PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK
TESIS
Oleh :
DWI ASTUTI 057011022 / M.Kn
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK
TESIS Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Dalam Program Kenotariatan Pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh :
DWI ASTUTI 057011022 / M.Kn
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK Dwi Astuti 1 Runtung Sitepu 2 T. Keizerina Devi A. 3 Suhaidi 2
INTISARI Undang-Undang Hak Cipta yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, memberikan perlindungan hukum hak cipta yang lebih ditingkatkan dari peraturan perundang-undangan sebelumnya. Pada masa sekarang kemajuan teknologi dan informasi, telah memberikan kontribusi yang demikian besar terhadap globalisasi perdagangan berbagai ciptaan-ciptaan yang termasuk HAKI. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, menyebabkan hak cipta khususnya hak cipta lagu atau musik akhir-akhir ini semakin banyak mendapat sorotan. Hal ini mengingat semakin banyaknya praktek-praktek persaingan dagang yang tidak sehat berupa pelanggaran hak cipta di bidang lagu atau musik. Pelanggaran tersebut berupa pembajakan hak cipta lagu atau musik di mana alat atau media yang digunakannya ada yang berbentuk Compact Disc (CD) atau Video Compact Disc (VCD). Dengan munculnya pembajakan hak cipta tersebut sehingga timbul beberapa permasalahan mengenai bagaimana bentuk-bentuk pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut, bagaimana pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan upaya penegak hukum terhadap pembajakan tersebut serta bagaimana peranan pemerintah dalam upaya penegakan hukum terhadap pembajakan tersebut. Pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut bisa meresahkan kemajuan perekonomian negara. Untuk membahas permasalahan tersebut di atas, maka penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak cipta lagu atau musik. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, sumber data berupa data primer yaitu studi dokumen dan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data yang di mulai dengan pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan yang di bahas. 1
Mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Guru Besar Universitas Sumatera Utara 3 Dosen Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara 2
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Hasil yang ditemukan adalah bentuk-bentuk pembajakan hak cipta lagu atau musik terbagi dalam berbagai kategori yaitu Pirate, Couterfeit,dan Bootleging. Pelanggaran dalam bidang hak cipta lagu atau musik memberikan sanksi tegas baik dari segi sanksi pidana maupun sanksi perdata berupa gugatan ganti rugi. Oleh karenanya untuk memberantas masalah pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam penegakkan hukumnya dengan bantuan dari pihak kepolisan, pihak kejaksaan dan juga bea cukai. Disarankan selain penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, peran serta masyarakat juga sangat berpengaruh besar dalam penegakkan hukumnya. Selain dilakukan sosialisasi akan pentingnya hak cipta juga menyadarkan masyarakat untuk tetap membeli Compact Disc (CD) atau Video Compact Disc (VCD) yang asli bukan yang bajakan.
Kata Kunci : - Perlindungan Hukum - Pemegang Hak - Pembajakan - Hak Cipta Lagu atau Musik
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
LEGAL PROTECTION OF COPYRIGHT HOLDER ON HIJACKING OF SONG OR MUSIC COPYRIGHT Dwi Astuti 1 Runtung Sitepu 2 T. Keizerina Devi A. 3 Suhaidi 2
ABSTRACT The newest law of copy right, i.e., the Law No. 19 of 2002, gives legal protection of copy right that is increased from regulation previously. Recently the development of technology and information, has given great contribution to globalization or trade for works including Intellectual Property Rights. In increasing of people’s need causes the copy right particularly the copy right of songs or music recently to have bigger attention. This is to remember the more practices of trade competition that is not healthy such as breaking of copy right in field of songs or music. The breaking is hijacking of copyright of songs or music in which tool or media used including Compact Disc (CD) or Video Compact Disc (VCD). In emergence of hijacking of copy right mentioned there is some problem about how the forms of copy right hijacking of song or music, how is the regulation about the forms and the attempt of law support againts the hijacking and what is the role of government in supporting the law againtsthe hijacking. The hijacking of copy right of song and music can make the development of state economy to be upset. To solve the problem above, so the research done is analytical descriptive, it means that this research is include in a scope to describe, manage, review and explain and analyze the regulation of law associated with the copy right of songs and music. The approach of this research is normative yuridical research, source of data including primary data and document study and secoundary data is collected by literature study and analized with qualitative approach, and then process of data is made beginning with collection of relevant data with the problem above. The result found is the form of hijacking to copy right includes category of Pirate, Couterfeit, ang Bootleging. The brekinging field of copy right of song or music gives assertive sanction either criminal or civil sanction or compensasion. Therefore to prevent the problem of hijacking the assitance of law must be form police, judge and custom. It is recommended that law supporting done by government, participation of people will also has big effect in the enforcement of law. 1
Student of postgraduate school Notary Magister North Sumatera University Professor of North Sumatera University 3 Lecturer of Postgraduate school Notary Magister North Sumatera University 2
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
There is also socialization for importance of copy right and to make people aware about buying the Compact Disc (CD) or Video Compact Disc (VCD) of original set rather than hijacked one.
Key Words :- Lagal Protection - Right holder - Hijacking - Copy right of song and music.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan kepada kita semua, Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : “PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada program studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan, bantuan dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh Dosen Pembimbing yaitu kepada Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A. SH, CN, M.Hum, dan Bapak Prof. Dr. Suhaidi SH, MH yang telah banyak memberi bimbingan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada komisi Penguji, Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN dan Bapak Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum atas saran dan masukan yang sangat berharga terhadap penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dorongan yang secara khusus penulis sampaikan kepada : 1
Bapak Prof. Dr. Chairuddin P.Lubis DTM & H., SP.A(k)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 2
Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, Msc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, atas diberikannya penulis kesempatan menjadi mahasiswa Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Magister Kenotariatan.
3
Ketua dan Staff Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yaitu kepada : - Bapak Prof Dr. Muhammad Yamin SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. - Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara . - Seluruh Staff Biro Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
4
Bapak dan Ibu Guru Besar dan Staff Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
5
Kedua orang tua tercinta, Kol (Purn) H. Soekarno dan Hj. Siti Hawa yang telah mencurahkan segenap doa, perhatian, cinta kasih, kesabaran dan sangat penulis sayangi, tesis ini penulis persembahkan terutama untuk mereka berdua.
6
Kedua oarang tua tercinta Ir. Rejeki Sembiring dan Dra. Hj. Rosida Ginting yang telah memberikan perhatian dan mencurahkan segenap doa selama menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara sampai terselesaikannya tesis ini.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
7
Buat suami tercinta Anda Sentika Sembiring dan anakku tersayang M. Dhafa Sembiring yang telah mendukung dalam penulisan tesisi ini.
8
Abang tercinta Yoyok Eko Cahyono SE, beserta istri Indrika Rachmi SH, abang terkasih Andi Permana Kesuma Sembiring Spt, dan adikku Andrew Maulia Sembiring SH, terima kasih atas dukungannya.
9
Sahabat dan seluruh teman-teman di Magister Kenotariatan : Egi, Osfar, Rico, Uli, Tika, Juni, Kak Nissa, Santy dan rekan-rekan lain angkatan 2005-2006. Akhirnya atas segala bantuan semua pihak semoga mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT. Harapan penulis semoga tesis ini dapat memberikan khasanah baru dan sumbangan yang bermanfaat dalam perkembangan Hak Cipta di Indonesia.
Medan,
Februari 2008
Wassalam Penulis,
Dwi Astuti, SH
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL………………………………………………………. LEMBAR PENGESAHAN ………………..…………………………… INTISARI ………………………………………………………………..
i
ABSTRACT …….………………………………………………………..
iii
KATA PENGANTAR…………………………………….……………..
v
DAFTAR ISI……………………………………………….…………….
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………
1
B. Perumusan Masalah …………………………………
10
C. Tujuan Penelitian…………………………………….
10
D. Manfaat Penelitian…………………………………...
10
E. Keaslian Penelitian…………………………………..
11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi……………………….
12
G. Metode Penelitian……………………………………
49
BENTUK-BENTUK PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Latar Belakang Meningkatnya Kegiatan Pembajakan Hak CiptaLagu atau Musik………………………….
51
B. Bentuk-Bentuk Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik… 59 C. Perbuatan Bukan Pelanggaran………………………..
68
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III
PENGATURAN MENGENAI BENTUK-BENTUK DAN UPAYA PENEGAK HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Ketentuan Pidana di Bidang Hak Cipta ……………
72
B. Gugatan Ganti Rugi ………………………………..
76
C. Penetapan Sementara Oleh Pengadilan Niaga……..
79
D. Perlunya Peraturan Pelaksana di Bidang Hak Cipta ..
85
E. Analisa Kasus Pelanggaran Hak Cipta Lagu atau Musik Dalam Bentuk Video Compact Disc (VCD)……….
BAB IV
91
PERANAN PEMERINTAH DALAM UPAYA MENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Peranan Pemerintah Dalam Upaya Menegakkan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ….
96
B. Peranan Kejaksaan Dalam Upaya Penegakkan Hukum
BAB V
Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik …..
99
C. Tugas Penyidik Dalam Tindak Pidana Hak Cipta ……
101
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…………………………………………..
118
B. Saran………………………………………………….
119
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
121
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jenis Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Pelaksana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 …………………….…..…86 Tabel 2 : Data Pencegahan Barang Hak Cipta ………………………………113 Tabel 3 : Data Pencegahan Barang Hak Cipta ………………………………113 Tabel 4 : Data Perkara HAKI Tahun 2000 sampai Tahun 2002 …………….115 Tabel 5 : Hasil Penindakan Terhadap Video Compact Disc (VCD) Ilegal.. . .115
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Rasa ingin tahu menyebabkan manusia berusaha untuk menemukan hal-hal yang baru, proses penemuan tersebut dilakukannya didalam suatu pola tertentu dengan harapan dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasarnya baik material maupun spiritual. Berdasarkan pola prilaku tertentu yang berlaku dalam masyarakat itu, manusia menghasilkan kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya itu. Rasa dan cipta masyarakat menghasilkan norma-norma dan ilmu pengetahuan, yang merupakan kebudayaan immaterial, sedang karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang diperlukan manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat. Semua karya, rasa dan cipta ini dikuasai dari orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh warga di dalam masyarakat. Teknologi yang dihasilkan itu, yang merupakan salah satu unsur pokok dari kebudayaan suatu masyarakat, selalu berkembang terus mengejar perkembangan aneka kebutuhan para warganya. Kemajuan teknologi yang dicapai memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap aspek-aspek kehidupan manusia, antara lain di bidang industri yang menghasilkan barang-barang kebutuhan primer seperti makanan, minuman, maupun barang-barang kebutuhan sekunder seperti mobil, televisi, Video Compact Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Disc (VCD). Dengan meningkatkan jenis maupun jumlah sirkulasi barang di dalam masyarakat menyebabkan permasalahan Hak Cipta pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat sorotan, khususnya dari kalangan pengusaha-pengusaha industri maupun masyarakat konsumen. Hal ini mengingat semakin banyaknya praktekpraktek persaingan dagang yang tidak sehat berupa pemalsuan, maupun pelanggaran Hak Cipta, padahal manusia itu berkepentingan agar benda atau hak yang dimilikinya itu tidak terganggu. Kesemuanya itu dirasakan sangat merugikan dan mempunyai sifat melawan hukum. Sedangkan Hak Cipta ini berperan sebagai motivasi untuk kegairahan dan kesinambungan mencipta pada khususnya dan juga memberikan iklim kondusif demi perkembangan kebudayaan manusia pada umumnya. Pada dasarnya, pelanggaran hak cipta terjadi apabila materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dan harus ada kesamaan antara dua karya yang ada. 3 Dalam kehidupan sehari-hari dapat di lihat bahwa pelanggaran Hak Cipta telah merembes kesegala bidang kehidupan seperti pelanggaran Hak Cipta karya arsitektur, pelanggaran Hak Cipta buku, pelanggaran Hak Cipta segala bentuk seni, pelanggaran Hak Cipta ceramah, kuliah, pidato, pelanggaran Hak Cipta program komputer, pelanggaran Hak Cipta lagu atau musik, dan lain sebagainya. Mengenai pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik juga terjadi banyak sekali pelanggaran – pelanggaran media atau alat, yang digunakannya pun banyak sekali bentuknya. Alat atau media yang digunakan pada dasarnya bisa berbentuk kaset maupun Cakram
3
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2005, hal. 6. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Optik seperti : Compact Disc (CD) , Video Compact Disc (VCD), ataupun Digital Video Disc (DVD). Permasalahan ini terus saja banyak terjadi, hingga saat ini belum juga ditemukan bagaimana cara untuk menanggulangi terhadap banyaknya kasus-kasus pelanggaran Hak Cipta, khususnya pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik, terutama media atau alat yang digunakan yang berbentuk kaset, Compact Disc, Digital Video Disc, Video Compact Disc. Motivasi didalam melakukan pelanggaran Hak Cipta dibidang lagu atau musik ini, terutama untuk kepentingan dagang berupa keuntungan finansial, yang membawa akibat sebagai berikut : 4 1. Secara Immateril Moral right pengusaha rekaman sebagai pemegang hak cipta seolah-oleh diambil alih, karena para pelanggar hak cipta lagu atau musik tersebut memalsukan nama si pengusaha pada Video Compact Disc bajakannya, menggandakannya dan kemudian mengedarkannya. 2. Secara Material Mengurangi penghasilan dari si pengusaha, karena daya beli masyarakat menjadi menurun, hal ini dikarenakan adanya Video Compact Disc bajakan tersebut, yang harganya jauh lebih murah. Ini dikarenakan para pelanggar hak cipta tidak mengeluarkan biaya perusahaan, honorarium, pajak dan sebagainya. Mereka semata-mata hanya harus mengeluarkan ongkos produksi. Di sini terlihat bahwa bukan hanya pengusaha rekaman saja yang merasa drugikan, melainkan juga merugikan negara, karena paja yang seharusnya masuk ke dalam kas negara, maka dengan hal ini mereka tidak membayar pajak. Yang mana uangnya mengendap di kantong para pelaku pelanggar hak cipta lagu atau musik. Dampak dari pelanggaran Hak Cipta ini disamping akan merusak tatanan masyarakat pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dampak lainnya yang ditimbulkan adalah
4
Aksi Pembajakan Makin Menjadi”, Kompas, 22 Februari 2002, http://www.kompas.co.id,file:///D:/Kompas%20Onlinekompashttp--www_kompas-co-id.htm, diakses pada tanggal 3 Maret 2007 Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
berkurangnya penghasilan negara berupa pajak penghasilan yang seharusnya di bayar oleh pemegang Hak Cipta. 5 Permasalahan pelanggaran Hak Cipta di bidang lagu atau musik ini, di mulai tahun 1990 an yang terlihat dari banyaknya beredar kaset, Compact Disc ataupun Video Compact Disc yang berisi penyanyi dari dalam dan luar negeri yang di jual sebagai hasil kopi bajakan. Kemudian persoalan ini memudar karena para penyanyi, pencipta lagu dan para produser ramai-ramai melakukan protes dan mengancam menggugat secara hukum bagi siapapun yang memperbanyak kaset, Compact Disc, ataupun Video Compact Disc lagu atau musik secara ilegal. Namun, langkah para seniman musik untuk memberantas kegiatan ilegal itu hanya menghentikan sesaat masalah pembajakan. Buktinya, akhir-akhir ini kembali beredar kaset, Compact Disc, Video Compact Disc lagu atau musik bajakan. Bahkan, tidak sulit menemukan pedagang kaki lima di pinggir jalan yang menawarkan kaset-kaset, Compact Disc. Video Compact Disc lagu atau musik bajakan yang sudah pasti harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan harga toko. Bukan hanya itu, pembajakan juga bertambah banyak dengan munculnya, Compact Disc, Video Compact Disc, maupun Digital Video Disc lagu atau musik bajakan. Diperkirakan, sekitar 98% Video Compact Disc dan Compact Disc lagu atau musik yang beredar di Indonesia adalah produk bajakan. 6
5
Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Yogyakarta-jakarta, Pusat Studi Hukum VII Yogyakarta bekerja sama dengan Yayasan Klinik HAKI Jakarta, 2 000, hal. 189. 6 “Pembajakan Pekerjaan Rumah Yang Belum Tuntas”, Tempo, 18 Mei 2002, http://www.Tempo.co.id, file:///Tempo%20 Online%20%20http--www_tempo_co_id.htm, diakses pada tanggal 3 Maret 2007 Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Barang-barang dengan kategori bajakan saat ini memang ada dimana-mana, harganya murah, dan kualitasnya tidak kalah dengan produk aslinya. Hanya 15% responden yang mempertimbangkan soal keaslian produk ketika membeli barang. 7 Tindakan memperbanyak produk atau karya seseorang tanpa izin dari pemegang hak ciptanya atau pembajakan sudah bukan rahasia umum lagi. Hampir semua responden tahu bahwa berbagai perangkat lunak dari rekaman musik yang beredar di Indonesia mayoritas adalah bajakan. Banyaknya barang bajakan yang beredar juga memberikan keuntungan bagi masyarakat. Harus diakui, berkat pembajakan, produk atau karya-karya baru yang berkualitas bisa dinikmati oleh hampir semua kalangan masyarakat. Karena harga yang ditawarkan sangat miring
sehingga mampu di jangkau oleh kalangan
berpenghasilan rendah sekalipun. Bayangkan, harga satu keping Compact Disc atau Video Compact Disc yang berkisar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) hingga Rp, 100.000,- (seratus ribu rupiah), misalnya versi bajaknnya di banderol hanya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Begitu juga dengan Digital Video Disc yang versi originalnya berkisar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) di kalangan pembajak dihargai hanya Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah). 8 Melihat pada besarnya keuntungan yang akan di peroleh rekaman kaset, Compact Disc, Video Compact Disc lagu atau musik, maka banyak orang yang
7
“Barang Bajakan, Dilarang tetapi Dirindukan”, Kompas (2 Juli 2005), http://www.Kompas.co.id,file///D:/Barang%20Bajakan,%20Dilarang%20tetapi%Dirindukan%, diakses pada tanggal 3 Maret 2007. 8 Ibid. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
kemudian terjun didalamnya. Akan tetapi tidak semua dari mereka itu yang menjalankan usahanya berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Banyak diantara mereka ini yang menjalankan usaha mereka secara melawan hukum, dengan cara menggandakan rekaman kaset, Video Compact Disc maupun Compact Disc lagu atau musik yang telah di peroleh para pengusaha rekaman melalui prosedur yang berlaku dan kemudian para pembajak menggandakannya kembali dengan cara yang ilegal. Disini berarti, bahwa pihak Produser Rekaman Suara telah memperoleh Surat Izin Produksi berupa izin untuk setiap pembuatan rekaman. Yang mana surat izin tersebutlah yang bersangkutan sebagai pemegang hak cipta atas Video Compact Disc maupun Compact Disc lagu atau musik tersebut. Kemudian para pembajak menggunakannya dengan cara yang ilegal atau melanggar hukum. Melalui gambaran tersebut, wajar jika produk-produk bajakan menjadi laris di pasaran karena peminatnya banyak. Dari jajak pendapat ini banyak juga responden yang mengaku pernah membeli perangkat lunak rekaman musik dan film, seperti Compact Dics, Video Compact Disc, atau Digital Video Disc. Pencurian hak cipta yang terjadi melalui pembajakan tidak saja merugikan para pencipta atau pemegang hak cipta, tetapi juga negara karena pemasukan dari pajak menjadi berkurang. Wajar saja kalau para pemegang hak cipta terutama untuk produk-produk berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi gerah lantaran produk mereka diperbanyak tanpa lisensi atau izin dari mereka. Indonesia ditengarai
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
merupakan negara pembajak terbesar ketiga di Asia Pasifik setelah China dan Vietnam. 9 Menyangkut Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya mengenai masalah pembajakan hak cipta lagu dalam bentuk kaset, Compact Disc, maupun Video Compact Disc sebenarnya menjadi tugas pemerintah untuk diselesaikan. Meskipun demikian, masyarakat tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja, karena saat ini pekerjaan rumah pemerintah sudah terlampau banyak. Paling tidak usaha menyelesaikan masalah ini juga harus di bantu oleh para pemegang Hak Cipta lagu atau musik itu sendiri termasuk dari masyarakat, berupa sosialisasi mengenai pentingnya penghargaan atas Hak Kekayaan Intelektual, tetapi jika kredibilitas pemerintah sudah kurang, maka diharapkan para pemegang Hak Cipta yang menyelesaikannya. Upaya memberantas pembajakan atau setidaknya mengurangi tingkat keparahan, bukan tidak pernah dilakukan pemerintah. Beberapa bulan terakhir ini, pemerintah yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum berupa penyitaan Video Compact Disc lagu atau musik bajakan dari para pengedar maupun penggandaannya. 10 Di negara manapun, kasus-kasus pembajakan selalu ada dan tidak bisa di berantas sampai habis. Pemerintah paling hanya bisa meminimalkan agar pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual bisa dikurangi. Di Indonesia sendiri, upaya menegakkan hukum atas kasus pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual masih lemah, hal ini dapat di lihat dengan adanya
9
Ibid. Tempo, Op.cit.
