PERLAKUAN PENDAHULUAN BUAH PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii) UNTUK PENYIMPANAN
Oleh: Eko Prames Swara F34062458
2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERLAKUAN PENDAHULUAN BUAH PISANG CAVENDISH (Musa cavendishii) UNTUK PENYIMPANAN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Eko Prames Swara F 34062458
2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi
: Perlakuan Pendahuluan Buah Pisang Cavendish cavendishii) Untuk Penyimpanan
Nama
: Eko Prames Swara
NIM
: F34062458
(Musa
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Krisnani Setyowati
Ir. Sugiarto, M. Si
NIP : 19630407 198703 2 003
NIP : 19690518 199403 1 002
Mengetahui : Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP : 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 15 April 2011
EKO PRAMES SWARA. F34062458. Perlakuan Pendahuluan Buah Pisang Cavendish (Musa cavendishii) Untuk Penyimpanan. Di bawah bimbingan Krisnani Setyowati dan Sugiarto. 2011.
RINGKASAN Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan jenis buah klimakterik yang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang tinggi selama penyimpanan. Produksi etilen yang tinggi dapat menyebabkan daya simpan pisang menjadi singkat, sehingga berakibat cepat menurun kualitasnya. Daerah produksi dengan daerah pemasaran (konsumen) dapat berjarak jauh (antar pulau). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penanganan pasca panen yang tepat. Penanganan pasca panen yang dilakukan pada penelitian ini adalah perlakuan pendahuluan dengan CO2 dan N2 pada kondisi penyimpanan suhu 10°C. Bahan kimia yang sering digunakan untuk menyerap gas etilen yaitu KMnO4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pre-treatment, bahan penjerap etilen dan suhu penyimpanan terhadap sifat fisik buah pisang cavendish (Musa cavendishii) segar selama transportasi atau penyimpanan. Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan pada buah pisang yang bertujuan untuk menekan laju respirasi. Salah satu cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan adalah perlakuan dengan gas CO2 dan N2 ke dalam kemasan plastik selama 24 jam pada suhu 10°C. Perlakuan ini diharapkan dapat menekan laju respirasi secara tiba-tiba karena ketidaktersediaan O2 untuk respirasi sehingga komoditi akan menjadi dorman. Buah pisang cavendish yang telah diberikan perlakuan pendahuluan kemudian dikemas dengan karton gelombang dan disimpan pada suhu 10°C dan suhu ruang selama 12 minggu. Parameter yang diamati adalah indeks skala warna, susut bobot, tingkat kerusakan, kekerasan, dan total padatan terlarut. Analisis dilakukan setiap 2 kali dalam seminggu. Setelah dilakukan penyimpanan buah pisang cavendish dipajang selama 1 minggu pada suhu 15°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pisang cavendish yang disimpan pada suhu 10°C mengalami penurunan mutu yang lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang, sedangkan secara umum pisang cavendish yang diberikan perlakuan pendahuluan gas N2 atau CO2 lebih kecil penurunan mutunya dibandingkan dengan pisang yang tanpa perlakuan pendahuluan. Perlakuan pemberian gas CO2 berpengaruh nyata terhadap indeks warna kulit buah dengan skor 6-7, kekerasan yaitu 3.33-18.71 mm/gram/10 detik, total padatan terlarut yaitu 8 °Brix, dan kerusakan sebesar 15.75%. Sedangkan perlakuan pemberian gas N2 berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang cavendish. Kemudian penggunanaan kombinasi perlakuan bahan penyerap etilen KMnO4 dan N2 juga memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan susut bobot yaitu 0.1%, kerusakan 23.67%, total padatan terlarut 17.70 °Brix, dan kekerasan buah pisang cavendish yaitu 8.23 %. Suhu terbaik untuk penyimpanan pada penelitian ini adalah pada suhu 10°C. Hal ini terlihat dari nilai skor perubahan warna, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan tingkat kerusakan yang rendah yang merupakan parameter penurunan mutu dari buah pisang. Buah pisang cavendish setelah penyimpanan 1 minggu dan 2 minggu pada suhu 10°C dapat bertahan selama 1 minggu selama pemajangan pada suhu 15°C. Sedangkan kontrol pada suhu ruang sudah mengalami kebusukan pada hari ke-7 penyimpanan.
PRETREATMENT OF FRESH CAVENDISH BANANAS (Musa cavendishii) TO EXTEND THE SHELF LIFE Eko Prames Swara, Krisnani Setyowati, and Sugiarto Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java Indonesia Phone 085610665747, e-mail :
[email protected]
ABSTRACT Cavendish bananas (Musa cavendishii) is a type of fruit vegetables that rich in carbohydrates , vitamin C, minerals, proteins, fats and carbohydrates. Production areas and areas of marketing (consumers) can be located in a long distance apart (inter-island). Under these conditions, transport is needed, so product can be up to the customers in a timely. On the one hand, cavendish bananas transportation (inter-island) usually take time, but on the other hand cavendish bananas are a perishable commodity. The dominant causes of damage are properties of cavendish bananas that are still alive after harvesting. Based on this situation, it needs an appropriate post-harvest handling. Post-harvest handling that done in this study is pre-treatment with CO2 and N2 and low temperature of storage. This study aimed to disscover the influence of pre-treatment and temperature of storage on the physical properties of cavendish bananas fresh during transportation or storage. Pre-treatment is an introductory treatment on cavendish bananas that aims to reduce the rate of respiration. One kind of pre-treatment can be done by utilizing CO2 or N2 gas into plastic containers for 24 hours in 10 ° C temperature. This treatment can reduce the respiration rate due to sudden unavailability of O2 for respiration so the commodity will dormant. After bring into conducting preliminary treatment the cavendish bananas then packed with corrugated board and stored at 10 ° C and 27 ° C for 1-2 weeks and with scavenger of etilen calium permanganat 2%. The parameters used were scale index of color, weight loss, the percentage of damage, the hardness of fruits, and total dissolved solid. Analysis is done twice in week. After finish of storage, the cavendish bananas displayed during a week at 15 ° C temperature. Based on analysing, pre-treatment and temperature of storage can provide a good influence on the physical properties of cavendish bananas. This can be observed on the weight lose value, the level of damage, hardness, and total dissolved solids. Damage rate on pre-treatment with CO2 gas that is equal to 15.75%, scale index of color is 6-7, hardness value of 3.33-18.71 mm/g/10seconds, and total dissolved solids of 8 ° Brix. Storage temperature also affect the physical properties of cavendish bananas. A temperature of 10 ° C can keep the physical properties of cavendish bananas fruit better. And known as the best treatment on cavendish bananas shave pre-treatment with CO2 gas at a temperature of 10 ° C, on this condition of cavendish bananas can be stored for 21 days of storage. And then combination of nitrogen gas and calium permanganat that is 0,1% total dissolved solids, damage rate is 23,67%, and total dissolved solids of 17,70 ° Brix. And at a temperature of 27 ° C, on this condition of cavendish bananas can be stored only for 7 days of storage.
Keywords: cavendish bananas, pre-treatment, extend shelf life, scavenger
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : Perlakuan Pendahuluan Buah Pisang Cavendish (Musa cavendishii) Untuk Penyimpanan adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing skripsi, kecuali yang dengan jelas dituliskan rujukannya.
Bogor, Februari 2011
Eko Prames Swara F34062458
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 8 Agustus 1988. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Nur Ali dan Murjiyati. Penulis memulai pendidikan tahun 1994 di SD N 010 Kebon Kosong, Jakara Pusat dan lulus tahun 2000. Setelah itu penulis melanjutkan studinya di SLTP N 79 Jakarta kemudian ke SMA N 1 Kemayoran, Jakarta. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama perkuliahan, penulis aktif di berbagai kepanitiaan seperti HAGATRI, KAPAL, Jelantah Project, Seminar Nasional Pangan Halal, dll. Penulis pernah menjadi anggota dan kadiv Pangan Halal Forum Bina Islami Fateta (FBI-F) IPB 2008-2010. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian 2008 dengan judul “Pemanfaatan Ubi Jalar Sebagai Bakso Prebiotik”. Kemudian penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pemberdayaan 2010 dengan judul “Pemberdayaan Domba Garut Untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Bojong Wetan, Cirebon”. Selain itu penulis juga pernah mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha 2009 dengan judul “Pengembangan Usaha Domba Melalui Penggemukan Bermitra dengan Koperasi Andromeda”. Pada bulan Juli-Agustus 2009 penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Bogor dengan judul “Teknologi Pengemasan, Teknik Penyimpanan, Dan Penggudangan Produk Di PTPN VIII Gunung Mas, Bogor”. Pada bulan Agustus-Oktober 2010 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Pengemasan dan Penyimpanan TIN dengan judul “Perlakuan Pendahuluan Buah Pisang Cavendish (Musa cavendishii) Untuk Penyimpanan”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai bagian dari tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan dari berbagai pihak cukup berarti bagi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Krisnani Setyowati, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan banyak saran, bimbingan, serta arahan kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 2. Bapak Ir. Sugiarto, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan perhatian kepada penulis sampai terselesaikannya skripsi ini. 3. Seluruh staf Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN) yang telah membantu selama penulis melaksanakan penelitian. 4. Mama dan Papa serta keluarga tercinta yaitu Mbak Ika, Andre, dan Mas Bandi yang selalu memberikan dukungan, bantuan dan doanya kepada penulis. 5. Wenny, Ratih, Harun, Welly, Malik, Kunedi, Si Boy, dan Syaiful sebagai sahabat yang selalu ada di saat senang maupun susah, memberi bantuan, dan yang selalu memberi motivasi kepada penulis. 6. Teman-teman Usaha Agriternak Cirebon yaitu Jaelani, Mahesa, Ari, dan Akbar yang sangat dibanggakan atas perjuangan dan kebersamaannya disaat senang maupun susah. 7. Teman-teman TIN 43 semua atas kebersamaan selama kuliah, perhatian dan dukungannya selama ini. 8. Teman-teman Pondok Al-Inayah tercinta atas kebersamaannya selama ini disaat ta’lim, senang maupun susah.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembacanya. Amiin.
