Kegiatan Pembelajaran 2
Perkembangan Seni Rupa Nusantara Sejak dahulu telah terjadi saling pengaruh-mempengaruhi dalam kebudayaan antara suatu bangsa (termasuk Nusantara) dengan bangsa lain. Bentuk kebudayaan Nusantara sekarang merupakan hasil perkembangan selama berabadabad, dan dalam perkembangan tersebut sejumlah kebudayaan luar misalnya Cina, Hindu, Islam dan Barat telah turut memberikan andil bagi terbentuknya kebudayaan/kesenian Nusantara ini. Percampuran kebudayaan suata bangsa dengan kebudayaan bangsa pendatang disebut akulturasi. Dalam proses akulturasi, peranan kebudayaan asli lebih kuat dibandingkan dengan kebudayaan luar yang datang. Bangsa Eropa yang modern dan maju pun tidak luput dari pengaruh bangsa lain sebelumnya, contohnya Bangsa Yunani Kuno, Romawi Kuno, Mesir Kuno, Arab dll. Dalam uraian sekarang akan diutarakan pengaruh-pengaruh seni rupa mancanagara, terutama gaya dan temanya yang mempengaruhi karya seni rupa di Nusantara. Secara umum perkembangan seni rupa Nusantara dibagi dalam 4 periode sebagai berikut: A. Periode Prasejarah, Periode prasejarah adalah periode dimana unsur-unsur atau pengaruh kebudayaan Hindu/Buddha, Islam dan Barat belum sampai di kepulauan Nusantara. Zaman ini memiliki ciri budaya yang paling tua dan murni. Bendabenda bersejarah (yang kemudian diketegorikan sebagai karya seni rupa) pada periode ini tidak jauh berbeda dengan bentuk karya seni rupa dari kebudayaan prasejarah dibelahan dunia lainnya. Karya seni rupa yang dihasilkan pada periode ini adalah Lukisan, Bangunan Megalit, Seni patung/arca dan Seni kriya. Pola kehidupan dan sistem kepercayaan masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya seni yang dihasilkannya. Benda-benda prasejarah yang kemudian dikategorikan sebagai karya seni ini umumnya
2.1
memiliki nilai magis atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap kekuatan tertentu yang ada diluar manusia. (animisme dan dinamisme). Semakin unik atau besar ukurannya semakin besar pula daya magis yang dimilikinya. Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa prasejarah ini dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Seni Lukis b. Bangunan Megalitik c. Seni Patung/Arca d. Seni Kriya
Patung prasejarah berasal dari Batu Gajah Sumatra Selatan
Replika seni rupa prasejarah, arca menhir ”Tadu Lako” dari Lembah Besoa, Kecamatan Poso
2.2
Karya seni lukis gua zaman prasejarah di Indonesia dengan objek motif tangan manusia Di Gua Abba, Darembang, Irian Jaya
Karya seni lukis gua zaman prasejarah di Indonesia dengan objek motif manusia dan perahu erletak di Risatot, Pulau Arguni, Teluk MacCluer, Irian Jaya.
