BioSMART Voume 3, Nomor 2 Halaman: 23-27
ISSN: 1411-321X Oktober 2001
Efektivitas Pengurangan Kadar Warna Limbah Cair Industri Batik dengan Ekstrak Khamir (Saccharomyces spp.) Decolorization of Batik Liquid Waste using Yeast (Saccharomyces spp.) Extract MARTI HARINI dan OKID PARAMA ASTIRIN Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta Diterima: 5 April 2001. Disetujui: 31 Agustus 2001
ABSTRACT The objectivee of the research was to know the effectivity of yeast (Saccharomyces spp) on reducing colors in liquid waste of batik industry. The research was conducted in many steps, determination of solubility of the color in liquid waste, determination of pH and the λ of the color substance. The data resulted were analysed descriptively, including the absorbance reduction of the color of liquid waste on day 0, 2 and 4 with or without aeration. The results indicated that the use of yeast could reduce the color of liquid waste. Increasing dossage of the yeast could increase the process of liquid waste decolorization. The yeats that grows in the liquid waste more dominant than that of fermentative yeast, and the reduction of waste quality was faster in un-aerated process. Keywords: decolorization, batik waste, COD, BOD, pH.
PENDAHULUAN Air merupakan benda alam yang mutlak diperlukan bagi makhluk hidup (Soerjani et al., 1987), sehingga kualitasnya harus terus dijaga. Penurunan mutu air disebabkan oleh pertambahan penduduk, penerapan teknologi pertanian, dan perkembangan industri (Sudarmaji, 1991; Soemarwoto, 1983). Pencemaran air merupakan akibat logis dari pemanfaatannya, sehingga tidak dapat ditiadakan, namun dapat dikurangi dengan cara-cara pengolahan tertentu (Suriawiria, 1993). Limbah yang dibuang langsung ke perairan bebas tanpa dikelola terlebih dahulu dapat menimbulkan pencemaran yang menyebabkan gangguan serius pada lingkungan, bahkan dapat mematikan hewan, tumbuhan dan manusia (Dix, 1981). Air limbah dapat dibedakan atas dasar sifat fisik, kimia dan biologi (Sunstom dalam Sugiharto, 1987). Dalam uji sifat fisik, tercakup parameter suhu, kekeruhan dan bau (Mahida, 1986; Sugiharto, 1987). Adapun parameter kimia meliputi: zat padatan tersuspensi (Suspendid Solid, SS), oksigen terlarut (Dissolved Oxygend, DO), kebutuhan oksigen biologi (Biological Oxygend Demand), dan kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygend Demand, COD) (Alaerts dan Santika, 1987). Oleh karenanya instalasi
pengolah air limbah (IPAL) dapat menggunakan metode fisik, kimia dan agen biologi. Khamir (Saccharomyces spp.) tidak tumbuh dengan baik dalam air akan tetapi memainkan peranan penting dalam menentukan komposisi air alam dan air limbah, sebab khamir mengekskresikan enzim ekstraseluler (selulase) yang dapat menguraikan rantai karbon selulosa, sehingga senyawa yang tidak terlarut dalam air ini menjadi karbohidrat sederhana yang larut dan dapat diabsorbsi oleh mikroorganisme (Manahan, 1993; Gloyna, 1991). Limbah cair industri batik memiliki sifat dan komposisi yang kompleks, tergantung jenis serat yang diolah, macam proses serta bahan kimia yang digunakan. Secara umum limbah cair industri batik mempunyai karakteristik berwarna, pH tinggi, kadar BOD, COD, suhu, padatan terlarut dan tersuspensi tinggi. Pada umumnya air limbah ini dibuang langsung ke sungai, sehingga potensial menimbulkan pencemaran. Menurut Suparman (1985), limbah industri tekstil yang langsung dibuang ke sungai dapat menimbulkan pencemaran berupa: perubahan warna, bau dan rasa pada air; terhambat dan hilangnya aktivitas biologi perairan; pencemaran tanah dan air tanah; serta perubahan fisik tumbuhan, binatang dan manusia oleh zat kimia. © 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
BioSMART Vol. 3, No. 2, Oktober 2001, hal. 23-27
24
Adapun macam material pencemar dari industri batik disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Beban pencemaran industri batik (Anonim, 1985). No 1 2 3 4 5
Jenis Proses Persiapan
Materi Limbah