Bogor,
Penulis
Februari 2011
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ....................................................................................i DAFTAR ISI.... .................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR... ......................................................................................iii DAFTAR TABEL..............................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN... ...................................................................................v I.
PENDAHULUAN.. ....................................................................................1 A. LATAR BELAKANG.. ..........................................................................1 B. TUJUAN... .............................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA... ...........................................................................3 A. PISANG CAVENDISH.........................................................................3 B. FISIOLOGI PASCA PANEN PISANG..... ............................................5 C. PERLAKUAN PENDAHULUAN... .....................................................6 D. BAHAN PENJERAP ETILEN...... ........................................................6 E. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN.... .........................................7 III. METODOLOGI.. ........................................................................................9 A. ALAT DAN BAHAN............ ................................................................9 B. METODE PENELITIAN... ...................................................................10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......... ...........................................................11 A. WARNA KULIT BUAH..... ..................................................................11 B. SUSUT BOBOT............. .......................................................................12 C. KEKERASAN........... ............................................................................15 D. TOTAL PADATAN TERLARUT........... ..............................................17 E. TINGKAT KERUSAKAN......... ...........................................................19 F. PEMBAHASAN UMUM......... .............................................................21 V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................23 A. KESIMPULAN....... ..............................................................................23 B. SARAN .................................................................................................23 DAFTAR PUSTAKA.. ......................................................................................24 LAMPIRAN ......................................................................................................26
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Pisang Cavendish ............................................................................................ 3
Gambar 2.
Berbagai Tingkat Kematangan Buah Pisang ..................................................... 4
Gambar 3.
Diagram Alir Penelitian ................................................................................... 10
Gambar 4.
Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 1 Minggu ......................................................... 11
Gambar 5.
Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 2 Minggu ......................................................... 12
Gambar 6.
Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 1 Minggu ......................................................................................... 13
Gambar 7.
Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 2 Minggu ......................................................................................... 14
Gambar 8.
Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 1 Minggu.. ....................................................................................... 15
Gambar 9.
Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 2 Minggu.. ....................................................................................... 16
Gambar 10.
Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 1 Minggu ............................................................................. 17
Gambar 11.
Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 2 Minggu ......................................................... 18
Gambar 12.
Grafik Perubahan Tingkat Kerusakan Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 1 Minggu ............................................................................. 19
Gambar 13.
Grafik Perubahan Tingkat Kerusakan Pisang Cavendish Selama Pemajangan Setelah Disimpan 2 Minggu ............................................................................. 20
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tingkat Kematangan Buah.............................................................................................. 4 Tabel 2. Komposisi Kimia Pisang Per 100 gram Bahan ................................................................ 5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Prosedur Analisis... ................................................................................................ 27
Lampiran 2.
Data Indeks Skala Warna Pisang Penyimpanan 1 & 2 Minggu ................................ 29
Lampiran 3.
Data Susut Bobot Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu............................... 30
Lampiran 4.
Data Kekerasan Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu .................................. 31
Lampiran 5.
Data TPT Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu ........................................... 32
Lampiran 6.
Data Tingkat Kerusakan Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu ..................... 33
Lampiran 7.
Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Skala Indeks Warna .......................... 34
Lampiran 8.
Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot ...................................... 35
Lampiran 9.
Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan......................................... 36
Lampiran 10.
Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan TPT .................................................. 38
Lampiran 11.
Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kerusakan ........................................ 39
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Dalam perdagangan komoditas pertanian khususnya hortikultura, kesegaran merupakan salah satu kriteria mutu. Konsumen menghendaki buah yang dibeli dalam keadaan segar dan tepat matang. Di sisi lain, kematangan buah merupakan satu tahap perkembangan buah sebelum mencapai tahap kelayuan. Buah yang laju respirasinya tinggi umumnya lebih cepat rusak, sedang buah yang laju respirasinya rendah mempunyai umur simpan yang lebih lama. Penghambatan respirasi ini, dapat dilakukan apabila diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor eksternal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju respirasi yaitu suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbon dioksida, uap air, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah (Pantastico, 1989). Tidak semua daerah dapat menghasilkan buah dan sayur dalam jumlah yang cukup dan jenis yang memadai dengan kebutuhan penduduk daerah tersebut. Beberapa daerah bahkan tidak menghasilkan jenis buah dan sayur tertentu, sementara daerah lain menghasilkannya dalam jumlah yang besar. Dengan demikian buah dan sayur perlu ditransportasikan dari daerah penghasil ke daerah lain yang memerlukannya. Transportasi produk termasuk buah dan sayur memerlukan waktu, sementara buah dan sayur merupakan komoditi yang mudah rusak bahkan beberapa jenis sangat mudah rusak. Untuk mencapai daerah pemasaran yang jauh, antar pulau misalnya, diperlukan alat transportasi yang cepat agar tingkat kerusakan selama transportasi cukup rendah, yaitu menggunakan jasa angkutan pesawat terbang. Biaya transportasi menggunakan pesawat terbang relatif mahal. Untuk menekan laju kerusakan yang tinggi saat transportasi dan penyimpanan diperlukan penanganan pasca panen yang tepat. Pisang merupakan jenis buah klimakterik yang mengalami kenaikan respirasi dan produksi etilen yang tinggi selama penyimpanan. Produksi etilen yang tinggi dapat menyebabkan daya simpan pisang menjadi singkat, sehingga berakibat cepat menurun kualitasnya. Daerah produksi dengan daerah pemasaran (konsumen) dapat berjarak jauh (antar pulau). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penanganan pasca panen yang tepat. Dalam penelitian ini dipilih pisang cavendish (Musa cavendishii) yang sedang menjadi perhatian konsumen dikarenakan penampakan fisiknya yang lebih segar dan menarik dibandingkan jenis pisang-pisang lainnya. Kerusakan buah pisang cavendish dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab kerusakan yang dominan adalah sifat pisang cavendish yang masih hidup saat dipanen. Penanganan pasca panen yang dilakukan yaitu perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 atau N2dengan kondisi penyimpanan pada suhu rendah. Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan awal yang diberikan kepada buah dengan tujuan mendormankan respirasi buah sampai pada batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat. Penghambatan respirasi dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses respirasi. Penghambatan penyimpanan buah pada suhu rendah dapat menghambat respirasi buah, sehingga kematangan dapat dihambat (Tranggono dan Sutardi, 1989). Namun penyimpanan dengan suhu yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan kerusakan pada buah terutama jika tidak tepat. Penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunnya laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada
1
bahan yang disimpan (Pantastico, 1986). Kombinasi perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan dingin dilakukan agar didapatkan hasil yang maksimal dalam mempertahankan kualitas dan kesegaran dari buah pisang.
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian gas CO2 dan N2 untuk proses perlakuan pendahuluan, suhu penyimpanan selama penyimpanan buah pisang cavendish (Musa cavendishii) segar, bahan penyerap etilen dan menentukan umur simpan selama masa transportasi serta lama waktu pada saat pemajangan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PISANG CAVENDISH Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Di Indonesia, pisang ini lebih dikenal dengan sebutan pisang ambon putih. Pisang cavendish banyak dikembangbiakkan menggunakan metode kultur jaringan. Keunggulan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan bibit dari anakan adalah bibit kultur jaringan terbebas dari penyakit seperti layu moko akibat Pseudomonas solanacearum dan layu panama akibat Fusarium oxysporum cubense (Rodinah, 2005). Secara sistematis tanaman pisang cavedish dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Sub Divisi
: Angiospermae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledonae
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Species
: Musa cavendishii
Sumber : BPPT (2000) Berikut disajikan ilustrasi pisang cavendish yang banyak beredar di pasaran.
Gambar 1. Pisang Cavendish (BIOTROP, 2000) Pisang dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sifat pohon pisang itu tersendiri. Pembagian pisang tersebuat adalah sebagai berikut: 1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas. 2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma tipikal atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. 3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk. 4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca) (Stover, 1987). Berikut adalah gambar berbagai tingkat kematangan buah pisang cavendish dapat dilihat pada gambar 2.
3
Gambar 2. Berbagai Tingkat Kematangan Buah Pisang (Satuhu dan Supriyadi, 2000)
Secara Umum, tingkat kematangan buah pisang dapat dilihat dari perubahan warna kulitnya. Perubahan tersebut dimulai dari warna hijau bagi pisang yang baru panen. Kemudian berubah menjadi kuning bahkan menjadi kuning dengan bercak cokelat yang banyak disaat kualiatasnya menurun. Tingkat kematangan buah pisang cavendish dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Pisang Cavendish Tingkat Kematangan
Warna Kulit Buah
Persen Pati
Persen Gula
Keterangan
1
Hijau
20
0.5
Keras
2
Hijau Mulai Kuning Hijau lebih banyak dari Kuning Kuning lebih banyak dari Hijau Kuning lebih banyak namun ujung buah masih hijau Seluruhnya kuning
18
2.5
-
16
4.5
-
13
7.5
-
7
13.5
-
2.5
18
Mudah dikupas
1.5
19
Masak penuh aroma
1
19
Lewat masak, daging buah gelap, aroma tinggi sekali
3 4 5 6 7
Kuning sedikit coklat
bintik
8
Kuning dengan banyak bintik coklat
Sumber : Satuhu dan Supriyadi, (2000)
Secara umum, komposisi buah pisang dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Tabel 3. Komposisi Kimia Pisang Per 100 g Bahan Komposisi Kimia Jumlah Kalori (kal) 120 Protein (gr) 1.2 Lemak (gr) 0.2 Karbohidrat (gr) 31.8 Kalsium (mg) 10 Fosfor (mg) 22 Besi (mg) 0.8 Vitamin A (S.I) 950 Vitamin B1 (mg) 0.06 Vitamin C (mg) 10 Air (gr) 65.8 Bagian yang dapat dimakan (%) 70 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I, (1996)
B. FISIOLOGI PASCA PANEN PISANG Buah-buahan yang berada di pohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan pernapasan (respirasi), ternyata setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energy dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air (Phan et al. 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + Energi Laju respirasi merupakan indeks untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti: tinkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan alami, dan karbon dioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al. 1986). Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen yang diserap, karbon dioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan dan energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik. Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non-klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa, dan teksturnya (Rhodes, 1970). Menurut Rhodes (1970), pada awal perkembangan buah, kandungan pati meningkat terus dan setelah mencapai maksimum, makin tua buah kandungan pati makin menurun. Penurunannya disebabkan oleh perubahan pati menjadi gula yang digunakan untuk kegiatan respirasi.
