BioSMART Volume 2, Nomor 1 Halaman: 13 - 19
ISSN: 1411-321X April 2000
Peran Pseudomonas dan Khamir dalam Perbaikan Kualitas dan Dekolorisasi Limbah Cair Industri Batik Tradisional OKID PARAMA ASTIRIN, KUSUMO WINARNO Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta ABSTRAK Water pollution from batik industry is usually the result of wet processes. This process happened when the batik cloth had been washing in hot water to remove the wax/parrafin, some parts of the soga (indigenous colouring stuff) and the indigo. Usually the liquid batik industry waste was thrown away to the neighbourhood river by making small canal from the industry site to the river. Some other industry keep the waste in a temporary container to be processed. This research is trying to find a better solution for batik waste processing so that it could be implemented in the small scale traditional batik industry to manage their liquid waste. The procedures are as follows. Liquid waste was processed by applying laboratory experimentation. The waste processing installation in the laboratory was set up in non flowing condition; with and without aeration. The waste processing installation in the industry was made flowing naturally as it use to be (the liquid waste flown on 13.30 - 14.00 pm). It could be consider that the liquid flows from the industry was semi continue. Microbe used in this experiment was yeast as an effort to removed the colouring stuff and Pseudomonas to promote waste processing in aerobic manner. Data of the waste observed by looking at the decreasing of colouring stuff by reading the absorbance at the beginning of the experiment and other hour/day periodically as it was pre decided. Improvement of the liquid waste quality by increasing the biodegradation aerobic which using Pseudomonas was observed by reading at the HPLC, AAS, BOD, COD reactor at the beginning and at the end of the treatment. The experiences could be concluded from this program are: To reduce the expenditure /electrician spent for waste processing batik industry could (1) adding oxygen supply and improve the aeration to prolong the yeast survival by making few (three or four) containers with gradation level so that water flow will function as additional supply of oxygen and a better aeration; (2) More careful acclimatization for the yeast so that its survival will improved. Key words: Pseudomonas, Saccharomyces, limbah cair, industri batik tradisional
PENDAHULUAN Perkembangan industri tekstil di beberapa daerah di Indonesia (khususnya Jawa Tengah) banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat di sekitarnya maupun Pemerintah Daerah setempat. Industri tekstil mampu menyumbang devisa yang cukup besar. Produksi tekstil, yang menempati peringkat tertinggi adalah permadani, batik dan benang. Produksi batik dalam perdagangan ekspor ke mancanegara menempati urutan ke-16 dari seluruh produk ekspor non migas Indonesia yaini sebesar US $ 101.893.520 (Sumber: Departemen Perindustrian Propinsi Jawa Tengah, 1994). Meskipun demikian di sisi lain perkembangan industri batik ini juga mendatangkan masalah terhadap lingkungan, karena proses produksinya menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup besar. Hasil dengar pendapat dengan industri rekan ternyata pengelolaan limbah cair bagi pengusaha industri rumah tangga penghasil batik baik tenun, batik tulis maupun batik cap merupakan masalah yang sulit. Di satu pihak mereka memang berkehendak untuk mengolah limbah cairnya sebelum dibuang ke perairan bebas dan di pihak
lain mereka terbentur akan masalah lahan, teknologi dan dana. Limbah cair industri batik banyak mengandung material organik, berbau juga berwarna. Pencemaran air oleh industri batik pada umumnya bersumber dari proses pencelupan warna pertama, penghilangan lilin untuk mendapatkan warna yang kedua, ketiga dan seterusnya (jika diperlukan) dari proses pelorodan dalam air mendidih, dan sumber pencemar lain dari proses pencucian. Bentuk pencemar lain pada industri batik berupa fenol yang berasal dari lilin/malam serta penggunaan bahan pembantu seperti minyak tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Syarifudin (1990) di desa Wijirejo, Kecamatan Pandak Bantul, menunjukkan konsentrasi fenol berkisar antara 0,18-0,1 mg/liter. Penelitian yang sama membuktikan industri batik tradisional dijumpai mikrobia Pseudomonas aeruginosa yang terdapat pada air buangan industri batik ternyata mampu mengurangi kadar fenol dan menurunkan nilai BOD5 dan COD. Problem utama dari limbah cair ini adalah adanya bau, yang menunjukkan proses biodegradasi kurang sempurna. Bau disebabkan adanya peruraian secara anaerob oleh mikroorganisme. Proses anaerob terjadi karena kurang atau tidak adanya oksigen. Hal ini dapat terjadi mengingat © 2000 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
14