10
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
pembajakan-pembajakan Compact Disc maupun Video Compact Disc yang masih marak terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Banyaknya kasus pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia, jika tidak ditangani dengan segera, dikhawatirkan selain dapat mengancam reputasi Indonesia di mata Internasional, juga akan menghambat masuknya investasi. Sebaliknya, juga akan menyulitkan ekspor produk-produk buatan Indonesia. Semakin banyaknya pelanggaran Hak kekayaan Inetelektual di berbagai bidang dapat menghambat pengembangan-pengembangan dan penelitian-penelitian terhadap sesuatu yang baru. Bisa saja, orang enggan melakukan penelitian – penelitian untuk bisa menghasilkan suatu penemuan karya baru, karena merasa karya atau penemuan mereka tidak dihargai. Sebagaimana diketahui, sebagian besar hak cipta perangkat teknologi keras dan lunak yang beredar di Indonesia saat ini di pegang oleh negara-negara asing, terutama Amerika Serikat (AS). 11 Produk-produk tersebut tidak saja beredar di Indonesia, tetapi juga menjalar ke seluruh dunia sebagai konsekunesi dari sistem pasar bebas. Keberadaan hak cipta di balik sebuah produk yang dijual sebenarnya sudah banyak disadari publik. Mayoritas responden 85 % (delapan puluh lima persen) dalam jajak pendpat ini juga mengetahui bahwa produk-produk perangkat lunak yang mereka beli selama ini sesungguhnya memiliki hak cipta.12 Sayangnya dalam praktik, ketika hendak membeli atau mengkonsumsi barang, konsumen sering kali tidak
11 12
“Barang Bajakan, Dilarang tetapi Dirindukan”, Kompas, Op.Cit. Ibid.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
meperdulikannya. Persoalan harga menjadi pertimbangan penting meskipun kualitas barang adalah yang paling utama. Pada saaat sekarang ini, banyak anggota masyarakat tidak mau tahu soal pelik rumitnya kegiatan penelitian pengembangan suatu produk. Dan masyrakat cenderung kurang peduli terhadap jerih payah seseorang dalam menemukan suatu karya, entah itu karya teknologi maupun karya seni. Sikap kurang peduli macam ini, menunjukkan betapa rendahnya penghormatan terhadap hasil jerih payah orang lain. Oleh karena itu, untuk memberantas palanggaran Hak Cipta diperlukan suatu kesungguhan di negara kita ini, khususnya di jajaran kabinet, aparat penegak hukum, tokoh dunia usaha, tokoh pendidikan dan tokoh masyarakat lainnya, dimana dalam hal ini kita semua harus konsern terhadap masalah pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual yang sangat merugikan bangsa. Dari beberapa masalah yang terjadi dan telah penulis paparkan di atas, maka penulis tertarik menulis tesis ini dengan judul “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik” B. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan yang menjadi pokok permasalahan adalah : 1. Bagaimana bentuk-bentuk pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ? 2. Bagaimana pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan upaya penegak hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ? 3. Bagaimana peranan pemerintah dalam upaya menegakkan hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik ? Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengatahui bagaimana bentuk-bentuk pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik. 2. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai bentuk-bentuk dan upaya hukum penegak hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik. 3. Untuk mengetahui peranan pemerintah dalam upaya menegakkan hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis yaitu : 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut khasanah ilmu pengetahuan hukum khususnya Hak Cipta Lagu atau Musik. 2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan pemegang Hak Cipta tentang banyaknya pembajakan lagu atau musik di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang tersedia dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya di lingkungan kepustakaan Magister Kenotariatan, sudah pernah beberapa penelitian yang mengkaji tentang Hak Cipta antara lain : Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
1
Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Lasmauli Sylvia Riolina, Mahasiswi Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Perlindungan Hak Bagi Pencipta Lagu ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai masalah pelanggaran dalam bentuk pemberian royalti ciptaan lagu.
2
Penelitian yang dilakukan oleh Saudara Erwin Cahaya, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Atas Program Komputer di Indonesia, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai masalah pembajakan software atas program komputer di Indonresia.
3
Penelitian yang dilakukan oleh Saudari Ratna Arminda, Mahasiswa Program Magister Kenotariatan, dengan judul Pembajakan Atas Karya Cipta Dalam Bentuk Cakram Optik Ditinjau dari Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai masalah penggandaan sarana cakram optik yang sering dijadikan pelanggaran dalam kasus hak cipta. Berdasarkan uraian di atas, peneliti belum menemukan kajian penelitian yang
persis sama secara spesifik dengan beberapa judul penelitian yang telah dikemukakan di atas, dalam penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik”, penelitian ini menitikberatkan pembahasannya mengenai pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik dalam bentuk Compact Disc maupun Video Compact Disc . Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan asli dan dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis menjadi syarat yang penting. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan di dalam landasan / kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori sebagai suatu sistem aneka “theore’ma” atau ajaran. 13 Kerangka teori adalah merupakan kerangka berfikir lebih lanjut terhadap masalah-masalah yang diteliti. Sebelum peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo “teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tertentu.14 Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul.
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1, Cet. 7, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 6 14 Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adijoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta, CV. Haji Mas Agung, 1988, hal 12. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam hal ini fungsi kerangka teori selaras dengan apa yang digunakan oleh Sugiyono bahwa “teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti. Setara sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan.” 15 Berangkat dari dasar pemikiran tentang ciptaan-ciptaan atau karya cipta, sudah sewajarnya apabila negara menjamin sepenuhnya perlindungan segala macam ciptaan yang merupakan karya intelektual manusia sebagai produk olah pikirnya baik di bidang ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra. Kerangka atau dasar pemikiran diberikannya kepada seorang individu perlindungan hukum terhadap ciptaannya bermula dari teori yang tidak lepas dari dominasi pemikiran Mazhab atau Doktrin Hukum Alam yang menekankan pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang di kenal dalam Sistem Hukum Sipil yang merupakan sistem hukum yang dipakai di Indonesia.16 Pengaruh Mazhab Hukum Alam ini terhadap seorang individu yang menciptakan berbagai ciptaan yang kemudian memperoleh perlindungan hukum atas ciptaan yang merupakan kekayaan intelektual. Berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang menetapkan : “Setiap orang mempunyai hak sebagai pencipta untuk mendapat perlindungan atas kepentingan-kepentingan moral dan material yang merupakan hasil dari ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni”. 17
15 16
Sugiyono, Metode penelitian Administrasi, Bandung, Alfa Beta, 1983, hal. 200. Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi ke-2 Cetakan ke-3, Bandung, Alumni, 2005, hal.17.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Dengan adanya pengakuan secara universal ini, sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi : 1. Konsepsi kekayaan: 2. Konsepsi Hak; 3. Konsepsi Perlindungan hukum. Kehadiran tiga konsepsi ini lebih lanjut menimbulkan kebutuhan adanya pembangunan hukum dalam bentuk pelbagai perundang-undangan misalnya mengenai HAKI. Tentang pembangunan hukum ini, Mochtar Kusumaatmadja mempunyai pendapat dan pemikiran bahwasanya hukum adalah sebagai sarana bagi pembangunan dan sarana pembaharuan masyarakat. 18 Pendapatnya yang demikian ini bertolak dari pandangan tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang dapat dikembalikan pada pertanyaan dasar : Apakah tujuan hukum itu ? Jawaban atas pertanyaan yang diajukan itu adalah bahwa : pada analisis terakhir tujuan pokok daripada hukum, apabila akan direduksi pada suatu hal saja, adalah ketertiban (order). 19 Disamping ketertiban, tujuan lain daripada hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda sisi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai kepastian dalam suatu masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam suatu masyarakat yang teratur. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban masyarakat yang dijelmakan olehnya tidak mungkin mengembangkan
18
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002, hal. 13-14. 19 Eddy Damian, Op.Cit., hal. 19. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
bakat-bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal di dalam masyarakat tempat ia hidup. Selaras dengan pemikiran diatas, dapat diketahui bahwa pengembangan bakatbakat dan kemampuan manusia memerlukan adanya upaya-upaya untuk mewujudkan termasuk melalui penumbuhan pelbagai aturan yang mendukungnya sehingga tercapai suatu kepastian hukum. Penumbuhan pelbagai aturan ini diperlukan sehingga timbullah
sikap
dan
kebutuhan
masyarakat
yang
memberi
penghargaan,
penghormatan, dan perlindungan terhadap bakat-bakat dan kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diwujudkan dalam bentuk karya. 20 Termasuk didalamnya berbagai kekayaan intelektual yang lebih besar, lebih baik dan lebih banyak yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia sebagai refleksi kepribadiannya (alteregonya) Untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan kemampuan intelektual manusia, menumbuhkan suatu kebutuhan yaitu perlindungan hukum. Kebutuhan akan perlindungan hukum ini sebenarnya adalah wajar. Di balik perlindungan terhadap hak cipta ada serangkaian pemikiran konsepsional yang dapat diuraikan , bahwa pemilik hak cipta telah mencurahkan karya, pikiran, tenaga, dan dana untuk memperoleh kekayaan tersebut . Apabila kekayaan intelektual tersebut digunakan untuk maksud komersial , maka dianggap wajar bila pemilik hak cipta tersebut memperoleh kompensasi dari pengguna kekayaan tadi. 20
Ibid., hal. 20.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Secara simplisitis, pertama, bentuk penggunaan komersial dari kekayaan intelektual dapat dilakukan langsung oleh pemilik kekayaan kekayaan intelektual tersebut. Dengan demikian, maka pemilik memperoleh kompensasi secara langsung bagi dirinya. Kedua, pemilik dapat menjual atau memperoleh kompensasi finansial dengan memperbolehkan penggunanaan kekayaan intelektual tersebut kepada orang lain. Ketiga, pemilik hak kekayaan intelektual tersebut dapat mencegah pihak lain memperoleh dan mempergunakannya. 21
Pemikiran tadi telah menjadi titik awal kesadaran masyarakat internasional, regional, dan domestik akan pentingnya memberikan penghargaan, berupa perlindungan hukum terhadap hak atas kekayaan intelektual. Perlindungan hak atas kekayaan intelektual juga sebagai bentuk pengakuan hak azasi manusia seseorang bahwa setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan (untuk kepentingan moral dan materil) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusteraan atau artistik dalam hal dia sebagai pencipta. Kepentingan moral ini direfleksikan dengan tersedianya hak moral dalam hak kekayaan intelektual yang tidak dapat dicabut dari pencipta. 22 Hak cipta sebagai salah satu kekayaan intelektual telah dikenal sejak lama. Namun ironisnya, pelanggaran akan hak cipta ini lebih banyak terjadi dibanding kekayaan intelektual lainnya. Oleh karena itu, hak cipta merupakan salah satu hak 21
Ahmad M. Ramli, Fathurahman P., Film Independen (Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia), Bandung, Ghalian Indonesia , 2004, hal.17. 22 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni Bekerjasama dengan Asian Law Group Pty Ltd., 2003, hal. 14. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
atas kekayaan intelektual yang sangat rentan dieksploitasi sehingga diperlukan pengaturan komprehensif disetiap negara sebagai langkah antisipatif. Perlindungan dan penegakan hukum hak atas kekayaan intelektual ditujukan untuk memacu penemuan baru dibidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi, dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Globalisasi yang juga identik dengan kompetisi dan sekaligus transparansi memberi pengaruh yang sangat besar terhadap perlindungan hak atas kekayaan intelektual karena, pertama, bahwa perlindungan hak atas kekayaan intelektual secara memadai akan mendorong terjadinya kompetisi yang sehat dan sebaliknya, perlindungan yang buruk di bidang ini justru akan melahirkan persaingan curang (unfair competition). Kedua, bahwa globalisasi perdagangan juga menuntut transparansi di bidang hukum , termasuk di bidang hak atas kekayaan intelektual, peraturan perundang – undangan yang baik dan dapat melindungi pemilik hak atas kekayaan intelektual secara memadai serta sikap konsisten pengadilan dan aparat dalam penegakan hukum (law enforcement) atas ketentuan-ketentuan tersebut akan menjadi salah satu obyek monitoring internasional, sehingga kelemahan di bidang ini akan menjadi salah satu alasan keraguan untuk menentukan investasi, bahkan dapat dijadikan dasar tindakan-tindakan balasan negara yang merasa dirugikan, berupa sanksi-sanksi di bidang ekonomi dan perdagangan. 23
23
Ahmad M. Ramli, Fathurahman P., Op.Cit, hal. 14.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Hukum hak atas kekayan intelektual adalah hukum yang mengatur perlindungan bagi para penciptanya dan penemuan karya-karya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena itu, tujuan hukum hak atas kekayaan intelektual adalah menyalurkan kreativitas individu untuk kemanfaatan manusia secara luas. Sebagai suatu hak eksklusif, hak atas kekayaan intelektual secara umum mendapatkan tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya. Beberapa alasan mengapa hak atas kekayaan intelektual harus dilindungi dapat dikemukakan sebagai berikut : Pertama, bahwa kepada pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra ataupun penemu di bidang teknologi baru yang mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri, diberikan suatu penghargaan dan pengakuan serta perlindungan hukum atas keberhasilan upayanya dalam melahirkan ciptaan baru itu.24 Dengan demikian, atas usaha dari pencipta ataupun penemu yang telah mengeluarkan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang tidak sedikit jumlahnya, kepadanya layak diberikan hak-hak eksklusif untuk mengeksploitasi hak cipta guna meraih kembali apa yang telah dikeluarkannya. Dengan demikian, insentif harus diberikan untuk merangsang kreativitas dalam upaya menciptakan karya-karya baru di bidang teknologi. Hal ini juga sejalan dengan prinsip bahwa hak atas kekayaan intelektual merupakan alat untuk meraih dan mengembangkan ekonomi. Kedua, bahwa hak atas kekayaan intelektual yang merupakan hasil ciptaan atau penemuan bersifat rintisan, membuka kemungkinan risiko pihak lain akan dapat 24
Ibid., hal. 15.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
melampaui atau mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu. 25 Oleh karenanya, penemuan – penemuan mendasar itu pun harus dilindungi, meskipun mungkin belum bisa memperoleh perlindungan di bawah hukum paten, tetapi dapat dikategorikan sebagai rahasia dagang atau informasi yang dirahasiakan. Hak atas kekayaan intelektual memiliki lingkup yang luas di mana di dalamnya tercukup karya-karya kreatif di bidang hak cipta (copyright) dan hak-hak terkait serta hak milik industri (industrial property). Ketiga, bahwa pada bidang tertentu, seperti paten pada dasarnya terbuka, artinya penemunya berkewajiban untuk menguraikan atau membeberkan penemuannya dengan cukup jelas dan terperinci, sehingga orang lain dapat belajar atau melaksanakan penemuan tersebut, sebagai imbalannya kepada penemu diberikan hak eksklusif untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan eksploitasi atas penemuannya. 26
Bertolak dari uraian tersebut di atas, situasi pada masa kini sangat kondusif bagi penciptaan suatu kepastian hukum dan pengayoman atau perlindungan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, sehingga pembangunan hukum pada umumnya, dan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual pada khususnya perlu segera ditingkatkan lebih cepat menuju terwujudnya sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu.
25 26
Ibid., hal 15 Ibid., hal. 15.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam rangka pemikiran yang demikian, tidaklah terlalu berlebihan untuk meneliti kembali apakah perlindungan hukum pada tingkat nasional terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual khususnya hak cipta, berdasarkan beberapa perundangundangan nasional terutama Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, telah berhasil dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. 1. Latar Belakang Munculnya Hak Kekayaan Intelektual Istilah hak atas kekayaan intelektual merupakan terjemahan dari istilah Intellectual Property Rights (Bahasa Inggris). Sedangkan istilah hak atas milik intelektual merupakan terjemahan dari istilah intellectuele eigendomsrecht (Bahasa Belanda) dalam sistem hukum Kontinental. 27 Menurut Ahmad M. Ramli bahwa milik atau kepemilikan lebih tepat digunakan dari pada kata kekayaan karena pengertian hak milik memiliki ruang lingkup lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan menurut sistem hukum kita, hukum harta kekayaan itu meliputi hukum kebendaan dan hukum perikatan. Intellectual Property Rights merupakan kebendaan immaterial yang juga menjadi objek hak milik sebagaimana di atur dalam hukum kebendaan. Karena itu lebih tepat kalau kita menggunakan istilah Hak atas Kepemilikan Intelektual (HAKI) pada istilah Hak atas Kekayaan Intelektual. 28
27
Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual” menyatakan Hak Kekayaan Intelektual adalah kekayaan bagi pemiliknya.Kekayaan tersebut dapat dialihkan pemanfaatan atau penggunaannya kepada pihak lain, sehingga pihak lain itu memperoleh manfaat dari Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hak pemanfaatan atau penggunaan ini di sebut hak yang diperoleh karena izin (lisensi) dari pemiliknya. 28 Ahmad M. Ramli, Hak atas Kepemilikan Intelektual : Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang, Bandung, CV. Mandar Maju, 2000, hal. 23. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Istilah Property Rights diterjemahkan dengan istilah Hak atas Kekayaan Intelektual yang berarti suatu hak atas milik yang berada dalam ruang lingkup kehidupan teknologi, ilmu pengetahuan maupun seni dan sastra, pemilikannya bukan terhadap barangnya melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusianya, diantaranya berupa ide. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional dan bahkan internasional tidak lepas dari pembentukan organisasi perdagangan dunia World Trade Organisation (WTO). Pembentukan WTO sendiri mempunyai sejarah yang cukup panjang, yakni ditandai dengan masalah perundingan tarif dan perdagangan General Agreement Tariff and Trade (GATT). Dengan dibentuknya Organisasi Perdagangan Dunia WTO, maka isu masalah Hak Kekayaan Intelektual semakain muncul ke permukaan, mengapa? Karena masalah perdagangan dewasa ini semakin mengglobal. Tujuan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual digunakan untuk inovasi teknologi atau penyebaran teknologi, dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi, keseimbangan hak dan kewajiban. Indonesia sendiri telah mengantisipasi masalah ini. Hal ini dapat di lihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean. Menurut Pasal 54 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 menyebutkan: “Atas permintaan pemilik barang atau pemegang hak atas merek atau cipta, Ketua Pengadilan Negeri Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
setempat dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, di duga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta dilindungi di Indonesia”. Dari latar belakang munculnya WTO tersebut, dapat dipahami bahwa masalah HAKI cukup erat kaitannya denga dunia bisnis. Untuk itu tidaklah heran apabila para pelaku bisnis mengeluarkan cukup banyak dana, untuk melakukan penelitian dan pengembangan dari hasil. Maksud dari riset tersebut adalah untuk mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh masyarakat, ataupun melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi yang hasilnya kelak dapat di jual. 2. Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Kreativitas dan aktivitas para pencipta dalam rangka memacu pertumbuhan untuk mendorong karya cipta tentu sangat berarti jika perlindungan itu di jamin di setiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar mereka peroleh. Konvensi Internasional adalah perjanjian internasional. Mochtar memberikan defenisi bahwa, “Perjanjian Internasional itu adalah suatu perjanjian yang
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
diadakan antar anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu”.29 Suatu hal yang penting adalah bahwa suatu perjanjian internasional tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ke tiga tanpa persetujuan pihak ke tiga. Untuk keadaan seperti ini dalam teori mengenai perjanjian internasional disebutkan sebagai “treaty contract”, yaitu menimbulkan hukum bagi para peserta, sedangkan yang berikutnya adalah “law making treaty” yaitu secara langsung menimbulkan kaedah-kaedah bagi semua masyarakat Internasional dan tidak hanya bagi pihak-pihak peserta.30 Selanjutnya mengenai prosedur ratifikasi tergantung pula konstitusi masingmasing negara, Untuk Indonesia, hal ini di atur dalam pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :”Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang dan membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”. Dari ketentuan itu untuk Indonesia dapat di lihat bahwa prosedur ratifikasi itu dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Maka dengan pemberian ratifikasi tersebut berarti suatu negara yang bersangkutan telah menyatakan persetujuannya untuk mengikatkan dirinya pasa suatu perjanjian. Sebaliknya apabila ratifikasi itu di tolak maka perjanjian itu
29 30
Moctar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Binacipta, 1978, hal. 111. Ibid., hal. 115.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
hapus sama sekali, walaupun tadinya telah ditandatangani oleh wakil-wakil negara yang bersangkutan. 31 Di atas telah disebutkan bahwa dengan perjanjian itu dimaksudkan menimbulkan akibat hukum tertentu. Secara yuridis
perjanjian internasional itu akan
menerbitkan hak-hak dan kewajiban bagi negara peserta. Maka apabila persetujuan telah tercapai timbullah hak-hak dan kewajiban bagi para negara peserta yang telah mengikatkan dirinya. Hak yang ada pada kita menimbulkan pula kewajiban kepada orang lain untuk menghormatinya, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan diadakannya perjanjian internasional adalah untuk melindungi atau memberikan kepastian hak atas suatu hak yang ditimbulkan dari suatu perjanjian tersebut kepada setiap peserta negara anggota. Kesimpulan tersebut jika dikaitkan dengan Konvensi Internasional tentang hak cipta, maka akan memperoleh suatu tujuan yaitu untuk melindungi hak cipta secara internasional. Oleh karena itu perlindungan hak cipta secara internasional adalah suatu keharusan. Untuk perlindungan hak cipta secara internasional saat ini ada beberapa konvensi internasional antara lain : a. Persetujuan TRIP’s
31
Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta, Raja Grafindo Persada, hal. 204. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Persetujuan TRIP’s (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights : Aspek-aspek Perdagangan yang bertalian dengan Hak Milik Intelektual), merupakan salah satu issue dari 15 issue dalam Persetujuan GAAT (Putaran Uruguay) yang mengatur masalah Hak Milik Intelektual secara global. Keikutsertaan Indonesia dalam Persetujuan ini sejak tahun 1989. Di dalam persetujuan ini terdapat beberapa aturan baru di bidang Hak Milik Intelektual dengan standar pengaturan dan perlindungan yang lebih dari memadai dibandingkan dengan pengaturan perundang-undangan nasional, dengan disertai pula sanksi keras berupa pembalasan (cross retaliation) di bidang ekonomi yang ditujukan kepada suatu negara (anggota) yang tidak memenuhi ketentuannya. TRIP’s memiliki ketentuan-ketentuan dan prinsip –prinsip dasar bagi para anggotanya dalam melaksanakan aturannya. Ketentuan-ketentuan dan prinsipprinsip dasar ini tertuang dalam Bab I (pasal 1-8). Ketentuan dan prinsip-prinsip dasar tersebut antara lain : 32 1
Ketentuan Free to Determine, yaitu ketentuan yang memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk menentukan cara-cara yang di anggap sesuai untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPs ke dalam sistem dan praktek hukum mereka.
2
Ketentuan
Intellektual
Property
Convention,
yaitu
ketentuan
yang
mengharuskan para anggotanya menyesuaikan aturan perundang-undangan dengan berbagai konvensi internasional di bidang Hak Milik Intelektual. 32
Ibid., hal. 207-209.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3
Ketentuan National Treatment, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan Hak Milik Intelektual yang sama antara warga negaranya sendiri dengan warga negara anggota lainnya.
4
Ketentuan Most Favoured Nation Treatment, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya memberikan perlindungan Hak Milik Intelektual yang sama terhadap seluruh anggotanya.
