PERBEDAAN KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM ANTARA BAYI PREMATUR DAN BAYI CUKUP BULAN PADA BAYI DENGAN BERAT LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Kedokteran
Diajukan oleh : Reza Gusni Saputra J 500 120 044
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
i
NASKAH PUBLIKASI PERBEDAAN KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM ANTARA BAYI PREMATUR DAN BAYI CUKUP BULAN PADA BAYI DENGAN BERAT LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Yang diajukan oleh : Reza Gusni Saputra J 500 120 044
Telah disetujui dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada hari Jumat, tanggal 29 Januari 2016
Penguji Nama
: Prof. Dr. Bambang Soebagyo,dr. Sp.A(K) (..............................)
NIP/NIK
: 400.1243
Pembimbing Utama Nama NIP/NIK
: dr. Rusmawati, M.Kes, Sp.A :
(.............................)
Pembimbing Pendamping Nama NIK/NIK
: dr. N. Juni Triastuti, M.Med. ED : 1045
(.............................)
Dekan FK UMS
Dr. dr. EM Sutrisna, M.Kes NIP/NIK : 919
2
ABSTRAK PERBEDAAN KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM ANTARA BAYI PREMATUR DAN BAYI CUKUP BULAN PADA BAYI DENGAN BERAT LAHIR RENDAH DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. Reza Gusni Saputra, Rusmawati, N. Juni Triastuti Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Latar Belakang: Angka kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. BBLR dapat terjadi pada bayi prematur atau pada bayi cukup bulan. Bayi BBLR yang prematur maupun cukup bulan merupakan faktor risiko tersering terjadinya ikterus neonatorum. Ikterus neonatorum (jaundice) terjadi apabila terdapat peningkatan kadar bilirubin dalam darah, sehingga kulit dan sklera bayi tampak kekuningan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kejadian ikterus antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat lahir rendah di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan teknik simple random sampling, dengan jumlah sampel 115 bayi berat lahir rendah tahun 2015 di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Data diperoleh dari rekam medis di bagian rekam medis, kemudian dianalisis menggunakan uji Chi- Square. Hasil: Berdasarkan hasil uji Chi-Square untuk mengetahui perbedaan kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat lahir rendah didapatkan p value =0,000 (p<0,005). Kejadian ikterus pada bayi prematur sebanyak 32,2% lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan sebanyak 9,6%. Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat lahir rendah di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Kata kunci: Ikterus Neonatorum, Bayi Prematur, Bayi Cukup Bulan, bayi BBLR
ABSTRACT THE DIFFERENCE OF ICTERUS NEONATORUM OCCURANCE BETWEEN PREMATURE INFANTS AND TERM INFANTS ON LOW BIRTH WEIGHT INFANT AT RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Reza Gusni Saputra, Rusmawati, N. Juni Triastuti Medical Faculty of Muhammadiyah Surakarta University Background: The infant mortality rate mainly caused by low birth weight infants (LBWI). LBWI is infants with birth weight less than 2500 grams. LBWI could happens to premature infants or term infants. LBWI infant, either the prematures and the term infants are the most occuring factors of the occurance of the icterus neonatorum. Icterus neonatorum or neonatal jaundice occured when bilirubin level on the blood raises that makes the skin and the sclera more jaundice. Objective: This study aimed to analyzed the difference of icterus neonatorum occurance between premature infants and term infants on low birth wieght at RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Methods: This study use the observational analytic method with cross sectional approach, using simple random sampling, with 115 samples of low birth weight infants in 2015 at RS PKU Muhammadiyah Surakarta. The data gained from medical records at the medical records section, then the data analyzed with chisquare test. Results: Based on the result of chi-square test to know the difference of icterus neonatorum occurance between the premature infants and term infants with low birth weight infants, it shows a velue of p =0,000 (p<0,005). The icterus occurance on premature infants is 32,2% more than the term infants that gained 9,6%. Conclusions: There was a significant difference of the icterus neonatorum occurance between premature infants more than term infants on low birth weight infats at RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Keywords: Icterus Neonatorum, Premature Infants, Term Infants, Low birth weight infant.
