PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
FORUM DISKUSI PUBLIK PELAYANAN TRANSPORTASI UMUM PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN BRT DI KOTA BANDAR LAMPUNG LAMPUNG, 23 FEBRUARI 2012 Pengantar Diskusi:
Forum diskusi terbatas dengan mengundang multi stakeholder ini dimaksudkan untuk menjaring aspirasi dari stakeholder dalam rangka peningkatan pelayanan transportasi di Bandar Lampung. Pilihan tema mengenai Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum melalui Pembangunan BRT di Kota Bandar Lampung sebagai Angkutan Massal di kota Bandar Lampung, dimaksudkan untuk menunjang program lainnya dari Kementrian Perhubungan, yakni mendorong perbaikan angkutan umum massal di beberapa kota, salah satunya Kota Bandar Lampung dengan BRT-nya. Diskusi ini diselenggarakan pada tanggal 23 Februari 2012 dengan difasilitasi oleh Darmaningtyas dari INSTRAN. BRT (Bus Rapid Transit) merupakan trend baru dalam pembangunan sistem transportasi di kota-kota besar di dunia. BRT dengan trunk line bus ini beroperasi ala kereta, biayanya murah, dan kapasitas angkutnya tinggi. Negara-negara yang telah menjalankannya antara lain Bogota, Curitiba, Sao Paulo, Quito, Seoul, Jakarta, dan Goangzhou. BRT ini menjadi pilihan karena biaya yang cukup murah dan cocok untuk negara berkembang. Berbeda dengan acara diskusi pada umumnya, dalam acara diskusi tersebut tidak ada pembicara tunggal, tetapi setiap peserta mempunyai kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya atau aspirasinya melalui unsur yang diwakilinya. Fungsi Iskandar Zulkarnain (Kabid Lalu Lintas Bandar Lampung), Tony Eka Chandra (Ketua Organda Lampung yang sekaligus Komisari Utama PT Trans Bandar Lampung dan Ketua Komisi DPRD Kota Bandar Lampung), dan Yeni Triwaluyo (Direktur Operational Trans Bandar Lampung) hanya sebagai pemantik diskusi saja. Model diskusi demikian dipilih karena berdasarkan pengalaman sejak tahun 2009 ternyata lebih efektif menjaring aspirasi dari publik untuk perbaikan sistem transportasi umum di banyak tempat. Pada kesempatan ini hadir pula Christiono, Kasubdit Angkutan Perkotaan Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan (BSTP) Ditjen Perhubungan Darat, Kementrian Perhubungan yang diharapkan juga dapat memberikan perspektif bagi pengembangan Trans Bandar Lampung. Acara diskusi dibuka oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandar Lampung Sekertaris Kota
1/7
PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
Bandar Lampung Badri Tamam. Dalam sambutannya Badri menyatakan bahwa keberadaan Trans Bandar Lampung sudah cukup baik, namun ada beberapa kekurangan seperti tempat duduk yang sangat sedikit, belum ada bus khusus perempuan, belum ada ruang tunggu penumpang dan belu mada JPO (Jembatan Penyeberang Orang). Dari semua permasalahan tersebut, ketidak tersediaan halte Trans Bandar Lampung menjadi masalah yang signifikan karena dengan ketiadaan halte bus Trans Bandar Lampung beroperasi layaknya bus biasa. Presentasi 1. Iskandar Zulkarnain (Kabid Lalu Lintas Kota Bandar Lampung mewakili Kepala Dinas) memulai diskusi ini dengan memaparkan presentasi mengenai gambaran reformasi transportasi Kota Bandar Lampung dan permasalahan transportasi yang ada di Bandar Lampung. Menurutnya transportasi