5
Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Paul dan Palmer, 1981). Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa tanin. Selama proses pemasakan buah rasa sepet berangsur-angsur kurang, hal ini disebabkan kandungan tannin aktif menurun pada buah yang masak (Stover, 1987). Timbulnya aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah pisang (Stover, 1987). Komponen penyusun aroma pada buah pisang adalah iso–amil asetat, amil asetat, amil propionat, amil butirat, heksil asetat, metil asetat, pentanol, butil alkohol, amil alkohol, dan heksil alkohol (Hulme, 1981).
C. PERLAKUAN PENDAHULUAN Perlakuan pendahuluan merupakan perlakuan awal yang diberikan kepada buah dengan tujuan mendormankan respirasi buah sampai pada batas pematangan dan pembusukan dapat dihambat. Salah satu cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan adalah perlakuan dengan gas N2 atau dengan gas CO2. Perlakuan pendahuluan yang digunakan untuk penelitian buah pisang cavendish adalah perlakuan dengan gas N2 atau CO2 karena prosesnya yang lebih mudah pada saat transportasi dilakukan. Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah ke perubahan-perubahan fisiologi berikut : (a) penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein, zat warna), (b) penghambatan beberapa kegiatan enzimatis, (c) penurunan senyawa atsiri, (d) gangguan metabolisme asam organik terutama penimbunan asam suksinat (Ulrich, 1989). Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayursayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi (Pantastico, 1986). Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Pantastico (1975) menyebutkan konsentrasi CO2 yang tinggi dalam kemasan akan mengakibatkan matinya sel-sel buah akibat terhambatnya aktifitas enzim pada proses respirasi dan asam organik, gagalnya buah mengalami pemasakan sehingga proses metabolisme yang merombak pati menjadi gula akan terhambat. Konsentrasi CO2 di atas 1-2 % CO2 mengurangi kepekaan jaringan tubuh terhadap hormon pemasakan etilen. Menaikkan CO2 memberi pengaruh seperti mengurangi O2 yaitu memperlambat proses respirasi dengan demikian akan memperpanjang umur simpan. CO2 konsentrasi tinggi (>10%) telah menekan pertumbuhan jamur dan bakteri perusak (Farber et al., 1995).
D. BAHAN PENYERAP ETILEN Etilen adalah hormon tanaman yang dihasilkan selama pematangan buah dan sayuran. Etilen dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap produk segar, karena etilen akan mempercepat proses pematangan pada produk seperti pisang dan tomat, sehingga produk menjadi cepat busuk, tetapi jika digunakan pada produk seperti jeruk, maka dapat menghilangkan warna hijau (degreening) sehingga dihasilkan jeruk dengan warna kuning yang
6
merata, dan penampilannya lebih baik. Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan penyimpanan, hal ini disebabkan karena : a. Pada jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan produk b. Dapat meningkatkan laju respirasi sehingga akan mempercepat pelunakan jaringan dan kebusukan buah c. Mempercepat degradasi klorofil yang kemudian akan menyebabkan kerusakankerusakan pasca panen lainnya (Yulianti dan Nurminah, 2006). Menurut Yulianti dan Nurminah (2006), bahan penyerap etilen yang dapat digunakan adalah kalium permanganat (KMnO4), karbon aktif dan mineral-mineral lain, yang dimasukkan ke dalam sachet. Bahan yang paling banyak digunakan adalah kalium permanganat yang diserapkan pada silika gel. Senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida. Menurut Dumadi (2001) menyatakan bahwa kalium permanganat merupakan senyawa yang memiliki sifat sebagai oksidator kuat. Senyawa ini digunakan sebagai bahan penunda kematangan karena kemampuannya mengoksidasi etilen yang merupakan hormon pematangan menjadi etilen glikol. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi optimum dari pemakaian adsorben untuk memperpanjang buah pisang adalah 2% KMnO4, serbuk besi 1.5%, dan 3% arang aktif akan memperpanjang umur simpan buah pisang sampai 12 minggu.
E. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980). Menurut Purwadaria (1997), perancangan kemasan selama transportasi ditujukan untuk meredam goncangan dalam perjalanan yang dapat mengakibatkan kememaran dan penurunan kekerasan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan meliputi jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan kemasan; komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur; dan pola susunan biaya transportasi dibandingkan dengan harga komoditas, waktu permintaan dan keadaan jalan yang akan dilintasi. Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan transpor yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, dari buah-buahan sampai peralatan untuk industri. Hal ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah dan daya tahan yang dapat diatur sesuai dengan jenis produk yang dikemas dan jenis transportasi yang dipergunakan. Karton gelombang adalah karton yang dibuat dari satu atau beberapa lapisan keras medium bergelombang dengan kertas lainer sebagai penyekat dan pelapisnya. Kertas medium adalah kertas yang dipergunakan sebagai lapisan bergelombang pada karton gelombang.
7
Sedangkan kertas lainer adalah kertas yang dipergunakan untuk lapisan datar, baik pada bagian luar maupun bagian dalam karton gelombang (Haryadi, 1994). Kemasan untuk produk hasil-hasil pertanian (holtikultura) perlu dilubangi sebagai ventilasi. Adanya ventilasi ini menyebabkan sirkulasi udara yang baik dalam kemasan sehingga akan menghindarkan kerusakan komoditas akibat akumulasi CO2 pada suhu tinggi (Haryadi, 1994). Hardenberg (1986) menyatakan bahwa umumnya karton menjadi dingin dengan lambat bila dimasukkan ke dalam ruang pendingin. Tetapi dengan adanya penambahan lubang ventilasi dan peningkatan luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak, sampai pada suatu derajat tertentu, dapat meningkatkan penghilangan panas. Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1975). Pantastico et al. (1986), menyatakan bahwa cara-cara lain untuk mempertahankan mutu tidak akan dapat berhasil tanpa pendinginan. Dalam iklim tropika yang panas, penyimpanan dalam udara terkendali tidak dianjurkan tanpa dikombinasikan dengan pendinginan. Oleh karena itu kerusakan akan berlangsung lebih cepat akibat penimbunan panas dan CO2. Pada saat penyimpanan, keasamaan buah juga berubah bervariasi menurut jenis buahnya, kematangan, dan suhu penyimpanannya. Asam malat akan berkurang lebih dahulu dibandingkan dengan asam sitrat. Hal ini diduga karena adanya katabolisme sitrat melalui malat pada Siklus Kreb. Asam askorbat umumnya akan lebih cepat berkurang jumlahnya pada suhu penyimpanan yang semakin tinggi (Pantastico, 1975). Setelah dipetik, buah-buahan akan kehilangan suplai air dari pohon induknya, sedangkan proses respirasi masih terus berlangsung. Dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 75-95% (Sacharow dan Griffin, 1970). Buah-buahan akan cepat layu dan berkeriput pada suhu ruang. Untuk mengatasai hal tersebut dapat dilakukan usaha pencegahan dengan penggunaan pengemasan dan penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (chilling storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, disamping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia. Menurut Ryall dan Lipton (1982) penyimpanan dingin adalah sebagai proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu bekunya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2.2-15.5 °C tergantung kepada masing-masing bahan yang disimpannya.
8
III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah pisang dengan warna hijau kekuningan (dominan hijau) tingkat kematangan 3. Buah pisang tersebut diperoleh dari pasar Senen yang berada di Jakarta. Selain itu bahan lain yang digunakan adalah gas N2, gas CO2, KMnO4, plastik LDPE ukuran 10 kg, dan kotak karton. Alat yang digunakan untuk penelitian terdiri atas alat untuk penyimpanan dan alat untuk analisis. Peralatan penyimpanan berupa lemari berpendingin yang dilengkapi dengan pengatur suhu, pada penelitian ini suhu diatur sebesar 10°C, ruang berpendingin dengan suhu 15°C. Sedangkan alat untuk analisis terdiri atas penetrometer, refraktometer, dan timbangan analitik.
B. METODE PENELITIAN Tahapan penelitian yang dilakukan adalah menyiapkan pisang cavendish utuh dengan ukuran dan warna yang sama yaitu hijau kekuningan (dominan hijau) tingkat kematangan 3. Pencucian dilakukan menggunakan air PAM di laboratorium pengemasan. Kemudian pisang cavendish dimasukkan ke dalam kemasan plastik LDPE. Kemudian bahan scavenger (KMnO4 2%) yang telah dibungkus dengan kertas saring dimasukkan. Bungkusan bahan scavenger yang berada di dalam kemasan plastik diatur agar tidak bersentuhan langsung dengan buah. Setelah itu dimasukkan gas CO2 dan N2 pada sampel yang berbeda masing-masing. Kemasan plastik yang telah terisi buah dan gas dimasukkan ke dalam lemari pendingin selama 24 jam, suhu 10oC. Setelah itu dimasukkan ke dalam karton bergelombang yang berisi pisang cavendish yang kemudian kemasan karton bergelombang ditutup rapat. Setelah itu pisang disimpan pada suhu 100C. Dilakukan pula perlakuan dengan tanpa memasukkan gas dan tanpa KMnO4 pada suhu ruang (kontrol). Buah pisang yang telah diberikan perlakuan gas dan bahan penyerap etilen selanjutnya dimasukkan ke dalam karton bergelombang setelah itu disimpan pada suhu ruang dan suhu rendah (10°C) selama 1-2 minggu. Setelah itu, dilakukan pemanjangan pada suhu ruang dan suhu berpendingin selama 1 minggu (sampai busuk). Analisis dilakukan setelah penyimpanan yaitu 2 kali seminggu. Parameter yang digunakan ialah indeks skala warna, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan tingkat kerusakan dimana metode disajikan pada Lampiran 1. Diagram alir penelitian perlakuan pendahuluan pada penyimpanan buah pisang segar dapat dilihat pada Gambar 3. Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor dalam rancangan ini terdiri atas, (a) pemberian bahan penyerap etilen dengan 2 taraf yakni : a1 = KMnO4 2 % dan a2 = tanpa bahan penyerap etilen (b) pemberian gas dengan 3 taraf, yakni : b1 = CO2, b2 = N2 dan b3 = tanpa gas. Model rancangan yang digunakan adalah: Y= µ + ai + bj + δ(ab)ij + ε Y
: Pengamatan hasil percobaan
µ
: rataan umum
ai
: Faktor ke-i, dalam hal ini pemberian bahan penyerap etilen
bj
: Faktor ke-j, dalam hal ini gas CO2 dan N2
9
δ (ab)ij : Interaksi kedua faktor Ε
: Galat sisa
Uji lanjut dilakukan dengan Uji Beda Nyata Jujur (Duncan) dengan rumus: Q Hit = Qα(p, dbs) X Sy dimana Qα(p, dbs) = nilai baku q pada taraf uji α, jumlah perlakuan p dan derajat bebas galat (dbs).
