDI 15 Pasal 1 angka (2) UUDI
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
15
tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan. 16 Dengan Hak desain yang dimiliki seseorang maka dia berhak untuk melaksanakan hak desain industrinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, menjual, atau mengimpor produk yang diberikan oleh Hak Desain Industri. 17 Apabila ada dalam hubungan dinas di lingkungan pekerjaan maka yang berhak atas desain tersebut adalah orang yang mengerjakan desain itu. Akan tetapi bila diperjanjikan lain maka yang berhak sebagai pendesain adalah orang yang memberikan pekerjaan, tanpa mengurangi hak pendesain yang sebenarnya apabila penggunaan desain industri itu diperluas keluar hubungan dinas. 18 Apabila suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pihak yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri, akan tetapi jika diperjanjikan lain atara kedua pihak, maka yang berhak sebagai pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja. 19 Hubungan kerja yang dimaksud dalam ketentuan Undang-undang ini adalah hubungan kerja baik di lingkungan Instansi pemerintah maupun perusahaan swasta dengan pihak lain, atau dasar pesanan individu dengan individu. Demikian juga dalam peraturan ini, walaupun si pendesain yang sebenarnya tidak berhak atas desain industri, akan tetapi mengingat adanya 16 17
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.hal 268 Pasal 9 ayat (1) UUDI, Bandingkan dengan ketentuan dalam Articel 26 Persetujuan
TRIPs. 18 19
Pasal 7 ayat (1) UUDI Pasal 7 ayat (3) UUDI
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
16
manfaat ekonomi yang diperoleh dari desain industri yang dibuat tersebut, sebagaimana menurut Abdulkadir Muhammad : 20 “adalah wajar bila si pendesain yang sebenarnya memperoleh hak untuk menikmati manfaat dari hasil desainnya tersebut dalam bentuk imbalan sebagai konpensasi, dan juga tidak menghapus hak pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Umum Desain Industri dan Berita Resmi Desain Industri”. Dari uraian tersebut di atas maka pemberian hak desain industri menurut UUDI
adalah suatu desain industri yang telah mendapat persetujuan atas
permohonan pendaftarannya
melalui Direktorat Jenderal HaKI, yang artinya
seseorang yang mendesain suatu produk, akan tetapi tidak mendaftarkan hasil desainnya ke Dirjen HaKI, maka dia tidak akan mendapat perlindungan. Bahkan menurut Undang-undang pemberian hak desain industri hanya diberikan kepada pendaftar pertama (first to file), hal ini sebagaimana
pendapat dari Suyud
Margono dan Amir Angkasa yang menyatakan : “orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas desain industri bukan berdasarkan orang yang pertama mendesain akan tetapi orang yang pertama mendaftarkan hasil desain industrinya” 21 a. Pengertian HaKI Karya-karya intelektualitas dari seseorang atau manusia tidak sekedar memiliki arti sebagai arti akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah baik bagi pencipta atau penemunya maupun orang lain yang memerlukan karya-karya intelektualitas tersebut. Dari karya-karya intelektualitas itu pula dapat diketahui dan diperoleh gambaran mengenai 20
Abdulkadir Muhammad, Op-Cit, hal 269 Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersial Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal.36. 21
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
17
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, sastra bahkan teknologi yang sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Demikian pula karya-karya intelektualitas itu juga dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan masyarakat. 22 Intellectual Property Rights (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan hak yang melekat pada suatu produk/barang hasil karya manusia yang harus dilindungi oleh hukum. Perlindungan ini sangat penting mengingat di samping biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan oleh penemu tidak sedikit, juga untuk mendorong gairah inovasi orang-orang yang kreatif. 23 Bouwman-Noor Mout mengatakan bahwa HaKI merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk baik materil maupun immateril. Bukan bentuk jelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya. 24 Mieke Komar Kantaatmadja, mengatakan bahwa HaKI merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. 25 HaKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang 22
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia (Bandung : Penerbit Alumni, 2003), hal. 3. 23 Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-Negara ASEAN (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1996), hal. 1. 24 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Right), Cet. I, (Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 9. 25 Mieke Komar Kantaatmadja, Penelitian Hukum Mengenai Perlindungan atas Kekayaan Intelektual di bidang Penginderaan Jauh di Indonesia (BPHN, Departemen Kehakiman, 1994-1995), hal. 41.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
18
ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HaKI adalah segala karya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HaKI dengan hak milik lainnya yang diperoleh dari alam. Esensi yang terpenting dari setiap bagian HaKI ini adalah adanya suatu ciptaan tertentu (creation) di bidang kesenian (art), dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, maupun kombinasi dari ketiga bidang tersebut yang masing-masing mempunyai istilah tertentu. Seiring dengan pembentukan WIPO, istilah Intellectual Property diartikan dalam pengertian yang luas dan meliputi : 1. Karya-karya kesusastraan, kesenian dan ilmu pengetahuan (literary, artistic and scientific works) 2. Pertunjukan oleh para artis, kaset dan penyiaran audio visual (performances of performing artist, phonograms, and broadcasts) 3. Penemuan teknologi dalam semua bidang usaha manusia (invention in all fields of human endeavor) 4. Penemuan ilmiah (scientific discoveries) 5. Desain industri (industrial designs) 6. Merek Dagang, nama usaha dan penentuan kemersial (trade marks, service marks, and commercial names and design nations) 7. Perlindungan terhadap persaingan tidak sehak (protection against unfair competition) 8. Segala hak yang timbul dari kemampuan intelektualitas manusia di bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusastraan atau kesenian (all
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
19
other resulting from intellectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields). 26 Dari perkembangan yang ada, pengaturan HaKI kini menempatkan undangundang tidak semata-semata bersifat tambahan melainkan pembuat undangundang telah bermaksud untuk memberikan suatu ketentuan yang bersifat memaksa, namun perubahan tersebut masih bertumpuh pada sifat asli yang ada pada HaKI tersebut, yaitu : 1) Mempunyai jangka waktu yang terbatas. Jangka waktu perlindungan HaKI ditentukan secara jelas dan pasti dalam undang-undang tetapi tidak sama bagi semua jenis, misalnya di Indonesia paten dilindungi selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten, sedang desain industri selama 10 tahun. 2) HaKI bersifat eksklusif dan mutlak. Maksudnya adalah bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun yang mempunyai hak tersebut dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap siapapun. Si pemilik/pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli bahwa ia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan/penemuannya ataupun menggunakannya. 3) HaKI bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan dalam lingkup hak-hak perdata. Hal ini diakui dalam TRIP’s (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) sebagaimana tercantum dalam konsiderans 26
Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 5.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
20 TRIP’s yang menyatakan, Members, Recognizing that Intellectual Property Rights are private rights. Sifat-sifat HaKI ini berlaku secara umum dan diakui oleh negara-negara di dunia, akan tetapi setiap negara penekanannya selalu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan sistem hukum, sistem politik dan landasan filosofi suatu negara, maupun sejarah dan kondisi ekonomi negara tersebut. Perlindungan terhadap HKI akan memberikan kepastian hukum dan juga dapat memberikan manfaat secara ekonomo makro dan mikro sebagai berikut : 27 1) Perlindungan HKI yang kuat dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi nasional guna memungkinkan pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi. 2) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah pencipta atau penemuan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 3) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya dan karsa manusia, melainkan secara ekonomi merupakan penciptaan suasana yang sehat untuk menarik penanam modal asing serta memperlancar perdagangan internasional. Untuk memajukan sektor industri di Indonesia melalui pemberdayaan HKI, khususnya desain industri, diperlukan pengaturan desain industri dengan memperhatikan keadilan (justice) seperti yang diajarkan Adam Smith. Adam Smith merupakan Bapak Ekonomi Modern yang mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (the end of justice is to scure from injure). Ajaran Adam Smith ini menjadi dasar hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi. Ia juga mengatakan bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya 27
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Cetakan Kedua (Bandung: Penerbit Citra Baktu,1997).
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
21
dikenal dengan istilah ekonomi politik (political economic). Salah satu tujuannya adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas dan fungsinya dengan baik dimana ekonomi politik berusaha untuk merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus. 28 Sedangkan menurut Bismar Nasution, dalam pembangunan ekonomi, hukum ekonomi harus berlandaskan hukum yang rasional. Karena dengan hukum modern
atau
rasional
tersebut
akan
dapat
dilakukan
pengorganisasian
pembangunan ekonomi. Adapun yang menjadi ciri dari hukum modern ini adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dengan cara pendekatan ini, diharapkan akan tercipta penerapan keadilan dan kewajaran, serta secara proporsional dapat memberikan manfaat pada masyarakat. Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja, akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka panjang. 29 7. Metode Penelitian Berdasarkan objek penelitian yang merupakan hukum positif, maka metode yang akan dipergunakan adalah juridis empiris yaitu mengkaji kaidahkaidah hukum yang mengatur tentang Perlindungan Desain Industri. Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah, sebagai berikut: 28
Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( Medan: 17 April 2004), hal. 4-5. 29 Memoles Hukum Mengundang Investasi, Harian Medan Bisnis, Sabtu 5 Juni 2004, hal. 8.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
22
a. Sifat Penelitian Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu: “suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) secara sistematis, faktual dan akurat terhadap sesuatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu”,30 Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji tentang peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan perlindungan desain industri dan selanjutnya dikaitkan dengan penerapannya dalam praktek pelaksanaan perlindungan desain industri. b. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ini berlokasi di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, karena selain
merupakan Ibukota Propinsi Sumatera Utara, juga letak kota Medan
berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia, di samping itu juga Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Juga karena keingintahuan penulis mengenai persepsi pengusaha furniture di Kota Medan terhadap perlindungan desain industri.
30
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 36.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
23
Populasi penelitian adalah semua pengusaha furniture di Kota Medan yang jumlahnya 55. 31 Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu sebanyak 20 (dua puluh) pengusaha furniture di Kota Medan. Dalam melengkapi data-data yang telah diperoleh dari responden di atas, maka diperlukan tambahan informasi dari nara sumber, yaitu : 1. Kabag Hukum pada Kantor Wilayah Hukum Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara. 2. Organisasi Pelaku Usaha Furniture : Asmelindo (Asosisasi Mebel Indonesia Cabang Medan). 3. Ketua Pengadilan Negeri dan Niaga Medan 4. Ahli Hukum HaKI c. Teknik dan Alat Pengumpul Data Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan dua jenis teknik pengumpul data, yaitu : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), dilakukan untuk menghimpun data sekunder dari peraturan-peraturan. Data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier yaitu melalui penelitian kepustakaan (Library Research) berupa : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia khususnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan perlindungan desain industri.
31
Data diperoleh dari Kantor Dinas Perindustrian Kota Medan tahun 2006
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
24
b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa hasil penelitian di bidang hukum dan karya ilmiah lainnya. c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus. 2. Penelitian lapangan (Field Research), dilakukan untuk memperoleh data primer yang diperoleh langsung dari para responden yaitu pengusaha furniture di Kota Medan. Sedangkan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara : 1. Studi dokumen, yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, buletin-buletin dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Wawancara
langsung
dengan
menemui
pihak-pihak
terkait
dengan
permasalahan yang diteliti, yang dapat dipertanggungjawabkan akan isi dan kebenarannya, dengan menggunakan pedoman wawancara. 3. Kuesioner dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka dan tertutup untuk responden. d. Analisis Data Sesuai dengan sifat penelitian yang deskriptif analisis maka analisis data dilakukan dengan editing dan coding data dan selanjutnya mengelompokkan datadata tersebut menurut jenisnya dengan cara menandai jawaban-jawaban dan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
25
selanjutnya memasukannya ke dalam tabel frekuensi agar dapat ditafsirkan, dan kemudian diuji rata-rata dari setiap jawaban responden berdasarkan pertanyaan Variabel (X) Persepsi dan Variabel (Y) perlindungan Desain Industri serta menganalisa dengan lebar interval berdasarkan skala jawaban, sedangkan data yang diperoleh dari wawancara, setelah diberi kategori-kategori, selanjutnya ditafsirkan dan dideskripsikan dengan pendekatan kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir induktif – deduktif yaitu untuk sampai pada suatu kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian dapat dijawab.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB II PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI 1. Objek HaKI Tumbuhnya konsepsi atas karya-karya intelektual manusia pada akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya akan melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property) tadi, termasuk di dalamnya adalah pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, Hak atas Kekayaan Intelektual dikelompokkan sebgai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible). Paham mengenai hak milik Indonesia yang dikenal dalam Hukum Perdata yang berlaku hingga saat ini pada dasarnya tergantung pada konsepsi kebendaan. Lebih dari itu, konsep itu pun ternyata sangat digantungkan pada asumsi fisik, yaitu tanah/alam dan benda lain yang dikandung atau tumbuh diatasnya. Kalaupun kemudian berkembang pada asumsi non-fisik atau tidak berwujud, maka hak-hak seperti itu masih bersifat derivatif dari hak-hak yang berpangkal dari konsep kebendaan tadi. 32 Buku Kedua tentang Kebendaan pada KUHPerdata yang selama ini diberlakukan belum menampung hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Hal ini membuktikan bahwa Hak atas Kekayaan
32
Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Jakarta: Penerbit Novindo Pustaka Mandiri, 2000), hal. 238.
26 Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
27
Intelektual di Indonesia masih baru, yang melengkapi dan memperkaya paham mengenai hak milik dalam hukum perdata Indonesia. Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai hak kebendaan timbul bukan secara alamiah sebagaimana hak kebendaan lain kehadirannya bukan sejak awal tumbuh dalam sistem hukum Indonesia. Sekalipun demikian, kehadirannya telah melengkapi konsepsi mengenai hak milik dalam hukum perdata Indonesia. 33 HaKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis, secara konvensional dipilih dalam dua kelompok, yaitu : 1) Hak Cipta (Copyright) 2) Hak atas Kekayaan Industri (Industrial Property), yang berisikan : a. Paten (Patent) b. Merek (Trademark) c. Desain Produk Industri (Industrial Design) d. Rahasia Dagang (Trade Secret) Perlu dicatat, bahwa pengenalan jenis HaKI di atas pada dasarnya berpangkal
pada
Konvensi
Pembentukan
WIPO
(The
World
Property
Organization). WIPO adalah badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan untuk mengadministrasikan perjanjian/persetujuan multilateral mengenai HaKI. 34 Imam Sjahputra Tunggal mengatakan bahwa objek HaKI adalah sesuatu yang sangat abstrak yang masih merupakan ide manusia, pada akhirnya dituang dalam bentuk hasil karya. Dalam HaKI meski secara kasar dikatakan bahwa yang
33
Ibid, hal. 273 Suyud Margono, Hak Kekayaan Intelektual Komentar atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Letak Sirkuit Terpadu, Cet I, (Jakarta: Penerbit Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hal. 8-9. 34
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
28
dilindungi ide karya “konkrit” dari ide manusia, namun jika kembali pada konsep dasar pemberian perlindungan HaKI, maka dari hasil karya yang sudah tertuang tersebut, banyak yang sudah merupakan “public domein”, jadi sesungguhnya yang dilindungi itu “ide” asal dari mereka yang menciptakan hasil karya tersebut. Ide tersebut adalah unik dan akan berbeda satu orang dengan orang lain, meskipun hasil karya yang “diciptakan” mungkin akan serupa. 35 2. Desain Industri sebagai salah satu HaKI Apabila hendak membahas desain industri sebagai salah satu bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual maka hal ini tidak terlepas dari sejarah atau permulaan timbulnya desain industri itu sendiri. Pemikiran pentingnya suatu perlindungan hukum di bidang hak milik perindustrian timbul dari sekelompok profesional yaitu Patent Lawyers, yang telah mulai berkumpul pada kesempatan Vienna World Fair pada tahun 1873. Perlindungan desain dimaksud tidak terbatas di suatu negara saja melainkan juga butuh perlindungan yang bersifat lintas negara (internasional). Hal tersebut terjadi setelah perdagangan melewati batas-batas teritorial suatu negara semakin besar jumlahnya. Adanya kebutuhan perlindungan hukum tersebut membuat mereka mengadakan suatu konvensi di Paris pada tanggal 20 Maret 1883 yang dikenal dengan Paris Union atau secara lengkapnya The Paris Convention for the Protection Property yang sampai Januari 1993 telah diratifikasi oleh 108 negara. Pada prinsipnya Paris Convention ini mengatur perlindungan hak milik perindustrian yang meliputi hak penemuan atau paten (invention, patents), model 35
Imam Sjahputra Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundang-undang Hak Cipta, Paten dan Merek Buku II, Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Harvarindo, 2001), hal. v.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