harus mendapatkan perhatian besar dalam rangka pengefektifan lalu lintas yang aman dan nyaman. Bandar Lampung sebagai Kota Besar yang mempunyai jalan kota 900, 320 km. Jalan negara: 65,04 km. Jalan provinsi 43,980 km, mempunyai jumlah trayek angkutan kota : 14 trayek. Jumlah armada: 1.700 armada, 105 armada diantaranya adalah bis kota dan sisanya mikrolet. Keadaan transportasi di Bandar Lampung tersebut mempunyai beberapa masalah, yaitu pertambahan jumlah kendaraan tidak diikuti oleh penambahan panjang jalan, penggunaan kendaraan pribadi yang sangat tinggi terutama sepeda motor, pola jaringan trayek yang bermuara kepusat kota, masih adanya beberapa bagian di wilayah kota yang belum terlayani oleh jasaangkutan umum dan pelayanan angkutan yang belum optimal. Kondisi buruk tersebut perlu diperbaiki dengan mengubah paradigm, yaitu mengutamakan perwujudan Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) Kota Bandar Lampung dengan memasukkan angkutan kota sebagai salah satu bagian dari SAUM (feeder). Permasalahan tersebut diatasi dengan adanya pola angkutan Kota Bandar Lampung 1. Trayek Utama : dilayani oleh Bus jenis BRT 2. Trayek Cabang/Feeder (pengumpan ) : dilayani oleh jenis angkutan kota 3. Angkutan Tidak Dalam Trayek : dilayani oleh jenis Taksi Argometer BRT terlahir sebagai angkutan massal yang diharapkan dapat mengatasi kemacetan di Kota Badar Lampung. Dalam operasionalnya jam pelayanan BRT dari jam 06.00 pagi hingga jam 18.00 sore. Saat ini kendaraan BRT di Bandar Lampung berjumlah 250 kendaraan, dengan rincian sebagai berikut: 1. Rajabasa – Panjang( Via Jl. Soekarno-Hatta ) Jumlah 40 Kendaraan. 2. Rajabasa – Sukaraja( Via Jl. P. Diponegoro ) Jumlah 40 Kendaraan. 3. Perum. Korpri – Sukaraja ( Via Jl. Wolter Monginsidi ) Jumlah 20 Kendaraan. 4. Tanjungkarang – Ir. Sutami( Via Jl. P. Antasari ) Jumlah 20 Kendaraan. 5. Kemiling – Sukaraja ( Via Jl. Sudirman ) Jumlah 25 Kendaraan. 6. Rajabasa – Pasar Cimeng( ViaKemiling ) Jumlah 20 Kendaraan. 7. Srengsem – Citra Garden ( Via Jl. YosSudarso ) Jumlah 20 Kendaraan. 8. Kemiling – Way Kandis( Via Jl. PagarAlam ) Jumlah 25 Kendaraan.
2/7
PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
9. Sukarame – Citra Garden ( Via Jl. P, Emir M. Noor ) Jumlah 25 Kendaraan. 10. Tanjungkarang – Bandara R. Intan( Via Jl. Haji Mena ) Jumlah 15 Kendaraan. Guna memperluas jangkauannya Trans Bandar Lampung telah mengembangkan angkutan Feeder Yang Mempunyai Rute Sebagai Berikut : 1. Kemiling – Labuhan Dalam ( Jl. Imam Bonjol – Jl. Pagar Alam (Gg. Pu ) – Jl. Purnawiarawan – Jl. Untung Surapati - Jl.Ra. Basyid ) 2. Kemiling – Ir. Sutami ( Jl. Imam Bonjol – Jl. Sisingamangaraja – Jl. Cut NyakDien – Jl. Ra. Kartini – Jl. Kotaraja – Jl. Pemuda Jl. Hayam Wuruk – Jl. Ryacudu – Jl. Sa. Tirtayasa ) 3. Way Kandis – Batu Putuk ( Jl. Sentot Alibasya – Jl. Sultan Agung – Jl. Arif Rahman Hakim – Jl. Ichwan Ridwan Rais - Jl. Hayam Wuruk – Jl. Dr. Harun Ii – Jl. Dr. Harun – Jl. Hos Cokro Aminoto – Jl. Nusa Indah – Jl. P.Diponegoro – Jl. Cut Mutia – Jl. Basuki Rahmat – Jl. Wr. Supratman – Jl. Setia Budi – Jl. W.A. Rahman ) 4. Sukarame– Sukaraja ( Jl. Karimun– Jl. Legundi – Jl.Urip S. – Jl. Pajajaran – Jl. Antasari – Jl. Gajah Mada – Jl. Juanda – Jl. Dr. Susilo – Jl. P. Diponegoro – Jl. Dr. Cipto Mangun kusumo – Jl. Ahmad Dahlan – Jl. Salim Batubara – Jl. Yos Sudarso ) 2. Tony Eka Chandra yang tampil sebagai Komisaris Utama PT Trans Bandar Lampung menjelaskan mengenai asal usul munculnya Trans Bandar Lampung ini. Bahwa gagasan membangun BRT di Kota Bandar Lampung didasari oleh panggilan jiwa para operator angkutan umum untuk turut membangun Kota Bandar Lampung. Ada 37 operator angkutan umum yang tergabung dalam konsorsium Trans Bandar Lampung tersebut. Mereka itu adalah para pengusaha angkutan umum yang selama ini cukup eksis di Kota Bandar Lampung. Dalam forum tersebut Tony mencoba mengklarifikasi beberapa isu krusial yang selama ini muncul di media massa, yaitu terkait dengan tuduhan monopoli, menggusur rute yang telah ada (terutama DAMRI yang sudah melayani di Kota Bandar Lampung lebih dari 30 tahun dan Angkot), serta tidak melalui proses tender. Pembangunan BRT Bandar Lampung tidak melalui proses tender karena swasta murni dan sebelumnya pernah ditawarkan ke bebrapa operator angkutan umum tapi tidak ada yang meresponnya. Meskipun kondisi Trans Bandar Lampung masih belum sesuai harapan, akan tetapi Kota Bandar Lampung telah mampu menciptakan sebuah terobosan dengan penyediaan transportasi massal. Ke depannya Trans Bandar Lampung akan dikembangkan sebagai angkutan massal berbasis jalan dengan jaringan koridor yang menjangkau hampir seluruh kawasan Bandar Lampung. Kawasan-kawasan yang dijangkau tersebut tidak hanya berada di pusat kota saja, tetapi juga kawasan-kawasan daerah. Pengembangan Trans Bandar Lampung kedepan akan dilakukan dengan pengurangan
3/7
PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
angkutan kota perkotaan reguler (angkot) yang akan dilakukan dengan mekanisme konsorsium. Dengan adanya Trans Bandar Lampung ini diharapkan tidak mematikan angkutan eksisting, namun dengan sendirinya masyarakat akan bisa memilih fasilititas angkutan yang akan mereka gunakan. Tersedianya angkutan massal yang nyaman dan aman ini diharapkan sebagai langkah awal program penanganan kemacetan di Kota Bandar Lampung seiring semakin membanjirnya tingkat kepemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi. Jangkauan Trans Bandar Lampung diharapkan mampu merangsang pertumbuhan perekonomian di Lampung. Terciptanya sistem transportasi yang baik akan memperlancar aktivitas perekonomian. Tarif yang murah, pelayanan yang baik serta fasilitas yang nyaman mendukung mobilitas manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya, sehingga tidak ada lagi diskriminasi transportasi di daerah Lampung karena semua daerah di Lampung di layani oleh Trans Bandar Lampung yang di bantu oleh feeder-feeder yang ada. 3. Yeni Tri Waluyo, Direktur Operasional BRT Trans Bandar Lampung menjelaskan bahwa BRT ini mulai beroperasi tanggal 19 Desember 2011 untuk dua koridor dengan jumlah kendaraan mencapai 45 unit. Diakui bahwa masih banyaknya kendala dalam operasional BRT Trans Bandar Lampung, terutama berupa haltenya yang belum siap. Kendala halte ini menyebabkan operasional Trans Bandar Lampung belum optimal karena penumpang pun belum memiliki kebanggaan tertentu naik Trans Bandar Lampung, kecuali kendaraannya be-AC. Ia mengakui bahwa Pemkot Bandar Lampung tidak mungkin mampu membangun lebih dari 