ASTIRIN dan WINARNO – Pengolahan Limbah dengan Pseudomonas dan Saccharomyces
sebelum limbah cair industri batik dibuang ke perairan umum, maka limbah diendapkan dahulu dalam kolam pengendapan selama kurang lebih satu bulan (waktu tergantung ukuran kolam dan kecepatan produksi dari industri yang bersangkutan) untuk diperoleh kembali malam/lilin yang akan membentuk lapisan tebal di permukaan air. Lapisan lilin (sisa proses pelorodan) setebal + 10 cm kemudian diambil kembali untuk dipakai ulang. Limbah yang baru saja keluar dari proses pembatikan belum berbau busuk, namun setelah “tersimpan” dalam kolam/bak penampungan mulailah terjadi proses anaerob sehingga muncul bau yang kurang sedap. Permasalahan berikutnya adalah timbulnya warna pada air buangan, karena dalam pewarnaan kain tidak semua zat warna yang diberikan akan terserap oleh kain, sehingga akan menimbulkan adanya sisa-sisa zat warna Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ashadi dkk. (1996) disimpulkan bahwa khamir dapat digunakan untuk menghilangkan zat warna tekstil. Khamir tergolong dalam Saccharomyces merupakan kumpulan jamur yang memperoleh energi dengan memecah bahanbahan organik. Makanan utama Saccharomyces adalah karbohidrat. Namun dalam kondisi yang memaksa diduga akan memanfaatkan sumber karbon yang ada (pada limbah). Salah satu alternatif penanganan limbah industri batik, diupayakan penggunaan Pseudomonas sp untuk memecahkan masalah perbaikan kualitas limbah sebelum di buang ke perairan bebas. Dalam limbah batik mengandung senyawa fenol. Meskipun kadar fenol sangat rendah namun dapat mengganggu aktivitas mikrobia, seperti yang dinyatakan oleh Udihanto (1986) bahwa pada konsentrasi yang sangat rendah fenol dapat bersifat toksik pada kehidupan biologi tingkat rendah. Meskipun limbah batik telah diolah (dalam kolam pengendapan) secara digesti anaerob, ternyata masih mengandung senyawa amonia yang dapat mengganggu lingkungan. Kadar amonia dalam limbah maupun efluen dapat diturunkan oleh aktifitas mikrobia yang bersifat aerob. Mikrobia aerob ini diperoleh dari cairan limbah batik yang sangat berperan dalam melakukan proses oksidasi. Proses oksidasi sempurna oleh mikrobia terhadap bahan organik dalam limbah akan menghasilkan CO2, H2O, ammonia, hidrogen sulfida dan energi. Proses yang terjadi dalam lumpur aktif adanya peruraian amonia untuk meningkatkan nilai DO yang rendah. Selanjutnya amonia secara hayati dioksidasi menjadi nitrit, kemudian nitrit dioksidasi menjadi nitrat. Nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir.
Pengolahan secara biologis (menggunakan khamir) untuk menghilangkan warna limbah batik mengingat jamur ini mempunyai kemampuan menguraikan rantai karbon. Zat warna batik sebagian besar merupakan senyawa organik (baik zat warna alam maupun zat warna sintetik) yang terdiri dari suatu struktur yang menghasilkan warna yang disebut chromogen yaitu suatu aromatic body yang berisi suatu gugus pemberi warna, umumnya disebut chromophore. Chromophore adalah gugusgugus yang menyebabkan warna dengan penyerapan panjang gelombang secara selektif (Bajpai et al., 1993). Menurut Bergbauer et al., (1991) munculnya warna adalah didukung adanya R dalam hal ini senyawa karbon siklik. Jika rantai ini mengalami pemutusan maka warna akan hilang, demikian juga bila terjadi penjenuhan pada ikatan rangkap ataupun pemutusan ikatan rangkap. Penggunaan mikrobia merupakan salah satu alternatif untuk menghilangkan warna dengan cara pemutusan rantai siklik ataupun ikatan rangkapnya. Pada perairan umum zat warna yang pekat dapat menghalangi sinar matahari, sehingga proses fotosintesis terganggu. Fotosintesis akan menghasilkan oksigen, yang selanjutnya akan digunakan untuk peng uraian zat-zat organik dalam limbah secara aerob. Jika penguraian berlangsung secara aerob maka diharapkan bau yang tidak enak dapat dikurangi sekecil mungkin. Penelitian difokuskan pada pengurangan kadar warna (dekolorisasi) dan perbaikan kualitas limbah cair industri batik terutama penurunan kadar BOD dan COD, sehingga dapat membantu memecahkan masalah pengusaha industri batik tradisional dalam proses pengolahan limbah cairnya. BAHAN DAN METODE Sumber air yang digunakan dalam proses pembatikan berasal dari air sumur yang terdapat di halaman pabrik, dengan penggunaan air rata-rata dalam sehari sekitar 8 m 3. Proses yang terbanyak memerlukan air adalah proses pelorodan dan pencucian. Air yang mengandung limbah dan panas didinginkan terlebih dahulu (diangin-angin), kemudian limbah dialirkan dan diendapkan dalam bak pengendap. Apabila bak sudah penuh, maka limbah cair langsung dialirkan melalui selokan perkampungan setempat untuk kemudian dialirkan ke Sungai Kaliwingko yang berjarak sekitar 1 km dari lokasi pabrik. Pengolah limbah diterapkan sesudah limbah diendapkan dan sebelum dialirkan keluar menuju parit-parit umum.