Buah Pisang
Sortasi dan Grading
Pencucian dan Pengeringan
Tanpa Perlakuan Pendahuluan yaitu pisang dimasukan dalam kemasan plastik tanpa diberikan gas
Perlakuan Pendahuluan: 1.Pemberian gas N2 pada kemasan 2. Pemberian gas CO2 pada kemasan 3. Tanpa gas t = 24 jam pada T = 10°C Perlakuan scavenger 1. KMnO4 2. Tanpa KMnO4 dikemas dengan LDPE (primer) dan karton gelombang (sekunder) 2. Pemberian gas karbondioksida pada kemasan plastik Penyimpanan (T1 = suhu ruang; T2 = 10°C), selama 1-2 minggu
Pemajangan: suhu 15°C Selama 1 minggu (sampai busuk)
Analisis setiap 3 hari : kekerasan, tingkat kerusakan, total padatan terlarut, indeks skala warna dan susut bobot Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
WARNA KULIT BUAH
Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah menjadi kuning lebih banyak dari hijau, kuning dengan ujung hijau, kuning penuh, kuning dengan sedikit bintik cokelat, dan akhirnya berwarna kuning kehitaman. Perubahan warna kulit buah pisang setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.
NK (N2 + KMNO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMNO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMNO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 4. Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C) Pada Gambar 4 terlihat bahwa perlakuan pendahuluan dengan gas N2 dan dengan bahan penyerap etilen dapat mempertahankan perubahan warna kulit pisang dengan skor 4 (kuning lebih banyak dari hijau) selama penyimpanan tetap hijau kekuningan yang lebih baik dibandingkan dengan gas CO2 dan tanpa perlakuan yaitu warna kulit sudah kuning dengan ujung hijau dengan skor 5 (kuning lebih banyak, hijau hanya ada di kedua ujung pisang). Hasil analisis varian menunjukkan perlakuan pendahuluan dengan pemberian gas dan bahan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata terhadap warna kulit buah pisang cavendish di semua hari pengamatan (Lampiran 7). Seluruh kombinasi perlakuan pendahuluan baik dengan pemberian gas dan bahan penyerap etilen pada penyimpanan suhu 10°C tidak mampu mempertahankan mutu pisang cavendish selama 14 hari penyimpanan. Buah pisang hanya bertahan pada hari ke-7 setelah penyimpanan. Hal ini sesuai dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan buah pisang dapat diperpanjang. Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan suhu 10°C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali.
11
Perubahan warna kulit buah pisang setelah penyimpanan selama 2 minggu dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu 10°C ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 5. Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C) Pada Gambar 5 menunjukkan buah pisang cavendish dengan perlakuan pendahuluan N2 dan CO2 dengan bahan penyerap etilen memiliki warna kulit buah pisang tetap kuning penuh dengan skor 6-7 dibandingkan perlakuan tanpa gas yaitu berwarna kuning dengan bercak cokelat dengan skor 7-8. Pemberian gas memberikan pengaruh nyata terhadap warna kulit pisang cavendish pada 18 HSP. Hasil analis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pemberian gas CO2 lebih efektif dibandingkan gas N2 dan tanpa gas (Lampiran 7). Seluruh perlakuan secara merata hanya mampu mempertahankan mutu pisang selama 7 hari setelah penyimpanan. Sedangkan kontrol pisang cavendish yang tidak diberikan perlakuan dan disimpan pada suhu ruang sudah mengalami kebusukan pada hari ke-7 setelah perlakuan sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut berkaitan dengan mutu pisang cavendish. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gas CO2 dapat menghambat laju respirasi buah pisang cavendish. Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Perubahan warna merupakan petunjuk bagi konsumen untuk menentukan kematangan buah. Untuk kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Terdapat dua jenis pigmen pada kulit buah pisang yaitu klorofil dan karotenoid. Perubahan warna hijau ke kuning dalam buah ditandai dengan hilangnya klorofil dan munculnya zat warna karotenoid (Panatstico et al, 1989).
B.
SUSUT BOBOT
Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu buah pisang cavendish. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama
12
pisang cavendish disimpan maka bobot pisang cavendish semakin berkurang. Susut bobot pisang cavendish yang disimpan pada lama penyimpanan 1 minggu dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 6. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C) Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa perlakuan pendahuluan dengan gas N2 dengan bahan penyerap etilen pada suhu penyimpanan 10°C mengalami peningkatan susut bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan gas CO2 dan tanpa gas yaitu sebesar 0.079%. Hasil analisis varian menunjukkan perlakuan pemberian gas dan pemberian bahan penyerap etilen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penyusutan bobot buah pisang cavendish pada semua hari pengamatan (Lampiran 8). Perlakuan pendahuluan baik dengan gas CO2 dan N2 pada penyimpanan suhu ruang tidak mampu mempertahankan mutu pisang cavendish selama 14 hari setelah penyimpanan. Buah pisang cavendish hanya bertahan pada hari ke-7 setelah penyimpanan. Hal ini disebabkan laju respirasi yang lebih tinggi. Susut bobot buah pisang cavendish disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah pisang cavendish akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.
13
Peningkatan susut bobot pisang cavendish setelah penyimpanan dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu 10°C selama 2 minggu penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 7 di bawah ini.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 7. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C) Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa buah pisang cavendish dengan perlakuan gas CO2 mengalami peningkatan susut bobot terkecil pada suhu penyimpanan 10°C yaitu sebesar 0.09% dan mampu mempertahankan mutu pisang cavendish selama 7 hari setelah penyimpanan. Pada suhu yang sama terlihat pisang tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap etilen memiliki nilai penyusutan bobot terbesar yaitu 0.17%. Namun perlakuan pemberian gas pada pisang cavendish tidak berpengaruh nyata terhadap penyusutan bobot buah pisang cavendish. Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap buah pisang cavendish adalah pemberian bahan penyerap etilen pada semua hari pengamatan. Hasil uji lanjut duncan Perlakuan pemberian KMnO4 2% lebih efektif mempertahankan susut bobot dibandingkan tanpa pemberian bahan penyerap etilen (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan pada suhu 10°C dan pemajangan pada suhu 15°C mampu menghambat laju respirasi dibandingkan pisang dengan penyimpanan pada suhu ruang (kontrol). Kemudian senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida. Susut bobot buah pisang cavendish disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah pisang akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi ini dapat ditekan dengan mengkombinasikan antara perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Hal ini sesuai dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan buah pisang cavendish dapat diperpanjang. Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan suhu 10°C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali.
14
C.
KEKERASAN
Kekerasan kulit buah merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu buah dan menandakan terjadinya penurunan mutu buah. Semakin keras buah, maka semakin rendah mutu buah tersebut dan menjadi tidak disukai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekerasan kulit buah pisang cavendish terus berkurang seiring dengan lamanya waktu penyimpanan yang menandakan semakin masaknya buah tersebut sedang menuju tercapainya waktu senesen. Purubahan tingkat kekerasan ini diduga dipengaruhi oleh turgor sel yang selalu berubah sejalan terjadinya pemasakan buah. Menurut Matto et al. (1989), perubahan tekanan turgor sel diakibatkan oleh perubahan komponen penyusun dinding sel yang terdiri dari pektin yang merupakan penyusun utama selulosa dan sedikit hemiselulosa.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 8. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C) Pisang cavendish dengan tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu yang sama yaitu penyimpanan dan pemajangan masing-masing suhu 10°C dan suhu 15°C menghasilkan penurunan kekerasan yang lebih besar bila dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan N2 dan CO2 pada suhu yang sama yaitu sebesar 24.25 mm/gram/10 detik. Perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 dengan bahan penyerap etilen memiliki nilai penurunan kekerasan yang lebih kecil yaitu sebesar 18.17 mm/gram/10 detik bila dibandingkan dengan gas N2 pada suhu yang sama selama 14 hari setelah perlakuan. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pendahuluan pemberian gas berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang cavendish pada semua hari pengamatan. Pada 0 HSP dan 4 HSP pemberian gas N2 lebih efektif mempertahankan kekerasan buah dibandingkan pemberian gas CO2 dan tanpa perlakuan gas. Kemudian pada 7 HSP pemberian gas CO2 lebih efektif mempertahankan kekerasan buah dibandingkan pemberian gas N2 dan tanpa perlakuan gas (Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan gas dapat menghambat laju respirasi dengan baik selama penyimpanan dibandingkan tanpa perlakuan gas. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi (Pantastico, 1986). Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat
15
daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Penurunan kekerasan ini juga disebabkan oleh adanya respirasi dan transpirasi. Pada proses respirasi akan mengakibatkan pecahnya karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, dengan adanya pemecahan karbohidrat ini maka akan menyebabkan pecahnya jaringan pada buah sehingga buah menjadi lunak. Proses respirasi ini menyebabkan kelanjutan pematangan pada buah. Pada saat itu terjadi degradasi hemiselulosa dan pektin dari dinding sel yang mengakibatkan perubahan kekerasan buah pisang. Sedangkan pada proses transpirasi akan terjadi penguapan air yang menyebabkan buah menjadi layu dan mengerut sehingga buah menjadi lunak. Hal ini terjadi karena sebagian air pada buah mengalami pengguapan sehingga ketegaran buah menjadi menurun.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 9. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C) Buah pisang cavendish yang disimpan tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan dengan gas N2 atau CO2. Pada hari ke-7 HSP buah pisang cavendish tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai kekerasan 28.67 mm/gram/10 detik sedangkan pisang dengan perlakuan pendahuluan gas N2 memiliki nilai kekerasan 21.13 mm/gram/10 detik dan pisang dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 memiliki nilai kekerasan 26.7 mm/gram/10 detik. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan kulit buah pisang cavendish pada 0 HSP. Perlakuan kombinasi pemberian gas N2 dan KMnO4 lebih efektif mempertahankan kekerasan kulit buah pisang cavendish (Lampiran 9). Perubahan senyawa karbohidrat pembentuk dinding sel yang terutama adalah pektin. Pada pematangan buah, jumlah asam pektat dan pektinat bertambah sedangkan jumlah pektin total berkurang (Meyer,1960). Perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa pektin akan mempengaruhi tekstur dan total padatan buah. Proses pematangan pisang dikarenakan laju respirasi yang tinggi pada suhu ruang sehingga laju metabolisme yang mengubah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawasenyawa sederhana di dalam sel menjadi lebih cepat. Perlakuan pendahuluan buah pisang cavendish pada suhu ruang tidak mampu memperlambat laju repirasi sehingga buah menjadi
16
cepat matang dengan tekstur yang melunak sehingga hanya mampu mempertahankan mutu pisang hanya sampai hari ke-7 setelah perlakuan.