29
dan rancang bangun (utility models), desain industri (industrial designs), merek dagang (trade marks), nama dagang (trade names) dan persaingan curang (unfair competition). 36 Selain mengatur mengenai paten sederhana, merek, nama dagang, indikasi asal dari persaingan curang, Paris Convention juga mengatur mengenai desain industri (industrial designs). Dalam Pasal 5 Paris Convention dinyatakan : Industrial designs shall be protected in all the countries of the union. Berdasarkan ketentuan ini, negara peserta Paris Convention berkewajiban untuk melindungi desain-desain industri. Istilah industrial designs diatur di bawah Section 4 Industrial Designs Pasal 25 dan 26 TRIP’s Agreement. 37 Pasal 25 mengatur mengenai persyaratan untuk perlindungan desain industri. Desain industri yang dapat diberikan perlindungan hanyalah desain industri yang baru (novelty). Suatu desain industri
36
Muhamad Djumhana, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, Cet. 1, (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti1999), hal. 18-19. 37 Article 25 (1) Members shall provide for protection of independently industrial designs that are new or original. Members may provide that the designs are not new or original if they do not significantly differ from known designs or combinations of known design features. Members provide that such protection shall not extend to designs dictated essensially by technical or funcitional considerations. (2) Each Members shall ensures that requirements for securing protection for textile design, in particular in regard to any cost, examination or publication, do not unreasonably impair the opportunity to seek and obtain such protection. Members shall be free to meet this obligation through industrial designs law or through copyright law. Article 26 (1) The Owner of the protected industrial designs shall have the right to prevent third parties not having his concent from making, selling, or importing articles bearing or embodying a designs which is copy, or substantially a copy, of the protected design, when such acts are undertaken for commercial purposes (2) Members may provide limited exception to the protection of industrial designs, provided that such exceptions do not unreasonably conflict with the normal exploitation or protections industrial designs and do not unreasionebly prejudice design, taking eccount of the legitimate interests of third parties. (3) The duration of protection available shall amount to at least ten years.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
30
dikatakan tidak baru bila desain yang bersangkutan tidak berbeda dari desain lain yang telah dikenal atau dikombinasi beberapa desain yang telah dikenal. Pasal 26 mengatur mengenai ruang lingkup perlindungan hukum yang diberikan kepada desain industri. Menurut pasal ini pemilik suatu desain industri yang dilindungi memiliki hak untuk melarang pihak ketiga yang tidak memperoleh izin darinya untuk membuat, menjual atau mengimpor benda yang mengandung atau memuat desain yang merupakan tiruan, atau secara pokok merupakan tiruan dari desain yang dilindungi apabila tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk tujuan komersial. Lamanya perlindungan menurut pasal ini adalah tidak kurang dari sepuluh tahun. 38 Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, istilah yang dipakai adalah desain produk industri. Sedangkan istilah industrial design sering digunakan oleh masyarakat Eropa dan Jepang. Penyebutan nama UndangUndang No. 31 Tahun 2000 ini dengan nama Undang-Undang Desain Industri lebih tepat sebagai padanan kata industrial design, dari pada menyebutnya dengan nama Undang-Undang tentang Desain Produk Industri.39 Dalam peraturan perundang-undangan mengenai desain industri tidak akan terlepas dari hak cipta. Pada permulaannya pengaturan desain industri tidak dipisahkan dengan bidang hak cipta. Desain industri dianggap sebagai bagian dari pekerjaan artistik atau paling tidak adalah bagian dari seni pakai (applied art). Desain industri tidak bisa terlepas dari kerja cipta manusia yang pengaturannya secara tegas melalui ketentuan hak cipta, yaitu seperti seni lukis, 38
Rachmad Usman, Op.Cit, hal. 415. Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 35. 39
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
31
seni patung dan yang lainnya. Hal ini jika dilihat dari wujud desain industri itu yang tidak terlepas dari langkah menggambarkan dan membentuk model. Selain bersinggungan dengan hak cipta, desain industri ini pun dapat bersinggungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya misalnya hak paten, hak merek. Hal itu karena melihat bentuknya ini serta penerapannya di bidang perdagangan, maka desain industri tidak akan terlepas dari perhatian aturan hak cipta, hak paten dan hak merek. 3. Pengaturan Internasional di Bidang Industri dan Implikasinya terhadap Desain Industri di Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain industri akan mempercepat pembangunan industri nasional. Dalam kaitannya dengan globalisasi perdagangan, Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang pembentukan Oraganisasi perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang mencakup pula persetujuan tentang Aspekaspek Dagang Hak Kekayaan Inteletktual (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right/TRIPs) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Ratifikasi konvensi tersebut menunjang pula ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property, yang telah disahkan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
32
dengan Keputusan Presiden No.15 Tahun 1997, dan keikutsertaan Indonesia dalam Hague Agreement Concerning the International Deposit of Industrial Design (London Act). Konvensi Paris mengatur perlindungan hukum di bidang Hak Milik Perindustrian, diantaranya adalah mengenai Desain Industri (Industrial Design). Desain Industri diatur dalam Pasal 11 Konvensi Paris, dan dalam pasal 25 dan Pasal 26 Persetujuan
Trade Related Aspects of Intellectual Property
Right(TRIPs). Pasal 25 mengatur tentang Persyaratan Untuk Perlindungan : “1. Anggota wajib memberikan perlindungan terhadap karya cipta yang berupa desain industri yang baru atau asli. Anggota dapat menentukan bahwa suatu desain tidak baru atau asli apabila desain yang bersangkutan tidak secara jelas berbeda dari desain atau kombinasi beberapa desain yang sudah terkenal. Anggota dapat menetapkan bahwa perlindungan yang diberikan tidak mencakup desain yang sangat tergantung pada pertimbanganpertimbangan teknis atau fungsi. 4. Anggota wajib menjamin bahwa persyaratan untuk memperoleh perlindungan terhadap desain tekstil, terutama berkaitan dengan biaya, pemeriksaan atau pengumuman, tidak menghambat secara tidak wajar kesempatan untuk memperoleh perlindungan dimaksud. Anggota dapat memenuhi kewajiban ini melalui peraturan perundangundangan tentang desain industri atau hak cipta.” Pasal 26 mengatur tentang Perlindungan: “1. Pemilik suatu desain industri yang dilindungi mempunyai hak untuk mencegah pihak ketiga yang tidak memperoleh ijin darinya untuk membuat, menjual atau mengimpor benda yang mengandung atau memuat desain yang merupakan salinan, atau secara substansial merupakan salinan dari desain yang dilindungi, apabila tindakantindakan tersebut dilakukan untuk tujuan komersial. 2. Anggota dapat menetapkan pengecualian secara terbatas atas perlindungan yang diberikan terhadap desain industri sepanjang pengecualian dimaksud tidak bertentangan secara tidak wajar dengan tatacara pendayagunaannya secara normal dari desain industri yang dilindungi dan tidak mengurangi secara tidak wajar kepentingan sah
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
33
pemilik dari desain yang dilindungi, dengan memperhatikan kepentingan sah dari pihak ketiga. 3. Jangka waktu perlindungan yang diberikan tidak boleh kurang dari 10 tahun” Sebagai konsekuensi dari ratifikasi konvensi Paris dan persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs), Indonesia perlu memberikan perlindungan hukum terhadap Hak kekayaan Intelektual di bidang desain industri. Perlindungan hukum ini dimasudkan untuk menjamin hak-hak pendesain dan kewajiban-kewajiban serta mencegah pelanggaran desain industri oleh pihak yang tidak berhak. Selain mewujudkan komitmen terhadap persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs), pengaturan desain industri dimaksud untuk memberikan landasan bagi perlindungan yang efektif terhadap berbagai bentuk pelanggaran atas desain industri yang telah dikenal secara luas. Pengaturan Internasional di bidang desain industri diatur dalam beberapa persetujuan internasional multilateral, baik berupa konvensi atau persetujuan yang dapat diikuti oleh semua negara melalui mekanisme pengesahan atau persyaratan. Konvensi dan persetujuan tersebut merupakan dasar hukum pengaturan perlindungan desain industri di tingkat internasional yang dijadikan pedoman bagi semua negara yang akan menerapkan perlindungan desain industri. Pengaturan internasional desain industri terdiri dari Konvensi Paris untuk perlindungan hak kepemilikan industri, Konvensi Bern untuk perlindungan karyakarya sastra dan seni, Persetujuan Hague mengenai deposit internasional atas desain industri, Persetujuan Locarno yang mengatur tentang penetapan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
34
penggolongan internasional untuk desain industri serta persetujuan TRIPs-GATT 1994 40 a. Konvensi Paris Konvensi Paris khusus diadakan untuk memberikan perlindungan pada Hak Kekayaan Industri, yang di dalamnya juga dimuat ketentuan mengenai desain industri. Konvensi Paris pertama kali diadakan pada tanggal 20 Maret 1883, kemudian telah direvisi pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm dan telah diubah pada tanggal 28 September 1979. Konvensi Paris 1967 terdiri dari 30 Pasal yang memuat prinsip-prinsip dasar yang berkaitan dengan hak, kewajiban dan larangan bagi negara-negara dalam melaksanakan hak kepemilikian industri. Pengaturan mengenai desain industri dalam Konvensi Paris tersebar dalam beberapa pasal. Pasal 1 Paris 1967 mengatur mengenai ruang lingkup dari hak kepemilikan industri dan pembentukan serikat (union) dalam konvensi ini. Pasal ini menegaskan bahwa desain industri termasuk dalam ruang lingkup hak kepemilikan industri, bukan termasuk dalam ruang lingkup hak cipta. Pasal 2 dan 3 Konvensi Paris 1967 memuat prinsip perlakuan sama (National Treatment). Berdasarkan prinsip ini, negara-negara anggota konvensi wajib memberikan perlindungan atau perlakuan yang sama kepada warga negara anggota lain, sama seperti yang diberikan kepada warga negara sendiri. Warga negara dari negara yang bukan anggota juga dapat mendapatkan perlindungan
40
Ranti Fauzi Mayana, Op.Cit, hal.96
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
35
Konvensi Paris apabila mereka mempunyai domisi atau industri atau pedagangan yang nyata dan efektif di negara anggota. 41 Prinsip national treatment juga berlaku bagi desain industri. Berdasarkan prinsip ini, yang mendapat perlindungan adalah subjek hukum, yaitu pendesain, dimana pun ia berada asalkan di dalam satu negara anggota konvensi. Ia berhak mendapatkan perlindungan hukum atas desain-desainnya. Dalam pendesain bukan warga negara dari suatu negara anggota konvensi, pendesain tetap berhak untuk mendapatkan perlindungan atas desain-desainnya tersebut. Pasa 4 Konvensi Paris 1967 memuat prinsip hak prioritas (Right of Priority) sebagai berikut : “The right of priority means that, on te basis of regular application for an industrial property right filed by agiven applicant in one of the member countries, the same applicant (or it`s or his successor in tile) may, within a specified of time (six or 12 months), apply for protection in all the othr member countries. These later applications will then be regarded as if they had benn filed on thr same day as the first (or earlir) application, In other words, these later application enjoy a priority status with respect to all applications relating to the same invention filed after the date ao the first application. They olso enjoy a priority status with respect to all acts accomplished after thet date which would be apt to destroy the rights of the applicant or the patentability of his investion”
41
The national treatment rule applies first of all the “nationals” of the member countries. The term “nationals” includes both natural persons end legal entities. With respect to legal entities, the equality of being a national of a particular country may be difficult to determine. Generally, no nationality as such is granted to legal entities by the national news. There is of corse no doubt the state owned enterprise of a member country or other entities crested ender the public law of such country are to be considred as nationals of member contry concerned. Legal entities crested under the private law of member country will usually be considered a national of the country. If They heve their actual headquarted in anather member country, they may be considered a national of the headquarted country.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
36
Dengan demikian, hak prioritas mengandung pengertian bahwa suatu pendaftaran hak-hak kepemilikan industrial dalam suatu negara anggota juga akan mendapatkan pengakuan di negara-negara anggota lain. Hak prioritas dapat diterapkan jika ada pihak lain yang mendaftarkan hak serupa. Khusus untuk itu permohonan desain industri dengan menggunakan hak prioritas harus diajukan dalam waktu enam bulan terhitung sejak tanggal pendaftaran desain industri pertama kali diterima di negara anggota. Jika waktu enam bulan tersebut jatuh pada hari libur atau kantor pendaftaran tutup, maka waktu berakhirnya permohonan pendaftaran tersebut diperpanjang lagi sampai hari kerja dimulai lagi. 42 Sehubungan dengan desain industri, WIPO menyatakan: “industrial design must be protected in each contracting state, and protection may not be forfeited on the ground that articels incorporating the design are not manufactured in that state” 43 Berdasarkan prinsip tersebut, maka terdapat kewajiban bagi setiap negara anggota untuk memberikan perlindungan terhadap desain industri tanpa memberikan alasan bahwa desain tersebut tidak dibuat di negara tersebut. Pasal 11 Konvensi Paris 1967 memberikan jaminan perlindungan sementara bagi desain industri pada Pameran International Tertentu (Certain International Exhibition) oleh negara-negara anggota. Berdasarkan ketentuan itu, maka semua negara anggota harus memberikan perlindungan sementara bagi
42
Ketentuan ini terdapat dalam Konvensi Paris Pasal 4 c (1), (2), (3). WIPO, Guide to the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Work, (Genewa: 1998), Hal.15. 43
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
37
desain industri dalam pameran barang yang resmi atau secara resmi diakui sebagai pameran international yang diadakan di setiap wilayah negara. 44 b. Konvensi Berne Konvensi Berne diadakan untuk memberikan perlindungan bagi karyakarya sastra dan seni yang diadakan pada tanggal 9 September 1886 dan telah direvisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris dan telah diubah pada tahun 1979. Konvensi Berne tahun 1971 dari 21 Pasal dan lampiran tambahan (appendix) yang terdiri dari 6 pasal. Walaupun Konvensi Berne 1971 pada dasarnya mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, desain industri yang termasuk dalam ruang lingkup hal kepemilikan industri juga dimasukkan dalam Konvensi Berne. Dengan dimasukkannya desain industri ke dalam Konvensi Berne 1971 tetap mewajibkan adanya perlindungan hukum bagi desain industri, sekalipun negara tersebut belum mempunyai perangkat hukum yang mengatur desain industri secara khusus. Hal tersebut dimasukkan untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum dan desain industri di sini dinyatakan sebagai karya terapan (work of applied art) dan dilindungi sebagai bagian dari karya-karya seni. Sehubungan dengan hal tersebut, maka WIPO menegaskan bahwa “However and this was a new provision in Stockholm (1967) a country which has no special protection for design and models must always protect works of applied art as artistc work, in others word by their copyrigt law without any formality”.
44
Ibid
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
38
Pengaturan mengenai desain industri dalam Konvensi Berne dapat dilihat dalam Pasal 2 dan pasal 7, Pasal 2 Konvensi Berne 1971 memuat tentang karyakarya yang dilindungi, yaitu leterary and artistic work, yaitu semua karya sastra, ilmu pengetahuan, dan karya seni. Karya seni tersebut harus mendapatkan perlindungan di seluruh negara anggota konvensi dan perlindungan ini harus diselenggarakan untuk mendapat nilai bagi pendesain. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 Konvensi Berne tersebut yang amat penting adalah bahwa negara anggota harus menetapkan memperluas permohonan pendaftaran dalam hukum negaranya untuk karya seni terapan dan desain industri dan model menurut syarat-syarat yang seharusnya diperlakukan bagi ketiganya. Pasal 2 tersebut juga mempertegas bahwa desain industri harus dilindungi di negara asalnya ataupun dinegara anggota lain dengan ketentuan untuk desain industri. Namun, jika tidak ada ketentuannya, desain industri harus dilindungi sebagai karya seni. Pasa 7 Konvensi Berne 1971 mengatur tentang waktu berakhirnya perlindungan bagi karya seni terapan yaitu seumur hidup pencipta/pendesain dan 50 tahun sesudah pencipta/pendesain meninggal. Untuk suatu karya seni terapan, negara anggota harus menetapkan waktu berakhirnya perlindungan karya seni terapan sepanjang dilindungi sebagai karya seni, dengan waktu berakhir sekurangkurangnya akhir periode 25 tahun sejak karya tersebut dibuat. Karena desain industri termasuk karya seni, maka desain industri juga mendapat perlindungan selama 25 tahun.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
39
Konvensi Berne memuat tiga prinsip dasar sebagai berikut : 45 (1) Prinsip Perlakuan Nasional (National Treatment) Prinsip ini terdapat dalam Pasa 5 ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa ciptaan yang berasal dari salah satu negara perjanjian (yaitu ciptaan seorang warga negara peserta perjanjian atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan disalah satu negara perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti yang diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri. (2) Prinsip Perlindungan Langsung (Automatic Protection) Prinsip ini mengandung arti bahwa pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun. (3) Prinsip Perlindungan yang Berdiri Sendiri (Independence Protection) Prinsip ini terdapat dalam Pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa perlindungan yang diberikan oleh Konvensi adalah terlepas dari peraturan serupa yang berlaku di negara asal pencipta atau negara tempat suatu karya cipta diterbitkan untuk pertama kalinya. c. Presetujuan Hague 1925 Persetujuan Hague 1925 merupakan persetujuan yang mengatur tentang Deposit Internasional bagi semua desain industri yang disimpan di Biro Internasional. Persetujuan Hague 1925 merupakan suatu persetujuan yang sangat teknis karena mengatur mengenai tata cara penyimpanan desain, jangka waktu perlindungan, dan penerbitan buletin desain industri. Persetujuan Hague pertama kali diadakan pada tahun 1934 di London, kemudian pada tahun 1960 ditandatangani pula The Hague Act 1960 selanjutnya dilengkapi dengan ketentuan tambahan yang ditandatangani di Monaco pada tahun 1961. Pada tahun 1967 ditandatangani Complementary Act 1967 di Stockholm, Ketentuan-ketentuan tersebut digunakan sebagai sistem untuk deposit desain industri yang berlaku efektif sejak tanggal 1 April 1994.