B i o S M A R T V o l . 2 , N o . 1 , h a l . 13 - 19
Realisasi pemecahan masalah limbah cair industri batik dan bau dipecahkan dengan aplikasi hasil percobaan laboratoris (dengan tabung reaksi), untuk diterapkan efektifitasnya di dalam air limbah yang berasal dari industri batik. Instalasi pengolah limbah di laboratorium (dengan tabung fermentasi) dibuat tidak mengalir dengan atau tanpa aerasi. Sedangkan instalasi pengolah limbah yang diterapkan pada industri batik dibuat mengalir sesuai dengan aliran air pada irama prosesnya (air mengalir pada jam 13.00-14.00 WIB). Sehingga dapat dikatakan proses yang berlangsung pada pabrik adalah semi kontinyu. Mikroba yang digunakan adalah khamir (jamur) dimanfaatkan untuk menghilangkan zat warna dan Pseudomonas sp. untuk meningkatkan proses pengolahan limbah secara aerob. Untuk memperoleh tingkat efektifitas proses pengelolaan limbah, maka dilakukan uji dengan tiga rangkaian bak yang meliputi: • Bak dengan inokulasi khamir -- Bak dengan inokulasi Pseudomonas sp -- Bak akhir • Bak dengan inokulasi Pseudomonas sp -- Bak dengan inokulasi khamir -- Bak akhir • Bak dengan inokulasi Pseudomonas sp dan khamir -- Bak akhir Tiap rangkaian bak dikelompokkan menjadi kelompok dengan penambahan nutrien (urea dan TSP) dan tanpa penambahan nutrien. Data dikumpulkan dengan melakukan pengamatan pengurangan kadar zat warna dengan pemanfaatan khamir. Pengamatan dilakukan dengan pembacaan absorbans pada awal percobaan dan hari/jam yang sudah ditentukan. Sedangkan data perbaikan kualitas limbah dengan peningkatan proses biodegradasi aerob dengan memanfaatan Pseudomonas sp diamati dengan pembacaan pada
15
HPLC, AAS, pengukur minyak/lemak, BOD dan COD reaktor pada saat awal dan akhir treatment. HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri mempunyai kemampuan untuk melakukan sintesis sel baru dalam limbah yang mengandung senyawa organik yang kompleks. Sebagian dari zat organik digunakan untuk membuat protoplasma sebagian lagi menjadi senyawa-senyawa berenergi rendah. Adanya bahan organik dalam air buangan limbah, akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme perairan. Kehadiran material organik dalam jumlah besar menimbulkan bertambahnya jumlah populasi mikroorganisme perairan (Chatib, 1986). Limbah cair industri batik setelah mengalami perlakuan secara fisik berupa pengendapan dan penurunan suhu, air limbah mulai masuk ke dalam tahapan-tahapan pengolahan di dalam bak biodegradasi, yang mana bak biodegradasi dirancang untuk pengolahan limbah secara biologi. Untuk meningkatkan efektifitas pengolahan maka pada bak dengan inokulasi Pseudomonas diberi aerator/pemusing sedangkan bak dengan inokulasi khamir tanpa aerator. Biological Oxygen Demand (BOD) Hasil anava biodegradasi dengan nutrien dan tanpa nutrien terhadap penurunan BOD tidak berbeda nyata Histogram pengukuran BOD tampak di ketiga kelompok bila dibandingkan dengan pengukuran sampel awal telah berhasil menurunkan BOD sebesar antara 89,67 % - 91,63 %. Perbandingan ketiga kelompok tampak pada kelompok II adalah yang paling efisien dalam menurunkan tingkat BOD limbah cair industri batik.