2.3
Seni Bangunan Prasejarah ”Punden Berundak”
Bangunan megalit ”Dolmen”
Nekara (kiri) dan moko (kanan) merupakan seni kriya zaman prasejarah
2.4
B. Periode Hindu - Buddha Periode Hindu-Buddha pada perkembangan seni rupa di Nusantara sering pula disebut sebagai era seni rupa Klasik. Pengaruh yang datang berangsur-angsur dari Persia, Cina dan India secara perlahan diadaptasi oleh masyarakat di kepulauan Nusantara. Secara positif sekitar abad V dapat dikatakan kebudayaan India telah masuk dan berasimilasi dengan kebudayaan Nusantara. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Buddha ini pengaruhnya meluas diseluruh kepulauan Nusantara kecuali di sebagian wilayah Indonesia Timur. Periode ini berlangsung antara abad V hingga abad XV Masehi. Benda-benda yang dukategorikan karya seni rupa peninggalan dari zaman ini diantaranya seni arsitektur, seni patung/arca, seni relief dan benda-banda kriya. Seni Arsitektur mendominasi karya seni rupa penninggalan zaman ini terutama bangunan-bangunan sakral seperti candi. Baberapa diantaranya sangat terkenal seperti candi Prambanan dan Borobudur di Jawa Tengah. Candi borobudur bahkan menjadi salah satu dari “Tujuh Keajaiban Dunia”. Seperti halnya zaman presejarah, pola kehidupan dan sistem kepercayaan masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya seni yang dihasilkannya. Benda-benda prasejarah yang kemudian dikategorikan sebagai karya seni ini umumnya memiliki nilai sakral atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap Hindu dan Buddha atau penghormatan terhadap penguasa yang dianggap titisan atau keturunan dewa. Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa yang berkembang pada zaman Hindu-Buddha ini dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Seni Arsitektur b. Seni Relief c. Seni Patung/Arca d. Seni Kriya
2.5
Patung dari zaman Indonesia Hindu, menggambarkan tokoh Prabu Kertarajasa (kiri) dan Ratu Kendedes (kanan)
Candi Borobudur, karya seni bangunan zaman Indonesia Hindu
2.6
Candi Prambanan, karya seni bangunan zaman Indonesia Hindu
C. Periode Seni Rupa Islam Walaupun kebudayaan Islam telah masuk ke kepulauan Nusantara sejak abad VII, tetapi kekuasaan politik yangdipengaruhi kebudayaan Islam baru muncul sekitar abad XIII. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, jenis kesenian (seni rupa) yang) berkembang sejak masuknya pengaruh kebudayaan Islam sangat dipengaruhi kebudayaan asal dari mana penyebar agama Islam tersebut berasal. 2.7
Pada perkembangannya di Nusantara, kebudayaan Islam ini bahkan berasimilasi dengan kebudayaan masyarakat setempat yang sudah dipengaruhi terlebih dahulu oleh kebudayaan Hindu dan Buddha. Proses asimilisi dan akulturasi ini bahkan memperkaya khasanah seni budaya Nusantara. Benda-benda yang dukategorikan karya seni rupa peninggalan dari zaman ini diantaranya seni arsitektur, seni relief/hias ornamen kaligrafi dan benda-banda kriya. Seni Arsitektur peninggalan zaman ini terutama diantaranya bangunanbangunan sakral seperti masjid dan makam serta bangunan profan seperti istana. Selain mengadaptasi kebudayaan Hindu dan Buddha, seni bangunan pada masa ini dipengaruhi pula dengan bentuk-bentuk bangunan asli daerah. Sifat dari kebudayaan Islam yang dibawa dan berkembang di kepulauan Nusantara ini menyebabkan munculnya berbagai ragam bentuk mesjid diberbagai daerah di Nusantara. Berdirinya mesjid agung dilingkungan pusat pemerintahan pada setiap daerah di Indonesia merupakan pengaruh dari sistem pemerintahan yang di wariskan kebudayaan Islam di Indonesia. Seperti halnya zaman sebelumnya, pola kehidupan dan sistem kepercayaan masyarakat yang hidup pada masa itu sangat mempengaruhi bentuk-bentuk karya seni yang dihasilkannya. Benda-benda budaya yang kemudian dikategorikan sebagai karya seni yang berkembang pada zaman ini tidak hanya yang memiliki nilai sakral atau dibuat dengan landasan keyakinan terhadap agama atau