Pelatihan Program Mahasiswa Wirausaha Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat dan Ventura (LPKMV) Universitas Tarumanagara, Jakarta, 5 Agustus 2009
Penumbuhan Kreativitas dan Inovasi sebagai Usaha Pengembangan Potensi Kewirausahaan P. Tommy Y. S. Suyasa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara
Kreativitas dan inovasi adalah suatu fenomena psikologis yang menarik. Walaupun sejarah sudah membuktikan, bahwa di setiap jaman, manusia selalu berkreativitas dan berinvoasi, namun menurut Richards (2007), sampai saat ini, kreativitas dan inovasi masih merupakan potensi manusia yang tersembunyi (hidden potential). Mengapa potensi tersembunyi? Potensi tersembunyi karena terdapat persepsi bahwa: (a) kemampuan kreativitas dan inovasi tersebut sulit diakses, atau sulit dimunculkan setiap hari atau bahkan setiap saat; (b) kreativitas dan inovasi hanya terdapat, atau hanya dilakukan oleh individu-individu tertentu. Dapatkah potensi yang tersembunyi tersebut terrealisasi setiap hari atau setiap saat, tanpa perlu menunggu sampai akhir tahun maupun sampai akhir abad, baru kita dapat menghitung dan menyadari bahwa kreativitas dan inovasi sudah terjadi? Dapatkah potensi yang tersembunyi tersebut, kita yakini juga ada pada diri kita, tidak saja ada pada diri orang-orang tertentu? Kreativitas dan inovasi diyakini sebagai aspek yang membuat kehidupan terus berlangsung. Tanpa mengurangi kekuasaan dan keyakinan terhadap Sang Pencipta, sebagian besar individu di muka bumi ini, dapat survive dari kondisi yang sesulit apapun, karena adanya kreativitas dan inovasi. Individu dapat mengatasi masalah kebutuhan dasar, keamanan, ekonomi, dan masalah/konflik interpersonal, karena adanya kreativitas dan inovasi. Dua pertanyaan pada alinea ke dua dari atas, dapat dijawab dengan bertanya kembali, apakah masalah kebutuhan dasar dan masalah ekonomi tidak terjadi setiap hari? Apakah masalah keamanan dan masalah/konflik interpersonal tidak terjadi pada diri kita? Jawaban dari kedua pertanyaan tersebut, jelas mengarah pada prinsip, bahwa sebenarnya proses kreativitas dan inovasi terjadi setiap hari Halaman 1 dari 14 halaman
dan terjadi pada diri kita. Proses kreatif dan inovasi, tidak hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu dan pada orang-orang tertentu saja. Dalam seminar teleconference yang diselenggarakan oleh Universitas Tarumanagara, Jakarta (ELN, 2008), salah satu pembicara kunci, yaitu Judith Cone (Wakil Presiden Kauffman Foundation, Amerika Serikat), menyatakan bahwa pendidikan kreativitas sangat penting. Pendidikan kreativitas menjadi kunci dan dasar yang sangat menentukan untuk melaksanakan kewirausahaan. Menurut Cone, pendidikan kreativitas yang menjadi dasar berkembangnya berbagai bidang usaha di negara maju, sudah lama dilakukan; sedangkan di negara-negara berkembang, belum lama. Dalam seminar tersebut, Ciputra (tokoh entrepreneurship Indonesia) sangat meyakini bahwa hanya dengan kemampuan wirausaha, suatu bangsa dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran. Pentingnya pendidikan kreativitas dan inovasi, yang mengarah kepada pembentukan proses kewirausahaan, diindikasikan oleh repons positif dari berbagai pihak, baik swasta maupun pemerintah. Pemerintah, melalui Kementerian Negara Koperasi dan UKM, pada tahun 2009 ini, memberikan dukungan dana sebesar Rp 20 miliar serta dukungan fasilitasi pembentukan 100 lembaga pendidikan wirausaha di tingkat pedesaan (XVD, 2009). Di samping itu, pemerintah secara resmi juga membentuk Business Innovation Centre (BIC), dengan tujuan untuk menghubungkan komunitas pengusaha dengan para peneliti ataupun para akademisi (Uwi, 2008). Pemerintah melalui BUMN, juga menunjukkan usaha yang serius untuk mendukung pendidikan kewirausahaan; sebagai contoh, Bank Mandiri secara konkret merangsang tumbuhnya kewirausahaan melalui individu-individu yang berjiwa kreatif dan inovatif, dengan menyelenggarakan program Wirausaha Muda Mandiri (FAJ, 2008). Pihak swasta, dalam hal ini Mien Uno Foundation, memfasilitasi usaha penumbuhan kewirausahaan melalui pembiayaan usaha mikro dan kecil, terutama yang bergerak di sektor agribisnis, serta melalui kegiatan pendampingan (Messwati, 2009). Berdasarkan fenomena di atas, tampak bahwa hasil akhir yang diharapkan dari proses kreatif dan inovatif adalah terbentuknya jiwa kewirausahaan. Namun sebelum terbentuknya jiwa kewirausahaan, dengan logika yang sistematis, kita sepakati bahwa jiwa kewirausahaan tidak akan terbentuk tanpa kita menyadari proses kreatif dan inovatif. Tulisan ini, secara singkat akan membahas pengertian kreativitas, perbedaan kreativitas dan inovasi, kepribadian kreatif, metode untuk
Halaman 2 dari 14 halaman
menjadi kreatif, aplikasi perilaku kreativitas di bidang kewirausahaan, kondisi kreativitas pada umumnya. Penulis berharap, dengan beberapa topik di atas, kita dapat menyadari proses dan metode penumbuhan kreativitas dan inovasi. Pemahaman terhadap proses terjadinya kreativitas, lebih lanjut diharapkan dapat menghasilkan inovasi yang konkret sebagai dasar pengembangan jiwa kewirausahaan.
