PERBANDINGAN KONSUMSI ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN KADAR HEMOGLOBIN PENGANTIN WANITA DI WILAYAH PANTAI DAN PERTANIAN KABUPATEN PROBOLINGGO Sherilla Irianti Putri1, Sri Sumarmi2 1Program
Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya 2Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK Anemia masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian yang serius. Anemia disebabkan oleh kekurangan zat gizi, baik karena kekurangan konsumsi atau gangguan absorbsi. Salah satu kelompok yang rawan terkena anemia adalah pengantin wanita karena merupakan kelompok wanita yang akan mempersiapkan kehamilan. Penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan konsumsi zat gizi, status gizi, dan kadar hemoglobin pengantin wanita di wilayah pantai dan pertanian. Jenis penelitian ini adalah non reaktif dan observasional-analitik dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel penelitian adalah 40 pengantin wanita, terbagi menjadi dua kelompok sama besar yang mewakili wilayah pantai dan pertanian. Teknik analisis data menggunakan uji t-Sampel Bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di kedua wilayah berumur 19–29 tahun. Tingkat pendidikan terbanyak untuk wilayah pantai adalah tamat SMA sedangkan wilayah pertanian adalah tamat SMP. Sebagian besar responden tidak bekerja dan prevalensi anemia masing-masing wilayah sebesar 15%. Responden yang anemia adalah mereka yang memiliki tingkat konsumsi zat besi dan seng defisit. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan pada semua variabel (p > 0,05). Perbedaan wilayah tidak mempengaruhi konsumsi zat gizi, status gizi maupun kadar hemoglobin individu. Saran yang bisa diberikan untuk menindaklanjuti hasil penelitian adalah perlu adanya sosialisasi tentang pencegahan anemia dan status gizi yang kurang serta menjalin kerja sama dengan lintas sektor agar ketersediaan pangan yang berkualitas tetap tercukupi dengan baik. Kata kunci: konsumsi zat gizi, status gizi, kadar Hb, wilayah ABSTRACT Anemia is still become one of public health problem and requires serious attention. Anemia caused by nutritional deficiencies due to lack of consumption or absorption disorder. One of the nutrition problems disturbed groups is brides group because they are females group who will prepare their pregnancies. The research was purposed to analyze the differences in nutrient consumption, nutritional status and hemoglobin levels of the brides in the coastal area and agricultural area. This study was a non reactive and observational-analytic research with cross sectional design. Total sample for this research was 40 brides who are divides into two equal groups representing the coastal area and agriculture area was graduated from junior high school. Most of them were not worked. The prevalence of anemia of each area was 15%. Anemic respondens are those who deficit in iron and zinc consumption. The analyzed results showed that there were no difference in all of variables (p > 0.05). Differences in area have no effect on individual nutrient consumption, nutritional status and hemoglobin levels. The suggestions could be given to follow up the results of the research are held healthy promotion to prevent anemia and under nutrition also establish multi sectoral cooperation to maintain the quality of food availability. Keywords: nutrient consumption, nutritional status, hemoglobin levels, area
PENDAHULUAN
2007 (Balitbangkes Depkes. R.I., 2007) yang menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada perempuan dewasa di Jawa Timur sebesar 15,6%. Penyebab tingginya prevalensi anemia tersebut dapat diketahui dari berbagai faktor antara lain konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah (Ekayanti, 2007). Di samping
Hingga saat ini, diperkirakan kurang lebih 2,15 miliar orang di dunia menderita anemia. Sekitar 90% penyebab anemia adalah akibat kekurangan zat besi, disebut sebagai anemia gizi besi. Tingginya masalah gizi ini tercermin dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun
72
Sherilla dkk., Perbandingan Konsumsi Zat Gizi…
masalah rendahnya tingkat konsumsi, salah satu masalah gizi lainnya adalah Kurang Energi Kronis (KEK). Besarnya masalah KEK ini tercermin dari hasil penelitian Harahap (2002) yang menyatakan bahwa prevalensi KEK pada Wanita Usia Subur (WUS) di Jawa Timur sebesar 21,9%. Hasil penelitian Sumarmi (Sumarmi, 2008) juga diperoleh rata-rata prevalensi anemia pada Calon Pengantin Wanita (CPW) di empat kecamatan Kabupaten Probolinggo sebesar 48,5% sedangkan rata-rata prevalensi KEK sebesar 27,3%. Pengantin wanita merupakan kelompok wanita usia subur yang merupakan kelompok rawan terjadinya anemia dan defisiensi zat gizi mikro lainnya, terutama zat besi. Pengantin wanita adalah kelompok wanita yang akan mempersiapkan kehamilan. Wanita yang mengalami anemia dalam kehamilan akan memiliki risiko terjadi keguguran, kematian janin yang dikandung, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur, perdarahan serta kematian ibu dan bayi. Adanya perbedaan wilayah dan cara masyarakat dalam mengolah makanan sumber pangan dapat pula mempengaruhi status gizi. Masyarakat yang tinggal di wilayah pantai, umumnya mengolah pangan yang berasal dari laut dengan cara diasapi, dikukus, dikeringkan maupun diasinkan. Masyarakat yang tinggal di wilayah non pantai (pertanian) mengolah pangan dengan cara digoreng atau diberi kuah santan. Jumlah lemak yang terkandung dalam pangan yang diolah menggunakan minyak goreng atau santan tentu jauh lebih besar daripada yang diolah tanpa minyak goreng atau santan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan konsumsi zat gizi yang meliputi energi, karbohidrat, lemak, protein, zat besi, vitamin A, dan seng, status gizi yang meliputi Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Lengan Atas (LILA), dan rasio lingkar pinggang terhadap lingkar pinggul serta kadar hemoglobin pengantin wanita di wilayah pantai dan pertanian Kabupaten Probolinggo. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengantin wanita serta mempelajari tingkat konsumsi zat gizi serta konsumsi inhibitor dan enhancer factor.