D.
TOTAL PADATAN TERLARUT
Selama penyimpanan selain terjadi perubahan fisik juga terjadi perubahan kimia. Perubahan kimia tersebut terutama pada rasa manis buah yang ditunjukkan melalui padatan terlarut. Total padatan terlarut yang terdapat pada buah pisang cavendish selama penyimpanan cenderung meningkat. Pada Gambar 10 menunjukkan perubahan kandungan total padatan terlarut buah pisang cavendish setelah penyimpanan.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C) Pada grafik diatas terlihat pisang tanpa perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan memiliki peningkatan total padatan terlarut terbesar bila dibandingkan dengan pisang yang diberikan perlakuan pendahuluan. Pada hari ke-7 buah pisang tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu ruang memiliki nilai total padatan terlarut 20.75°Brix. Kemudian menurun pada penyimpanan hari ke-11 yaitu sebesar 18.75°Brix dan pada hari ke-14 total padatan terlarut mencapai 18°Brix. Penurunan total padatan terlarut ini diduga terjadi karena degradasi senyawa gula menjadi senyawa lain. Menurut Kays (1991), bahwa kecenderungan yang umum terjadi pada buah selama penyimpanan adalah terjadi kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul dengan penurunan. Hasil analisis varian menunjukkan perlakuan pemberian gas dan bahan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah pisang cavendish pada seluruh hari pengamatan (Lampiran 10). Buah yang masak akan mengalami perubahan rasa, yaitu masam menjadi manis. Hal tersebut karena selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat seperti pati menjadi gula. Menurut Matto et al. (1989), rasa manis disebabkan adanya peningkatan jumlah gula-gula sederhana dan berkurangnya senyawa fenolik. Gula merupakan komponen utama bahan padat terlarut. Semakin tinggi kandungan padatan terlarut total maka buah tersebut semakin manis.
17
Perubahan total padatan terlarut buah pisang cavendish dengan lama penyimpanan selama 2 minggu dapat dilihat pada Gambar 11.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 11. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C) Perlakuan kombinasi perlakuan pemberian gas dan bahan penyerap etilen memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah pisang cavendish pada 0 HSP. Perlakuan kombinasi pemberian KMnO4 dan pemberian gas N2 lebih efektif mempertahankan nilai total padatan terlarut buah pisang cavendish dibandingkan kombinasi perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan KMnO4 dan pemberian gas N2 dapat menghambat laju respirasi buah sehingga dapat mempertahankan kualitas buah hingga hari ke-7 setelah penyimpanan. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan pada 7 HSP perlakuan pemberian gas CO2 memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut buah pisang cavendish walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa gas (Lampiran 10). Buah pisang yang disimpan tanpa menggunakan perlakuan pendahuluan pada suhu penyimpanan 10°C memiliki penurunan persentase gula lebih cepat bila dibandingkan buah pisang cavendish yang diberikan perlakuan pendahuluan dengan gas N2 atau CO2 pada hari ke4 setelah penyimpanan. Hal ini terjadi karena lebih banyak tersedianya O2 di sekitar lingkungan penyimpanan yang mengakibatkan proses respirasi tidak dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian semakin banyak glukosa yang digunakan selama proses respirasi sehingga kandungan gula dalam buah lebih cepat menurun. Penurunan persentase total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu 10°C dapat ditekan karena pada suhu rendah laju respirasi dapat dihambat sehingga penggunaan gula untuk proses respirasi lebih sedikit. Pada penyimpanan suhu 10°C, buah pisang tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai total padatan terlarut pada hari pemajangan ke-0 yaitu sebesar 20°Brix. Kemudian hari ke-7 HSP yaitu sebesar 17.75°Brix. Hal ini dikarenakan buah pisang mulai melewati masa pemasakan dan aktivitas enzim menurun sehingga total padatan terlarut juga menurun. Pantastico (1993) menyatakan bahwa selama pemasakan, pati akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan sumber energi selama proses respirasi. Pada tahap ini sukrosa yang terbentuk akan pecah menjadi glukosa dan fruktosa. Sebagian glukosa digunakan dalam proses respirasi. Karbohidrat yang terkandung dalam buah pisang akan
18
terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya (Hobson dan Davies 1971). Sebagian besar total padatan terlarut berupa gula yang terdapat pada buah. Hal ini merupakan sifat khas buah dalam keadaan klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan oleh laju resprasi yang meningkat, sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat. Hal ini menyebabkan kandungan pati pisang cavendish menurun dan gula sederhana (sukrosa, gula dan fruktosa) terbentuk. Gula merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah yang menyenangkan melalui perimbangan antara gula dan asam (Pantastico, 1993).
E.
TINGKAT KERUSAKAN
Tingkat kerusakan buah pisang cavendish terbesar terdapat pada buah pisang dengan perlakuan pendahuluan gas N2 yaitu sebesar 39.5%. Kemudian CO2 memiliki nilai kerusakan terendah yaitu 14.75%. Pemberian gas berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah pisang cavendish pada 4 HSP. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan tanpa pemberian gas dinilai lebih efektif mempertahankan buah dari kerusakan dibandingkan perlakuan pemberian gas CO2 dan N2 (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bahan penyerap etilen tidak terlalu berpengaruh kepada mutu dari pisang cavendish selama penyimpanan. Namun perbedaan suhu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap mutu pisang cavendish dimana pisang tidak tahan disimpan pada suhu ruang lebih dari 7 hari karena pada suhu ruang laju respirasi menjadi lebih tinggi sehingga pematangan buah menjadi lebih cepat dan diikuti dengan kerusakan buah. Kerusakan buah pada suhu ruang diakibatkan tingginya laju respirasi dan transpirasi sehingga buah menjadi layu dan berkeriput serta banyak terdapat busuk pada bagian ujung buah akibat kekurangan nutrisi yang berlebihan. Tingkat kerusakan buah pisang cavendish setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 12. Grafik Perubahan Kerusakan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)
19
Kemudian pada 0 HSP kombinasi perlakuan pemberian gas dan bahan penyerap etilen berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah pisang cavendish. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan kombinasi pemberian gas CO2 dan tanpa KMnO4 lebih efektif dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gas CO2 dapat menghambat laju respirasi buah pisang cavendish. CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Perubahan tingkat kerusakan buah pisang cavendish pada lama penyimpanan 2 minggu dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini.
NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4); Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap) Gambar 13. Grafik Perubahan Kerusakan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C) Perlakuan pemberian gas berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah pisang cavendish. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pemberian gas CO2 lebih efektif menjaga buah pisang dari kerusakan dibandingkan perlakuan tanpa gas dan N2 pada 0 HSP dan 4 HSP (Lampiran 11). Namun, kerusakan tetap terjadi dan disebabkan oleh faktor suhu dan fisiologis buah. Kerusakan tersebut seperti adanya cacat, bercak-bercak hitam pada permukaan buah, penyimpangan warna dibagian dalam atau gagal matang. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gas CO2 dapat menghambat laju respirasi buah pisang cavendish. CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004). Kemudian hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pemberian bahan penyerap etilen berpengaruh nyata terhadapa kerusakan buah pisang cavendish pada 0 HSP (Lampiran 11). Hal ini dikarenakan senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa meruapakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida. Tingkat kerusakan pada buah pisang selama penyimpanan 2 minggu terbesar yaitu 89% terjadi pada pisang yang tanpa perlakuan gas dengan bahan penyerap etilen. Dan tingkat kerusakan yang terkecil terlihat pada pisang perlakuan gas N2 dengan bahan penyerap etilen yaitu sebesar 50 %. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor respirasi.
20
F.
