PERBEDAAN DERAJAT AGLUTINASI PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH ANTARA ERITROSIT TANPA PENCUCIAN DENGAN PENCUCIAN PADA PENDERITA TALASEMIA Vivi Keumala Mutiawati Abstrak. Pasien talasemia sering mendapatkan transfusi darah selama masa pengobatan. Derajat aglutinasi golongan darah dapat dilihat pada waktu pemeriksaan golongan darah. Pemeriksaan golongan darah dengan metode slide selama ini tidak dilakukan pencucian untuk eritrositnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan derajat aglutinasi golongan darah yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian terhadap sel eritrosit yang diperiksa pada penderita talasemia. Penelitian cross sectional ini dilakukan pada bulan Juli 2010 di Bagian DDD RSHS Bandung. Sampel penelitian adalah 37 orang penderita talasemia yang diperiksa golongan darah ABO dan Rhesus dengan metode slide. Semua sampel diperiksa golongan darah sebelum sel eritrosit dilakukan pencucian, kemudian diperiksa kembali setelah sel eritrositnya dilakukan pencucian dengan larutan fisiologis. Data hasil pemeriksaan dianalisis menggunakan metode chi square test. Perbandingan antara golongan darah dengan anti-A, anti-B dan anti-Rh diantara eritrosit yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian terdapat perbedaan yang signifikan. (Nilai p <0,001, <0,001 dan 0,039). Hasil penelitian menunjukan perbedaan derajat aglutinasi pemeriksaan golongan darah yang tidak dilakukan pencucian dengan pencucian sel eritrosit pada penderita talasemia. (JKS 2013; 2: 65-70) Kata kunci : Golongan darah ABO, derajat aglutinasi, talasemia
Abstract. Thalassemia patients often receive blood transfusion. Degree of agglutination of blood group examination to determine blood type. During this time there was no examination of blood group slides methods done without washing erythrocyte. The aim of this study is to determine the differences in the degree of agglutination of the blood group between unwashed and washed erythrocytes of the thalassemia patients. This cross sectional study was conducted in DDD RSHS Bandung on July 2010. Thirty-seven thalasemia patients samples are checked for ABO blood groups and Rhesus slide method. The samples were not washed and washed with saline. The results were analyzed by chi square test. Comparation between anti-A, anti-B dan anti-Rh among erythrocyte not washed and washed was significant. (p value <0,001, <0,001 and 0,039). There are differences in the degree of agglutination of blood group examination of washed and unwashed erythrocytes in thalassemia patients. (JKS 2013; 2: 65-70) Key words : ABO blood type, degree of agglutinations, thalassemia
Pendahuluan Aspek paling praktis antigen eritrosit adalah kemampuannya memicu pembentukan antibodi apabila ditransfusikan kepada resipien. Kelainan pada antigen eritrosit berkaitan dengan predisposisi penyakit tertentu. Antigen yang ada pada eritrosit biasanya stabil seumur hidup, dan antigen eritrosit dapat berubah dalam beberapa keadaan. Serum penderita yang mengandung jumlah blood group-specific soluble substances (BGSS) terlalu banyak dapat menetralisasi1 Vivi Keumala Mutiawati adalah Dosen Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
antiserum yang dipakai dalam pemeriksaan golongan darah. Ciri spesifitas yang tidak terbentuk sempurna atau berubah karena suatu penyakit sehingga seolah-olah eritrosit mendapatkan antigen semu. Penyakit tertentu memperlihatkan perubahan antigen (pseudoantigen) pada pemeriksaan golongan darah, seperti pada penyakit yang menyebabkan stres hematopoesis seperti talasemia. Talasemia adalah suatu penyakit penurunan kecepatan sintesis satu atau lebih rantai globin dimana umur eritrosit menjadi pendek dan menyebabkan anemia, sehingga membutuhkan pengobatan transfusi darah berulang.4-6,9
65
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013