45
Eddy Damian, Hukum Cipta Menurut Beberapa Konvensi International, UndangUndang Hak Cipta 1997 dan perlindungan Terhadap Buku secara Perjanjian Penerbitannya (Bandung: Penerbit Alumni, 1999), hal.16.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
40
Sistem tersebut berlaku bagi semua negara yang telah meratifikasi atau melakukan pengikutsertaan atas Complementary Act 1967. Bagi negara yang telah mengikuti Complementary Act 1967 tersebut merupakan anggota dari Majelis, sedangkan negara yang belum mengikuti ketentuan tersebut bukanlah anggota dari Majelis sehingga dengan demikian, suatu negara yang tidak terikat dengan ketentuan tersebut tidak dapat menerapkan sistem deposit tersebut. Tujuan diadakannya Persetujuan Hague 1925 yang mengatur mengenai Deposit Internasional bagi desain industri tersebut berangkat dari pemikiran sebagai berikut: “The international deposit of industrial design arose from a need for simplicity and economy. It`s main aim is to enabel protection to be obtained for one or more industrial design in a number of state through a single deposit field with the International Bureau of WIPO. Under the Provison of the Hague Agreement, any perseon entitled to effect an International Deposit has the possibility obtaining by mains of a single deposit protection for his industrial designs in a number of state with a minimum of formalities and of expense. The applicant is thus rilieved of the nees ti make a separate national deposit in each of the states in wich he requires protection, thus avoiding the inherent complication of procedures that vary from one state to another. He does not have to submit the requered documents in varios language nor keep a watch on the deadlines for renewal of a whole series of national deposit. He also avoids the need to pay aseries of national fess and against fess in varying currencies. Under the Hague Agreement the same result can be obtained through the single deposit made with a single office, in one language, on payment of a single set of fess and in one currency.” Lebih jauh, persetujuan Hague mengizinkan setiap orang yang terdaftar untuk membuat deposit internasional dan untuk memperoleh perlindungan desain industri pada negara-negara yang terkait persetujuan yang mengajukan permohonan suatu sarana single deposit yang dibuat oleh biro international dari WIPO.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
41
Deposit internasional dapat dibuat oleh negara yang terkait perjanjian perorangan atau badan hukum yang mempunyai kewarganegaraan negara yang bersangkutan atau mempunyai tempat kedudukan dimana industri dan perdagangan tersebut didirikan. Deposit internasional tidak membutuhkan beberapa deposit internasional terlebih dahulu. Ini dibuat langsung oleh depositor ataupun para wakilnya yang tergabung dalam biro international WIPO dalam suatu formulir yang disediakan secara gratis oleh WIPO. Formulir ini dapat dibuat melalui kantor nasional dari negara yang terkait kontrak yang diizinkan oleh hukum negara tersebut. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Persetujuan Hague 1925 menyatakan bahwa hukum negara yang mengikuti kontrak tersebut dapat diterapkan jika negara tersebut masih negara asalnya, deposit internasional ini dibuat melalui kantor nasional negara yang bersangkutan. Tidak dipenuhinya persyaratan tersebut tidak berarti mempengaruhi deposit internasional dinegaranegara lainnya yang terkait perjanjian. Deposit internasional dibuat untuk waktu lima tahun dan dapat diperbaharui paling sedikit satu kali untuk satu kali periode tambahan, untuk semua atau beberapa desain industri. Cara untuk memperoleh deposit internasional dapat dilakukan secara langsung atau melalui perantara kantor HaKI negara asalnya, sepanjang memungkinkan
menurut
ketentuan
perundang-undangan
yang
berlaku
dinegaranya sebagamana yang ternyata dalam Pasal 4 Ketentuan Hague 1967. Desain industri yang telah didepositkan selanjutnya akan diterbitkan dalam bentuk buletin secara berkala, sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat (3) huruf (a)
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
42
Ketentuan Hague 1960. Ketentuan ini sangat membantu pendesain atau pemilik desain industri dalam mengantisipasi tidak terjadinya pembajakan desain karena yang diterbitkan adalah desain yang telah didepositkan di Biro Internasional dimana pendesain yang bersangkutan telah tercatat secara resmi sebagai pemilik dalam buletin tersebut. Pasal 7 ayat (1) huruf (a) Ketentuan Hague 1960 menyatakan bahwa dengan melakukan deposit internasional akan mempunyai akibat atau pengaruh yang sama kepada negara-negara yang ditunjuk oleh pemohon dengan persyaratan telah memenuhi semua formalitas untuk pemberian perlindungan menurut undang-undang negaranya serta setelah memenuhi persyaratan administratif. Indonesia tidak terikat dengan Ketentuan Hague 1960 dan Ketentuan Tambahan 1967 baik dalam bentuk ratifikasi ataupun penyertaan. Indonesia termasuk kelompok negara Konferensi Serikat Hague, yaitu negara-negara anggota Persetujuan Hague yang hanya terikat pada Ketentuan London 194. Menurut WIPO, kelompok negara Konferensi Hague tidak dapat menerapkan Sistem Deposit Internasional berdasarkan Ketentuan Hague dan Ketentuan Tambahan 1967. 46 Hal tersebut menimbulkan akibat hukum bahwa semua deposit internasional dari negara yang terikat Ketentuan Hague 1960 dan Ketentuan Tambahan 1967 tidak dapat diterima di Indonesia. Demikian pula sebaliknya, Indonesia tidak dapat melakukan deposit internasional karena tidak terikat dengan ketentuan tersebut. Hal ini merupakan salah satu faktor yang melemahkan posisi
46
Ranti Fauzi Mayana, Op.Cit, Hal.104
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
43
Indonesia dalam perdagangan Internasional. Oleh sebab itu, Indonesia perlu meratifikasi ketentuan tersebut untuk lebih meningkatkan perlindungan terhadap desain industri nasional di pasaran Internasional. 4. Ruang Lingkup Desain Industri a. Pengertian Desain Industri Sebelum menginjak pada pembahasan mengenai istilah desain industri perlu dipahami peristilahan desain. Kata design dalam kamus Indonesia-Inggris dari John M. Echols berarti potongan, modal, pola, konstruksi, mode, tujuan, rencana. Sedangkan dalam kamus Webster pengertian design adalah gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat, pikiran, maksud, kejelasan dan seterusnya. Dalam undang-undang pendaftaran desain 1949 (To Registered Designs Act 1949) pada Pasal 1 ayat (3) pengertian desain disebutkan sebagai “features of shape configuration, pattern or ornament applied to an article by any industrial process or means, being feature which in the finished article appeal to an features of shape or eye but does not include a method or principle of construction or features of shape or configurations which are dictated solely by the function which the article to be made in that shape or configuration has to perform”. Menurut penjelasan Pasal 17 Undang-Undang Perindustrian Nomor 5 Tahun 1984 dinyatakan bahwa desain industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu perusahaan industri. Desain industri didefenisikan oleh UNIDO (United Nations Industrial Development Organization), sebagai suatu kegiatan yang luas dalam inovasi teknologi dan bergerak meliputi proses pengembangan produk dengan mempertimbangkan fungsi, kegunaan, proses produksi dan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
44
teknologi, pemasaran, serta perbaikan manfaat dan estetika produk industri” 47 Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri disebutkan bahwa, Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang komoditas industri atau kerajinan tangan. Merujuk pada defenisi di atas, maka karakteristik desain industri itu dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Satu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna atau gabungan keduanya. 2. Bentuk konfigurasi atau komposisi tersebut harus berbentuk dua atau tiga dimensi. 3. Bentuk tersebut harus pula memberi kesan estetis. 4. Kesemua itu (angka 1, 2 dan 3 di atas) harus dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, berupa barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Tentang pemberian nama Undang-undang ini saja sebenarnya sudah terjadi pertentangan. Ada pihak yang tampaknya kurang puas dengan nama “desain industri”. Kelompok yang tidak atau kurang setuju mengajukan nama “desain produk industri”, yang memang tampaknya lebih sesuai dengan isi Pasal 1 ayat (1) di atas. Memang, bahasa Inggrisnya adalah industrial design, akan tetapi 47
Muhamad Djumhana, Op.Cit., hal. 7.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
45
jika diterjemahkan secara harfiah sebagai desain industri rasanya agak kurang pas, karena kata “industri” dapat pula mencakup industri pariwisata yang tentunya bukan merupakan bagian yang diatur dalam Undang-undang tersebut. Meskipun demikian, undang-undang ini sudah terlanjur diberi nama tentang desain industri, jadi nama itulah yang harus dipakai sementara ini. Menurut Insan Budi Maulana, Indonesia sebaiknya menggunakan istilah Desain Industri daripada istilah Desain Produk Industri, karena istilah Desain Industri akan lebih tepat dan lebih dekat sebagai padanan kata industrial design, di samping itu dengan menggunakan istilah ini akan memudahkan defenisi Desain Industri itu akan disusun agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda. 48 Dengan memperhatikan defenisi yang tercantum di atas dapat diketahui bahwa ada dua unsur utama dalam desain industri, yaitu : 1. bentuk 2. kesan estetis yang berarti dapat dilihat secara kasat mata. 49 Pada dasarnya desain industri merupakan “pattern” yang dipakai dalam proses produksi barang secara komersil, dan dipakai secara berulang-ulang. Unsur dipakainya dalam proses produksi yang berulang-ulang inilah yang merupakan ciri, dan bahkan pembeda dari ciptaan yang diatur dalam hak cipta. Unsur lain yang menjadi ciri dari hak desain adalah cenderung ciptaan itu berkaitan dengan estetika produk, aspek kemudahan atau kenyamanan dalam penggunaan produk
48
Insan Budi Maulana, Pelangi HaKI dan Anti Monopoli, Cet I (Yogyakarta: Peneribit Pusat Studi Hukum, FH-UII, 2000), hal. 170. 49 Suyud Margono, Op.Cit, hal. 32.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
46
yang dihasilkan, sehingga memberikan sumbangan yang berarti untuk kesuksesan pemasaran barang-barang tersebut. Sebuah perancangan bentuk barang dapat dimasukkan ke dalam Desain Industri bila memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu : 1) Rancangan tersebut adalah suatu yang baru (novelty), Pasal 2 ayat (1) UU Desain Industri (UUDI) Desain industri dianggap “baru” jika pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya (Pasal 2 ayat 2 UUDI). Sedangkan yang dimaksud dengan “pengungkapan” pada penjelasan pasal 2 ayat (2) UUDI adalah pengungkapan melalui media cetak atau elektronik, termasuk juga keikutsertaan dalam suatu pameran. Pada ayat (3) lebih memperjelas maksud dari ayat (2) tentang “pengungkapan sebelumnya” yaitu pengungkapan desain industri yang sebelum : a. Tanggal penerimaan, atau b. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan Hak Prioritas, telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia. Mengenai persoalan apa yang dianggap “baru” atau orisinil ini terdapat kemungkinan interpretasi yang berbeda. Pertama dapat dikatakan bahwa prasyarat untuk perlindungan ini akan secara kumulatif baru atau orisinil. Dalam arti kata kedua ukuran ini harus dipakai syarat baru atau original (new or original) ini harus ditafsirkan secara alternatif. Yang dipandang lebih cocok adalah interpretasi bahwa tidak perlu kumulatif baru dan orisinil. Akan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
47
tetapi harus alternatif atau merupakan baru, atau memang dipandang sebagai orisinil. Jadi, interpretasi alternatif adalah lebih cocok untuk dipakai. 50 Dalam penjelasan Umum UUDI alinea 9, dikatakan bahwa asas kebaruan dalam Desain Industri ini dibedakan dari asas orisinil yang berlaku dalam Hak Cipta. Pengerian “baru” atau “kebaruan” ditetapkan dengan suatu pendaftaran yang pertama kali diajukan dan pada saat pendaftaran itu diajukan, tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan bahwa pendaftaran tersebut tidak baru atau telah ada pengungkapannya/publikasi sebelumnya, baik tertulis atau tidak tertulis. “Orisinal” berarti sesuatu yang langsung berasal dari sumber asal orang yang membuat atau yang mencipta atau sesuatu yang langsung dikemukakan oleh orang yang dapat membuktikan sumber aslinya. Selanjutnya dalam alinea 10, dikatakan “asas pendaftaran pertama” berarti bahwa orang yang pertama yang mengajukan permohonan hak atas desain industri yang akan mendapatkan perlindungan hukum dan bukan berdasarkan atas asas orang yang pertama mendesain. 2) Desain Industri tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, ketertiban umum, agama dan kesusilaan. Persyaratan ini harus dipenuhi berkenaan dengan asas-asas perjanjian umum tentang berkontrak bahwa suatu perjanjian menurut KUHPerdata tidak dapat berlaku jika bertentangan dengan peraturan yang ada, atau bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan (Pasal 1337 KUHPerdata).
50
Sudargo Gautama dan Rizawanto, Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Peraturan Baru Desain Industri, Cet. I (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya, 2000), hal. 50-51.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
48
Sebuah barang yang akan diproduksi akan selalu melalui tahapan berupa perancangan. Perancangan ini bisa berbentuk dua dimensi maupun tiga dimensi. Rancangan motif untuk tekstil berbentuk dua dimensi, sedangkan rancangan untuk barang seperti kursi, atau yang lainnya diperlukan dalam bentuk tiga dimensi. Penuangan rancangan bisa melalui media lukisan dalam bentuknya yang dua dimensi, atau melalui seni patung untuk rancangan dalam tiga dimensi, seperti prototif sebuah bentuk barang. Whitford, membagi desain dalam dua kategori, yaitu : 51 1) Kategori A berupa desain yang hanya berbentuk permukaan rata seperti dua dimensi, dan bentuk lain yang bersifat tiga dimensi, yang mana unsur estetiknya mendorong konsumen untuk membeli barang hasil desain tersebut. Hal ini dilindungi dari desain kelompok ini adalah unsur estetik penampilan barang tersebut, bukan pokok yang mendasarinya berupa ide dan prinsip yang umum seperti dalam hukum hak cipta. Juga tidak diperlukan pendaftaran maupun uang tanggungan. 2) Kategori B berupa desain yang berbentuk tiga dimensi hanya bentuk desain itu tidak memberi dorongan konsumen membelinya. Pembelian barang oleh konsumen karena kegunaan, dan peruntukan barang tersebut. Merancang sebuah produk yang akan dihasilkan industri tertentu, bisa meliputi keseluruhan aspek bentuk dan konfigurasi dari barang tersebut atau hanya secara massal tersebut selanjutnya dapat disebut sebagai desain industri, serta mempunyai penuangan seni yang diwujudkannya digunakan dalam proses industri,
serta
mempunyai
kemanfaatan
untuk
menunjang
kesuksesan
pemasarannya, disebabkan barang tersebut memiliki estetika, aspek kemudahan, atau kenyamanan dalam kegunaannya.
51
Muhammad Djumhana, Op.Cit, hal.8
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
49
Misha Black menyebutkan beberapa aspek dari perencanaan sebuah produk industri yang antara lain yaitu : 52 1) Aspek kegunaan, mengacu kepada interaksi langsung antara manusia dan produk dengan dilandasi pertimbangan-pertimbangan seperti kenyamanan, kepraktisan, keselamatan, kemudahan, keperawatan, perbaikan, termasuk juga faktor-faktor ergonomi dan anthropometri. 2) Aspek fungsi, mengacu pada prinsip fisik dan teknik dari desain dan dilandasi oleh pertimbangan permesinan, persediaan bahan baku, tata cara kerja, perakitan, tingkat ketrampilan tenaga kerja, efisiensi, penghematan biaya, toleransi kelayakan, standarisasi dan lain-lain. 3) Aspek pemasaran, berorientasi pada potensi kebutuhan konsumen yang dilandasi pertimbangan akan kebutuhan dan keinginan, kebijakan produk, diversifikasi produk, skala prioritas, harga jaringan distribusi dan lain-lain 4) Aspek nilai estetis dan penampilan suatu produk, mengacu pada nilai visual dan psikologis dari desain yang dilandasi oleh pertimbangan seperti bentuk keseluruhan, unsur penampilan, perbuatan detail, proporsi, tekstur, warna, grafis dan penyelesaian akhir. Ruang lingkup desain begitu luas dan rumit karenanya hukum yang mengaturnya terdiri dari suatu rangkaian ketentuan yang sangat kompleks pula. Pengaturan yang utama di bidang desain yaitu menyangkut pengaturan perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektualnya, yang didalamnya berupa : objek perlindungan, pengakuan hak milik seseorang atas karyanya, jangka waktu
52
I b i d hal. 9.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
50
perlindungan, administrasi pendaftaran hak, perikatan yang berkaitan dengan desain seperti lisensi wajib, pembatalan pendaftaran desain, penyelesaian sengketa dan sanksi yang diberlakukan. Selain hal-hal utama di atas, yang tidak dapat diabaikan pula bahwa dalam pengaturan desain ini, aspek-aspek itu seperti isu-isu lingkungan, kesehatan, perdagangan, dan industri. Hal demikian terlihat jelas bila bidang desain tersebut telah menjadi bagian kehidupan masyarakat setelah menjalani proses produksi dalam kegiatan industri dan perdagangan. Konkretnya dari keterkaitan aspekaspek tersebut di atas maka akan terlihat bahwa peraturan di bidang desain luas cakupannya, sehingga berkaitan juga dengan pengalihan teknologi, kontrak manajemen, kontrak pelayanan jasa desain, organisasi internasional serta lingkungan hidup, kesehatan, perlindungan konsumen dan sebagainya. Selain pemahaman mengenai ruang lingkupnya, desain industri memiliki sub-bidang yang lebih khusus seperti : 53 1) Desain produk yang meliputi furniture, perlengkapan rumah tangga, alat-alat elektronik, perlengkapan medis dan rumah sakit, perlengkapan kantor, komponen bangunan, perlengkapan oleh raga dan hobi, kerajinan dan lain-lain. 2) Desain fasilitas lingkungan seperti fasilitas oleh raga dan rekreasi, sistem informasi kota, perkakas dan sarana umum kota, shelter, peralatan pertanian dan perkebunan. 3) Desain alat transportasi, meliputi alat angkutan darat, laut dan udara. 53
Agus Sachari, “Terminologi Desain”, Paradigma Desain Indonesia, ed Agus Sachari, (Jakarta :Penerbit Rajawali, 1986), hal 136.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
51
b. Persepsi, Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 1. Pengertian Persepsi Persepsi adalah cara
seseorang menerima informasi atau menangkap
sesuatu hal, secara pribadi atau individu. Persepsi-persepsi ini membentuk apa yang kita pikirkan, mendefenisikan apa yang penting bagi kita, dan selanjutnya juga akan mentukan bagaimana kita mengambil keputusan. 54 Menurut Gregorc, persepsi yang dimiliki setiap pikiran/pribadi ada dua macam yaitu : 1. Persepsi Kongkret / Nyata Persepsi Kongkrit membuat anak lebih cepat menangkap informasi yang nyata dan jelas, secara langsung melalui kelima inderanya, yaitu penglihatan, penciuman, peraba, perasa, dan pendengaran. Anak tidak mencari arti yang tersembunyi atau mencoba menghubungkan gagasan atau konsep. Kunci ungkapannya : “Sesuatu adalah seperti apa adanya.” 2. Persepsi Abstrak / Kasat Mata Persepsi Abstrak memungkin anak lebih cepat dalam menangkap sesuatu yang abstrak/kasat mata, dan mengerti atau percaya yang tidak bisa dilihat sesungguhnya. Sewaktu anak menggunakan persepsi abstrak ini, mereka menggunakan kemampuan intuisi, intelektual dan imajinasinya. Kunci ungkapannya : “Sesuatu tidaklah selalu seperti apa yang terlihat.” 55 Persepsi dalam psikologis diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan sesuatu obek yang ada di lingkungannya. 56 Menurut Scheerer persepsi adalah phenomenal tentang objek distal sebagai hasil dari pengorganisasian dari objek distal itu sendiri, medium dan rangsangan
54
Aribowo Prijosakoso dan Roy Sembel, Pengertian persepsi, www.inline.or.id.2003 Ibid 56 Sutaat, Persepsi Legislatif Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Daerah, http://www.depsos.go.id.2005, hal.1. 55
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
52 proksinal. 57 Dalam persepsi dibutuhkan adanya objek atau stimulus yang mengenai alat indera dengan perantaraan syaraf sensorik, kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat kesadaran (proses psikologis). Selanjutnya, dalam otak terjadilah sesuatu proses hingga individu itu dapat mengalami persepsi (Proses psikologis). 58 Psikologi kontemporer menyebutkan persepsi secara umum diperlukan sebagai suatu variabel campur tangan (intervening variabel), bergantung pada faktor-faktor motivasional. Artinya suatu objek atau suatu kajian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh faktor-faktor organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu menanggapinya berkenan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya. 59 Menurut Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss, persepsi adalah suatu proses aktif, komunikator menyerap, mengatur dan menafsirkan pengalamannya secara selektif. Persepsi mempengaruhi komunikasi antar budaya. Persepsi individu hakikatnya dibentuk oleh budaya karena ia menerima pengetahuan dari generasi sebelumnya. Pengetahuan yang diperolehnya itu digunakan untuk memberikan makna terhadap fakta, peristiwa dan gejala yang dihadapinya. 60
57
Salam, persepsi dalam tinjauan Psikologis (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya 1994),
hal.23 58
Ibid Sutaat, Op.Cit, hal.2. 60 Steward L. Tubbs, dan Sylvia Moss, Human Communication. Terjemahan Deddy Mulyana, (Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya1996), hal.19. 59
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
53
Menurut Robins, persepsi sebagai suatu proses dengan mana individuindividu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna begi mereka. Dengan demikian, persepsi adalah kesan atau pandangan seseorang terhadap objek. 61 Persepsi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dengan mana kita memilih, mengorganisir dan menginterprestasi informasi dikumpulkan oleh pengertian kita dengan maksud untuk memahami dunia sekitar kita. 62 Pada hakikatnya persepsi ialah kemampuan memberi makna terhadap keberadaan dan manfaat melalui perhatian yang serius atau atensi dan harapan atau ekspektasi. Atensi meliputi informasi yang berkembang dan materi pengajaran. Sedangkan ekspektasi atau harapan adalah kualitas pengajaran yaitu kemampuan para dosen khususnya yang memberikan pelatihan dalam praktek, kemampuan dosen memberikan motivasi kepada para mahasiswa dan kemampuan dosen membimbing dan mengarahkan mahasiswa untuk belajar aktif dan kreatif. Dengan demikian aspek-aspek yang dapat ditampilkan adalah : (1) berpikir kritis dan analitis, (2) kemampuan memformulasikan gagasan baru (3) kemampuan memecahkan masalah, (4) kemampuan fisik, (5) kemampuan melakukan pendekatan sosial, (6) kemampuan merasakan dan mengontrol emosi (7) kemampuan menempatkan diri, dan (8) memiliki tingkat kesabaran. Menurut Istiqomah dkk, Persepsi sosial mengandung unsur subyektif. Persepsi seseorang bisa keliru atau berbeda dari persepsi orang lain. Kekeliruan atau perbedaan persepsi ini dapat membawa macam-macam akibat dalam 61
Stephen P. Robins, Organization Theory: Sturcture, Design and Application. Terjemahan Yusuf Udaya (Jakarta: Penerbit Lic.Ec.Arean , 1977), hal.31 62 Ibid
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
54
hubungan antara manusia. Persepsi sosial menyangkut atau berhubungan dengan adanya rangsangan-rangsangan sosial. Rangsangan-rangsangan sosial ini dapat mencakup banyak hal, dapat terdiri dari (a) orang atau orang-orang berikut ciriciri, kualitas, sikap dan perilakunya, (b) peristiwa-peristiwa sosial dalam pengertian peristiwa-peristiwa yang melibatkan orang-orang, secara langsung maupun tidak langsung, norma-norma, dan lain-lain. 63 Terkait dengan persepsi sosial, Istiqomah menyebutkan ada
hal yang
mempengaruhi, yakni : 1) variabel obyek-stimulus; 2) variabel latar atau suasana pengiring keberadaan obyek stimulus, dan 3) variabel diri preseptor (pengalaman, intelegensia, kemampuan menghayati stimuli, ingatan, disposisi kepribadian, sikap, kecemasan, dan pengharapan). 64 Menurut Rakhmad Jalaludin, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. 65
2. Pembentukan Persepsi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi yaitu sebagaimana pemaknaan hasil pengamatan yang diawalai dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan
63
Istiqomah, dkk, Modul 1-9: Materi Pokok Psikologi Sosial (Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka, 1988), hal 21. 64 Ibid 65 Rakhmad Jalaludin, Persepsi Dalam Tinjauan Psikologis (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya, 1998), hal.51
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
55 “interpretation”, begitu juga berinteraksi dengan “closure”. 66 Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interprestasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. 67 Selanjutnya Rakhmad menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan 68 Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni : pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. c. Subjek Desain Industri Secara tegas UUDI mengatur mengenai siapa yang dapat menjadi subjek hak desain industri. Dalam Pasal 6 UUDI dikatakan bahwa subjek desain industri adalah :
66
Sutaat, Op.Cit, hal.4 Rakhmad Jalaludin, Op.Cit, hal.52. 68 Ibid, hal.52-53 67
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
56
Ayat (1) “Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain” Ayat (2) “Dalam hal pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama Hak Desain Industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali diperjanjikan lain” Yang berhak memperoleh desain industri ini adalah orang yang menciptakannya (pendesain). Di samping itu, juga yang menerima hak desain itu dari si pendesain. Jadi, bukan orang yang menciptakan yang dapat memperoleh Hak Desain Industri melainkan juga pihak lain yang menerima dari si pencipta itu. Jika lebih dari satu orang yang bersama-sama menciptakan, maka Hak Desain Industri ini diberikan kepada mereka bersama-sama. Akan tetapi, mereka dapat juga mengadakan perjanjian lain mengenai pembagian antar mereka ini. Jika suatu desain industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau desain industri yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas, maka pemegang desain industri adalah pihak yang untuk dan atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan mengurangi hak pendesain apabila penggunaan desain industri itu diperluas keluar hubungan dinas. Hubungan dinas yang dimaksud disini adalah hubungan antara pegawai dengan instansinya (Instansi Pemerintah). Akan tetapi lain hal jika suatu desain industri dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pihak yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain kecuali diperjanjikan lain antara
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
57
kedua pihak. Hubungan kerja yang dimaksud disini adalah hubungan kerja dalam lingkungan swasta. Ketentuan ini menegaskan adanya kepentingan publik sekaligus kepentingan keperdataan dalam kaitan dengan hak desain industri ini. d. Lingkup Hak Desain Industri Pada Pasal 9 ayat (1) UUDI dikatakan bahwa “pemegang hak desain industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri”. Hak Desain dan desain yang didaftarkan pada dasarnya merupakan perlindungan hukum bagi pendesain atas ciptaannya (desainnya) yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Sesuai dengan prinsip-prinsip hak atas kekayaan intelektual yang bersifat eksklusif, maka perlindungan hukum di bidang desain pun demikian, yaitu melarang pihak lain untuk melaksanakan atau melakukan tindakan lainnya yang bersifat mengambil manfaat ekonomi dari suatu desain, apabila tanpa persetujuan pemegang hak atas desain tersebut. Dalam penjelasan Pasal 9, dikatakan bahwa hak eksklusif adalah hak yang hanya diberikan kepada pemegang Hak Desain Industri untuk dalam jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain. Dengan demikian pihak lain dilarang melaksanakan Hak Desain Industri tersebut tanpa persetujuan pemegangnya. Pemberian hak kepada pihak lain dapat dilakukan melalui beberapa cara seperti tercantum dalam Pasal 31 ayat (1), yaitu : 1) pewarisan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
58 2) hibah 3) wasiat 4) perjanjian tertulis 5) sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Menurut penjelasan Pasal 31 ayat (1) point 5 yang dimaksud dengan sebab-sebab lain yaitu seperti putusan pengadilan yang menyangkut kepailitan. Pengalihan hak tersebut di atas disertai dengan dokumen tentang pengalihan hak dan pengalihan hak itu wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal HaKI dan pengalihan hak yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Orang atau badan hukum pemegang Hak Desain Industri bisa menikmati atau memetik manfaatnya selama jangka waktu 10 tahun atau memberi izin kepada orang lain guna memakainya. Di Inggris menurut Registered Design Act 1949 perlindungan desain diberikan tiga periode dan satu periodenya selama 5 tahun. Kepemilikan desain atau hak desain industri ini memberikan sifat hak monopoli bagi pemiliknya dan bersifat eksklusif. 69 Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Pasal 1 ayat (1) menerangkan pengertian dari monopoli itu yaitu “penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok usaha”.
