0
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA MELALUI TEKNIK BERCERITA (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2009/2010)
Oleh FAHRU ROJI BAIDAWI NIM: 106013000295
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
i
KATA MUTIARA
“Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih sukses.” (Bookert Washington) “Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan.” (Thomas A. Edison) “Periksalah buku kenanganmu semalam dan engkau akan tahu bahwa engkau masih berhutang kepada manusia dan kehidupan.” (Khalil Gibran) “Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain.” (Michael De’Mintagne) Ketahuilah, apa pun yang menjadikanmu bergetar, itulah yang terbaik untukmu dan karena itulah, qolbu seorang penciptanya lebih besar dari pada singgasananya. (Jalaludin Rumi)
i
ii
Abstrak Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki oleh seseorang . yaitu seorang yang hidup di lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah maupun dimana saja. Berbicara adalah hal yang biasa bagi kita, namun kegagalan pembelajaran keterampilan berbicara masih banyak terdengar di kalangan sekolah. Banyak pertanyaan yang timbul berdasarkan kegagalan anak dalam keterampilan berbicara yaitu kurangnya kemampuan anak dalam mengembangkan kosa kata, merasa malu dan tidak percaya diri. Hal ini yang membuat siswa tidak terbiasa dalam menuangkan kata-kata dengan baik dan benar khususnya dalam keterampilan berbicara. Penelitian ini menggunakn metode penelitian tindakan kelas yang berlangsung selama tiga bulan, melakukan berbagai kegiatan. Hasil yang dimiliki dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita dapat meningkat, hal ini dapat dilihat dari hasil pre tes nlai rata-rata anak 40,5 sedangkan pada hasil pos tes anak 77,15, dan siklus 1 anak-anak mendapat nilai rata-rata 63,3 dan siklus II rata-rata 73,58. Peningkatan diatas dapat dilihat bahwa pembelajaran keterampilan berbicra bahas Indonesia melalui teknik bercerita di SMP Negeri 13 Tangerang Selatan dapat meningkat, hal ini menunjukan bahwa teknik bercerita layak dan dapat digunakan untuk diterapkan di sekolah karena memberikan hasil yang baik kususnya dalam keterampilan berbicra.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul "Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia melalui Teknik Bercerita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 13 Tangerang Selatan". Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Sajana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah Swt atas rahmat, perlindungan, dan hidayah-Nya 2. Rosulullah Muhammad Saw, bulan purnama yang telah memberikan cahaya untuk menerangi bumi ini 3. Kedua orang tuaku tercinta, orang tua terbaik di dunia, Hj. Aini dan K.H. Misbahudin atas kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir 4. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. 5. Ibunda Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang selalu menginginkan kemajuan atas jurusan yang dipimpinnya. 6. Bapak Drs. E. Kusnadi, selaku Pembimbing I, yang begitu peduli terhadap mahasiswa-mahasiswanya, 7. Ibunda Hindun, M.Pd., selaku Pembimbing II, yang telah menyisakan waktu berharganya di antara kesibukan-kesibukan yang padat. 8. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, atas ilmu yang telah diajarkan, dengan jasa-jasamu itu sesungguhnya bintang kehormatan sangat pantas disematkan di dadamu. 9. Kakak-kakakku tersayang, Bahruddin, S.Ag, Amsorullah, S.Pd, Badrussalam, S.Ag, Nyai Suryani, Ida Jahidah, lyah Khairiyah atas doa dan dukungannya.
iii
iv
10. Sri Nurul Hidayati, yang selalu memberi masukan dan sctnangat yang sangat berharga. 11. .Fauzi, Rusfi, Pisol, Mu'min, Firman, Syarif, Yusuf, dan semua saudarasaudaraku di kelas atas semangatnya. Kalian adalah bagian dari catatan hidup yang tak terlupakan.
Tentu saja skripsi ini masih jauh dari sempurna, masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun yang dapat memperbaiki skripsi ini.
Jakarta, 18 Februari 2011
Fahru Roji Baidawi
iv
v
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................ LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH .................................................. KATA MUTIARA ........................................................................................... i ABSTRAK ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
viii BAB I
PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
3
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
5
C. Perumusan Masalah ..........................................................................
5
D. Tujuan Penelitian ..............................................................................
5
E. Manfaat Penelitian ............................................................................
5
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................
7
A. Belajar ..............................................................................................
7
1. Pengertian Belajar .........................................................................
7
2. Ciri-ciri Belajar .............................................................................
9
3. Jenis-jenis Belajar .........................................................................
9
4. Prinsip-prinsip Belajar...................................................................
10
5. Faktor-faktor Belajar .....................................................................
11
B. Berbicara............................................................................................
13
1. Pengertian Berbicara .....................................................................
13
2. Tujuan Ketermapilan Berbicara .....................................................
13
3. Prinsip Umum dalam Keterampilan Berbicara ...............................
16
4. Jenis-jenis Berbicara .....................................................................
16
v
vi
5. Peralatan Berbicara ......................................................................
25
6. Rambu-rambu dalam Berbicara .....................................................
27
7. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Keteramapilan Berbicara .....
29
C. Bercerita ............................................................................................
40
1. Pengertian Bercerita ......................................................................
40
2. Tenik Bercerita .............................................................................
43
3. Kelebihan Teknik Bercerita ...........................................................
43
4. Kelemahan Berbicara ....................................................................
44
METODOLOGI PENELITIAN.....................................................
47
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
47
B. Metode Penelitian .............................................................................
47
C. Intrumen Penelitian ..........................................................................
48
D. Desain Penelitian ..............................................................................
49
E. Data dan Sumber Data ......................................................................
50
1. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
50
2. Analisis Data ...............................................................................
51
BAB III
BAB IV DESKRIPSI, ANALISA DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN..................................................
52
A. Paparan Data ....................................................................................
52
B. Hasil Data Observasi ........................................................................
58
C. Tahap Analisis ..................................................................................
74
D. Tahap Refleksi..................................................................................
74
BAB V
PENUTUP .......................................................................................
77
A. Kesimpulan ......................................................................................
77
B. Saran ................................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Distribusi Frekuensi nilai pree tes………………………………… 53
2.
Lembar observasi siklus I………………………………………… 58
3.
Distribusi frekuensi nilai tes akhir siklus I………………………... 63
4.
Lembar observasi siklus I…………………………………………. 67
5.
Distribusi frekuensi nilai akhir siklus II…………………………... 72
6.
Distribusi frekuensi nilai pos tes………………………………….. 73
7.
Rekapitulasi hasil belajar nilai keterampilan berbicara…………… 74
vii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa negara adalah bahasa Indonesia, demikian tertera dalam UndangUndang Dasar 1945. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menjadi lambang kebanggaan bangsa, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat komunikasi antardaerah dan antarkebudayaan. Bahasa Indonesia pun merupakan alat yang dapat mencerminkan nilai-nilai sosial budaya. Sebagai lambang identitas nasional, Bahasa Indonesia harus dijunjung tinggi. Bahasa Indonesia pun harus dikembangkan. Sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa dengan latar belakang kebudayaan dan bahasa yang berbeda-beda. Bahasa Indonesia telah memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup dalam satu bangsa karena bahasa memiliki banyak fungsi dalam mempersatukan suku bangsa. Abdul Chaer menulis dalam bukunya bahwa bahasa itu sistem, lambang, bunyi, bermakna, arbitrer, konvensional, produktif, unik, universal, dinamis, bervariasi dan manusiawi.1 Sesuai fungsinya, Bahasa Indonesia juga berperan sebagai alat pengungkapan perasaan bahkan hingga nuansa perasaan yang halus. Dengan bahasa memungkinkan manusia menuangkan pikiran yang rumit dan abstrak menjadi konkret. Manusia dapat berpikir mengenai objek tertentu. Dalam hal ini objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang menjadi abstrak. Walaupun objek itu secara faktual tidak kelihatan. Hal ini memungkinkan manusia berpikir secara berlanjut dalam penggunaan bahasanya yaitu dalam keterampilan berbicara. Kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang perlu dimiliki oleh seseorang, terutama siswa atau seseorang yang hidup di
1
Abdul Chaer, Linguistik umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 33-56.
.
1
2
lingkungan masyarakat. Kemampuan ini bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun, walaupun pada dasarnya secara ilmiah manusia dapat berbicara. Untuk menghasilkan kemampuan berbicara secara formal memerlukan pelatihan dan pengarahan atau bimbingan yang intensif dalam mempelajarinya. Pengajaran bahasa Indonesia yang baik akan berakibat langsung pada pelajaran yang lainnya, karena bahasa itu alat untuk berpikir, alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, alat mengajarkan keterampilan, dan untuk menanamkan suatu sikap yang terarah. Tetapi, kita tidak dapat menutup mata untuk menghadapi kenyataan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia
perlu
ditingkatkan sesuai dengan tuntunan dunia modern yang meliputi dunia pendidikan dengan segala aspeknya. Keterampilan berbahasa terdiri dari empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. “Setiap keterampilan itu berhubungan erat dengan keterampilan lainnya. Keterampilan berbahasa diperoleh dengan urutan yang teratur, mula-mula pada masa kecil manusia belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu mereka belajar membaca, dan menulis. Menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki sekolah sedangkan membaca dan menulis umumnya dipelajari di sekolah. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur tunggal”. 2 Berdasarkan keempat penjelasan di atas penulis memfokuskan pada keterampilan yang ke dua yaitu keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan yang banyak
gunanya bagi siswa, terutama terampil berbicara di lingkungan sekolah. Bayangkan jika seluruh siswa di sekolah tidak bisa berbicara dengan bahasa yang baik maka perkembangan bangsa ini pun sebatas penggunaan bahasa yang hanya kesehariannya menggunakan kata-kata gaul, tren, dan tidak jelas kaidah tata bahasanya.
2
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Bandung: Angkasa, 2005), hlm.1.
3
Kaidah tata bahasa dalam komunikasi seseorang merupakan gambaran teratur tidaknya pola pikir yang dihasilkan melalui keterampilan berbicaranya. Kemampuan berbicara seseorang tersebut turut menentukan kesuksesan kariernya. Banyak orang sukses karena menguasai keterampilan berbicara. Contohnya, wartawan, presenter, penyiar, dan komentator. Demikianlah berbicara dapat membuahkan kutub konstruktif maupun kutub destruktif. Dengan perkataan lain, berbicara dapat mendatangkan kedamaian, menumbuhkan cinta, dan dapat pula menimbulkan perang, menumbuhkan benci, tergantung pada situasi dan kondisi. Ada banyak hal yang menyebabkan siswa terhambat atau mengalami gangguan-ganguan dalam berbicara seperti: tidak percaya diri, merasa cemas. Seperti dikatakan dalam buku The handbook of public speaking bahwa ”Kecemasan
merupakan
suatu energi syaraf,
kekuatan
misterius
yang
dibangkitkan oleh perasaan, yang mempengaruhi sistem syaraf Anda, yang bisa menghancurkannya atau sebaliknya, menguatkannya sampai kita merasa bersemangat dan menyala-nyala dan mampu mencapai puncak orasi”.3 Kecemasan itu menimbulkan rasa takut dalam berbicara. Apabila rasa takut itu menguasai diri seseorang maka menyebabkan timbulnya gugup, malas, gagap, sehingga berbicara menjadi tak terarah dan dalam pengucapannya khususnya dalam teknik bercerita menjadi tidak tersampaikannya pesan. Salah satu bagian pengajaran keterampilan berbicara adalah dengan menggunakan teknik bercerita, karena pengajaran teknik bercerita merupakan suatu
teknik yang sistematis dalam mengembangkan keterampilan berbicara
bahasa Indonesia khususnya pada siswa. Hasil keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan menggunakan teknik bercerita ini diharapkan siswa mampu berbicara bahasa Indonesia dengan artikulasi atau lafal yang jelas, penjedaan yang tepat, dan intonasi yang baik dalam keterampilan berbicaranya. Pada umumnya, keterampilan berbicara merupakan bagian-bagian yang mendukung dalam teknik bercerita. Bercerita merupakan salah satu cara untuk 3
hlm. 125.
A. G. Mears, The Handbook of Public Speaking (Milestone: Publishing House, 2009),
4
mengekspresikan jiwa melalui bahasa lisan, sama halnya dengan paragraf dan karangan. Dalam mengarang ada suatu kegiatan yang melahirkan gagasan, perasaan pengalaman pada diri sesorang tersebut yang dituangkan dalam bentuk tulisan menjadi sebuah paragraf. Begitu juga dengan keterampilan berbicara, dengan teknik bercerita siswa bisa menuangkan perasaan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk perkataan, yaitu dalam bentuk lisan. Mengingat pentingnya pengajaran keterampilan berbicara di sekolah dan di luar lingkungan sekolah maka hendaknya guru dan orang di sekitarnya bisa mendukung dan memotivasi, yaitu dengan memberikan masukan-masukan positif guna menumbuhkan siswa lebih terampil dan berani menunjukkan keterampilan berbicara khususnya dalam teknik bercerita. Kegiatan bercerita merupakan suatu kegiatan mengekspresikan jiwa melalui bahasa lisan. Bercerita merupakan salah satu teknik menyampaikan informasi kepada orang lain (pendengar). Bahkan guru-guru di sekolah sering menggunakan teknik bercerita dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya. Beberapa alasan mengapa seseorang memilih menggunakan teknik bercerita dibanding teknik lainnya seperti drama, diskusi, atau menggunakan peralatan audio visual adalah karena teknik bercerita mempunyai kelebihan, yaitu lebih fleksibel dan mudah, hal ini memungkinkan siswa lebih semangat dan terbantu dalam pembelajaran keterampilan berbicara khususnya dalam keterampilan secara umum. Keterangan di atas menunjukan betapa pentingnya memahami pembelajaran keterampilan berbicara, karena siswa yang mampu menguasai keterampilan berbicara dengan baik tentu akan baik dalam berceritanya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mencoba meneliti dan membahas mengenai ”Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Melalui Teknik Bercerita pada Siswa SMP Negeri 13 Tangerang Selatan”.
5
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Kesulitan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. 2. Macam-macam teknik bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia. 3. Kesulitan siswa dalam pembelajaran teknik bercerita.
C. Rumusan Masalah Dilihat dari latar belakang yang telah diidentifikasikan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peningkatan kualitas pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia melalui teknik bercerita pada siswa SMP Negeri 13 kelas VIII Tahun Ajaran 2010-2011 di Kota Tangerang Selatan?
D. Tujuan Penelitian Dari hasil penelitian ini, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan dalam pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia. 2. Untuk meningkatkan kualitas kemampuan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan dalam menggunakan teknik bercerita. 3. Untuk mengetahui tingkat kesulitan siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan dalam berbicara Bahasa Indonesia melaui teknik bercerita.