Pengertian Kreativitas Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat sesuatu menjadi ada sebagai sesuatu yang baru; baik dalam bentuk metode baru sebagai solusi suatu masalah, peralatan baru, objek atau bentuk kesenian yang baru (“Creativity,” 2009). Hal yang paling khusus dari definisi ini adalah kata “baru”. Dari sekian banyak arti kata “baru”, bila dikaitkan dengan kreativitas, menurut penulis ada tiga arti kata “baru” yang dapat mencerminkan kreativitas, yaitu: (a) belum pernah dilihat, (b) belum pernah didengar, (c) belum lama dibuat, (d) selalu segar/tidak usang/cerah (“Baru,” 2009). Di tambahkan, dalam Merriam-Webster Online Dictionary, kata “baru/new” yang tampak berkaitan dengan kata “kreativitas” dapat diartikan sebagai: (a) kesesuaian dengan kondisi saat ini (terkini), (b) tidak umum atau aneh, (c) berbeda dari kategori yang pernah ada, dan (d) kondisi setelah masamasa buruk (“New,” 2009) Kreativitas adalah proses mental dan proses sosial yang melibatkan usaha untuk menghasilkan ide baru atau konsep, atau asosiasi antar ide atau antar konsep (“Creativity,” n.d.). Konsep kreativitas yang dikemukakan oleh Sawyer’s (dalam Simonton, 2007) memperjelas pengertian proses sosial pada definisi di atas. Menurut Sawyer’s, proses kreatif bukanlah proses yang hanya bersifat individual. Proses kreatif terjadi di dalam konteks sosial. Konteks sosial terjadi dalam setiap tahap proses kreatif; mulai dari tahap munculnya permasalahan/kebutuhan, hingga tahap pemanfaatan solusi/ide kreatif untuk mengatasi masalah. Umumnya, proses munculnya permasalahan/kebutuhan terhadap ide kreatif berawal dari kebutuhan sosial; begitu pula setelah tumbuhnya ide kreatif, berakhir dengan penggunaan ide tersebut dalam masyarakat/lingkungan sosial. Kreativitas adalah proses membuat sesuatu menjadi sesuatu yang unik/baru dan berguna. Kata “create” dapat diartikan sebagai suatu proses “menjadi ada” atau “menjadi sesuatu”. Sesuatu yang dimaksud adalah sesuatu yang sebelumnya “tidak ada” atau “belum terinspirasi” (Maddux & Galinsky, 2009).