250 halte sendirian, sehingga mengharapkan adanya bantuan dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian Perhubungan. Yeni menggaris bawahi yang dikemukakan oleh Tony bahwa BRT di kota Bandar Lampung ini merupakan inisiatif murni swasta dan tidak memperoleh subsidi dari pemerintah, tapi merupakan komitmen dari 37 operator angkutan yang selama ini berusaha di Kota Bandar Lampung. Dana yang diperlukan untuk investasi kendaraan dan pengelolaan diperoleh dari pinjaman komersial, hanya dengan periode pengembalian yang panjang dan bunga yang murah. Oleh karena merupakan gabungan dari 37 PO yang ada di Bandar Lampung, maka konsorsium bukan monopoli. Kelak bila 10 koridor BRT sudah beroperasi semua, maka keberadaan BRT Trans Bandar Lampung akan menyerap 1.500 orang. Dalam perkembangannya BRT akan dipasang GPS dan CCTV yang akan membantu pengamanan BRT dengan mengurangi adanya resiko-resiko kejahatan dan kecelakaan. Selain itu jam operasional BRT juga akan diperpanjang lagi, tidak hanya 12 jam. 4. 5. Christiono (BSTP Kementerian Perhubungan) mengingatkan dua hal: Pertama, para operator jangan terlalu optimis bahwa mereka bisa eksis tanpa subsidi. BRT tanpa subsidi, tinggal menghitung hari kematiannya saja, karena pasti bangkrut. Pengalaman di banyak kota di dunia, BRT memerlukan subsidi dari pemerintah karena itu merupakan bagian dari pelayanan public. Oleh karena itu para operator tidak boleh terlalu optimis dulu. Mungkin di awal para operator tersebut siap menanggung rugi, Tiga hal yang perlu diingat oleh operator angkutan umum adalah bahwa angkutan umum itu
4/7
PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
handal karena sekurang-kurangnya memiliki tiga keunggulan, yaitu lebih besar kapasitasnya (bigger) sehingga daya angkutnya lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan pribadi; harus lebih cepat (faster) sehingga warga tertarik untuk menggunakannya, dan ketiga lebih murah (cheeper) sehingga bagi pengguna kendaraan pribadi mau berpindah ke angkutan umum untuk mengurangi pengeluaran transportas. Untuk itulah diperlukan adanya subsidi dari pemerintah agar tarif tersebut juga tetap dapat dijangkau oleh warga miskin. Kedua, keberadaan BRT Trans Bandar Lampung tidak boleh menggusur peran DAMRI yang sudah melayani warga Lampung selama lebih dari 30 tahun dan keberadaan angkutan kota (Angkot). Konsursium Trans Bandar Lampung tidak boleh melupakan sejarah perjuangan DAMRI dalam melayani mobilitas warga Lampung. Meskipun secara financial DAMRI yang melayani warga Bandar Lampung mengalami kerugian, tapi tetap mampu melayani mobilitas warga Bandar Lampung. Apakah hal yang sama akan dapat dijalankan oleh Konsursium Trans Bandar Lampung? Bila tidak, kelak masyarakat Bandar Lampung bisa-bisa tidak terlayani oleh angkutan umum karena angkutan umum seperti DAMRI telah tergusur, sedangkan BRT Trans Bandar Lampung sudah tidak mampu melayani lagi. Sedangkan menjawab kebutuhan halte, maka Christiono mengatakan bahwa Kementrian Perhubungan dapat memberikan bantuan, tapi persyaratannya adalah yang meminta pihak provinsi mengingat hirarkhi relasinya Pemerintah Pusat itu dengan provinsi. Oleh karena itu Christiono mengingatkan agar pihak Pemkot Bandar Lampung dalam waktu dua hari ini (23-24 