E. Manfaat Penelitian Secara umum hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapakan dapat dijadikan bahan masukan bagi jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, khususnya di lingkungan pendidikan sekolah.
6
1. Manfaat bagi Guru a. Guru bahasa Indonesia dapat menjadikan hal ini sebagai informasi dan rujukan dalam pengajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita. b. Menjadi pertimbangan guru dalam mengajar dengan menggunakan teknik bercerita dalam keterampilan berbicara baik dari strategi persiapan mengajar maupun kendala-kendala yang dihadapi. 2.
Manfaat bagi Siswa Siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia dengan ekspresi, intonasi, lafal dan penggunaan bahasa yang baik dalam berbicara melalui teknik bercerita.
3. Manfaat bagi Sekolah Sekolah mendapat gambaran dan data tentang peningkatan kualitas kemampuan siswanya dalam keterampilan berbicara melalui teknik bercerita, khususnya siswa kelas VIII SMPN 13 Kota Tangerang Selatan.
7
BAB II ACUAN TEORETIS A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.4 Dimyati mengatakan bahwa belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya.5 Menurut pengertian secara psikologis, “belajar merupakan suatu proses perubahaan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.”6 Belajar juga berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, 7 ungkap Slameto. Sementara Alisuf Sabri dalam bukunya Psikologi Pendidikan menambahkan bahwa belajar adalah “Merupakan faktor penentu proses perkembangan, manusia memperoleh hasil perkembangan berupa pengetahuan, sikap, keterampilan, nilai reaksi, keyakinan dan lain-lain tingkah laku yang dimiliki manusia adalah diperoleh melalui belajar”.8 Menurut Slameto, belajar juga dapat dipandang sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan tingkah laku tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
4
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 207. 5 Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm. 46. 6 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, (Jakarta: Rineka cipta, 2010), hlm. 2. 7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989. 8 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 54.
7
8
a. Perubahan terjadi karena sadar. Bahwa seorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahaan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan pada dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. b. Perubahaan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahaan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. c.
Perubahan belajar bersifat positif dan aktif. Dalam
perubahan
belajar,
perubahan-perubahan
itu
senantiasa
bertambah dan tertuju untuk meperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak belajar itu dilakukan, makin banyak pula perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena ada usahanya dari individu sendiri. d. Perubahan dalam dalam belajar bukan sikap sementara. Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahhan dalam arti belajar. e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. Perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya sesorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah ditetapkan apa yang hendak dicapai dalam mengetik. Ini berarti perubah tingah laku yang terarah.9
9
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, hlm. 2-4.
9
2. Ciri-ciri belajar Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, menyebutkan ciri-ciri belajar, yaitu: a.
Perubahan yang intensional, dalam arti perubahan yang terjadi karena intensitas pengalaman, praktik, atau latihan.
b.
Perubahan menuju ke arah yang positif, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan baik oleh guru, siswa maupun lingkungan sosial.
c.
Perubahan yang efektif, dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi siswa. Setidaknya sampai batas waktu tertentu. Baik demi alasan penyesuaian diri maupun demi mempertahankan kelangsungan hidupnya.10 Sebagai suatu proses pengetahuan, kegiatan belajar juga tidak
terlepas dari mengajar. ”Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu, ada suatu prosedur (jalan interaksi) yang direncanakan, Ditandai dengan materi satu pengarahan materi yang khusus dan ditandai dengan aktivitas anak didik.”11
3. Jenis-jenis belajar a. Slameto membagi jenis-jenis belajar yaitu: belajar bagian, belajar dengan wawasan, keseluruhan,
belajar diskriminatif, belajar global atau secara
belajar
insidental,
belajar
instrumental,
belajar
instrumental, belajar intensional, belajar laten, belajar mental, belajar produktif, belajar verbal.12 b. Muhibin Syah berpendapat mengenai jenis-jenis belajar 1) Belajar abstrak
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 116. 11 Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka cipta, 2006), hlm. 39-40. 12
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor …, hlm. 8.
10
Belajar
yang
menggunakan
cara-cara
berpikir
abstrak.
Tujuannya adalah bentuk memeroleh pemahaman dan pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. 2) Belajar keterampilan Belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot. Tujuannya adalah menguasai jasmani tertentu. 3) Belajar sosial Belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. 4) Belajar pemecahan masalah Belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, dan teratur. 5) Belajar rasional Belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). 6) Belajar kebiasaan Belajar pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan yang telah ada. 7) Belajar apresiasi Belajar mempertimbangkan arti penting atau nilai suatu objek. 8) Belajar pengetahuan Belajar melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan.13
4.
Prisip-prinsip belajar. Dalam belajar diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional. a.
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional.
13
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan,...hlm. 123 – 124.
11
b.
Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
c.
Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkunganya.14 Untuk memperoleh peningkatan seperti diatas dalam belajar kita
harus mengetahui prinsip-prinsip dalam belajar. Yaitu belajar untuk memperoleh perubahan tingkah laku, hasil belajar ditandai dengan perubahan aspek tingkah laku, belajar merupakan suatu proses, belajar dorongan dan tujuan yang akan dicapai dan belajar merupakan bentuk pengalaman.15
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembelajaran a. Faktor Intern 1) Faktor jasmaniah (faktor fisiologis) Faktor utama yang mempengaruhi belajar didukung dalam diri sendiri atau fisik siswa tersebut. Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organorgan tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Misalnya organ tubuh ynag lemah, kondisi badan seperti ini menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.16 2) Faktor psikologis Faktor psikologis dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas dan perolehan pembelajaran siswa. a) Inteligensi Inteligensi adalah kemampuan mental individu yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang 14
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor…, hlm. 28. Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004). Hlm. 123-125. 16 Muhibin Syah, Psikologi pendidikan,...hlm. 132. 15
12
baru, serta dapat memecahkan memecahkan masalah yang dihadapi dengan cepat dan tepat17 Pakar psikologi Claparede dan Stern memberikan definisi penyesuaian diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru.18 b) Minat Minat( interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. c)
Bakat Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
d) Motivasi Motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk membuat sesuatu.19 b. Faktor-faktor ekstern 1)
Faktor keluarga adalah salah satu faktor di luar yang mempengaruhi siswa belajar yaitu relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluaraga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2)
Faktor sekolah faktor yang mempengaruhi di luar yang menduking siswa yaitu: metode mengajar guru, kurikulum sekolah, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, sarana sekolah, waktu sekolah, metode belajar dan tugas rumah.
3)
Faktor masyarakat juga mempengaruhi belajar siswa dari luar yaitu: kegiatan siswa pada masyarakat, media masa, teman bergaul dan bentuk kehidupan dalam masyarakat tersebut.
17
Akyas Azhari, psikologi umum,... hlm. 142. Zeki Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, ( Jakarta: Kizi Brother, 2006), hlm. 86. 19 . Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan,...hlm. 235 – 136. 18
13
B. Berbicara 1. Pengetian Berbicara Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Sebagai memperluasan dari bahasan ini. Dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide keinginan kepada orang lain yang dikombinasikan. Pada hakikatnya keterampilan berbicara merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.20 Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk prilaku manusia yang memanfaatkan faktorfaktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.21 Berbicara adalah beromong, bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu yang dimaksudkan.22
2. Tujuan keterampilan berbicara Tujuan
utama
dalam
keterampilan
berbicara
adalah
untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan. Dia harus mampu mengevalausi efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya, dan seorang pembicara harus mengetahui prisip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.23
20
Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 241. Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 15. 22 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 165. 23 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 15. 21
14
Disamping itu, keterampilan berbicara juga memiliki tujuan dalam pengembangan yang akan dimiliki bagi seorang yang berbicara. Di antaranya: a.
Kemudahan berbicara Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka memgembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya.
b.
Kejelasan Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik.
c.
Bertanggung jawab Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicaraan untuk bertanggung jawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi pokok pembicaraan , tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya.
d.
Membentuk pendengaran yang kritis, Latihan
berbicara
yang
baik
sekaligus
mengembangkan
keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama, yaitu peserta didik perlu belajar untuk mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicaranya. e.
Membentuk kebiasaan. Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari bahkan dalam bahasa ibu. Tujuan keterampilan berbicara seperti yang dikemukakan di atas akan dapat dicapai jika program pengajaran dilandasi prinsip-prinsip yang relevan, dan pola KBM yang membuat para peserta didik secara aktif mengalami kegiatan berbicara.24 1) Tingkat pemula 24
Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 243.
15
Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan peserta didik dapat melafalkan bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyampaikan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan hasil bacaan atau simakan, menyatakan ungkapan rasa hormat dan mampu bermain peran. 2) Tingkat menengah Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara bahwa peserta didik dapat menyampaikan informasi, berpartisipasi
dalam
percakapan,
menjelaskan
identitas
diri,
menceritakan hasil simakan atau bacaan, melakukan wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan dalam diskusi dan pidato. 3) Tingkat paling tinggi Untuk tingkat yang paling tinggi, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dirumuskan bahwa peserta didik dapat menyampaikan
informasi,
berpartisipasi
dalam
percakapan,
menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan dan berpartisipasi dalam wawancara.25 Dari tujuan kegiatan keterampilan berbicra di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara memiliki manfaat atau tujuan dicapai yaitu dari tingkat pemula sampai tingkat yang paling tinggi. Berdasarkan keterangan di atas tujuan yang hendak dicapai seorang pengajar harus memenuhi beberapa konsep. Empat konsep dasar yang harus dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan bahasa kedua dengan model pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu berbicara dan menyimak adalah kegiatan resiprokal, berbicara adalah proses berkomunikasi individu, berbicara adalah ekspresi kreatif, berbicara adalah ekspresi kreatif, berbicara adalah tingkah laku,
25
Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 287.
16
berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman dan berbicara adalah pancaran pribadi. 26
3. Prinsip Umum yang Mendasari Kegiatan Berbicara a. Membutuhkan paling sedikit dua orang, tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi misalnya oleh orang yang sedang mempelajari banyak bunyi-bunyi bahasa serta maknanya atau oleh seseorang yang meninjau kembali. b. Menggunakan sandi linguistik yang dipahami bersama, bahkan andai kata pun dipergunakan dua bahasa namun setting pengertian, pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya. 4) Merupakan suatu pertukaran antara partisipan, kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan sating bertukar sebagai pembicara dan penyimak. 5) Menghubungkan
setiap
pembicara
dengan
yang
lainnya
dan
lingkungan dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan, dan sang penyimak sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal balik antara dua arah. 6) hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory apparatus). 7) secara tidak pandang bulu menghadap apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil.27
4. Jenis-jenis Berbicara Bila diperhatikan mengenai bahasa pengajaran akan kita dapatkan berbagai jenis berbicara. Antara lain: diskusi, 26 27
Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran…, hlm. 286. Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 16.
pidato (menjelaskan,
17
menghibur), ceramah, dan sebagainya. Jenis-jenis keterampilan berbicara tersebut adalah: a. Diskusi Diskusi, berasal dari kata Latin “discutere”, yang berarti bertukar pikiran. Akan tetapi belum tentu setiap kegiatan bertukar pikiran dapat dikatakan berdiskusi. Diskusi pada dasarnya adalah suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik kelompok kecil atau besar, dengan tujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah.28 Diskusi juga diartikan suatu metode untuk memecahkan masalah-masalah dengan proses berpikir kelompok.29 Panel adalah suatu bentuk diskusi yang dihadapkan sejumlah partisipan atau pendengar.30Suatu kelompok yang terdiri dari tiga sampai enam orang ahli yang ditunjuk untuk mengemukakan pandangannya dari berbagai segi mengenai suatu masalah.31 Diskusi ini melibatkan sekelompok kecil peserta yang melakukan pembicaraan secara informal tentang sesuatu topik tertentu yang sebelumnya telah diselidiki dengan teliti oleh para peserta diskusi.32
b. Simposium Sinposium terdiri dari serangkaian presentasi yang disampaikan secara singkat tetapi formal berkaitan tentang suatu tema dan topik. Sesudah presentasi formal, para anggota sinposium diperkenankan menjawab pertanyaan yang diajukan para peserta yang mengadakan suatu panel diskusi di antara mereka sendiri.
33
Masalah yang dibahas dalam
simposium mempunyai ruang lingkup yang luas, sehingga dapat ditinjau 28
Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm . 37. 29 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai …, hlm. 36. 30 Piet. A. Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm. 112. 31 Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 40. 32 Siti Sahara, dkk., Keteramilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN, 2009), hlm. 22 33 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 23.
18
dari berbagi sudut aspek ilmu untuk mendapatkan perbandingan. Pada sinposium diadakan sanggahan untuk umum terhadap suatu prasaran dan sanggahan itu disusun secara tertulis.34
c.
Seminar Seminar terdiri dari sekelompok ahli yang bertugas menjawab
pertanyaan-pertanyaan hadirin atau mungkin pers. Para ahli tersebut sebelumnya tidak diberi tahukan menenai pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan tetapi, biasanya mereka menguasai topik-topik yang dibicarakan.35 Dalam seminar membahas secara ilmiah, walaupun yang menjadi topik pembicaraan hal-hal dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan untamanya adalah untuk memecahkan suatu masalah.36. Dalam seminar juga banyak hal yang harus dipersiapkan diantaranya: 1) Menentukan topik dan tujuan Sebelum seminar dilaksanakan perlu ditentukan terlebih dahulu topik atau masalah yang akan diseminarkan. 2) Penentuan waktu dan tempat Waktu seminar sebaiknya dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah atau nasional, umpamanya: Bulan bahasa, Hari Ibu, hari Pendidikan Nasional. Jika seminar itu berskala kecil penentuan waktu perlu diperhatikan, sehingga dapat dihadiri oleh beberapa peserta. 3) Persiapan fasilitas Segala kebutuhan dan kelancaran seminar sebaiknya dipersiapkan sebaik-baiknya. Seperti: 4) Tempat duduk yang memadai Cahaya yang cukup terang dan sirkulasi udara yang menyegarkan dalam ruangan. Alat-alat peraga publikasi.37
34
Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara ..., hlm. 38. Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 23. 36 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 38. 37 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 27.
35
19
d. Pidato Pidato adalah penyajian penjelasan lisan.