PEMBAHASAN UMUM
Buah pisang cavendish setelah dipanen akan tetap melangsungkan proses metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia. Perlakuan pendahuluan yang diberikan pada buah pisang cavendish bertujuan untuk mempertahankan sifat fisik dan kimia dari buah pisang agar tetap terjaga kesegarannya sampai pada konsumen akhir. Salah satu perlakuan pendahuluan yang diberikan adalah dengan memberikan gas N 2 atau pun gas CO2 ke dalam kemasan plastik yang berisi buah pisang cavendish dan pemberian bahan penyerap etilen. Kondisi tersebut diharapkan membuat komoditi menjadi dorman. Pada kondisi ini respirasi akan terhambat sehingga mutu dari buah pisang cavendish dapat dipertahankan. Perubahan susut bobot terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama buah pisang cavendish disimpan maka bobot pisang cavendish semakin berkurang. Meningkatnya susut bobot ini sebagian besar disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa menjadi CO2 dan H2O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Gas yang dihasilkan akan menguap dan menyebabkan susut bobot. Menurut Pantastico (1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi. Pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang mengakibatkan susut bobot. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah pisang cavendish akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawasenyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi juga mempengaruhi perubahan warna pada buah pisang cavendish dari hijau menjadi kuning bahkan berubah menjadi berwarna cokelat dan kehitaman bila sudah tua. Perubahan warna merupakan petunjuk bagi konsumen untuk menentukan kematangan buah. Untuk kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Terdapat dua jenis pigmen pada kulit buah pisang yaitu klorofil dan karotenoid. Perubahan warna hijau ke kuning dalam buah ditandai dengan hilangnya klorofil dan munculnya zat warna karotenoid (Pantastico et al, 1989). Peningkatan susut bobot menyebabkan menurunnya kekerasan buah. Hal ini membuktikan bahwa gas CO2 dan N2 berperan baik menahan laju perubahan fisiologis akibat pematangan pada buah pisang selama penyimpanan. Perubahan senyawa karbohidrat pembentuk dinding sel yang terutama adalah pektin. Pada pematangan buah, jumlah asam pektat dan pektinat bertambah sedangkan jumlah pektin total berkurang (Meyer,1960). Perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa pektin akan mempengaruhi tekstur dan total padatan buah. Salah satu perubahan kimia yang terjadi selama penyimpanan pisang adalah perubahan total padatan terlarut. Sebagian besar total padatan terlarut yang terdapat pada buah berupa gula. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa pada awal penyimpanan terdapat kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul dengan penurunan. Hal ini merupakan sifat khas dari buah klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan oleh laju respirasi yang meningkat sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti polisakarida. Hal ini menyebabkan kandungan pati pisang cavendish menurun dan gula sederhana terbentuk. Hobson dan Davies (1971), karbohidrat yang terkandung dalam buah pisang akan terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya.
21
Kerusakan akibat mikroorganisme merupakan persoalan besar dalam penanganan pasca panen produk hortikultura yang dapat memperpendek umur simpan dari komoditi tersebut. Secara umum umur simpan dapat diartikan sebagai rentang waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi hingga saat mulai digunakan dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.
22
V. KESIMPULAN
A. KESIMPULAN Pisang cavendish yang disimpan pada suhu 10°C mengalami penurunan mutu yang lebih lambat dibandingkan pada suhu ruang, sedangkan secara umum pisang cavendish yang diberikan perlakuan pendahuluan gas N2 atau CO2 lebih kecil penurunan mutunya dibandingkan dengan pisang yang tanpa perlakuan pendahuluan. Perlakuan pemberian gas CO2 berpengaruh nyata terhadap indeks warna kulit buah dengan skor 6-7, kekerasan yaitu 3.3318.71 mm/gram/10 detik, total padatan terlarut yaitu 8 °Brix, dan kerusakan sebesar 15.75%. Sedangkan perlakuan pemberian gas N2 berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang cavendish. Kemudian penggunanaan kombinasi perlakuan bahan penyerap etilen KMnO4 dan N2 juga memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan susut bobot yaitu 0.1%, kerusakan 23.67%, total padatan terlarut 17.70 °Brix, dan kekerasan buah pisang Cavendish yaitu 8.23 %. Suhu terbaik untuk penyimpanan yaitu 10°C. Hal ini terlihat dari nilai skor perubahan warna, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, dan tingkat kerusakan yang rendah yang merupakan parameter penurunan mutu dari buah pisang dimana buah pisang dapat bertahan selama 7 hari pemajangan setelah penyimpanan. Jelas terlihat pengaruhnya jika dibandingkan pada suhu ruang yang hanya dapat mempertahankan mutu buah pisang cavendish hanya selama 7 hari pada saat penyimpanan.
B. SARAN Penelitian lebih lanjut disarankan untuk melihat umur panen buah pisang cavendish yang tepat yaitu berwarna hijau mulai kuning pada perlakuan gas untuk didormankan sehingga mendapatkan mutu pisang cavendish yang lebih baik dan diperoleh umur simpan yang lebih lama.
23
DAFTAR PUSTAKA BPPT. 2000. Budidaya Pertanian Pisang. BPPT-press, Jakarta. Burg, PS. 2004. Postharvest Physiology and Hypobaric Storage of Fresh Produce. CABI Publishing, London. Chace W, Er.B Pantastico. 1986. Asas-Asas Pengangkutan dan Operasi Pengangkutan Komersial. Dalam Er. B. Pantastico (ed). Fisilogi Pascapanen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika terjemahan. Gadjah Mada University, Yogyakarta. Diennazola, R. 2008. Pengaruh Sekat Dalam Kemasan terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Pisang Raja Bulu. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 49 hal. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Dumadi, S. R. 2001. Penggunaan Kombinasi Adsorban untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Pisang Cavendish. BPPT, Jakarta. Farber JM and Dodds KL. 1995. Principle of Modified Atmosphere and Sousvide Product Packaging. Technomic Publishing Company Inc. Pennsylvania USA. Hardenberg, R. E. 1986. Dasar-Dasar Pengemasan. Di dalam Pantastico (Ed.). Fisiologi Pasca Panen; Penanganan Hulme, A.C. 1981. The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2, Academic Press London and New York. Kays, S. 1991. Postharvest Phisiology of Perishable Plant Product. AVI Book. New York. 532 p. Matto, A.k., Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata dan C. Phan. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran tropika dan Subtropika. UGM Press. Yogyakarta. Meyer. 1960. Food Chemistry. The AVI Publishing Co. Westport, Connecticut. Mikasari, W. 2004. Kajian Penyimpanan dan Pematangan Buah Pisang Raja dengan Metoden Pentahapan Suhu. Tesis. IPB. Bogor. 110 hal. Muchtadi, D. 1992. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Pantastico, E. R. B. 1975. Post Harvest Technology Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruits and Vegetables. The AVI Publishing Co. Westport, conn Pantastico, E. R. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Terjemahan. Penerbit Universsitas Gajah Mada. Yogyakarta.Connecticut. . 1986. Fisiologi Pasca Panen. Terjemahan. Penerbit Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.Connecticut.
24
. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Paul, P.C. and H. P. Halen. 1981. Fruit Theory and Application, John Willey and Sons Inc. Co.,New York Phan,C.T., E.B. Pantastico, K.Ogata dan K. Chachin. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam Pantastico, E. B. Fisiologi Pasca Panen, Penangan, dan Pemanfaatan BuahBuahan dan Sayur-Sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Purwadaria, H. K. 1997. Peranan Teknik Pertanian dalam Penanganan Pasca Panen Hasil Holtikultura. Orasi Ilmiah. IPB, Bogor. Rhodes, M.J.C. 1970. The Climacteric and Ripening of Fruit. In A.C. Hulme ed. The Biochemistry of Their Product. Vol 1. Academic Press, London and New York. Rodinah. 2005. Kultur jaringan beberapa kultivar buah pisang (Musa paradisiacal L.) dengan pemberian campuran hormon NAA dan kinetin. Bioscientiae 2: 23-36. Roosmani. A. B. 1975. Percobaan Pendahuluan Terhadap Buah-buahan dan Sayuran Indonesia. Buletin Penelitian Hortikultura LPH Pasar Minggu. Jakarta 3 (2):17-21. Ryall, A. L. Dan W. A. Lipton. 1982. Handling, Transportation and Storage of Fruits and Vegetables. AVI Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. Saharow dan Griffin. 1970. Food Packaging. The AVI Publishing Co. Westport, Connecticut. Saharow, S., B. A., M. A., Roger C. Griffin Jr., B. S., M. S. 1980. Principle of Food Packaging. AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Satuhu, S. dan Supriyadi, 2000. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, Jakarta. Stover, R.H. and N.W. Simmons. 1987. Bananas 3rd, Longmans Group, U.K. Ltd. Singapura. Tranggono, Sutardi. 1989. Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan-Gizi, UGM, Yogyakarta. Triyanto, H. S. 1991. Karton Gelombang dari Kotak Karton Gelombang (Sifat-sifat dan Spesifikasinya). Makalah Seminar Kotak Karton Gelombang. Surabaya. Ulrich, R. 1989. Pertimbangan Fisiologis dan Praktis. Di dalam E. B. Pantastico. Fisiologi Pasca Panen. UGM Press, Yogyakarta. Yulianti dan Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi pertanianFakultas Pertanian USU, Sumatera Utara.
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 1. Prosedur Analisis 1.
Susut Bobot Susut bobot dihitung sebagai selisih antara bobot awal dengan bobot setelah disimpan. Susut bobot dihitung dengan rumus Susut bobot =
a–b
x 100%
a a : bobot awal bahan
b : bobot bahan setelah disimpan
2.
Persen Kerusakan Persen kerusakan diamati secara visual berdasarkan penampakan fisik yang terlihat dari hari ke hari. Bagian pisang cavendish yang dikategorikan rusak disisihkan dari yang masih baik, kemudian bagian yang rusak dan bagian yang masih baik masing-masing didiukur luasnya. Persen kerusakan dihitung sebagai berikut : Persen Kerusakan =
luas permukaan rusak
x 100%
luas permukaan total
3.
Indeks Skala Warna Kulit Indeks skala warna kulit buah pisang secara umum sama. Derajat kekuningan kulit buah tersebut dinilai dengan angka 1 sampai 8 di bawah ini.
Skor Warna
Warna Kulit Buah
1
Hijau
2
Hijau Mulai Kuning Hijau lebih banyak dari Kuning Kuning lebih banyak dari Hijau Kuning lebih banyak namun ujung buah masih hijau Seluruhnya kuning
3 4 5 6 7
Kuning coklat
sedikit
bintik
8
Kuning dengan banyak bintik coklat
27
4.
Kekerasan (Apriyantono et al., 1989) Pengukuran kekerasan menggunakan penetrometer tanpa beban. Pengukuran ini menggunakan jarum selama 10 detik. Pengukuran dilakukan tiga kali pengulangan pada titik yang berbeda untuk setiap perlakuan dan dihitung rata-ratanya. Pengukuran tidak dilakukan pada bagian tudung karena tidak terbaca oleh alat.