Halaman 3 dari 14 halaman
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah proses mental dan sosial yang ditandai dengan munculnya ide/konsep/produk/jasa (proses menjadi ada); atau membuat sesuatu ide/konsep/produk/jasa yang lama atau yang sudah ada, menjadi sesuatu yang dipersepsikan baru. Baru yang dimaksud adalah belum pernah dilihat, belum pernah didengar, belum lama dibuat, selalu segar/tidak usang/cerah, sesuai dengan kondisi saat ini (terkini), terkesan tidak umum atau aneh, dan dihasilkan untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Kreativitas atau Inovasi? Konsep kreativitas dan konsep inovasi lebih sering bersama-sama daripada dibicarakan sendiri-sendiri. Untuk menyamakan persepsi, penulis akan menguraikan persamaan dan perbedaan pengertian kreativitas dan inovasi. Menurut penulis, kreativitas dan inovasi lebih banyak memiliki persamaan daripada perbedaan. Kreativitas dan inovasi adalah dua konsep yang memiliki kesamaan dalam hal: (a) Sifat output yang dihasilkan. Output dari kreativitas ataupun inovasi selalu berkaitan dengan sesuatu yang baru; (b) Proses yang terjadi. Kreativitas dan inovasi berkaitan dengan dihasilkannya suatu pendekatan/metode/kemasan/produk. Kata “dihasilkannya” dapat berupa dari kondisi tidak ada menjadi ada, atau dari kondisi sebelumnya menjadi kondisi terkini; (c) Pihak yang melakukan atau pelaku. Pelaku dari kegiatan kreatif dan inovasi, dapat bersifat individual atau dapat pula bersifat kelompok. Berdasarkan persamaan di atas, tampak bahwa antara konsep kreativitas dan inovasi memiliki tiga kesamaan. Kesamaan tersebut cenderung ada dalam setiap wacana kreativitas dan inovasi. Lain halnya dengan perbedaan antara kreativitas dan inovasi. Perbedaan kreativitas dan inovasi hanya satu, yaitu dalam konteks kegunaan yang memiliki nilai ekonomis. Kata “inovasi” lebih dipersepsikan sebagai kata yang berhubungan dengan kelanjutan proses kreatif. Kata “inovasi” berkaitan dengan dihasilkannya produk tertentu atau metode dalam bidang jasa tertentu, yang memiliki manfaat, nilai jual, atau bersifat komersil. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa proses kreatif lebih inti (lebih awal) daripada inovasi. Proses inovasi sudah pasti melibatkan atau melalui prosesproses kreatif. Namun, proses kreatif belum tentu bersifat inovatif. Untuk terjadi sebuah inovasi, diperlukan tahapan-tahapan proses kreatif. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa proses kreatif adalah tahapan penting yang mengawali
Halaman 4 dari 14 halaman
terjadinya inovasi. Dengan demikian, berdasarkan pentingnya proses kreatif sebagai proses awal dari sebuah inovasi, maka dalam tulisan ini, penulis akan lebih menekankan pada ulasan mengenai kreativitas.
Kepribadian Kreatif Berbagai studi menunjukkan bahwa individu yang kreatif, secara konsisten memiliki kepribadian (Feist, 1998; Simonton, 2003): (a) menunjukkan toleransi terhadap hal-hal yang ambigu (tidak jelas atau tidak teratur), (b) berani mengambil risiko, (c) bersemangat/berambisi, dan (d) percaya diri. Toleransi terhadap hal-hal yang ambigu. Mereka yang kreatif mencoba memahami apa inti dari permasalah. Mereka tidak begitu saja menolak hal-hal yang membuat dirinya bingung. Kebingungan justru menjadi tantangan baginya. Baginya, di dalam tugas yang membingungkan, terletak ruang untuk menampilkan ide-ide yang baru. Lain halnya jika tugas sudah jelas, tidak ada lagi ruang baginya untuk menampilkan ide-ide orisinal yang dimiliki individu. Pada prinsipnya, individu yang kreatif selalu terbuka terhadap hal-hal yang baru (more open to new experiences). Keberanian mengambil risiko. Individu yang kreatif adalah individu yang berani. Berani mengambil risiko dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengatasi rasa takut, rasa sakit, rasa malu, atau ketidakpastian. Kemampuan mengatasi rasa takut, rasa sakit, rasa malu, dan ketidakpastian, boleh jadi karena: (a) individu tidak mengetahui sama sekali kondisi yang sedang atau kondisi yang akan dihadapi, atau (b) individu sudah mengetahui secara pasti metode untuk mengatasi akibat yang akan ditimbulkan dari suatu kondisi. Dalam hal ini, penulis tidak menyarankan bahwa individu berani karena tidak mengetahui sama sekali kondisi yang sedang dihadapi atau kondisi yang akan dihadapi. Penulis cenderung menganggap jika individu berani karena ia tidak mengetahui kondisi, maka keberanian tersebut lebih cocok disebut sebagai suatu hal yang “nekad”. “Nekad” seringkali didasari karena kurang perhitungan, kurang pengetahuan, seperti halnya permainan judi (gambling). Dalam konteks kreativitas, penulis lebih menyaranakan kondisi ke dua, yaitu berani karena individu sudah mengetahui secara pasti metode untuk mengatasi akibat yang akan ditimbulkan dari suatu kondisi. Untuk mencapai kondisi ke dua, individu perlu membekali dirinya dengan memperdalam pengetahuan, mengasah keterampilan, ataupun melatih kebijaksanaan.