Pidato merupakan
keterampilan berbaha sasecara epektif, baik lisan maupun tulisan karang mengarang. Pidato juga diartikan kegiatan berbicara dihadapan orang banyak, Pidato juga diartikan berbicara dimuka umum dengan tujuan memberikan tambahan ilmu pengetahuan atau untuk mengajak para pendengar berpikir dan bertindak seperti diberi nasihat kepada orang banyak.38 1) Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam berpidato a). Mempunyai tekad dan kemampuan bahwa seoarang pembicara mampu meyakinkan orang lain. b). Memiliki pengetahuan yang luas, sehungga si pembicara dapat mengusai materi dengan baik. c). Memiliki pembendahaaan kata yang cukup, sehingga si pembicara mampu mengungkapkan pidato dengan lancar dan meyakinkan.39 2) Sistematika berpidato Pembukaan, yaitu mengucap salam atau menyapa para hadirin a) Menyampaikan pendahuluan, yang biasanya dilahirkan dalam bentuk ucapan terima kasih, atau ungkapan kegembiraan, atau rasa syukur. b) Penyampaian isi pidato, yang diucapkan secara jelas dan dengtan menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan dengan gaya bahasa yang menarik. c) Menyampaikan kesimpulan dari isi pidato, supaya mudah diingat oleh pendengar. d) Menyampaikan harapan yang berisi anjuran atau ajakan kepada pendengar untuk melaksanakan isi pidato. e) Menyampaikan salam penutup.40
38 39 40
Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 61 – 62. Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara …, hlm. 54. Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara …, hlm. 55.
20
3) Metode penyampaian dan penilaian dalam berpidato Ada empat macam metode penyampaian lisan seperti pidato yang perlu diketahui, yaitu: Maksud dan tujuan pembicaraan, kesempatan, atau pendengar atau pemirsa, ataupun waktu untuk persiapan dapat menentukan metode penyajian, atau sang pembicara sendiri dapat menentukan yang terbaik dari empat metode yang mungkin dipilih yaitu: a). Penyampaian secara mendadak ( impromptu delivery) Metode impromptu adalah metode penyampaian berdasarkan kebutuhan tahuaan dan kemahirannya. sesaat. Tidak ada persiapan sama sekali, pembicara secara serta merta berbicara berdasarkan pengetahuan dan kemahirannya. Kesanggupan dan kemampuannya menyampaikan lisan seperti pidato menurut metode ini sangat berguna dalam keadaan terdesak atau terpaksa.41 Kesanggupan dan kemampuan penyampaian lisan seperti pidato menurut metode ini sangat berguna dalam keadaan terdesak atau terpaksa, namun kegunaannya terbatas pada waktu yang tidak terduga itu saja. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dikaitkan dengan situasi dan kepentingan saat itu.42 b). Penyampaian tanpa persiapan (extemporaneous delivery) Metode ekstemporan adalah metode berpidato dengan cara pembicara menuliskan pokok-pokok pikiran yang akan disampaikan.43 Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting, yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu. Kadang-kadang dipersiapkan konsep berupa naskah, namun tidak dihafal kata demi kata. Dalam penyampaian lisan seperti pidato, pembicara dengan bebas berbicara dan bebas pula memilih kata-katanya sendiri. Catatan dan konsep naskah yang dipersiapkannya hanya digunakan untuk mengingat urut-urutan topik pembicaraannya. Dengan metode ini pembicara dapat
41
Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 67. Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 43 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa…, hlm. 67. 42
21
mengubah nada pembicaraannya sesuai dengan reaksi yang timbul pada para pendengar sementara pembicaraan berlangsung.44 c). Penyampaian dari naskah (delivery from manuscript) Metode
naskah
adalah
metode
naskah
yang
benar-benar
dipersiapkan dengan cermat. Pembicara menyusun naskah terlebih dahulu sebelum pidato.45 Pidato ini biasanya digunakan untuk acara-acara resmi. pidato televisi dan radio. Metode ini sifatnya agak kaku, sebab bila tidak atau kurang melakukan latihan yang cukup, terjadi seolah-olah tidak ada hubungan antara pembicara dengan pendengar. Mata dan perhatian pembicara selalu
ditujukan ke naskah, sehingga ia tidak bebas menatap pendengarnya. Pembicara harus dapat memberi tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraannya. Untuk itu pembicara perlu melakukan latihan yang intensif.46 d). Penyampaian dari ingatan (delivery from memory) Metode ini merupakan kebalikan dari metode inpromtu. Pidato ini disampaikan dengan metode ini dipersiapkan dan ditulis secara lengkap lebih dahulu.47 Metode ini memerlukan konsentrasi yang kuat dalam penyampaiannya dari seorang pembicara kemudian dihafal kata demi kata. Ada pembicara yang berhasil dengan metode ini, namun ada juga yang tidak. Pembicara dengan menggunakan metode ini sering menjemukan dan tidak menarik, ada kecenderungan untuk berbicara cepat-cepat dan mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Selain itu metode ini juga sering menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar keti ka menyampaikan uraiannya.48 Cara manapun yang dipilih dalam berbicara dalam penyampaiannya, yang terpenting adalah bahwa usaha kita berhasil: komunikasi berjalan lancar. Oleh karena itu ada baiknya bila kita mengetahui pula bagaimana caranya mengevaluasi keterampilan berbicara diantaranya: 44
Midar G arsad mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 66. Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 68. 46 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 47 . Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 67-68. 48 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 65. 45
22
(1). Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat? (2). Apakah pola pola intonasi, naik dan turunnya suara dan tekanan suku kata, memuaskan? (3). Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara
tanpa
referensi
intrernal
memahami
makna
yang
dipergunakannnya? (4). Apakah kata kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat? (5). Sejauh manakah” kewajaran yang tercermin bila seseorang berbicara? (Brook, 1964:252).49 Mengevaluasi keterampilan berbicara juga dapat dilakukan secara berbeda-beda pada setiap jenjangnya. Misalnya pada sekolah dasar, kemampuan menceritakan, berpidato, dan lain-lain dapat dijadikan dalam bentuk evaluasi. Seseorang dianggap memiliki kemampuan berbicara selama ia mampu berkomunikasi dengan lawan bicaranya.50 Dalam pengajaraan berbahasa Indonesia yaitu dalam keterampilan berbicara memiliki berbagai hal dalam menilai, baik dari pelafalan anak itu sendiri secara individual maupun secara berkemampuan yang telah diklasifikasikan dan telah ditentukan dalam pembelajarannya. 4). Strategi pengajaran keterampilan berbicara Dalam strategi pengajaran Keterampilan berbicara memilki teknik atau pariasi dalam pembelajarannya yang bermacam-macam di antaranya dalam keterampilan: a). Berbicara terpimpin, yaitu: frase dan kalimat, satuan paragraf, dan dialog. b). Berbicara semi-terpimpin, yaitu: reproduksi cerita, cerita berantai( pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman membaca, menyusun kalimat dalam pembicaraan, dan menyampaikan isi bacaan secara lisan. 49 50
Henry Guntur Tarigan, Berbicara Sebagai…, hlm. 24 – 26. Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Remaja, 2008), hlm. 240.
23
c). Berbicara bebas, yaitu: diskusi, drama, wawancara, berpidato, bermain peran(dalam drama)51 Selain strategi dalam berbicara juga memilki teknik, yang dimaksudkan di sini adalah cara-cara yang digunakan di dalam berbicara, meliputi: 1) Kemampuan menggunakan bahasa lisan dengan baik. Dalam hal ini seorang pembicara hendaknya memiliki kemampuan tata bahasa yang baik, Artikulasi yang jelas dan tidak cadel, intonasi yang menarik (tidak monoton), aksen yang tepat, dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah yang tidak perlu. 2) Ekspresi (air muka) yang menarik, misalnya: tidak cemberut, tidak pucat, tidak merah, dan sebagainya. Ekspresi dalam berbicara sangat penting untuk memikat minat dengar atau rasa ingin tahu dari pendengar. 3) Stressing (redance), yaitu kemampuan seorang pembicara untuk memberikan penekanan pada masalah-masalah inti atau penting didalam pembicaraannya, misalnya dengan pengulangan-pengulangan yang seperlunya, atau dengan penekanan-penekanan tertentu dalam nada pembicaraan. 4) Kemampuan memberikan refreshing (penyegaran) dengan menyelipkan intermezo, yaitu dengan menyelingi pembicaraan dengan hal-hal lain yang berhubungan yang mengandung kelucuan, baik itu pengalaman sendiri atau sebuah anekdot, dengan tidak
mengurangi nilai
pembicaraan. Hal ini dimaksudkan agar pendengar tidak terlalu stress yang bisa menimbulkan kejenuhan atau kebosanan dalam mengikuti pembicaraan kita. 5) Kepribadian (personality). Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah disamping daya pesona atau kharismatik seseorang, juga meliputi nilainilai pribadi seorang pembicara, diantaranya: jujur, cerdik, berani,
51
Iskandar Wassid, Strategi Pembelajaran …, hlm. 244.
24
bijaksana, berpandangan baik, percaya diri, tegas, tahu diri, tenang dan tenggang rasa.52
e. Ceramah Ceramah adalah suatu cara keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan atau masalah secara lisan. Seperti halnya dalam pidato, dalam ceramah pun keterampilan alat utama dalam keterampilan berbicara.53. Ceramah juga dapat diartikan bahwa pidato dihadapan para pendengar, mengenai suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya. Piadat dan ceramah merupakan suatu sarana komunikasi yang berpungsi menyampaikan suatu informasi secara langsung, tetapi antar pidato dan ceramah memiliki beberapa perbedaan, yaitu pidato disampaikan untuk suatu tujuan yang penting sedangkan pada ceramah disampaikan sebagai pengajaran.54. Dalam ceramah memiliki beberapa ciri khas, yaitu: 1). Ada sesuatu yang dijelaskan atau diinformasikan untuk memperluas pengetahuan para pendengar, biasanya disampaikan kepada orang yang memiliki keahlian atau dianggap ahli dalam bidang atau disiplin ilmu tertentu. 2). Terdapat komunikasi dua arah antara pembicara dan pendengar, yaitu berupa dialog, tanya jawab, diskusi, dan sebaginya. 3). Dapat digunakan alat bantu untuk memperjelas uraian, seperti over head projector (OHP), Lembar peragaan, gambar, dan sebagainya.55 Ada respon dari pendengar mengenai materi yang disampaikan dalam ceramah. Selain memiliki ciri khas dalam ceramah, ceramah atau metode ceramah juga memiliki keunggulan.
52
Jumardas, “Kepribadian”, dari http://jurnardas.blogspot.com/2004/04/kepribadian.html, diakses pukul 15.32, 22 November 2010. 53 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 67. 54 Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 63. 55 Midar G. Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 67.
25
1) Kelebihan metode ceramah Materi yang disampaikan tidak terlalu banyak, hanya poin-poin khusus saja. Dapat memberi semangat para pendengar untuk belajar karena hanya menyeduakan alat pendengaran dan pemahaman saja.
2) Kelemahan metode ceramah Karena jumlah pendengar relatif banyak, penceramah cenderung mengalami kesulitan untuk nmengetahui sampai sejauh mana si pendengar dapat memahami materi yang disampaikan. Dalam metode ceramah ini siswa cenderung hanya menjelaskan penjelasan penceramah, tanpa ada timbal balik.
3) Perbedaan antar pidato dan ceramah Pada ceramah terdapat komunikasi dua arah antara pembicara dengan pendengar, sedagkan pidato hanya bersifat satu arah. Pidato bertujuan untuk mempengaruhi pendengar, meyakinkan para pendengar,
sedangkan
ceramah
bertujuan
untuk
menjelaskan
atau
memperluas pengetahuan para pendengar.56 Pidato disampaikan secara resmi sedangkan ceramah dismpaikan tidak resmi . Pidato bertujuan untuk menyampaikan gagasan atau informasi, sedangkan ceramah bertujuan untuk menambah wawasan atau pengetahuan.
5. Peralatan dan alat peraga dalam berbicara Hal kecil yang sering dilupakan pembicara adalah penggunaaan dan peralatan dalam berbicara. Berikut ini diuraikan cara-cara menggunakan peralatan pidato. a.
Mikrofon
Ada dua jenis mikrofon, yaitu berkabel dan yang tidak berkabel. Penggunaan jenis mikrofon ini sama saja. Pengaturan jarak yang paling baik adalah satu jengkal tangan. Mulut yang terlalu dekat dengan mikrofon 56
Siti Sahara, dkk,, Keterampilan Berbahasa …, hlm. 63-65.
26
akan menimbulkan kesan seolah-olah alat itu akan dimakan. Bila diatas podium telah disediakan tiang penyangga mikrofon, lebih baik mikrofon itu tidak dipegang. Hal ini akan memberikan kesempatan tangan untuk bergerak leluasa.57 b.
Flip chart
Werupakan alat peraga yang paling efektif untuk pendengar yang jumlahnya mencapai 25 orang dan merupakan alat yang paling cocok untuk mncapaikan kalimat-kalimat sederhana.58 c.
Pengeras suara.
Pengeras suara adalah peralatan pendukung yang sangat penting dalam berpidato. Sebelum pidato dimulai, sebaiknya pengeras suara diuji terlebih dahulu. Usaha ini dapat mencegah macetnya aliran suara pada saat pidato dimulai. Buatlah para audiens senyaman mungkin karena pengeras suara yang rusak dapat mengacaukan suasana. d.
Echo
Agar suara seorang pembicara terdengar menarik, pada speaker dapat digunakan echo, aturlah echo sesuai dengan suara anda, dan jangan terlalu tinggi. Pengujian echo lebih baik dilakukan minimal lima belas menit sebelum pidato dimulai.59 e.
Film, monitor video dan televise proyeksi
Film dan video bekerja baik untuk jenis-jenis penyajian tertentu. Film dan televisi proyeksi dapat diperlihatkan kepada jumlah pendengar mana saja.60
57
Muhammad Muflih, Menjadi Orator Ulung, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 20. John W. Osborne, Kiat Berbicara di Depan Umum untuk Eksekutif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 36. 59 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 32. 60 W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 40. 58
27
6. Rambu-Rambu dalam Berbicara Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung kepada pembicara dan pendengar. Untuk itu dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Di bawah ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara. a.
Menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan kepada
diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan modal pokok bagi pembicara. Hal ini dapat dicapai dengan giat mengumpulkan bahan dengan mempelajari bermacam sumber seperti sudah dijelaskan sebelumnya. b.
Mulai berbicara kalau situasi sudah mengizinkan. Sebelum
memulai
pembicaraan,
hendaknya
pembicara
memperhatikan situasi seluruhnya, terutama pendengar. Kalau pendengar sudah siap, barulah mulai berbicara. Hal ini sebetulnya juga dipengaruhi oleh sikap atau penampilan pembicara. Sikap pembicara yang tenang, tidak gugup, wajar, serta penampilan yang rapi, akan banyak membantu. c.
Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pendengar. Sesudah memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan,
seorang pembicara yang baik akan menginformasikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar. Dalam hal ini walaupun topik pembicaraan kurang menarik, tetapi karena pendengar mengetahui manfaatnya bagi mereka, kata pendengar pun akan bersedia mendengarkan. d.
Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat.
e.
Bunyi-bunyi bahasa harus diucapkan secara tepat dan jelas. Kalimat harus efektif dan pilihan kata pun harus tepat. Janganlah
berbicara terlalu cepat dan hal-hal yang penting diberi tekanan sehingga pendengar dengan mudah dapat menangkapnya. Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu. Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara dengan pendengar. Pendengar
28
merasa diajak berbicara dan merasa diperhatikan. Pandangan mata dalam hal ini sangat membantu. Pandangan mata yang menyeluruh akan menyebabkan pendengar merasa diperhatikan. Demikian juga dengan gerak-gerik atau mimik yang sesuai merupakan daya pikat sendiri.61 mata memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi orang lain. Seorang yang karismatik biasanya memiliki sorot mata yang mengagumkan. Banyak wanita yang tergila gila pada seorang pria yang tatapan matanya yang mampu menggetarkan hati mereka tersebut.62 f.
Pembicara sopan, hormat, dan melihatkan rasa persaudaraan. Pembicara yang congkak dan memandang rendah pendengar
dengan sikap dan kata-kata kasar, akan menghilangkan rasa simpati pendengar. Siapa pun pendengarnya dan bagaimana pun tingkat pendidikannya,
pembicara
harus
menghargainya.
Jauhkan
sifat
emosional. Pembicara tidak boleh mudah terangsang emosinya sehingga mudah terpancing amarahnya. g.
Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara kalau sudah dipersilakan. Seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan, berbicaralah
kalau sudah diberi kesempatan. Jangan memotong pembicaraan orang lain dan jangan berebut berbicara. Jangan pula berbicara berbelit-belit, tetapi langsung pada sasaran kenyaringan suara.63 Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu. Volume suara jangan terlalu lemah dan jangan pula terlalu keras, apalagi berteriak. Suara adalah salah satu bagian terpenting dalam berbicara karena massa akan mendengarkan suara yang di keluarkan dari mulut seorang pembicara. Suara yang baik akan menciptakan suasana menjadi hidup.kita patut bersyukur karena Tuhan menciptakan suara manusia berbeda beda sehingga massa dapat membedakan seorang orator hanya dari suaranya 61
Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 32. Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 8. 63 Midar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 32.
62
29
saja.Misalnya,suara K.H. Zainudin M.Z. berbeda dengan suara manusia berbeda dengan suara bung karno meskipun mereka sama tenarnya. Dengan melatih suara secara teratur, akan didapatkan hasil suara berkualitas dan berciri khas.64 Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnya. Usahakanlah berdiri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh seluruh pendengar. Begitu pula sebaliknya. Dala berbicara seorang pembicara harus memiliki kemampuan ketika berbicara yaitu seorang pembicara yang baik ketika berbicara memandang sesuatu suatu hal dari sudut pandang yang baru, mempunyai cakrawaa luas, antusias dalam berbicara, menunjukan empati mempunyai gaya bicra humor dan punya gaya bicara sendiri.65
7. Faktor-Faktor Penunjang Keefektifan Keterampilan Berbicara Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, me- nyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan, dan air muka (mimik) pembicara. Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahamі isi pembicaraannya, di samping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya ара уang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya.66 Hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu 64
Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 5. Larry King, Seni Berbicara ( Jakrta: Gramedia, 2009), hlm. 63. 66 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 17.
65
30
bagaimana posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir, dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan. Untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seorang pembicara selain harus memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan, si pembicara juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Selain itu pembicara harus berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh si pembicara untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
a. Faktor-Faktor Kebahasаan 1). Ketepatan Ucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyibunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar.
67
Orang yang salah mengucapkan
kata-kata biasanya dianggap kurang berkependidikan atau tidak terlalu pintar, karena banyak persoalan salah pengucapan disebabkan oleh kebiasaan salah artikulasi yang buruk.68 Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang tidak tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik. Atau sedikitnya dapat mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyibunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, mengganggu komunikasi, atau pemakaiannya (pembicara) dianggap aneh. 2). Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang Sesuai Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan merupakah daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, akan
67 68
Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18. John W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 71.
31
menyebabkan masalahnya menjadi menarik.
69
Suara yang monoton dan
membosankan merupakan pembunuh nomor satu dalam suatu penyajian. Sebagian besar dari arti yang ingin dikatakan akan hilang apabila dalam bicaranya tidak memiliki suara yang menyenagkan70 3). Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih terangsang dan akan lebih paham, kalau kata-kata yang digunakan kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar. Misalnya, kata-kata populer tentu akan lebih efektif dari pada kata-kata yang muluk-muluk, dan katakata yang berasal dari bahasa asing. 4). Ketepatan Sasaran Pembicaraan Hal ini menyangkut pemakaian kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, Sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan, atau menimbulkan akibat.71
b. Faktor-Faktor Nonkebahasaan Keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor kebahasaan seperti yang sudah diuraikan di atas, tetapi juga ditentukan oleh faktor nonkebahasaan. Bahkan dalam pembicaraan formal, faktor nonkebebasan ini sangat mempengaruhi keefektivan berbicara. Dalam proses belajar-mengajar berbicara, sebaiknya faktor nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, sehingga kalau faktor nonkebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan. Diantara faktor nonkebahasaan ialah: 1) Faktor penampilan.
69
Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18. John W. Osborne, Kiat Berbicara…, hlm. 47. 71 Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 18.
70
32
Jangan sekali-kali meremehkan faktor penampilan. Dalam berbicara yang tampil didepan umum atau diatas podium menjadi sorotan yang dilihat oleh masa. Kadang sedetik pun tidak ada yang mata yang berhenti menatapinya. Kunci sukses seorang pembicara adalah kebriliananya dalam memadukan konsep berpikir, bergaya, berintonasi, dan berpenampilan.72 a) Pandangan mata terhadap audiens Supaya pendengar dan pembicara betul-betul terlibat dalam kegiatan berbicara, pandangan pembicara sangat membantu. Hal ini sering diabaikan oleh pembicara. Pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatikan.73 b) Kesehatan Menjaga
kesehatan
sangat
penting
karena
kesehatan
akan
mempengaruhi produktivitas seorang. Begitu pula halnya dalam berpidato, seorang pembicara mampu tampil prima karena ditunjang faktor kesehatan. c) Pakaian Idealnya, seorang pembicara berpakaian rapih. Kategori rapih ialah yang sesuai dengan pakaian formal. Misalnya, baju dimasukan, brsepatu, berkaus kaki, dan baju disetrika. Usahakan setiap hadir dalam acara apapun selalu berkemeja dan bersepatu. Namun, jangan lupa memakai kaus kaki karena hal ini selalu diperhatikan orang. d) Kulit Tingkatan selebritis seperti aktor, aktris, dan penyanyi selalu memperhatikan kesehatan kulit mereka karena mereka sadar betul dunia mereka yang selalu menjadi sorotan publik. Begitu juga bagi seorang pembicara. Memelihara kulit bukan berarti modis. Setidaknya kulit tidak menggangu.74
72
Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 35. Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 21. 74 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 36-37.
73
33
2) Faktor Pribadi Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku. Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar.75 Berikut ini adalah cara atau yang harus dimilki diri dalam penampilan di atas podium . a) Kesediaan menghargai pendapat orang lain. Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru. Namun, tidak berarti si pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya, tetapi ia juga harus mampu mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja kalau pendapatnya itu mengandung argumentasi yang kuat, yang betul-betul diyakini kebenarannya. b) Gerak-gerik dan mimik yang tepat. Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektivan berbicara. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.76 Melatih mimik tidak jauh bebeda dengan melatih mata dan mulut. Hanya saja bagian yang digunakan dalam mimik ini lebih banyak. Apa yang digerakan wajah, itulah mimik yang diekspresiakan pada waktu itu. Sesuaikanlah gerakan mimik wajah itu dengan pembicaraan yang sedang diungkapkan. Kunci keberhasilan ini adalah sabar dan rileks. 77 c) Kenyaringan suara juga sangat menentukan. Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Tetapi perlu diperhatikan jangan berteriak. Kita aturlah kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat kemungkinan gangguan dari luar. 75
Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 20. Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 21. 77 Muhammad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 11.
76
34
d) Kelancaran. Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya, Seringkali kita dengar pembicara berbicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu dise- lipkan bunyi-bunyi tertentu yang sangat mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ее, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya. e) Relevansi/Penalaran. Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan haruslah logis. Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan. f) Penguasaan Торік. Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.78
c. Faktor Kepribadian sebagai Penunjang Keterampilan Berbicara Kemampuan berbahasa lisan dengan baik untuk dapat efisien dalam berbicara kempuan berbahasa lisan menjadi faktor utama ini dikarenakan kemampuan berbicara dengan baik tidak cadel, artikulasi yang jelas, tidak gagap dan intonasi yang bagus akan membuat pembicaraan lebih mudah dimengerti dan pembicaraan menjadi lebih efisien.79 Seperti dikatakan dalam buku orator bahawa menjadi seorang pembicara harus melakukan latihan yang serius dan banyak faktor pendukung yang menunjang seperti. 1) Melatih Suara
78
Maidar G Arsad Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara…, hlm. 20 – 21. Boediono, “Faktor Penunjang Efisiensi Berbicara”, dari http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 13.05. 79
35
Suara adalah salah satu bagian terpenting dalam berpidato karena massa akan mendengarkan suara pidato yang di keluarkan dari mulut seorang orator. Suara yang baik akan menciptakan suasana menjadi hidup. Kita patut bersyukur karna Tuhan menciptakan suara manusia berbeda beda sehingga massa dapat membedakan seorang orator hanya dari suaranya saja. Misalnya suara K.H. Zainudin M.Z. berbeda dengan suara manusia berbeda dengan suara bung Karno meskipun mereka sama tenarnya. Dengan melatih suara secara teratur, akan didapatkan hasil suara berkualitas dan berciri khas. Secara lahiriah, ada orang bersuara kecil dan ada juga yang bersuara keras. Suara yang sangat kecil sangat menyulitkan orang tersebut untuk tampil, sedangkan suara yang keras belum tentu menjamin seseorang dapat menyampaikan pidato dengan baik.Oleh sebab itu,kedua tipe suara perlu dilatih. Untuk menguji kualitas suara, ajaklah salah seorang teman Anda untuk berdiri lima meter dari hadapan Anda di tempat terbuka. Pada tempat seperti ini suara tidak memantul dan menggema sehingga anda tidak perlu berteriak keras, tetapi bersuaralah dengan normal. Bila teman anda tidak mendengar dengan jelas, anda perlu memaksimalkan latihan suara itu lagi. 2) Melatih wajah Melatih wajah dan tubuh sangat penting untuk menyesuaikan suara dan gerakan tubuh. Orator yang semngat akan menggunakan mimik wajah yang bersemanagat pula. Ketika bernada pelan, ia akan menggerakan bibirnya agak agak sedang. Pada saat mengacungkan telunjuknya, ia akan melantangkan suaranya. Gerakan wajah dan tubuh ysng berpariasi itu dapat menambah daya tarik audiens. Ekspresi wajah menggambarkan perasaan seseorang, anda tidak perlu bingung membaca keadaan hati seseorang karena bahasa tubuh telah mengajarkan berbagai hal tentang ini. Kita hanya perlu mencocokan hubungan ekspresi wajah dengan ucapan orang tersebut. Bila ada kontradiksi antara ucapan dan ekspresi, biasanya terbaca sesuatu yang dibuat-buat. Hati
36
yang menolak akan serasi dengan ekspresi penolakan juga, begitu pula sebaliknya. Namun ada juga sebagian orang yang mampu melakukan kontradiksi antara ekspresi dan ucapan seperti tadi karena kemampuan mereka didapat dari latihan-latihan khusus. Dalam hubugaan dengan pidato, ekspresi wajah harus disesuaikan dengan perasaan,intonasi dan uraian isi yang dibicarakan. Bagian wajah yang perlu dilatih antara lain mata, mulut, dan mimik. 3) Melatih mata Pernahkah perasaan Anda berbunga bunga ketika dilirik seorang wanita? Kontak mata yang genit seperti itu mudah sekali meluluhkan perasaan seorang pria. Sebenarnya, mata memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi orang lain. Seorang yang karismatik biasanya memiliki sorot mata yang mengagumkan. Banyak wanita yang tergila-gila pada seorang pria yang tatapan matanya yang mampu menggetarkan hati mereka tersebut. Pada langkah awal, cobalah buat gambar mata sesuai dengan ukuran mata Anda. Tempelkan gambar itu di dinding, tepat dihadapan mata anda. Kemudian, tataplah mata itu tanpa berkedip selama lima menit. Tambah lagi sebanyak sepuluh menit. Bila mampu mencapai sepuluh menit, tambah lagi sampai lima belas menit. Begitu pula untuk seterusnya. Kemudian, letakan gambar itu keatas dan tataplah sesuai dengan aturan yang dijelaskan tadi. lakuan latihan tiga kali sehari. Dan lakukan pelatihan terhadap binatang seperti melihat mata kucing, elang, anjing. Usahakan mata Anda lebih tahan berkedip dari pada mata binatang tersebut. Saat latihan berbicara didepan orang, tataplah mata Anda dari kiri dan kanan. Sorotah pandangan anda kesetiap sudut ruangan. Anggaplah bangku bangku yang kosong itu sebagai audiens yang hidup. Tataplah semuanya satu persatu. Latihan seperti ini perlu dilakukan dengan santai karena mata yang tegang akan mengurangi mata audiens. Mata yang sayu juga akan membuat dugaan bahwa sang pembicara itu sedang loyo. Oleh sebab itu, dengan tatapan yang rileks, seorang pembicara akan mendapat perhatian audiens yang luar biasa.