69
Ibid
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
59
Di
beberapa
negara
undang-undang
Antimonopoli
kerap
kali
mengesampingkan beberapa tindakan hukum yang tidak dapat dikenakan sanksi atau tindakan itu tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran. Umpamanya, undangundang antimonopoli Jepang (dokusen kinshi hou) mencantumkan tujuh tindakan yang dikesampingkan dari undang-undang ini, diantaranya adalah “monopoli alam”, kegiatan yang dilakukan berdasarkan undang-undang, “pelaksanaan HaKI”, beberapa tindakan koperasi, kartel rasionalisasi, dan sebagainya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksud dengan pelaksanaan HaKI tersebut misalnya pemegang hak paten memiliki hak monopoli selama 20 tahun, pemegang merek akan memiliki hak monopoli atau lazim disebut hak eksklusif selama 10 tahun, begitu juga terhadap pemegang hak desain industri hak eksklusifnya selama 15 tahun. Selama kurun waktu tersebut pemegang HaKI dapat menggunakannya sendiri atau memberikan hak lisensi kepada pihak lain. Dan apabila jangka waktu “hak monopoli” itu selesai atau jangka waktu perlindungan habis, maka HaKI itu menjadi public domein. Artinya siapapun boleh menggunakan HaKI tersebut tanpa harus membayar royalti atau dituntut ke pengadilan. Ada kekecualian terhadap
merek,
karena
selama
pemegang
hak
merek
tersebut
tetap
memperpanjang dan mempergunakannya, maka pemegang hak merek itu tetap memiliki hak monopoli, misalnya merek Coca Cola, Bata, Batik Keris dan sebagainya. Kekecualian sebagaimana disebut di atas, tidak hanya terjadi di Jepang tetapi juga terjadi dalam sistem HaKI Amerika Serikat atau Masyarakat Eropa. 70
70
Insan Budi Maulana, Catatan Singkat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
60
Hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengesampingkan beberapa tindakan hukum yang tidak dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran undang-undang ini. Perjanjian yang berkaitan dengan HaKI merupakan salah satu dari 9 (sembilan) tindakan yang dikecualikan atau tidak dianggap sebagai pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU Nomor 5 Tahun 1999. Secara lengkap isi dari pasal ini menyatakan bahwa : 1) perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau 2) perjanjian yang berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu dan rahasia dagang serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau 3) perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau 4) perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau 5) perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau 6) perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau 7) perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau 8) pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau 9) kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya. Menurut Insan Budi Maulana, dengan menyimak 9 (sembilan) hal yang dikesampingkan dari undang-undang sebagaimana disebutkan diatas, ada hal yang kurang jelas atau dapat dianggap hal yang kurang tepat jika perjanjian yang berkaitan dengan HaKI seperti perjanjian lisensi di bidang paten, merek, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang,
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Cet I, ( Bandung: Penerbit PT Citra Aditya, 2000), hal. 61.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
61
serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (vide Pasal 50 huruf (b) UU Nomor 5 tahun 1999) dikesampingkan dari larangan-larangan yang dicakup dalam undang-undang ini. Ada kesalahan persepsi atau kekeliruan pemahaman terhadap HaKI sebagai objek yang pemegang haknya memiliki hak monopoli dan dilindungi undang-undang dengan “perjanjian lisensi di bidang HaKI” yang terjadi antara pemegang hak dengan membayar royalti akibat perjanjian itu dapat menimbulkan pelanggaran terhadap undang-undang ini. 71 Menurut Insan Budi Maulana, isi Pasal 50 huruf (b) dapat dibagi dalam dua kemungkinan interpretasi, yaitu : 72 1) segala bentuk perjanjian di bidang HaKI misalnya perjanjian lisensi, perjanjian paten, perjanjian merek dagang, perjanjian hak cipta dan sebagainya, ataukah 2) persoalan perjanjian di bidang HaKI dikesampingkan dari undangundang ini karena masalah perjanjian ini telah diatur dalam undangundang di bidang HaKI secara khusus. Jika makna dari Pasal di atas yang diterapkan sebagaimana yang diinterpretasikan pada nomor 1 maka isi pasal 50 huruf (b) telah keliru. Seharusnya isi dari Pasal 50 huruf (b) atau angka 2 sebagaimana ditulis di atas bukan perjanjian lisensi di bidang HaKI yang dikesampingkan dari undangundang ini karena seharusnya isi pasal itu menyatakan “pemegang HaKI, umpamanya pemegang hak paten, merek, hak cipta, desain industri, desain letak sirkuit terpadu dan rahasia dagang dikesampingkan dari undang-undang ini”. Apabila makna dari Pasal 50 huruf (b) itu diinterpretasikan sebagaimana pada nomor 2, maka pasal itu “mungkin” tidak keliru karena masalah lisensi telah
71 72
Ibid, hal. 62. Ibid, hal. 63.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
62
diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, Undang-Undang Paten Nomor 14 Tahun 2001, Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 maupun Undang-Undang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000. Akan tetapi di dalam masing-masing undang-undang tersebut pun diatur tentang perjanjian lisensi yang dilarang, yaitu apabila perjanjian lisensi, baik langsung maupun tidak langsung menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia. Jadi, jelaslah bagi kita, bahwa hak monopoli atau hak eksklusif yang dipegang oleh pemegang HaKI itu berkaitan dengan jangka waktunya yang setelah jangka waktu itu dilewati maka hak monopoli itu lenyap menjadi public domein. Dalam Penjelasan Umum UUDI alinea 5 dikatakan, bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada Hak Desain Industri dimaksudkan untuk merangsang aktivitas kreatif dari Pendesain untuk terus menerus menciptakan desain baru. Dalam rangka perwujudan iklim yang mampu mendorong semangat terciptanya desain-desain baru dan sekaligus memberikan perlindungan hukum itulah ketentuan Desain Industri disusun dalam undang-undang ini. e. Klasifikasi Desain Industri Berdasarkan Locarno Agreement Locarno Agreement Estabilishing an International Classification for Industrial Design (Locarno Agreement) ditandatangani di Locarno, pada tanggal 8 Oktober 1968 dan diamandemen pada tanggal 28 September 1979. Locarno Agreement dibuat untuk memfasilitasi penelitian dibidang desain industri dan membuat suatu klasifikasi untuk desain industri (atau disebut dengan “Locarno Classification”). Klasifikasi dimaksud terdiri dari suatu daftar kelas-
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
63
kelas dan sub-sub kelas dan suatu daftar berdasarkan alphabet atas barang-barang dimana desain industri ada didalamnya. Sistem dimaksud, pada saat pendatanganan, terdiri dari 32 kelas dan 223 sub kelas dan 6250 item yang telah ditentukan. Pada saat terakhir (Tahun 20060 klasifikasi dimaksud terdiri dari 32 kelas dan 223 sub kelas dan suatu daftar berdasarkan alphabet atas barang-barang yang menunjukkan setiap barang tersebut masuk ke dalam kelas dan sub kelas yang mana terdiri dari 6.631 item 73 Badan-badan yang berwenang dari setiap Negara Peserta (Contracting States) harus menentukan, dalam suatu dokumen resmi, daftar yang menunjukkan pemasukan atau pendaftaran dari industrial desain, jumlah dan subkelas dari klasifikasi, atas mana barang-barang dimaksud ke kelompok desainnya. Badanbadan itu harus melakukan hal yang sama dalam setiap publikasi yang dikeluarkan olehnya dalam kaitan pemasukan atau pendaftaran tersebut 74 Suatu komite pakar, dimana seluruh negara peserta diwakili, telah dibentuk berdasarkan Locarno Agreement, yang dipercayakan untuk melakukan tugas perbaikan klasifikasi tersebut secara periodik. Edisi terkini adalah edisi yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2004. Klasifikasi ini diterapkan oleh 47 Negara peserta dari Locarno Agreement. Agreement ini juga diterapkan oleh international Bureau of WIPO dalam pelaksanaan dari Hague Agreement Concering the International Rigistration of Industrial Design (1925), juga oleh Benelux Office fo Intelectual Property (BOIP)
73
http:/wipo.int/treaties/en/classification/locarno.summary locarno.html, terakhir kali diakses pada tanggal 5 Agustus 2006. 74 Ibid
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
64
dan oleh Office of Harmonization in the Internal Marke (Trade Marks and Design) (OHIM) dari masyarakat Eropah (European Communities). Indonesia meskipun belum menjadi anggota dan belum meratifikasi dari Locarno Agreement, namun dalam peraturan perundang-undangan yang ada secara jelas telah mengakui keberadaan Locarno Agreement, hal ini dapat kita lihat dari
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2000 pada
penjelasan pasal-13 yang menyebutkan : Yang dimaksud dengan “suatu Desain Industri” adalah satuan lepas Desain Industri. Akan tetapi, suatu perangkat cangkir dan teko, misalnya, adalah juga 1(satu) Desain Industri, sedangkan yang dimaksud dengan “kelas’ adalah kelas sebagaimana dimaksud dalam Locarno Agreemen. Walaupun belum menjadi anggota perjanjian itu, dalam praktiknya Indonesia menggunakan perjanjian tersebut sebagai rujukan utama untuk pemeriksaan. Demikian juga dalam Penjelasan Pasal 12 ayat (5) dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri yang menyebutkan : Ketentuan yang berlaku dalam klasifikasi antara lain adalah mengikuti klasifikasi internasional yang sesuai dengan Klasifikasi Locarno (Locarno Agreement) yang berlaku. Dalam klasifikasi jenis barang yang dapat diminta Hak Desain Industrinya sebagaimana yang telah diatur oleh Locarno Agreement khususnya masalah Desain Industri atas Furniture terlihat sebagaimana tabel yang di bawah ini yaitu: 75 CLASS/ KELAS
CLASS TITLE/ JUDUL KELAS Furnishing (Perabot)
06
75
SUB CLASS/ SUB-KELAS
SUB-CLASS TITLE/ JUDUL SUB KELAS
06 - 01
Beds and seats
06 – 02
(vacant)
Tempat tidur, tempat duduk (kursi) Kosong
http://www.fco.gov.uk, terakhir kali diakses pada tanggal 5 Agustus 2006
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
65
CLASS/ KELAS
CLASS TITLE/ JUDUL KELAS
SUB CLASS/ SUB-KELAS
06 – 03 06 – 04 06 – 05 06 – 06 06 – 07 06 – 08 06 – 09 06 – 10 06 – 11
SUB-CLASS TITLE/ JUDUL SUB KELAS Tables and similar furniture Storage furniture Composite furniture Other furniture and furniture parts Mirrors and frames Clothes hungers Mattresses and cushions Curtains and indoor blinds Carpets, mats and rugs
06 – 12 06 – 13
Tapestries Blankets and other Covering materials, household linen and napery
06 - 99
Miscellaneous
Meja dan perabot sejenis Perabot (alat-alat) penyimpanan Perabot kombinasi Perabot lain dan bagianbagian perabot Cermin dan bingkai Gantungan pakaian Kasur dan bantal Gorden dan pelindung ruangan Karpet, tikar dan permadani Permadani dinding Selimut dan bahanbahan penutup lainnya, perlengkapan rumah tangga lain yang terbuat dari kain Rupa-rupa
Klasifikasi jenis-jenis barang dalam Locarno Agreement selanjutnya dapat dilihat pada lampiran. f. Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri Sebelum dibahas jangka waktu perlindungan desain industri maka harus lebih dahulu mengetahui tentang arti perlindungan itu sendiri. Yang dimaksud dengan perlindungan hukum dalam hal desain adalah suatu larangan bagi pihak lain untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain produk industri yang telah diciptakan serta telah terdaftar. Peniruan tersebut dalam bentuk bahwa barang yang dihasilkan tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya, atau keseluruhannya dengan desain terdahulu yang sudah terdaftar. 76 Sebenarnya munculnya usaha-usaha untuk mendapatkan perlindungan terhadap HaKI sama tuanya dengan adanya berbagai ciptaan-ciptaan manusia, 76
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hal. 157
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
66
sebab perlindungan hukum terhadap HaKI pada prinsipnya merupakan perlindungan terhadap penciptanya yang kemudian berkembang menjadi pranata atau institusi hukum yang dikenal dengan Intellectual Property Right. Dalam Pasal 5 ayat (1) UUDI dikatakan bahwa, “perlindungan terhadap Hak Desain Industri diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan”. Perlindungan
ini
harus
dianggap
cukup
memadai
mengingat
perkembangan di bidang industri mengalami perubahan yang cepat sesuai dengan tuntutan masa. Dengan perkataan lain, lewat dari 10 (sepuluh) tahun maka karena perubahan keadaan, dapat dipandang desain industri bersangkutan sudah menjadi old fashioned, out of date (tidak dapat lagi dianggap memenuhi kriteria estetika keindahan yang menjadi salah satu syarat untuk adanya desain industri). Menurut Suyud Margono, desain industri yang dilindungi adalah desain industri yang memenuhi prinsip : 1) Prinsip Pendaftaran Prinsip pemberian hak desain industri didalam UUDI didasarkan pada prinsip bahwa hak desain itu adalah pengakuan kepemilikan oleh negara atas suatu desain industri seseorang harus mengajukan permohonan pendaftaran hak itu secara tertulis kepada negara yaitu melalui Direktorat Jenderal HaKI. Artinya walaupun seseorang mendesain suatu produk, tidak akan mendapat perlindungan jika desainnya tersebut tidak didaftarkan. Bahkan menurut UUDI pemberian hak desain industri haknya diberikan kepada pendaftaran pertama (first to file) yaitu orang yang pertama mengajukan permohonan hak
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
67
atas desain industri bukan berdasarkan kepada orang yang pertama mendesain (Pasal 12). 2) Prinsip Kebaruan Desain industri hanya diberikan untuk desain yang baru. Inilah yang dikenal dengan prinsip kebaruan. Suatu desain industri dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan baik pengungkapan dalam media cetak atau elektronika maupun keikutsertaan dalam suatu pameran yang telah ada sebelumnya yaitu pengungkapan sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak prioritas telah diumumkan atau digunakan di Indonesia. Suatu desain industri dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sebelum tanggal penerimaan permohonan, desain industri tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional maupun internasional di Indonesia atau diluar Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian atau pengembangan. Dalam konsepsi hukum mengenai HaKI, perlindungan terhadap Hak Desain Industri tersebut ditentukan oleh jangka waktu perlindungannya. Adapun tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu perlindungan termasuk dalam konsepsi pendaftaran HaKI pada Pasal 5 ayat (2) UUDI dikatakan “tanggal mulai berlakunya jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan dicatat dalam Daftar Umum Desain Industri dan diumumkan dalam Berita Resmi Desain Industri”.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
68
Dalam penjelasan Pasal 5 ayat (2) tersebut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “Daftar Umum Desain Industri” adalah sarana penghimpunan pendaftaran yang dilakukan dalam bidang Desain Industri yang memuat keterangan tentang nama pemegang hak, jenis desain, tanggal pelaksanaan pendaftaran dan keterangan lain tentang pengalihan hak (bilamana pemindahan hak sudah pernah dilakukan). Yang dimaksud dengan “Berita resmi Desain Industri” adalah sarana pemberitahuan kepada masyarakat dalam bentuk lembaran resmi yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal yang memuat halhal yang diwajibkan oleh UUDI. Pencantuman nama Pendesain dalam daftar umum desain industri dan berita resmi desain industri merupakan hal yang lazim di bidang HaKI. Hak untuk mencantumkan nama Pendesain dikenal sebagai istilah hak moral (moral right).