penghormatan terhadap penguasa. Banyak benda-benda profan di buat untuk keperluan sehari-hari. Keyakinan untuk tidak menggambarkan mahluk hidup pada kebudayaan Islam menyebabkan seni lukis dan patung tidak terlalu berkembang. Kondisi ini justru menyebabkan seni relief dan ukir serta seni ornamentik yang berlandaskan tulisan kaligrafi berkembang pesat. Benda-benda kriya seperti Batik, wayang, dan benda-benda pusaka berkembang pada masa ini merupakan perpaduan antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan sebelumnya (HinduBuddha) dan dengan kepercayaan masyarakat setempat. Berdasarkan jenisnya benda-benda (karya) seni rupa yang berkembang pada zaman Islam ini dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Seni Arsitektur (seni bangunan) 2.8
b. Seni Kriya c. Seni Kaligrafi
Lukisan kaligrafi dengan objek tokoh pewayangan “Semar”
Lukisan kaca dengan objek kaligrafi
2.9
Karya seni rupa zaman Islam di Indonesia nisan putri raja Pasai (kanan) dan Maulana malik Ibrahim di Gresik (kiri)
Seni bangunan masjid kuno di Aceh
2.10
2.11
D. Periode Seni Rupa Baru Berbeda dari zaman-zaman sebelumnya, ekspresi dalam karya seni rupa baru memiliki fungsi tidak semata-mata untuk kepentingan rituil. Walaupun tetap memiliki fungsi untuk mengisi bathin manusia, karya seni rupa baru Indonesia atau Nusantara ini cenderung berkembang mengikuti arah perkembangan seni rupa Modern di Barat (Eropa). Kategorisasi karya seni rupa Baru di Nusantara ini seperti juga perkembangannya di Eropa merujuk pada karya seni lukis dan patung. Perkembangan seni rupa baru di Nusantara ini umumnya dibagi ke dalam beberapa masa yaitu: 1. Masa Perintisan Raden Saleh. Periode ini dinamai sesuai dengan nama tokoh perupa pada masa itu yaitu Raden Saleh Syarif Bustaman yang dilahirkan di Terbaya, Semarang tahun 1807 dan wafat di Bogor pada tahun 1880. Raden Saleh dianggap sebagai bapak seni rupa Modern Indonesia karena beliau dianggap orang Indonesia pertama yang mendapat pendidikan dan berkarya seni rupa Modern. Raden saleh menguasai teknik melukis realistis naturalistis yang sangat mendetail sebagai warisan tradisi seni lukis Renaisan Eropa pada masa itu.
2.12
Lukisan karya Raden Saleh 2. Periode Indonesia Molek atau “Mooi Indie”. Lebih dari setengah abad setelah meninggalnya Raden Saleh, barulah dikenal pelukis-pelukis pribumi seperti Abdullah Suryosubroto putra dari dokter Wahidin Sudirohusodo pendiri “Boedi Utomo”, Wakidi, dan Pringadi. Ciri khas karya pada periode ini sesuai dengan namanya, menggambarkan pemandangan alam Nusantara yang indah. Gagasan melukisakan pemandangan alam yang indah ini tidak hadir begitu saja, tetapi dipengaruhi konsumen seni lukis pada masa itu yang menggemari lukisan pemandangan alam Nusantara. Ciri yang menyimpang dari masa itu adalah yang dilakukan oleh Basuki Abdullah putra dari Abdullah Suryosubroto yang melukis objek manusia, hal yang beru dilakukan lagi oleh pelukis pribumi sejak era Raden Saleh. Pada masa ini pula dikenal Rudolf Bonet, pelukis asal Nederland yang banyak berjasa mengilhami pelukis dan seniman tradisional Bali, memberikan warna modern pada karyakarya seni rupa Bali.
2.13
Lukisan karya Rudolf Bonnet
Lukisan pemandangan karya Pringadie
3. Periode setelah Berdirinya PERSAGI. Periode PERSAGI adalah masa dalam perkembangan seni lukis Indonesia yang ditandai dengan berdirinya perkumpulan Persatuan Ahli Gambar Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1938 yang didirikan oleh Agus Djaya dan Sudjojono. Berbeda dengan masa 2.14
sebelumnya, era pelukis PERSAGI ini seperti juga pengaruh perkembangan seni rupa di Eropa lebih bersifat individual dengan menonjolkan ekspresi seniman secara pribadi. Penggambaran objeknya tidak lagi melulu melukiskan keindahan dengan gaya realis naturalis, tetapi cenderung impresif dan ekspresif. Pada masa ini mulai dikenal pelukis perempuan seperti Maryati Affandi dan Suleha Angkama.