Kanji, asam, soda, abu kaustik, minyak nabati, zat pengelantang. Pembatikan Pewarnaan Zat warna, obat pembuat asam alkali, oksidator, reduktor fenol Pelepasan Obat-obat pembuat alkali, abu soda, soda kaustik, natrium nitrit, lilin dan fenol Finishing Kanji
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui: (1) kemampuan khamir (Saccharomyces spp.) dalam mengurangi warna (dekolorisasi) limbah cair industri batik, (2) pengaruh peningkatan dosis khamir terhadap proses dekolorisasi, dan (3) pengaruh aerasi terhadap proses dekolorisasi oleh khamir. BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan uji kualitatif dan kuantitatif yang dilaksanakan di laboratorium. Adapun prosedur pengumpulan data meliputi: survei pendahuluan, pembauatan starter khamir; serta pengukuran BOD, COD, pH dan penentuan absorbansi warna air limbah industri batik. Bahan Khamir yang diuji kemampuan biodegradasinya berasal dari ragi kering instant- SI Lesaffre. Starter khamir dibuat dengan metode MPN, terdiri atas: gula pasir, ammonium fosfat, khamir dan asam sitrat. Sampel air limbah diperoleh dari industri kecil batik di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Cara Kerja Survei pendahuluan Survei pendahuluan, meliputi penentuan kelarutan warna limbah cair pada suhu kamar, pH larutan dan panjang gelombang serapan maksimum zat warna (scanning panjang gelombang). Pembuatan starter khamir Starter dibuat dengan cara sebagai berikut: 100 g gula pasir dimasukkan ke dalam panci bersih. Ditambahkan 1 liter air dan 0,5 g amonium fosfat. Diaduk dan dipanaskan sampai mendidih selama
15 menit. Sebanyak 300 ml larutan diambil dalam keadaan masih panas, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. pH diatur pada kisaran 4,1-5,5 dengan penambahan asam sitrat. Larutan dibiarkan mendingin sampai suhu di bawah 40 oC, lalu dimasukkan 1 g khamir (Saccharomyces spp.), digojog sebentar kemudian ditutup dengan kapas dan dibiarkan selama 24 jam. Diperiksa hidup tidaknya starter dengan timbulnya gelembung gas. Starter yang sudah hidup baik siap dimasukkan ke dalam limbah cair. Diukur absorbansi limbah cair pada hari ke-0, ke-2 dan ke-4. Penguji Laboratorium Uji laboratorium pengolahan air dilakukan dalam tabung reaksi. Khamir fase eksponensial sebanyak 2 dan 4 tetes, diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml air limbah, lalu diperlakukan dengan atau tanpa penambahan aerasi. Proses tersebut dilakukan pada suhu optimum 30-36 oC dan pH optimum 4,1-5,5. Pada hari ke-0, ke-2 dan ke-4, diambil sampel air limbah untuk pengukuran kadar BOD, COD, pH dan tingkat absorbansi warna. Setiap pengukuran dilakukan dengan 5 kali ulangan dan diambil nilai rata-ratanya. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Penentuan kebutuhan oksigen biologi menetralkan air sampel sampai pH 7,0 + 0,1 dengan penambahan asam atau basa. Lalu sebanyak 30 ml air sampel diencerkan sampai 2 liter, dengan derajat pengenceran 0,015. Kemudian dua larutan blangko dari air pengencer dan dua larutan sampel dari air yang telah diencerkan dimasukkan pada botol-botol BOD. B0: blanko untuk hari ke-0 dan B5: untuk hari ke-5, sedangkan S0: sampel untuk hari ke-0 dan S5: sampel untuk hari ke-5. Botolbotol tersebut disimpan dalam inkubator, suhu 20oC + 1 oC selama 1 jam, kemudian botol B0 dan S0 dibuka untuk ditentukan kadar DO-nya, sedang botol B5 dan S5 tetap disimpan dan baru ditentukan kadar DO-nya pada hari kelima. Kadar BOD ditentukan dengan perhitungan berikut: BOD =
(S0-S5)-(B0-B5) (1-P) -------------------------P
mg O2/l
Keterangan: DO sampel pada hari ke-0 (mg/l) S0 : DO sampel pada hari ke-5 (mg/l) S5 : DO blanko pada hari ke-0 (mg/l) B0 : DO blanko pada hari ke-5 (mg/l) B5 : Derajat pengenceran : P
HARINI dan ASTIRIN - Dekolorisasi limbah batik oleh Saccharomyces