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB III PERSEPSI PENDESAIN/PELAKU USAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI
1. Gambaran Umum Kota Medan Kota Medan sebagai lokasi penelitian penulis memiliki luas
26.510
Hektar (265,10 Km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara dan secara geografis kota Medan terletak pada 3˚ 30' Lintang Utara dan 98˚35' -98º44' Bujur Timur dan berada pada ketinggian 2,5 – 7,5 meter di atas permukaan laut. Secara administratif, wilayah Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Langkat, Asahan, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Di samping itu sebagai daerah yang pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu
69 Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
70
masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestic maupun luar negeri (ekspor-impor). Jumlah, pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Kota Medan tahun 2001-2005, dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : Tabel 1 Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk di Kota Medan Tahun 2001 – 2005 Tahun
Jumlah Penduduk
Laju Pertumbuhan Penduduk [1) [2] [3] 2001 1.926.052 1,17 2002 1.963.086 1,94 2003 1.993.060 1,51 2004 2.006.014 0,6 2005 2.06.018 1,50 Sumber data : BPS Kota Medan 2005
Luas Wilayah (Km²) [5] 265,10 265,10 265,10 265,10 265,10
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) [6] 7.267 7.408 7.520 7.567 7.681
Berdasarkan data dari tabel di atas diketahui bahwa selama tahun 20012005 jumlah penduduk Kota Medan cenderung mengalami peningkatan yaitu dari 1,92 juta jiwa pada tahun 2001 menjadi 2,03 juta jiwa pada tahun 2005. Demikian juga kepadatan penduduk Kota Medan, meningkat dari 7.267/Km² pada tahun 2001 menjadi 7.681/ Km² tahun 2005. Faktor lain yang juga sangat berarti mempengaruhi peningkatan laju pertumbuhan penduduk adalah meningkatnya arus urbanisasi dan commuters serta kaum pencari kerja
Kota Medan. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan, faktor utama yang menyebabkan komunitas ke Kota Medan adalah adanya pandangan bahwa : (1) bekerja di kota lebih bergengsi (2) di kota lebih gampang mencari pekerjaan, (3) tidak ada lagi yang dapat diolah (dikerjakan) di darah asalnya, dan (4) upaya mencari nafkah yang lebih baik.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
71
Ciri lain kependudukan Kota Medan adalah besarnya arus commuters di Kota Medan. Jumlah penduduk Kota Medan
pada siang hari diperkirakan
mencapai 2,5 juta jiwa, sedangkan pada malam hari diperkirakan 2,036.180 jiwa. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum yang harus disediakan secara keseluruhan. Sebagai pusat perdagangan regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, dapat menadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik dan sebagainya, justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan Kota Medan. Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas, baik sebagai pusat pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang mencakup bukan hanya Propinsi Sumatera Utara tetapi uga wilayah propinsi (Sumbagut). Adanya fungsi regional yang luas tersebut, ternyata telah menjadikan Kota Medan dapat menyelenggarakan aktifitas ekonomi dalam volume yang besar. Kapasitas ekonomi yang besar tersebut ditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kota Medan, yang selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi daerahdaerah sekitarnya, termasuk dibandingkan dengan dicapai oleh Propinsi Sumatera Utara maupun Nasional.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
72 Walaupun Kota Medan sempat mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun 1998 (-20 %) namun selama tahun 2000-2004, ekonomi Kota Medan dapat tumbuh kembali rata-rata sebesar 5,19 %. Ini merupakan indikasi bahwa betapapun beratnya (dalamnya) krisis ekonomi yang melanda ekonomi Indonesia dan Kota Medan khususnya, namun secara bertahap pada dasarnya Indonesia dan Kota Medan memiliki kemampuan untuk sembuh dan keluar dari krisis yang sangat berat tersebut. Kapasitas ekonomi yang relatif besar tersebut juga ditunjukkan olah nilai (uang) PDRB Kota Medan yang saat ini telah mencapai Rp.24,5 triliun, dengan pendapatan perkapita Rp.12,5 juta, sehingga terlihat merupakan sektor tertier (66,76 %) sektor sekunder (29,06 %), dan sektor primer (4,18%) . Jumlah volume kegiatan ekonomi ini sekaligus memberikan kontribusi lebih kurang sebesar 21% bagi pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Utara. Dilihat dari capaian pertumbuhan
ekonominya,
pertumbuhan
ekonomi
Kota
Medan
juga
memperlihatkan elastisitas yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara artinya, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selalu menunjukkan angka positif yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi propinsinya. Ini menunjukkan bahwa Kota Medan masih merupakan mesin pembangunan bagi daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara, Indikator utama ekonomi Kota Medan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
73
Tabel 2 Indikator Utama Ekonomi Kota Medan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KETERANGAN Penduduk PDRB Pertumbuhan ekonomi Income perkapita Tingkat inflasi Jumlah tenaga kerja produktif Tingkat pengangguran Total of export (FOB, 000 US$ Total of import (CIF, 000 US$ Mayor export:
Mayor import:
Partners:
TAHUN 2004 2.006.142 Juwa 24,5 trilyun 4,49 % Rp.12,500,000 6,64 % 682.826 jiwa 13,01 % 2,229,125 679,000,000 Lemak dan minyak nabati/hewani, udang, kerang, kayu lapis, aluminium, barang kesenian, cokelat, kopi, mineral mentah dll. Impor barang modal (suku cadang/asesoris kenderaan bermotor, mesin /peralatan industri khsus, alat elektronik, dll) impor barang konsumsi, (makanan ternak, beras, aluminium, sayur segar, tembakau, dll) Malaysia, Jerman, Inggris, Singapura, RRC, Belanda, Taiwan, Hongkong, dll)
Sumber :BPS Kota Medan 2005 2. Hasil Penelitian a. Identitas Responden Dari kuesioner yang disebarkan kepada 20 responden yang terbesar di Kota Medan, diperoleh data mengenai identitas responden yang dirinci menurut usia, lama usaha, kapasitas produksi potensial, besarnya investasi dan jumlah tenaga kerja. Tabel 3 Distribusi Responden Menurut Usia n = 20 No. Uraian Jumlah Responden Persentase 1 20-30 tahun 2 31-40 tahun 8 40 3 41-50 tahun 9 45 4 > 50 tahun 3 5 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian pada responden Agustus 2006
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
74
Berdasarkan data analisis pada tabel 3 tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengusaha furniture di Kota Medan berusia di antara 31–40 sebanyak 8 responden ( 40 %) berusia antara tahun 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 9 responden (45%), dan yang berusia di atas 50 tahun sebanyak 3 responden (5%). Tabel 4 Distribusi Responden Menurut Lama Usaha n = 20 No. Uraian Jumlah Responden Persentase 1 < 5 tahun 2 10 2 6 - 11 tahun 5 25 3 12 - 17 tahun 9 45 4 > 17 tahun 4 20 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian pada responden Agustus 2006 Pada tabel 4 di atas, dapat disimpulkan bahwa pengusaha furniture yang telah lama berusaha diantara 12–17 tahun yaitu sebanyak 9 responden (45%), kemudian 5 responden (25 %) yang berusaha antara 6–11 tahun, 4 responden (20%) yang berusaha > 17 tahun dan 2 responden (10%) yang telah berusaha selama < 5 tahun. Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Kapasitas Produksi Potensial (Per Bulan) n = 20 No. Uraian Jumlah Responden Persentase 1 < 500 buah 2 10 2 500 – 999 buah 2 10 3 1000 – 1500 buah 9 45 4 > 1500 buah 7 35 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian pada responden Agustus 2006 Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat disimpulkan bahwa kapasitas produksi potensial (per bulan) pengusaha furniture lebih banyak antara 1000–1500 buah yaitu sebanyak 9 responden (45 %) kemudian 7 responden (35 %) lebih dari 1500
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
75 buah, 2 responden (10 %) antara 500 – 999 buah serta < 500 buah sebanyak 2 responden (10%). Adapun produksi barang yang dihasilkan oleh pengusaha furniture itu adalah dihitung berdasarkan banyaknya jumlah dari hasil produksi seperti tempat tidur, tempat duduk (kursi), meja dan perabot sejenis, perabot (alat-alat) penyimpanan, perabot kombinasi. Jenis-jenis produksi
tersebut diproduksi
merupakan satu kesatuan dari pengusaha furniture baik berdasarkan pesanan konsumen, maupun untuk memenuhi kebutuhan pasar. Tabel 6 Distribusi Responden Menurut Besarnya Investasi (Rupiah) n = 20 Jumlah Responden Persentase < 25 26 – 50 juta 7 35 51 – 75 juta 8 40 > 75 juta 5 25 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 No. 1. 2. 3. 4.
Uraian
Analisis data pada tabel 6 di atas, dapat disimpulkan bahwa besarnya investasi rata-rata pengusaha furniture berkisar antara 51–75 juta yaitu sebanyak 8 responden (40%), kemudian 7 responden (35%) antara 26-50 juta serta 5 responden (25%) sebesar >75 juta. Tabel 7 Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja n = 20 Uraian Jumlah Responden Persentase < 10 orang 1 5 11 – 15 orang 7 35 16 - 20 orang 10 50 > 20 orang 2 10 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 No. 1. 2. 3. 4.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
76 Berdasarkan tabel 7 di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja rata-rata pengusaha furniture berkisar antara 16–20 orang yaitu sebanyak 10 responden (50%), kemudian 7 responden (35%) antara 11-15 orang, 2 responden (10%) berjumlah > 20 orang, serta 1 responden (5%) < 10 orang. b. Persepsi Pelaku Usaha Furniture Tentang Perlindungan Desain Industri di Kota Medan. Pemahaman pelaku usaha furniture Kota Medan mengenai perlindungan desain industri dapat diketahui berdasarkan hasil kuesioner yang disebarkan kepada 20 Pengusaha Furniture di Kota Medan seperti yang diuraikan di bawah ini. 1. Jawaban Responden Terhadap Variabel (X) Persepsi Pengusaha Furniture Tabel 8 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pentingnya Penerapan Perlindungan Desain Industri Terhadap Usaha Furniture n = 20 No Pernyataan Jumlah Persentase 1. Sangat Perlu diterapkan 14 70 2. Belum Perlu diterapkan saat ini 5 25 3. Tidak perlu ada perlindungan 1 5 desain industri Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Dari tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 14 orang (70%) menyatakan sangat perlu diterapkan, sebanyak 5 orang (25%) menyatakan belum perlu diterapkan saat ini dan sebanyak 1 orang (5%) menyatakan tidak perlu ada perlindungan desain industri. Bahwa dari uraian tersebut di atas para pengusaha pada umunya sangat mendukung diterapkannya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
77
desain industri karena pada kenyataannya perlindungan desain industri terlihat kurang/tidak diterapkan, sehinggga menyebabkan para penjiplak tidak merasa melakukan perbuatan yang dapat merugikan pihak lain. Tabel 9 Distribusi Responden Mengenai Manfaat Perlindungan Desain Industri Terhadap Perkembangan Industri Usaha Furniture n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, sangat bermanfaat 11 55 2. Biasa saja 7 35 3 Tidak bermanfaat 2 10 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Berdasarkan data analisis pada tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa manfaat perlindungan desain industri terhadap perkembangan industri usaha furniture adalah sebanyak 11 orang (55%) menyatakan sangat bermanfaat, sebanyak 7 orang (35%) menyatakan biasa saja dan sebanyak 2 orang (10%) menyatakan tidak bermanfaat. Tabel 10 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Perbedaan Khusus Antara Produk antar Pengusaha Furniture n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya ada ciri tertentu 6 30 2. Secara khusus belum ada 8 40 3 Tidak ada 6 30 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Pada tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa adanya perbedaan khusus antara pengusaha furniture adalah sebanyak 6 orang (30%) menyatakan ada ciri tertentu` sebanyak 8 orang (40%) menyatakan secara khusus belum ada dan sebanyak 6 orang (30%) menyatakan tidak ada.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
78 Adapun perbedaan khusus produksi furniture yang dilakukan antara pengusaha furniture dari hasil wawancara dengan responden diketahui dari kualitas mutu bahan baku, warna yang spesifik, serta bentuk ukiran-ukiran yang terdapat dalam produksi furniture. Tabel 11 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Pendaftaran Desain Industri Pengusaha Furniture di Dirjen HaKI atau Departemen Kehakiman n =20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, Telah Terdaftar 2 10 2. Belum Terdaftar 14 70 3 Tidak perlu terdaftar 4 20 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Dari tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa adanya pendaftaran desain industri pengusaha furniture di Dirjen HaKI atau Departemen Kehakiman adalah sebanyak 2 orang (10%) menyatakan telah terdaftar, sebanyak 14 orang (70%) menyatakan belum terdaftar dan sebanyak 4 orang (20%) menyatakan tidak perlu terdaftar. Bahwa dari uraian tersebut terlihat relatif kecil para pengusaha yang mendaftarkan desain industri dari produksinya dan hasil yang diperoleh dari responden bahwa
mereka beranggapan hak desain industri merupakan hak
bersama dan oleh karena itu belum dan tidak perlu mendaftarkan desain industrinya demikian juga karena pada kenyataannya perlindungan desain industri terlihat kurang/tidak diterapkan.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
79
Tabel 12 Distribusi Jawaban responden Mengenai Pengetahuan Pengusaha Furniture Terhadap Peraturan Perundang-undangan n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, saya mengetahui dengan jelas 13 65 2. Hanya tahu sekedar/pernah membaca 7 35 3. Tidak mengetahui 0 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Berdasarkan data tabel 12 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan pengusaha furniture terhadap peraturan perundang-undangan adalah sebanyak 13 orang (65 %) menyatakan mengetahui dengan jelas, sebanyak 7 orang (35 %) menyatakan hanya sekedar tahu/pernah membaca sedangkan yang menyatakan tidak mengetahui tidak ada. Para pengusaha furniture mengetahui keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri berdasarkan informasi dari media cetak, informasi dari teman-teman dan juga adanya penyuluhan yang dilakukan oleh Kanwil Hukum dan HAM Propinsi Sumatera Utara hal ini sesuai dengan apa yang diuraikan oleh Bapak Bindu T. Naibaho, S.H.,M.Hum yang menyatakan “bahwa Pihak Pemerintah sudah sangat sering melakukan penyuluhan dengan menghimbau dan menganjurkan para pengusaha agar mematuhi peraturan perundang-undangan tentang perlindungan desain industri. Hal tersebut sudah merupakan tugas dan kewajiban pihak Pemerintah untuk melakukan himbauan dan anjuran ” 77
77
Wawancara dengan Bapak Bindu T. Naibaho, SH. M.Hum (Kepala Bagian Hukum Kanwil Hukum dan HAM Sumut) di Medan tanggal 27 September 2006.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
80 Tabel 13 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Pemegang Hak Milik, Hak Monopoli Terhadap Desain Tersebut. n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Setuju 11 55 2. Tidak setuju 7 35 3 Tidak tahu 2 10 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Pada tabel 13 di atas diketahui bahwa adanya pernyataan pemegang hak milik hak monopoli terhadap desain tersebut adalah sebanyak 11 orang (55%) menyatakan setuju, sebanyak 7 orang (35%) menyatakan tidak setuju dan sebanyak 2 orang (10 %) menyatakan tidak tahu. Tabel 14 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Peluang Untuk Melakukan Pembajakan Terhadap Desain Industri Tertentu n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, saya tahu dengan jelas 15 75 2. Kurang tahu 4 20 3. Tidak tahu 1 5 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Berdasarkan data analisis pada tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa adanya peluang untuk melakukan pembajakan terhadap desain industri tertentu adalah sebanyak 15 orang (75%) menyatakan tahu dengan jelas, sebanyak 4 orang (20%) menyatakan kurang mengetahui dan sebanyak 1 orang (5 %) menyatakan tidak tahu. Bahwa dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan pengusaha furniture di Kota Medan sangat mengetahui praktek pembajakan terhadap desain industri begitu sering dilakukan. Hal ini disebabkan anggapan: (1) hak desain industri merupakan hak bersama (2) pada kenyataannya perlindungan desain industri
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
81
terlihat kurang/tidak diterapkan dan (3) lemah atau kurang memadainya peraturan perundang-undangan
yang
bisa
melindungi
desain
industri
yang
diciptakan/didesain oleh pendesain. 2. Jawaban Responden Terhadap Variabel (Y) Perlindungan Desain Industri Tabel 15 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Himbauan Pemerintah Untuk Melakukan Pendaftaran Desain Industri n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Selalu, baik secara langsung ataupun 9 45 tidak langsung 2. Hanya melalui surat 8 40 3. Tidak pernah 3 15 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Dari tabel 15 di atas dapat diketahui bahwa adanya himbauan pemerintah untuk melakukan pendaftaran desain industri adalah sebanyak 9 orang (45 %) menyatakan selalu baik secara langsung ataupun tidak langsung, sebanyak 8 orang (40 %) hanya melalui surat dan sebanyak 3 orang (15 %) menyatakan tidak pernah. Tabel 16 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Tentang Akibat Kelalaian Tidak Melakukan Pendaftaran Desain Industri n =20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, saya tahu dengan jelas 15 75 2. Kurang tahu 4 20 3. Tidak tahu 1 5 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Pada tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan tentang akibat kelalaian tidak melakukan pendaftaran desain industri adalah sebanyak 15 orang
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
82
(75 %) menyatakan tahu dengan jelas, sebanyak 4 orang (20 %) menyatakan kurang mengetahui dan sebanyak 1 orang (5 %) menyatakan tidak tahu. Tabel 17 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penemuan Adanya Persamaan Desain Industri dengan Desain Pengusaha Furniture Lainnya n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Tidak Pernah 3 15 2. Kadang-kadang 10 50 3. Sering 7 35 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Dari analisis data pada tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa penemuan adanya persamaan desain dengan desain pengusaha furniture lainnya adalah sebanyak 3 orang (15 %) menyatakan tidak pernah, sebanyak 10 orang (50 %) menyatakan kadang-kadang dan sabanyak 7 orang (35 %) menyatakan sering. Tabel 18 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pemahaman Terhadap Fungsi Atau Makna Dari Peraturan Perundang-undangan n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, sangat paham 5 25 2. Sekedarnya saja 12 60 3. Tidak tahu 3 15 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Berdasarkan data pada tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa pemahaman pengusaha furniture terhadap fungsi dan makna dari peraturan perundangundangan adalah sebanyak 5 orang (25 %) menyatakan sangat paham, sebanyak 12 orang (60 %) menyatakan sekedar saja dan sebanyak 3 orang (15 %) menyatakan tidak tahu.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
83
Tabel 19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlindungan Desain Industri Dapat Menanggulangi Terjadinya Pelanggaran n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Sangat setuju 9 45 2. Setuju 8 40 3. Biasa saja 3 15 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Dari analisis data pada tabel 19 di atas dapat diketahui bahwa adanya perlindungan desain industri dapat menanggulangi terjadinya pelanggaran adalah sebanyak 9 orang (45%) menyatakan sangat setuju, sebanyak 8 orang (40%) menyatakan tidak setuju dan sebanyak 3 orang (15%) menyatakan biasa saja. Tabel 20 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlindungan Desain Industri Akan Meningkatkan Penghasilan Pengusaha Furniture n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Ya, tentu saja 6 30 2. Biasa saja 7 35 3.