Sistem golongan darah ABO terdiri dari tiga alel yaitu A, B, O dan AB. Gen A dan B mengendalikan sintesis enzim spesifik yang bertanggung jawab untuk penambahan residu karbohidrat tunggal (N-asetil galaktosamin untuk golongan A dan D-galaktosa untuk golongan B) pada glikoprotein atau glikolipid antigenik dasar dengan gula terminal L-fruktosa pada eritrosit dikenal sebagai substansi H.1-3 Membran eritrosit mengandung banyak protein dan karbohidrat berbeda yang
mampu memicu pembentukan antibodi. Antigen berbeda satu dengan lainnya dapat menyebabkan terbentuknya antibodi, sehingga dapat menimbulkan masalah klinis dan tidak terdeteksi di laboratorium. Sampai sekarang ini telah diketahui sekitar 500 antigen eritrosit dan 100 diantaranya telah dapat dideteksi secara serologik dengan menggunakan antiserum spesifik. Pembentukan antigen golongan darah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.4-5
Gambar 1 Pembentukan antigen golongan darah, dimulai dari substansi prekursor kemudian berubah menjadi gen H, akhirnya membentuk antigen golongan darah. (Dikutip dari: Flynn5)
Substansi seluler yang dikenal sebagai antigen golongan darah merupakan produk gen yang spesifik dan juga bersifat imunogenik. Individu memiliki suatu pola genetik spesifik (genotipe) dan antigen ini biasanya mengekspresikan diri pada eritrosit (fenotipe), pola pewarisan ini disebut kodominan. Kesalahan penetapan golongan darah dapat juga disebabkan oleh antigen yang mempunyai daya reaktivitas yang tidak sama, misalnya pada golongan darah A yang terbagi menjadi beberapa subgrup. Subgrup ini sering menimbulkan kesulitan pada praktik laboratorium, antigen subgrup ini sangat lemah sehingga sukar dikenal dan bisa menyebabkan kesalahan dalam menetapkan golongan darah, misalnya golongan O atau B. Keadaan ini berbahaya bila yang ditetapkan itu adalah darah seorang pendonor.2-7 Semakin banyak diketahui hubungan antara golongan darah dan berbagai penyakit akan memberikan info yang sangat penting untuk para ahli Bank Darah. Seseorang yang mendapat tranfusi untuk
kedua kalinya dengan antigen eritrosit yang sama dapat timbul reaksi, pembentukan antibodi akan berlangsung lebih cepat dengan titer yang lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan reaksi yang disebut dengan reaksi transfusi.5,7,9 Standar World Health Oganization (WHO) untuk pemeriksaan golongan darah adalah dengan metode tabung. Identifikasi pemeriksaan golongan darah ABO dapat dilakukan dengan metode tabung dan metode slide, dengan forward dan reverse typing. Interpretasi hasil forward dan reverse typing harus selalu sesuai, bila tidak maka akan terjadi diskrepansi golongan darah yang dapat menyebabkan reaksi transfusi. Pencucian sel eritrosit terlebih dahulu dengan larutan salin dianjurkan sekurang-kurangnya satu kali untuk menghilangkan faktor substansi seluler yang terdapat di dalam plasma. Substansi seluler tersebut bila tidak dibuang akan mengakibatkan hasil pemeriksaan golongan darah menjadi kurang baik, karena akan terjadi netralisasi sehingga hasil pemeriksaan dapat keliru.
66
Vivi Keumala Mutiawati, Perbedaan Derajat Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah
Semua jenis antibodi (irregular antibody/antibodi ireguler) harus dicari dalam serum penderita. Sel eritrosit yang sudah dicuci dibuat suspensi salin masingmasing 5% untuk pemeriksaan metode tabung dan 10% untuk metode slide. Prinsip pemeriksaan didasarkan pada
reaksi aglutinasi eritrosit yang terjadi antara eritrosit penderita dengan reagen Anti-A, Anti-B dan Anti-AB (optional). Reaksi aglutinasi eritrosit pada golongan darah ABO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Reaksi Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah ABO ABO Blood Group Typing Reactions With (Forward) Anti-A +4 0 +4 0
Anti-B 0 +4 +4 0
Anti-A,B +4 +4 +4 0
A1 Cells 0 +4 0 +4
(Reverse) B Cells +4 0 0 +4
Interpretation A B AB O
(Dikutip dari: Flynn5)