5
Ketentuan Exhaution, yaitu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya, dalam menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan suatu ketentuan di dalam Persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya pengaturan Hak Milik Intelektual di dalam negeri mereka.
Adapun TRIP’s bertujuan untuk melindungi dan menegakkan hukum Hak Milik Intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, peralihan, serta penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai pengetahuan teknologi, dengan cara menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7 TRIP’s). Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam perdagangan internasional, dengan mengingat kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap Hak Milik Intelektual yang kemudian tidak menjadi penghalang bagi perdagangan yang sah.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Ada beberapa hal penting di dalam Persetujuan TRIP’s ini yang menyangkut bidang Hak Cipta bila dikaitkan dengan Undang-Undang Hak Cipta nasional yaitu: 33 1
Di dalam persetujuan ini perlindungan hak cipta atas program komputer lamanya harus tidak dikurangi dari lima puluh tahun (pasal 12 TRIP’s), sementara dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional juga telah disesuaikan menjadi lima puluh tahun (Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997).
2
Di dalam persetujuan ini dikenal adanya Hak penyewaan (Rental Rights) bagi pemegang hak cipta karya film (video) dan program komputer (Pasal 11 TRIP’s), yaitu hak yang diberikan kepada pencipta atas kegiatan penyewaan yang bersifat komersial. Pengaturan ini sudah ada dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional.
3
Dalam Persetujuan ini terdapat pengaturan yang tegas terhadap pelaku pertunjukan, prosedur rekaman musik dan badan peyiaran, hal mana dalam Undang-Undang Hak Cipta Nasional yang baru sudah di atur secara tegas.
b. Bern Convention. Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan karya tulis dan artistik, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986, dan telah berulang kali mengalami revisi serta penyempurnaan. Yang menjadi obyek perlindungan hak
33
Ibid., hal. 211-212.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
cipta dalam konvensi ini adalah karya-karaya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun, demikian yang dapat ditangkap dari rumusan pasal 2 Konvensi Bern. Di samping karya asli dari Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan (salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen musik, karya fotografis. Salah satu hal yang paling penting dalam Konvensi Bern adalah menegani perlindungan yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Pasal 5 (setelah direvisi di Paris tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini para pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini. 34 Konvensi Bern telah mengalami beberapa revisi. Revisi yang penting artinya terutama bagi negara-negara dunia ketiga adalah revisi di Stockholm tanggal 14 Juli 1967 yang memuat suplemen
perjanjian utama yang memperhatikan
kepentingan negara-negara berkembang (Developing Countries). Dalam Pasal 21 naskah Konvensi Bern hasil protokol Stockholm ditentukan : “Ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara-negara berkembang dimasukkan dalam appendix tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konvensi ini”. 35
34
Ibid., hal. 217. Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hal.36. 35
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Berdasarkan protokol Stockholm tersebut, maka negara-negara berkembang memperoleh pengecualian mengenai perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Bern. Pengecualian tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang meratifikasi protokol perjanjian utama Konvensi Bern. Negara yang ingin melakukan pengecualian semacam itu dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau budaya nya. Pengecualian tersebut dapat dilakukan terhadap: 36 a.
Hak terjemahan;
b.
Jangka waktu perlindungan;
c.
Hak mengutip artikel-artikel berita pers;
d.
Hak melakukan siaran radio;
e.
Perlindungan karya sastra dan seni semata-mata untuk pendidikan, ilmu, atau sekolah.
Protokol Stockholm juga memuat kemungkinan memperoleh lisensi (izin) secara paksa untuk menerjemahkan karya cipta luar negeri. Di samping itu, memuat juga ketentuan mengenai pembatasan jangka waktu perlindungan hak cipta. Ketentuan 50 (lima puluh) tahun dalam Konvensi Bern, melalui protokol Stockholm untuk negara berkembang dikurangi menjadi 25 (dua puluh lima) tahun setelah meninggalnya pencipta. c. Universal Copyright Convention
36
Ibid., hal.36.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Universal Copyright Convention ditandatangani di Jenewa pada tanggal 6 September 1992 dan baru berlaku pada tanggal 16 September 1955. Setelah perang dunia II muncul gagasan yang ingin menyatukan sistem hukum Hak Cipta yang universal. Gagasan tersebut timbul dari peserta Konvensi Bern dan Amerika Serikat peserta dari Konvensi Pan Amerika. 37 Konvensi ini mengalami revisi pada tanggal 24 Juli 1971 di Paris. Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Protokol I mengenai perlindungan karya dari orang-orang pelarian. 38 Ini dapat dimengerti bahwa secara Internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta itu dapat tercapai, yaitu untuk mendorong aktivitas dan kreativitas para pencipta tidak terkecuali terhadap terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau pelarian. Dengan dilindungi hak ciptanya mereka mendapatkan kepastian hukum. Protokol II mengenai berlakunya konvensi ini atas karya-karya daripada organisasi-organisasi Internasional tertentu. 39 Hal ini erat kaitannya dengan keinginan PBB untuk dapat hidup bersama secara harmonis. Dan inilah yang menjadi dasar diciptakannya konvensi ini yang merupakan usaha dari UNESCO, oleh karenanya dalam protokol ini di atur pula secara khusus tentang perlindungan karya-karya dari badan organisasi internasional.
37
Ibid., hal. 37. OK. Saidin., Op.cit., hal. 219. 39 Ibid., hal. 219. 38
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Protokal III berkenaan dengan cara-cara untuk memungkinkan turut sertanya negara dalam konvensi ini dengan cara bersyarat. Apabila diperbandingkan antara Konvensi Bern dan Konvensi Jenewa, maka di situ terdapat perbedaan mengenai dasar falsafah yang di anut Konvensi Bern menganut dasar falsafah Eropa yang menganggap Hak Cipta sebagai hak alamiah pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang menimbulkan hak monopoli. Sedangkan Konvensi Jenewa di samping kepentingan individu juga memperhatikan
kepentingan
umum.
Konvensi
Jenewa
mencoba
untuk
mempertemukan antara falsafah Eropa dan falsafah Amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada Pencipta diupayakan pula agar memperhatikan kepentingan umum 40
Sehingga Konvensi Jenewa atau yang biasa di sebut Universal Copyright Convention menganggap bahwa hak cipta itu ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
3. Pengertian Hak Cipta Istilah “hak” berasal dari bahasa Arab. Hak berarti milik atau kepunyaan. Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati 40
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 38.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
manfaatnya. Dalam Bahasa Belanda dikenal istilah Auteurs Recht yang berarti hak pengarang. Kemudian istilah hak pengarang itu di ganti dengan istilah hak cipta. 41 Menurut bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right yang berarti hak cipta. Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh St. Moh. Syah, pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang di anggap kurang luas cakupan pengertiannya. 42 Dinyatakan “kurang luas” karena hak pengarang itu memberikan kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh hak pengarang itu hanyalah hak dari para pengarang saja, yang ada sangkut pautnya dengan karang mengarang. Sedangkan istilah hak cipta itu lebih luas, dan ia mencakup juga tentang karang mengarang. Lebih jelas batasan pengertian ini dapat kita lihat dalam Pasal 2 UndangUndang Hak Cipta No. 12 Tahun 1997 serta Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002. Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997, hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
41
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004, hal. 206. 42 OK. Saidin, Op.Cit.,hal. 58. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 yang di maksud dengan Hak Cipta adalah Hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Sebagai perbandingan dalam penulisan ini dikemukakan juga pengertian hak cipta menurut Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention. Auteurswet 1912 dalam pasal 1 menyebutkan, “hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat pembatasan – pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.” Kemudian Universal Copyright Convention dalam pasal V menyatakan sebagai berikut, “Hak Cipta meliputi hak tunggal sipencipta untuk membuat menerbitkan dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.” 43
Bila dilihat perbandingan pengerian hak cipta yang diberikan oleh ketiga ketentuan di atas hampir dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan pengertian yang sama walaupun menggunakan kata-kata yang berbeda, seperti kata “Hak Tunggal” dalam Auteurswet 1912 dan Universal Copyright Convention adalah sama pengertiannya dengan perkataan “Hak Eksklusif” yang terdapat pada Undang-Undang Hak Cipta 2002. 43
Ibid., hal. 58-59.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 yang di maksud dengan hak khusus dari pencipta ialah tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu atau orang lain kecuali dengan izin pencipta. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 2 UndangUndang Hak Cipta 2002, yang di maksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Perkataan “tidak ada orang lain” mempunyai pengertian yang sama dengan hak tunggal yang menunjukkan hanya pencipta saja yang boleh melakukan hal itu. Inilah yang di sebut dengan hak yang bersifat eksklusif. Oleh karena itu pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” adalah termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan
kepada
publik,
menyiarkan,
merekam,
dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun. Lebih lanjut dalam Undang-Undang Hak Cipta disebutkan yang di maksud dengan : a. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran atau penyebaran sesuatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat di baca, di dengar atau di lihat oleh orang lain. c. Perbanyakan adalah menambah jumlah suatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama. Termasuk mengalih wujudkan sesuatu ciptaan. d. Ciptaan adalah setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. 44
Setelah di bahas mengenai beberapa pengertian tersebut di atas, perlu juga kiranya mengetahui tentang pengertian pemegang hak cipta. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas. 45 Walaupun bukan Pencipta, negara adalah Pemegang Hak Cipta atas karya : 1
Peninggalan sejarah, prasejarah, dan benda budaya nasional.
2
Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama di pelihara dan dilindungi oleh negara. Negara hanya pemegang hak cipta terhadap luar negeri. 44
Sentosa Sembiring, Prosedur Dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Hak Cipta Paten Dan Merek, Bandung, CV. Yrama Widya, 2002, hal. 18. 45 Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya, Jakarta, Sinar Grafika, 1992, hal.2. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3
Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan. 46
Dalam pasal 11 (1) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan : “Jika suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya”. Perbedaan antara Pencipta dan Pemegang Hak Cipta adalah : Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan fikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan dan keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal 1(2) Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002). Sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut (Pasal 1 ayat (4) UndangUndang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002). Dengan demikian, Pencipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta, yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.
46
Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 114. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Sebagai Hak Khusus (Exclusive Rights), Hak Cipta mengandung 2 (dua) esensi hak, yaitu Hak Ekonomi (Economic Rights) dan Hak Moral (Moral Rights). 47 Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, oleh karena hak cipta itu dapat menghasilkan berupa uang dari royalti yang di terima, maka penghasilan yang halal di peroleh dari profesi sebagai hak cipta atas karya tulisnya, karya pelaku (aktor, penyanyi, pemusik, penari, sastra, dan karya seni lainnya) wajib mengeluarkan zakatnya (zakat profesi) apabila telah mencapai nishab. Kandungan hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan tersebut. Jenis Hak Ekonomi pada Hak Cipta adalah seperti berikut: 1. Hak Perbanyak (penggandaan), yaitu penambahan jumlah ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk pengalihwujudkan ciptaan. 2. Hak adaptasi (penyesuaian), yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain,novel dijadikan sinetron, patung dijadikan lukisan, drama pertunjukan dijadikan radio. 3. Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran ciptaan, dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara
47
Iman Sjahputra, Hak Atas Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Jakarta, Harvarindo, 2007, hal. 118. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
sedemikian rupa, sehingga ciptaan dapat di baca, di dengar, di lihat, di jual atau di sewa oleh orang lain. 4. Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan ciptaan di bidang seni oleh musisi, seniman, peragawati. 48
Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau di hapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Yang dimaksud hak ini adalah hak cipta untuk mengklaim sebagai pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya, yang dapat meragukan kehormatan dan reputasi pencipta.
49
Oleh
karena itu hak moral bersifat pribadi dan kekal. Sifat pribadi menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik, kemampuan, dan itegritas yang hanya dimiliki oleh Pencipta atau Penemu. Kekal artinya melekat pada Pencipta atau Penemu selama hidup bahkan setelah meninggal dunia. Termasuk dalam hak moral adalah hak-hak yang berikut ini : 1. Hak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama Pencipta atau Penemu tetap dicantumkan pada ciptaan atau penemuannya. 2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan Pencipta, Penemu, atau ahli warisnya. 48 49
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.19-20. Eddy Damian, Op.cit., hal. 62
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Hak Pencipta atau Penemu untuk mengadakan perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat. 50
Hak Moral berasal dari sistem hukum kontinental yaitu dari Perancis. Menurut konsep hukum kontinental, Hak Pengarang (author right) terdiri dari Hak Ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai uang dan Hak Moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi Pencipta. Sedangkan menurut Komen dan Verkade , Hak Moral yang dimiliki Pencipta Meliputi : 1. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan. 2. Larangan mengubah judul. 3. Larangan mengubah penentuan pencipta. 4. Hak untuk mengadakan perubahan. 51
Kandungan hak moral meliputi hak untuk menuntut agar nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya, hak untuk melarang perubahan suatu ciptaan tersebut. Dalam masyarakat, bentuk pelanggaran Hak Moral yang dapat diamati sering terjadi terutama pada karya pertunjukan, misalnya lagu, tarian, drama. Orang
50 51
Ibid, Hal. 22. Ibid., Hal. 22.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
seenaknya saja membawakan atau mempertunjukkan ciptaan itu pada pesta ulang tahun, pesta taman, pertunjukan karaoke, tanpa menyebutkan nama penciptanya. Pencipta atau ahli waris dapat menuntut pelanggaran semacam itu. Akan tetapi penuntut jarang atau tidak dilakukan di Indonesia karena segi penegakan hukum belum mapan. Apalagi ada anggapan, karya cipta itu dipertunjukkan oleh orang lain sudah cukup sebagai amal. Hak-hak moral adalah hak-hak pribadi pencipta atau pengarang untuk dapat mencegah perubahan atas karyanya dan untuk tetap di sebut sebagai pencipta karya tersebut. Hak-hak ini menggambarkan hidupnya hubungan berkelanjutan dari si pencipta dengan karyanya walaupun kontrol ekonomi atas karya tersebut hilang karena telah diserahkan sepenuhnya kepada pemegang hak cipta atau lewat jangka waktu pelindungannya seperti diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku. Seperti telah diuraikan diatas, Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta, untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya yang tumbuh bersamaan dengan lahirnya suatu karya cipta, suatu ciptaan. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan sikap hidup untuk menghormati dan menghargai suatu karya cipta, baik di bidang ilmu pengetahuan, seni maupun sastra. Namun sepertinya tidak cukup hanya dengan pengakuan dan penghormatan saja, keselamatan atau perlindungan hukum atas hak cipta seseorang atau beberapa orang harus juga terlindungi.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Satu prinsip bahwa perlu diadakan pendaftaran terhadap suatu hak cipta untuk memudahkan pembuktian dalam hal sengketa mengenai hak cipta. Pendaftaran ini tidak harus mutlak dilakukan karena tanpa pendaftaran pun hak cipta dilindungi. Itu artinya orang yang mendaftarkan hak cipta untuk pertama kalinya tidak berarti sebagai pemilik hak yang sah karena bilamana ada orang lain yang dapat membuktikan bahwa itu adalah hak mereka, maka kekuatan hukum dari suatu pendaftaran ciptaan tersebut dapat dihapuskan. Ketentuan ini yang membuktikan bahwa Undang-Undang Hak Cipta Indonesia Menganut sistem pendaftaran deklaratif. Hal ini dapat di lihat dari bunyi pasal 5 ayat (1) nya yang menyatakan bahwa, “Kecuali terbukti sebaliknya, yang di anggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Ditjen HAKI atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan”. Hal yang paling penting lagi dari pendaftaran ini adalah dengan pendaftaran diharapkan
dapat
memberikan
semacam
kepastian
hukum
serta
lebih
memudahkan dalam prosedur pengalihan haknya. Hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu pembuktian hak ciptanya dari ciptaan yang didaftarkan. Dalam hal ini pengumuman pertama suatu ciptaan diperlakukan sama dengan pendaftaran.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Hutauruk ada dua unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia, yaitu : 1. Hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain. 2. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya (mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya). 52
Untuk pelanggaran hak cipta dalam bentuk pembajakan lagu atau musik erat kaitannya dengan Produser Rekaman Suara. Dimana berdasarkan Pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa Produser Rekaman Suara adalah : Orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya. Produser rekaman sepenuhnya memiliki hak atas rekaman suara (sound recording right) tanpa mempengaruhi perlindungan hak cipta atas lagu di maksud yang menjadi milik pencipta. Sebuah master rekaman akan digandakan yang tersebar hampir disetiap propinsi untuk selanjutnya disalurkan melalui toko-toko kaset agar sampai ketangan konsumen. 2. Jenis Ciptaan Yang Dilindungi 52
OK. Saidin, Op.cit., hal. 60.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 telah merinci dua belas kelompok ciptaan sesuai dengan jenis dan sifat ciptaan. Pada dasarnya yang dilindungi undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002 adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreastivitasnya yang bersifat pribadi. Dengan perkataan lain ciptaan harus mempunyai unsur refleksi pribadi (alter – ego) pencipta. Tanpa adanya pencipta dengan alter-ego nya tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. 53 Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dikatakan bahwa yang dilindungi diantaranya adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Termasuk di sini adalah buku, program komputer, lagu atau musik, dan film (sinematografi). Karya-karya tersebut dilindungi karena ia lahir dari kemampuan berfikir, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Ketika sebuah karya diciptakan, sesungguhnya hak cipta atas karya tersebut sudah melekat pada penciptanya. Dengan kata lain, setiap produk yang dinikmati atau dimanfaatkan oleh khalayak ramai sesungguhnya memiliki hak cipta dari pembuat atau produsennya masing-masing. 53
Eddy Damian, Op.Cit., hal. 131.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Untuk mengetahui ciptaan-ciptaan apa saja di bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang dilndungi hak cipta, Pasal 1(3) ini perlu dihubungkan dengan ketentuan Pasal 12 (1) yang menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup : a. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat unutk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim; f. Seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. Arsitektur; h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi; l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan. 54
54
Ibid, hal. 132.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Jika diperhatikan rincian yang diberikan menurut huruf a hingga k ini dapat dikualifikasikan sebagai ciptaan asli, sedangkan ciptaan pada huruf l merupakan pengolahan selanjutnya dari ciptaan-ciptaan asli. Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan lagu atau musik berarti sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair dan lirik dan aransemennya termasuk notasi yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta. Mengenai jangka waktu perlindungan hukum hak cipta
lagu atau
musik berdasarkan sejarah perkembangannya di Indonesia dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan (science) dan teknologi. Namun, landasan berpijaknya tetap dipengaruhi oleh landasan filosofis dan budaya hukum suatu negara. Demikian halnya jika di lihat dalam Auteurswet 1912 hak cipta hanya dibatasi jangka waktunya sampai 50 tahun, tetapi dalan Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 dibatasi hanya 25 tahun. Kemudian dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997 kembali dimajukan menjadi selama hidup pencipta dan 50 tahun mengikuti ketentuan Berne Convention Tahun 1967 yang kita ketahui di adopsi oleh
Auteurswet
1912.
Perubahan-perubahan
dalam
ketentuan
tersebut
membuktikan begitu kuatnya pengaruh budaya asing kedalam budaya hukum Indonesia. Ketika Undang-Undang Hak Cipta 1982 dilahirkan banyak alasan yang dikemukakan sepanjang menyangkut filosofi fungsi sosial hak milik, dan disepakatilah jangka waktu hak cipta selama hidup si pencipta di tambah dengan Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
25 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia yang terakhir jangka waktu perlindungan hukum hak cipta ditetapkan 50 tahun. Ada kesan dengan masa 50 tahun (semasa hidup ditambah 50 tahun) pemilikan hak cipta, Undang-Undang Hak Cipta Indonesia nampaknya ingin menonjolkan hak individu. Tetapi jauh dari anggapan itu semua, di samping menyesuaikan diri dengan Konvensi Internasional, lebih dari itu adalah untuk memberikan penghargaan yang maksimal kepada pencipta dan ahli warisnya. 3. Fungsi Dan Sifat Hak Cipta Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 secara tegas menyatakan dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan, itu harus memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembatasan di maksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai dengan tujuannya. Sebenarnya yang dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak cipta ini adalah agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenangwenang. Setiap penggunaan hak harus diperhatikan terlebih dahulu apakah hal tersebut tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum. Walaupun sebenarnya Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 ini menyatakan hak cipta itu adalah hak eksklusif, yang memberi arti bahwa selain
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
pencipta orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin pencipta. Hak itu timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Hak Cipta di anggap sebagai benda immateril. Yang dimaksud dengan hak milik immateril adalah suatu hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud/bertubuh. Rumusan ini menyebutkan bahwa setiap benda yang tidak dapat di lihat atau di raba dan dapat dijadikan objek hak milik adalah merupakan hak milik immateril. Pasal 499 KUHPerdata menyatakan bahwa : “Tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Dengan demikian, pengertian benda di sini dibatasi pada segala sesuatu yang dimiliki oleh subjek hukum, baik itu berupa barang maupun hak, asalkan dapat dikuasai oleh subjek hukum. Pengertian benda yang demikian merupakan pengertian yang luas. Sedangkan dalam pengertian sempit, benda itu terbatas pada barang-barang yang berwujud atau bertubuh saja. Dalam hukum perdata barat, ternyata benda tidak terbatas hanya pada bendabenda yang tidak berwujud berupa hak-hak atas benda yang berwujud sebagai bagian dari harta kekayaan seseorang. 55 Rumusan tersebut menempatkan Hak Cipta sebagai hak yang merupakan bagian dari benda. Hak Cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan obyek hak milik, oleh karena itu Hak Cipta memenuhi kriteria pasal 499 KUHPerdata. Si Pemegang Hak Cipta dapat menguasai Hak Cipta sebagai Hak Milik.