Februari) mengajukan permohonan kepada Kementrian Perhubungan melalui Pemprov Lampung. Paparan-paparan di atas hanyalah sebagai bahan pematik yang diharapkan mampu menjadi arahan perkembangan diskusi. Dengan demikian, para peserta diskusi memiliki waktu yang cukup untuk turut berbicara dalam diskusi, baik dari aspek makro maupun mikro mengenai perkembangan BRT Bandar Lampung. Isu-isu yang Berkembang dalam Diskusi: 1. Aspek Perencanaan Berdasarkan komentar para peserta diskusi, diketahui bahwa pembangunan BRT Trans Bandar Lampung ini lebih dalam perencanaan. Pembuatan jalur (koridor) tidak didasarkan pada hasil kajian akademis, tapi lebih kepada kekuasaan bahwa di jalur tersebut telah beroperasi moda angkutan umum sebelumnya dan pernah memiliki demand besar sebelum kemudian demand tersebut pindah ke sepeda motor. Akibat tidak didasarkan pada kajian tersebut, maka sejak enam bulan beroperasi, Trans Bandra Lampung belum memiliki jumlah penumpang yang signifikan. Load factor nya masih di bawah 30%. Lemahnya aspek perencanaan itu juga terlihat dari minimnya prasarana. Sudah enam bulan beroperasi, tapi sampai sekarang Trans Bandar Lampung baru memiliki dua halte yang sudah jadi. Akibatnya, sampai sekarang penumpang masih turun di sembarang tempat, padahal konstruksi armadanya tinggi, sehingga naik turun tidak melalui pintu samping seperti yang
5/7
PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
terjadi pada BRT pada umumnya, tapi melalui pintu depan samping sopir yang lebih pendek. Meskipun prasarana belum lengkap, tapi pada Mei 2012 ditargetkan telah siap 500 bus. Ini menunjukkan betapa lemahnya perencanaan dalam pembangunan BRT di Kota Bandar Lampung. 2.Aspek Pelayanan Buruknya aspek pelayanan terkait erat dengan perencanaan yang lemah. Oleh karena perencanaan lemah, maka masalah headway, waktu tempuh (travel time), naik turun penumpang, dan akses ke/dari halte bus sama sekali tidak mendukung keberadaan sistem BRT. belum dikontrol secara ketat, padahal, soal ketepatan waktu itu merupakan salah satu daya tarik orang untuk menggunakan angkutan umum. 3.Lemahnya Komunikasi Publik Selain lemah dalam perencanaan dan pelayanan, pembangunan BRT Trans Bandar Lampung juga punya kelemahan dalam mengkomunikasikan perencanaan sehingga kemudian menimbulkan ketegangan antara masyarakat versus konsorsium maupun konsursium versus operator existing. Hal itu tampak jelas dari dinamika forum yang cukup tinggi. Sejumlah peserta diskusi, baik dari YLKI, akademisi, operator angkot, maupun pengguna memprotes kebijakan pembangunan BRT yang akhirnya menggusur DAMRI dari jalur yang sudah dilayani selama 30 tahun. Peserta meyakini, bila DAMRI masih berjalan pada jalur yang sama dengan BRT, maka BRT Trans Bandar Lampung tidak akan mendapatkan penumpang. Hal itu disebabkan tarif Rp. 3.500,- untuk Trans Bandar Lampung dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan tarif DAMRI yang hanya Rp. 2.500,- untuk AC dan Rp. 1.500,- untuk regular. Sejumlah peserta diskusi mendukung pernyataan Christono agar keberadaan BRT Trans Bandar Lampung tidak mematikan angkutan umum yang telah ada sebelumnya dan tetap memberikan pilihan bagi masyarakat untuk bertransportasi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Sebab bila dengan adanya