Halaman 5 dari 14 halaman
Semangat/ambisi. Individu yang bersemangat identik dengan individu yang memiliki ambisi. Namun perlu diketahui, semangat atau ambisi yang dimaksud bukan karena faktor ekstrinsik (material), tetapi karena faktor nilai-nilai kemanusiaan (intirnsik). Walaupun penelitian menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik dapat lebih meningkatkan semangat yang ditimbulkan oleh efek faktor intrinsik (Flora, 2003), namun semangat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor intrinsik (nilai-nilai kemanusiaan) akan lebih bertahan lama, dibandingkan dengan semangat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor ekstrinsik; Individu yang memiliki semangat oleh karena faktor-faktor ekstrinsik, cenderung membutuhkan materi, zat, bahkan obat-obatan/alkohol untuk mempertahankan semangatnya (Rockafellow & Saules 2006). Individu yang kreatif, oleh karena faktor intrinsik (nilai-nilai kemanusiaan) yang dimiliknya, akan senantiasa bersemangat untuk berbuat sesuatu bagi sesama atau bagi kehidupan. Semangat untuk berbuat sesuatu bagi sesama atau kehidupan, pada akhirnya akan membuat individu memiliki energi (pikiran, ide-ide, konsep, kekuatan fisik, dll.) untuk menghasilkan sebuah karya kreatif. Percaya diri. Percaya diri diawali oleh kondisi “mencintai diri sendiri” atau “senang terhadap diri sendiri”. Pada saat individu tidak senang terhadap dirinya, sangat sulit individu tersebut percaya kepada dirinya (Turk & Winter, 2006). Individu percaya pada sesuatu, diawali oleh kondisi ia menyenangi sesuatu tersebut. Saat individu telah menyenangi sesuatu, baru kemudian ia merasa sesuatu tersebut bermakna, dan pada akhirnya memberikan “perasaan penuh/bermakna” atau “tidak kosong/tidak hampa”. Saat individu “merasa penuh/bermakna”, individu akan terus menerus mengelaborasi makna tersebut, sampai akhirnya terjadi proses kreatif. Dengan kata lain, untuk menjadi kreatif, individu perlu memiliki bahan dasar; bahan dasar tersebut ada pada “perasaan penuh” yang dimiliki oleh individu. Individu yang “merasa penuh”, adalah individu yang percaya bahwa dirinya berharga atau bermakna (individu mencapai kondisi percaya diri). Berdasarkan hal tersebut, penjelasan bahwa individu yang “percaya diri” dapat menjadi kreatif, adalah diawali oleh proses: (1) individu menyenangi dirinya, (2) individu merasa dirinya bermakna (individu “merasa penuh”), (3) individu mendapat inspirasi (ide kreatif) dari makna (“perasaan penuh”) yang dialaminya. Permasalahannya adalah, bagaimana agar individu dapat mencintai/menyenangi dirinya, sehingga pada akhirnya ia dapat percaya diri untuk berbuat sesuatu atau berani mengekspresikan ide-ide kreatif yang bersumber dari dirinya? Jawabannya
Halaman 6 dari 14 halaman
adalah dengan menyadari dan berusaha menemukan sifat-sifat mulia di dalam dirinya. Secara logika, individu menyenangi sesuatu yang mulia. Hal-hal yang mulia selalu bersifat menentramkan, sederhana (mampu mempermudah hal yang sulit), bersih, dan dapat menyenangkan orang lain. Sebenarnya, individu sudah memiliki sifat-sifat mulia seperti itu di dalam dirinya, yaitu: mampu membuat mudah/praktis hal-hal yang sulit, selalu berusaha untuk tampil bersih/jujur, selalu berusaha menghargai orang lain, dan selalu berusaha mencari ketenangan batin. Bila individu melihat hal-hal yang mulia tersebut sudah ada pada dirinya, dapat dipastikan ia akan “jatuh hati” kepada dirinya atau “percaya” pada dirinya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu yang kreatif, memiliki kecenderungan-kecenderungan tertentu (personality traits). Kecenderungan tersebut antara lain, bersikap terbuka (sabar, tidak keras kepala, penuh toleransi), berani (tidak terikat, penuh perhitungan, mampu mengantisipasi/menerima konsekuensi), memiliki semangat yang didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan, serta menyenangi dirinya (percaya terhadap hal-hal yang mulia, yang ada pada dirinya).