55
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung, PT. Alumni, 2003, hal. 81. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Mahadi mengatakan bahwa : Hak Milik immateril termasuk ke dalam hak-hak yang di sebut dalam Pasal 499 KUHPerdata. Oleh sebab itu hak milik immateril itu sendiri dapat menjadi obyek dari suatu benda. 56 Hak Cipta sebagai hak milik immateril mempunyai fungsi dan sifat tertentu. Yang dimaksud dengan fungsi tertentu, adalah bahwa hak cipta mempunyai fungsi sosial. Suatu ciptaan menjalankan fungsi sosial melalui penyebaran dalam masyarakat, dan selama masyarakat masih memerlukannya, selama itu pula hak cipta menjalankan fungsi sosialnya. Suatu ciptaan memiliki fungsi sosial, selain melalui mekanisme pembatasan dan pemberian kesempatan kepada masyarakat, juga dengan mekanisme tentang kewajiban untuk mewujudkan ciptaan, atau memberikan lisensi kepada pihak lain. Mekanisme ini dikenal sebagai compulsory licensing yaitu sekiranya negara memandang perlu, atau menilai bahwa suatu ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta bersangkutan untuk menterjemahkan atau memperbanyaknya. Negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta untuk memberi izin atau lisensi kepada pihak lainnya untuk menterjemahkan atau memperbanyaknya dengan imbalan yang wajar. Dengan titik tolak pemikiran ini, maka perwujudan fungsi sosial tidak semata-mata bersifat formal, tetapi dapat lebih operasional dan substantif. Sedangkan mengenai sifat tersebut, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang
56
Mahadi, Hak Milik Immateriil, Jakarta, BPHN, 1985, hal. 5.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memberikan jawaban bahwa “Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak”. Kemudian dalam ayat (2) disebutkan bahwa “Hak Cipta dapat beralih dan dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lainnya yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan”. Perjanjian harus dilakukan secara tertulis baik dengan akta atau tanpa akta dengan ketentuan perjanjian harus mengenai wewenang yang ada dalam perjanjian tertulis tersebut. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) didalam penjelasannya dinyatakan jelas, akan tetapi Rachmadi Usman mengatakan seolah-olah pembentuk undang-undang meragukan sifat dari hak cipta ini sehingga menggunakan perkataan di anggap, yang berarti ada kemungkinan hak cipta masuk dalam kualifikasi benda yang tidak bergerak (tetap). Pembedaan atas benda bergerak dan tidak bergerak membawa konsekuensi hukum tertentu yang berhubungan dengan penguasaan (bezit), penyerahan (levering), pembebanan (bezwaring), dan kadaluarsa (verjaring), sehinggga perlu untuk dibedakan, baik karena berdasarkan undangundang maupun sifatnya. 57
Hak Cipta tidak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat yang manunggal dengan penciptanya (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19
57
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Op.cit., Hal. 216.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Tahun 2002). Sifat Manunggal itu pula yang menyebabkan hak pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur. Pelanggaran hak cipta dalan bentuk pembajakan lagu atau musik erat kaitannya dengan Produser Rekaman Suara. Dimana berdasarkan pasal 1 ayat (11) menyatakan bahwa Produser Rekaman Suara adalah : Orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya. Produser rekaman sepenuhnya memiliki hak atas rekaman suara (sound recording right) tanpa mempengaruhi perlindungan hak cipta atas lagu di maksud yang menjadi milik pencipta. Sebuah master rekaman akan digandakan dan didistribusikan oleh para distributor melalui berbagai keagenan yang tersebar hampir disetiap propinsi untuk selanjutnya disalurkan melalui toko-toko kaset agar sampai ketangan konsumen. Produser rekaman suara, untuk mendapatkan hak tersebut dapat di peroleh atas persetujuan pencipta atau orang yang menerima hak dari pencipta. Persetujuan itu berupa lisensi. Kalau produser rekaman suara mendapat izin untuk melakukan kegiatan perekaman suara dan kepadanya di beri izin untuk memperbanyak, hak semacam itu dalam ketentuan hukum hak cipta dilindungi sebagai pencipta. Produser rekaman suara dalam hal ini kapasitasnya sebagai penerima hak dari pencipta.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Para produser rekaman suara sudah barang tentu bekerja sesuai dengan teknikteknik perekaman suara. Peralatan untuk itu disediakan dengan sebaik-baiknya, sebab kualitas hasil rekaman sangat ditentukan oleh ketersediaan fasilitas. Studio rekaman harus dilengkapi dengan peralatan teknologi tinggi guna menampilkan suara rekaman terbaik. Sudah barang tentu produser akan memperhitungkan biaya-biaya itu yang secara ekonomis diupayakan dapat kembali dari hasil penjualan karya rekaman suara tersebut dalam bentuk kaset, Compact Disc dan Video Compact Disc. Produser rekaman tidak hanya mendapat keuntungan dari penjualan kaset, Compact Disc maupun Video Compact Disc tersebut, tetapi ia berhak juga atas royalti manakala kaset, Compact Disc dan Video Compact Disc itu dikumandangkan di hotel-hotel, restauran, bar, bandara, pesawat terbang, kapal laut dan tempat – tempat lain yang menyediakan sarana hiburan yang bersifat komersil. 58 Hak lain yang melekat pada sang produser rekaman suara adalah Hak Terkait (neighboring rights) yaitu hak yang berkaitan dengan hak cipta. Pemilik atas hak terkait tersebut meliputi Pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan, produser rekaman suara yang menghasilkan karya rekaman suara, dan lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran. Dalam Pasal 49 Undang-Undang Hak Cipta secara rinci diuraikan tentang ruang lingkup atau cakupan neighboring rights, yang meliputi : 58
Ibid., hal.142.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya. 2. Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. 3. Lembaga penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak dan atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain. 59
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan neighboring rights meliputi : 1. Hak artis pertunjukan terhadap penampilannya. 2. Hak produser rekaman terhadap rekaman yang dihasilkan. 3. Hak lembaga penyiaran terhadap karya siarannya. Untuk jangka waktu perlindungan neighboring rights yaitu : 1. Pelaku, jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut dipertunjukkan. 2. Produser Rekaman Suara, jangka waktu perlindungannya berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut selesai di rekam.
59
Ibid., Hal. 135.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Lembaga Penyiaran, jangka waktu perlindungannya berlaku selama 20 tahun sejak karya tersebut selesai di rekam. 60
Setelah di jelaskan mengenai hak-hak yang dimiliki oleh seorang produser rekaman suara maka dapat dilihat tanpa keterlibatan produser, lagu atau musik tidak dapat diperkenalkan kepada publik. Sama halnya dengan karya buku dan hasil penelitian ilmiah lainnya, tanpa penerbit buku tersebut tak dapat dipasarkan. Begitulah besarnya peran produser dalam karya rekaman suara atau musik.
G. Metode Penelitian Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari
pengumpulan
data
sampai
pada
analisis
data
dilakukan
dengan
memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah sebagai berikut : 1. Sifat Penelitian Penelitian bidang hukum sifatnya hanya merupakan gambaran atau deskripsi kepada masyarakat tentang adanya suatu kejadian di bidang hukum, berdasarkan hal tersebut maka sifat penelitian adalah deskriptif analilitis yaitu penelitian yang bermaksud untuk menggambarkan, menelaah dan menganalisa peraturan perundang-undangan yang berlaku dihubungkan dengan teori hukum yang
60
Ibid., Hal. 135.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
berkaitan dengan perlindungan hukum atas hak cipta pada umumnya dan perlindungan hukum pemegang Hak Cipta atas lagu atau musik khususnya. Sedangkan sifat analisis yang dicerminkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta atas lagu atau musik dan penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 2. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Penggunaan pendekatan yuridis normatif yang di maksud adalah pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, penerapan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pembajakan Hak Cipta Musik atau Lagu atau meneliti bahan kepustakaan data sekunder yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. 3. Sumber Data Untuk mendapatkan data yang akurat, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan data sekunder dengan menelaah bahan kepustakaan yang meliputi : a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat, dalam penelitian ini yaitu seperti : peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hak Cipta. b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain : berupa putusan-putusan pengadilan negeri, tulisan
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
atau pendapat para pakar hukum dibidang Hak Cipta terutama mengenai pembajakan lagu atau musik. c. Bahan Hukum Tertier yaitu yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti majalah, surat kabar, dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi relevan dengan penelitian yang dilakukan. 4. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Penelitian ini akan dimulai dengan mengidentifikasi hukum positif dibidang Hak Cipta dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mempunyai hubungan erat dengan hak cipta lagu atau musik. Pengolah data
dilakukan dengan
pengelompokan terhadap bahan-bahan tertulis yang sejenis dan evaluasi dilakukan terhadap data dengan pendekatan kualitatif, setelah dipilah dan di olah lalu di analisis secara logis dan sistematis dengan metode deduktif dan induktif.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II BENTUK – BENTUK PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Latar Belakang Meningkatnya Kegiatan Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik Fenomena kegiatan pembajakan di bidang hak cipta lagu atau musik , maka ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kegiatan pembajakan tersebut, antara lain : 1. Sejauh mana pemahanan masyarakat akan pentingnya hak cipta dan peranan hak cipta serta perlindungan hukumnya. Peranan hak cipta yang dalam pelaksanaannya tidak hanya dikaitkan dengan masalah hukum, namun juga dikaitkan dengan perdagangan Internasional. Bagi negara-negara maju hak cipta selalu dikaitkan dengan isu-isu ekonomis dan politik. Sosialisasi akan pentingnya dan peranan hak cipta bagi masyarakat sangat penting untuk mencegah rusaknya perdagangan Internasional Indonesia dengan negara asing. Hal itu semakin penting terutama setelah Indonesia menandatangani perjanjian TRIP’s (Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights). Di Indonesia sendiri, sejauh ini kita harus berlapang dada menerima kenyataan bahwa pengetahuan masyarakat secara umum terhadap perlindungan hak atas kekayaan intelektual, khususnya mengenai hak cipta lagu atau musik masih sangat rendah. 61 Hal ini terkait juga dengan faktor ekonomi masyarakat Indonesia
61
Arnel Affandi, Penegakan Hukum Hak Cipta Dari Sudut Pandang Pelaku Industri Rekaman Suara, Makalah disajikan pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang tentang Hak Cipta (Arti Penting Perlindungan Hak Cipta bagi Karya Film, Musik dan Program Komputer), yang Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
sendiri. Mereka cendrung lebih memilih menggunakan barang bajakan yang harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan aslinya. Sikap masyarakat yang cendrung memilih produk bajakan lebih murah dibandingkan dengan aslinya seperti itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku pembajakan hak cipta khususnya di bidang hak cipta lagu atau musik. Para pelaku pembajakan hak cipta lagu atau musik memilih untuk melakukan pembajakan hak cipta, karena mereka mempunyai keinginan untuk memperoleh keuntungan dagang dengan mudah. Mereka dapat meraup keuntungan yang sangat banyak, hanya dengan membajak karya cipta orang lain, tanpa harus bersusah payah memikirkan nasib para pencipta itu sendiri, yang sudah bersusah payah untuk mencipta suatu karya. Para pelaku pembajakan karya cipta lagu atau musik menjual hasil bajakan karya cipta orang lain tersebut dengan harga yang sangat murah. 62 Dalam penulisan tesis ini, penulis cendrung mengkonsentrasikan alat atau media yang digunakan untuk membajak hak cipta lagu atau musik. Misalnya harga satu keping compact disc (CD) atau video compact disc (VCD) yang berkisar Rp. 50.000 hingga Rp. 100.000, versi bajakannya dihargai hanya dengan Rp. 10.000. Begitu juga dengan digital versatile disc (DVD) yang versi orisinalnya berkisar Rp. 150.000 di kalangan pembajak dihargai hanya Rp. 6.000. 63
Sungguh perbedaan yang sangat jauh sekali.
diselenggarakan oleh Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia bekerjasama dengan Kejaksaan Agung RI di Medan pada tanggal 26 Oktober 2002, hal.8. 62 Pudja Rukmana, “Pelanggaran HAKI”, Suara Karya, (06 Maret 2002),terdapat di situs http://www.suarakarya.co.id,file:///D:/Suara%20Karya.htm, diakses pada tanggal 9 Maret 2007 63 Kompas, Op.cit. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Harga jual yang sangat rendah tersebut, dikarenakan para pelaku pembajak karya cipta lagu atau musik tersebut tidak mengeluarkan biaya-biaya produksi. Biayabiaya yang dikeluarkan oleh para pelaku pembajak hak cipta lagu atau musik tersebut sangat minim. Mereka tidak membayar royalti antara pencipta dan penyanyinya, tidak membayar pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai) kepada negara. Dengan demikian ongkos produksi yang mereka keluarkan sangat minim sekali. Sehingga apabila mereka melakukan produksi pembajakan hak cipta lagu atau musik cukup banyak, maka keuntungan yang cukup besar pun dapat mereka peroleh dengan mudah. Oleh karena itu Indonesia, Indonesia sebagai negara hukum, tidak ada pilihan lain untuk menjadikan hukum sebagai instrumen dalam merendam pembajakan hak cipta lagu atau musik yang tumbuh subur di negeri ini. 2. Sikap masyarakat yang cenderung apriori Masyarakat kita cenderung apriori terhadap penegakan hukum hak cipta, sehingga lahirlah semacam ketidak pedulian terhadap akibat-akibat pelanggaran secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun pelanggaran tersebut berlangsung di depan mata. 3. Penegakan hukum yang tidak maksimal Sampai sejauh ini kita boleh berbangga hati bahwa pengaturan hukum perlindungan hak cipta sudah sangat memadai. Dalam dunia Internasional pun Indonesia tidak lagi membatasi perlindungan hak cipta pada perjanjian-perjanjian bilateral saja, tetapi sejak tahun 1997 kita telah menetapkan perlindungan yang Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
lebih luas dengan menandatangani Bern Cinvention yang merupakan perjanjian multilateral. 64 Persoalannya sekarang adalah bagaimana melaksanakan penegakan hukum sebagai pemenuhan atas aturan-aturan perlindungan tersebut. 4. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi ternyata merupakan pedang bermata dua dalam penegakan hukum hak cipta. Karena seiring dengan kemajuan teknologi pembajakan atas karya rekaman suara juga semakin mudah dilakukan. Pada masa sekarang ini hampir-hampir tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk melakukan pembajakan karya rekaman suara. Kondisi ini diperburuk dengan fasilitas yang diberikan era digital dimana setiap media penghantar suara digital dapat menjadi master rekaman untuk digandakan dengan tingkat posisi yang tinggi. 65 5
Pembajakan Hak Cipta akibat Daya Beli Rendah Menurut Abdul Bari, Dirjen HKI Departemen Hukum dan Ham, banyaknya pembajakan terhadap hasil karya seseorang karena daya beli masyarakat masih rendah. Dia mencontohkan peredaran Video Compact Disc bajakan di Indonesia sangat marak. Hal itu karena daya beli masyarakat rendah.66 Jika harus beli Video Compact Disc orisinil yang harganya puluhan ribu rupiah, masyarakat tidak mampu. Akibatnya, mereka memllih barang bajakan yang harganya sangat murah.
64
Arnel Affandi, Op.Cit., hal. 9. Ibid., hal. 10. 66 Suara Merdeka, Pembajakan Hak Cipta Akibat Daya Beli Rendah, 27 Juli 2006, http://www.SuaraMerdekaSemarang.co.id.file:///D:/suara%20merdeka%20%20%20Semarang. htm., diakses pada tanggal 3 Maret 2007 65
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
6
Dalam bidang sosial budaya 67 Di bidang sosial budaya, dampak yang timbul, dari semakin meluasnya pembajakan tersebut begitu ragam. Bagi para pelaku tindak pidana atau para pembajak, keadaan yang berlarut-larut tanpa ada tindakan, akan semakin menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar undang-undang. Pertama-tama kita akan menyadari bahwa dari ke lima celah di atas kondisi kedua dan ketiga akan menciptakan pasar yang subur dan solid. Masyarakat yang tidak peduli dan tidak memahami perlindungan hukum hak cipta akan menjadi pembeli potensial bagi unligitimate product sementara di sisi lain penegakan hukum yang tidak maksimal mengakibatkan munculnya efek jera di masyarakat sebagaimana yang seharusnya diharapkan. Sehingga oknum masyarakat yang melakukan pembajakan lebih tergiur kepada keuntungan yang bakal di dapat secara instan daripada ancaman hukuman yang digariskan undang-undang. Penegakan hukum yang diharapkan sesungguhnya adalah satu proses yang dijalankan secara terus-menerus dan komprehensif. Karena bagaimanapun persoalan penegakan hukum Hak Cipta di Indonesia adalah persoalan setiap orang. Menilik dari celah-celah kecenderungan masyarakat untuk melakukan pembajakan karya rekaman suara, proses dia atas harus dimulai dengan memberi pemahaman yang cukup kepada masyarakat oleh anggota masyarakat yang mempunyai pengetahuan yang memadai untuk itu. Baik dalam ruang lingkup
67
Widyopramono, Op.Cit, hal. 19.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
tanggung jawab pekerjaan seperti aparat penegak hukum, pendidik, wartawan maupun para pelaku industri ini sendiri termasuk didalamnya artis rekaman suara. Penegakan hukum secara faktual yang terjadi dari waktu ke waktu mutlak memerlukan perhatian yang maksimal serta daya tahan (endurance) dari aparat penegak hukum untuk melaksanakannya secara berkesinambungan. Khusus mengenai peran lembaga kejaksaan dalam hal tersebut di atas, pertama-tama yang diharapkan adalah kesamaan cara pendang dari jajaran kejaksaan khususnya jaksa penuntut umum tentang pentingnya penegakan hukum hak cipta. Ketika dimulainya upaya represif penegakkan hukum Hak Cipta, seharusnya mereka yang terlibat dalam proses penegakkan sudah mempunyai gambaran atau semacam pola fikir yang mendasar mengenai tujuan dan hasil akhir yang hendak di capai dari keseluruhan penegakkan hukum Hak Cipta. Sebagai contoh penyidik yang melakukan penyidikan serta penyelidikan terhadap suatu kasus pelanggaran Hak Cipta sudah seharusnya melengkapi berita acara, barang bukti dan saksi-saksi untuk diajukan secepatnya kepada penuntut umum sebelum tenggang waktu yang ditentukan oleh hukum acara pidana berakhir. Selanjutnya penuntut umum dapat lebih efisien mengajukan tuntutan ke Pengadilan jika mempunyai susdut pandang yang sama dalam menangani kasus tersebut. Seorang produser atau pimpinan perusahaan rekaman tentunya sangat berharap setiap kasus pembajakan yang berhasil di ungkap penyidik dapat segera di ajukan ke Pengadilan dengan mendapat hukuman yang maksimal sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu tentunya sangat diharapkan Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
adanya upaya pemusnahan barang bukti yang terbukti digunakan dalam suatu pelanggaran hukum hak cipta mulai dari bukti-bukti media penghantar suara sampai dengan masin yang digunakan sebagai alat pengganda produk bajakan. Pemusnahan barang bukti sangat besar pengarunya
secara langsung kepada
pelaku kejahatan maupun masyarakat. Persoalan pokok di sini adalah bagaimana kesungguhan aparat penegak hukum untuk melakukan upaya pemutusan rantai ekosistem dunia pembajakan di Indonesia. Jika saja setiap mesin pengganda high speed maupun low speed serta CD plant yang terbukti digunakan sebagai pengganda produk bajakan dimusnahkan, maka dalam tahap awal sudah merupakan pukulan yang amat berat bagi pelaku pembajakan. 68 Penyitaan yang dilakukan terhadap produk bajakan seharusnya langsung dimusnahkan sehingga muara penyaluran barang-barang haram tersebut terganggu dan semakin sempit. Akan tetapi permasalahannya sekarang adalah sampai sejauh ini belum ada jaksa penuntut umum yang memasukkan pemusnahan barang bukti tuntutannya. Sehingga cerita tentang penegakan hukum Hak Cipta dalam industri rekaman suara masih berkisar kepada hukuman percobaan tiga bulan sampai satu tahun dengan barang bukti dikembalikan terutama masin-mesin yang digunakan sebagai pengganda. Dengan demikian tentu saja menjadi mustahil untuk memperkecil peluang pelaku pembajakan melakukan kegiatannya.
68
Arnel Affandi, Op.Cit., hal. 8.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Pengajuan tuntutan hukuman yang maksimal sebagaimana di maksud dalam undang-undang Hak Cipta, merupakan salah satu tiang utama dalam penegakan hukum Hak Cipta. Secara psikologis efek jera yang diharapkan dari penerapan hukum pidana akan jelas terlihat jika ancaman hukuman di dalam aturan perundang-undangan dapat diterjemahkan secara lugas oleh penuntut umum dalam pengajuan tuntutan di Pengadilan. Selain kesamaan pandangan diantara para penegak hukum, perlu dipikirkan dengan sangat mendalam mengenai upaya penegak hukum hak cipta secara khusus maupun penegakkan hukum Hak Kekayaan Intelektual secara umum yang dilaksanakan untuk periode tertentu secara serentak dalam skala nasional. Pada periode dimaksud dapat di tata upaya-upaya preventif, seperti kampanye yang dilakukan melalui berbagai media, seminar dan pembekalan pada masyarakat, secara berkesinambungan. Secara bersamaan dapat dilakukan upaya represif berupa operasi anti pembajakan serta pemusnahan barang bukti, sampai dengan hukuman yang dijatuhkan pada pelaku yang harus terinfomasikan dengan baik kepada masyarakat. Menurut Parlugutan Lubis, Pejabat dari Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak mematuhi hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual antara lain :
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual umumnya dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran tersebut. b. Masyarakat pelanggar menganggap hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan selama ini terlalu ringan bahkan tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh penegak hukum. c. Ada sebagian masyarakat yang masih bangga apabila hasil karyanya di tiru orang lain, namun kebiasaan tersebut sudah mulai hilang berkat adanya peningkatan kesadaran hukum masyarakat. d. Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggaran tersebut tidak perlu di bayar kepada pemerintah. e. Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang di beli tersebut asli atau palsu, yang penting bagi mereka harganya murah dan terjangkau. 69
B. Bentuk-Bentuk Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik Pelanggaran Hak Cipta sudah terjadi sejak berlakunya Auteurswet 1912 dan semakin meningkat hingga berlakunya Undang-Undang Hak Cipta 1982. Auteurswet pada hakikatnya tidak mempunyai dampak terhadap perlindungan Hak Cipta. Mengingat masyarakat Indonesia pada waktu itu, yaitu masa berlakunya Auteurswet tersebut belum cukup mencapai tingkat pemahaman mengenai arti dan kegunaan Hak Cipta. Terdapat hambatan kultural atas
69
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal.219.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
perlindungan Hak Cipta pada masa itu. Perlindungan Hak Cipta secara individual pada hakikatnya merupakan hal yang tidak di kenal di Indonesia. Suatu ciptaan oleh masyarakat di anggap secara tradisional sebagai milik bersama. Tumbuhnya kesadaran bahwa ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu perlu perlindungan hukum setelah dihadapinya bahwa ciptaan itu perlu mempunyai nilai ekonomi. Adapun dalam pandangan tradisional segi nilai moral Hak Cipta lebih menonjol daripada nilai ekonomisnya.70
Umumnya, hak cipta dilanggar jika materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak eksklusif dari penciptanya. Untuk terjadinya suatu pelanggaran hak cipta, harus ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun, pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah di jiplak, atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Pelanggaran hak cipta dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak, atau mengumumkan sebagian atau seluruh ciptaan orang lain tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, atau yang di larang undang-undang. Dilarang
undang-undang
artinya
undang-undang
tidak
memperkenankan
perbuatan itu dilakukan karena :
70
Harsono Adisumitro, Hak Milik Intelektual, Khususnya Hak Cipta, Jakarta, Cv. Akademika Pressindo, 1990, hal. 49. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Merugikan pencipta atau pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian ciptaan orang lain kemudian diperjualbelikan kepada masyarakat; atau 2. merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan; atau 3. bertentangan
dengan
ketertiban
umum
dan
kesusilaan,
misalnya
memperbanyak dan menjual Video Compact Disc (VCD) porno. 71
Hak cipta juga di langgar jika seluruh atau sebagian substansial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta diperbanyak. Pengadilan akan menentukan apakah suatu bagian yang di tiru merupakan bagian substansial dengan meneliti apakah bagian yang digunakan itu penting, memiliki unsur pembeda atau bagian yang mudah dikenali. Perbuatan pelanggaran hak cipta pada dasarnya ada 2 kelompok yaitu : 1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan, atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan keamanan negara, kesusilaan atau ketertiban umum.