Trans Bandar Lampung tapi kemudian menyebabkan masyarakat kehilangan akses transportasi akibat tarifnya yang mahal, maka itu merupakan bentuk kegagalan mereformasi angkutan umum missal. Kritik juga tertuju pada pembangunan Halte Trans Bandar Lampung yang dinilai oleh para peserta memakan trotor. Sejumlah peserta menilai, infrastruktur halte Trans Bandar Lampung yang berukuran 2x4 meter dan diletakkan di trotor, akan mengganggu aktivitas pejalan kaki. Peserta dari YLKI Lampung juga menegaskan bahwa Trans Bandar Lampung harus membenahi diri untuk memperbaiki sarana dan pepalayanannya. Sebab bagi warga, pembangunan Trans Bandar Lampung bukan solusi mengingat secara ekonomi lebih mahal tarifnya dari pada naik DAMRI. Para peserta sepakat bahwa salah satu tujuan BRT adalah sebagai alternatif pengurangan kemacetan, tetapi cara tersebut tidak harus dengan mematikan angkutan umum yang telah ada, karena penyebab kemacetan lebih di dominasi oleh kendaraan pribadi, bukan angkutan umum. Jasa angkutan umum yang ada tidak boleh dilupakan begitu saja. Seharusnya ada kebijakan yang adil bagi semua moda angkutan umum. 1. Aspek Penyelenggaran Trans
6/7
PERMASALAHAN BRT DI BANDAR LAMPUNG
Bandar Lampung yang efektif dan efisien 2. Aspek KeuntunganLingkungan (Externalities) Catatan Akhir: Forum dialog ini dinilai amat tepat karena dapat menjadi wahana bagi pengungkapan aspirasi dari berbagai pihak. Kemampetan komunikasi dalam proses pembangunan BRT Trans Bandar Lampung antara regulator – operator – masyarakat dapat dijembatani melalui forum dialog tersebut. Forum sangat antusias sehingga sampai jam 13.17 pun masih ada beberapa peserta yang ingin mengungkapkan pendapatnya. Bahkan ketika sebagian peserta makan siang, sebagian peserta lagi masih berdikusi dengan fasilitator dan pihak konsursium. Oleh karena tidak ada komunikasi antar berbagai stake holder, maka muncul kecurigaan dan ketegangan antar stake holder. Pihak konsursium semula curiga bahwa para operator angkutan kota sulit diajak kerjasama; padahal, dternyata para operator angkutan kota tersebut bersedia bergabung di konsursium sebagai pengelola BRT Bandar Lampung. Problemnya, selama ini tidak ada komunikasi saja antara regulator dan konsursium dengan operator angkutan kota tersebut. Demikian pula harapan konsumen terhadap pengoperasian BRT Bandar Lampung dapat disampaikan pada forum tersebut. Dengan demikian, masing-masing pihak dapat saling mengontrol pada janji masing-masing secara terbuka. Diharapkan ada diskusi lanjutan antara para peserta diskusi untuk membicarakan kolaborasi yang lebih detail lagi. Menurut penuturan Suparyan, Direktur DAMRI Wilayah Lampung, dialog tersebut waktunya tepat, karena bila dilaksanakan terlambat satu minggu saja, sudah didahului oleh aksi mahasiswa dan sebagian masyarakat yang merasa kehilangan sarana transportasi dengan digusurnya DAMRI dari jalur awal. Forum tersebut juga menjadi kesempatan bagi DAMRI untuk menjelaskan duduknya masalah, bahwa guna mendukung pembangunan BRT Trans Bandar Lampung, DAMRI memilih gabung menjadi bagian dari sistem BRT tapi tetap dengan managemen sendiri, sedangkan kendaraan yang semula melayani jalur selama 30 tahun lebih dialihkan ke jalur baru yang belum dilayani oleh moda angkutan umum lainnya.
7/7