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Kebutuhan oksigen kimia ditentukan dengan cara: 20 ml air sampel dan 20 ml akuades untuk blanko, ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N dan 30 ml H2SO4 pro COD (asam sulfat dan perak sulfat), apabila air sampel tidak berwarna hijau dilanjutkan proses berukutnya, sedang apabila berwarna hijau perlu diencerkan karena terlalu pekat. Ditambahkan 400 mg H2SO4 (merkuri sulfat) bubuk atau kristal. Dimasukkan ke labu didih dan digoyang-goyang hingga homogen. Direfraksi selama 2 jam, apabila sampel berwarna hijau dilakukan pengenceran lagi. Hasil refaraksi didinginkan dan dituangkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah akuades hingga 100 ml. Ditambahkan indikator Ferroin sebanyak 2-3 tetes. Selanjutnya dititrasi dengan FAS [Fe(NH4)2(SO4)2] sampai terjadi perubahan warna dari hijau kebiruan menjadi coklat kemerahan (merah bata). Kadar COD ditentukan dengan perhitungan berikut: (A-B) x 8000 x N FAS COD = ----------------------------mg/l 20 Keterangan: A: hasil titrasi blanko B: hasil titrasi sampel Analisis Data Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, meliputi gambaran tentang kadar BOD, COD, pH dan penurunan absorbansi warna air limbah pada hari ke-0, ke-2 dan ke-4, dengan atau tanpa aerasi. Data absorbansi mencerminkan kadar zat warna dalam keadaan encer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian berupa nilai rata-rata pH, COD, BOD dan absorbansi warna air limbah industri batik dengan pemberian khamir pada hari ke-0, ke-
25
2 dan ke-4, dengan atau tanpa aerasi (oksigenasi) disajikan pada Tabel 2. Derajat Keasaman (pH) Tabel 2. menunjukkan bahwa pemberian ekstrak khamir pada limbah cair industri batik dapat menurunkan pH air limbah terutama dengan pemberian aerasi. Konsentrasi ion hidrogen (pH) dapat menunujukkan tingkatan kualitas air maupun limbah. Kadar yang baik adalah kadar yang masih memungkinkan kehidupan makhluk hidup di dalam air. Air limbah yang tidak netral akan menyulitkan kelangsungan proses biologi, sehingga memerlukan proses penetralan (Sugiharto, 1987). Nilai pH yang normal adalah pada kisaran netral, yaitu pH 6-8 (Fardiaz, 1992). Perairan dengan segala aktivitas fotosintesis dan respirasi organisme hidup di dalamnya membentuk reaksi berantai sebagai berikut: CO2 + H2O --> H2CO3 --> H+ + HCO3- --> 2H+ + CO32Semakin banyak karbondioksida yang dihasilkan oleh proses respirasi, maka reaksi bergerak ke kanan dan secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya terjadi dengan adanya aktivitas fotosintesis yang membutuhkan banyak karbon dioksida, sehingga pH air naik (Kordi, 1997). Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Pengukuran bahan pencemar organik dalam suatu perairan dapat berupa uji BOD (Dix, 1981). Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak khamir dapat menurunkan BOD limbah secara nyata, hal ini terutama terjadi pada perlakuan tanpa aerasi dengan waktu pengolahan selama dua hari. BOD adalah sejumlah oksigen dalam sistem air yang diperlukan oleh mikroorganisme aerob untuk menstabilkan bahan-bahan organik melalui proses
Tabel 2. Hasil pengukuran rata-rata pH, COD, BOD dan absorbansi warna dengan pemberian khamir pada hari ke-0, ke-2 dan ke-4, dengan atau tanpa aerasi. Parameter pH BOD COD Absorbansi
Aerasi (Oksigenasi) Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan Tanpa Dengan
Hari ke-0 2 tetes 4 tetes 7,842 7,792 7,852 7,670
965,0 1009,0 1885,0 1216,6 3359,6 3033,0
1012,6 998,4 1368,4 1376,0 3135,8 2816,0
Hari ke-2 2 tetes 4 tetes 7,670 7,424 7,584 7,472
278,8 245,4 324,4 346,4 1490,8 1743,4
276,4 280,0 276,6 344,0 1454,6 2046,2
Hari ke-4 2 tetes 4 tetes 7,634 7,672 7,472 7,652
317,0 293,6 375,2 350,8 1540,6 2567,0
312,0 311,0 306,4 295,8 2540,4 1812,6
26
BioSMART Vol. 3, No. 2, Oktober 2001, hal. 23-27