71
Ibid., hal. 220.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan kaset atau Video Compact Disc (VCD) bajakan. Salah satu bentuk kejahatan atau pelanggaran di bidang industri rekaman suara yang menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi pemegang hak cipta dan hak terkait adalah pembajakan (piracy). Meningkatnya angka pengangguran secara signifikan di Indonesia semenjak krisis ekonomi, di samping lemahnya penegakan hukum, telah membuat pembajakan tumbuh dengan pesat dan menciptakan banyak lapangan kerja sebagai pembuat, penyalur, pengecer. Mungkin lapangan kerja tersebut sebagian besar diciptakan oleh industri barang bajakan yang menggunakan media optik. Kebutuhan dalam negeri terhadap barang –barang tersebut telah terpenuhi dengan angka produksi lebih dari 400 juta keping Video Compact Disc atau Compact Disc bajakan pertahun. 72 Pembajakan di bidang industri rekaman adalah tindak pidana kejahatan pelanggaran hak cipta. Pekerjaannya liar, tersembunyi, tidak diketahui orang banyak, apalagi oleh petugas pajak. Pembajak tidak mungkin membayar pajak kepada negara. Pembajak tidak mungkin membayar pajak kepada negara. Pembajak ciptaan atau rekaman di samping merugikan pencipta atau pemegang hak cipta juga merugikan negara. Pembajakan merupakan salah satu dampak negatif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang grafika dan
72
Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit., hal. 63.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (illegal).Pembajakan lagu atau musik dengan menggunakan Video Compact Disc (VCD) adalah merupakan salah satu jenis alat daripada cakram optik (Optical Disc). Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2004 memberi penjelasan sebagai berikut : a. Cakram Optik (Optical Disc) adalah segala macam media rekam berbentuk cakram yang dapat di isi atau berisi data informasi berupa suara, musik, film, atau data lainnya yang dapat di baca dengan mekanisme teknologi pemindahan (scanning) secara optik menggunakan sumber sinar yang intensitasnya tinggi seperti laser. b. Sarana Produksi Cakram Optik adalah segala bentuk mesia yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi yang mencakup mesin, peralatan dan bahan baku. c. Cakram Optik Kosong adalah Cakram Optik dalam bentuk kosong tanpa data yang merupakan hasil akhir proses produksi. d. Cakram Optik Isi adalah Cakram Optik yang berisi data baik musik maupun film atau lainnya yang merupakan hasil akhir proses produksi teknologi tinggi. e. Mesin dan Peralatan adalah segala macam mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi. f.
Pengadaan Cakram Optik adalah suatu kegiatan untuk menyediakan Cakram Optik Isi dan/atau Kosong untuk dipasarkan atau di proses lebih lanjut (khusus untuk Cakram Optik Kosong).
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
g. Bahan Baku adalah segala bentuk bahan yang dapat digunakan dalam proses produksi Cakram Optik Kosong dan/atau Cakram Optik Isi. h. Kode Produksi adalah Source Identification Code (SID) yang terdiri atas kode stamper dan kode cetakan (mould). 73 Pembajakan merupakan musuh utama industri ini karena perbuatan pelanggaran ini mulai hadir sejak industri rekaman suara lahir, dan baru lahir, dan baru akan berakhir jika industri ini sama sekali tidak eksis. Pemikiran seperti ini yang bisa menakutkan nyali siapapun. Akan tetapi kenyataan yang ada sampai saat ini mengacu kepada pembenaran atas pemikiran tersebut. Oleh karena itu jika pemikiran tersebut dianggap tidak memungkinkan bagi bangsa kita ini diharapkan adalah upaya yang terus-menerus untuk penegakkan hukum hak cipta dalam industri rekaman suara agar segala macam peluang yang memungkinkan berkembangnya pembajakan dapat diperkecil. Secara umum pembajakan karya rekaman di bagi atas beberapa kategori sebagai berikut : 1. Pirate Bentuk pembajakan ini sangat ditakuti dalam industri, karena sebuah unlegitimate compilation merupakan kumpulan dari berbagai lagu hits yang diambil dari berbagai album rekaman yang sedang atau pernah populer di masyarakat. Produk ini sangat menarik minat masyarakat dan cenderung diproduksi dengan kualitas 73
Menurut Iman Sjahputra dalam bukunya Hak Atas Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), menyatakan bahwa pembeda kode stamper (stamper code) dan kode cetakan (mould code) adalah pada kode stamper harus tertera dan terbaca jelas pada setiap stamper, sedangkan kode cetakan harus terkikir (engraved) pada setiap cetakan (mould) baik yang terpasang maupun yang tidak terpasang pada mesin peralatan. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
yang baik. Sehingga produk seperti ini secara sekaligus dapat mematikan peredaran 5-10 album rekaman yang legitimate. 74 Bentuk pembajakan karya rekaman yang dilakukan dengan menggunakan berbagai lagu dari yang sedang populer, di kenal dengan istilah “seleksi” atau “ketikan”. Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan cara memproduksi album rekaman yang diminati masyarakat, dibuat di pita yang berkualitas dan di jual dengan harga tinggi. Pirate juga merupakan duplikasi yang ilegal terhadap produk yang telah di rekam terlebi dahulu. Produk album rekaman ada yang di kemas dengan baik seperti layaknya album rekaman resmi, serta ada pula yang di kemas secara sederhana, biasanya diedarkan melalui toko-toko kecil atau kaki-kaki lima. Bentuk pelanggaran ini sangat menakutkan bagi industri lagu atau musik, karena dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus. 2. Counterfeit Pembajakan atas karya rekaman yang dilakukan dengan menggandakan langsung sebuah album yang sedang laris, kemasannya di reproduksi sebagaimana aslinya. Album pembajakan jenis ini merupakan pembajakan atas sebuah album dengan sekaligus menjiplak cover album persis sama dengan album yang legitimate. Sehingga dari susunan lagu sampai detail sampul album dibuat sama dengan album yang legitimate. 75 3. Bootleging
74
Arnel Affandi, Op.Cit., hal 5. Runtung, Diktat Kuliah HAKI 1 Hak Cipta Paten Merek, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003, hal.28. 75
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Bootleg merupakan perekaman ilegal yang dilakukan pada saat seorang artis atau group band sedang melakukan pertunjukan langsung (live show) di suatu tempat. Bentuk pembajakan ini dilakukan dengan merekam langsung pada saat berlangsungnya pementasan karya musikal panggung. Selanjutnya hasil rekaman tersebut digandakan dan diedarkan sebagai album khusus dari artis pementasan tersebut. Kegiatan seperti ini belum pernah terjadi di Indonesia akan tetapi produk bootleg beredar di Indonesia dalam jumlah yang cukup besar sehingga tetap saja merugikan nama baik negara ini di dunia Internasional.76 Menurut siaran Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kejahatan pelanggaran hak cipta dibedakan menjadi dua macam : a. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut plagiat atau penjiplakan (plagiarism). Perbuatan ini dapat terjadi antara lain pada buku, lagu, dan notasi lagu. b. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagai mana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, pencipta, penerbit atau perekam. Perbuatan ini di sebut pembajakan (piracy). Perbuatan ini banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio atau video seperti kaset lagu, kaset lagu dan gambar (Video Compact Disc) 77
76 77
Arnel Affandi, Op.Cit, hal. 5. Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 220.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Bertolak dari pemikiran atas pembajakan hak cipta lagu atau musik tersebut, ada 2 (dua) golongan pelaku kejahatan hak cipta : 1. Pelaku utama, yaitu perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku utama adalah penerbit, pembajak, penjiplak, pencetak. 2. Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepada umum ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, yang menyewakan ciptaan hasil kejahatan pelanggaran hak cipta atau larangan undang-undang. 78
Tindak pidana hak cipta biasanya dilakukan oleh perorangan maupun badan hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi dan perdagangan. Motifnya adalah untuk mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya dengan cara melanggar
hukum. Modus operandinya yang terbanyak adalah menggandakan dalam jumlah yang besar untuk di jual kepada masyarakat. Adapun alat yang digunakan berteknologi cukup canggih, seperti alat-alat komputer, mesin-mesin industri, alat-alat kimia, alat transportasi, serta dokumen-dokumen penunjang lainnya guna mensukseskan usaha mereka. 79 Hasil produksi bajakannya pun sangat baik, sehingga sulit untuk membedakan antara karya cipta yang asli dengan yang bajakan. 78 79
Ibid., hal. 221. Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Op.Cit., hal 199.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Lokasi untuk melakukan tindak pidana hak cipta pada umumnya dilakukan di lokasi pabrik pembuatan hasil produksinya dan di rumah-rumah perorangan yang di anggap aman dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Korban atau sasaran mereka adalah pencipta atau pengusaha/pedagang yang memegang hak cipta dari pencipta untuk memperbanyak ciptaan dari penciptanya. Dampak adanya tindak pidana hak cipta secara umum sudah demikian besarnya terhadap tatanan kehidupan bangsa di bidang ekonomi, hukum, sosial budaya. Di bidang sosial budaya, dampak yang timbul semakin meluasnya pembajakan tersebut begitu beraneka ragam. 80 Bagi para pelaku tindak pidana atau para pembajak, keadaan yang berlarut-larut tanpa adanya tindakan yang tegas akan semakin menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dan tidak lagi merupakan tidakan yang melanggar hukum atau undang-undang. Bagi para pencipta, keadaan tersebut semakin menumbuhkan sikap apatis dan sangat menurunkan gairah mencipta. Bagi masyarakat sebagai konsumen, semakin pula tumbuh sikap yang tidak lagi memandang perlu untuk mempertanyakan apakah suatu barang tersebut merupakan hasil pelanggaran hukum atau tidak. Makin tumbuh sikap acuh tak acuh mengenai baik dan yang buruk, apa yang sah dan tidak sah, walaupun demikian negara kita adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Bagi negara, dengan banyaknya bajakan atau tindak pidana di bidang hak cipta, maka di lihat 80
Widyopramono, Op.Cit., hal.25-26.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
dari sektor penerimaan/pendapatan negara melalui pajak penghasilan dari hak cipta, jelas bahwa negara sangat dirugikan, karena tidak memperoleh pemasukan/pendapatan dari sektor itu yang cukup potensial sebagai salah satu sumber dana untuk pembangunan. Khusus yang menyangkut ciptaan asing, apabila terjadi tindak pidana hak cipta, dampaknya akan berakibat negatif terhadap pembinaan hubungan antar negara terutama yang menyangkut bidang perdagangan, yang pada gilirannya akan sangat merugikan dan berpengarul luas bagi peningkatan ekspor non migas yang tengah kita galakkan. 81 Cara lain yang di anggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu Hak Cipta adalah saat seseorang: 1. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar Hak Cipta. 2. memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan ciptan-ciptaan yang dilindungi Hak Cipta. 3. mengimpor barang-barang bajakan ciptaan yang dilindungi Hak Cipta untuk di jual eceran atau didistribusikan. 4. memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat pelanggaran pementasan atau penayangan karya yang melanggar Hak Cipta. 82
81 82
Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Op.Cit., hal. 201. Tim Lindsey,Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit., hal123.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Pelanggaran-pelanggaran semacam ini dapat dikenakan denda/sanksi pidana secara khusus yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Pelanggaran hak cipta di wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara dapat dikategorikan cukup marak sama seperti di
kota-kota besar lainnya di Indonesia, namun
pelanggaran yang muncul ke permukaan hanya tingkat pedagang/penjual hasil kejahatan yang pada umumnya dilakukan pedagang kaki lima dan pengusaha kecil. 83 Sedangkan pelaku pembajakan/ memperbanyak, menggunakan merek terdaftar milik orang lain secara illegal, sangat sulit pengungkapannya dikarenakan
lokasi/tempat
sangat
tersembunyi
bahkan
tidak
tertutup
kemungkinan kejahatan tersebut dilakukan diluar negeri, sedangkan hasil kejahatan di kirim dan dipasarkan di Indonesia. C. Perbuatan Bukan Pelanggaran Tampak jelas bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah mengatur secara konkret tentang jenis ciptaan yang dilindungi dari pelanggaran atau pemanfaatan hak secara tidak sah oleh orang lain. Namun, ada beberapa jenis produk ciptaan yang bisa dimanfaatkan tanpa harus meminta izin dulu pada pihak lain karena dianggap oleh hukum sebagai pemilik publik, artinya jenis-jenis produk ciptaan tertentu dapat diperbanyak dan diumumkan tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu.
83
Iskandar Hasan, Perlindungan Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, Kepolisian Daerah Sumatera Utara Direktorat Riserse.,Medan, hal. 6. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Walaupun Hak Cipta dilindungi undang-undang, dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan maka tidak di anggap sebagai pelanggaran Hak Cipta : a.
Penggunan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. 84
b.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna kepentingan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan. 85
c.
Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, pertunjukan atau pementasan yang tidak di pungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.86
d.
Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan para tunanetra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial. 87
e.
Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun
atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum,
lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya. 88
84
Lihat Pasal 15 (a) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Lihat Pasal 15 (b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. 86 Lihat Pasal 15 (c) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. 87 Lihat Pasal 15 (d) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. 88 Lihat Pasal 15 (e) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. 85
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
f.
Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan. 89
g.
Pembuatan salinan cadangan auatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk dipergunakan sendiri. 90 Ketentuan Pasal 15 ini merupakan contoh ketentuan yang mengandung nilai fungsi sosial. Walaupun Hak Cipta dilindungi undang-undang, masyarakat tetap diizinkan memanfaatkan ciptaan orang lain tanpa izin sampai batas tertentu untuk kepentingan kemanusiaan atau mencerdaskan bangsa. Dalam hal ini, hak cipta selalu mempunyai 2 (dua) sisi kepentingan, yaitu kepentingan individual dilindungi undang-undang dan kepentingan sosial di jamin sampai batas tertentu dengan alasan tertentu pula. 91 Undang-undang Hak Cipta juga memberikan perhatian yang positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan, ternyata dari ketentuan yang menyatakan bahwa untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta, dapat mewajibkan pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut di wilayah Indonesia dalam waktu yang ditentukan. Untuk keperluan ini pula pemerintah dapat mewajibkan pemegang Hak Cipta yang
bersangkutan
untuk
memberikan izin
kepada
orang
lain
untuk
menerjemahkan dan/atau memperbanyak ciptaan tersebut di wilayah negara 89
Lihat Pasal 15 (f) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Lihat Pasal 15 (g) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. 91 Abdulkadir Muhammad., Op.Cit., hal. 222-223. 90
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan, dalam hal pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau menyatakan ketidaksediaan untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana menerjemahkan atau memperbanyak ciptaannya itu. Dan dalam hal pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban untuk menerjemahkan atau memperbanyak sendiri atau memberi izin kepada orang lain, untuk itu, maka pemerintah dapat melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut. 92
92
Lihat Pasal 16 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III PENGATURAN MENGENAI BENTUK-BENTUK DAN UPAYA PENEGAK HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Ketentuan Pidana Di Bidang Hak Cipta Pengajuan tuntutan pelanggaran atas Hak Cipta dapat juga dilakukan secara pidana. Undang-Undang Hak Cipta telah merumuskan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana Hak Cipta. Semula tindak pidana Hak Cipta ini merupakan delik aduan, tetapi kemudian di ubah menjadi delik biasa. Dengan dijadikan delik biasa, penindakan dapat segera dilakukan tanpa perlu haknya di langgar. Sebaliknya, dengan menjadi delik aduan, penindakannya semata-mata didasarkan pada adanya pengaduan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta yang merasa dirugikan, sehingga penegakan hukumnya menjadi kurang efektif. Selain itu, ancaman pidananya pun terlalu ringan dan kurang mampu menjadi penangkal terhadap pelanggaran Hak Cipta, sehingga ancaman pidanya pun diperberat guna lebih melindungi pemegang Hak Cipta dan sekaligus memungkinkan dilakukan penahanan sebagaimana di atur dalam KUHAP. 93 Bahwa hukum itu bersifat mengatur dan memaksa, ketentuan-ketentuan hukum yang merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan itu dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dan memberikan sanksi yang tegas kepada siapa yang melanggarnya. 94 Oleh karena itu hukum kekayaan intelektual di bidang hak cipta ada sanksinya yang akan diberikan jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta adalah pidana penjara dan atau denda. Hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan atau denda dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta sebagai berikut :
93
Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan Dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisyi, 2004, hal. 165. 94 Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Op.Cit., hal. 238. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan siapa dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atau Pasal 49 ayat(1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah). 2. Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak ciptaannya hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) 3. Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). 4. Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 di pidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,(satu miliar rupiah). 5. Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau 49 ayat (3) di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
6. Pasal 72 ayat (6) : Barngsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000 ( seratus lima puluh juta rupiah) 7. Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). 8. Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 di pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). 9. Pasal 72 ayat (9) : Barngsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). 10. Pasal 73 ayat (1) Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut di rampas oleh negara untuk dimusnahkan. 11. Pasal 73 ayat (2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan. Jelasnya yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain dari pada yang lain, tidak ada persamaan dengan sifat lain, atau yang bersifat khusus. Ketentuan pidana tersebut diatas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan Sanksi Perdata berupa ganti kerugian dan tidak
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta tersebut. Penyelesaian sengketa Hak Cipta yang diselesaikan secara pidana maka pemegang Hak Cipta harus melaporkan pelanggaran Hak Cipta yang dialaminya dan memproses sengketa Hak Cipta itu melalui penyidik polisi atau PPNS. 95 Di samping hal di atas, dalam sistem Hak Cipta Indonesia, pihak yang berhak mengajukan tuntutan pidana Hak Cipta tidak hanya dilakukan oleh ahli waris pemegang Hak Cipta dan tuntutan pidana itu tidak hanya dikenakan terhadap pelanggaran hak-hak ekonomi yang dimiliki pemegang Hak Cipta saja tetapi juga terhadap pelanggaran hak-hak moral yang dimiliki oleh pemegang Hak Cipta atau ahli warisnya. 96 Hak-hak moral yang dimiliki oleh pemegang Hak Cipta atau ahli warisnya adalah : a. Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang Hak Cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya. b. Suatu ciptaan tidak boleh di ubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah meninggal dunia. 95 Menurut Tim Lindsey dalam bukunya Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar menyatakan bahwa cara pemrosesan pidana selain melalui penyidik polisi dan juga melalui penyidik PPNS telah lama di atur sejak diberlakukannya Undang-Undang Hak Cipta Nomor 7 Tahun 1987, hal ini bertujuan agar penyidik yang dilakukan oleh ke dua instansi itu dapat saling bersinergi untuk menegakkan hukum dan dapat memenuhi harapan masyarakat pemegang Hak Cipta yang mengharapkan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. 96 Masalah yang berhak mengajukan gugatan dan perwakilan hukum di atur dalam Pasal 115 sampai dengan 245 dan 372 sampai dengan 394 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Pencipta berhak mengadakan perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta, atau d. Pencipta juga tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Widyopramono menyatakan, bahwa selain jenis tindak pidana hak cipta tersebut diatas, sesungguhnya bila dikelupas dalam tindak pidana hak cipta juga melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya. 97 B. Gugatan Ganti Rugi Kata “ganti rugi” menunjukkan pada satu peristiwa, dimana ada seorang yang menderita kerugian di satu pihak, dan di pihak lain ada orang yang dibebankan kewajiban untuk menggantikan atas kerugian yang di derita orang lain tersebut karena perbuatannya. Peristiwa ganti rugi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada kaitan dengan peristiwa sebelumnya. Dalam terminologi hukum perdata, peristiwa yang mendahuluinya itulah yang perlu diungkapkan. Tidaklah kita dapat meminta ganti rugi, kepada orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa yang menyebabkan timbulnya kerugian tersebut. Jadi antara orang yang menderita kerugian dengan orang membuat peristiwa kerugian itu harus ada hubungan, hubungan itu disebut perikatan. Perikatan demikian menurut Hukum Perdata, dapat terjadi karena dua hal yaitu pertama karena perjanjian, kedua karena undang-undang. 97
Widyapramono, Op. Cit., hal. 20
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Membayar ganti kerugian adalah merupakan kewajiban. Kewajiban itu dapat timbul karena ada perikatan yang bersumber dari undang-undang atau perikatan yang telah disepakati sebelumnya. Demikianlah halnya dengan ganti rugi terhadap tindak pidana hak cipta lagu atu musik . Ganti rugi timbul karena adanya perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu untuk mengajukan gugatan ganti rugi haruslah dipenuhi terlebih dahulu unsur perbuatan melawan hukum yaitu : 1.
Adanya orang yang melakukan kesalahan.
2.