PENDAHULUAN Derajat kesehatan masyarakat dapat di ukur dengan berbagai indikator kesehatan antara lain kematian perinatal, angka kematian bayi, dan angka kematian balita. Angka kematian bayi (AKB) adalah angka kematian yang terjadi saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun per 1.000 kelahiran hidup ( Depkes RI, 2008). Semua angka kematian bayi dan anak hasil Survai Demografi Kesehatan Indonesia atau SDKI tahun 2012 lebih rendah dari pada hasil SDKI tahun 2007. Untuk periode lima tahun sebelum survei, angka kematian bayi dari hasil SDKI 2012 adalah 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian balita adalah 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa angka kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh asfiksia (20-60%), infeksi (2530%), bayi dengan berat lahir rendah (25-30%), dan trauma persalinan (5-10%) (Depkes RI, 2008). Berdasarkan WHO (2007) prevalensi bayi berat badan lahir rendah diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-3,8% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Menurut Riskesdas (2013) menjelaskan jika diamati dari bayi lahir, prevalensi bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) di Indonesia berkurang dari 11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Menurut Zabeen B (2010) menyatakan bahwa BBLR dan prematuritas merupakan faktor risiko tersering terjadinya ikterus neonatorum di wilayah Asia tenggara. Berdasarkan Sukadi (2008), menjelaskan bahwa Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang di tandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Etika mengungkapkan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur (Etika, 2006).
Ikterus neonatorum dapat menimbulkan ensefalopati bilirubin indirek (kernikterus) yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa nuklei batang otak. Saat ini angka kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per tahun, dengan angka kematian bayi sebesar 48/1000 kelahiran hidup dengan ikterus neonatorum merupakan salah satu penyebabnya sebesar 6,6% (DEPKES RI, 2002). Berdasarkan data di atas bahwa ikterus sangat berkaitan erat dengan bayi prematur dan bayi cukup bulan. Setiap tahun dilaporkan ada sekitar 15 juta bayi lahir prematur di dunia, lebih dari satu dalam 10 kelahiran. Kelahiran prematur meningkat setiap tahun hampir di semua negara (WHO, 2012). Kelahiran prematur adalah bayi lahir hidup kurang dari 37 minggu kehamilan, menjadi morbiditas dan mortalitas perinatal (Zhang et al, 2012). Seringkali prematuritas berhubungan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus. Aktifitas Uridine Difosfat Glukoronil Transferase Hepatik jelas menurun pada bayi prematur, sehingga kadar bilirubin
yang
terkonjugasi menurun. Namun pada bayi cukup bulan dan bayi prematur terjadi peningkatan hemolisis karena umur sel darah merah yang pendek pada neonatus (Martiza, 2010) dan pada bayi BBLR, pembentukan hepar belum sempurna (imaturitas hepar) sehingga menyebabkan konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk di hepar tidak sempurna (Sukadi, 2008). Usia kehamilan merupakan salah satu faktor terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah, wanita dengan persalinan preterm umur kehamilan 34-36 minggu memiliki risiko bayi BBLR namun dengan persalinan cukup bulan juga memiliki risiko bayi BBLR ( Leonardo,2011). Pada survai pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data BBLR di RS PKU Muhammadiyah surakarta pada tahun 2013 sebanyak 210 bayi dan pada tahun 2014 sebanyak 233 bayi. Berdasarkan pendahuluan diatas, apakah ada perbedaan kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi BBLR.
METODE Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 15-30 Desember 2015. Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh pasien bayi dengan berat lahir rendah di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana. Berdasarkan teknik tersebut didapatkan sampel dalam penelitian ini sebanyak 115 bayi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bayi prematur dan bayi cukup bulan sedangkan sebagai variabel terikat adalah ikterus neonatorum yang diperoleh dari data sekunder melalui rekam medis. Teknik analisis data menggunakan uji Chi- Square.
HASIL Penelitian ini menganalisis perbedaan kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi BBLR di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan 115 responden bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) pada tahun 2015
yang dipilih dengan teknik simple random sampling
yaitu
pengambilan sampel secara acak sederhana. Hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin BBLR No. 1. 2.