oksidasi biologi secara dekomposisi aerobik dalam waktu inkubasi 5 hari pada temperatur 200 C, sehingga disingkat pula sebagai BOD5. Nilai BOD didapatkan dari perbandingan kandungan oksigen terlarut (DO) yang tersisa dari dua bagian contoh air. Bagian pertama, kandungan oksigen diukur setelah limbah diambil (hari ke-0), sedangkan bagian kedua diukur setelah diinkubasikan selama selama lima hari pada temperatur 200 C di tempat gelap. Selama masa inkubasi, oksigen terlarut dipakai oleh mikro-organisme dalam proses kimiawi dan mikrobiologi untuk mendekomposisi bahan organik terlarut. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan. Jika konsumsi oksigen meningkat terlihat dari semakin kecilnya oksigen terlarut, berarti kandungan bahanbahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi (Fardiaz, 1992). Selama proses pengolahan limbah secara biologi, material organik diuraikan oleh mikroorganisme dan digunakan untuk mendukung fungsi hidup dan perkembangbiakannya. Dengan demikian sejalan dengan waktu, limbah akan terbebas dari material organik dan dapat dialirkan ke lingkungan dengan aman. Dari BOD5 yang terukur dapat dikatakan bahwa pada skala laboratoris dengan menggunakan tabung reaksi dengan khamir sebagai mikrobia pengolah limbah telah berhasil. Uji BOD5 ini merupakan salah satu uji kualitas air yang penting untuk menentukan daya cemar air limbah. Selain itu, uji BOD5 dipakai untuk pengukuran kemelimpahan limbah organik dalam upaya perencanaan perlakuan biologi dan evaluasi efisiensi sistem suatu perlakuan penanggulangan limbah organik (Mahida, 1986). Mikroorganisme menggunakan komponen zat organik untuk pertumbuhan, nutrisi dan menghasilkan produk sederhana dengan mereduksi sejumlah polutan. Bakteri aerob menggunakan oksigen untuk menyelesaikan reaksi oksidasi, misalnya karbohidrat dan fenol diubah menjadi CO2 dan air; komponen nitrogen organik diubah menjadi CO2, air, asam amino dan amonia; komponen sulfur diubah menjadi sulfid; komponen fosfor diubah menjadi fosfat dan nitrogen diubah menjadi nitrat dan amonia (Dix, 1981) Kehadiran material organik dalam jumlah besar merangsang pertumbuhan jumlah populasi mikroorganisme perairan. Jika limbah organik yang dilepaskan ke perairan semakin banyak, nilai BOD akan semakin meningkat pula. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen
terlarut dalam air, sehingga terjadi defisiensi oksigen. Jika BOD dan laju deoksidasi melampaui laju reoksidasi, terjadi defisiensi oksigen yang berkepanjangan. Penambahan khamir dalam bentuk kering (ekstrak) pada limbah cair industri batik menunjukkan bahwa khamir mampu melakukan biodegradasi terhadap bahan organik dalam limbah dan melakukan biosorbsi material non organik. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Tabel 2. menunjukkan bahwa pemberian ekstrak khamir dengan aerasi dan tanpa aerasi dapat menurunkan COD limbah cair industri batik. Tampak pula bahwa pemberian ekstrak khamir sebanyak 2 tetes dan 4 tetes tidak menunjukkan beda nyata. Menurut Bajpai et al (1993) khamir dapat bersifat fermentatif atau oksidatif. Dalam penelitian ini, suplai oksigen tidak mempercepat proses biodegradasi limbah cair, sehingga dapat disimpulkan bahwa khamir yang mampu bertahan dan melakukan biodegradasi dalam limbah cair adalah jenis yang bersifat fermentatif, yakni dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik tanpa aerasi. Nilai COD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan untuk melakukan dekomposisi kimiawi. Pengukuran COD mempunyai arti penting apabila pengukuran BOD tidak dapat dilakukan karena adanya bahan beracun yang mematikan mikroorganisme (Alaerts dan Santika, 1987; Mahida, 1986). Pengukuran COD tidak menunjukkan besarnya limbah yang dapat dioksidasi oleh bakteri atau mikroorganisme lain (Alaerts dan Santika, 1987; Mara, 1976). Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zatzat organik yang ada dalam 1 liter sampel air dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Uji COD merupakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologi di alam, sehingga tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi dan zat-zat yang teroksidasi secara biologi (Sudarmaji, 1997; Alaerts dan Santika, 1987). Uji COD biasanya menghasilkan nilai lebih tinggi dari uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Sudarmaji, 1997; Fardiaz, 1992). Agen hayati seperti bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O, sedang agen kimia seperti kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak zat, sehingga nilai COD lebih tinggi dari BOD pada air yang sama (Suriawiria, 1993).