Lukisan karya Sudjojono
4. Periode zaman Pendudukan Jepang 1942-1945. Sesuai dengan namanya, periode ini menunjukkan perkembangan atau aktivitas seni rupa di Indonesia sejak pendudukan Jepang di tahun 1942 hingga Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945. Walaupun masa pendudukan Jepang ini relatif hanya sebentar, tetapi kesempatan yang diberikan pemerintah Pendudukan Jepang terhadap perkembangan kesenian di Indonesia cukup memberikan dorongan bagi para seniman Indonesia. Salah satu dukungan tersebut diantaranya dengan memberikan fasilitas kegiatan melukis dan pameran bagi senimanseniman Indonesia yang diwadahi oleh Bagian Seni Rupa kantor Keimin 2.15
Bunka Shidoso (Pusat Kebudayaan). Pada msa inilah dikenal nama-nama pelukis seperti Otto Djaja, Henk Ngantung, Hendra Gunawan, Affandi, Barli Sasmitawinata, Muchtar Apin, Trubus dsb. Dari sekian nama tersebut, Affandi menjadi salah satu pelukis yang paling menonjol, karya-karyanya tidak saja diakui di Indonesia tetapi juga diakui di Eropa sebagai salah satu karya ekspresionis terbaik dunia.
Potret diri karya Affandi
5. Periode pendirian sanggar-sanggar 1945-1950. Periode pendirian sanggarsanggar ini ditandai terutama karena momentum Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kebebasan yang dihirup bangsa ini setelah melepaskan dari dari penjajahan Belanda dan Jepang sedikit banyak berpengaruh terhadap semangat untuk mendirikan sanggar-sanggar seni rupa di berbagai daerah di Indonesia seperti di Padang, Medan, Ujung Pandang, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Surabaya dan Jakarta. Corak dan gaya lukisan yang dihasilkan seniman pada periode ini cukup bervariasi, warna-warna tradisi (motif-motif dekoratif) yang bersumber dari kebudayaan lokal juga mewarnai bentuk dan gaya lukisan yang dihasilkan seniman pada masa ini. Salah satu tema yang cukup menonjol adalah tema-tema perjuangan. Hal tersebut
2.16
tidaklah mengherankan karena situasi dan kondisi setelah tahun 1945 memaksa bangsa Indonesia menghadapi perang revolusi fisik hingga tahun 1949.
6. Periode setelah tahun 1950. Periode ini kerap juga disebut sebagai periode pendidikan formil seni rupa. Pada periode ini peran sanggar digantikan oleh berdirinya perguruan tinggi seni rupa seperti ASRI di Yogyakarta dan Departemen Seni Rupa di Sekolah Tinggi Teknik Bandung yang sekarang dikenal dengan nama Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung. Berdirinya lembaga-lembaga pendidikan formil dalam bidang seni rupa ini semakin memperkokoh perkembangan seni rupa Modern di Indonesia. Perkembangan ini semakin diperkuat dengan berdirinya lembagalembaga pendidikan guru seni rupa (Jurusan Pendidikan Seni Rupa) di seluruh IKIP di Indonesia. Melalui lembaga-lembaga pendidikan formil ini konsep dan teknik berkarya seni rupa Modern dipelajari dan dimasyarakatkan termasuk mengembangkan jenis-jenis seni rupa lainnya seperti seni patung dan seni grafis.
7. Periode Gerakan Seni Rupa Baru. Periode GSRB merupakan periode terakhir dari perkembangan seni rupa Modern di Indonesia. Para perupa akademis dari beberapa perguruan tinggi seni rupa di Yogyakarta dan Bandung mendeklarasikan gerakan seni rupa baru yang menentang kemapanan pakem dan konsep seni modern yang sudah berakar kuat dalam kurikulum pendidikan tinggi seni rupa di Indonesia. Para perupa ini juga menentang dominasi seniman atau perupa senior dalam peta seni rupa Indonesia yang dianggap kurang memberikan tempat bagi para perupa yang lebih junior seperti keikut sertaan seniman dalam event-event internasional mewakili Indonesia yang diwakili oleh seniman tertentu saja. Para perupa muda ini juga mempertanyakan kecenderungan dominasi karya seni lukis di 2.17