Umur Laki-laki Perempuan Total Sumber: Data Sekunder
Frekuensi 40 75 115
Persen (%) 34,8% 65,2% 100
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa antara bayi laki-laki yang BBLR dan bayi perempuan yang BBLR lebih banyak bayi perempuan (BBLR)
sebanyak 75 (65,2%), sedangkan untuk bayi laki-laki (BBLR) sebanyak 40 (34,8%). Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Gestasi BBLR No. 1. 2.
Gestasi Prematur Cukup Bulan Total Sumber: Data Sekunder
Frekuensi 59 56 115
Persen (%) 51,3% 48,7% 100
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa distribusi sebaran gestasi bayi berat lahir rendah dimana bayi prematur yang BBLR sebanyak 59 bayi (51,3%) dibandingkan bayi cukup bulan yang BBLR sebanyak 56 bayi ( 51,3%). Tabel 1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Ikterus Neonatorum No. 1. 2.
Ikterus Neonatorum Ikterus Tidak ikterus Total Sumber: Data Sekunder
Frekuensi 48 67 115
Persen (%) 41,7% 58,3% 100
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa responden bayi yang BBLR yang mengalami ikterus dan tidak ikterus, sebagian besar bayi BBLR mengalami keadaan tidak ikterus sebanyak 67 (58,3%), sedangkan yang ikterus sebanyak 48 (41,7%). Penelitian ini menganalisis perbedaan kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi BBLR dengan menggunakan uji Chi-Square.
Tabel 1.4 Analisis Data Statistik Uji Chi-Square Perbedaan Kejadian Ikterus Neonatorum antara Bayi Prematur dan Bayi Cukup Bulan pada Bayi BBLR Tidak Total 2tabel 95% Ikterus p R.P 2 (%) CI ( 5%) (%) Prematur 37 (32,2) 22 (19,1) 59 (51,3) Cukup Bulan 11 (9,6) 45 (39,1) 56 (48,7) 2.95721.916 (0,000) 3.841 6,88 16.007 115 Total 48 (41,7) 67 (58,3) (100,0) Gestasi
Ikterus (%)
Sumber: Data Sekunder
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa distribusi data bayi prematur yang ikterus sebanyak 37 bayi (32,2%), bayi prematur yang tidak ikterus sebanyak 22 bayi (19,1%), bayi cukup bulan yang ikterus sebanayak 11 bayi (9,6%) dan bayi cukup bulan yang tidak ikterus sebanyak 48 bayi (39,1%). Berdasarkan data tersebut setiap kelompok distribusinya lebih dari 5% atau expected count lebih dari 20, maka data ini layak diuji dengan Chi-Square. Hasil uji chi square hasilnya dapat diketahui (2) sebesar 21,916 dan pvalue = 0,000 pada taraf signifikan =5% (p < 0,05) atau 221,916 >2 tabel 3.841. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi BBLR. Berdasarkan ukuran Rasio Prevalensi (RP) tersebut menunjukkan bahwa perbandingan kemungkinan bayi prematur dibandingkan dengan bayi cukup bulan untuk mengalami kejadian ikterus neonatorum adalah sebesar 6,88. Jadi kemungkinan dengan kejadian gestasi terhadap kejadian ikterus neonatorum untuk bayi prematur adalah sebesar 32,2%, untuk bayi cukup bulan adalah sebesar 9,6% dikuatkan dengan 95% CI pada jumlah antara 2 hingga 16 kemungkinan sesuai persentase tersebut.
PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di ruang rekam medis rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta dengan mengambil sampel bayi dengan berat lahir rendah. Pengambilan data dilakukan dengan cara menganalisis gestasi dan keadaan ikterus dari bayi. Data yang diambil dijamin kerahasiaan data identitasnya.Usia kehamilan merupakan salah satu faktor terjadinya bayi lahir dengan berat bayi lahir rendah, wanita dengan persalinan prematur memiliki risiko bayi BBLR namun persalinan cukup bulan juga memiliki risiko bayi BBLR (Leonardo, 2011). Berat bayi lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. Menurut Zabeen (2010) menyatakan bahwa bayi yang mengalami BBLR dan faktor prematuritas merupakan faktor risiko tersering terjadinya ikterus neonatorum. Berdasarkan sukadi (2012), menjelaskan bahwa ikterus neonatorum merupakan keadaan klinis pada bayi yang ditandai dengan perwarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin indirek yang berlebih. Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukan adanya perbedaan yang bermakna antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat lahir rendah dengan kejadian ikterus neonatorum dengan nilai p-value = 0.000 dan hasil 2 21,916>2 tabel 3.841.Hal itu dapat diketahui dari hasil uji statistik chi square. Pada tabel 1.4 menjelaskan mengenai prevalensi kejadian ikterus pada bayi BBLR menurut usia gestasi. Pada bayi prematur lebih banyak mengalami ikterus sebanyak 37 bayi dibandingkan dengan bayi cukup bulan yang mengalami hanya 11 bayi.Menurut Anggraeni (2014) pada neonatus terjadi peningkatan hemolisis eritrosit karena umur eritrosit yang memendek kurang dari 120 hari, sehingga bilirubin indirek yang dihasilkan oleh pemecahan eritorsit akan meningkat yang kemudian akan di ubah oleh enzim Difosfat Glukoronil Transferase di hati. Menurut Onyearugha (2011) mengungkapkan bahwa pada bayi prematur memiliki hepar yang imatur sehingga fungsi hepar belum matur sehingga hanya sedikit bilirubin indirek yang di ubah menjadi bilirubin direk. Sehingga kadar bilirubin indirek meningkat yang dapat mengakibatkan pewarnaan ikterus pada
kulit dan sclera,sehingga kejadian ikterus lebih banyak pada bayi prematur di bandingkan bayi cukup bulan. Menurut Musbikin (2005) pada bayi prematur cukup rentan terhadap berbagai penyakit. Gangguan yang paling sering terjadi adalah kesulitan bernapas.hal ini akibat paru-paru serta seluruh sistem pernapasannya seperti otot dada dan pusat pernapasan diotak belum maksimal. Akibat masih tipisnya lapisan lemak pada bayi prematur, maka ia pun tidak memiliki perlindungan yang cukup dalam menghadapi suhu luar yang lebih dingin dibandingkan suhu didalam rahim ibu, sehingga bayi prematur mudah mengalami hipotermia. Berdasarkan penelitian sebelumnya menurut Edhogotu et al(2014) menyatakan ada perbedaan yang bermakna antara bayi prematur dan bayi cukup bulan dengan kejadian ikterus neonoatorum dengan nilai p=0.00. Menurut Maulidya (2013) dengan meneliti 41 bayi yang mengalami
yang mengalami
ikterus, didapatkan bayi prematur yang mengalamai ikterus 22 bayi (53,9%) dan pada bayi cukup bulan sebanyak 19 bayi (46,1%) dengan p-value = 0,02. Menurut Etika (2006) mengungkapkan bahwa angka kejadian ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 60% dan pada bayi prematur sebesar 80%. Penelitian yang dilakukan memiliki beberapa kekurangan, seperti terbatasnya jumlah sampel serta terbatasnya waktu yang di butuhkan dalam penelitian ini. Dengan demikian terdapat perbedaan yang bermakna kejadian ikterus antara bayi prematur dan cukup bulan pada bayi BBLR.Kejadian ikterus lebih banyak terjadi pada bayi prematur di bandingkan dengan bayi cukup bulan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur dan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat lahir rendah dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur lebih tinggi dibandingkan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat lahir rendah dengan nilai p = 0,000.