37
Dengan demikian, mata akan terlatih ketika tampil pada medan sesungguhnya, ingatlah, sorotan mata yang baik dapat menghidupkan suasana ddisekitar podium. 4) Melatih mulut Berkomunikasi dengan mulut adalah kelebihan yang dimiliki manusia. Setiap perkataan yang diungkapkan seseorang dapat terbaca pada gerakan mulut orang tersebut. Dalam berpidato, peran mulut sangat vital sekali, pada tahap latihan ini, kita mencoba menampilkan gaya mulut yang baik. Mulut terdiri dari bibir, lidah, gusi, dan lain lain. Semua organ ini menyatu untuk mengoloa suara. Bagian terpenting yang yang mesti dilatih adalah adalah bibir dan lidah. Biasanya berbicara dengan suara yang jelas supaya orang dapat memahami pembicaraan kita. Agar pembicaraan menjadi jelas, lidah harus diposisikan dengan baik sesuai dengan ketukan kata yang dikeluarkan. Untuk mempraktikannya, ajaklah teman berbicara. Usahakan agar dia mampu memahami perkataan dia tanpa harus diulang ulang. Bagian lain yang masih berkaitan dengan mulut adalah bibir. Orang yang sedang marah, bibirnya cemberut. Orang yang senang, bibirnya selalu tersenyum. Gerakan bibir yang beragam ini memiliki pesona yang luar biasa. Variasi gerakan bibir ketika berpidato dapat melahirkan daya tarik audiens. Namun, jangan terlalu berlebihan dalam mengerakan bibir.karena risiko yang dihadapi sangat besar. Bisa saja sebagian audiens berteriak karena pembicara dinilai kurang beretika. Dewasa ini, masyarakat pandai sekali dalam menilai penampilan publik. Latihan bibir dengan gaya yang rileks. Sesuaikan intonasi pidato Anda, Kapan bibir digerakkan untuk santai, semangat, dan sedih. Alangkah lebih baik bila latihan ini berlatih di depan cermin. Perhatikan gerakan bibir Anda tersebut pada saat mengharmonisasikan dengan materi yang diucapkan. Anda juga dapat melengkapinya dengan intonasi dan gerakan tubuh lainnya. Latihan bibir ini memerlukan kesabaran yang tinggi karena biasa orang merasa tidak puas dengan hasil yang ada. Emosi dalam diri dapat
38
mengurangi konsentrasi pergerakan bibir sehingga menjadi tegan. Oleh sebab itu, cobalah latihan ini dengan rutin supaya anda benar-benar menguasai tahap ini! 5) Mimik Melatih mimik tidak jauh bebeda dengan melatih mata dan mulut. Hanya saja bagian yang digunakan dalam mimik ini lebih banyak. Apa yang digerakan wajah, itulah mimik yang diekspresiakan pada waktu itu. Sesuaikanlah gerakan mimk wajah itu dengan pembicaraan yang sedang diungkapkan. Kunci keberhasilan ini adalah sabar dan rilek. Latihlah mimik anda ditempat yang sunyi. Kemudian, cobalah pada tempat yang ramai. Lalu, bandingkan daya tahan rilek Anda itu pada tempat yang berbeda. Usahakan agar Anda yang mengatur gerakan mimik, bukan suasana ditempat latihan. Cermin sangat membantu dalam latihan ini. Sebaiknya gunakan cermin yag besar sehigga seluruh tubuh dapat memadukan kekuatan mimik Anda. 6)
Melatih tubuh Tidak semua organ tubuh digerakan pada saat berpidato. Hanya
sebagian organ saja yang sebagian aktif bergerak pada saat tampil di podium di ntaranya kepala, leher, tangan, dan badan, sedangkan kaki hanya digerakan sekali saja. Kaki digerakkan untuk membantu badan bergeser sedikit jangan terlalu panjang mengambil langkah kaki untuk bergeser. Ingat, berpidato tidak seperti bermain drama. Gerakan tubuh harus disesuaikan dengan jenis podium yang disediakan. Pada podium yang tidak menggunakan mimbar, sebaiknya tangan diletakkan di depan badan. Sekali-kali angkatlah tangan untuk mendukung ekspresi mimik Anda. Kedua tangan itu tidak selalu diletaakan di belakang badan karena akan terkesan berbaris, sedangkan pada podium yang bermimbar, tangan diletakan di atas mimbar tersebut. Angkatlah tangan secara bergantian supaya tidak terkesan monoton. Biasakan rutin untuk menggerakan rutin agar selalu seirama dengan mimik dan suara.
39
Ada beberapa macam gerakan tubuh yang kurang disukai audiens, seperti menggaruk, mengernyitkan hidung, mengeluarkan lidah, merapikan rambut, dan melototkan mata. Sebaiknya gerakan gerakan tersebut tidak dilakukan. Anggaplah bahwa audiens itu bukan hanya sebagai pendengar setia, melainkan juga sebagi juri yang menilai setiap sikap sikap Anda.80
d. faktor lingkungan Faktor lingkungan memberikan pengaruh besar keefisienan sebuah pembicaraan di antaranya adalah pendengar atau audiens, suasana, tempat, dan forum pembicaraan menjadi faktor efisiensi berbicara. 1) Pendengar Pembukaan Pembukaan
menjadi
faktor
penunjang efisiensi
berbicara karena bila seorang pembicara dapat memberikan pembukaan yang baik maka 50% pembicaraan telah dikuasai dan pembicaraan selanjutnya akan lebih terarah, sehingga pendengar merasa lebih nyaman. Penguasaan Materi Setelah sukses dipembukaan pada saat menyampaikan materi adalah inti dari sebuah
pembicaraan,
jadi
penguasaan materi menjadi faktor penting efisiensi berbicara dan yang terpenting lagi bagaimana pembicara dapat membawa jalannya pembicaraan agar pembicaraan tidak menjadi membosankan dan terkesan monoton. 2) Suasana dan alokasi waktu Alokasi Waktu Pembagian waktu menjadi faktor penunjang efisiensi pembicaraan karena inti dari sebuah efisiensi yaitu bagaimana dengan waktu yang singkat dapat memberikan pemahaman yang luas. Pada materi yang disampaikan maka perlu pembagian pembicaraan maksimal 1 (sayu) jam per sesi dan pembahasan yang lebih luas dapat dilanjutkan dalam forum tanya jawab. 81
80
Muhamad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 5 – 6. Boediono, “Faktor Penunjang Efisiensi Berbicara”, dari http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktor-penunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 13.05. 81
40
8. Faktor Penghambat Efisiensi Berbicara a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap dalam berbicara (terutama di depan umum), berbicara tersendat-sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar. b. Sikap yang kurang tepat. Seorang dosen yang sedang memberi kuliah sambil duduk di atas meja sehingga akan memberi kesan yang kurang baik bagi mahasiswa. c. Kurang pengetahuan. Seseorang yang kurang pengetahuannya, jarang membaca atau mendengar radio atau televisi, akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain. d. Rasa takut yang mendalam sehingga tibul grogi dan tidak percaya diri. e. Kurang memahami sistem sosial. f. Prasangka yang tidak beralasan. g. Jarak fisik komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan komunikator berjauhan ataupun terlalu berdekatan. h. Tidak ada persamaan persepsi. i. Indera yang rusak. Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan. j. Mendominir pembicaraan.82
C. Bercerita 1.
Pengertian Bercerita Bercerita adalah cara untuk menunturkan atau menyampaikan cerita secara
lisan kepada anak didik yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesanpesan yang baik, dari cerita yang disampaikan juga dapat diambil suatu pelajaran. Menurut pakar pendidikan cerita dapat membantu membentuk kepribadian anak. Karenanya, menasehati anak salah satunya dapat dilakukan dengan cerita atau dongeng.83
82
Muhamad Muflih, Menjadi Orator…, hlm. 25.
41
Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita diartikan sebagai berikut; a. Sebuah tutur yang melukiskan suatu proses terjadinya suatu peristiwa secara panjang lebar. b. Karangan yang menyajikan jalannya kejadian-kejadian atau peristiwa. c. Suatu lakon yang diwujudkan dalam pertunjukan seperti drama, sandiwara, film dan sebagainya. Berdasarkan pengertian yang tercatat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas, maka dapat dimengerti bahwa cerita itu merupakan tutur atau tuturan, yaitu uraian atau gambaran atau deskripsi dari suatu peristiwa atau kejadian. Seperti dongeng tentang Roro Mendut yang menggambarkan proses terjadinya Candi Mendut.84 Cerita juga dipandang sebagai suatu karangan, hal ini menunjukkan bahwa cerita itu disusun atau dibuat oleh seseorang. Karangan tersebut bisa jadi disajikan secara tertulis maupun secara lisan. Karangan dalam cerita berisi tentang kejadian atau peristiwa, baik peristiwa alam maupun kejadian yang dialami manusia. Peristiwa atau kejadian yang disusun tersebut, bisa jadi disajikan dalam bentuk pertunjukan yang bisa ditonton. Sehingga cerita tidak hanya bisa dinikmati dalam bentuk tuturan yang disimak dalam bentuk tulisan maupun lisan, tetapi juga dapat dinikmati dalam bentuk sajian permainan peran seperti sandiwara, drama, sinetron, wayang dan sebagainya. Sementara menurut Abdul Aziz Abdul Majid (2001:8) cerita merupakan salah satu bentuk dari seni sastra yang bisa dibaca atau didengar. Sebagai salah satu bentuk kesenian, maka cerita memiliki keindahan dan dapat dinikmati. Pada umumnya cerita bisa menimbulkan kesenangan baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.
83
Sumbi Sumbang Sari, Kumpulan Cerita Rakyat, (Ciganjur, PT. Wahyu Media, 2009),
hlm. 1. 84
KBBI, hlm. 165.
42
Berdasarkan pendapat Abdul Majid di atas, maka dapat dikatakan bahwa cerita merupakan karangan yang termasuk dalam kategori seni sastra. Karangan tersebut dapat disampaikan secara tertulis yang dapat dibaca maupun secara lisan yang dapat didengar oleh penyimak. Sedangkan menurut Heri Hidayat (2003) cerita merupakan tuturan, yaitu upaya mendeskripsikan atau menggambarkan terjadinya suatu peristiwa. Di samping itu cerita juga dipandang sebagai karangan, yaitu upaya menuturkan perbuatan, kejadian, pengalaman dan lain-lain baik berupa kisah nyata (peristiwa yang benar-benar terjadi) maupun rekaan (bukan kisah nyata). Maka dapat dikatakan bahwa cerita itu bisa jadi peristiwa yang benar-benar terjadi ataupun peristiwa yang dikarang, bukan peristiwa yang sebenarnya. Cerita yang bukan peristiwa yang sebenarnya biasa disebut dengan dongeng. Jika cerita disebut sebagai suatu karangan, bercerita dapat dikatakan sebagai menyampaikan karangan. Menurut Heri Hidayat (2003) bercerita dikatakan sebagai aktivitas menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, pengalaman atau suatu kejadian yang sungguh-sungguh terjadi maupun hasil rekaan. Bercerita dikatakan sebagai menuturkan, yaitu menyampaikan gambaran atau deskripsi suatu kejadian. Menurut Abdul Majid (2001:9) bercerita berarti menyampaikan cerita kepada pendengar atau membacakan cerita bagi mereka. Dari batasan yang dikemukakan oleh Abdul Majid ini menunjukkan paling tidak ada 3 komponen dalam bercerita, yaitu: (1) pencerita, orang yang menuturkan atau menyampaikan cerita, cerita dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis; (2) cerita atau karangan yang disampaikan, cerita ini bisa dikarang sendiri oleh pencerita atau cerita yang telah dikarang atau ditulis oleh pengarang lain kemudian disampaikan oleh pencerita; (3) penyimak, yaitu individu atau sejumlah individu yang menyimak cerita yang disampaikan baik dengan cara mendengarkan maupun membaca sendiri cerita yang disampaikan secara tertulis.85
85
Boediono, “Pengertian Bercerita”, dari http://boediono.blogspot.com/2010/11/faktorpenunjang-efisiensi-berbicara.html. diakses tanggal 21/11/2010. pukul; 14.05.
43
2. Teknik Bercerita Teknik adalah cara sistematis mengerjakan sesuatu (KBBI, 1995). Teknik merupakan
suatu
kiat,
siasat,
atau
penemuan
yang
digunakan
untuk
menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan langsung. Teknik harus konsisten dengan metode, oleh karena itu, teknik harus selaras dan serasi dengan pendekatan. Bercerita merupakan salah satu teknik menyampaikan informasi kepada orang lain (pendengar). Bahkan guru-guru di sekolah sering menggunakan teknik bercerita dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya. Beberapa alasan mengapa seseorang memilih menggunakan teknik bercerita dibanding teknik lainnya seperti drama, diskusi, atau menggunakan peralatan audio visual. Karena teknik bercerita mempunyai kelebihan seperti berikut; 3. Kelebihan teknik bercerita a. Lebih Praktis dan Fleksibel Praktis karena dapat dilakukan seorang diri tanpa koordinasi dengan orang lain (seperti drama, misalnya). Fleksibel karena cerita dapat disampaikan hampir di segala tempat maupun situasi, baik di dalam atau di luar kelas, kepada orang dalam jumlah banyak atau sedikit. b. Lebih Murah (Tanpa atau dengan Alat Peraga) Bercerita merupakan alat pengajaran yang sangat murah, karena dapat digunakan dengan atau tanpa alat peraga. Guru sekolah dapat bebas memilih dan mengembangkan sendiri alat peraga yang bervariasi, baik membawa gambar, peraga, boneka sebagai partner, membuat sketsa selama bercerita, menciptakan gerak-gerik tertentu dan melibatkan anak dalam cerita, dan variasi-variasi yang lain. c. Pada Umumnya Anak Lebih Menyukai Cerita Untuk anak yang lebih kecil, bahkan cerita yang sudah dikenal pun akan tetap memiliki daya tarik bila guru dapat mengemasnya dengan variasi cerita yang menarik, yang disertai adegan-adegan pengulangan pada bagian tertentu. Sedangkan bagi anak yang
lebih besar, keahlian guru
44
membangkitkan rasa ingin tahu anak terhadap kelanjutan cerita akan memikat perhatian mereka selama proses bercerita disampaikan. Namun sayangnya, teknik bercerita sisi kelemahan. Hal itu dapat dilihat pada kegiatan belajar mengajar di sekolah, seperti pemaparan berikut.
4. Kelemahan teknik bercerita a. Seringkali dianggap sebagai teknik yang paling "mudah", sehingga sebagian guru merasa tidak perlu melakukan persiapan karena mereka tinggal "menceritakan ulang". b. Isi bahan persiapan mengajar yang telah dibaca atau didapatnya dari kelompok persiapan guru. Padahal, dalam menyampaikan cerita, seseorang harus benar-benar memiliki persiapan yang cukup matang untuk mengemas ulang bahan pengajarannya. Hal ini penting untuk dilakukan supaya pada saat cerita disampaikan, tujuan yang ingin dicapai benarbenar sampai pada sasaran. Cara menangani kelemahan bercerita, antara lain; a. Ketahui terlebih dahulu isi cerita dari buku-buku cerita yang ada dan sesuaikan isi cerita dengan usia anak-anak. b. Gunakan ekspresi wajah, gesture (bahasa tubuh), dan suara. c. Perlihatkan emosi dari tokoh yang diceritakan dengan ekspresi wajah dan naik turun nada suara (intonasi). d. Berceritalah dengan santai, jangan terburu-buru (perhatikan spasi). e. Gunakan improvisasi cerita apabila cerita terlalu panjang. f.