Kesalahan itu menyebabkan orang lain menderita kerugian.98 Apabila kedua unsur tersebut telah dipenuhi, barulah peristiwa itu dapat diajukan ke pengadilan dalam bentuk gugatan ganti rugi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Pasal 56. Memang dapat saja gugatan ganti rugi itu dimajukan secara serentak dengan tuntutan pidana. Hanya saja karena unsur perbuatan melawan hukum itu menentukan harus ada kesalahan (apakah sengaja atau kelalaian), maka sebaiknya gugatan ganti rugi itu diajukan setelah ada putusan hakim yang menyatakan yang bersangkutan telah melakukan kesalahan. Hal ini untuk menjaga sinkronisasi atas keselarasan putusan hakim dalam perkara pidana dan perkara perdata. Jangan sampai terjadi sebelum seseorang dinyatakan bersalah gugatan ganti rugi sudah dikabulkan atau di tolak. Pasal 60 undang-
98
OK. Saidin, Op.Cit., hal. 122.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
undang Hak Cipta menegaskan bahwa gugatan ganti rugi diajukan ke Pengadilan Niaga. 99 Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan di Pengadilan Niaga kalau HAKI nya di langgar. Dalam kasus tertentu, tuntutan perdata yang berhasil dapat ditindaklanjuti dengan tuntutan pidana. Berdasarkan HIR, dalam keadaan tertentu pihak ke tiga yang berkepentingan berhak untuk mengajukan gugatan. Pihak yang berhak mengajukan gugatan dapat diwakili oleh pengacara atau berhak mewakili sendiri (perwakilan oleh pengacara tidak wajib). Pengacara memerlukan surat kuasa dari si penggugat untuk mewakilinya secara sah. Pemegang hak tidak harus hadir di sidang pengadilan, tetapi penggugat atau tergugat bisa dimintakan kehadiran oleh hakim dalam keadaan tertentu. Dalam praktek, jarang sekali pemegang hak diharuskan hadir. Para pihak bisa mengajukan pernyataan yang sah (bahkan dari luar negeri kalau diperlukan). 100 Dalam praktik, para pihak wajib mengajukan semua barang bukti yang diperlukan untuk meyakinkan pengadilan akan tuntutannya. Akan tetapi, pengadilan mempunyai wewenang yang luas untuk memerintahkan salah satu pihak menyerahkan barang bukti yang diperlukan kalau diinginkan oleh hakim atau salah satu yang berperkara. Pengadilan berhak meminta barang bukti dari para pihak yang berperkara ataupun pihak luar. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan HIR memberikan wewenang kepada hakim berkaitan dengan hal ini. Hakim 99
Pengadilan yang akan mengadili kasus HAKI pada tahap pertama adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Niaga. Para pihak yang berperkara berhak mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung. 100 Lihat Pasal 81 HIR. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
juga berhak memanggil saksi, termasuk penggugat dan tergugat, untuk memberi keterangan guna menentukan fakta-fakta yang mendasar. 101 Hakim berwenang untuk memerintahkan tergugat untuk memberi informasi tentang pihak ke tiga yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang atau jasa yang melanggar HAKI yang dimiliki penggugat dan bagaimana barang tersebut diedarkan. 102 Peraturan perundang-undangan HAKI mengatur tentang upaya hukum spesifik yang dapat dikeluarkan hakim sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada umumnya, ganti kerugian terbatas pada apa yang diminta oleh penggugat dan tidak ada ganti kerugian yang melebihi apa yang diderita oleh penggugat. Penggugat juga berhak menuntut supaya diberikan keuntungan yang tidak diperolehnya karena pelanggaran tergugat kalau dapat dibuktikan jumlahnya dalam sidang pengadilan. Sesuai dengan praktik umum, hakim bisa memaksa tergugat untuk membayar ongkos perkara penggugat kalau tidak berhasil dalam putusan terakhir dari pengadilan. 103 C Penetapan Sementara oleh Pengadilan Niaga Sebagaimana terjadi di negara-negara lain, semua negara peserta WTO akan mengacu persoalan penting tentang penegakkan hukum HAKI pada umumnya 101 Penolakan untuk menaati permintaan pengajuan barang bukti di pengadilan merupakan pelecehan pengadilan (contempt of court). Hukuman yang dapat dijatuhkan untuk pelecehan pengadilan termuat dalam Pasal 316 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 102 Wewenang tersebut di atur dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang pembuktian pada umumnya. 103 Upaya hukum lain yang dapat dipakai adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang memberikan upaya hukum kalau sudah terjadi praktik komersial tidak sehat melanggar hukum dan menyebabkan kerugian.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
dan Hak Cipta pada khususnya pada Persetujuan TRIP’s. Menganai penegakkan hukum TRIP’s mengaturnya pada Bagian (Part) III, Pasal 41 sampai dengan Pasal 61. 104 Suatu pembahasan ringkas akan dilakukan khusus tentang penegakkan hukum di bidang hak cipta, yang mengacu pada beberapa ketentuan dari TRIP’s yang penerapannya telah terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta 2002. Sebelum berlakunya Persetujuan TRIP’s tidak ada satupun perjanjian Internasional, termasuk Konvensi Bern yang mengatur secara terinci tentang prosedur penegakkan hukum bagi perlindungan hak cipta. Menurut Pasal 41 ayat (1) TRIP’s adalah menjadi kewajiban negara peserta menjamin prosedur penegakkan hukum yang dapat diterapkan dalam hukum negara peserta perjanjian, seperti dimungkinkannya melakukan tindakan efektif terhadap setiap perbuatan melanggar HAKI yang dilindungi perjanjian ini. Selanjutnya masih dalam pasal yang sama dari TRIP’s dalam ayat (2) berikutnya ditetapkan bahwa prosedur penegakkan hukum HAKI harus dilaksanakan secara adil dan setara (fair and equitable). Mengenai prosedur penegakkan hukum hak cipta secara adil dan setara seperti yang ditetapkan dalam TRIP’s ini, memungkinkan pemegang hak cipta untuk mengajukan gugatan perdata kemuka Pengadilan Niaga. Prosedur yang demikian ini telah di atur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 66 Undang-Undang Hak Cipta Tahun 2002. 104
Eddy Damian, Op.Cit., hal. 261.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Hak untuk mengajukan gugatan perdata sebagaimana telah diatur dalam pasalpasal undang-undang Hak Cipta 2002 ini, tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta. Didalam Trips selain tentang prosedur penegakkan hukum HAKI juga di atur tentang Penetapan Sementara (Injunctions) oleh Pengadilan Niaga yang pengaturannya telah didapati dalam Undang-Undang Hak Cipta 2002 Pasal 67 sampai dengan Pasal 70. Adanya ketentuan Penetapan Sementara sebagai kewenangan hakim Pengadilan Niaga ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya di langgar. Untuk keperluan ini atas permohonan pemegang hak cipta, hakim Pengadilan Niaga di beri wewenang untuk menerbitkan penetapan sementara dengan segera dan efektif guna mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta dan hak terkait ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi. Penetapan sementara sebagai upaya hukum yang dapat dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga dengan segera dan efektif menimbulkan beberapa persoalan yang perlu difikirkan pemecahannya. Upaya hukum Penetapan Sementara dalam hukum Indonesia merupakan suatu sistem yang baru. Ada kemiripan dengan Putusan Sela yang dikenal dalam sistem Hukum Indonesia. Namun, terdapat perbedaan hakiki antara Putusan Sela dengan Penetapan Sementara (Injunction) yang telah lama di kenal dan sering di pakai dalam peradilan negara-negara denga sistem hukum Anglo Saxon. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Penetapan Sementara seperti yang di atur dalam Pasal 66 Undang-Undang Hak Cipta 2002 adalah suatu keputusan Pengadilan Niaga yang mendahului pemeriksaan suatu perkara, Yang berarti sebelum pokok perkara diperiksa hakim Pengadilan Niaga. Sedangkan Putusan Sela berdasarkan Pasal 180 HIR dapat diajukan permohonannya oleh pihak yang berperkara pada saat perkara sedang berproses di pengadilan. Hukum Acara Perdata belum mengenai yang dinamakan Penetapan Sementara. 105 Sekiranya untuk Penetapan Sementara oleh Pengadilan Niaga perlu diadakannya suatu Hukum Acara Niaga untuk menghindari terhambatnya pelaksanaan penegakkan hukum hak cipta di Indonesia. Selanjutnya, perlu dijelaskan bahwa atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelanggaran hak cipta yang dipunyainya, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat Penetapan Sementara (ex parte) dengan segera dan efektif untuk 106 1. mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, Khususnya mencegah masuknya barang yang di duga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi. 2. Menyimpan bukti yang terkait dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti.
105 106
Ibid. hal. 262-263. Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Op.Cit., hal. 125-126.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait, dan hak pemohon tersebut memang sedang di langgar. Di Indonesia, ada kecenderungan untuk menyelesaikan pelanggaran hak cipta dengan upaya hukum pidana di banding upaya melakukan tuntutan perdata melalui Pengadilan Niaga untuk memperoleh ganti rugi. 107 Walaupun demikian seiring perubahan terbaru undang-undang yang telah berlaku dan kesadaran hukum yang kian meningkat, di masa yang akan datang diharapkan penyelesaian secara ganti rugi yang efektif akan lebih terpilih. Selai itu, hal ini pun diharapkan akan menjadi acuan khusus di Pengadilan Niaga di mana pengetahuan atas bidang ini kian ditingkatkan. Selain Undang-Undang Hak Cipta 2002 yang menerapkan penegakkan hukum hak cipta berdasarkan TRIP’s, Indonesia juga mengatur tentang penegakkan hukum hak cipta ini melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean. 108 Dalam undang-undang ini di atur tentang pelarangan dan pembatasan ekspor-impor dan kontrol terhadap ekspor-impor barang-barang hasil pelanggaran HAKI. Pemegang hak cipta dapat meminta kepada Pengadilan Niaga mengeluarkan surat perintah kepda Bea Cukai untuk menunda sementara pelepasan impor atau ekspor barang-barang yang di duga merupakan hasil pelanggaran hak cipta yang 107 108
Ibid., hal. 126. Eddy Damian, Op.Cit., hal. 263.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
dilindungi di Indonesia. Permintaan pemegang hak cipta untuk menunda sementara pelepasan barang-barang ekspor atau impor harus dengan menyertakan bukti cukup tentang pelanggaran hak, bukti kepemilikan hak cipta, deskripsi rinci yang cukup tentang barang yang di impor atau di ekspor yang di minta penundaannya. Hak-hak baru tentang penegakan hukum hak cipta seperti penjelasan diatas, oleh Undang-Undang Hak Cipta tahun 2002 masih di tambah lagi dengan pengaturan tentang kemungkinan pihak-pihak yang bersengketa tentang hak cipta untuk menyelesaikannya melalui cara lain yang dipilih oleh para pihak, misalnya negosiasi, mediasi, konsiliasi atau cara lainb yang di pilih yang tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Penegakan hukum hak cipta Indonesia yang telah dilengkapi denga perangkat perundang-undangan yang memadai yaitu Undang-Undang Hak Cipta 2002 yang masih perlu ditindak lanjuti dengan tindakan-tindakan untuk peningkatannya. Misalnya, dengan mengadakan perluasan jaringan HAKI melalui kerja sama instansi yang mau tidak mau harus dilaksanakan. Terutama dalam kondisi yang bertujuan melindungi konsumen dari barang-barang hasil pembajakan produkproduk industri hiburan seperti musik, film, buku dan program komputer. 109 Pada kenyataannya institusi-institusi penegak hukum di Indonesia, seperti Direktorat Jenderal HAKI, Pengadilan, Polisi, Kejaksaan dan Bea Cukai di Indonesia memepunyai jurisdiksi sendiri-sendiri dan wewenang yang dibutuhkan 109
Ibid., hal. 264.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
dalam hal ini perlindungan HAKI. Tetapi di sisi lain, adalah suatu kenyataan bahwa masing-masing jurisdiksi yang dimiliki dan wewenang yang diberikan kepada institusi-institusi ini dibatasi dengan cakupan dan tujuan wewenang yang diberikan pada institusi tersebut. 110 Dengan kata lain misalnya, kasus pelanggaran hak cipta yang rumit atau masuknya barang-barang bajakan memerlukan bantuan dan kerja sama yang cepat dan tepat dari institusi yang berkaitan. Misalnya, dalam kasus masuknya melalui pelabuhan udara dan laut barang-barang bajakan berupa Compact Disc (CD) dan Video Compact Disc (VCD) biasanya ditangani pertama kali oleh Bea Cukai. Tetapi Bea Cukai harus meminta bantuan dari Ditjen HAKI dan/atau Pengadilan dengan pendapat ahli untuk menganalisis pelanggaran di pandang dari sudut teknis dan hukum, dan kemudian jika diperlukan kasus tersebut sebaiknya dialihkan kepada Kepolisian atau kantor Kejaksaan setelah barang yang selesai ditangani oleh Bea Cukai. Yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan pemahaman yang intensif tentang hak cipta masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dan anak didik, dan seluruh jajaran penegak hukum. Pemahaman tentang hak cipta, penyebar luasannya hendaknya juga diberikan kepada para pelaku hak cipta seperti pencipta lagu dan musik, penyanyi, pemusik. Dan juga kepada penggunaan ciptaan perlu disosialisasikan tentang sistem hak cipta beserta hakhak dan kewajiban serta perlindungan hukumnya. D Perlunya Peraturan Pelaksanaan Di Bidang Hak Cipta
110
Ibid., hal. 264.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-Undang Hak Cipta, dalam Bab XV Ketentuan Penutup Pasal 78 menyatakan : Undang-Undang ini mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkannya yaitu disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4220. Ketentuan tersebut diatas menunjukkan dengan berlakunya Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ini sebagai pengganti Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat Indonesia, hal ini membawa implikasi terhadap pelaksanaan hukum di bidang hak cipta Indonesia. Dengan demikian diperlukan jenis peraturan perundang-undangan tertentu sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Ri Nomor 19 Tahun 2002 tersebut, sehingga merupakan kewajiban badan yang berwenang untuk membuatnya. Apabila peraturan pelaksanaannya belum ada tau tidak di buat, maka khususnya materi-materi yang perlu di atur dalam Undang-Undang Hak Cipta tidak atau belum dapat dilaksanakan sepenuhnya, dan belum sempurna serta belum efektif, karena ada beberapa pasal yang memerlukan peraturan pelaksanaan lebih lanjut yaitu dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan keputusan Menteri Kehakiman. 111
Adapun daftar pasal-pasal dalam Undang-Undang Hak Cipta yang memerlukan pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden serta keputusan Menteri Kehakiman tertera di bawah ini 111
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Op.Cit., hal. 242.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 1 Jenis Peraturan Perundang-Undangan sebagai Pelaksana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Nomor Urut
Perintah Pasal dalam UU No. 19 Tahun 2002
Masalah yang Perlu
1.
Pasal 10 ayat (4)
Mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh negara
Peraturan Pemerintah
2.
Pasal 25 ayat (2)
Mengenai informasi elektronik hak pencipta
Peraturan Pemerintah
3.
Pasal 28 ayat (2)
Mengenai Sarana Produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik (optical disk)
Peraturan Pemerintah
4.
Pasal 37 ayat (5)
Mengenai syarat-syarat dan tata cara pengangkatan pendaftaran konsultan HAKI
Peraturan Pemerintah
5.
Pasal 48 ayat (3)
Mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan dan masa bakti Dewan hak Cipta.
Peraturan Pemerintah
6.
Pasal 16 ayat (5)
Mengenai kewajiban menerjemahkan, perbanyakan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, untuk kepentingan pendidikan dan kegiatan penelitian dan pengembangan serta besarnya imbalan yang akan diberikan.
Keputusan Presiden
7.
Pasal 16 ayat (6)
Mengenai tata cara pengajuan permohonan menerjemahkan dan memperbanyak ciptaan
Keputusan Presiden
Diatur
Nama Produk Hukum
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra untuk kepentingan pendidikan dan penelitian dan pengembangan 8.
Pasal 37 ayat (60)
Mengenai syarat dan tata cara permohonan pendaftaran
Keputusan Presiden
9.
Pasal 4 ayat (4)
Mengenai pencatatan perjanjian lisensi hak cipta
Keputusan Presiden
10.
Pasal 54 ayat (2)
Mengenai persyaratan jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya permohonan, permintaan petikan daftra umum ciptaan, pencatatan pengalihan hak, perubahan nama, alamat, pencatatan perjanjian lisensi, lisensi wajib, serta lainlain ketentuan biaya hak cipta
Keputusan Presiden
Sumber Data : disadur dari buku Pipin Syarifin,Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Qurais, 2004, hal. 242-244.
Berdasarkan jenis peraturan perundang-undangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang perlu di atur lebih lanjut dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, ada 2 macam ketentuan produk hukum sebagai berikut :
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Ada lima (lima) macam Peraturan Pemerintah untuk mengatur lebih lanjut mengenai hak cipta : 1.
Peraturan pemerintah tentang Hak Cipta yang di pegang oleh negara,
2.
Peraturan Pemerintah tentang informasi hak pencipta.
3.
Peraturan Pemerintah tentang Sarana Produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik.
4.
Peraturan Pemerintah tentang syarat-syarat dan tata cara pengangkatan dan pendaftaran konsultan HAKI.
5.
Peraturan Pemerintah tentang tugas, fungsi, susunan tata cara kerja, pembiayaan dan masa bakti Dewan Hak Cipta.
b. Ada 5 (lima) macam Keputusan Presiden untuk mengatur labih lanjut mengenai Hak Cipta, yaitu : 1.
Keputusan Presiden tentang kewajiban menerjemahkan dan perbanyakan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra untuk kepentingan pendidikan dan penelitian serta pengembangan, besarnya imabalan yang akan diberikan.
2.
Keputusan Presiden tentang tata cara pengajuan permohonan untuk menterjemahkan, memperbanyak ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra untuk kepentingan pendidikan. Penelitian dan pengembangan.
3.
Keputusan Presiden tentang syarat dan tata cara permohonan pendaftaran ciptaan.
4.
Keputusan Presiden tentang pencatatan perjanjian lisensi hak cipta.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
5.
Keputusan Presiden tentang persyaratan jangka waktu, dan tata cara pembayaran, biaya permohonan, permintaan petikan daftar umum ciptaan, pencatatan pengalihan dan hak cipta, perubahan nama, alamat, pencatatan lisensi hak cipta, pencatatan lisensi wajib, dan lain-lain yang dikenai biaya menurut ketentuan yang berlaku.
Ada ketentuan Peraturan Pemerintah yang pernah berlaku mengenai hak cipta antara lain : 1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan Perbanyakan Ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, dan pengembangan (Lembaran Negara RI Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3378) yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta 14 Januari 1989. 2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1986 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3325, Kemudian disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta. 3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 70 Tahun 1991 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekan (Lembaran Negara RI Tahun 1991 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 345), ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember Tahun 1991. Ada beberapa ketentuan Keputusan Presiden mengenai hak cipta sebagai berikut
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
1. Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Suara antara Republik Indonesia dan Masyarakat Eropa. 2. Keputusan Presiden RI Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Perlindungan Hak Cipta antara Republik Indonesia dan Amerika Serikat. 3. Keputusan Presiden RI Nomor 38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Agreement Between the Government of Australia Concerning The Protection and Enforcement Copyright. 4. Keputusan Presiden RI Nomor 58 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and The Government of the United Kingdom of Great Britain and North Irland on Copyright Protection. Ada beberapa ketentuan Peraturan Menteri Kehakiman sebagai berikut : 1. Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Hak Cipta. 2. Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04-PW.07.03 Tahun 1988 tentang Penyidik Hak Cipta. 3. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta. 4. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-HC.03.01 Tahun 1991 tentang Kewajiban melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dari Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
E Analisa Kasus Pelanggaran Hak Cipta Lagu atau Musik Dalam Bentuk Video Compact Disc (VCD) Putusan Nomor : 183/Pid/B/2003/PN Jakarta Pusat dengan terdakwa bernama Sumarto alias Ivan, yang mana kasus posisinya adalah sebagai berikut : Terdakwa Sumarto alias Ivan, pada hari minggu tanggal 20 Maret 2003 di depan Wartel Taman Sari, Jakarta Barat telah di tangkap oleh petugas Kepolisian karena kedapatan mengedarkan atau memperjualbelikan kepada umum Video Compact Disc (VCD) lagu atau musik Indonesia bajakan. Usaha mengedarkan atau melakukan jual beli Video Campact Disc (VCD) lagu atau musik hasil bajakan tersebut di beli terdakwa Rp. 3000,- (tiga ribu rupiah) perkeping, yang kemudian di jual oleh terdakwa dengan harga Rp. 10.000,(sepuluh ribu rupiah perkeping), 112 sedangkan Video Compact Disc (VCD) lagu atau musik Indonesia yang resmi atau legal, yaitu berkisar antara Rp. 50.000,(lima puluh ribu rupiah) hingga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) 113 perkepingnya. Dalam usaha jual beli Video Compact Disc (VCD) lagu atau musik bajakan tersebut, terdakwa mendapat untung antara Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) hingga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) perhari. 114 Selama ini terdakwa mengetahui bahwa mengedarkan atau menjual Video Compact Disc (VCD) bajakan di larang oleh Undang-Undang tetapi tetap dilakukannya dengan alasan untuk mencari nafkah.
112
Putusan Pengadilan Nomor 183/PID B/2003/PN.JKT.PST. Kompas, Op.Cit. 114 Putusan Pengadilan, Op.Cit. 113
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam tuntutannya Jaksa Penuntut umum menuntut terdakwa : 115 1
Menyatakan terdakwa Sumarto alias Ivan telah terbukti melakukan tindak pidana pelanggaran Hak Cipta, sebagaimana telah di atur dan di ancam pidana dalam pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.
2
Menjatuhkan hukuman pidana penjara 1(satu) tahun 6 (enam) bulan, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap di tahan.
3
Menyatakan barang bukti 70 (tujuh puluh) keping Video Compact Disc (VCD) lagu atau musik Indonesia bajakan di rampas untuk dimusnahkan.