atas karya-karya seni rupa lainnya. Dalam salah satu kegiatan pameran yang bertajuk Gerakan Seni Rupa Baru, para perupa muda ini menampilkan berbagai bentuk karya seni rupa yang “menyimpang” dari bentuk karya seni rupa sebelumnya. Mereka menggunakan berbagai medium yang tidak lazim digunakan dalam berkarya seni seperti penggunaan benda-benda keperluan sehari-hari. Perkembangan ini sebenarnya tidak terjadi begitu saja, perkembangan seni rupa pasca modernisme di Eropa dan Amerika diduga mempengaruhi pemikiran dan konsep para perupa muda ini. Gerakan seni rupa Postmodern yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Seni Rupa Kontemporer” ini selanjutnya mewarnai karya-karya seni rupa di Indonesia. Walaupun kurikulum pendidikan tinggi seni rupa hingga saat ini belum mengadaptasi jenis kesenian ini, tetapi sebagai sebuah fenomena yang mendunia, gerakan seni rupa Kontemporer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan seni rupa di Indonesia. Seni rupa Kontemporer tidak lagi mengenal penggolongan jenis karya seni rupa seperti seni lukis, seni patung atau seni grafis. Para penganut gerakan ini cenderung menggolongkan jenis karya seni rupa pada dimensi kebentukannya saja seperti karya seni dua dimensi, tiga dimensi atau multi dimensi. Salah satu keunikan yang merupakan perkembangan termutakhir seni rupa Kontemporer di Indonesia adalah digunakannya teknologi informasi dan komunikasi sebagai medium berkarya seni, sesuatu yang tidak mungkin ada pada periode atau masa-masa sebelumnya. Pada periode terakhir ini kita menjumpai bentuk-bentuk karya seni rupa yang unik perpaduan antara seni dan teknologi canggih seperti video art, web art, celluler art, dsb.
2.18
Karya Jim Supangkat yang diatampilkan pada pameran Gerakan Seni Rupa Baru
Karya seni rupa yang ditampilkan pada pameran Gerakan Seni Rupa Baru
2.19
Seni rupa kontemporer tiga dimensi dari bahan batu dan komputer yang dimanfaatkan sebagai tiang antene parabola
2.20
Rangkuman Perkembangan tema dan gaya pada karya seni rupa Nusantara telah mencapai periode seni klasik yang dapat kita saksikan pada berbagai macam benda kerajinan dan bangunan tradisional. Seni klasik di sini artinya seni yang dianggap telah mencapai mutu tinggi (puncak). Zaman seni rupa Indonesia-Hindu seringkali disebut oleh para ahli sejarah seni rupa sebagai masa seni rupa Klasik di Indonesia. Perhatikan bagaimana mutu bangunan-bangunan bersejarah berikut hiasannya di Nusantara. Karya seni rupa Nusantara klasik lainnya yang juga dianggap bernilai tinggi adalah seni wayang (wayang kulit, wayang golek). Perhatikan, di mana letak perbedaan gaya wayang golek dengan wayang kulit. Perhatikan juga bagaimana kekhasan watak-watak tokoh digambarkan secara mengagumkan. Amatilah tema apa yang ada pada ukiran Toraja, patung Asmat, Tanimbar atau Bali. Masih banyak peninggalan karya seni Nusantara yang dapat dijelaskan. Pada zaman yang lebih kemudian. gaya dan aliran dalam seni rupa Nusantara dipengaruhi perkembangan seni di Eropa. Contoh, karya senirupawan Raden Saleh menganut aliran Romantisme, karena ia berguru ke Eropa yang pada waktu itu aliran Romantisme di sana sedang populer. Setelah masa kekosongan perkembangan (Raden Saleh tidak mempunyai murid yang dapat melanjutkan perkembangan seni), muncullah para pelukis pribumi seperti Pringadie, Abdoellah Sr., Basoeki Bdullah, yang menganut aliran Naturalisme, Sudjojono, tokoh yang tergolong beraliran Realisme, dan Affandi yang beraliran Ekspresionisme. Selanjutnya berbagai aliran bermunculan sebagai akibat pengaruh perkembangan seni modem di Barat. Seniman modern Indonesia antara lain: A. Sadali, But Mukhtar, Sunaryo, Amri Yahya, Rusli, Hardi, Jeihan, Pirous, dan sebagainya. Perkembangan paling akhir dalam dunia seni rupa di Indonesia adalah munculnya gerakan seni rupa Kontemporer. Gerakan yang diawali sejak kemunculan “Gerakan Seni Rupa Baru” pada pertengahan tujuhpuluhan ini kerap menggunakan/memadukan berbagai medium dalam berkarya, memadukan berbagai cabang seni (musik dan gerak) serta menggunakan pula teknologi
2.21
informasi/komunikasi seperti televisi, video dan komputer (web art) sebagai basis karya-karyanya. Penganut gerakan ini tidak lagi menggunakan batasan-batasan (penggolongan) seni seperti seni lukis, patung, grafis atau pembagian seni murni dan seni pakai. Pembagian yang dikenal atau lazim digunakan kelompok ini hanyalah seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi. Gerakan seni rupa Kontemporer di Indonesia umumnya dikenali dengan karya-karya instalasi, performen dan video art.