Sound effect dapat mendukung cerita sehingga semakin menarik perhatian anak-anak.
g. Kontak mata dengan anak-anak perlu dilakukan, jangan asyik sendiri dengan buku ceritanya. h. Berinteraktiflah dengan anak-anak. Tanyakan apakah mereka paham isi cerita? atau tanyakan pendapat mereka tentang gambar atau sikap tokoh
45
yang ada di cerita, serta dapat pula tanyakan pendapat mereka tentang ending cerita versi mereka ditengah-tengah cerita. i.
5.
Hindari cerita kekerasan.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan Teknik Bercerita a.
Pendengar Harus Terlibat Seorang guru sekolah biasanya menyampaikan cerita lengkap dengan
berbagai intisari pengajarannya tanpa melibatkan anak-anak yang diajarnya. Padahal, keterlibatan anak secara aktif akan semakin mendorong pemahaman anak akan arti cerita. b. Cerita Dapat Dimengerti dan Memiliki Makna Bagi Pendengarnya Dalam menyampaikan cerita, guru juga harus jeli melihat kebutuhan rohani anak yang dihadapinya, keadaan dan situasi dimana anak tersebut tinggal, serta pengetahuan anak tentang dunianya. c. Guru Benar-Benar Memahami Cerita yang Akan Disampaikan Seorang pembawa cerita yang baik dapat membawa anak-anak serasa masuk ke dalam tempat dan suasana cerita yang sesungguhnya dan dapat membuat karakter dalam cerita menjadi lebih hidup. Hal ini bisa terjadi apabila guru benar-benar memahami cerita yang akan disampaikan. Hal-hal yang perlu dipahami dengan benar antara lain: 1) Tempat Kejadian Dalam menggambarkan tempat kejadian, gunakanlah alat peraga dan kalimat yang jelas untuk memudahkan anak-anak menggambarkan dan memahami tempat terjadinya peristiwa tersebut. 2) Kejadian/peristiwa Dalam
bercerita
pada
anak-anak
kecil,
sebaiknya
anda
menyampaikan alur kejadian secara urut, dari awal, pertengahan hingga akhir. Cerita yang menggunakan alur flashback (kilas balik) tidak akan banyak membantu anak-anak dalam memahami dan mengerti cerita yang disampaikan. Jika suatu cerita merupakan kelanjutan dari cerita
46
sebelumnya, maka, sebelum bercerita, berilah pertanyaan pada anak-anak untuk mengingatkan cerita sebelumnya. Usahakan anda menceritakan terjadinya peristiwa secara kronologis. 3) Karakter Dalam bercerita, jelaskan karakternya, tokoh atau pelaku yang terdapat dalam cerita tersebut, siapa namanya, bagaimana kepribadiannya, bagaimana bentuk wajahnya, penakut, pemalu atau pemberani. Bagaimana bentuk badannya, tinggi, kurus, pendek, gemuk. Apa status sosialnya, raja, penduduk, pendatang, pedagang, atau pemungut cukai. Apa motivasi yang dimiliki tokoh tersebut. Apa keistimewaannya. Dan kembangkanlah karakternya dengan jelas.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1.
Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negri 13 Pondok Ranji Tangerang
Selatan. Peneliti melakukan tindakan berupa pengamatan, merencanakan tindakan, mengumpulkan dan menganalisis data, serta melaporkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu guru Bahasa Indonesia yang menjadi observer yang ikut langsung mengamati proses belajar mengajar di kelas. 2. Waktu Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 selama tiga bulan, yaitu mulai bulan September dan dilanjutkan pada bulan Oktober-November 2010 di SMP Negeri 13 Tangerang Selatan. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan jumlah siswa 38 orang.
B. Metode Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang terdiri atas empat rangkaian kegiatan siklus berulang. Pada penelitian ini peneliti menggunakan 2 siklus. Siklus ini dapat berhenti jika telah tercapai tujuan pembelajaran dengan nilai KKM 65 yang berlaku pada sekolah SMP Negeri 13 Tangerang Selatan. Empat kegiatan utama yang ada pada tiap siklus, yaitu: 1. Perencanaan (Planning) Peneliti merencanakan tindakan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung. Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, lembar pengamatan, dan lembar penilaian tes siswa.
2. Tindakan (Acting) Pada tahap tindakan ini peneliti melaksanakan apa yang telah direncanakan pada tahap perencanaan.
47 7
48
3. Pengamatan (Observation) Peneliti melakukuan pengamatan pada siswa selama proses belajar mengajar berlangsung dengan lembar observasi. 4. Refleksi (Reflection) Pada tahap ini peneliti beserta guru menganalisis data yang diperoleh dari kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Hasil ini kemudian dianalisis dan akan digunakan untuk merencanakan tindakan selanjutnya.
C. Instrumen Penelitian Secara fungsional instrumen penelitian adalah untuk memperoleh data yang diperlukan setelah peneliti menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapangan.86 Instrumen yang akan digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu tes dan non tes. Tes ini atau praktik ini digunakan yaitu tes formatif yang dilaksanakan pada tiap siklus dan pada tiap akhir pemblajaran. Tes ini dilakukan untuk mengetahui tingkat hasil belajar siswa. Sedangkan non tes instrumen yang digunakan adalah lembar observasi, dan catatan lapangan.
86
75.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), hlm.
49
D. Desain Intervensi Tindakan Berikut adalah desain intervensi tindakan : Gambar 1 Desain Penelitian (Suharsimi Arikunto, dkk. 2007:74)
Permasalahan
Siklus I
Permasalahan baru Hasil rafleksi
Siklus I
Apabila permasalahan Belum terseleaikan
Perencanaan Tindakan I
Perencanaan Tindakan I
Refleksi I
Pengamatan/ Pengumpulan data I
Perencanaan Tindakan II
Perencanaan Tindakan II
Refleksi I
Pengamatan/ Pengumpulan data I
Dilanjutkan ke Siklus selanjutnya
Dalam kegiatan penelitian yang menjadi sasaran peneliti adalah siswa SMP Negri 13 Tangerang Selatan kelas VIII yamg berjumlah 38 orang, yang terdiri dari 20 laki laki dan 18 orang perempuan. Pada penelitian tindakan kelas peneliti mempunyai peran tersendiri, yaitu sebagai perancang kegiatan, melaksanakan kegiatan, melakukan pengamatan, mengumpulkan data serta melaporkan hasil penelitian, pada jalannya proses pembelajaran dikelas. Peneliti dalam penelitian dibantu oleh guru kelas VIII yang bertindak sebagai observer.
50
Pencapaian tindakan yang diharapkan oleh peneliti yaitu perubahan pada metode pengajaran dengan penerapan teknik bercerita serta keterlibatan langsung siswa dalam kelas selama proses belajar berlangsung, penggunaan yang sesuai dengan materi yang diberikan oleh guru sehingga mencapai hasil belajar yang optimal.
E. Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII, guru, dan peneliti. Adapun elemen dari sumber data yang berbentuk berupa yaitu berupa hasil tes kemampuan anaka dalam keterampilan berbicara Bahasa Indonesia dengan teknik bercerita, hasil observasi dan catatan lapangan. 1. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan semua data yang berkaitan dengan siswa dan proses belajar mengajar di kelas penelitian. Beberapa data yang akan dikumpulkan di antaranya: 1) Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakan tindakan observasi, diperoleh dengan menggunakan catatan lapangan pada setiap siklus. 2) Dan hasil belajar siswa diambil dengan memberikan tes pada setiap akhir siklus selama dilaksanakan tindakan, dan 3) Data tentang pendapat guru dan siswa terhadap proses pembelajaran di kelas sebelum dan setelah dilakukan tindakan diperoleh dari proses pembelajaran yang diambil dari setiap siklus. a. Teknik pemeriksaan keterpercayaan Validitas data dilakukan untuk menyakinkan diri bahwa data yag diperoleh selama penelitian adalah benar dan valid menggunakan teknik triangulasi dan audit. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber yang lainnya, pemeriksaan yang memanfaatkan sumber metode, penyidik, dan teori. Peneliti menerangkan serta menyimpulkan data dari tiga pihak yang memilki perbedaan pandangan, tersebut adalah guru, siswa, dan peneliti itu sendiri.
51
b. Pengembangan perencanaan tindakan. Selama proses penelitian berlangsung, peneliti dapat melihat bagaimana perkembangan siswa selama penerapan teknik bercerita diterapkan melalui siklus-siklus yang telah direncanakan. Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang baru selesai yang dilaksanakan pada satu siklus, peneliti (bersama guru pengamat) menentukan rancangan untuk siklus kedua. Apakah peneliti akan mengulangi kesuksesan untuk meyakinkaan atau menguatkan hasil, atau akan memperbaiki langkah terhadap hambatan atau kesulitan selama proses belajar berlangsung. Untuk itu masih perlu penelitian lebih lanjut.
2. Analisis data Proses analisis data dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data yang diperoleh. Menurut Moleong Lexy proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data seluruh data yang tersedia dari sebagai sumber, yaitu dari Observasi, pengamatan, catatan lapangan. Langkah terakhir dalam menganalisis data, yaitu mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Data yang telah dikumpulkan perlu dianalisis, sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan dapat menguji pertanyaan penelitian.
52
BAB IV DESKRIPSI, ANALISA DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN A. Paparan data 1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilaksanakan selama tiga kali pertemuan, yaitu pada tanggal 7, 13, dan 18 0ktober 2010. Yang di lakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama mengikuti pelajaran. Penelitian ini dilakukan tiga kali tatap muka, penelitian pendahuluan ini tidak melibatkan observer. Berikut hasil penelitian pendahuluan: a. Masih banyaknya siswa yang tidak siap untuk belajar, karena masih banyaknya siswayang berkeliaran di luar kelas ketika bel masuk berbunyi. b. Guru berada di kelas ketika semua siswa sudah berada di kelas. Pada saat pelajaran dimulai masih banyak siswa yang belum bersiap siap untuk belajar, yaitu masih banyak siswa yang mengobrol dan belum siap mendengarkan guru, tetapi ada juga sebagian siswa yang sudah siap untuk belajar. Akhirnya gurupun menginstruksikan
kepada
siswa
untuk
bersiap-siap
dan
berkonsentrasi untuk belajar dan menyiapkan segala peralatan untuk belajar. c. Guru memberikan kepada siswa untuk betanya tentang materi yang telah dibahas. Ada beberapa siswa yang belum paham dengan materi tersebut dan siswa kembali menjelaskannya. d. Ketika guru memulai dengan pelajaran baru, masih terdapat siswa yang tidak memperhatikan guru, masih ada yang mengobrol dan ada yang diam saja. e. Proses pembelajaran tidak berlangsung aktif, ini disebabkan siswa tidak berperan aktif selam proses pembelajaran berlangsung.
52
53
Ketika guru memberikan soal kepada siswa, banyak siswa yang keliru tentang jawaban, ada yang tidak mengerti apa yang diperintahkan guru, ada yang tau jawabannya tetapi malu untuk menjawabnya namun ada juga yang menjawab dari pertanyan yang diberikan guru hal ini yang menyebabkan kurag interaktifnya guru dan siswa dalam menjadikan kelas yang aktif. f. Hasil belajar siswa yang masih rendah. Hal ini terlihat dari nilai yang dilihat dari materi keterampilan berbicara siswa yang belum mencapai KKM 65 yang telah ditetapkan dari sekolah. g. Hasil belajar siswa rendah karena banyak siswa yang belum mampu mengatur kata-kata, dalam berbicara dan banyak siswa juga yang tidak berani, gugupsehingga banyak siswa yang mencapai nilai 65 pada pelajaran bahasa Indonesia tentang keterampilan berbicara siswa. h. Masih banyak siswa juga yang belum mengerti tentang materi tersebut karena siswa malu dan tidak percaya diri yang mengakibatkan
siswa
tidak
semangat
untuk
belajar
dan
mencobanya. Berikut hasil nilai keterampilan berbicara dalam pembelajaran sehari-hari. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pretest N0
Kelas interval
Frekuensi
Relatif
1
32-37
8
21,05
2
38-43
13
34,21
3
44-49
8
21,05
4
50-55
4
10,52
4
56-61
3
7,90
6
62-67
2
5,27
54
Dari hasil penelitian di atas, didapat bahwa hasil belajar bahasa Indonesia dengan materi keterampilan berbicara masih rendah dengan rata rata 44,45, median 37,5, modus 40, nilai minimum 32, dan nilai maksil\mum 67. Dari data tersebut maka belum mencapai nilai KKM sekolah. Rendahnya siswa ini disebabkan karena malu bertanya dan malu untuk mencoba dan kurangnya teknik mengajar yang disampaikan guru dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi keterampilan berbicara. Beradasarkan penelitian tersebut, peneliti melakukan suatu tindakan untuk untuk meningkatkan hasil belajar dengan kemampuan keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita. Penerapan teknik berceita ini akan dilakukan pada penelitian siklus 1, yaitu pada tanggal 7-18 oktober 2010. Diharapkan dengan penerapan teknik bercerita dapat meningkat hasil belajar bahasa Indonesia dengan materi keterampilan berbicara bahasa Indonesia dan mencapai nilai KKM yang diharapkan sekolah. 2.
Siklus 1 a. Tahap perencanaan Materi yang dibahas dalam siklus satu ini mengenai bagaimana cara
berbicara yang baik dan benar dan komponen apa saja yang mempengaruhi dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Pembelajaran dilaksanakan pada siklus 1 yaitu dengan materi macam-macam keterampilan berbicara dan bagaimana cara berbicara yang baik dan benar dengan pertemuan 3 kali pertemuan. Petemuan 1 dan 2 untuk materi dan tes kemampuan. Setelah siswa melakukan tes kemampuan berbicara peneliti menerapkan teknik bercerita untuk mempermudah siswa agar lebih terampil lagi dalam pembelajarannya. Pertemuan ke 3 untuk pembahasan hasil tes kemudian peneliti menerangkan kembali materi yang sudah diberikan kepada siswa, dan pertemuan ke 4, yaitu tes kemampuan akhir siklus 1 dengan materi yang sudah diajarkan. b.
Tahap pelaksanaan.