BOD Kelompok I
1000
Kelompok II
800
Kelompok III
600 400 200 0
Sampel Awal
Tanpa Nutrien
Sampel Akhir
Dengan Nutrien
Gambar 1. Histogram pengukuran BOD pada bak pengolah limbah cair industri batik. Keterangan : Bak dengan inokulasi khamir - Bak dengan inokulasi Pseudomonas sp - Bak akhir. • Kelompok I Bak dengan inokulasi Pseudomonas – Bak dengan inokulasi khamir – Bak akhir. • Kelompok II Bak dengan inokulasi Pseudomonas dan khamir – Bak akhir. • Kelompok III
16
ASTIRIN dan WINARNO – Pengolahan Limbah dengan Pseudomonas dan Saccharomyces
CO
1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Sampel Sampel Awal Akhir
Tanpa Nutrien
Sampel Sampel Awal Akhir
Dengan Nutrient
Gambar 2. Histogram pengukuran COD pada bak pengolah limbah cair industri batik.
Chemical Oxygen Demand (COD) Biodegradasi oleh Pseudomonas. dan khamir dengan anava oleh penambahan nutrien menunjukkan perbedaan nyata Histogram pengukuran COD menunjukkan di ketiga kelompok bila dibandingkan dengan pengukuran sampel awal telah berhasil menurunkan COD sebesar antara 79,0 % - 84,13 %. Perbandingan antar ketiga kelompok tampak bahwa pada kelompok II adalah yang paling efisien dalam menurunkan tingkat COD limbah cair industri batik. Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) Muchtisar (1982) mengatakan bahwa kekeruhan akan timbul pada mintakat degradasi sebagai akibat percampuran dengan air limbah yang mengandung bahan-bahan padat tersuspensi. Terjadinya proses
dekomposisi secara aktif menimbulkan adanya sisasisa pembusukan dan koloni-koloni bakteri dalam air yang akan menambah kekeruhan. Anava menunjukkan bahwa penambahan nutrien tidak berpengaruh terhadap biodegradasi oleh Pseudomonas. dan khamir. Histogram pengukuran TSS biodegradasi telah berhasil menurunkan TSS sebesar antara 82,21% 95,16%. Sedangkan bila membandingkan antar ketiga kelompok tampak bahwa pada kelompok II adalah yang paling efisien dalam menurunkan tingkat TSS limbah cair industri batik. Kekeruhan yang terdapat pada limbah cair industri batik dapat berasal dari endapan lilin/campuran malam, soga dan indigo. Dengan berkurangnya tingkat kekeruhan pada limbah maka akan meningkatkan kualitas limbah.
TSS
250
Kelompok I
200
Kelompok II Kelompok III
150 100 50 0
Sampel Sampel Awal Akhir Tanpa Nutrien
Sampel Sampel Awal Akhir Dengan Nutrien
Gambar 3. Histogram pengukuran TSS pada bak pengolah limbah cair industri batik.
B i o S M A R T V o l . 2 , N o . 1 , h a l . 13 - 19
17
Fenol
0.016 0.014 0.012 0.01 0.008 0.006 0.004 0.002 0
Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Sampel Sampel Awal Akhir Tanpa Nutrien
Sampel Sampel Awal Akhir Dengan Nutrien
Gambar 4. Histogram pengukuran fenol pada bak pengolah limbah cair industri batik.
Pengukuran Fenol Hasil yang diperoleh ternyata perlakuan dengan awalan inokulasi Pseudomonas akan mempercepat proses penguraian hingga kadar fenol yang terkandung dalam limbah menurun. Penurunan kadar fenol (yang dalam kadar rendah bersifat toksik terhadap mikro organisme) tampaknya menyebabkan peningkatan proses pertumbuhan kumpulan massa mikro organisme yang tercampur dalam lumpur aktif sehingga proses biodegradasi dapat berlangsung lebih baik. Fenol yang terdapat pada limbah cair industri batik sangat rendah berkisar antara 0,004-0,016. Fenol pada limbah batik berasal dari ceceran minyak tanah dan campuran lilin/malam.