73
METODE Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian induk yang dilakukan oleh Sri Sumarmi, S.KM., M.Si berjudul “Suplementasi Multi Mikronutrien Prakonsepsi pada Pengantin Wanita untuk Meningkatkan Status Besi dan Memperbaiki Kualitas Kehamilan”. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observational-analitik. Penelitian dilakukan secara cross sectional. Penelitian ini dilakukan di tiga kecamatan di Kabupaten Probolinggo, yaitu Kecamatan Pajarakan dan Kecamatan Tongas yang mewakili karakteristik wilayah pantai serta Kecamatan Krejengan yang mewakili wilayah pertanian. Waktu penelitian ini mulai bulan MaretJuni 2010 dan dianalisis pada bulan Mei-Juni 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengantin wanita yang tercatat di KUA sebanyak 350 orang. Masing-masing di Kecamatan Pajarakan sebanyak 83 orang, Kecamatan Tongas sebanyak 180 orang dan di Kecamatan Krejengan sebanyak 87 orang. Dilihat dari segi waktu pengumpulan dan analisis data, maka pengambilan sampel tergolong dalam sampel non reaktif (non reactive research) atau unobstrutif dengan menggunakan data yang sudah terkumpul sebelumnya (Kuntoro, 2009). Sampel yang menjadi responden penelitian ini juga menjadi sampel penelitian induk dan telah memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah datang saat recruitment sehingga didapatkan besar sampel untuk Kecamatan Pajarakan sebanyak 13 orang, Kecamatan Tongas sebanyak 7 orang, dan Kecamatan Krejengan sebanyak 20 orang. HASIL PENELITIAN Sebagian besar responden baik di wilayah pantai maupun pertanian berusia antara 19–29 tahun. Sebanyak 45% responden di wilayah pantai berpendidikan tamat SMA sedangkan 45% responden di wilayah pertanian berpendidikan tamat SMP. Sebagian besar responden di kedua wilayah tidak bekerja sehingga tidak memiliki penghasilan, responden yang bekerja sudah
74
Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 72–77
Pantai
Pertanian
85%
Anemia
85%
15%
Tidak anemia
15%
Anemia Tidak anemia
Gambar 1. Proporsi Anemia Responden berpenghasilan ≥ UMR Kabupaten Probolinggo tahun 2010. Rata-rata kadar Hb sebagian besar responden di wilayah pantai sebesar 13,09 g/dl sedangkan di wilayah pertanian sebesar 12,95 g/dl. Hanya ada 15% responden (3 orang) di masing-masing wilayah yang menderita anemia (Gambar 1). Hampir seluruh responden yang menderita anemia ternyata memiliki tingkat konsumsi zat besi dan seng yang tergolong defisit. Hanya ada satu responden anemia yang memiliki tingkat konsumsi seng baik. Tingkat konsumsi energi responden di wilayah pantai sebagian besar baik karena mencapai ≥ 100% AKG yaitu sebanyak 11 responden (55%) sedangkan untuk wilayah pertanian, masingmasing sebanyak 6 responden (30%) memiliki tingkat konsumsi energi sedang dan baik. Tingkat konsumsi karbohidrat responden baik di wilayah pantai maupun pertanian sebagian besar tidak seimbang yaitu sebanyak 12 responden (60%) berasal dari wilayah pantai dan 14 responden (70%) dari wilayah pertanian. Tidak jauh berbeda dengan tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi lemak responden di kedua wilayah tersebut sebagian besar juga tidak seimbang, yaitu sebanyak 15 responden (75%) berasal dari wilayah pantai dan 18 responden (90%) dari wilayah pertanian. Tingkat konsumsi protein sebagian responden di kedua wilayah tergolong baik, yaitu sebanyak 14 responden (70%) di wilayah pantai, dan 13 responden (65%) di wilayah pertanian. Secara umum, tingkat konsumsi zat besi responden baik di wilayah pantai maupun pertanian hampir seluruhnya tergolong defisit, yaitu sebanyak 19 responden (95%) di wilayah pantai, dan semua responden (100%) di wilayah