DAFTAR PUSTAKA American Academy of pediatrics, Subcommite on Hyperbilirubinemia. 2004. Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or more Weeks of Gestasion. Jurnal Pediatrics, 114: 297-306 Anggraini, Yetti. 2014. Hubungan Antara Persalinan Prematur dengan Hiperbilirubin pada Neonatus. Jurnal kesehatan ,Vol. 5, No. 2 Oktober 2014: 109-112 Anggraeni, R,2007. Pengaruh Jarak Kehamilam Terhadap Kematian Perinatal di Kabupaten Agam. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Azwar. 2014. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara Publisher Dahlan, M. S. 2012. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika DeFranco, E. A., Stamilio, D. M., Boslaugh, S. E., Gross, G. A. & Muglia, L. J. 2007. A short interpregnancy interval is a risk factor for preterm birth and its recurrence.Journal Obstet Gynecol, 197, e1-6. Depkes RI.2008. Profil Kesehatan indonesia . Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.tersedia di http://www.depkes.go.id Etika, R., Agus, H., Fatimah, L., Sylvianti, M. D. 2006. Hyperbilirubinemia in neonatus. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Health Technology Assesment. 2004. Tatalaksana ikterus neonatorum. Jakarta: Unit pengkajian teknologi kesehatan direktorat jenderal pelayanan medik departemen kesehatan RI. Jammeh, A., Sundby, J., & Vangen, S. 2011. Maternal and obstetric risk factors for low birth weight and preterm birth in rural Gambia: a hospital-based study of 1579 deliveries. journal of Obstetrics and Gynecology, 1, 94-103. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia .2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kosim Sholeh, M. (2003). Buku panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI Depkes RI.
Leonardo. 2011. Perbedaan Luaran Janin pada Persalinan Preterm Usia Kehamilan 34-36 Minggu dengan dan tanpa Ketuban Pecah Dini. Jurnal Kesehatan. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Lissauer, Avroy. 2013. Selayang Neonatalogi . edisi kedua. Jakarta : Indeks. 150156. Lissauer, Avroy. 2009. At a Glance Neonatalogi .Jakarta : Erlangga. 96-100 Liu, D. 2007.Manual Persalinan. Alih Bahasa : Eny Meiliya. Edisi III. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Manuaba, I,2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta Maulana,M. 2006. Penyakit kehamilan dan pengobatannya.Jakarta : Salemba Medika Martiza, L., Juffrie, M., Oswar,i H., Arief, S., Rosalina, I,. 2010. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 263-284 Maryinani, Anik dan Puspita, Eka. 2013.Asuhan KegawatdaruratanMaternal & Neonatal. Jakarta:CV. Trans Info Media. Maulidya, R., Mustarim., shalahudden, S .2013.Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2013.Jurnal Kesehatan. Jambi : Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Jambi Mochtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta :EGC Musbikin, I. 2005. Ibu Hamil dan Melahirkan. Cetakan 1. Yogyakarta : Mitra Pustaka Mutianingsih, Rosa. 2014. Hubungan Antara Bayi Berat Lahir Rendah Dengan Kejadian Ikterus, Hipoglikemi dan Infeksi Neonatorum. Tesis. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Nanny, V. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan anak Balita. Jakarta : salemba medika. 74-80 Oxorn, Harry, 2003. Patologi dan fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan essentika Medika
Pantiawati, I. 2010.Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika Pilliteri Adele. 2003. Maternal and Child Health Nursing: Care of The Childbearing Family. Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams andWilkins. Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S. 2010. Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika. Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI. Rochjati, P, 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Cetakan I. Surabaya: Airlangga University press. Saifuddin, A B. 2009. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Neonatal. Jakarta: YBPSP
Maternal
dan
Santoso,B,Anurudha. 2003. Hubungan Antara Kelahiran Prematur Dengan Tumbuh Kembang Anak Pada Usia 1 Tahun. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro. Sastroasmoro S et al. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta : HTA Indonesia Sastroasmoro S., Sofyan I. 2011. Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sugeng seto Sukadi, A. Hiperbilirubinemia.2008. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 147-69 Wibowo, Satrio. 2007. Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus dengan dan Tanpa Defisiensi Glucose- 6- Phospate Dehydrogenase, Infeksi dan Tidak Infeksi. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro WHO 2012. Born Too Soon; The Global Action Report on Preterm Birth. WHO.2007.LowBirth Weight http://www.who.int/
newborns
(Percentage).Tersedia
Wijayanegara,H. Et al. 2009. Prematuritas . bandung : penerbit refika aditama
di
Wong Dona, L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong.Volume 1. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC Zhang, Y.-P., Liu, X.-H., Gao, S.-H., Wang, J.-M., Gu, Y.-S., Zhang, J.-Y., Zhou, X. & Li, Q.-X. 2012. Risk Factors for Preterm Birth in Five Maternal and Child Health Hospitals in Beijing