Metode untuk menjadi Kreatif Berdasarkan hasil penelitian Niu dan Liu (2009), untuk menjadi kreatif, individu tidak dapat begitu saja diminta agar menampilkan hasil kerja yang kreatif. Dengan kata lain, individu tidak akan menjadi kreatif dengan sekedar menginstruksikannya agar lebih kreatif dalam mengerjakan sesuatu. Untuk menjadi kreatif, individu perlu diberikan instruksi yang mengandung unsur elaborasi dan strategi. Instruksi yang sekedar menginstruksikan agar lebih kreatif adalah instruksi yang meminta inidividu untuk mengkreasi sebanyak-banyaknya karya, namun tidak memiliki fokus pada jenis karya, orisinalitas, atau fokus pada situasi dan kondisi di mana karya tersebut akan dihasilkan. Sedangkan instruksi yang mengandung unsur strategi dan elaborasi adalah instruksi yang meminta individu untuk: (a) fokus pada suatu jenis karya. (b) fokus pada jenis karya yang orisinalitas, dan (c) fokus pada karya yang sesuai dengan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan. Penerapan konsep tersebut dalam kehidupan nyata individu adalah sebagai berikut. Untuk membuat individu menjadi kreatif, ada tiga hal yang perlu
Halaman 7 dari 14 halaman
diperhatikan, yaitu: (a) jenis karya yang akan dihasilkan, (b) keunikan karya yang akan dihasilkan, dan (c) karya yang akan dihasilkan adalah karya yang sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi individu yang bersangkutan. Menurut pengamatan penulis, hal yang membedakan individu yang kreatif dan kurang kreatif adalah, individu yang kreatif mampu mengetahui situasi dan kondisi yang dibutuhkan oleh lingkungan maupun dirinya. Setelah mengetahui dan memahami situasi dan kondisi baik lingkungan maupun dirinya, barulah ia dapat menentukan jenis karya apa yang diperlukan. Jenis karya yang diperlukan dan dapat dihasilkan, seringkali tidak harus sama sekali baru. Jenis karya yang dihasilkan, boleh saja bersifat modifikasi dari karya yang sudah ada sebelumnya. Pada saat individu berhasil memodifikasi jenis karya yang sudah ada, itupun sudah dapat dikatakan bahwa individu melakukan usaha pembaruan atau melakukan proses kreatif. Pada masa sebelum Niu dan Liu (2009), Sternberg (1985) pernah mengungkapkan bahwa untuk menjadi kreatif, individu perlu melatih tiga area kecerdasan, yaitu: (a) kemampuan analisis, (b) kemampuan sintesis, (c) kemampuan praktis. Kemampuan-kemampuan tersebut, tampak memiliki konsep dasar yang bersumber pada Bloom’s Taxonomy (Bloom, 1956, dimodifikasi oleh Marzano, 2001). Secara lebih komprehensif, Bloom mengungkapkan bahwa kecerdasan individu memiliki enam tingkatan, mulai dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (aplication), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Sampai saat ini, banyak tokoh yang mencoba memodifikasi konsep Bloom’s Taxonomy. Namun, bagaimanapun konsep Bloom’s Taxonomy, yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1956, masih tetap menjadi konsep unggulan yang diterapkan oleh dunia pendidikan di berbagai belahan dunia (Mayer, n.d.) dan memiliki validitas di berbagai tempat (Kunen, Cohen, & Solman, 1981). Dalam kaitan dengan konsep kreativitas, penulis hanya membahas tiga tingkatan Bloom’s Taxonomy, yang sejalan dengan konsep kreativitas yang dikemukan oleh Sternberg (1985), yaitu: (a) kemampuan analisis, (b) kemampuan sintesis, (c) kemampuan praktis. Kemampuan analisis. Kemampuan analisis dikembangkan dengan cara individu melatih untuk membedakan, mana hal-hal yang penting dan berharga, dan mana hal-hal yang kurang penting dan berharga. Kemampuan analisis ini, pada hakikatnya adalah menemukan esensi/inti dari suatu peristiwa ataupun objek. Untuk menjadi kreatif, pada saat individu mampu menemukan esensi/inti dari
Halaman 8 dari 14 halaman
suatu peristiwa atau objek, esensi/inti dari suatu peristiwa atau objek tersebut dapat ditampilkan dengan kemasan baru. Kemampuan sintesis. Kemampuan sintesis dikembangkan dengan cara individu melatih untuk menggabungkan antara hal yang satu dengan hal yang lain. Penggabungan ini membuat hal yang sudah biasa, menjadi hal yang tidak biasa atau tampil dengan wajah baru. Proses penggabungan ini ibarat pencapuran warna hitam dan putih atau warna-warna lainnya. Saat warna hitam dan putih dicampur/digabungkan, muncul warna baru, yaitu abu-abu. Warna abu-abu tidak pernah ada, jika warna hitam tidak digabungkan dengan warna putih. Kemampuan praktis. Kemampuan praktis adalah kemampuan menerapkan ide/konsep di dalam kehidupan sehari-hari. Individu yang kreatif, dapat merealisasikan apa yang dipikirkannya, ke dalam fenomena kehidupan seharihari. Individu dapat dikatakan kreatif, jika ia mampu mewujudkan ide pikirannya menjadi sesuatu yang nyata. Cara yang paling awal untuk melatih kemampuan praktis adalah menuangkan ide yang bersifat abstrak ke dalam desain, tulisan, ataupun rekaman, yang bersifat konkret.