Derajat reaksi aglutinasi pada pemeriksaan golongan darah adalah : (1) Positif 4 (+4/+++++) : terlihat gumpalan besar dengan cairan jernih di sekitarnya; (2) Positif 3 (+3/+++) : terlihat sebagian sel bergumpal besar dengan cairan jernih di sekitarnya; (3) Positif 2 (+2/++) : terlihat gumpalan agak besar dengan cairan agak merah di sekitarnya; (4) Positif 1 (+1/+) : terlihat gumpalan kecil dengan cairan merah di sekitarnya; (5) Positif-negatif ± (+w): gumpalan tidak terlihat jelas harus dengan bantuan mikroskop; (6) Lisis : suspensi sel darah berwarna merah jernih; (7) Negatif (-/0) : tersuspensi atau homogen. Diskrepansi terjadi ketika ditemukan reaksi dua positif dan dua negatif tidak terlihat dan seringkali disebabkan oleh masalah teknis.8-9,11-12 Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terjadi perbedaan derajat aglutinasi pemeriksaan golongan darah antara eritrosit tanpa pencucian dan dengan pencucian pada penderita talasemia yang mendapat transfusi berulang. Subjek dan Metode Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yang dilakukan di Bank Darah Rumah Sakit Hasan Sadikin (DDD-RSHS) Bandung pada bulan juli 2010. Subjek penelitian adalah 37 orang penderita talasemia yang akan mendapat transfusi
darah dan melakukan pemeriksaan golongan darah. Pengambilan sampel darah whole blood dilakukan secara consecutive sampling, dan pemeriksaan golongan darah dilakukan secara forward dan reverse typing dengan metode slide. Setiap sampel dilakukan pemeriksaan golongan darah anti-A dan anti-B dan antiD sebanyak dua kali, pertama; sampel tanpa pencucian langsung diperiksa golongan darah ABO dan Rh, kedua; sampel dilakukan pencucian dengan salin dan disentrifus sebanyak tiga kali, kemudian eritrosit dibuat pengenceran menjadi 10% dengan salin, dan diperiksa golongan darah ABO dan Rh. Interpretasi hasil pemeriksaan dilakukan oleh dua orang pembaca hasil pemeriksaan golongan darah, sesuai standar dari American Association of Blood Bank. Hasil penelitian diolah dengan metode statistik chi Square test, dengan tingkat 2-5,7-12 kepercayaan 95% (p≤0.05). Hasil Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-A antara eritrosit yang tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini.
67
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013
Tabel 2 Perbandingan hasil pemeriksaan anti-A antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSH Bandung Variabel Anti-A tanpa Pencucian Negatif +3 +4
Negatif (n=25) 25(100%) 0(0%) 0(0%)
Anti-A dengan Pencucian +1 +2 +3 (n=0) (n=1) (n=4) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 1(33.3%) 2(66.7%) 0(0%) 0(0%) 2(22.2%)
Pada Tabel 2 derajat aglutinasi pada eritrosit tanpa pencucian menunjukkan derajat aglutinasi yang sama atau lebih rendah 1 derajat pada eritrosit tanpa pencucian. Hal ini bisa dilihat pada derajat aglutinasi negatif pada eritrosit tanpa pencucian, tidak terdapat derajat aglutinasi yang positif pada eritrosit dengan pencucian, 100% memperlihatkan derajat aglutinasi negatif. Pada derajat aglutinasi +3 eritrosit tanpa pencucian sebanyak 66.7% menunjukkan derajat aglutinasi yang sama dan 33.3% menunjukkan derajat aglutinasi yang lebih rendah yaitu +2 pada eritrosit dengan pencucian. Demikian juga pada eritrosit tanpa pencucian dengan derajat aglutinasi +4 menunjukkan derajat aglutinasi yang sama
+4 (n=7) 0(0%) 0(0%) 7(77.8%)
Nilai p
<0.001
sebanyak 77.8%, dan derajat aglutinasi yang lebih rendah (+3) sebanyak 22.2%. Tidak terdapat perbedaan derajat aglutinasi +2, +1 maupun negatif. Hasil chi square test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian hasil pemeriksaan anti-A antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung secara bermakna dengan nilai p<0.001 (p≤0.05). Perbandingan hasil pemeriksaan anti-B antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung dapat dijelaskan pada Tabel 3 di beri kut ini.