Belum tentu 7 35 Jumlah 20 100 Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Berdasarkan tabel 20 di atas dapat diketahui bahwa perlindungan desain industri akan meningkatkan penghasilan pengusaha furniture adalah sebanyak 6 orang (30%) menyatakan tentu saja, sebanyak 7 orang (35%) menyatakan biasa saja dan sebanyak 7 orang (35 %) menyatakan belum tentu.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
84
Tabel 21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlunya Diadakan Pengawasan Secara Periodik Oleh Pemerintah n = 20 No. Pernyataan Jumlah Persentase 1. Sangat perlu 13 65 2. Biasa saja 6 30 3. Tidak perlu 1 5 Jumlah
20
100
Sumber data diolah dari hasil penelitian Kuisioner pada responden Agustus 2006 Dari analisis data pada tabel 21 di atas dapat diketahui bahwa perlunya diadakan pengawasan secara periodik oleh pemerintah adalah sebanyak 13 orang (65%) menyatakan sangat perlu, sebanyak 6 orang (30%) menyatakan biasa saja dan sebanyak 1 orang (5%) menyatakan tidak perlu.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENDESAIN/ PENGUSAHA FURNITURE TIDAK MENDAFTARKAN DESAIN INDUSTRINYA 1. Pentingnya Perlindungan Hukum Desain Industri Sebagai salah satu hak yang berasal dari hasil kemampuan manusia, hak desain industri sebagaimana hak kekayaan intelektual lainnya perlu mendapat perlindungan hukum yang memadai. Bila disimak konsideran Undang-undang Desain Industri, terdapat 2 (dua) pertimbangan pokok yang melatarbelakangi perlunya diadakan perlindungan desain industri dalam sebuah undang-undang, yaitu : 1. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat di bidang desain industri sebagai bagian dari sistem HaKI; 2. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) dengan Undang-undang No.7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai desain industri. Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi pengusaha furniture Kota Medan terhadap perlindungan desain industri, yaitu seperti yang dijelaskan
85
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
86 oleh Mieke Komar dan Ahmad M. Ramli 78 yang mengemukakan beberapa alasan mengapa HaKI perlu dilindungi. Yang pertama adalah bahwa hak yang diberikan kepada seorang pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra atau inventor dibidang teknologi yang mengandung langkah inventif merupakan wujud dari pemberian suatu penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan karya inovatifnya. Dengan demikian, sudah merupakan konsekuensi hukum untuk diberikannya suatu perlindungan hukum bagi penemu atau pencipta dan kepada mereka yang melakukan kreativitas dengan mengarahkan segala kemampuan intelektual tersebut seharusnya diberikan suatu hak eksklusif untuk mengeksploitasi HaKI tersebut sebagai imbalan atas jerih payahnya itu. Alasan kedua adalah terdapat sistem perlindungan HaKI yang dengan mudah dapat diakses pihak lain, contoh dapat dikemukakan paten yang bersifat terbuka. 79 Penemunya berkewajiban untuk menguraikan penemuannya tersebut secara rinci, yang memungkinkan orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut. Untuk itu, merupakan suatu kewajaran dan keharusan untuk memberikan suatu hak eksklusif kepada inventor dalam jangka waktu tertentu menguasai dan melakukan eksploitasi atas penemuannya itu. Alasan ketiga mengenai perlunya perlindungan terhadap HaKI adalah HaKI yang merupakan hasil ciptaan atau penemuan yang bersifat rintisan dapat membuka kemungkinan pihak lain untuk mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu. Oleh karena itu, penemuan-penemuan mendasarpun harus dilindungi meskipun mungkin belum memperoleh perlindungan di bawah 78
Ranti Fauzi Mayana, Op.Cit, hal.43. Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek) (Bandung CV, Mandar Madju, 2000), hal.40 79
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
87
rezim hukum paten, dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang dirahasiakan. Terdapat beberapa teori yang mendasar perlu adanya suatu bentuk perlindungan hukum desain industri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Robert M.Sherwood. Faktor pertama yang dikemukakannya adalah Reward Theory yang memiliki makna yang sangat mendalam berupa pengakuan terhadap karya intelektual
yang
telah
dihasilkan
oleh
seseorang
sehingga
kepada
penemu/pencipta atau pendesain harus diberikan penghargaan sebagai imbangan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektualnya tersebut. 80 Teori ini sejalan dengan prinsip yang menyatakan bahwa penemu/pencipta /pendesain yang telah mengeluarkan waktu, biaya serta tenaga dan menghasilkan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya tersebut, yang dikenal dengan Recovery Theory. 81 Teori lain yang sejalan dengan teori reward adalah Incentive Theory yang mengaitkan pengembangan kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemu/pencipta/pendesain tersebut. Berdasarkan teori ini, insentif yang diberikan untuk mengupayakan terpacunya kegiatan-kegiatan penelitian yang berguna. 82 Ketiga teori ini pada intinya memiliki visi yang sama berupa penghargaan kepada para penemu/pencipta ataupun pendesain atas karya intelektual yang telah
80
Ranti Fauzi Mayana, Op.Cit, hal.45 Ibid 82 Ibid 81
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
88
dihasilkannya. Dalam perkembangannya, pemberian penghargaan tersebut harus dikaitkan dengan upaya untuk menciptakan iklim kondusif agar masyarakat tetap kreatif, sebab penghargaan yang tidak memadai akan membunuh kreativitas masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, teori-teori tersebut perlu disempurnakan dengan memasukkan makro upaya menumbuhkan kreativitas masyarakat sehingga penghargaan tidak dianggap satu-satunya upaya memberikan keuntungan untuk individu penemu/pencipta/pendesain, tetapi lebih jauh adalah untuk menciptakan kreativitas secara nasional. Dengan demikian maka pemberian penghargaan tersebut akan merupakan sumbangan kongkrit bagi negara dalam pembangunan tekhnologi dan pembangunan ekonomi. Teori keempat yang dikemukakan oleh Robert M.Sherwood adalah Risk Theory. Teori ini mengakui bahwa HaKI merupakan suatu hasil karya yang mengandung resiko. HaKI yang merupakan hasil suatu penelitian mengandung risiko yang dapat memungkinkan orang lain terlebih dahulu menemukan cara tersebut atau memperbaikinya sehingga dengan demikian adalah wajar untuk memberikan suatu bentuk perlindungan hukum terhadap upaya atau tindakan yang mengandung risiko tersebut. Teori terakhir yang dikemukakan oleh Robert M.Sherwood adalah Economic Growth Stimulus Theory. Teori ini mengakui bahwa perlindungan atas HaKI merupakan suatu alat dari pembangunan ekonomi, dan yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi adalah keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sistem perlindungan atas HaKI yang efektif.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
89
2. Beberapa Faktor Penyebab Pendesain/Pengusaha Furniture tidak Mendaftarkan Desain Industri. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengusaha Furniture di Medan, peneliti
mendapatkan
alasan
yang
menyebabkan
rendahnya
minat
pendesain/pengusaha furniture untuk mendaftarkan desain industri atas produk furniturenya. 83 1. Ketidaktahuan mereka akan pentingnya pendaftaran atas desain industri dan juga ketidaktahuan kemana dan bagaimana proses pendaftaran diajukan. 2. biaya pendaftaran desain furniture relatif mahal. 3. Keengganan para pengusaha furniture berurusan dengan birokrasi pemerintah serta prosedur yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang cukup panjang/lama. 4. Kebanyakan desain yang mereka buat adalah tiruan dari mereka lihat di majalah atau berdasarkan dari pesanan konsumen sehingga mereka tidak merasa memiliki atas desain itu. 5. Adanya rasa sungkan terhadap sesama pengerajin jika mereka melarang untuk meniru desainnya.
Begitu juga dikatakan oleh Marsudu Simanjuntak bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi
persepsi
pendesain/pengusaha
furniture
terhadap
perlindungan desain industri atas produk furniture diberikan penghargaan sebagai imbalan atas upaya kreatifnya sehingga dapat menciptakan iklim yang kondusif agar masyarakat tetap kreatif dalam melakukan penemuan-penemuan mendasar harus dilindungi hak patennya secara terbuka dan transparan. 84 Perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri dimaksudkan untuk merangsang aktifitas kreatif dari pendesain/pengusaha untuk menciptakan 83
Hasil wawancaradengan Pengusaha Furniture yang dilakukan pada tanggal 5 Agustus
2006. 84
Wawancara dengan Bapak Marsudu Simanjuntak (Ketua Asosiasi Meubel Indonesia Cabang Medan) pada tanggal 7 Februari 2007.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
90
desain baru. Namun sangat disayangkan bahwa dalam kenyataannya masih banyak pendesain Indonesia yang belum mengerti pentingnya melindungi karya mereka dari pemalsuan dan/atau penjiplakan yang jelas-jelas akan merugikan hak ekonomi mereka. Salah satu kendala dalam melakukan pembangunan ekonomi di Indonesia adalah faktor penegakan hukum yang masih perlu dikembangkan dan ditegakkan guna mengimbangi kebutuhan dan kemajuan masyarakat. Terkait dengan penegakan hukum di bidang HaKI, khusunya desain industri, kendala terbesar justru berada pada masyarakat Indonesia sendiri yang masih menganggap HaKI merupakan public right yang mempunyai fungsi sosial, bukan sebagai suatu hak privat yang membutuhkan perlindungan. Menurut B.T. Naibaho, persoalan ketidakperdulian masyarakat terhadap HaKI adalah karena masalah pentingnya HaKI ini belum populer dikalangan masyarakat. Jangankan masyarakat umum, dikalangan pejabat dan intelektual sendiri masih banyak yang belum mengerti apa itu HaKI. Padahal itu sebenarnya merupakan fundamental dari perekonomian suatu negara. 85 Adanya budaya komunal yang menganggap hak pribadi sebagai hak bersama turut pula mendorong maraknya penjiplakan. Masih banyak pula pendesain Indonesai yang tidak berkeberatan dengan adanya pemalsuan bahkan tidak berniat untuk menuntut pelakunya, justru mereka merasa bangga karena dengan ditirunya desain mereka, mereka beranggapan bahwa desain itu merupakan desain yang amat bagus. Hal ini merefleksikan tingkat pemahaman 85
Wawancara dengan Bapak BT. Naibaho (Staff Kanwil Hukum dan HAM Sumut) di Medan pada tanggal 27 September 2006.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
91
terhadap perlindungan desain yang tidak begitu memadai di satu sisi dan pola budaya kepemilikan bersama. Akan tetapi ada juga sebagian pendesain yang ingin menuntut, tetapi tidak mengetahui caranya,
selain itu karena prosedur yang
berbelit-belit dan memakan waktu yang terlalu lama dan biaya yang tidak sedikit. Budaya hukum masyarakat Indonesia ini turut menghambat penegakan hukum dibidang HaKI. Lawrence M Friedman menguraikan ada tiga unsur sistem hukum (three element of legal system) yang membuat hukum tidak berjalan yaitu : 86 1) Substansi hukum (legal substance) ; adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law (hukum yang hidup), dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law books; 2) Struktur Hukum (legal structure); adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memadai semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Di Indonesia struktur sistem ini termasuk di dalamnya institusi-institusi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan advokat yang merupakan struktur bagaikan foto diam yang menghentikan gerak ( a kind of style photograph wich freezes the action) ; 3) Budaya hukum (legal culture): adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya. Artinya 86
Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal.7.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
92
suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan. Tanpa kultur hukum maka sistem hukum itu sendiri tidak berdaya. Di samping faktor budaya, banyaknya pembajakan merupakan bukti belum berkembangnya penghargaan dan penegakan peraturan terhadap HaKI. Hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi era perdagangan bebas.
Undang-Undang
Desain
Industri
menekankan
penerapan
prinsip
konstitusif, dalam prinsip ini pendaftaran menjadi dasar perlindungan suatu desain. Penerapan prinsip konstitutif tersebut dikaitkan dengan globalisasi dan perdagangan bebas perlu mendapatkan perhatian khusus karena bukti-bukti pendaftaran di kantor desain merupakan bukti otentik kepemilikan suatu hak desain industri dan kapan hak itu dilindungi. Menurut sarjana ahli HaKI, O.K. Saidin mengatakan bahwa perlindungan desain industri dari produk furniture adalah sangat penting sebab dengan perlindungan hukum itu pemilik desain industri dapat mengklaim produknya agar tidak ditiru oleh orang lain, sehingga produk tersebut menjadi ciri khas, dan jika produk itu laku keras di pasaran pemilik desain industri tidak kehilangan hak keuntungan akibat dari pelanggaran orang lain dan dia dapat memproteknya. 87 Ketidakmengertian pendesain terhadap proses pendaftaran menunjukkan adanya dua hal yang harus mendapat perhatian. Pertama
adalah kurangnya
sosialisasi dari pihak pemerintah kepada masyarakat tentang pentingnya pendaftaran desain. Kedua belum tersedianya dukungan yang memadai dari 87
Hasil wawancara dengan Bapak O.K. Saidin (Sarjana Ahli Bidang HaKI) pada tanggal 7 Februari 2007.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
93 masyarakat dalam menciptakan iklim yang kondusif terhadap perlindungan desain industri karena faktor-faktor budaya dan lingkungan sosial yang masih sangat dipengaruhi oleh sistem masyarakat komunal yang dalam beberapa segi masih relevan, tetapi tidak relevan lagi jika dikaitkan dengan perlindungan desain industri, bahkan pada gilirannya akan merugikan masyarakat itu sendiri. Dalam era globalisasi ekonomi saat ini, budaya seperti ini akan membuka peluang
penjiplakan/peniruan
oleh
pihak-pihak
yang
ingin
menangguk
keuntungan tanpa harus melalui proses kreatif yang menghabiskan banyak waktu, biaya dan pemikiran. Apalagi bila penjiplakan itu dilakukan oleh pihak asing yang kemudian mendaftarkannya, tentu akan menimbulkan kerugian yang besar bagi devisa Indonesia. Menurut Suharjo Sani mengatakan bahwa perlindungan desain industri atas produk furniture merupakan hasil ciptaan atau penemuan yang bersifat rintisan dapat membuka kemungkinan pihak lain untuk mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan penemu. Oleh karena itu penemu-penemu mendasar pun harus dilindungi meskipun belum memperoleh perlindungan di bawah rezim hukum paten, dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang dirahasiakan, sehingga desain industri yang mengandung resiko dapat memungkinkan orang lain terlebih dahulu mememukan cara tersebut atau memperbaikinya, dengan demikian adalah wajar untuk memberikan suatu
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
94
perlindungan hukum terhadap upaya atau tindakan yang mengandung resiko tersebut. 88 Agar suatu peraturan/hukum dapat menjadi alat pemacu pembangunan ekonomi, perlu dipahami teori yang dikemukakan Burg`s. Menurut studi yang dilakukan Burg`s mengenai hukum dan pembangunan terdapat lima unsur yang harus dikembangkan agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, yaitu : stability, predictability, fairness, education dan the special development abilities of the lawyer. Selanjutnya Burg`s mengemukakan bahwa unsur pertama dan kedua tersebut merupakan persyaratan agar sistem ekonomi berfungsi 89 Penegakan hukum desain industri juga terkait erat dengan peran penguasa dan aparat hukum. Hukum dan kekuasaan harus berjalan seimbang. Kekuasaan harus menjadi penjamin agar hukum dapat ditegakkan dan sebaliknya hukum harus bisa menjadi alat kontrol agar kekuasaan tidak disalahgunakan. Perlindungan desain industri atas produk furniture sangatlah penting sebagaiamana yang dikatakan oleh Marsudu Simanjuntak bahwa si pencipta telah mengeluarkan waktu, biaya, serta tenaga dan menghasilakan karya intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya tersebut, maka dalam hal ini sebagai imbangan atas kreatif perlu dilakukan perlindungan secara hukum. 90
88
Wawancara dengan Bapak Suharjo Sani, SH (Pengusaha di Bidang Furniture) pada tanggal 7 Februari 2007 di Medan. 89 Leonard J. Theberge, Law and Economic development, dalam Makalah Bismar Nasution, “Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi” disampaikan pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan 25 September 1999, hal.4 90 Wawancara dengan Bapak Marsudu Simanjuntak (Ketua Asosiasi Meubel Indonesia Cabang Medan) pada tanggal 7 Februari 2007.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
95
Berdasarkan Undang-undang nomor 31 tahun 2000
tentang Desain
Industri dalam Bab XI pasal 54 menyebutkan bahwa: (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dipidana penjara paling lama 4 (empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000.- (tiga ratus juta rupiah). (2) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 23 atau Pasal 32 dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.45.000.000. (empat puluh lima juta rupiah). (3) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan delik aduan.
Menurut M. Sultoni mengatakan bahwa kasus pembajakan terhadap desain industri atas produk furniture sampai Oktober 2006 belum ada sengketa yang diajukan oleh para pihak yang keberatan atas ciptaannya dibajak oleh orang lain, namun dilihat di lapangan banyak terjadi pembajakan atas desain industri furniture merek-merek terkenal, kemudian beliau juga mengatakan sengketa tersebut kemungkinan diselesaikan di luar jalur pengadilan, seperti dengan cara musyawarah atau kekeluargaan. 91 3. Keterkaitan Perlindungan Hukum Desain Industri dengan Kemajuan Sektor Perindustrian dan Perekonomian Indonesia. Bidang desain khususnya desain industri tidak akan terpisahkan dari bidang industri dan perdagangan. Kedua bidang tersebut mempunyai kolerasi yang sangat erat dalam kehidupan manusia. Dalam kegiatan industri secara makro, desain merupakan kunci pengembangan industri karena dapat dikatakan sebagai supporting industries. Meskipun demikian tidak dapat disepelekan unsur91
Wawancara dengan Bapak M. Sultoni, SH, MH (Ketua Pengadilan Negeri dan Niaga Medan) pada tanggal 15 Oktober 2006 di Medan.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
96
unsur lainnya seperti teknik produksi, material, suku cadang, proses produksi, pemasaran dan juga sampah yang dihasilkannya merupakan unsur terkait dalam kedua bidang tersebut. Industri dan desain memang menjadi dua hal yang tak dapat dipisahkan. Dalam hal ini produksi cenderung rendah dalam pengembangan desain. Tak heran bila kreativitas mudah dibajak. Menurut Guru Besar Desain Produk Industri ITB, Imam Buchori Zaenuddin, hal ini disebabkan ada kegamangan dari industri untuk megembangkan produk yang siklus hidupnya berjangka panjang dengan alasan investasi semacam itu penuh risiko. Selain itu, juga disebabkan kurangnya wawasan industri tentang desain dan adanya anggapan penelitian desain membutuhkan biaya yang mahal serta belum adanya kejelasan hubungan antara industri dengan pendesain. 92 Dengan
demikian,
pembentukan
UUDI
ini
dimaksudkan
untuk
memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri yang pada gilirannya akan mempercepat pembangunan industri nasional serta sekaligus mendorong lahirnya kreasi dan inovasi di dibidang desain industri. Salah
satu
tujuan
pembangunan
industri
adalah
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik sebagai upaya mewujudkan dasar yang lebih kuat pertumbuhan ekonomi pada umumnya serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri, meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan
92
Muhammad Djumhana, OpCit, hal.73
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
97
ekonomi lemah termasuk pengerajin agar berperan secara efektif dalam pembangunan industri. 93 Pemberdayaan
hukum untuk mendorong pertumbuhan sektor industri
merupakan salah satu upaya yang pantas untuk dijalankan di Indonesia untuk dapat keluar dari terpurukan sektor industri. Adanya aturan-aturan hukum yang bersifat mendorong sektor industri dan memberikan perlindungan yang memadai bagi para inventor dan/atau pendesain, diharapkan hukum mampu menciptakan kondisi yang kondusif
bagi sektor perindustrian sehingga mampu memacu
kreativitas dalam membuat produk yang berdaya saing tinggi. Salah satu aturan hukum yang mampu mendorong kreativitas adalah pengaturan di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual. Dalam penjelasan UUDI dinyatakan bahwa Indonesia sebagai negara yang berkembang, perlu memajukan sektor insudtri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri yang merupakan salah satu dari HKI. Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain industri akan mempercepat industri nasional. Hal ini senada dengan pendapat Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan bahwa hukum merupakan sarana pembaruan masyarakat, Artinya hukum sebagai kaidah atau peraturan hukum memeng dapat berfungsi sebagai alat pembangunan kearah yang dikehendaki. 94
93
Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan Hukum Nasional, (Bandung, Bina Cipta, 1976), hal.4. 94
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
98
Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang guna mencegah terjadinya pelenggaran HaKI oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran dia akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan UU bidang HaKI yang dilanggar itu. Untuk memahami apakah suatu perbuatan merupakan pelanggaran HaKI perlu dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 95 1) larangan undang-undang. Perbuatan yang dilakukan oleh seorang pengguna HKI dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang. 2) Izin atau lisensi pengguna HKI dilakukan tanpa persetujuan (lisensi) dari pemilik atau pemegang hak terdaftar. 3) Pembatasan undang-undang. Pengguna HKI melampaui batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang 4) Jangka waktu. Pengguna HKI dilakukan dalam angka waktu perlindungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau perjanjian tertulis atau lisensi. Dalam ketentuan desain industri, perlindungan hukum dapat mencakup perlindungan terhadap pemalsuan desain dan desain dalam perdagangan. Untuk itu, mekanisme pendaftaran sangat diperlukan untuk dapat memberikan suatu perlindungan hukum bagi pendesain atas desain yang telah diciptakannya atau kepada pemegang hak desain industri atas desain yang dimilikinya. Perlindungan hukum atas desain industri, disatu pihak merupakan suatu alat untuk merangsang kreativitas pendesain yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi suatu negara. Di pihak lain, adanya perlindungan bagi masyarakat luas, dalam hal ini adalah konsumen.