Pada siklus 1 pelaksanaan dilakukan 3 kali pertemuan dengan materi tentang macam- macam keterampilan berbicara dan bagaimana berbicara baik dan benar
55
Serta mempraktikan bagimana cara berbicara yang baik di depan audiens atau teman-teman tersebut. Adapun uraian proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus 1 sebagai berikut. 1) Pertemuan pertama 19 Oktober 2010. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajari dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2010 dengan materi macam- macam keterampilan brbicara dan bagaimana cara berbicara dengan baik dan benar. Kegiatan pembelajaran ini dimulai jam pertama pada pukul 06.45 s.d. 08.05 WIB. Pada pertemuan ini siswa hadir semua. Pembelajaran ini dilakukan dengan pembelajaran yang menjelaskan dari yang paling bawah bagimana cara menjadi pebicaran yang baik dan berbicara baik dalam penyampaiannya dan cara pengaturan nafas dan peneliti terlibat lansung untuk memperagakan bagimana cara berbicara dalam teknik bercerita sehingga memudahkan siswa untuk lebih bersemangat dan meniru untuk mempraktikannya. Peneliti dibantu oleh guru kelas selama proses pembelajaran berlangsung untuk menilai peneliti selama mengajar di kelas dan membantu mengamati aktifias siswa selama proses belajar berlangsung, yang tujuannya unntuk memberikan perbaikan selama mengajar. Materi awal, yaitu materi tentang keterampilan berbicara yang diajarkan kepada
siswa.
Dalam
pembelajarannya
peneliti
berperan
langsung
mempraktikannya sehingga mempermudah siswa dalam mempelajarinya dan memberikan motivasi bahwa berbicara itu seperti yang dicontohkan oleh peneliti dan membuat siswa mempunyai keinginan dan punya gambaran dalam keterampilan berbicara. Di sini siswa berperan aktif untuk menyebutkan hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam keterampilan berbicara kemudian peneliti menjelaskan di depan kelas tentang materi bebicara. Setelah dijelaskan peneliti meminta siswa mempraktikan keterampilan bebicara dengan teknik bercerita berdasarkan pengalaman pribadi. Di sini siswa berperan aktif dalam mempelajari materi keterampilan berbicara.
56
Penerapaan teknik bercerita dilakukan pada saat peneliti memberikan latihan tes kemampuan untuk maju ke depan kelas setiap siswa, dan peneliti memberikan waktu 10 menit untuk setiap siswa yang maju untuk melakukan tes berbicara dengan teknik bercerita berdasarkan cerita atau pengalaman yang paling bekesan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah waktu selesai barulah peneliti menyampaikan pesan- pesan dan memotivasi kepada siswa buntuk lebih giat lagi dalam belajar dan penerapan teknik bercerita ini memudahkan siswa dalam berbicara didepan kelas kepada temannya. Peneliti mengamati selama penerapan teknik bercerita diterapkan kepada siswa. 2) Pertemuan ke 2, 21 Oktober Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan ke 2 ini dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2010. Dimulai pada jam pertama jam 06.45-08.05 WIB. Yang dihadiri 38 siswa yang lainnya tidak hadir dikarenakan sakit. Pertemuan yang kedua ini membahas tentang bagaimana berbicara dengan bahasa dan benar dan tahapan tahapannya. Pertemuan ini diawali dengan peneliti bertanya kembali kepada siswa tentang materi yang belum dipahami dalam keterampilan berbicara yang telah dibahas. Pada pembelajaran ini peneliti mengunakan alat peraga dalam berbicara yaitu alat rekaman hal ini menpermudah siswa dalam mengoreksi kemampuannya sehingga menjadi acuan untuk lebih bagus lagi dalam keterampilan berbicara. Sama halnya dalam pertemuan pertama seorang penelti meragakan kemudian siswa mempraktikan kemampuannya lewat contoh yang telah diberikan dan berperan aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara tersebut. Peneliti kembali dibantu oleh guru (observer) untuk menilai peneliti selama mengajar dan mengamati aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsug. Setelah siswa dapat memperagakan dan memahami materi tentang berbicara maka peneliti kembali melanjutkan dan menjelaskan tentang keterampilan berbicara dengan teknik bercerita itu. Para siswa kembali memperhatikan peneliti menjelaskan materi tentang keterampilan berbicara dengan teknik berceita, sebagian siswa ada yang sudah
57
paham dan ada juga yang belum mengerti dan berani untuk maju mempraktikannya akan tetapi penelti terus mencoba memotivasi dan menjelaskan sampai siswanya benar-benar paham dan berani. Materi telah selesai dibahas maka peneliti kembali untuk memberikan latihan tes kemampuan lagi kepada siswa untuk memperagakan kembali tentang materi yang sudah dipelajari yaitu tentang keterampilan berbicara dengan teknik berceita. Peneliti kembali memberikan waktu kepada siswa 10 menit untuk maju tes kemampuan. Teknik pembelajaran ini disukai oleh siswa karena mereka lebih terbantu dalam berbicaranya, yaitu teknik bercerita yang diambil dari pengalaman yang mereka lakukan sehari hari. Setelah selesai siswa memperaktikan atau melakukan tesnya selesai, peneliti kembali memberikan motivasi dan memberikan arahan kepada siswa untuk percaya pada kemampuan diri bahwa setiap orang past bisa asal mau bersungguh-sungguh dan berani memperaktikannya. 3) Pertemuan ke 3, 25 Oktober Pada tanggal 25 Oktober pertemuan terakhir siklus I, pada tahap akhir ini peneliti berbicara kepada siswa untuk melakukan tes terakhir dan diharapkan kepada seluruh siswa mampu dan memahami segala materi yang telah diajarkan sehingga setiap siswa mampu berbicara dengan teknik bercerita dengan baik dan benar mencapai nilai yang ditentukan sekolah. Pada tes ini selain peneliti menugaskan kepada siswa untuk maju kedepan, peneliti juga mengamati aktifitas siswa yang dibantu oleh guru (observer) dalam menjalani tes siswa. Berikut hasil observasi aktifitas siswa selama proses pembelajaran selama siklus I.
58
B. HASIL DATA OBSERVASI
Hasil Observasi Aktivitas Siswa Selam Siklus 1 Tabel 2
No
Aktivitas Siswa
Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas pertemuan pada siklus I 1
1
Siswa
berada
Total
78%
2 82,9%
Rata-rata persentase
3 87,8%
248,7%
82,9%
di kelas tepat waktu 2
Siswa bersiap
73,2%
70,7%
90,2%
234,1%
78%
63,4%
70,7%
85,4%
219,5%
73,7%
dan berkonsentrasi untuk belajar
3
Guru memberikan kepada siswa kesempatan bertanya tentang pelajaran yang telah dibahasa
59
4
Guru
82,9%
80,4%
92,7%
256%
85,3%
75,6%
78%
90%
243,6%
81,2%
21,9%
100%
36,6%
158,5%
52,8%
80,5%
87%
90%
258,4%
86,1%
memulai pelajaran baru dan siswa memperhati kan guru menerangkan
5
Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mencatat materi
6
Siswa bertanya kepada guru
7
Siswa memperagakan pelajaran tentang keterampilan berbicara dengan tekik bercerita
60
8
Siswa aktif
75,6%
78%
90%
243,8%
81,3%
70,7%
80,5%
85,4%
236,6%
78,9%
78%
87,8%
92,7%
258,5%
86,7%
75,6%
78%
87,9%
241,5%
80,5%
78%
68,10%
70,7%
216,8%
72,3%
82,9%
87,8%
90%
260,7%
86,9%
Jumlah
936,3%
1049,9%
Rata-rata
72,031%
80,76%
dalam peragaan
9
Siswa menyukai teknik bercerita
10
Teknik bercerita membantu siswa dalam materi
11
Review dibahas bersama
12
Siswa diberikan tugas
13
Membahas PR
1089,4% 3076,75% 83,8%
236,66%
1026,6% 78,969%
61
Dari hasil pengamatan siswa, didapat 78%-82,9% siswa sudah berada dalam kelas tepat waktu dan sudah siap untuk menerima pelajaraan. Untuk materi yang diberikan guru, sebagian siswa mempehatikan guru, dan yang lainnya masih asik dengan kesibukannya masing-masing. Penerapan teknik bercerita dilakukan pada saat tes atau uji kemampuan yag diberikan oleh guru atau peneliti. Siswa pun senang dengan penerapan teknik bercerita ini, karena siswa lebih terbantu dan leluasa dalam pengucapannya, yaitu tentang keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara
dengan
menggunakan
teknik
bercerita
ini
siswa
diharuskan
menggunakan bahasa yang baik, intonasi yang tepat, pelafalan dan ekspresinya. Hal ini terlihat dari perolehan observasi siswa sebanyak 86,84%, keterampilan bercerita ini sangat membantu siswa dalam keterampilan berbicara selama belajar, keterampilan berbicara dengan mengunakan teknik bercerita siswa lebih terbantu dan lancar dalam pengucapaanya khususnya dalam keterampilan berbicara. c.
Tahap analisis Tahap analisis diawali pada pertemuan pertama rabu 19 Oktober 2010.
Pada proses pembelajaran kali ini siswa hadir semua, maka materi langsung diberikan kepada siswa dengan materi awal, yaitu mengenal macam-macam keterampilan berbicara dan bagaimana berbicara dengan baik dan benar dalam teknik bercerita. proses pembelajaran peneliti dibantu oleh observer, yaitu guru kelas untuk menilai dan mengamati peneliti selama mengajar. Setelah materi diberikan, peneliti memberitahukan kepada seluruh siswa untuk mempelajari dan mengingat materi yang telah diberikan karena akan diadakan tes atau uji kemampuan siswa. Setiap siswa memperaktikan kedepan kelas satu persatu dengan materi yang telah diberikan, yaitu kemampuan keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita. Penerapan teknik becerita ini dilakukan dengan siswa dalam keterampilan berbicara, setiap siswa berbicara harus menggunakan teknik bercerita dengan baik dalam bahasanaya, intonasi, pelafalan dan ekspresinya.
62
Selama tes uji kemampuan berlangsung setiap siswa yang lainnya memperhatikan temannya masing-masing dan menunggu gilirannya untuk maju ke depan kelas. Pada pertemuan ke dua tanggal 21 Oktober 2010, pada kali ini siswa yang tidak hadir ada 2 orang. Dikarenakan sakit. Sebelum memulai pelajaran baru, peneliti kembali bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diberikan dan dipelajari serta menanyakan kepada siswa hal apa yang belum dimengerti dan dipahami dalam materi yang sudah diberikan kemudian peneliti kembali membahas materi tersebut. Selama pelaksanaan ada beberapa siswa yang masih bingung apa yang harus dilakukan, oleh karena itu peneliti turut membantu siswa tersebut dengan memberikan masukan-masukan dan arahan agar siswa tersebut termotivasi dan berani untuk materi keterampilan berbicara ini. Pembelajaran ini berakhir dengan pembahasan-pembahasan materi yang telah diberikan kepada siswa kemudian peneliti kembali menanyakan materi yang diberikan dan dipelajari. Pada pembelajaran terakhir ini juga peneliti kembali memerintahkan kepada siswa untuk berlatih dan mengingat kembali materi yang telah diberikan karena akan diadakan tes akhir siklus I. Pada tanggal 25 oktober merupakan pertemuan terakhir pada siklus I. peneliti dibantu observer melakukan tes akhir siklus I dengan melakukan tes kemampuan siswa secara individu setiap siswa untuk maju kedepan kelas memperaktikan atau meragakan bagaimana berbicara dengan mengunakan teknik bercerita yang baik dan benar. Tes dilakukan pada jam pertama pukul 06.4508.05 WIB. Uji kemampuan yang diberikan siswa adalah tentang keterampilan bericara sesuai dengan materi yang telah diberikan dan dibahas setiap pertemuan pada siklus I.
63
Tabel 3 Distribusi frekuensi siklus I No.
Kelas interval
Frekuensi
relatif
1
50-53
7
18,4%
2
54-57
3
7,90%
3
58-61
7
18,4%
4
62-65
7
18,4%
5
66-69
5
13,2%
6
70-73
7
18,4%
7
74-77
2
5,3%
38
100
Jumlah
Berdasarakan hasil tes akhir silklus I, didapat hasil belajar siswa rata-rata 63,3, median 62, modus 50 dan 75 nilai minimum 50, nilai maksimum 70, simpangan baku 271,35, varians 65 dan kemiringan –0,80. Dari tes akhir siklus I siswa sudah mencapai nilai 6. dengan freuensi relative 47% pada interval 74-77, dengan hasil ini yang didapat pada tablel ini, maka siklus I selesai, dan berlanjut ke siklus II. Pada siklus II siswa diharapkan mendapat hasil nilai lebih besar dari siklus I. Setelah tes ini dilakukan maka peneliti melakukan kepada wawancara kepada siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah sebanyak 4 orang. Dengan wawancara ini diharapkan diharapkan peneliti akan mendapatkan informasi tentang kualitas pembelajaran keterampilan berbicara bahas Indonesia tentang teknik bercerita. d. Tahap refleksi. Pada tahap refleksi siklus I ini masih ditemukan siswa yang tidak aktif mengikuti pelajaran, ketika diberikan pertanyaan masih banyak siswa yang tidak berani untuk menjawab, malu bertanya, oleh karena itu disini peneliti lebih aktif lagi untuk memperhatikan semua siswa agar terjalin interaksi antar guru dan siswa.
64
Berdasarkan pengamatan selama siklus I berlangsung dan hasil evaluasi tentang kemampuan berbicara dengan teknik bercerita, sudah mengalami peningkatan. Namun. Peningkatan siswa belum mengamati peningkatan yang tinggi. Masih ada siswa yang bernilai rendah untuk mencapai nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah hanya 7 oarang saja dari 38 orang yang lulus. Pada siklus II peneliti harus lebih serius dan memperhatikan siswa serta dapat menguasai ruangan kelas agar terjalin interaksi antara guru dan siswa serta dapat mencapai nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah.
Siklus II a.
Tahap perencanaan Pada siklusI telah dijelaskan tentang bagaimana cara berbicara yang baik
dan benar dan komponen apa saja yang mempengaruhi dalam keterampilan berbicara bahasa Indonesia. Maka pada siklus dua ini akan dipelajari faktor apa saja yang mempengaruhi keterampilan berbicara dan hambatan-hambatan dalam berbicara pada pembeajaran kali ini siswa duduk berubah posisi yaitu pada tempat duduknya. b.
tahap pelaksanaan.
Pada siklus II pelaksanaan dilakukan 3 kali pertemuan dengan materi tentang faktor-faktor penunjang dalam keterampilan berbicara dan faktor pengambat dalam keterampilan berbicara serta penunjang dalam keterampilan berbicara. Adapun uraian proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siklus II sebagai berikut. 1.