Tabel 3 Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-B antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung Variabel Anti-B tanpa Pencucian Negatif +3 +4
Negatif (n=24) 24(100%) 0(0%) 0(0%)
Anti-B dengan Pencucian +1 +2 +3 (n=0) (n=0) (n=4) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 3(50.0%) 0(0%) 0(0%) 1(12.5%)
Pada Tabel 3 terlihat bahwa hasil pemeriksaan anti-B dengan eritrosit tanpa pencucian menunjukkan hasil negatif yang sama dibandingkan dengan pencucian yaitu 24 orang (100%). Hasil +3 Anti-B eritrosit tanpa pencucian sama dengan eritrosit dengan pencucian yaitu sebanyak 3 orang (50.0%), namun +3 Anti-B eritrosit tanpa pencucian dibandingkan dengan dicuci berubah menjadi +4 yaitu sebanyak 3 orang (50.0%). Hasil Anti-B tanpa pencucian yang tidak mengalami perubahan derajat aglutinasi setelah pencucian yaitu tetap +4 adalah 6 orang (85.7%). Namun ditemukan juga Anti-B
+4 (n=9) 0(0%) 3(50.0%) 6(85.7%)
Nilai p
<0.001
eritrosit tanpa pencucian dengan derajat aglutinasi +4 turun menjadi +3 setelah pencucian yaitu 1 orang (12.5%). Hasil chi square test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pemeriksaan Anti-B antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung secara bermakna dengan nilai p<0.001 (p≤0.05). Perbandingan hasil pemeriksaan Anti-Rh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung dapat dijelaskan pada Tabel 4 berikut ini.
68
Vivi Keumala Mutiawati, Perbedaan Derajat Aglutinasi Pemeriksaan Golongan Darah
Tabel 4 Perbandingan hasil pemeriksaan anti-Rh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung Variabel Anti-Rh tanpa Pencucian +1 +2 +3 +4
+1 (n=3) 1(100%) 0(0%) 2(7.7%) 0(0%)
Anti-Rh dengan Pencucian +2 +3 (n=15) (n=15) 0(0%) 0(0%) 3(60.0%) 2(40.0%) 9(34.6%) 12(46.2%) 3(50.0%) 1(16.7%)
Berdasarkan Tabel 4 pemeriksaan Anti-Rh menunjukkan tidak terjadi perubahan derajat +1 antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian yaitu 1 orang (100%), juga tidak ada yang berubah derajat aglutinasi dari +1 menjadi +2, +3, dan +4. Hasil derajat aglutinasi +2 tidak berubah setelah pencucian yaitu 3 orang (60.0%), namun derajat aglutinasi +2 tanpa pencucian yang berubah menjadi +3 setelah pencucian yaitu 2 orang (40.0%), namun terjadi perubahan derajat aglutinasi dari +2 tanpa pencucian menjadi +4 dengan pencucian. Derajat aglutinasi +3 tanpa pencucian terjadi penurunan menjadi +1 dengan pencucian yaitu 2 orang (7.7%), dan menjadi +2 setelah pencucian yaitu 9 orang (34.6%). Peningkatan derajat aglutinasi dari +3 tanpa pencucian menjadi +4 setelah pencucian yaitu sebanyak 2 orang (8%), tetapi tidak terjadi perubahan derajat aglutinasi +3, tanpa pencucian dengan pencucian yaitu 12 orang (46.2%). Derajat aglutinasi +4 tanpa pencucian tidak terjadi perubahan menjadi +1 setelah pencucian, namun terjadi perubahan derajat aglutinasi menjadi +4 tanpa pencucian menjadi +2 dengan pencucian yaitu sebanyak 3 orang (50.0%), dan +3 dengan pencucian yaitu 1 orang (16.7%), namun tidak terjadi perubahan derajat aglutinasi +4 setelah pencucian yaitu 2 orang (33.3%). Hasil chi square test pada kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil pemeriksaan AntiRh antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia di RSHS Bandung secara bermakna dengan nilai p=0.039 (p≤0.05).