Latihan Cobalah kumpulkan berbagai reproduksi foto atau gambar karya seni rupa Indonesia dari berbagai sumber literatur seperti buku, majalah, koran, media elektronik dsb. Kemudian deskripsikan berbagai karya seni tersebut dan cobalah untuk membuat analisis dengan membandingkan berbagai unsir-unsur visual, latar belakang isi dan tema yang terdapat pada karya-karya tersebut. Diskusikan hasil analisis tersebut bersama rekan mahasiswa atau dosen anda.
Test Formatif Pilih satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang disediakan
1.
Karya seni rupa dibawah ini termasuk karya seni rupa prasejarah Nusantara kecuali…. a. Lukisan Gua c. Dolmen b. Nekara d. Arca Budha
2.
Dolmen termasuk karya seni bangunan zaman…. a. prasejarah c. Majapahit b. Indonesia purba d. Islam
3.
Termasuk karya seni rupa Indonesia Islam: a. Kaligrafi dan Nisan c. candi dan kaligrafi b. Kaligrafi dan arca d. Kaligrafi dan Relief
4.
Karya seni bangunan yang terkenal dari zaman Indonesia Hindu adalah a. Candi c. Istana 2.22
b. Makam
d. semuanya benar
5.
Salah satu ciri dari seni rupa Indonesia Islam adalah a. miskin hiasan c. menghindari penggambaran yang b. objek raja atau dewa realisitis d. semuanya benar
6.
Salah karya seni rupa dua dimensi zaman Indonesia Islam a. lukisan dinding c. lukisan perjuangan b. lukisan binatang d. lukisan kaca
7.
Masa perintisan seni rupa baru di Indonesia ditandai oleh seorang tokoh pelukis yang terkenal yaitu.... a. Raden Saleh c. Basuki Abdullah b. Dr. Wahidin d. Pringadi
8.
Karya seni rupa masa ”moi indie” ditandai dengan karya lukis yang menggambarkan objek... a. petani c. perjuangan b. pemdangan d. manusia
9. Era seni rupa indonesia baru setelah tahun 1950 ditandai dengan a. berdirinya lembaga politik c. berdirinya lembaga pendidikan seni kebudayaan rupa b. munculnya seni rupa d. lahirnya gerakan seni rupa Baru kontemporer 10. Sifat-sifat yang di tunjukkan pendukung seni rupa kontemporer di Indonesia diantaranya adalah: a. individualitas dan universalisme c. meniadakan pengkotak-kotakan seni b. anti tradisi dan komunal d. semuanya benar
Daftar Pustaka Barret, Terry, Criticizing Art: Understanding the Contemporary, Mayfield Publishing Company, Mountain View. California, London, Toronto, 1994. “Bavf-Naf# 1” katalog The Bandung Video, and New Media Art Forum, 7-11 Agustus 2002, Jejaring Artnetworkers, Bandung, 2002 Bonnef, Marcel, Komik Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan Forum Jakarta Paris, Jakarta, 1998 Danto, Arthur C., After The End of Art Contemporary Art and The Pole of History, Priceton University Press, William Street, Princeton, New Jersey, 1995. Dermawan, Budiman, 1988, Pendidikan Seni Rupa untuk SMA Kelas 1 Semester 1 dan 2, Bandung: Ganeca Exact Bandung. 2.23
Diah Latifah dan Harry Sulastianto, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Ganeca Exact: Bandung, 1994. Direktorat Jendral Kebudayaan, 1979, Sejarah Seni Rupa Indonesia, Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. ”Eksotika Dotkom”, Katalog Pameran Agus Wage, Oktober 2000. ”Evaluasi Sembilan” Katalog Pameran Seni Rupa, Purna Budaya Yogyakarta, 914 Juli 2002. Ganda Prawira, N., (ed.), 2005, Seni Rupa dan Kerajinan, Buku Ajar mahasiswa PGSD/PGTK, Guru SD/TK, Bandung, Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Indonesia. Hasan, Asikin, “ Menyimpang dari Tradisi Modernisasi”, dalam Forum Keadilan, no 23, Tahun V, 24 Februari 1997 Hertz, Richard, Theories of Contemporary Art, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey, 1985. Holt, Claire. 200. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia Diterjemahkan Oleh R.M. Soedarsono. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia. Juih, L. Julius, (et. al.). 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk Kelas 2 SLTP Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira. Juih, L. Julius, at al, 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk Kelas 3 SLTP Semester Pertama dan Kedua. Jakarta: Yudhistira. Kavolis, Vytautas, History On Art’s Side Social Dynamic In Efflorescences, Cornel University Press, Itacha, New York, 1972. Latifah, Diah dan Sulastianto, Harry, 1994, Penuntun Belajar Pendidikan Seni I, Bandung: Ganeca Exact. McCloud, Scott, Understanding Comics (Memahami Komik), Alih Bahasa S. Kinanti , Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta, Jakarta, 2001. “Modernism, Modernity, and Contemporary World Art: Contemporary Indonesian Art In A Global Perspective”, Katalog Pameran Seni Kontemporer GNB, Contemporary Indonesian Art, 28 April-28 May 1995 TIM Jakarta, 1995. Pasca Modernisme: Populisme Budaya Massa dan Garda depan”, (terj.) Nug. Kartjasungkana, Prisma, edisi 1 Januari 1993., LP3ES, Jakarta, 1993.Pelfrey, Robert and Marry Pelfrey, Art and Mass Media, Harper & Row, London, 1986. Pirous, Iwan Meulia, “Makna Modernitas bagi Seniman Seni Rupa Modern Indonesia”, dalam Antropologi Indonesia, Th. XXIV. No 62, Jurusan Antropologi FISIP UI dan Yayasan Obor, Jakarta, 2000. Rasjoyo, Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU kelas I, Erlangga, Jakarta, 1994. Riyanto, Didik, Proses Batik: Batik Tulis-Batik Cap Batik Printing,CV.Aneka, Solo, 2002. Sahman, Humar, Mengenali Dunia Seni Rupa, Tentang Seni, Karya Seni, Aktivitas Kreatif, Apresiasi, Kritik dan Estetika, IKIP Semarang Press, Semarang, 1993
2.24
”Setengah Abad Seni Grafis Indonesia”, Katalog Pameran Seni Grafis, Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya Jakarta, Jakarta, 2000. Setyobudi, et.al., 2003. Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk SLTP Kelas 3. Jakarta: Erlangga. Soedarso Sp., Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern, CV Studio Delapanpuluh Enterprise & BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 2000 Sugiharto, I. Bambang, Postmodernisme, Tantangan Bagi Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1996. Sumartono, (et al.), Outlet,Yogya dalam Peta Seni Rupa Kontemporer Indonesia, Yayasan Seni Cemeti. Yogyakarta, 2000. Sumartono, “Penelitian Sejarah Seni Rupa Setelah Krisis Modernisme” dalam Jurnal Seni, edisi I/01-Mei 1991, BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta, 1991. Supangkat, Jim. “Seni Rupa dan Reformasi” dalam HU. KOMPAS, edisi Minggu, 13 September 1998 Supangkat, Jim. 1996. Multi Kulturalisme/Multimodernisme. Majalah Kalam Edisi 8. Jakarta.Suradi, A. Prayitno, Membuat Aneka Barang Kerajinan Cideramata, Humaniora Utama Press, Bandung, 1999. Syafii, dkk., 2002. Materi Pembelajaran Kertakes SD. Jakarta : Universitas Terbuka. Thomson, Jhon B., Ideology and Modern Culture, Polity Press, Cambridge UK, 1990. Walker, Jhon A., Art In The Age Of Mass Media, Pluto Press, London, 1994. Yamin, Muhammad, Lukisan Sedjarah, Djambatan, Djakarta, 1956.
2.25