95
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal.144
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
99
Perlindungan hukum di bidang desain industri dapat meliputi perlindungan atas pemalsuan dan perlindungan desain dalam perdagangan. Pemalsuan merupakan suatu tindak pidana yang seringkali terjadi dan menimbulkan kerugian yang amat besar bagi pendesain dan juga berdampak langsung pada konsumen. Tindakan pemalsuan dapat dilihat secara perdata maupun pidana. Dari segi perdata, tindakan pemalsuan akan merugikan pendesain secara mutlak apabila dilihat dari sudut pandangan ekonomi. Dengan adanya pemalsuan, desain asli yang kualitasnya jauh lebih baik dan dipasarkan dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan desain palsu akan mengalami penurunan drastis dalam pemasarannya sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi pemakai atau pemegang hak desain industri. Jika dilihat dari segi pidana, hak desain industri yang merupakan hak milik yang mempunyai nilai ekonomi yang merupakan asset bagi pemiliknya apabila dipalsukan maka sama saja dengan tindakan pencurian harta
kepemilikan
pendesain/pemegang hak di satu sisi dan merupakan tindakan penipuan yang dapat mengancam kepentingan konsumen. 96 Perlindungan terhadap desain industri dalam perdagangan adalah hasil produksi dari desain (barang) mendapat perlindungan dengan sistem tertentu yang dijalankan, diantaranya melalui ketentuan dibidang pabean, ekspor/impor dan sebagainya. Perlindungan ini juga merupakan suatu upaya dalam meningkatkan perlindungan hukum terhadap desain, yang merupakan salah satu satu corak penegakan hukum dalam sistem pelayanan perlindungan hukum kepemilikian hak
96
Muhammad Djumhana, Op.Cit., hal.52
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
100
desain. Bentuk ini merupakan suatu tindakan administratif yang merupakan perlengkapan dari bentuk perlindungan secara pidana ataupun perdata. 97 Dalam perlindungan terhdap desain industri, tindakan administratif diantaranya adalah tindakan action in rem (tindakan langsung pada barangnya) sebagimana yang dipakai di negara Amerika Serikat di dalam perundangundanganya yaitu Omnibus Trade Competitivenes Act 1988. Ketentuan pasal 7 dipakai sebagai cara untuk membahas terhadap Unfair Trade Practise. Impor dari barang-barang yang bersangkutan yang dianggap melanggar HaKI Negara Amerika Serikat dilarang masuk. Di Indonesia, ketentuan tersebut tercantum di dalam Undang-Undang No.19 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, khususnya pada Bab X tentang pembatasan Impor dan Ekspor serta pengendalian Impor dan Ekspor Barang Hasil Pelanggaran Hak atas Kepemilikan Intelektual. 98 Salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi adalah untuk menumbuhkan dan mengembangkan sektor ekonomi terutama sektor industri yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Peranan sektor perindustrian dan perdagangan menjadi sangat penting dalam pembinaan perekonomian, baik perdagangan dalam negeri maupun perdagangan internasional yang menuju perdagangan bebas yang semakin kompetitif. Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara amat ditunjang oleh sektor industri dan perdagangannya. Berdasarkan hal tersebut, setiap negara harus
97 98
Ibid Ibid
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
101
mengedepankan serta memajukan industri dan perdagangannya yang dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari kegiatan ekspor dan impor barang dan jasa. Korelasi yang sangat erat antara keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dengan sektor perdagangan dan industri tersebut pada akhirnya akan ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimiliki. Sementara itu, keunggulan komparatif sangat bergantung pada keunggulan HaKI. Oleh karena itu, negaranegara industri sudah sejak lama mengakui dan menggunakan HaKI sebagai suatu alat penting dalam memajukan pembangunan ekonomi negara mereka. Untuk memajukan pembangunan ekonomi, suatu negara memerlukan suatu ide-ide dan produk baru yang konstan untuk meningkatkan kondisi kehidupan dan efisiensi produksi. Ide dan produk baru yang konstan merupakan hasil kreatifitas manusia yang diungkapkan melalui inovasi, yang diatur oleh sistem HaKI. Inovasi tersebut sebagai kontribusi yang paling panting bagi peningkatan produksivitas yang pada akhirnya akan merupakan parameter kemajuan ekonomi di suatu negara. Untuk itu, HaKI bukan saja dapat dianggap sebagai subjek yang sifatnya hanya legal, melainkan juga merupakan alat yang kuat yang digunakan dalam mengatur kemajukan pembangunan ekonomi. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa di negara-negara berkembang, HaKI sebenaranya merupakan suatu alat strategis dalam peningkatan pembangunan ekonomi suatu negara. Pada
awalnya
negara-negara
berkembang
dalam
melaksanakan
pembangunan ekonominya mengandalkan sumber daya alam, seperti minyak, hasil hutan dan pertambangan. Sumber daya alam tersebut pada akhirnya akan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
102
habis persediannya karena dieksploitasi dari waktu ke waktu. Negara-negara yang berkembang pada awalnya mengandalkan industri untuk menopang pembangunan ekonomi negara masing-masing. Tetapi, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, negara-negara berkembang mulai merasakan betapa pentingnya HaKI dan perlindungan yang ketat yang dapat memajukan sektor industrinya. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, harus memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing dan salah satu daya saing tersebut yaitu memanfaatkan peranan HaKI. Desain Industri sebagai salah satu bagian dari HaKI mempunyai peranan dalam meningkatkan pembangunan ekonomi dan perindustrian suatu negara. Indonesia sebagai negara yang mengarah kepada negara industri harus mempertimbangkan keberadaan desain industri dalam kehidupan industrinya. Dalam hubungan dengan industrialisasi, keberadaan desain industri mempunyai peran yang sangat besar dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini disebabkan suatu negara industri akan mengedepankan semua produk dari hasil industrinya sebagai prioritas utama untuk ekspor dan devisa bagi negaranya. Keanekaragaman budaya Indonesia yang diimplementasikan dalam karyakarya intelektual merupakan suatu modal bangsa Indonesia yang dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan perindustrian di Indonesia. Untuk itu, peran desain industri amat besar karena suatu produk yang didesain dengan menarik akan mempunyai nilai jual yang lebih dibandingkan dengan produk desain biasa.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
103
Keunggulan inovatif merupakan keunggulan dalam menciptakan kreasi baru yang sesuai dengan selera konsumen. Pada suatu negara yang sudah maju, tingkat kebutuhan konsumennya sudah semakin tinggi. Kebutuhan primer sudah tidak menjadi masalah lagi, para konsumen menginginkan suatu produk yang dapat memuaskan selera dan menempatkan mereka sebagai raja. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi daya saing suatu komoditas, yaitu faktor langsung dan tidak langsung. 99 Faktor langsung menyangkut kualitas komoditas yang berkaitan dengan masalah bentuk (design), kegunaan (Function) dan daya tahan (durability), harga jual, promosi dan sebagainya. Faktor tidak langsung adalah adanya sarana pendukung seperti fasilitas perbankan, transportsi, birokrasi pemerintah, dan yang terpenting adalah aturan hukum/regulasi yang baik. Dalam kaitannya dengan pengaturan tentang perlindungan desain industri, pengaturan tersebut tidak semata-mata merupakan konsekuensi atas keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan TRIPs-WTO, tetapi lebih jauh dimaksudkan pula untuk memberikan landasan hukum perlindungan yang efektif terhadap segala bentuk penjiplakan, baik yang dilakukan antar produsen maupun pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan terhadap desain industri berimplikasi pada pembangunan ekonomi nasional, mengingat bahwa Indonesia juga memiliki potensi besar dalam penciptaan desain-desain modern. Desain industri bertujuan untuk mendorong kreasi dan inovasi masyarakat untuk terciptanya suatu karya desain dengan 99
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum bisnis Transaksi Bisnis Internasional Ekspor Impor dan Imbal Beli (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal.18.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
104
mempromosikan perlindungan dan kegunaannya sehingga dapat memberi kontribusi bagi kemajuan industri.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana diuraikan di muka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengusaha furniture di kota Medan berpendapat perlindungan desain industri di Indonesia khususnya di kota Medan belum memadai. Peraturan perundangundangan
yang
ada
belum
bisa
melindungi
desain
industri
yang
diciptakan/didesain oleh pendesain. Hal ini didukung dengan masih kurangnya penghargaan masyarakat maupun pemerintah terhadap desain yang dihasilkan oleh pendesain dan masih banyaknya pelanggaran yang terjadi misalnya pembajakan, penjiplakan dan bentuk pelanggaran lainnya. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan
pendesain/ pengusaha furniture tidak
mendaftarkan desain industrinya di Kota Medan : a. ketidaktahuan akan pentingnya pendaftaran, kemana dan bagaimana proses pendaftaran diajukan. b. biaya pendaftaran desain furniture relatif mahal serta birokrasi pemerintah yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang cukup panjang/lama. c. desain yang dibuat tiruan dari majalah atau pesanan konsumen dan juga ada rasa sungkan terhadap sesama pengusaha melarang untuk meniru desainnya.
105
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
106
d. masalah pentingnya HaKI ini belum populer dikalangan masyarakat.
2. Untuk memajukan pembangunan ekonomi, Indonesia memerlukan satu ide-ide dan produk baru yang konstan untuk meningkatkan kondisi kehidupan dan efisiensi produksi. Ide dan dan produk baru yang konstan merupakan hasil kreativitas manusia yang diungkapkan melalui inovasi, yang diatur oleh sistem HaKI. Inovasi tersebut sebagai konstribusi yang paling penting bagi peningkatan produktivitas yang pada akhirnya akan merupakan parameter kemajuan ekonomi di negara Indonesia. Dengan adanya perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri akan merangsang aktivitas kreatif dari pendesain untuk menciptakan desain baru, sehingga pada akhirnya akan memajukan pembangunan ekonomi negara Indonesia khususnya sektor perindustrian.
B. Saran 1. Dalam perlindungan desain industri diperlukan peran serta seluruh masyarakat dan aparatur negara dalam mengawasi setiap perkembangan desain industri yang beredar dalam masyarakat, untuk itu diharapkan kepada pemerintah khususnya pemerintah daerah Kota Medan untuk menghimbau kepada seluruh masyarakat dan aparatur negara untuk bekerja sama dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan desain industri 2. Desaian industri merupakan hasil kreatif dan inovatif yang sangat berguna untuk
perkembangan
perekenomian
Indonesia
khususnya
bagi
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
107 perkembangan Industri di kota Medan. Untuk itu kepada pemerintah diharapkan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi perkembangan HaKI khususnya desain industri misalnya dengan membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas setiap pelanggaran (pembajakan atau penjiplakan) terhadap desain industri. Selain itu mengatur aparatur negara untuk berperan aktif dalam mengawasi setiap perkembangan HaKI khususnya desain industri dan melindungi setiap pendesain/pencipta, agar tidak takut atau malas dalam melakukan penemuan ataupun mengembangkan setiap penemuannya. 3. Kepada aparatur Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dirjend. HaKI
yang
melakukan penyidikan
terhadap pihak-pihak yang melakukan pembajakan/penjiplakan untuk segera memproses sesuai dengan hukum yang berlaku dan kepada Hakim yang menangani perkara tersebut agar menjatuhkan putusan yang berat kepada pembajak/penjiplak sehingga tidak akan mengulangi perbuatannya lagi dan juga
kepada orang-orang
yang mencoba untuk berbuat
pembajakan/penjiplakan akan berpikir ulang untuk melakukannya.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Buku Ahmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia Penyebab dan Solusinya, Jakarta: Penerbit PT Ghalia Indonesia, 2002. Citrawinda Cita Priapantja, Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Studi Kasus Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi, Ringkasan Disertasi Doktoral, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999. Damian Eddy, Hukum Cipta Menurut Beberapa Konvensi International, UndangUndang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku secara Perjanjian Penerbitannya, Bandung: Penerbit Alumni, 1999. Djumhana, Muhamad, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, Cet. 1 Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 1999. ------------------dan Djubaedillah, R., Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Cetakan Kedua, Bandung: Penerbit Citra Bakti, 1997. Dirdjosisworo Soedjono, Hukum Perusahaan Mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek), Bandung: Penerbit CV, Mandar Madju, 2000. Gautama, Sudargo dan Rizawanto, Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Peraturan Baru Desain Industri, Cet. I, Bandung: Penerbit PT Citra Aditya, 2000. Istiqomah, dkk, Modul 1-9: Materi Pokok Psikologi Sosial, Jakarta: Penerbit Karunika Universitas Terbuka, 1988. Jalaludin Rakhmad, Persepsi Dalam Tinjauan Psikologis, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya, 1998. Katharina Pistor and Philip A. Wllons, The Role Of Law And Legal Institutions In Asia Economic Development 1960 – 1995, Printed in Hong Kong
108 Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap USU e-Repository © 2008
109 Piblished by Oxford University Press (China), Ltd 18 th Floor Warwik House East Taikoo Place, 979 Kong’s Road, Quarry Bay Hong Kong, 1999. Komar, Mieke Kantaatmadja, Penelitian Hukum Mengenai Perlindungan atas Kekayaan Intelektual di bidang Penginderaan Jauh di Indonesia, BPHN, Departemen Kehakiman, 1994-1995. Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan Hukum Nasional, Bandung: Penerbit Bina Cipta, 1976. Manalu, Paingot Rambe, Hukum Dagang Internasional Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Penerbit Novindo Pustaka Mandiri, 2000. Maulana, Insan Budi, Pelangi HaKI dan Anti Monopoli, Cet I, Yogyakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum, FH-UII, 2000. ---------------,Catatan Singkat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Cet I, Bandung: Penerbit PT Citra Aditya, 2000. Margono, Suyud, Hak Kekayaan Intelektual Komentar atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Letak Sirkuit Terpadu, Cet I, Jakarta: Penerbit Novindo Pustaka Mandiri, 2001. ----------------dan Angkasa, Amir, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002. Mayana, Fauzi Ranti, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Jakarta : Penerbit Grasindo, 2004. Muhammad Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
110
Mulyana Deddy, Terjemahan Human Communication karangan Steward L. Tubbs, dan Sylvia Moss, Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 1996.
Robins, Stephen P, Organization Theory: Sturcture, Design and Application. Terjemahan Yusuf Udaya, Jakarta: Penerbit Lic.Ec.Arean, 1977. Sachari Agus, “Terminologi Desain”, Paradigma Desain Indonesia, ed Agus Sachari, Jakarta : Penerbit Rajawali, 1986. Saidin, OK., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Globalisasi Menurut Persetujuan TRIPs, Medan: Majalah Mahadi, FH-USU, 2004. -----------------------
, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Right), Cet. 1, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Salam, Persepsi dalam tinjauan Psikologis, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya, 1994. Siregar, Mustafa, Sari Kuliah Filsafat Hukum, Medan: Pascasarjana USU, tanggal 25 Februari 2002 . Sjahputra, Imam Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundangundang Hak Cipta, Paten dan Merek Buku II, Edisi Revisi,Jakarta: Penerbit Harvarindo, 2001. Soenandar, Taryana, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-Negara ASEAN, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1996. Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada, 1997. Usman, Rachmadi, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 2003. Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Rahasia Dagang, Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
111
-------------------dan Ahmad Yani, Seri Hukum bisnis Transaksi Bisnis Internasional
Ekspor Impor dan Imbal Beli, Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Makalah Nasution, Bismar, Reformasi Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, disampaikan pada Diskusi Pembangunan Hukum dalam Rangka Era Globalisasi Ekonomi, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 25 September 1999. ----------------,Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan penelitian hokum pada majalah akreditasi, Medan: Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003. ----------------,Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 17 April 2004. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing the World Trade Organization) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Paten, Merek, Hak Cipta, dihimpun oleh Tim Redaksi Tatanusa, Jakarta, 2002.