Aplikasi Perilaku Kreatif di Bidang Kewirausahaan Di samping definisi kreativitas dan inovasi yang sudah penulis uraikan di atas, terdapat definisi lain yang tampaknya lebih kontekstual untuk bidang kewirausahaan. Menurut Rubenson dan Runco; Sternberg dan Lubart (dalam Sternberg, 2006), individu yang kreatif adalah individu yang mau dan mampu “membeli dengan harga rendah” dan “menjual dengan harga tinggi”. Lebih lanjut, maksud dari kalimat tersebut adalah individu yang kreatif, adalah individu yang mau dan mampu memanfaat ide yang tampaknya biasa-biasa saja atau tampaknya umum dalam kehidupan sehari-hari, namun oleh individu yang bersangkutan, ide tersebut menjadi tampak unik/baru dan dapat menghasilkan nilai ekonomis. Di lingkungan kita, banyak hal-hal yang tampak umum atau biasa-biasa saja, namun oleh individu yang kreatif, hal tersebut dapat mendatangkan nilai ekonomis. Oleh individu yang kreatif, perilaku sehari-hari – mulai dari perilaku bangun tidur, perilaku mandi, perilaku makan pagi, perilaku belajar, perilaku bekerja, perilaku makan siang, perilaku bersosialisasi, sampai dengan perilaku beristirahat kembali – dapat diubah menjadi sesuatu yang menghasilkan nilai ekonomis. Individu yang kreatif, berhasil membeli/menangkap konsep perilaku sehari-hari tersebut dengan “harga rendah”, karena konsep perilaku sehari-hari
Halaman 9 dari 14 halaman
tersebut dianggap hal yang umum atau bersifat biasa-biasa saja, menjadi suatu konsep yang memiliki nilai ekonomis. Mereka berhasil menawarkan konsep perilaku sehari-hari tersebut dengan alternatif harga yang terkadang harus dibayar tinggi oleh konsumen. Sebagai contoh hal di atas, adalah konsep perilaku bangun tidur. Di mata orang awam, perilaku bangun tidur adalah sesuatu yang biasa-biasa saja. Namun oleh individu yang kreatif, konsep bangun tidur diformulasikan sebagai sesuatu moment yang harus diisi dengan kegiatan “membersihkan lambung”. Saat bangun tidur, adalah saat yang paling baik untuk membersihkan organ-organ internal dari berbagai “racun” yang teroksidasi melalui makanan. Untuk membersihkan lambung, menurut individu yang kreatif, diperlukan produk-produk tertentu, misalnya: air yang kaya dengan muatan oksigen (O2), juice beserta peralatan pembuatnya, ataupun makanan-makanan yang bersifat memperlancar proses pencernaan. Dengan adanya produk-produk tersebut, individu yang kreatif, berhasil menciptakan nilai ekonomis, dari sekedar konsep perilaku bangun tidur. Penerapan kreativitas dan inovasi dalam bidang kewirausahaan, juga dapat dijelaskan dengan mengoptimalkan tiga kemampuan kongnitif yang ada dalam Bloom’s Taxonomy. Pertama adalah kemampuan analisis. Seperti yang telah dikemukakan di atas, pada saat individu mampu menemukan esensi/inti dari suatu peristiwa atau objek, esensi/inti dari suatu peristiwa atau objek tersebut dapat ditampilkan dengan kemasan baru. Contoh untuk hal ini dapat dilihat dalam berbagai bidang usaha, yang sebenarnya menjual produk yang esensi atau intinya sama; hanya cara atau kemasannya saja yang berbeda. Misalnya “rasa manis”. Berapa banyak individu yang melakukan kegiatan usaha yang tampak beragam, namun sebenarnya esensi/inti yang dijual hal yang sama, yaitu “rasa manis”? Esensi/inti dari hal yang dijual oleh banyak pengusaha adalah “rasa manis”. Dengan kemampuan analisis yang tajam dan telah terlatih, individu yang kreatif mampu memberikan kemasan yang berbeda-beda, terhadap sesuatu yang sebenarnya memiliki esensi atau inti yang sama, yaitu “rasa manis”. Dengan kemasan, atau cara menjual yang berbeda-beda, konsumen mempersepsi hal tersebut sebagai sesuatu yang baru dan menarik. Kemampuan sintesis. Kemampuan sintesis dapat diterapkan dalam menumbuhkan kreativitas di bidang kewirausahaan, dengan cara menggabungkan (bagian dari) produk yang satu dengan (bagian dari) produk yang lain. Prinsip ini dapat dilihat dengan jelas pada usaha seperti one stop shoping, supermarket, pada inovasi-inovasi multimedia yang mencoba menggabungkan fitur satu dengan fitur lainnya, atau pada inovasi penemuan resep makanan baru. Penggabungan tersebut