pertanian. Tingkat konsumsi vitamin A responden di kedua wilayah sebagian besar tergolong baik yaitu wilayah pantai sebanyak 16 responden (80%) dan wilayah pertanian sebanyak 17 responden (85%). Tingkat konsumsi seng responden baik di wilayah pantai maupun pertanian sebagian besar tergolong defisit, yaitu sebanyak 13 responden (65%) di wilayah pantai, dan 15 responden (75%) di wilayah pertanian. Distribusi frekuensi konsumsi inhibitor factor responden tampak pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden, baik di wilayah pantai maupun pertanian mengonsumsi inhibitor factor lebih dari satu macam (kombinasi) yaitu sebanyak 8 responden (40%) di wilayah pantai dan sebanyak 5 responden (25%) di wilayah pertanian. Distribusi frekuensi konsumsi enhancer factor responden tampak pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden di wilayah pantai mengonsumsi enhancer factor golongan protein hewani non telur yaitu sebanyak 15 responden (75%) sedangkan di wilayah pertanian hanya sebanyak 4 responden (20%). Hampir separuh responden di wilayah pertanian (45%) tidak Tabel 1. Distribusi Frekuensi Konsumsi Inhibitor Factor Responden Wilayah Pantai dan Pertanian Kabupaten Probolinggo Tahun 2010 Wilayah Inhibitor Factor Tanin Fitat Oksalat Serat Albumin > 1 macam Tidak ada
Pantai (n = 20)
Pertanian (n = 20)
3 (15%) 1 (5%) 0 (0%) 5 (25%) 0 (0%) 8 (40%) 3 (15%)
2 (10%) 2 (10%) 3 (15%) 3 (15%) 1 (5%) 5 (25%) 4 (20%)
Sherilla dkk., Perbandingan Konsumsi Zat Gizi…
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Konsumsi Enhancer Factor Responden Wilayah Pantai dan Pertanian Kabupaten Probolinggo Tahun 2010 Wilayah Enhancer Factor Buah kaya vit. C Protein hewani non telur > 1 macam Tidak ada
Pertanian (n = 20)
1 (5%) 15 75%) 2 (10%) 2 (10%)
3 (15%) 4 (20%) 4 (20%) 9 (45%)
Hasil Uji Beda Rata-rata (Independent sample ttest) terhadap Variabel yang Diteliti Variabel
Konsumsi energi Konsumsi karbohidrat Konsumsi lemak Konsumsi protein Konsumsi zat besi Konsumsi vitamin A Konsumsi seng IMT LILA RLPP Kadar Hb
pertanian Kabupaten Probolinggo karena diperoleh tingkat signifikansi p > α (0,05). PEMBAHASAN
Pantai (n = 20)
mengonsumsi enhancer factor ke dalam menu makanannya. Sebagian besar responden memiliki status gizi normal menurut IMT. Di wilayah pantai yaitu sebanyak 15 responden (75%) dan di wilayah pertanian sebanyak 11 responden (55%). Sebagian besar responden di kedua wilayah memiliki LILA > 23,5 cm yaitu sebanyak 15 responden (75%) di wilayah pantai dan 14 responden (70%) di wilayah pertanian. Hampir seluruh responden di wilayah pantai maupun pertanian, yaitu masing-masing 18 responden (90%) memiliki rasio lingkar pinggang terhadap lingkar pinggul kurang dari 0,8 sehingga risiko kejadian obesitas pun kecil. Dari hasil uji statistik menggunakan Independent Sample t-Test maka didapatkan hasil seperti yang tampak pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara konsumsi energi, karbohidrat, lemak, protein, zat besi, vitamin A, seng, IMT, LILA, RLPP dan kadar Hb pada pengantin wanita di wilayah pantai dan Tabel 3.