Nilai p +4 (n=5) 0(0%) 0(0%) 2(8%) 2(33.3%)
<0.001
Pembahasan Keunggulan eritrosit yang mengalami pencucian adalah tidak ada lagi antibodi ireguler yang dapat menyebabkan hasil positif palsu pada proses aglutinasi sel eritrosit yang diperiksa golongan 2 darahnya. Pada penelitian ini terjadi perubahan derajat aglutinasi positif hasil pemeriksaan golongan darah terutama pada pemeriksaan Anti-A dengan derajat +3 dan +4 (66.7% dan 77.8%), pada pemeriksaan Anti-B dengan derajat aglutinasi +3 dan +4 (50.0% dan 85.7%), pada pemeriksaan Anti-Rh dengan derajat aglutinasi +3 (46.2%). Hasil pada penelitian ini memperlihatkan bahwa eritrosit sebaiknya dicuci sebelum dilakukan pemeriksaan golongan darah pada penderita talasemia, karena terjadi perubahan derajat aglutinasi positif pada pemeriksaan golongan darah dari eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian, sehingga kemungkinan dapat ditemukan ada atau tidak adanya diskrepansi pada pemeriksaan golongan darah dengan metode slide. Derajat aglutinasi akan memberikan gambaran kemungkinan golongan darah yang diperiksa mengalami diskrepansi, sehingga seringkali sampel darah harus dilakukan pencucian terlebih dahulu sebelum pemeriksaan golongan darah dilakukan. Diskrepansi yang terjadi biasanya disebabkan oleh adanya antigen atau substansi seluler lain yang dapat memengaruhi hasil pemeriksaan golongan darah.2,4 Terdapat kesamaan golongan darah antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penelitian ini, tetapi kesamaan ini tidak diikuti dengan kesamaan derajat aglutinasi. Terjadi perubahan positivitas
69
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 2 Agustus 2013
derajat aglutinasi eritrosit pada golongan darah A,B, O dan AB. Perubahan derajat aglutinasi yang terlihat bervariasi, mulai dari derajat aglutinasi lemah (+1 dan +2) sampai kuat (+3 dan +4). Sehingga para analis dan klinisi Bank Darah tidak perlu ragu untuk mengeluarkan hasil pemeriksaan golongan darah dengan sampel whole blood tanpa dilakukan pencucian terlebih dahulu.2-7 Keadaan lain yang dapat menyebabkan diskrepansi hasil pemeriksaan golongan darah adalah kesalahan (error) teknis yang dilakukan oleh pemeriksa (analis) terjadi pada waktu proses pemeriksaan. Banyak hal teknis yang dapat mengakibatkan error yang menyebabkan diskrepansi ABO, dan untuk mengatasi ini pemeriksaan diulang dengan menggunakan sampel yang sama dengan menambahkan salin ke dalam eritrosit. Sangat penting untuk memastikan semua faktor teknis yang dapat menyebabkan diskrepansi ABO diperiksa dan dikoreksi ulang, dan juga harus mendapat informasi esensial mengenai umur, diagnosis, riwayat transfusi, riwayat pemakaian obat, kadar imunoglobulin, serta riwayat kehamilan dari penderita. Apabila diskrepansi masih terjadi, direncanakan untuk mengambil sampel baru dari penderita untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Kesimpulan Terdapat perbedaan derajat aglutinasi hasil pemeriksaan golongan darah antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian pada penderita talasemia. Perbandingan derajat aglutinasi hasil pemeriksaan AntiA, Anti-B dan Anti-D (Rh) antara eritrosit tanpa pencucian dengan pencucian terdapat perbedaan bermakna masing-masing dengan nilai p<0.001, p<0.001 dan p=0.039 (p≤0.05). Keadaan ini disebabkan oleh penderita talasemia sering mendapat transfusi berulang, sehingga antigen yang ada di dalam darah donor dan kemudian ditransfusikan dapat menyebabkan
diskrepansi antigen golongan darah pada penderita talasemia. Daftar Pustaka 1.
Supandiman I. Hematologi Klinik. Alumni. Bukit Pakar Timur. Bandung. 1997 : 208. 2. Rustam M. Almanak Transfusi Darah. “Karena Darah Anda, Aku Selamat”. Lembaga Pusat Transfusi Darah Indonesia. Jakarta. 1978 : 65-88. 3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. 4th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006 : 1151.300. 4. Kresno SB. Hematologi dan Immunohematologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1988 : 129-139. 5. Flynn Jr JC. Essentials of Immunohematology. WB Saunders Company. Philadelphia. 1998 : 23-52. 6. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. 11th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2002 : 209-35. 7. Turgeon ML. Fundamentals of Immunohematology Theory and Technique. 2nd ed. William & Wilkins. Philadelphia. 1995 : 87-117. 143-204. 8. Kumpulan Prosedur Kerja Standar Praktikum Serologi Golongan Darah. Jakarta. Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia. 9. Harmening DM. Modern Blood Banking and Transfusion Practises. 4th ed. Book Promotion & Service Co. FA Davis Company. 1999 : 90-144. 10. Hepler EO. Manual of Clinical Laboratory Methodes. 4th ed. Blackwell Scientific Publications. England. 1960 : 244-9. 11. Palang Merah Indonesia. Prosedur Tetap Pelayanan Transfusi Darah. Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin. Bandung. 2008. 12. Palang Merah Indonesia. Pedoman Pelayanan Transfusi Darah. Kegiatan Transfusi Darah, Penanganan Donor dan Kepuasan Pelanggan. Unit Transfusi Darah Palah Merah Indonesia Pusat. Jakarta. 2007.
70