Halaman 10 dari 14 halaman
membuat sesuatu menjadi berbeda dengan kondisi sebelum sesuatu tersebut digabungkan. Penggabungan ini, dapat juga bermula dari penggabungan ide atau minat dari dua individu. Kita dapat membayangkan, apa akibatnya, jika ide/minat dari dua atau tiga orang sahabat, bergabung menjadi satu. Sahabat pertama menyukai musik, sahabat ke dua menyukai resep-resep makanan, dan sahabat ke tiga, menyukai permainan catur. Bentuk usaha apa yang kira-kira akan terjadi? Kemampuan dalam menerapkan konsep (application). Individu yang memiliki banyak ide adalah individu yang kreatif; namun demikian, individu yang berhasil menuangkan ide/konsepnya menjadi sesuatu yang nyata, tampak lebih kreatif dan bermanfaat bagi individu lainnya. Terkadang, untuk mewujudkan ide yang dimiliki, individu tidak dapat melakukannya secara sendiri. Individu perlu bantuan orang lain, peralatan, atau modal selain ide. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ide yang dimiliki, individu dapat menawarkan (“menjual”) konsep/ide yang dimilikinya kepada orang lain yang memiliki modal (peralatan, keuangan, tenaga, waktu, dll.).
Kondisi Kreativitas pada Umumnya Di dalam tinjauan literatur yang dilakukannya, Richards (2007) menyatakan bahwa kondisi kreativitas individu pada umumnya mengalami tiga “U”, yaitu: underrecognized, underdeveloped, dan underrewarded. Secara harafiah, ketiga “U” tersebut sebagai kondisi yang menghambat kreativitas, yaitu bahwa kreativitas: kurang dikenali, kurang dikembangkan, dan kurang dihargai. Menurut Richards, kondisi masyarakat, khususnya kondisi sekolah yang penuh dengan keseragaman membuat kreativitas, yang umumnya bersifat unik/khusus/orisinal kurang dapat dikenali. Hampir setiap siswa, di sekolah yang mengutamakan keseragaman dalam proses pembelajaran, sulit dikenali ide/keunikan/kekhususannya. Pada saat kreativitas sulit dikenali (underrecognized), maka akan sulit bagi individu maupun lingkungannya untuk melakukan pengembangan potensi kreativitas/keunikan. Oleh sebab itu, jika kreativitas sulit dikenali, maka akan terjadi “U” yang ke dua, yaitu unverdevelopped, dimana kreativitas yang sebenarnya ada pada masing-masing anak, tidak dapat secara optimal dikembangkan. Pengembangakan kreativitas sama halnya dengan memberikan kesempatan/ruang/lahan bagi individu untuk menunjukkan keunikannya. Setelah
Halaman 11 dari 14 halaman
ada ruang/lahan/kesempatan, maka individu akan mencoba melakukan improvisasi/penyempurnaan terhadap keunikan ide/kreativitas yang dimilikinya. Terakhir, adalah kondisi bahwa kreativitas kurang dihargai (underrewarded). Kreativitas hanya dapat tumbuh bila masyarakat/lingkungan sosial membutuhkan ide/kreativitas yang dihasilkan. Tanda bahwa masyarakat menghargai hasil kreativitas, adalah masyarakat mau dan bersedia mengapresiasi karya kreativitas. Melihat kondisi yang ada saat ini, kita perlu optimis dan perlu melakukan usaha-usaha yang membuat kreativitas akan lebih dihargai, dikenali, dan dikembangkan di masa mendatang. Penulis yakin bahwa para mahasiswa, saat ini dihadapkan pada berbagai kondisi dan kesempatan yang akan mengarah pada pembentukkan kreativitas. Di samping itu, para mahasiswa sendiri adalah sosok muda yang memiliki potensi, memiliki minat pada bidang tertentu, dan sosok yang bebas menentukan pilihan masa depan yang akan diraihnya.