5.
Total padatan terlarut Bahan yang digunakan dilumatkan tanpa pengenceran, kemudian bahan yang telah dilumatkan disaring sehingga didapatkan cairan bahan. Cairan bahan diteteskan pada Pocket Refractometer sehingga total padatan terlarut dapat Pocket Refractometer diukur.
28
Lampiran 2. Data Indeks Skala Warna Pisang Penyimpanan 1 & 2 Minggu B
h7
KMnO4
h11
h14
h7
Tanpa KMnO4
h11
h14
B
h18
h21
h14
Tanpa KMnO4
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
4
5
4.5
2
4
5
5.5
rata-rata
4
5
5
1
7
6
8
2
6
8
7
rata-rata
6.5
7
7.5
1
7
8
7
2
8
8
8
rata-rata
7.5
8
7.5
1
4
5
5
2
6
5
5
rata-rata
5
5
5
1
7
7
7
2
7
8
8
rata-rata
7
7.5
7.5
1
7
8
8
2
8
9
8
rata-rata
7.5
8.5
8 a
c
h14
KMnO4
a
c
h18
h21
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
7
7
8
2
6
6
7
rata-rata
6.5
6.5
7.5
1
8
7
8
2
8
6
9
rata-rata
8
6.5
8.5
1
8
8
8.5
2
9
8
8.5
rata-rata
8.5
8
8.5
1
7
7
8
2
6
7
7
rata-rata
6.5
7
7.5
1
7
7
8
2
7
7
8
rata-rata
7
7
8
1
7
8
8
2
8
8
9
rata-rata
7.5
8
8.5
29
Lampiran 3. Data Susut Bobot Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu B
h7
KMnO4
h11
h14
h7
Tanpa KMnO4
h11
h14
b
h18
h21
h14
Tanpa KMnO4
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
0.005
0.011
0.009
2
0.011
0.015
0.009
rata-rata
0.008
0.013
0.009
1
0.003
0.002
0.003
2
0.003
0.006
0.005
rata-rata
0.003
0.004
0.004
1
0.055
0.088
0.08
2
0.103
0.082
0.096
rata-rata
0.079
0.085
0.088
1
0.007
0.012
0.009
2
0.011
0.018
0.009
rata-rata
0.009
0.015
0.009
1
0.003
0.007
0.0045
2
0.005
0.005
0.0055
rata-rata
0.004
0.006
0.005
1
0.123
0.08
0.05
2
0.079
0.1
0.11
rata-rata
0.101
0.09
0.08
a
c
h14
KMnO4
a
c
h18
h21
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
0.12
0.077
0.11
2
0.1
0.089
0.114
rata-rata
0.11
0.083
0.112
1
0.121
0.078
0.132
2
0.101
0.088
0.09
rata-rata
0.111
0.083
0.111
1
0.111
0.08
0.13
2
0.113
0.1
0.11
rata-rata
0.112
0.09
0.12
1
0.112
0.132
0.156
2
0.124
0.126
0.116
rata-rata
0.118
0.129
0.136
1
0.121
0.12
0.132
2
0.155
0.14
0.184
rata-rata
0.138
0.13
0.158
1
0.13
0.11
0.15
2
0.17
0.15
0.19
rata-rata
0.15
0.13
0.17
30
Lampiran 4. Data Kekerasan Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu B
h7
KMnO4
h11
h14
h7
Tanpa KMnO4
h11
h14
b
h18
h21
h14
Tanpa KMnO4
ulangan
N2
CO2
1
2.666
3.21
4
2
2.9
3.824
5.334
rata-rata
2.783
3.517
4.667
1
21.012
16.92
25
2
20.654
17.614
27.066
rata-rata
20.833
17.267
26.033
1
21.867
17.555
22.232
h18
h21
tanpa gas
2
23.699
18.779
24.568
rata-rata
22.783
18.167
23.4
1
2.54
3.33
3.002
2
2.894
2.97
4.064
rata-rata
2.717
3.15
3.533
1
16.555
20.2
21.676
2
18.845
22.166
19.39
rata-rata
17.7
21.183
20.533
1
19.98
18.972
22.22
2
20.754
19.528
26.28
rata-rata
20.367
19.25
24.25
a
c
h14
KMnO4
A
c
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
7.432
20.23
22.898
2
9.034
20.77
24.302
rata-rata
8.233
20.5
23.6
1
26.43
26.543
27.32
2
27.77
21.591
29.08
rata-rata
27.1
24.067
28.2
1
27
23.43
25.433
2
30.266
28.036
31.833
rata-rata
28.633
25.733
28.633
1
24.43
20.32
27.43
2
27.304
19.146
25.704
rata-rata
25.867
19.733
26.567
1
22.21
20.11
28.32
2
24.19
25.556
22.914
rata-rata
23.2
22.833
25.617
1
22.22
25.432
27.322
2
20.046
27.968
30.012
rata-rata
21.133
26.7
28.667
31
Lampiran 5. Data TPT Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu B
h7
KMnO4
h11
h14
h7
Tanpa KMnO4
h11
h14
b
h18
h21
h14
Tanpa KMnO4
ulangan
N2
CO2
1
21
19
21
2
20
19.5
20.5
rata-rata
20.5
19.25
20.75
1
21
20
21
2
22
21
16.5
rata-rata
21.5
20.5
18.75
1
21
19
17
h18
h21
tanpa gas
2
19.5
18.5
19
rata-rata
20.25
18.75
18
1
21
20
21
2
20
19.5
20
rata-rata
20.5
19.75
20.5
1
20
21
22
2
20.5
22
19
rata-rata
20.25
21.5
20.5
1
20
21.5
18.5
2
18
18.5
21.5
rata-rata
19
20
20 a
c
h14
KMnO4
a
c
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
18
18
21
2
17.4
19
19.5
rata-rata
17.7
18.5
20.25
1
18
18
17
2
17
17.4
18.5
rata-rata
17.5
17.7
17.75
1
21
18
17.5
2
20
17
18.5
rata-rata
20.5
17.5
18
1
21
20
20
2
20
19.5
18
rata-rata
20.5
19.75
19
1
19
18
19
2
17
19
18.5
rata-rata
18
18.5
18.75
1
20
19
18
2
18.5
18.5
17.5
rata-rata
19.25
18.75
17.75
32
Lampiran 6. Data Tingkat Kerusakan Penyimpanan Pisang Selama 1 & 2 Minggu b
h7
KMnO4
h11
h14
h7
Tanpa KMnO4
h11
h14
b
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
0
0
0
2
0
0
0
rata-rata
0
0
0
1
15
17
9
2
17
11
4
rata-rata
16
14
6.5
1
25
39
20
2
29
31
15
rata-rata
27
35
17.5
1
0
0
0
2
0
0
0
rata-rata
0
0
0
1
30
17
6
2
37
9
4
rata-rata
33.5
13
5
1
40
18
39
2
39
11.5
25
rata-rata
39.5
14.75
32
a
c
h14
KMnO4
A
c
h18
ulangan
N2
CO2
tanpa gas
1
20
13
38
2
25
12
34
rata-rata
22.5
12.5
36
1
80
60
85
2
73
45
93
rata-rata
76.5
52.5
89
rata-rata
--
--
--
1
50
23
60
2
44
15
46
rata-rata
47
19
53
1
45
60
63
2
55
53
53
rata-rata
50
56.5
58
--
--
--
1 h21
h14
Tanpa KMnO4
h18
2
1 h21
2 rata-rata
33
Lampiran 7. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Skala Indeks Warna Indeks warna penyimpanan 1 minggu
HSP
Source
DF
Type I SS
f1
H7
H11
H14
1
f2
2
Mean Square
0.33333333 0.66666667
F Value
0.33333333 0.33333333
Pr > F
0.80 0.80
0.4921 (tn)
f1*f2
2
0.66666667
0.33333333
f1
1
0.33333333
0.33333333
0.50
0.5060 (tn)
0.58333333
0.87
0.4640 (tn)
f2
2
1.16666667
0.80
0.4055 (tn)
0.4921 (tn)
f1*f2
2
0.16666667
0.08333333
0.13
0.8847 (tn)
f1
1
0.33333333
0.33333333
1.00
0.3559 (tn)
f2
2
1.16666667
0.58333333
1.75
0.2519 (tn)
0.08333333
0.25
f1*f2
2
0.16666667
0.7865 (tn)
Indeks warna penyimpanan 2 minggu
HSP H14
H18
H21
Source
DF
Type I SS
Mean Square F Value
f1
1
0.08333333
0.08333333
0.20
f2
2
2.16666667
1.08333333
2.60
Pr > F 0.6704 (tn) 0.1537 (tn)
f1*f2
2
0.16666667
0.08333333
0.20
0.8240 (tn)
f1
1
0.33333333
0.33333333
2.00
0.2070 (tn)
f2
2
4.50000000
2.25000000
f1*f2
2
1.16666667
0.58333333
f1
1
0.15000000
0.15000000
f2
2
0.75000000
f1*f2
1
0.37500000
0.50000000
0.50000000
13.50 3.50 0.50 1.25 1.67
0.0060 (*) 0.0983 (tn) 0.5111 (tn) 0.3629 (tn) 0.2532 (tn)
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H18 Duncan Grouping
Mean
N
f2
A
8.2500
4
tanpa_ga
B
7.5000
4
n2
C
6.7500
4
co2
Keterangan : HSP : Hari Setelah Perlakuan (tn) : tidak berbeda nyata tukey taraf 5 % (*) : berbeda nyata tukey taraf 5 %
34
Lampiran 8. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Susut Bobot Susut bobot penyimpanan 1 minggu
HSP H7
H11
H14
Source
DF
Type I SS
Mean Square
f1
1
0.00000300
0.00000300
f2
2
0.00007400
0.00003700
F Value Pr > F 0.35 4.27
0.5778 (tn) 0.0703 (tn)
f1*f2
2
0.00000200
0.00000100
0.12
0.8930 (tn)
f1
1
5.3333333E-6
5.3333333E-6
2.21
0.1879 (tn)
f2
2
4.6666667E-6 2.3333333E-6
0.97 0.14
f1*f2
2
6.6666667E-7
f1
1
0.00012033
f2
2
0.00007267
f1*f2
2
3.3333333E-7 0.00012033
0.00045267
0.4330 (tn) 0.8738 (tn)
0.17
0.6951 (tn)