Dari histogram pengukuran fenol, diketahui bahwa pada ketiga kelompok bila dibandingkan dengan pengukuran pada awal telah berhasil menurunkan fenol sampai 100 % limbah cair industri batik. Lemak dan Minyak Histogram pengukuran minyak/lemak maka tampak di ketiga kelompok bila dibandingkan dengan pengukuran sampel awal maka tampaknya mikrobia telah berhasil menurunkan minyak/lemak sebesar antara 80,87 %-100 %. Perbandingan antar ketiga kelompok tampak bahwa pada kelompok kedua adalah yang paling efisien dalam menurunkan tingkat minyak/lemak limbah cair industri batik.
Lemak
50
Kelompok I
40
Kelompok II Kelompok III
30 20 10 0
Sampel Sampel Awal Akhir Tanpa Nutrien
Sampel Sampel Awal Akhir Dengan Nutrien
Gambar 5. Histogram pengukuran lemak/minyak pada bak pengolah limbah cair industri batik.
18
ASTIRIN dan WINARNO – Pengolahan Limbah dengan Pseudomonas dan Saccharomyces
Tabel 1. Hasil pengukuran absorbansi limbah sesudah proses dekolorisasi oleh khamir pada bak pengolah limbah
No 1. 2. 3. 4.
Sumber data Data awal Perlakuan Kelompok I Perlakuan Kelompok II Perlakuan Kelompok III
Tanpa penambahan nutrien
Dengan Penambah an Nutrien
2,113 1,842
2,504 1,724
1,792
1,705
2,006
1,890
Hasil pengukuran absorbansi pada spektrofotometer menunjukkan bahwa proses dekolorisasi dapat ditingkatkan dengan pemberian khamir pada bak pengolah limbah tanpa aerator. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pseudomonas yang berasal dan hidup pada limbah cair industri batik dapat menurunkan BOD5 dan COD limbah. Khamir dapat mengurangi warna (dekolorisasi) pada limbah cair Industri batik. Pemberian dan kombinasi Pseudomonas. dan khamir dapat meningkatkan kualitas dan mempercepat proses dekolorisasi limbah cair pada rangkaian kombinasi bak pengolah limbah optimal adalah bak dengan inokulasi Pseudomonas (dengan aerasi), dialirkan pada bak dengan inokulasi khamir (tanpa aerasi) dan kemudian dialirkan pada bak akhir
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada “Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan” selaku penyandang dana kegiatan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala dan Sekretaris Pusat Studi Lingkungan Hidup UNS Surakarta yang banyak memberikan kritik dan saran perbaikan. Selanjutnya terimakasih disampaikan pula kepada Bapak Seno, pemilik industri batik tradisional selaku mitra kegiatan ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim . 1994. Profil Industri Propinsi Jawa Tengah. Semarang: Departemen Perindustrian. Ashadi. 1996. Studi Dekolorisasi Zat Pewarna Tekstil Menggunakan Mikroba. Surakarta: Laboratorium Sentral Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bajpai, F., A. Mehna and P.K. Bajpai. 1993. Decolorization of Kraft Bleach Plant Effluebt with The White Rotfungus Trametes versicolor. Essex : Elsevier Sci. Publishers Ltd. Bergbauer, M., C. Eggert and G. Kraepelin. 1991. Degradation of Chlorinated Lignin Compounds in a Bleach Plant Effluent by The White rot fungus Trametes versicolor, Berlin: Appl-Microbiol- Biotech. Chatib, B. 1986. Pengolahan Air Limbah. Bandung: LAPIITB. Muchtisar, D.P. 1982. Pencemaran Oleh Minyak dan Pencegahannya. Jakarta: Pusat Pengembangan Teknologi Minyak Bumi, Lemigas. Syarifudin. 1990. Penanganan Limbah Cair Industri Rumah Tangga, Kasus Industri Rumah Tangga Batik Cap Desa Wijirejo Pandak Kabupaten Bantul. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan. Udihanto. 1986. Pengolahan Limbah Minya Bumi oleh Pseudomonas sp. Jakarta: Lemigas.
B i o S M A R T V o l . 2 , N o . 1 , h a l . 13 - 19
19