Penutup Setelah meninjau pengertian kreativitas, kepribadian kreatif, metode untuk menjadi kreatif, dan aplikasi perilaku kreativitas di bidang kewirausahaan, penulis berpendapat bahwa untuk menumbuhkan proses kreatif dan inovasi, sebenarnya masih perlu ada tinjauan yang lebih mendalam. Tinjauan tersebut berhubungan dengan nilai-nilai (value) yang menurut penulis sebenarnya sangat mendukung proses kreatif dan inovasi. Sementara ini, penulis belum memiliki literatur yang dapat mengungkapkan keterkaitan nilai-nilai tersebut dengan proses kreatif. Namun demikian, penulis tetap memiliki keyakinan dan berani mengajukan dugaan untuk wacana di masa mendatang, bahwa individu yang kreatif dan inovatif, adalah individu yang menghargai dan menghormati kehidupan, individu yang selalu meluangkan waktu untuk memerhatikan kehidupan di sekitarnya.
Halaman 12 dari 14 halaman
Daftar Pustaka
Creativity. (n.d.). In Wikipedia, the free encyclopedia. Retrieved July 26, 2009, from http://en.wikipedia.org/wiki/Creativity Creativity. (2009). In Encyclopædia Britannica. Retrieved July 27, 2009, from http://www.britannica.com/EBchecked/topic/142249/creativity Baru. (2009). In Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved July 27, 2009, from http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php Bloom, B. S. (1974). Time and learning. American Psychologist, 29(9), 682-688. ELN. (2008, November 2008). Bangun gerakan nasional budaya kewirausahaan. Retrieved July 29, 2009, from http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/20/19141866/bangun.gerakan. nasional.budaya.kewirausahaan FAJ. (2008, Desember 4). Perbankan dorong wirausaha. July 29, 2009, from http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/04/10121521/perbankan.dorong.w irausaha Feist, G. J. (1998). A meta-analysis of personality in scientific and artistic creativity. Personality and Social Psychology Review, 2(4), 290–309. Flora, S. (2003). Extrinsic reinforcement increases intrinsic motivation and academic and work performance. [Conference Abstract]. Database: PsycEXTRA. Kunen, S., Cohen, R., & Solman, R. (1981). A levels of processing analysis of Bloom's taxonomy. Journal of Educational Psychology, 73, 202-211. Maddux, W. W., & Galinsky, A. D. (2009). Cultural borders and mental barriers: The relationship between living abroad and creativity. Journal of Personality and Social Psychology, 96(5), 1047-1061. Marzano, R. J. (2001). Designing a new taxonomy of educational objectives. In A Step Toward Redesigning Bloom's Taxonomy (Reviewed by R. E. Mayer). Retrieved July 28, 2009, from http://psycnet.apa.org/critiques/47/5/551.html Mayer, R. E. (n.d.). A Step Toward Redesigning Bloom's Taxonomy. Retrieved July 28, 2009, from http://psycnet.apa.org/critiques/47/5/551.html Messwati, E. D. (2009, Februari 24). Penciptaan wirausaha kurangi pengangguran. Retrieved July 29, 2009, from http://www.kompas.com/read/xml/2009/02/24/18225475/penciptaan. wirausaha.kurangi.pengangguran.
Halaman 13 dari 14 halaman
New. (2009). In Merriam-Webster Online Dictionary. Retrieved July 28, 2009, from http://www.merriam-webster.com/dictionary/new Niu, W., & Liu, D. (2009). Enhancing creativity: A comparison between effects of an indicative instruction “to be creative” and a more elaborate heuristic instruction on chinese student creativity. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 3(2), 93-98. Rockafellow, B. D., & Saules, K. K. (2006). Substance use by college students: The role of intrinsic versus extrinsic motivation for athletic involvement. Psychology of Addictive Behaviors, 20, 279-287. Richards, R. (Ed). (2007). Everyday creativity and new views of human nature: Psychological, social, and spiritual perspectives (pp. 25-53). Washington, DC, US: American Psychological Association. Simonton, D. K. (2003). Scientific creativity as constrained stochastic behavior: The integration of product, process, and person perspectives. Psychological Bulletin, 129, 475–494. Simonton, D. K. (2007). Review of Creativity: Theories and themes: Research, development, and practice. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 1, 251-252. Sternberg, R. J. (1985). Beyond IQ: A triarchic theory of human intelligence. New York, NY, US: Cambridge University Press. Abstract obtained from http://psycnet.apa.org/psycinfo/ 1985-97046-000 Sternberg, R. J. (2006). Creating a vision of creativity: The first 25 years. Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, S, 2-12. XVD. (2009, January 5). Seratus lembaga pendidikan wirausaha pada 2009. Retrieved July 29, 2009, from http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/05/15514540/seratus.lembaga.pen di-dikan.wirausaha.pada.2009 Uwi. (2008, March 14). Center to boost enterpreneurship. Retrieved July 29, 2009, from http://www.thejakartapost.com/news/2008/03/13/center-boostenterpreneurship.html
Halaman 14 dari 14 halaman