HARINI dan ASTIRIN - Dekolorisasi limbah batik oleh Saccharomyces
Penurunan kadar warna Warna limbah cair industri batik disebabkan karena dalam pewarnaan kain tidak semua zat warna yang diberikan terserap kain, sehingga akan menimbulkan sisa-sisa zat warna. Zat warna yang pekat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari di badan air, sehingga air bagian dalam tidak memperoleh sinar matahari dan mikroorganisme fotosintetik tidak dapat berfotosintesis. Khamir yang mampu hidup dalam limbah cair industri batik diharapkan dapat memutus rantai karbon zat pemberi warna batik (chromopore), sehingga warnanya hilang. Penurunan kadar warna ditunjukkan dengan absorbansi cahaya tampak, dimana semakin rendah nilai absorbansinya, maka semakin rendah kadar warna yang terkandung. Tabel 2. menunjukkan bahwa ekstrak khamir yang diberikan dalam limbah cair industri batik cukup berhasil menurunkan absorbansi warna, terutama pada perlakuan tanpa aerasi dan pada volume ekstrak khamir sebesar 4 tetes.Tampaknya khamir berfungsi cukup baik dalam memutuskan rantai pemberi warna (chromopore). Pengukuran menunjukkan bahwa proses pengurangan kadar warna tersebut lebih efektif dilakukan pada kondisi tanpa oksigen, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis khamir yang dapat tumbuh dalam media limbah cair industri batik adalah jenis yang bersifat fermentatif. Di samping itu, tanpa aerasi khamir lebih efektif dalam menurunkan absorbansi warna limbah cair. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) penggunaan khamir dapat mengurangi kadar warna (dekolorisasi) limbah cair industri batik, (2) peningkatan dosis khamir dapat mempercepat
27
proses dekolorisasi limbah cair industri batik, dan (3) aerasi tidak meningkatkan proses dekolorisasi yang dilakukan oleh khamir DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Anonim. 1985. BBKP. Yogyakarta: Departemen Perindustrian. Bajpai, F., A. Mehna and P.K. Bajpai. 1993 Decolorization of Kraft Bleach Plant Effluebt with The White Rotfungus Trametes versicolor. Essex: Elsevier Sci. Publishers Ltd. Dix, H.M. 1981. Environmental Polution. New York: John Wiley and Sons Inc.. Fardiaz, S. 1992.Polusi Udara dan Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Gloyna, E.F. 1991. Waste Stabilization Pond. Geneva: WHO. Mahida, U.N. 1986. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Jakarta: CV Rajawali. Manahan, S.E. 1993. Environmental Chemestry 6th. Tokyo: Ed.Lewis. Mara, D. 1976. Sewage Treatment in Hot Climate. Toronto: John Willey and Sons. Sudarmaji, 1991. Petunjuk Praktikum Kualitas Air. Laboratorium Hidrologi dan Kualitas Air. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM. Soemarwoto, D. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Jambatan. Soerjani, M., Ahmad R, dan R. Munir. 1987. Lingkungan Sumber Daya alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Jakarta: Penerbit UI Press. Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press. Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Buangan Secara Biologi. Bandung: Penerbit Alumni. Suparman, E. 1985. Petunjuk Praktikum Analisa Air. Jakarta: Ghalia.