4
Menyatakan terdakwa membayar biaya perkara Rp. 1000,- (seribu rupiah) Keterangan para saksi yang terdiri dari saksi petugas kepolisian yang menangkap terdakwa di depan wartel Taman Sari, Jakarta Barat. Selain itu didengarkan saksi pemegang Hak Cipta, yaitu dikuasai oleh Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI). Di depan sidang Pengadilan mereka menunjukkan perbedaan antara Video Compact Disc (VCD) yang asli dengan yang bajakan, yaitu :
1
Dalam Video Compact Disc (VCD) resmi atau legal ada stiker lunas PPN (Pajak Pertambahan Nilai), sedangkan pada Video Compact Disc (VCD) bajakan tidak ada.
2
Di piringan Video Compact Disc (VCD) resmi atau asli ada kode pengaman, sedang hal tersebut tidak ditemukan di Video Compact Disc (VCD) bajakan.
115
Ibid.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3
Terdapat logo merek pengusaha rekaman di sampul Video Compact Disc (VCD) resmi, sedang di Video Compact Disc (VCD) bajakan tidak ada. Selanjutnya Hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Sumarto alias Ivan, sebagai berikut : 116
1
Menyatakan bahwa terdakwa Sumarto alias Ivan, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta”.
2
Menghukum terdakwa pidana penjara selama 1 (satu) tahun 3 (tiga) bulan.
3
Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang telah dijalani oleh terdakwa, dikurangi dari seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4
Memerintahkan barang bukti berupa 70 (tujuh puluh) keping lagu atau musik Indonesia bajakan tersebut untuk di rampas dan dimusnahkan.
5
Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah). Dasar pertimbangan Hakim mejatuhkan putusan tersebut adalah terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam Ketentuan pasal 44 ayat (2) undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, yaitu : 117
116
Ibid Ibid. Lihat juga Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 117
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
1
Barang Siapa. Unsur barang siapa adalah subyek hukum yang di dakwa oleh penuntut umum melakukan tindak pidana dalam perkara ini adalah Sumarto alias Ivan yang akan dipertanggung jawabkan telah melakukan perbuatan pidana yang didakwakan kepadanya. Unsur tersebut telah terpenuhi karena terdakwa tidak menyangkal waktu di tanya identitasnya.
2
Dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta. Unsur dengan sengaja dapatlah diartikan tindakan melakukan perbuatan dengan tujuan tertentu yaitu mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta, meskipun pelaku mengetahui bahwa perbuatannya di larang oleh Undang-Undang. Unsur tersebut juga telah terpenuhi karena dalam penangkapan oleh petugas kepolisian terdakwa tidak menyangkal dan barang yang dijualnya kepada umum terbukti memang merupakan barang-barang hasil bajakan atau pelanggaran Hak Cipta.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB IV PERANAN PEMERINTAH DALAM UPAYA MENEGAKKAN HUKUM TERHADAP PEMBAJAKAN HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK A. Peranan Pemerintah Dalam Upaya Menegakkan Hukum Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Menyadari akan hal tersebut,
pemerintah
Indonesia
secara
terus
menerus
berusaha
untuk
memperbaharui peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, baik perkembangan di bidang ekonomi maupun di bidang teknologi Dengan turut sertanya Indonesia menandatangani perjanjian World Trade Internasional termasuk perjanjian tentang Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights, maka Undang-Undang Hak Cipta perlu menyesuaikan diri untuk memenuhi kewajiban Internasional yang sudah kita terima melalui kedua organisasi tersebut, termasuk didalamnya adalah ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan Hak Milik Intelektual. 118 Untuk itu pemerintah Indonesia merasakan perlunya perubahan Undang-Undang Hak Cipta sehingga dibentuklah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang merupakan perubahan atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 1997.
118
Sudargo Gautama,Rizawanto Winata, Konvensi-Konvensi Hak Milik Intelektual Baru Untuk Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997, hal.1 Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap karya cipta ini ternyata tidak membuahkan hasil yang maksimal. Undang-Undang Hak Cipta dalam memberikan perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta maupun terhadap hak dan kepentingan pencipta dan pemegang Hak Cipta cukup bagus, bahkan dapat dikatakan agak berlebihan. Dalam realitasnya, pelanggaran Hak Cipta masih menggejala dan seolah-olah tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat di lihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai macam bentuk pelanggaran yang dilakukan dapat berupa pembajakan terhadap karya cipta, mengumumkan, mengedarkan, maupun menjual karya cipta orang lain tanpa seizin pencipta ataupun pemegang Hak Cipta. Dampak dari pelanggaran Hak Cipta ini di samping akan merusak tatanan masyarakat pada umumnya, juga akan mengakibatkan lesunya gairah untuk berkarya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dampak lainnya yang ditimbulkan adalah berkurangnya penghasilan atau pemasukan negara berupa pajak penghasilan yang seharusnya di bayar oleh pencipta atau pemegang Hak Cipta. Mencermati uraian di atas, di satu pihak undang-undang sudah dapat dikatakan sempurna namun di pihak lain pelanggaran Hak Cipta tidak dapat di bendung, sehingga yang perlu dikaji lebih jauh adalah mengenai penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Peranan Pemerintah untuk memberantas para pelaku pelanggaran hak cipta sangatlah diperlukan. Mulai dari para penegak hukumnya antara lain pihak kepolisian, pihak pengadilan, pihak kejaksaan, pihak bea cukai harus menjalankan pelaksanaan hukumnya dengan benar. Antara para pihak tersebut saling terkait satu sama lain. Pemberian edukasi kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNNS) instansi terkait merupakan langkah awal sosialisasi dari Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, hal ini sangat diperlukan dikarenakan ada sejumlah peraturan baru yang mebutuhkan pemahaman dari berbagai pihak. 119 Pemerintah telah berupaya untuk mengantisipasi dampak perkembangan tersebut dengan membentuk beberapa undang-undang di bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual guna melindungi hak-hak yang ada atas kekayaan intelektual tersebut. Masalah pembajakan karya intelektual di Indonesia mendesak untuk diselesaikan melalaui jalur hukum yang tegas. Hal ini, disebabkan bila dibiarkan secara terus menerus akan menimbulkan ancaman bagi perekonomian Indonesia, terutama menyangkut masalah investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, masalah pembajakan juga akan berpengaruh terhadap keinginan untuk berkreasi dan berinovasi terhadap karya-karya intelektual guna pengembangan teknologi dan industri melalui penciptaan produk baru. Dengan demikian, pembajakan yang tidak di tindak lanjuti dengan penegakkan hukum yang kuat
119
“PPNS Di Beri Edukasi Tegakkan Hak Cipta” , Bisnis Indonesia, 10 Februari 2003, terdapat di situs
akan menimbulkan dampak negatif bagi pengembangan perekonomian Indonesia. Pentingnya koordinasi dengan aparat hukum yang lain juga dirasakan sebagai suatu kebutuhan dalam rangka penegakkan hukum yang mantap.
B. Peranan
Kejaksaan
Dalam
Upaya
Penegakkan
Hukum
Terhadap
Pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang menyebabkan sangat berpotensi atau rawan terhadap pelanggaran HAKI, ditambah lagi dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat dan mudah mendapatkannya. Dalam penegakkan hukum (Law Enforcement) banyak dinamika, lebih-lebih ketika United States Trade Representative (USTR) menyatakan, Indonesia masih berada dalam kelompok “Priority Watch List” artinya negara yang penegakkan hukumnya sangat diawasi. Kelemahan penegakan hukum tersebutmenurut USTR adalah pada bidang Hak Cipta. Indonesia memang tidak sendiri, sebab ada negara lain yang masuk kelompok seperti : Korea Selatan, Israel, RRC, Afrika Selatan dan lainnya. Setiap tahun USTR mengevaluasi posisi negara kita. Pada tahun ini di mana peningkatannya sudah turun dari “Priority Watch List” menjadi “Watch List”. Namun walaupun posisi sudah turun dalam arti membaik, tidak tertutup
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
kemungkinan tahun depan masuk lagi ke posisi semula apabila kita tidak menjaga posisi tersebut. 120
Untuk mengatasi hal-hal tersebut memang lebih banyak upaya-upaya dilakukan mulai dari pembenahan/penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan, juga meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia aparat penegak hukum baik berupa pelatihan-pelatihan di dalam negeri maupun di luar negeri dengan bekerja sama dengan pihak luar negeri. Dan ditingkatkannya koordinasi antara instansi penegak hukum sehingga penegakan dan penyelesaian perkara HAKI dapat terlaksana dengan baik. Perlindungan terhadap hak-hak yang timbul dari kekayaan intelektual sejalan dengan kebijakan untuk terciptanya iklim yang baik yang mampu membangkitkan minat atau gairah baru bagi lahirnya ciptaan baru atau penemuan teknologi baru. Efektivitas penerapan dan penegakan hukum atas hak cipta sangat dipengaruhi oleh kesamaan pemahaman, persepsi dan sikap serta tindakan diantar sesama aparatur negara penegak hukum dan oleh karenanya perlu dikembangkan koordinasi dan kerja sama positif. Tuntutan pidana yang menyangkut HAKI agar benar-benar dapat mencerminkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat serta mampu menimbulkan rasa jera 120
Isran Yogie Hasibuan, Peranan Kejaksaan Dalam Penegakkan Hukum Undang-Undang Hak Cipta, Makalah disajikan pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang tentang Hak Cipta “Arti Penting Perlindungan Hak Cipta bagi karaya Film, Musik, dan Komputer Program”, diselenggarakan oleh Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia bekerjasama dengan Kejaksaan Agung RI di Medan, tanggal 26 Oktober 2001, hal.1. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
bagi para pelakunya, disamping sebagai daya tangkal bagi pelaku tindak pidana di bidang HAKI lainnya. Penerapan pasal baik dalam Surat Dakwaan maupun tuntutan pidana agar didasarkan pada produk hukum tersebut. Dengan tuntutan pidana yang menyangkut HAKI terdapat disparatis tuntutan pidana yang berbeda diantara Kejaksaan Tinggi-Kejaksaan Tinggi dalam perkara HAKI yang sama dan sejenis. Hal demikian disamping tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat dan tidak adanya kepastian hukum, juga akan memberi peluang bagi pelaku adanya kepastian hukum, juga akan memberikan peluang bagi pelaku tindak pidana di bidang HAKI. Terlebih lagi kita akan mendapat sorotan tajam dari pihak Internasional terhadap penegakan dan perlindungan hukum atas HAKI, disamping untuk menghindari adanya tuntutan dari pihak yang terkait dalam perjanjian bilateral, baik melalui jalur Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak atas Kekayaan Intelektual (Agreement of Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights), prosedur pidana maupun tuntutan lainnya. Mengingat Indonesia telah menyetujui berlakunya beberapa ketentuan sebagaimana tersebut di atas, di samping kita sudah terikat dengan beberapa perjanjian bilateral lainnya dengan : Amerika Serikat, masyarakat Eropa, Australia, dan Inggris tentang Perlindungan HAKI tersebut. 121
121
Ibid., hal.8-9.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Bahwa disamping tata laksana pelaporan mengindahkan petunjuk-petunjuk yang telah digariskan pimpinan, sebagaimana tersebut di atas, maka terhadap rencana tuntutan tersebut agar di ingat kecepatan dan ketepatan waktunya. Pihak Kejaksaan juga perlu berhati-hati dan cermat serta memperhatikan kepentingan nasional dalam menerapkan perundang-undangan HAKI karena kemampuan dan kesadaran bangsa Indonesia di bidang HAKI masih rendah, termasuk pula kemampuan bersaing dengan pihak asing. Di sisi lain perlu memperhatikan dan melindungi masyarakat dari produk barang atau jasa melanggar HAKI agar tidak terjadi kerugian yang jauh lebih besar, dan dapat merugikan citra Indonesia dalam kancah Internasional. Kedua hal ini di atas dapat secara efektif dilakukan dengan harmoni antara kepentingan pemegang hak dan kepentingan masyarakat apabila pemahaman HAKI telah dikuasainya dengan baik dan benar. Jaksa bertanggung jawab untuk membawa kasus ke pengadilan, atas prakarsa sendiri atau berdasarkan hasil penyidikan kepolisian, bea cukai, PPNS atau aduan pemegang hak. PPNS yang dipekerjakan oleh Kantor Dirjen HAKI, Departemen Hukum dan Perundang-undangan, di beri wewenang khusus untuk memeriksa kasus pelanggaran HAKI dan mendapatkan barang bukti yang bisa di pakai dalam kasus yang bersifat pidana. 122 C. Tugas Penyidik Dalam Tindak Pidana Hak Cipta
122
Lihat Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Terhadap tindak pidana hak cipta, penyidikan dapat dilakukan oleh pejabat penyidik yakni : 1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. 2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berada di lingkungan Departemen yang lingkup tugasnya atau memiliki tanggung jawab dalam bidang pembinaan hak cipta. 123 Pencipta atau ahli warisnya atau pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dengan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta, gugatan pencipta atau ahli warisnya yang tanpa pelanggaran persetujuannya itu berupa sebagai berikut : 1. Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu; 2. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya; 3. mengganti atau mengubah judul ciptaan; 4. Mengubah isi ciptaan.
123
OK. Saidin, Op.Cit., hal. 115.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Hak untuk mengajukan gugatan itu, tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta dalam hal penyidikan di bidang hak cipta bahwa selain penyidik Pejabat Polisi Negara RI, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan hak kekayaan intelektual pembinaan hak kekeyaan intelektual di beri wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan peyidikan tindak pidana di bidang hak cipta. Penyidik dalam tindak pidana di bidang Hak Cipta adalah Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNNS) tertentu di lingkungan Depkeh dan HAM yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan HAKI (Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta). Yang dimaksud dengan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu adalah pegawai yang diangkat sebagai penyidik berdasarkan Keputusan Menteri. Maka Penyidik berwenang sebagai berikut : 124 1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta; 2. Melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang di duga melakukan tindak pidana di bidang hak cipta;
124
Pipin Syarifin, Dedah Jubaedah, Op.Cit., hal. 233.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Meminta keterangan dari pihak atau badan hukum yang di duga melakukan tindak pidana di bidang hak cipta ; 4. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumentasi lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang hak cipta; 5. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang di duga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain. 6. Melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang hak cipta. 7. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.
Penyidik Hak Cipta yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil selain bekerja di lingkungan Departemen Kehakiman juga berasal dari lingkungan Departemen terkait, yang ada hubungannya dengan perlindungan hak cipta. Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik hak cipta yang berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan/atau penahanan, namun ia dapat menyampaikan laporan temuan tersebut kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia, kalau memang diperlukan pihak yang di sebut terakhir ini dapat melakukan penangkapan dan atau penahanan. Khusus dalam hal pelaku tindak pidana di bidang hak cipta tertangkap tangan, penyidik hak cipta yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil berwenang menangkap tersangka tanpa Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
surat perintah dan segera menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada Peyidik Kepolisian dan penangkapan itu untuk paling lama 1 (satu) hari. PPNS harus melaporkan kepada polisi kalau akan memulai penyidikan dan juga tentang hasil yang diperoleh dari penyidikan tersebut. Dalam praktik, PPNS bekerja sama dengan atau di bantu oleh polisi. PPNS adalah pejabat biasa, pegawai negeri pada Depkeh dan HAM yang tugas utamanya adalah untuk memberikan jasa kepada masyarakat tentang Hak Kekayaan Intelektual. Mereka tidak dipekerjakan secara khusus sebagai PPNS. Penyidik yang berasal dari pejabat polisi negara Republik Indonesia melakukan tugas dan wewenang penyidikan sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Tugas dan wewenang itu meliputi : 125 1. Meminta laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana. 2. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian. 3. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka. 4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang. 7. Memanggil orang untuk di dengar dan di periksa sebagai tersangka atau saksi.
125
OK. Saidin., Op.Cit., hal. 116.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
8. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. 9. Mengadakan penghentian penyelidikan. 10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Berdasarakan ketentuan diatas, penyidik memberitahukan di mulainya penyidikan dan menyampaikan hasil peyidikan kepada penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Hal ini berarti secara khusus penyidikan terhadap negeri sipil di bawah koordinasi Penyidik Pejabat Kepolisian Negara RI, secara umum penyidikan tindak pidana hak cipta dapat dilakukan oleh penyidik Pejabat Kepolisian Negara RI Berdasarkan KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981). Tugas penyidik yang dimaksud oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tersebut, tentu bersifat umum, artinya untuk seluruh jenis tindak pidana. Tidak terkecuali tindak pidana yang dipersangkakan itu di atur dalam KUHPidana ataupun di luar KUHPidana, misalnya adalah tindak pidana
terhadap Hak
Cipta. 126 Saat ini aparat penyidik kepolisian banyak yang tidak memahami tentang seluk beluk kejahatan atau pelanggaran hukum hak cipta. Materi hukum tentang apa yang termasuk dalam kejahatan hak cipta itu tidak semuanya dapat dipahami dengan baik oleh aparat penyidik. Perintah untuk menghadiri seorang
126
Ibid., hal.116.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
ahli yang berhubungan dengan kejahatan hak cipta tersebut jarang ataupun mungkin tidak pernah. Di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera jarang terdengar adanya perkara-perkara seputar tindak pidana hak cipta. Padahal menurut Undang-Undang Hak Cipta
polisilah yang menjadi aparat penegak terdepan
untuk “membentengi” kejahatan hak cipta setelah dirumuskan pelanggaran hak cipta itu sebagai delik biasa. 127 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, ditentukan bahwa penegak hukum yang dilaksanakan melalui sistem peradilan Pidana di Indonesia, meliputi fungsi Penyidikan, Penuntutan, Pemeriksaan
di
depan
sidang
Pengadilan
dan
Pelaksanaan
putusan
Pengadilan/Pemasyarakatan. Dari fungsi-fungsi tersebut yang pelaksanaannya mencerminkan keterpaduan, ditentukan bahwa fungsi penyidikan dilaksanakan oleh Penyidik Polri ditetapkan pula Penyidik PPNS dari Dirjen HAKI. Khusus kejahatan/pelanggaran terhadap HAKI selain ditentukan secara umum pada KUHAP secara tegas dalam Undang-Undang Hak Cipta, juga ditentukan bahwa kewenangan penyidikan selain Penyidik Polri ditetapkan pula penyidik PPNS dari Dirjen HAKI. Untuk menjaga agar tidak terjadi sewenang-wenang Penyidik Hak Cipta yang melakukan penangkapan segera melaporakan kejadian tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah, Departemen Kehakiman setempat atau Kepala Kantor Wilayah Departemen terkait tempat instansi asal penyidik untuk mendapatkan surat 127
Ibid., hal. 116.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
perintah tugas penyidikan dari Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat. Tanpa surat perintah penyidikan dari Kantor WilayahDepartemen Kehakiman penyidikan tidak dapat dilakukan. Ini di maksud untuk menjaga agar jangan terjadi penyidikan “liar” yang dilakukan oleh para petugas gadungan. Selain itu tugas penyidik itu hanya dapat dilakukan di daerah wilayah hukum Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang dimaksudkan. 128 Khusus untuk penyidikan oleh Penyidik Hak Cipta di lingkungan Direktorat Hak Cipta, hanya dapat dilakukan dengan surat perintah tugas penyidikan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. Penyidik Hak Cipta sebagaimana dimaksudkan di atas berwenang : 129 1. Melaksanakan tugasnya di seluruh wilayah Indonesia. 2. Melaksanakan tugasnya dalam hal terjadi beberapa tindak pidana di bidang hak cipta yang saling berkaitan dan yang dilakukan di dalam daerah hukum dan atau lebih Kantor Wilayah Departemen Kehakiman. Pelaksanaan tugas di maksud sebaiknya dilakukan secara bekerja sama dengan Penyidik Hak Cipta pada Kantor Wilayah Departeen Kehakiman setempat. Dengan demikian tidak terjadi tumpang tindih dalam proses penyidikan tersebut. Selanjutnya penyitaan terhadap barang bukti, hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Hak Cipta dengan surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat yang sebelumnya harus dilengkapi dengan pengajuan surat permohonan izin untuk melakukan penyitaan barang bukti kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat 128 129
Ibid., hal. 118. Ibid. hal. 118.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
kejadian tindak pidana hak cipta atau di tempat yang banyak diketemukan barang bukti. Surat permohonan izin penyitaan sebagaimana dimaksudkan harus diketahui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan tebusannya dikirimkan kepada Penyidik Kepolisian setempat dan instansi terkait tempat penyidik Pegawai Negeri Sipil itu berasal. Namun dalam keadaan mendesak penyidik Hak Cipta harus bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik Hak Cipta dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajibsegera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Barang sitaan sebagaimana dimaksudkan di simpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara setempat, dan apabila rumah sedemikian tidak ada benda sitaan di simpan di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat atau instandi tempat penyidik Pegawai Negeri Sipil itu berasal. Berkas hasil penyidikan untuk selanjutnya diserahkan kepada Penuntut Umum dan Penyidik Kepolisian. Apabila berita acara yang telah diserahkan dianggap belum lengkap oleh Penuntut Umum, penyidik melengkapi berita acara tersebut dan mengirimkannya kepda Penuntut Umum dan Penyidik Kepolisian. Setelah berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan dikirimkan, Penyidik Hak Cipta dapat menanyakan kepada penuntut umum tentang pelimpahan berkas perkara kepda Pengadilan Negeri. Setelah itu selesailah tugas penyidik dan untuk itu kepada penyidik diwajibkan melaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Departemen bahwa penyidikan telah selesai dilaksanakan dan telah dilimpahkan kepada Penuntut Umum . Dalam hal penyidikan masih ditemukan beberapa kendala atau hambatan baik intern maupun ekstern yaitu : 130 1. Intern a. Penyidik pada tingkat kewilayahan sulit mendapatkan barang asli pembanding, karena hampir sebagian besar para pemegang hak berada di kota-kota besar di Jawa dan sulit mengetahui alamat dan identitas pemegang hak. b. Penyidik di kewilayahan mengalami kesulitan untuk mendapatkan keterangan saksi ahli jjika harus diperlukan. c. Kemampuan membedakan ciri-ciri keaslian suatu produk dengan yang tidak asli relati kurang. d. Biaya pengungkapan dengan Peyidikan Perkara yang tinggi, karena meliputi berbagai kota terkadang melintasi batas negara serta memakan waktu yang cukup lama. 2. Ekstern a. Pelapor/pihak yang dirugikan pada umumnya cenderung beranggapan bahwa penyidikan yang paling penting pada tahap penindakan saja, sehingga kehadiran pelapor/pihak yang dirugikan pada tahap pemeriksaan sering kurang mendukung.