75
P 0,576 0,189 0,338 0,465 0,620 0,994 0,659 0,469 0,654 0,502 0,737
Batasan kadar Hb normal untuk wanita usia 16–35 tahun adalah 12 gr/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar Hb responden di wilayah pantai sebesar 13,09 g/dl dan responden di wilayah pertanian sebesar 12,95 g/dl. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kadar Hb responden tergolong normal atau sesuai dengan batasan kelompok umurnya. Hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test diperoleh hasil bahwa H 0 lebih besar dari α = 5% (p = 0,737), jadi tidak terdapat perbedaan kadar Hb pengantin wanita di wilayah pantai dan pertanian. Wilayah pantai dan pertanian memang berbeda dalam geografis maupun karakteristik masyarakatnya. Namun kedua wilayah ini sama-sama termasuk dataran rendah. Rata-rata kadar Hb sebagian besar responden di kedua wilayah juga tidak berselisih jauh, hanya sebesar 0,14 g/dl. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi sebagian besar responden baik di wilayah pantai maupun pertanian termasuk baik (≥ 100% AKG). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test diperoleh bahwa konsumsi energi responden di wilayah pantai dan pertanian tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p = 0,576). Hal ini dapat dikarenakan minimnya responden yang bekerja dan berpenghasilan cukup. Pendapatan yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula kemampuan untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan zat gizi yang baik. Sebagian besar responden tidak bekerja, sehingga kebutuhan energi untuk beraktivitas sehari-hari juga tidak terlalu besar. Konsumsi karbohidrat responden di wilayah pantai dan pertanian tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p = 0,189). Sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya. Hal ini dapat diketahui bahwa dari hasil recall 24 jam, sebagian besar responden di kedua wilayah mengonsumsi nasi putih sebagai makanan pokok yang tinggi karbohidrat meskipun jumlahnya bervariasi antar individu.
76
Media Gizi Indonesia, Vol. 9, No. 1 Januari–Juni 2013: hlm. 72–77
Hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test dan diketahui bahwa konsumsi lemak responden di wilayah pantai dan pertanian tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p = 0,338). Dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi lemak responden di wilayah pertanian lebih besar dari wilayah pantai. Hal ini dapat diketahui dari hasil recall 24 jam, bahwa selain mengolah makanan dengan cara digoreng, sebagian besar responden di wilayah pertanian juga mengolah makanan dengan di bumbu santan. Santan ini juga diketahui menyumbang nilai lemak yang cukup tinggi pula (sekitar 33% nilai lemak pada minyak goreng kelapa sawit). Hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test diperoleh bahwa konsumsi protein responden di wilayah pantai dan pertanian tidak bermakna secara statistik (p = 0,465). Hal ini dapat diketahui dari hasil recall 24 jam bahwa sebagian besar responden, baik di wilayah pantai maupun pertanian, mengonsumsi telur dan ikan sebagai sumber protein hewani, serta tahu dan tempe sebagai sumber protein nabati. Zat besi merupakan mineral mikro yang mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier, 2003). Hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test diperoleh kesimpulan bahwa konsumsi zat besi responden di wilayah pantai dan pertanian tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p = 0,620). Terlihat dari hasil recall 24 jam bahwa sumber zat besi yang diperoleh dari sebagian besar responden di kedua wilayah berasal dari ikan, tahu dan tempe. Tahu dan tempe sebagai pangan sumber zat besi yang termasuk jenis pangan besi non heme mempunyai kandungan zat besi lebih sedikit dan lebih sulit diserap oleh tubuh. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh, diantaranya untuk penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, serta dapat untuk mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier, 2003) . Berdasar hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test diketahui
bahwa konsumsi vitamin A responden di wilayah pantai dan pertanian tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p=0,994). Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut lemak. Berdasarkan pembahasan sebelumnya tentang lemak, dapat diketahui bahwa konsumsi lemak sebagian besar responden di kedua wilayah tergolong tinggi sehingga kelompok pangan sumber vitamin A yang dikonsumsi responden seperti wortel, daun singkong serta ikan pun dapat terserap dengan baik. Seng merupakan trace element yang esensial bagi tubuh. Seng (Zn) terdapat dalam jaringan manusia atau hewan dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim dalam proses metabolisme. Berdasar hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test pun diketahui bahwa konsumsi seng responden di wilayah pantai dan pertanian tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p = 0,659). Sintesis heme dapat terganggu apabila tubuh mengalami defisiensi seng sedangkan defisiensi seng terjadi akibat intake pangan sumber seng yang kurang mencukupi. Dari hasil recall 24 jam dapat diketahui bahwa sebagian besar responden di wilayah pantai mengonsumsi ikan dan golongan kacang-kacangan berikut olahannya seperti tempe sebagai pangan sumber seng sedangkan sebagian besar responden di wilayah pertanian juga mengonsumsi ikan dan golongan kacangkacangan berikut olahannya seperti tempe sebagai pangan sumber seng namun ditambah telur. Faktor lain yang mungkin menyebabkan seluruh konsumsi zat gizi responden di wilayah pantai dan pertanian tidak berbeda secara statistik adalah karena faktor ketersediaan pangan (food availability) yang baik serta faktor modernisasi dan globalisasi di kedua wilayah sehingga tidak memiliki keragaman yang mencolok (Aritonang, 2000). IMT merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara IMT responden di wilayah pantai maupun pertanian (p = 0,469). Dengan IMT yang
Sherilla dkk., Perbandingan Konsumsi Zat Gizi…
masih dalam kategori normal, berarti berat badan dan tinggi badan individu juga masih berada dalam kisaran ideal. Dengan berat badan normal, tingkat kesehatan yang optimal pun dapat dicapai (Supariasa, et al., 2002). Pengantin wanita merupakan calon ibu yang nantinya hamil perlu dideteksi dini dengan tindakan pencegahan dan penanggulangan terhadap KEK melalui pemantauan kesehatan dan status gizinya. KEK berkaitan dengan asupan makanan terutama energi dan protein dan berkaitan dengan kekurangan zat gizi makro maupun mikro. Berdasar uji statistik menggunakan Independent sample t-test diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara LILA responden di wilayah pantai maupun pertanian (p = 0,654). Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat konsumsi energi dan protein sebagian besar responden di kedua wilayah yang masih tergolong baik sehingga ukuran lingkar lengan atas responden pun menjadi baik. Hasil uji statistik menggunakan Independent sample t-test menunjukkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rasio lingkar pinggang terhadap lingkar pinggul responden di wilayah pantai maupun pertanian (p = 0,502). Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme termasuk daya tahan terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme ini juga memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. KESIMPULAN Responden di wilayah pantai maupun pertanian sebagian besar berumur 19–29 tahun, dengan tingkat pendidikan terbanyak untuk wilayah pantai adalah tamat SMA sedangkan wilayah pertanian adalah tamat SMP. Sebagian besar responden tidak bekerja sedangkan untuk yang bekerja sebagian besar berpenghasilan ≥ UMR Kabupaten Probolinggo tahun 2010. Kadar Hb rata-rata responden di wilayah pantai sebesar 13,09 g/dl dan responden di wilayah pertanian sebesar 12,95 g/dl. Perbedaan kadar
77
Hb responden di kedua wilayah hanya sebesar 0,14 g/dl. Responden yang menderita anemia masing-masing wilayah hanya sebesar 15%. Responden yang menderita anemia baik ringan maupun sedang di kedua wilayah ternyata memiliki tingkat konsumsi zat besi dan seng defisit. Tidak ada perbedaan konsumsi zat gizi, status gizi pengantin wanita menurut IMT, LILA, dan RLPP serta kadar hemoglobin pengantin wanita di wilayah pantai dan pertanian. SARAN Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah diantaranya dengan perlunya upaya sosialisasi tentang anemia dan jenis pangan sumber zat gizi yang lebih beragam serta menjalin kerja sama lintas sektor secara komprehensif dengan beberapa dinas atau instansi yang berperan dalam memasok kebutuhan bahan pangan agar dapat tercukupi dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Aritonang, Irianton. 2000. Krisis Ekonomi: Akar Masalah Gizi. Media Presindo. Yogyakarta. Balitbangkes Depkes. R.I. 2007. Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2007. Jakarta. Ekayanti, Ikeu. 2007. Efek Pemberian Zat Gizi Mikro terhadap Keberhasilan Suplementasi Besi pada Wanita: Kasus Studi di Perusahaan Makanan, Sidoarjo. Jawa Timur. Post Graduate Thesis Airlangga University. Harahap, Heryudarini. 2002. Faktor-faktor yang Memengaruhi Risiko Kurang Energi Kronik (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS). http://digilib.litbang.depkes.go.id/ go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-heryudarini838-kek (Sitasi 24 Mei 2011 pukul 13.45 WIB). Kuntoro, H. 2009. Dasar Filosofis Metodologi Penelitian. Pustaka Melati. Surabaya. Supariasa, I.D.N., et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Sumarmi, Sri. 2008. Peningkatan Status Gizi Calon Pengantin Wanita pada kegiatan Penyusunan Angka Kecukupan Gizi Keluarga. Laporan Penelitian. Bappeda Kabupaten Probolinggo.