0.00003633
0.05
0.9506 (tn)
0.00022633
0.32
0.7389 (tn)
Susut bobot penyimpanan 2 minggu
HSP H14
H18
Source
DF
Type III SS
f1
1
0.00202800
f2
2
0.00065067
0.00202800 0.00032533
F Value 10.40 1.67
Pr > F 0.0180 (*) 0.2654 (tn)
f1*f2
2
0.00072800
0.00036400
1.87
0.2342 (tn)
f1
1
0.00488033
0.00488033
8.98
0.0241 (*)
f2
2
0.00161067
0.00080533
1.48
0.3000 (tn)
2 1
0.00026667 0.00546133
0.00013333 0.00546133
0.25 11.69
0.7900 (tn) 0.0141
2
0.00248267
2.66
0.1491 (tn)
0.09
0.9165 (tn)
f1*f2 f1 BB39
H21
Mean Square
f2 f1*f2
2
0.00124133
0.00008267
0.00004133
uji lanjut f1 (pemberian bahan penjerap etilen) pada H14 Duncan Grouping
Mean
N
f1
A
0.127667
6
tanpa_km
B
0.101667
6
kmn04
uji lanjut f1 (pemberian bahan penjerap etilen) pada H18 Duncan Grouping
Mean
N
f1
A
0.127667
6
tanpa_km
B
0.101667
6
kmn04
uji lanjut f1 (pemberian bahan penjerap etilen) pada H21 Duncan Grouping
Mean
N
f1
A
0.15000
6
tanpa_km
B
0.10733
6
kmn04
Keterangan : HSP : Hari Setelah Perlakuan (tn) : tidak berbeda nyata tukey taraf 5 % (*) : berbeda nyata tukey taraf 5 %
35
Lampiran 9. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kekerasan Kekerasan penyimpanan 1 minggu
HSP
Source
DF
Type I SS
f1
H7
H11
H14
1
f2
2
Mean Square F Value
0.81849633 3.66732600
0.81849633 1.83366300
f1*f2
2
0.60650467
0.30325233
f1
1
7.41669633
7.41669633
Pr > F
2.73
0.1494 (tn)
6.12
0.0356 (*)
1.01
0.4179 (tn)
4.63
0.0749 (tn)
f2
2
43.46847800
21.73423900
13.57
0.0059 (*)
f1*f2
2
47.98404867
23.99202433
14.98
0.0046 (*)
f1
1
0.07776300
0.07776300
0.03
0.8604 (tn)
52.61052600
26.30526300
11.39
0.0091 (*)
f2
2
f1*f2
2
7.65468200
3 .82734100
1.66
0.2672 (tn)
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H7 Duncan Grouping
Mean A B
A
B
N
f2
4.1000
4
tanpa_ga
3.3335
4
co2
2.7500
4
n2
Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H11 Duncan Grouping
Mean
A
N
perlak
26.033
B
2
21.183
2
ktg tkc
C
B
20.833
2
kn
C
B
20.533
2
tktg
C
B D
18.845
1
tjn
2
kc
1
tkn
C
D
17.267
D
16.555
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H11 Duncan Grouping
Mean A B
N
f2
4.1000
A
B
4
tanpa_ga
3.3335
4
co2
2.7500
4
n2
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H14 Duncan Grouping
Mean A
N
f2
23.825
4
tanpa_ga
A
21.575
4
n2
B
18.709
4
co2
36
Kekerasan penyimpanan 2 minggu
HSP
Source f1
DF 1
Type III SS Mean Square F Value Pr > F 131.1291853 131.1291853 90.19
<.0001
(tn)
H14
H18
H21
f2
2
131.4821780
65.7410890
45.22
0.0002 (tn)
f1*f2
2
189.2201487
94.6100743
65.07
<.0001 (*)
f1
1
19.85069633
19.85069633
2.58
0.1591 (tn)
f2
2
23.92472600
11.96236300
1.56
0.2854 (tn)
f1*f2
2
3.55394867
1.77697433
0.23
0.8003 (tn)
f1
1
14.07900033
f2
2
29.18724467
14.59362233
1.92
0.2268 (tn)
f1*f2
2
43.10724467
21.55362233
2.83
0.1359 (tn)
14.07900033
1.85
0.2225 (tn)
Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H 14 Duncan Grouping
Mean
B
N
perlak
A
27.304
1
tjn
A
26.567
2
tktg
24.430
1
tkn
A
B
23.600
2
ktg
C
20.500
2
kc
C
19.733
2
tkc
D
8.233
2
kn
Keterangan : HSP : Hari Setelah Perlakuan (tn) : tidak berbeda nyata tukey taraf 5 % (*) : berbeda nyata tukey taraf 5 %
37
Lampiran 10. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan TPT TPT penyimpanan 1 minggu
HSP H7
H11
H14
Source
DF
Type I SS
f1
1
f2
2
Mean Square F Value
0.02083333
0.02083333
3.04166667
1.52083333
f1*f2
2
0.29166667
0.14583333
f1
1
1.33333333
1.33333333
f2
2
0.79166667
0.39583333
f1*f2
2
5.79166667
2.89583333
f1
1
1.33333333
1.33333333
f2
2
f1*f2
0.79166667
2
0.39583333
5.79166667
Pr > F
0.07
0.8049 (tn)
4.87
0.0555 (tn)
0.47
0.6481 (tn)
0.56
0.4820 (tn)
0.17
0.8503 (tn)
1.22
0.3595 (tn)
0.56
0.4820 (tn)
0.17
2.89583333
0.8503 (tn)
1.22
0.3595 (tn)
TPT penyimpanan 2 minggu
HSP H14
H18
H21
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
f1
1
2.61333333
2.61333333
f2
2
0.70166667
0.35083333
f1*f2
2
8.35166667
4.17583333
5.66
0.0416 (*)
f1
1
1.76333333
1.76333333
2.39
0.1732 (tn)
f2
2
0.52666667
0.26333333
f1*f2
2
0.12666667
0.06333333
0.09
0.9189 (tn)
f1
1
0.02083333
0.02083333
0.04
0.8417 (tn)
f2
2
9.50000000
4.75000000
f1*f2
2
3.16666667
1.58333333
3.54 0.48
0.36
9.91 3.30
0.1089 (tn) 0.6433 (tn)
0.7139 (tn)
0.0125 (*) 0.1078 (tn)
Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H14 Duncan Grouping
Mean A
N
perlak
21.000
1
tkn
B
A
20.250
2
ktg
B
A
20.000
1
tjn
B
A
19.750
2
tkc
B
A
19.000
2
tktg
B
A
18.500
2
kc
17.700
2
kn
B
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H21 Duncan Grouping
Mean
N
f2
A
19.8750
4
n2
B
18.1250
4
co2
B
17.8750
4
tanpa_gas
Keterangan : HSP : Hari Setelah Perlakuan (tn) : tidak berbeda nyata tukey taraf 5 % (*) : berbeda nyata tukey taraf 5 %
38
Lampiran 11. Hasil Analisa Ragam dan Uji Lanjut Duncan Kerusakan Kerusakan penyimpanan 1 minggu
HSP
Source
H11
H14
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
f1
1
75.0000000
75.0000000
4.95
f2
2
730.1666667
365.0833333
24.07
Pr > F 0.0678 (tn) 0.0014 (*)
f1*f2
2
234.5000000 117.2500000
7.73
0.0219 (*)
f1
1
88.6090909
88.6090909
2.93
0.1474 (tn)
f2
2
148.1750000
74.0875000
2.45
0.1810 (tn)
233.5625000
7.73
0.0295 (*)
f1*f2
2
467.1250000
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H11 Duncan Grouping
Mean
N
perlak
A
24.750
4
n2
B
13.500
4
co2
C
5.750
4
tanpa_ga
Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H11 Duncan Grouping
Mean
N
perlak
A
37.000
1
tjn
A
30.000
1
tkn
B
16.000
2
kn
B
14.000
2
kc
B
13.000
2
tkc
B
6.500
2
ktg
B
5.000
2
tktg
Uji lanjut perlakuan f1*f2 (pemberian gas dan bahan penjerap) pada H14 Duncan Grouping
Mean
N
perlak
A
40.000
1
tkn
A
39.000
1
tjn
B
A
35.000
2
kc
B
A C
32.000
2
tktg
B
A C
27.000
2
kn
17.500
2
ktg
B
C C
14.750
2
tkc
Kerusakan penyimpanan 2 minggu
HSP H14
H18
Source
DF
Type I SS
Mean Square F Value
Pr > F
f1
1
768.000000
768.000000
27.27
0.0020 (*)
f2
2
1710.166667
855.083333
30.36
0.0007 (*)
2.90
f1*f2
2
163.500000
81.750000
f1
1
954.0833333
954.0833333
19.50
f2
2
723.5000000
361.7500000
7.40
f1*f2
2
725.1666667
362.5833333
7.41
0.1313 (tn) 0.0045 (*) 0.0240 (*) 0.0239 (*)
39
Uji lanjut perlakuan f1 (pemberian bahan penjerap) pada H14 Duncan Grouping
Mean
N
f1
A
39.667
6
tanpa_km
B
23.667
6
kmn04
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H14 Duncan Grouping
Mean
N
f2
A
44.500
4
tanpa_ga
B
34.750
4
n2
C
15.750
4
co2
Uji lanjut perlakuan f1 (pemberian bahan penjerap) pada H18 Duncan Grouping
Mean
N
f1
A
72.667
6
kmn04
B
54.833
6
tanpa_km
Uji lanjut perlakuan f2 (pemberian gas) pada H18 Duncan Grouping
Mean A B B
A
N
f2
73.500
4
tanpa_ga
63.250
4
n2
54.500
4
co2
Keterangan : HSP : Hari Setelah Perlakuan (tn) : tidak berbeda nyata tukey taraf 5 % (*) : berbeda nyata tukey taraf 5 %
40