130
Iskandar Hasan, Op.Cit., hal.7.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Para tersangka utama pada umumnya memiliki kemampuan ekonomi kuat, sehingga mempunyai mobilitas tinggi untuk melarikan diri. c. Para tersangka (Pedagang/penjual) tidak mengetahui asal barang dan tidak mengenal pelaku utama sehingga sulit mengungkapkan jaringan para pelaku yang sudah merupakan sindikat. d. Walaupun kejahatan hak cipta bukan delik, namun barang bukti sangat tergantung dari keterangan pelapor atau pemegang hak yang mengetahui secara rinci ciri-ciri ciptaan/hasil karya produk ciptaanya untuk memperkuat bukti permulaan yang cukup. e. Pemegang hak merasa sudah cukup diwakili oleh Asosiasi padahal dalam pemberian keterangan sangat diperlukan saksi yang betul-betul mengetahui ciptaan, hasil karyanya. f. Kesadaran hukum masyarakat yang relati rendah dan belum tersosialisasinya masalah hak cipta secara luas, merupakan faktor yang mempengaruhi kelancaran penyidikan.
Penyidik bertanggung jawab sepenuhnya atas penyidikan yang telah dilakukannya. Tanggung jawab ini hanya menyangkut materi penyidikan, tetapi lebih jauh juga bertanggung jawab juga secara moral atas profesi yang disandangnya.
131
131
Karena itu penyidik itu harus penuh dengan kecermatan,
OK. Saidin, Op.Cit., hal. 120.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
kejujuran serta didasarkan pada panggilan nurani untuk menguak kebenaran dan mewujudkan keadilan. Selain di bahas mengenai tugas penyidik dalam hal penegakan hukum atas pelanggaran Hak Cipta, maka peranan pejabat bea cukai juga ikut campur tangan di dalamnya. Undang-Undang Kepabean (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995) mengatur tentang permasalahan pencegahan barang bajakan masuk ke Indonesia, termasuk penundaan pengeluaran oleh pejabat kepabean dalam hal barang yang ingin di impor melanggar HAKI. Berdasarkan pasal 64 ayat 1 Undang-Undang Kepabean menyatakan bahwa: “Pengendalian impor atau ekspor barang yang di duga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual selain Merek dan Hak Cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. 132 Kepabean menyatakan bahwa atas permohonan pemegang hak, Pengadilan Niaga dapat memberikan surat penundaan pengedaran yang memperbolehkan pejabat bea cukai menunda pengedaran barang yang melanggar Hak Cipta atau Merek. 133 Jangka waktu penundaan pertama adalah sepuluh hari. Jangka waktu penundaan pertama adalah sepuluh hari. Tetapi, jangka waktu ini dapat diperpanjang sepuluh hari lagi oleh pengadilan atas permintaan pemegang hak. 132
Menurut Tim Lindsey dalam bukunya “ Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar” menyatakan bahwa yang seharusnya dipertimbangkan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Perjanjian Pendirian WTO. Pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan 63 tentang HAKI, selain dari Merek dan Hak Cipta, dilaksanakan secara bertahap, dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan managemen sistem HAKI. 133 Lihat pasal 54 sampai 58 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Untuk mendapat surat tersebut, pemegang hak harus menyampaikan : a. Pembuktian yang cukup kuat tentang pelanggaran Hak Cipta dari pihak yang bersangkutan; b. Pembuktian tentang kepemilikan Hak Cipta; c. Penjelasan barang yang cukup rindi supaya dapat diidentifikasi oleh pejabat kepabean. Permintaan surat tersebut harus disertai dengan uang jaminan untuk melindungi terhadap penyalahgunaan peraturan ini oleh pemohon yang mungkin adalah pesaing komersial dari termohon, atau untuk melindungi kekebalan hukum pejabat kepabean kalau di tuntut, dan untuk melindungi orang yang di duga melanggar dari kerugian kalau mereka dinyatakan tidak bersalah dalam putusan pengadilan. Jika menerima Peraturan Sementara dari Pengadilan pejabat bea cukai mengambil langkah-langkah : a. Memeberitahu secara tertulis pengimpor, pengekspor, pemilik barang tentang penetapan penundaan pengedaran barang impor atau ekspor; dan b. Menunda pengedaran barang yang bersangkutan pada tanggal yang di sebut di dalam Penetapan Sementara pengedaran tersebut. Pasal 61 Undang-Undang Kepabean menyatakan bahwa apabila dari hasil pemeriksaan perkara kemudian terbukti bahwa barang impor atau ekspor tersebut merupakan atau tidak berasal dari hasil pelanggaran Hak Cipta, pemilik barang impor
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
atau ekspor berhak untuk memperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang meminya penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor tersebut. Upaya Hukum yang dapat diberikan oleh pejabat bea cukai dalam hal penegakan hukum atas pelanggaran Hak Cipta yaitu melakukan penyitaan barang yang di duga merupakan pelanggaran HAKI. Kalau pengimporan atau pengeksporan barang yang di tunda juga melanggar peraturan bea cukai (selain dari pelanggaran HAKI), misalnya pemberitahuan palsu barang maka pejabat kepabean berhak menyita barang tersebut, menahan si pelanggar, dan menyerahkan kepada polisi.134 Kalau tidak ada pelanggaran peraturan bea cukai, pejabat kepabean dapat menyerahkan kasus kepada polisi dan jaksa proses hukumnya dapat dimulai. Data di bawah ini merupakan salah satu informasi yang diberikan oleh aparat penegak hukum, yaitu Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta 135 yang merupakan “gerbang” pintu masuk dan keluar produk-produk yang dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Dari statistik data pencegahan barang Hak Cipta dari Tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 terungkap bahwa kasus-kasus yang di duga “pelanggaran Hak Cipta” untuk Video Compact Disc ilegal menunjukkan penurunan dari 15 kasus pada tahun 2000 menjadi 3 kasus pada tahun 2002, sedangkan Digital Video Disc ilegal dari 13 kasus pada tahun 2000, lalu turun drastis menjadi 2 kasus pada tahun 2001 tetapi meningkat kembali menjadi 6 kasus pada tahun 2002. 134
Dalam hal ini yang melanggar pasal 103 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995. Insan Budi Maulana. Op.cit.,Data ini diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Klinik Haki pada tahun 2002 dengan mengajukan permintaan data pada Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Tanjung Priok. Data yang berhasil diperoleh dari Bea Cukai Bandar Soekarno Hatta. 135
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 2 Data Pencegahan Barang Hak Cipta NO
URAIAN BARANG
THN
THN
THN
2000
2001
2002
1
VCD ILEGAL
15
5
3
2
DVD ILEGAL
13
2
6
3
VHS Tape
5
1
-
4
Audio CD
4
-
-
JUMLAH
37
8
9
Sumber : Di sadur dari buku Insan Budi Maulan, Bianglala HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005. hal. 178. Sedangkan jumlah produk barang-barang yang di duga pelanggaran Hak Cipta menunjukkan bahwa tahun 2000 merupakan “puncak” pelanggaran Hak Cipta untuk barang berupa Video Compact Disc ilegal, sedangkan Digital Video Disc ilegal meningkat cukup pesat dari 117 kasus pada tahun 2000 menjadi berjumlah 5.053 kasus pada tahun 2002. Tabel 3 Data Pencegahan Barang Hak Cipta NO
URAIAN BARANG
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
THN 2000
THN 2001
THN 2002
1
VCD ILEGAL
180.083
34.514
112
2
DVD ILEGAL
117
380
5.053
3
VHS Tape
35
5
-
4
Audio CD
766
-
-
JUMLAH
181.001
34.899
5.175
Sumber : Disadur dari buku Insan Budi Maulana, Bianglala HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005. hal. 178. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Dari data kasus ini tidak disebutkan oleh sumbernya berapa kerugian yang diderita negara dari perolehan bea masuk dan kerugian yang dialami pemegang Hak Cipta. Data di bawah ini merupakan data perkara HAKI dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002 yang diperoleh dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) yang menimbulkan kesan berbeda sekali dengan data dari Bea Cukai. Data dari Mabes Polri menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus dan produk pelanggaran Hak Cipta dari 124 kasus pada tahun 1000 menjadi 161 kasus pada tahun 2002. Begitu pula kasus pelanggaran Video Compact Disc ilegal yang merupakan bagian dari Hak Cipta menunjukkan kenaikan dari 113 kasus menjadi 199 kasus. Hal yang sama terjadi pada jumlah tersangka kejahatan meningkat dari 155 tersangka menjadi 256 tersangka. Tidak jelas apakah kasus tersebut akhirnya bermuara dan diproses di pengadilan dan memperoleh sanksi pidana atau tidak.Juga tidak disebutkan apakah kejahatan Hak Cipta itu terjadi di seluruh Kepolisian Daerah (Polda) ataukah hanya di Polda tertentu saja melalui Mabes Polri saja.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel 4 Data Perkara HAKI Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2002 NO
JENIS KASUS
TAHUN
TAHUN
TAHUN
2000
2001
2002
1
HAK CIPTA
124
109
161
2
MEREK
55
33
9
3
PATEN
1
1
-
4
HAKI YANG LAIN
-
-
-
180
143
170
JUMLAH
Sumber :Disadur dari buku Insan Budi Maulana, Bianglala HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005. hal. 179 Tabel 5 Hasil Penindakan Terhadap VCD Ilegal NO
URAIAN KASUS
THN 2000
THN 2001
THN 2002 *)
113
108
199
2
2
7
1
Jumlah Kasus
2
Produksi/Pabrik
3
Penjual/Toko/Pedagang
111
106
192
4
Jumlah Tersangka
155
109
256
5
Jumlah Barang Bukti VCD
1.546.621
1.147.326
1.410.995
*) sampai dengan bulan Mei 2002 Sumber : Disadur dari buku Insan Budi Maulana, Bianglala HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama, 2005, hal. 180.
Dengan membandingkan data pelanggaran Hak Cipta yang diperoleh dari Bea Cukai dengan Mabes Polri menimbulkan pertanyaan apakah pelanggaran Hak Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Cipta itu dilakukan sepenuhnya di Indonesia saja ataukah informasi dan hasil investigasi yang dilakukan oleh Bea Cukai Soekarno Hatta yang kurang akurat? Jika kita perhatikan realita produk-produk bajakan berupa Compact Disc, Video Compact Disc, Digital Video Disc dapat di duga produk itu bukan di produksi di Indonesia karena “barcode” yang dicantumkan itu bukan berasal dari Indonesia. Pada akhirnya, data yang di buat oleh beberapa pihak di atas mengkin tidak akurat, atau tidak mencerminkan realita yang sebenarnya tentang keadaan kejahatan Hak Cipta dan hak terkait di Indonesia termasuk implementasi penegakan hukumnya. Yang terpenting harus kita sadari bersama adalah pemahaman Hak Cipta harus terus dilanjutkan tidak hanya oleh para hakim yang merupakan muara dan simbol ada tau tiudak adanya keadilan di tanah air, tetapi juga oleh para penegak hukum yang lain, para pencipta yang perlu memperoleh perlindungan hukum Hak Cipta terhadap karya-karyanya, para usahawan di bidang Hak Cipta agar mereka berusaha dengan jujur dan tetap menegakkan hukum Hak Cipta.. Putusan hakim yang diputuskan dalam suatu persidangan mungkin tidak memuaskan, namun jika pertimbangan hukum yang diuraikan secara panjang, lebar itu telah dilakukan berdasarkan pada logika, nalar, dan ketentuan hukum yang berlaku serta bukan karena faktor-faktor ekstra yudisial maka kebenaran yang terasa pahit itu akan tetap dapat ditegakkan. Dan sesungguhnya, penegakan hukum di bidang Hak Cipta dan keadilan yang harus kita bangun kokoh bukan karena data-data di atas, bukan pula karena tekanan dari negara-nagara lain Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
melainkan karena tuntutan hati nurani, kesadaran yang tulus sebagai umat beragama yang harus menunjang kebenaran dan keadilan.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan Setelah membahas mengenai berbagai permasalahan yang ada tentang pelanggaran hak cipta lagu atau musik mengenai kasus pembajakan hak cipta lagu atau musik, maka dapat di ambil kesimpulan : 1
Pelanggaran Hak Cipta Lagu atau Musik yang banyak terjadi di Indonesia salah satunya yaitu pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik dalam bentuk Compact Disc maupun Video Comnpact Disc. Secara umum bentuk-bentuk pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik dalam bentuk Compact Disc maupun Video Compact Disc terbagi atas beberapa kategori yaitu Pirate, Couterfeit dan Bootleging. Motif pembajakan Hak Cipta tersebut adalah untuk kepentingan dagang berupa keuntungan finansial. Sedangkan latar belakang meningkatnya pembajakan Hak cipta tersebut karena kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya Hak Cipta serta karena penegakan hukum yang dilakukan pemerintah kurang maksimal.
2
Pengaturan menegenai bentuk-bentuk pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik di atur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat 1. Sedangkan mengenai upaya penegak hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik di atur dalam Pasal 72 ayat 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Di mana upaya penegakan
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
hukumnya oleh pemerintah dengan memberikan sanksi pidana dan sanksi perdata dengan tuntutan ganti rugi. 3
Peranan pemerintah dalam penegakan hukum hak cipta guna menangani kasus pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik seperti Compact Disc (CD) atau Video Compact Disc (VCD) adalah dengan memberikan sanksi-sanksi yang tegas berupa perampasan dan pemusnahan barang hasil pembajakan Hak Cipta yang dilakukan oleh pemerintah, sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
B Saran Setelah dikemukakan beberapa kesimpulan diatas, disampaikan beberapa upaya dalam penegakan hukum terhadap pembajakan Hak Cipta Lagu atau Musik, yaitu sebagai berikut: 1
Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih besar lagi kepada masyarakat akan pentingnya Hak Cipta, dan menyadarkan masyarakat agar lebih memilih Compact Disc (CD) atau Video Compact Disc (VCD) lagu atau musik yang asli dari pada bajakan.
2
Peraturan-peraturan yang di buat berhubungan dengan hak cipta agar bisa ditaati oleh seluruh masyarakat Indonesia baik untuk para pembajak, masyarakat dan juga tidak terkecuali bagi pihak aparat penegak hukum yang membeli barang hasil bajakan atas Hak Cipta tersebut. Dalam hal ini apabila terjadi pelanggaran
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Hak Cipta agar bisa secepatnya di tindak lanjuti tanpa harus memandang apakah orang tersebut masyarakat umum atau aparat penegak hukum itu sendiri. Hal tersebut mengingat bahwa yang membeli barang-barang hasil bajakan bukan hanya masyarakat umum saja tetapi aparat penegak hukum juga bisa saja menikmati barang hasil bajakan atas Hak Cipta tersebut. Hal ini selain bisa membantu bagi kelancaran hukum di Indonesia juga bisa membantu untuk memulihkan kembali nama baik negara Indonesia di mata Internasional. 3
Hendaknya peranan pemerintah dalam menangani pelanggaran Hak Cipta Lagu atau Musik, khususnya dalam kasus-kasus pembajakan dalam bentuk Compact Disc (CD) ataupun Video Compact Disc (VCD) lebih ditingkatkan dan bertindak tegas bagi para pelanggar Hak Cipta Lagu atau Musik. Mengingat masih banyaknya para pelanggar Hak Cipta Lagu atau Musik yang lolos dari sanksi hukum. Dan terhadap pembajakan Hak Cipta atas Ringtone lagu atau musik dalam hand phone agar oleh pemerintah juga dapat segera di atasi penegakan hukumnya mengingat semakin banyaknya pembajakan ringtone tersebut di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Adisumarto, Harsono, Hak Milik Intelektual, Khususnya Hak Cipta, Jakarta, Cv. Akademika Pressindo, 1990.
Damian, Eddy, Hukum Hak Cipta, Cetakan Ke-3, Bandung, PT. Alumni, 2005.
Djumhana, Muhammad, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006.
Gautama, Sudargo, Rizawanto Winata, Pembaharuan Undang-Undang Hak Cipta, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997.
Goldstein, Paul, Hak Cipta : Dahulu, Kini dan Esok, Jakarta, Yayasan Obor, Indonesia, 1997.
Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002.
--------------, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Binacipta, 1978.
Lindsey, Tim, Eddy Damian, Simon Butt dan Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, PT. Alumni bekerjasama dengan Asian Law Group Pty Ltd., 2003.
Mahadi, Hak Milik Immateril, Jakarta, BPHN, 1985.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Mantayborbir S., Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Press, Jakarta, 2004.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005.
Maulana, Insan Budi, Ridwan Khairandy dan Mirjihad, Kapita selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Jakarta-Yogyakarta, Yayasan Klinik, 2000.
--------------, Bianglala Haki (Hak Kekayaan Intelektual), Jakarta, PT. Hecca Mitra Utama bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Muhammad,. Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
M. Ramli, Ahmad, Fathurrahman P., Film Independen (Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hak Perfilman Indonesia), Bandung, Ghalia Indonesia.
--------------, Ciber Law dan Hak Atas Kekayaan Intelektual Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung, PT. Riseka Aditama, 2004.
Naning, Ramdlon, Perihal Hak Cipta Indonesia (Tinjauan Terhadap : Auteurswet 1912 dan Undang-Undang Hak Cipta 1982), Yogyakarta, Liberty, 1982.
Purwaningsih, Endang, Perkembangan Hukum, Intelektual Property Rights, Jakarta, Ghalia Indonesia anggota IKAPI, 2005.
Purba, Ahmad Zein Umar, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips, Edisi I Cetakan I, Bandung, Alumni, 2005.
Sjahputra, Iman, Hak Atas Kekayaan Intelektual (Suatu Pengantar), Jakarta, Harvarindo, 2007.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Saidin, OK, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
--------------, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Syarifin, Pipin dan Dedah Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, Bandung, Pustaka Bani Quraisyi, 2004.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudsi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I Cetakan ke-7, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
Sembiring, Sentosa, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Bandung, CV. Yrama Widya, 2001.
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfa Beta, 1983.
Tjokroamidjojo, Bintoro, dan Mustafa Adijoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta, 1988.
Usman, Rachmadi, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung, Alumni, 2003.
Widyopramono, Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya, Jakarta, Sinar Grafika, 1992.
B. INTERNET
Bisnis Indonesia, PPNS di beri Edukassi Tegakkan Hak Cipta, 10 Februari 2003,
Kompas, Aksi Pembajakan Makin Menjadi, 22 Februari http:///www.kompas.co.id.file:///D:Kompas%20onlinekompashttpwww.kompas.co.id.htm., di akses pada tanggal 03 Maret 2007.
2002,
--------------, Barang Bajakan di Larang Tetapi Dirindukan, 02 Juli 2005, http://www.kompas.co.id.file///D:barang%20bajakan%2dilarang%20 tetapi%20dirindukan%.., di akses pada tanggal 03 Maret 2007.
Republika, Seniman Bersatu Melawan Pembajak, 10 Juli 2005, http://www.republika.co.id.file///D:republikaonline.http---www.republika _ co_id.htm., Di akses pada tanggal 03 Maret 2007.
Suara
Karya, Pelanggaran HAKI, 06 Maret 2002, http:///www.suara karya.co.id.file:///D:suara%20karya.htm., di akses pada tanggal 09 Maret 2007.
Suara Merdeka, Pembajakan Hak Cipta Akibat Daya Beli Rendah, 27 Juli 2006, http:///www.suaramerdekasemarang.co.id.file:///D:suara%20merdeka%20 semarang.htm., di akses pada tanggal 03 Maret 2007.
Tempo, Pembajakan Pekerjaan Rumah Yang Belum Tuntas, 18 Mei 2002, http:///www.tempo.co.id.file:///D:tempo%20online%20http---www. Tempo.co.id.htm., di akses pada tanggal 03 Maret 2007.
B. MAKALAH / DIKTAT/ PENETAPAN PENGADILAN
Affandi, Arnel, Penegakkan Hukum Hak Cipta dari Sudut Pandang Pelaku Industri Rekaman Suara, disampaikan pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang Hgak Cipta “Arti Penting Perlindungan Hak Cipta Bagi Karya Musik, Film dan Komputer Program”, kerjasama Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia dengan Kejaksaan Agung RI dengan Dukungan ASIRI, ASIREVI, ASPILUKI, Kejaksaan Tinggi Sumut dan POLDA SUMUT, diselenggarakan di Medan, 26 Oktober 2001. Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008
Hasan, Iskandar, Perlindungan Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, Kepolisian Daerah Sumut Direktorat Riserse, disampaikan pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang Hak Cipta “Arti Penting Perlindungan Hak Cipta Bagi Karya Musik, Film dan Program Komputer”, kerjasama Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia dengan Kejaksaan Tinggi Sumut dan POLDA Sumut, diselenggarakan di Medan, 26 Oktober 2001.
Hasibuan, Isran Yogie, Peranan Kejaksaan Dalam Penegakan Hukum UndangUndang Hak Cipta, disampaikan pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang Hak Cipta “Arti Penting Perlindungan Hak Cipta Bagi Karya Musik, Film dan Komputer Program”, kerjasama Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia dengan Kejaksaan Agung RI dengan Dukungan ASIRI, ASIREVI, ASPILUKI, Kejaksaan Tinggi Sumut dan POLDA Sumut, diselenggarakan di Medan, 26 Oktober 2001.
Sitepu, Runtung, Diktat Kuliah Haki I, Hak Cipta Paten Merek, Medan,. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2003.
Wiyanto, Wihadi, Perlindungan Hak Cipta Atas Karya Film, Berformat VCD/DVD dan Penegakan Hukumnya di Indonesia, disampaikan pada Seminar Sosialisasi Undang-Undang Hak Cipta “Arti Penting Perlindungan Hak Cipta Bagi Karya Musik, Film, dan Komputer Program”, kerjasama Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia dengan Kejaksaan Agung RI dengan dekungan ASIRI, ASIREVI, ASPILUKI, Kejaksaan Tinggi Sumut dan POLDA Sumut, diselenggarakan di Medan, 26 Oktober 2001.
Penetapan Pengadilan Nomor : 183/PID.13/2003/PN.JKT.PST. C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHPidana.
Dwi Astuti : Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik, 2008 USU e-Repository © 2008