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
112
Internet dan Media Massa http://www.online.or.id.2005 Aribowo Prijosakoso dan Roy Sembel, Pengertian Persepsi, diakses terakhir tanggal 5 Agustus 2006. http://www.depsos.go.id.2005 Sutaat, Persepsi Legislatif Tentang Pembangunan diakses terakhir tanggal 5 Agustus 2006. http://www.fco.gov.uk, Kesejahteraan Sosial di Daerah diakses terakhir tanggal 5 Agustus 2006 http:/wipo.int/treaties/en/classification/locarno.summary locarno. html, terakhir diakses pada tanggal 5 Agustus 2006. Harian Umum Sore Sinar Harapan, Kamis, 3 Februari 2005. Harian Medan Bisnis, Sabtu 5 Juni 2004
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
113 CLASS/ KELAS
(1)
CLASS TITLE/ JUDUL KELAS Foodstuff`s (Bahan Makanan)
SUB CLASS/ SUB-KELAS
01 - 01
01 - 02 01 - 03
01- 04
02
Articles of Clothing and Haberdashery (produk pakaian wanita dan pakaian laki-laki)
01 - 05 01 - 06 01 - 99 02 - 01
Travel Goods, cases, parasols and personal belongings, not elsewhere specified (Barang-Barang bawaan Kotak,Payung dan milik pribadi (dan lain-lainnya)
Brushware (perlengkapan kuas, sikat)
02 - 05
Neckties,scarves, neekerchiefs, and handkerchiefs Gloves Haberdashery and Clothing accesories Miscellaneous Trunks, suitcases, briefcases, handbags, keyholders, cases specially designed for their contents, wallets and similar articles. (vacant) Umbrellas, parasols, sunshades and walking sticks Fans Miscellaneous
02 - 99 03 - 01
03 - 02 03 - 03
04 - 01 04 - 02 04 - 03 04 – 04
05
Textile Piecegoods, Artificial and Natural Sheet Material (Barang-barang potongan tekstil,
Cheeses, Butter and butter subtitutes, other diary produce Buteher`s meat (including pork products), fish (vacant) Animal foodstuff`s Miscellaneous Undergarments, lingerie, corset,brassiers, nightwear Garments Headwear Footwear, sicks and stockings
03 - 04 03 - 99 04
Baker`s producs biscuits pastry, macaroni & Other cereal products, chocolates, confectioinery, ices Fruit and vegetables
02 - 02 02 - 03 02 - 04
02 - 06 02 - 07
03
SUB-CLASS TITLE/ JUDUL SUB KELAS
04 - 99 05- 01 05 - 02 05 - 03 05 - 04
Brushes and brooms for cleaning Toilet brushes, clothes, brushes and shoe brushes Brushes for machines Paintbrushes, brushes for use cooking Miscellaneous Spun articles Lace Embriodery Ribbon, braids and other
Produk roti/kue, biskuit, kue kering, makaroni dan produk sereal (biji-bijian), cokelat, permen gula-gula, es Buah-buahan dan sayursayuran Keju, Mentega dan pengganti mentega, produk makanan lainnya (daging (termasuk daging babi) ikan (kosong) Bahan makanan hewan Rupa-rupa Pakaian dalam,Pakaian dalam wanita, korset, beha, pakaian malam Pakaian Tutup kepala Sepatu, sandal dan sejenisnya, kaus kaki dan stoking Dasi, Selendang, syal dan sapu tangan Sarung tangan Pakaian dan assesoris pakaian Rupa-rupa Peti, kopor, tas, tas jinjing (tangan) gantungan kunci, tas yang di desain khusus sesuai isi, kantong dan halhal sejenis. Kosong Payung, payung kecil, tabir surya dan tongkat Kipas angin Rupa-rupa Sikat/ brus dan sapu untuk membersihkan Sikat kamar mandi, sikat baju dan sikat sepatu Sikat untuk pembersih mesin Kuas untuk meluki, kuas untuk proses memasak Rupa-rupa Alat-alat tenun Tali sepatu Sulaman Pita, ikat rambut dan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
bahan lembaran buatan dan alami) 05 - 05 05 - 06
06
Furnishing (Perabot)
05 - 99 06 - 01 06 - 02 06 - 03 06 - 04 06 - 05 06 - 06
07
Household Goods, not elsewhere spacified (Barang-barang rumah tangga dan lain-lainnya)
Textile fabrics Artificial or Natural sheet material Miscellaneous Beds and seats
Produk tekstil Lembaran bahan buatan dan alami Rupa-rupa Tempat tidur, tempat duduk (kursi) Kosong Meja dan perabot sejenis
(vacant) Tables and similar furniture Storage furniture
06 - 07 06 - 08 06 - 09 06 - 10 06 - 11
Carpets, mats and rugs
06 - 12 06 - 13
Tapestries Blankets and other Covering materials, household linen and napery
06 - 99 07 - 01
Miscellaneous China, glassware, dishes and other article of a similar nature
07 - 02
Cooking appliances, utensils and containers
07 - 03
Table knifes, forks and spoons Appliances and utensils, hand manipulated for preparing food or drink Flatirons and washing, cleaning and drying equipment Other table utensils Other house hold receptacles Fireplaces implements Miscellaneous Tools implements for drilling, milling or digging
07 - 05
07 - 06 07 - 07
Tools and hardware (Peralatan dan perangkat keras)
barang hiasan lainnya
Composite furniture Other furniture and furniture parts Mirrors and frames Clothes hungers Mattresses and cushions Curtains and indoor blinds
07 - 04
08
decorative trimming
07 - 08 07 - 99 08 - 01
08 - 02
08 - 03 08 - 04
Hummers and similar tools implements Cutting tools implements Screwdrivers and
other and and other
Perabot (alat-alat) penyimpanan Perabot kombinasi Perabot lain dan bagianbagian perabot Cermin dan bingkai Gantungan pakaian Kasur dan bantal Gorden dan pelindung ruangan Karpet, tikar dan permadani Permadani dinding Selimut dan bahan-bahan penutup lainnya, perlengkapan rumah tangga lain yang terbuat dari kain Rupa-rupa Porselen, peralatan dari kaca,mangkok dan barangbarang lain yang mempunyai sifat yang sama Perlengkapan, peralatan memasak, wadah (Kontainer) Pisau makan, garpu dan sendok Perlengkapan dan alat-alat untuk menyajikan makanan atau minuman Setrika dan peralatan mencuci dan pengeringan (mesin cuci) Alat-alat makan lainnya Wadah-wadah rumah tangga lainnya Perlengkapan perapian Rupa-rupa Alat-alat yang digunakan untuk menggiling, menumbuk atau menggali Palu dan peralatan dan perangkat sejenis Alat-alat perkakas untuk memotong Obeng dan alat-alat
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
08 - 05 08 - 06 08 – 07 08 - 08
08 - 09
09
Packages and Containers for the Transport or Handling of Goods (Pembungkus dan Kontainer untuk pengangkutan atau mengangkat atau membawa barangbarang)
08 - 10 08 - 99 09-01
09-02
09-99 10-01
Miscellaneous Clocks and alarm clocks
Rupa-rupa Jam dan jam alarm
10-02
Watches and wrist watches Other time- measuring instruments Other measuring instrument, apparatus and devices Instruments, apparatus and devices for checking, security or testing
Arloji dan jam tangan
09-05 09-06 09-07 09-08 09-09
10-03 10-04
10-05
Storage cans, drums and casks Boxes, cases, containers (preserve) tins or cans
Alat-alat dan perangkat lainnya Pegangan, tombol atau Knob dan engsel Alat-alat untuk mengunci dan menutup Alat-alt pengencang, penyanggah atau pengganjal yang tidak termasuk dalam kelas lain Fitting dan alat pengganjal dari besi untuk pintu, jendela dan perabot dan alat-alat yang sejenis Rak sepeda Rupa-rupa Botol, tabung, panci kereta bayi, labu (botol besar dengan dengan leher sempit dan kontainer dengan alat pembuangan dinamis (bergerak)
Hampers, crates and baskets Bags, sachets, tubes and capsules Ropes and hooping materials Closing, means and attachments Pallets and platforms for forklifts Refuse and trash containers and stand therefor
09-04
Clocks and Watches and other measuring instruments, checking and signalling instruments (Jam dan jam tangan dan alat ukur lainnya, alat untuk memeriksa dan memberikan isyarat lainnya)
Metal fittings and mountings for doors, windows and furniture and similar articles Bicycle racks Miscellaneous Bottles, flasks, pots, carboys,demijohns and containers with dinamic dispensing means
perangkat sejenis
Kaleng, drum dan tong penyimpan Kotak, tas, kontainer kaleng dan tempat pengawet Keranjang, peti kayu dan tempat barang Kantong, pembungkus, silinder dan kapsul Tambang dan bahan-bahan pengikat Alat-alat menutup dan perlengkapannya Pallet dan platform untuk mesin pengangkat barang Tempat sampah dan barang rongsongkan dan penampungannya
09-03
10
similar tools and implements Other tools and implements Handless, knobs and hinges Locking or closing devices Fastening supporting or mounting devices not included in other classes
Alat-alat pengukur waktu lainnya Perlengkapan dan alat-alat pengukur lainnya Alat-alat untuk mendeteksi, keamanan atau pengujian
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
10-06 10-07
10-99 11
Articles of adornment (barang-barang perhiasan)
11-01 11-02
11-03 11-04
12
Means of transport or hoisting (alat-alat transportasi dan pengangkat)
11-05 11-99 12-01 12-02
Jewellery Trinkcets, table, mantel and wall ornaments, flower vases and pots Medals and badges Artificial flowers, fruit and plants Flags, festive decorations Miscellaneous Vehicles drawn by animals Handcarts, wheelbarrows
perhiasan Perhiasan kecil, meja, mantel dan ornamen dinding, vas bunga dan pot Medali dan sabug Bunga, buah dan tanaman buatan Bendera, dekorasi festifal Rupa-rupa Kenderaan yang ditarik oleh hewan Kereta tangan, kereta dorongn Lokomotif dan lori kereta api dan semua kenderaan (alat angkut) yang memakai rel Pembawa “telphers”, pengangkat kursi dan pengangkat ski Elevator dan alat angkat untuk memuat atau mengangkut barang Kapal dan perahu Pesawat terbang dan alat angkut udara lainnya Motor, mobil, bis dan lori
Locomotives and rolling stock for railways and all other rail vehicles
12-04
Telphers carriers, lifts and ski lifts
12-05
Elevator and hoists for loading or conveying
12-06 12-07
Ships and boats Aircraft and space vehicles Motor, cars, buses and lorries Tractors Road vehicle, trailers Cycles and motorcycles
12-09 12-10 12-11
chair
12-12
Perambulators, chairs, stretchers
12-13
Special-purpose vehicles
12-14
Other vehicles
12-15
Tyres and unti-skid chains for vehicles Parts, equipment and accessories for vehicles, not included in other classes or sub-classes
12-16
Equipment for production, distribution or
Alat-alat pemberi sinyal
12-03
12-08
13
Signalling apparatus and devices Casings, dials, hands and all other parts and accessories of intruments for measuring, checking and signalling Miscellaneous
12-99 13-01 13-02
invalid
Miscellaneous Generators and motors Power, transformers, rectifiers, batteries and
Casing, pemutar, jarum dan bahan lainnya dan perlengkapan alat pengukur, pemeriksa dan pemberi isyarat Rupa-rupa
Traktor Kenderaan trailer Sepeda dan kenderaan bermotor Kereta bayi, kursi roda untuk orang cacat, alat untuk mengangkat orang sakit (tandu) Kenderaan untuk kegunaan khusus Kenderaan-kenderaan lainnya Ban dan rantai anti slip untuk kenderaan Bagian-bagian, peralatan dan asesoris untuk kendaraan, tidak termasuk kedalam kelas lain atau sub kelas lain Rupa-rupa Generator dan motor Travo daya, alat memperbaiki, baterai dan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
14
transformation of electricity (Perlengkapan untuk produksi, distribusi atau transpormasi untuk listrik) Recording, communication or information retrieval equipment (Perekam atau perlengkapan untuk komunikasi dan mendapatkan informasi)
accumulators Equipment for distribution or control of electric power Miscellaneous
akumulator Alat-alat distribus kontrol tenaga listrik
14-01
Equipment for the recording or reproduction of sound or pictures
14-02
Data processing equipment as well as peripheral apparatus and devices Comunication equipment wireless remote control and radio amplifiers Miscellaneous Engines Pumps and compressors Agricultural machinery Construction machinery Washing, Cleaning and drying machines Textiles, sewing, knitting and embroidering machines including their integral parts Refrigeration machinery and apparatus (Vacant) Machine tools, abrading and founding machinery
Perlengkapan untuk merekam atau menghasilkan suara atau gambar Alat-alat pemrosesan data dan peralatan tambahannya
13-03
13-99
14-03
15
Machines not elsewhere specified (Mesin-mesin lainnya yang tidak ditentukan)
14-99 15-01 15-02 15-03 15-04 15-05 15-06
15-07 15-08 15-09
16
Photographic, cinematographic and optical apparatus (Photografi, sinemotografi dan peralatan optikal)
15-99 16-01
Miscellaneous Photographic cameras and film cameras
16-02
Projectors and vieswers
16-03
Photocopyng apparatus and entangers Developing apparatus and equipment
16-04
17
Musical instruments (peralatan musikal)
18
Printing and office machinaery (Pencetak dan mesin kantor)
16-05 16-06 16-99 17-01 17-02 17-03 17-04 17-05 17-99 18-01 18-02 18-03 18-04
Accessories Optical artiles Miscellaneous Keyboard instruments Wind instruments Stringed instruments Pereussion instruments Mechanical instruments Miscellaneous Typewrites and calculating machines Printing machines Type and type faces Bookbinding machines,
dan
Rupa-rupa
Alat-alat komunikasi, remot kontro tanpa kabel dan amplifier radio Rupa-rupa Mesin Pompa dan kompresor Mesin-mesin pertanian Mesin-mesin Konstruksi Mesin cuci, pembersih dan pengering Mesin tekstil, jahit, rajut dan sulam termasuk bagian-bagian yang menyatu pada alat tersebut Mesin dan alat pendingin Kosong Peralatan mesin untuk konstruksi dan pengampelas Rupa-rupa Kamera foto dan kamera film Proyektor dan alat-alat visual Peralatan fotocopi dan sejenisnya Peralatan dan perlenngkapan untuk pembangunan Aksesoris Alat-alat opetik Rupa-rupa Peralatan keyboard Alat-alat tiup Alat-alat petik Alat-alat perkusi Alat-alat mekanis Rupa-rupa Mesih ketik dan mesin penghitung Mesin cetak Huruf dan wajah huruf Mesin penjilid buku, mesin
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
19
Stationery and officer equipment, artists and teaching materials (Alat tulis dan Perlengkapan Kantor, Perlengkapan Seni dan Men gajar)
18-99 19-01
19-02 19-03 19-04
19-05 19-06
19-07 19-08
20
21
Sales and advertising equipment, sings (Perlengkapan menjual dan iklan, menyanyi)
Games toys tents and sport goods
19-09 20-01
23-05 23-99
Miscellaneous Automatic vending machines Display and sales euipment Sings, signboards and advertising vevices Miscellaneous Games and tous Gymnastics and sports apparatus and equipment Other amusement and entertaiment articels Tents and accessories thereof Miscellaneous Prijektile wapons Other weapons Ammunitions, rockets and pyrotechnic articles Targets and accessories Hunting and fishing equipment Traps, articles for pest killing Miscellaneous Fluid distribution equipment Sanitary appliances Heating equipment Ventilation and airconditioning, equipment Solid fuel Miscellaneous
24-01
Apparatus and equipment
20-02 20-03 20-99 21-01 21-02 21-03 21-04
22
Arms, pvrotechnie articles, articles for hunting fishing and pest killing (Senjata, Petasan, Alat berburu, memancing dan berburu ikan)
21-99 22-01 22-02 22-03 22-04 22-05 22-06
23
24
Fluid distribution equipment, sanitary, heating, ventilation and air-conditioning equipment, solidfuel (Peralatan distribusi air, Anitari, Pemanas, ventilasi, pengkondisi udara, bahan bakar padat) Medical and
printers stapling machines guillationes and trimmers (for bookbinding) Miscellaneous Wrinting paper, card for crrespondence and announcements Office equipment Calenders Books and other objects of similar outward appearance (vacant) Materials and instruments for writing by hand for drawing for printing. For sealpture, for engraving and for other artistic techniques Teaching materials Other printed matter
22-99 23-01 23-02 23-03 23-04
printer, alat pemotong kertas dan mesin penjilid. Rupa-rupa Kertas tulis, kartu untuk koresponden dan pengumuman Peralatan kantor Kalender Buku dan objek lainnya yang mempunyai tampilan luar serupa Kosong Bahan dan alat-alat untuk menulis, menggambar, melukis, memahat, mengukir dan untuk tekhnik artistik lainnya Bahan-bahan pengajar Barang yang dicetak lainnya Rupa-rupa Mesin penjual otomatis Peralatan pameran dan penjualan Tanda, papan tanda dan peralatan iklan Rupa-rupa Permainan dan mainan Peralatan olah raga dan senam Alat-alat hiburan Tenda-tenda aksesories Rupa-rupa Senjata proyektil Senjata lainnya Amunisi, roket Sasaran dan aksesoris Peralatan berburu dan memancing Perangkap, alat-alat pembasmi hama Rupa-rupa Peralatan distribusi Peralatan sanitasi Alat-alat pemanas Ventilasi dan alat-alat pendingin ruangan Bahan bakar padat Rupa-rupa Peralatan
untuk
dokter,
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
laboratory equipment (Perlengkapan medikal dan laboratorium)
24-02
24-03 24-04
25
26
Building units and construction elements (Unit bangunan dan elemen-elemen konstruksi)
Lighting apparatus (Perlenggkapan pencahayaan lampu)
24-99 25-01 25-02
25-03
Steps, ladders, seaffolds
25-99 26-01
Miscellaneous Candlessticks and candelabra Torches and hand lamps and lanterns Public lighting fixtures Lamineas sources electrical or not Lamps, standard lamps, chandeliers, wall and ceiling fixtures lampshades, reflectors, photographic and cinematographie projektor lamps Luminoas, devies for vachicles Miscellaneous Tobacco, cigars and cigarette Pipes, cigars and cigarette holders Astrays Mateches Lighters Cigar cases, cigarette cases, tobacco jars and poaches Miscellaneous Pharmaceutical products Cosmetic product Toilet articles and beauty parlor equipment
26-02
26-05
26-06
Tobacco and smokers supplies (Tembakau dan kebutuhan perokok)
26-99 27-01 27-02 27-03 27-04 27-05 27-06
28
29
Pharmacentical and cosmetic products, toilet articels and apparatus (Obatobatan dan produk kosmetik, perlengkapan dan peralatan toilet) Devices and
Prosthetic articles Materials for dressing woands, nursing and medical care Miscellaneous Building materials Prefaricated or preassembled building parts Houses, garages and other building
25-04
26-03 26-04
27
for doctors hospital and laboratories Medical instruments, instruments and tolls for laboratory use
27-07 28-01 28-02 28-03
and
28-04
Wigs, false hairpleces
28-05 29-01
Miscellaneous Devices and equipment
rumah sakit yang digunakan dilaboratorium Alat-alat medis, perlengkapan dan perangkat yang digunakan dilaboratorium Barang-barang prosthetik Bahan-bahan untuk menutup luka, perawatan, penjagaan kesehatan Rupa-rupa Bahan-bahan bangunan Bahan-bahan bangunan yang terpasang Rumah, garasi dan bangunan-bangunan lainnya Anak tangga, tangga dan tempat penggantung (perancah) Rupa-rupa Kandel dan tempat lilin yang bercabang Lampu senter dan lampu pegan g gagang lentera Lampu jalan Sumber-sumber cahaya baik listrik maupun tidak Lampu-lampu standar, tempat lilin, perlengkapan dinding dan loteng, tempat lampu, alat refleksi, fotogra lampu, proyektor sinematografi Peralatan lampu pada kenderaan Rupa-rupa Tembakau cerutu dan rokok Pipa, pemegang cerutu dan rokok Asbak Korek api Geretan Tempat cerutu, tempat rokok, botol tembakau dan kantong tembakau Rupa-rupa Produk obat-obatan Produk kosmetik Perlengkapan toilet dan perlengkapan salon kecantikan Rambut palsu (wig), lembaran rambu palsu Rupa-rupa Peralatan dan
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008
30
31
99
equipment against fire hazards for accident prevention and for reseu (Peralatan dan perlengkapan melawan asap api untuk pencegahan kecelakaan dan untuk penyelamatan) Articles for the care and handling of animals (barangbarang untuk menangani dan memelihara binatang)
Machines and appliances for preparing food or drink, not elswhere specified ( Mesinmesin dan perlengkapan untuk menyiapkan makanan atau minuman dan lain-lainnya) Miscellaneous
against fire hazards
perlengkapan untuk menghilangkan asap api Peralatan dan perlengkapan untuk pencegahan kecelakaan dan untuk penyelamatan dan lain-lainnya Rupa-rupa
29-02
Devices and equipment for accident prevention and for rescue not elsewhere specified
29-03
Miscellaneous
30-01 30-02
Animal clothing Pens, cages, kennels and similar shelters
30-03
Feeders and waterers
30-04 30-05 30-06 30-07
Saddlery Whips and prods Beds and nests Perches and other cage attachments
30-08
Markers, marks and shackles Hitching posts Miscellaneous Machines and appliances for preparing food or drink, not elswhere specified
Pakaian binatang Kandang, sangkar, kurungan dan naungan (tempat berlindung) yang sama lainnya Pemberi makanan dan minuman Pelana Cambuk dan pecutan Tempat tidur dan sarang Tenggeran dan perlengkapan sangkar lainnya Penanda, tanda dan belenggu Tiang pengikat Rupa-rupa Mesin-mesin dan Perlengkapan untuk menyiapkan makanan atau minuman dan lain-lainnya
Miscellaneous
Rupa-rupa
30-09 30-99 31-01
99-00
Sri Hadiningrum: Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri, 2007. USU e-Repository © 2008