Pertemuan pertama 10 November 2010. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar ini dilakukan pada tanggal 10
November 2010 dengan materi faktor-faktor penunjang dalam keterampilan berbicara dan faktor penghambat dalam keterampilan berbicara. Kegiatan pembelajaran ini dimulai jam pertama pada pukul 06.45 s.d. 08.05 WIB. Pada pertemuan ini 2 siswa tidak hadir karena sakit. Pembelajaran ini dilakukan dengan pembelajaran yang menjelaskan dari yang paling bawah yaitu faktor yang menunjang serta penghambat dalam
65
berbicara sehingga siswa mengetahui dan bisa mempraktikannya dengan benar sesuai dengan pembelajaran yang diajarkannya. Peneliti dibantu oleh guru kelas selama proses pembelajaran berlangsung untuk menilai peneliti selama mengajar
dikelas dan membantu mengamati aktifias
siswa selama proses belajar berlangsung, yang tujuannya unntuk memberikan perbaikan selama mengajar. Materi awal yaitu materi tentang faktor apa saja sebagai penunjang keterampilan berbicara diajarkan kepada siswa. Dalam pembelajarannya peneliti berperan lansung menjelaskannya sehingga mempermudah siswa lebih mengerti dan paham dalam mempelajarinya dan memberikan motivasi bahwa hambatan dalam berbicara dan penunjnag dalam berbicara itu seperti yang dicontohkan oleh peneliti dan membuat siswa menginginkan dan punya gambaran dalam keterampilan berbicara. Di sini siswa berperan aktif untuk menyebutkan hak apa saja yang harus dipersiapkan dalam keterampilan berbicara, kemudian peneliti menjelaskan didepan kelas tentang materi bebicara. Setelah dijeaskan peneliti meminta siswa memperaktikan keterampilan bebicara dengan teknik bercerita berdasarkan pengalaman pribadi. Disini siswa berperan aktif dalam mempelajari materi keterampilan berbicara. Penerapan teknik bercerita dilakukan pada saat peneliti memberikan latihan tes kemampuan untuk maju kedepan kelas setiap siswa, dan peneliti memberikan waktu 10 menit untuk setiap siswa yang maju untuk melakukan tes berbicara dengan teknik bercerita berdasarkan cerita atau pengalaman yang paling bekesan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah waktu selesai barulah penelti menyampaikan pesan- pesan dan memotivasi kepada siswa untuk lebih giat lagi dalam belajar dan penerapan teknik bercerita ini memudahkan siswa dalam berbicara di depan kelas kepada temannya. Peneliti mengamati selama penerapan teknik bercerita diterapkan kepada siswa. 2. Pertemuan ke dua 14 November 2010 Kegiatan belajar mengajar pada pertemuan ke dua ini dilaksanakan pada tanggal 14 November 2010. Dimulai pada jam pertama jam 06.45-08.05 WIB. Yang
66
dihadiri 38 siswa yang lainnya tidak hadir dikarenakan sakit. Pertemuan yang kedua ini membahas tentang bercerita dengan baik dalam keterampilan berbicara. Pertemuan ini diawali dengan peneliti bertanya kembali kepada siswa tentang materi yang belum dipahami dalm keterampilan berbicara yang telah dibahas. Pada pembelajaran ini peneliti mengunakan alat peraga dalam berbicara, yaitu
alat
rekaman.
Hal
ini
mempermudah
siswa
dalam
mengoreksi
kemampuannya sehingga menjadi acuan untuk lebih bagus lagi dalam keterampilan berbicara. Sama halnya dalam pertemuan pertama seorang penelti meragakan kemudian siswa memperaktiakan kemampuannya lewat contoh yang telah diberikan dan berperan aktif dalam pembelajaran keterampilan berbicara tersebut. Peneliti kembali dibantu oleh guru (observer) untuk menilai peneliti selama
mengajar
dan
mengamati
aktifitas
siswa
selama
proses
pembelajaranberlangsug. Setelah siswa dapat memperagakan dengan memahami materi tentang berbicara maka peneliti kembali melanjutkan dan menjelaskan tentang keterampilan berbicara dengan teknik bercerita itu. Para siswa kembali memperhatikan peneliti menjelaskan materi tentang keterampilan berbicara dengan teknik berceita , sebagian siswa ada yang sudah paham dan ada juga yang belum mengerti dan berani untuk maju mempraktiaknya akan tetapi peneliti terus mencoba memotivasi dan menjelaskan sampai siswanya benar-benar paham dan berani. Materi telah selesai dibahas maka peneliti kembali untuk memberikan latihan tes kemampuan lagi kepada siswa untuk memperagakan kembali tentang materi yang sudah dipelajari, yaitu tentang keterampilan berbicara dengan teknik bercerita. Peneliti kembali memberikan waktu kepada siswa 10 nit untuk maju tes kemampuan. Teknik pembelajaran ini disukai oleh siswa karena mereka lebih terbantu dalm berbicaranya yaitu teknik bercerita yang diambil dari pengalaman yang mereka lakukan sehari hari. Setelah selesai siswa memperaktikan atau melakukan tesnya selesai, peneliti kembali memberikan motivasi dan memberikan arahan
67
kepada siswa untuk percaya pada kemampuan diri bahwa setiap orang pasti bisa asal mau bersungguh-sunguh dan berani memperaktiaknnya. 3. Pertemuan ke tiga 18 November 2010 Pada tanggal 18 November pertemuan terakhir siklus II, pada tahap akhir ini peneliti berbicara kepada siswa untuk melakukan tes terakhir dan diharapkan kepada seluruh siswa mampu dan memahami segala materi yang telah diajarkan sehingga setiap siswa mampu berbicara dengan teknik bercerita dengan baik dan benar mencapai nilai yang ditentukan sekolah. Pada tes ini selain peneliti menugaskan kepada siswa untuk maju kedepan, peneleliti juga mengamati aktifitas siswa yang dibantu oleh guru (observer) dalam menjalani tes siswa. Berikut hasil observer aktifitas siswa selama proses pembelajaran selam suiklus II Tabel 4 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Selama Siklus II
No
1
Aktivitas Siswa
Siswa
berada
Banyaknya siswa yang melakukan aktivitas
Total
pertemuan pada siklus II
Rata-rata persentase
1
2
3
85,4%
87,8%
90%
263,2%
87,7%
78%
73,2%
87,8%
239%
79,7%
68,10%
78%
87,8%
233,9%
77,10%
di kelas tepat waktu 2
Siswa bersiap dan berkonsentrasi untuk belajar
3
Guru
68
memberikan kepada siswa kesempatan bertanya tentang pelajaran yang telah dibahasa
4
Guru
87,8%
85,4%
95,1%
268%
89,4%
90,2%
80,5%
92,7%
263,4%
87,8%
26,8%
34,1%
41,5%
102,4%
34,1%
memulai pelajaran baru dan siswa memperhati kan guru menerangkan
5
Siswa diberi kesempatan oleh guru untuk mencatat materi
6
Siswa bertanya kepada guru
69
7
Siswa
85,4%
90%
95,1%
270,5%
90,2%
80,5%
82,9%
87,8%
251,2%
83,7%
75,6%
87,8%
92,7%
256,1%
85,4%
90,2%
90%
95,1%
275,3%
91,8%
75,6%
80,5%
90%
246,1%
82%
90,2%
73,2%
78%
241,4%
80,5%
memperagakan pelajaran tentang keterampilan berbicara dengan tekik bercerita
8
Siswa aktif dalam peragaan
9
Siswa menyukai teknik bercerita
10
Teknik bercerita membantu siswa dalam materi
11
Review dibahas bersama
12
Siswa
70
diberikan tugas
13
Membahas
90%
92,7%
95,1%
277,8%
92,6%
Jumlah
1023,8%
1036,1%
1128,7%
3188,6%
1027,9%
Rata-rata
78,75%
79,7%
86,8231% 245,271%
79,069%
PR
Dari hasil pengamatan siswa, didapat 85,4% siswa sudah berada dalam kelas tepat waktu dan sudah siap untuk menerima pelajaraan. Untuk materi ynag diberikan guru, sebagian siswa mempehatikan guru, dan yang lainnya masih asik dengan kesibukannya masing-masing. Penerapan teknik bercerita dilakukan pada saat tes atau uji kemamapuan yag diberikan oleh guru atau peneliti. Siswa pun senag dengan penerapan teknik bercerita ini, karena siswa lebih terbantu dan leluasa
dalam
pengncapaannya
yaitu
tentang
keterampilan
berbicara.
Keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita ini siswa diharuskan menggunakan bahasa yang baik, intonasi yang tepat, pelafalan dan ekspresinya. Hal ini terlihat dari perolehan observasi siswa sebanyak 86,84%, keterampilan bercerita ini sangat membantu siswa dalam keterampilan berbicra selama belajar, keterampilan berbicara dengan mengunakan teknik bercerita siswa lebih terbantu dan lancar dalam pengucapaanya khususnya dalam ketrampilan berbicara. c. Tahap analisis Tahap analisis diawali pada pertemuan pertama 10 Novemberr 2010. Pada proses pembelajaran kali ini siswa hadir semua, maka materi langsung diberikan kepada siswa dengan materi awal yaitu mengenal macam-macam keterampilan berbicara dan bagaiman aberbicara dengan baik dan benar dalam teknik bercerita.;proses pembelajaran peneliti dibantu oleh observer yaitu guru kelas untuk menilai dan mengamati peneliti selama mengajar.
71
Setelah materi diberikan, peneliti memberitahukan kepada seluruh siswa untuk mempelajari dan mengingat materi yang telah diberikan karena akan diadakan tes atau uji kemampuan siswa. Setiap siswa mempraktikkan ke depan kelas satu persatu dengan materi yang telah diberikan yaitu kemampuan keterampilan berbicara dengan menggunakan teknik bercerita. Penerapan teknik becerita ini dilakukan dengan siswa dalam keterampilan berbicara, setiap siswa berbicara harus menggunakan teknik bercerita dengan baik dalam bahasanaya, intonasi, pelafalan dan ekspresinya. Selama tes uji kemampuan berlangsung setiap siswa yang lainnya memperhatikan temannya masing-masing dan menunggu gilirannya untuk maju ke depan kelas. Pada pertemuan ke dua tanggal 14 November 2010, pada kali ini siswa yang tidak hadir ada 2 orang. Dikarenakan sakit. Sebelum memulai pelajaran baru, peneliti kembali bertanya kepada siswa tentang materi yang sudah diberikan dan dipelajari serta menanyakan kepada siswa hal apa yang belum dimengerti dan dipahami dalam materi yang sudah diberikan kemudian peneliti kembali membahas materi tersebut. Selama pelaksanaan ada beberapa siswa yang masih bingung apa yang harus dilakukan, oleh karena itu peneliti turut membantu siswa tersebut dengan memberikan masukan-masukan dan arahan agar siswa tersebut termotivasi dan berani untuk materi keterampilan berbicara ini. Pembelajaran ini berakhir dengan pembahasan-pembahasan materi yang telah diberikan kepada siswa kemudian peneliti kembali menyanyakan materi yang diberikan dan dipelajari. Pada pembelajaran terakhir ini juga peneliti kembali memerintahkan kepada siswa untuk berlatih dan mengingat kembali materi yang telah diberikan karena akan diadakan tes akhir siklus II. Pada tanggal 18 November merupakan pertemuan terakhir pada siklus II. peneliti dibantu observer melakukan tes akhir siklus I dengan melakukan tes kemampuan siswa secara individu setiap siswa untuk maju kedepan kelas memperaktikan atau meragakan bagaiman berbicara dengan mengunakan teknik bercerita yang baik dan benar. Tes dilakukan pada jam pertama pukul 06.45-
72
08.05 WIB. Uji kemampuan yang diberikan siswa adalah tentang keterampilan bericara sesuai dengan materi yang telah diberikan dan dibahas setiapertemuan pada siklus II. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Siklus II No.
Kelas interval
Frekuensi
Relatif
1
60-63
7
18,4%
2
64-68
3
7,90%
3
69-72
7
18,4%
4
73-76
7
18,4%
5
77-81
5
13,2%
6
82-85
7
18,4%
38
100
Jumlah
Berdasarkan hasil tes akhir silklus II, didapat hasil belajar siswa rata-rata 73,85, median 75,5, modus 75,5 dan 75,5 nilai minimum 60, nilai maksimum 85, simpangan baku 357,04, varians 56,77 dan kemiringan 0,85. Dari tes akhir siklus II siswa sudah mencapai nilai> 6 dengan freuensi relative 23,68%. Dengan hasil ini siklus II selesai. Setelah tes ini dilakukan maka peneliti melakukan kepada wawancara kepada siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah sebanyak 4 orang. Dengan wawancara ini diharapkan diharapkan peneliti akan mendapatkan informasi tentang kualitas pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia tentang teknik bercerita. Pada tanggal 20 November pada pertemuan ini peneliti dibantu oleh observer melakukan post test pada siklus II yaitu kembali memperagakan kemampuan berbicara dengan teknik bercerita didepan kelas. Tes ini dihadiri 38 orang. Berikut hasil post test siklus II pada table distibusi frekuensi dan dapat dilihat pada table berikut ini:
73
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Nilai Post Test No.
Kelas interval
Frekuensi
relatif
1
55-60
2
5,27
2
61-65
3
7,89
3
66-70
4
10,53
4
71-75
5
13,16
5
76-80
7
18,42
6
81-85
10
26,31
8
86-90
7
18,42
38
100
Jumlah
Berdasarkan hasil post test didapat bahwa hasil tes tentang keterampilan berbicra anak dengan teknik bercerita memilki nilai rata-rata 77,15, median70,5, modus 80,5, nilai minimum58, nilai maksimum 90,4 varians 56,77, d. Tahap refleksi. Pada tahap refleksi siklus II ini siswa sudah mengalami peningkatan hasil belajar yang optimal, karena sudah memenuhi standar KKM sekolah yaitu nilai 73,83. mengikuti pelajaran, ketika diberikan pertanyaan masih banyak siswa yang tidak berani untuk menjawab, malu bertanya, oleh karena itu disini peneliti lebih aktif lagi untuk memperhatikan semua siswa agar terjalin interaksi antar guru dan siswa. Berdasarkan pengamatan selama siklus I berlangsung dan hasil evaluasi tentang kemampuan berbicara dengan teknik bercerita, sudah mengalami peningkatan. Namun. Peningkatan siswa belum mengamati peningkatan yang tinggi. Masih ada siswa yang bernilai rendah untuk mencapai nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah hanya 7 oarang saja dari 38 orang yang lulus. Pada siklus II peneliti harus lebih serius dan memperhatikan siswa serta dapat menguasai ruangan kelas agar terjalin interaksi antara guru dan siswa serta dapat mencapai nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan di sekolah.
74
Berikut rekapitulasi hasil belajar keterampilan berbicara Bahasa Indonesia melalui teknik bercerita pada pretest, siklus I, siklus II, dan posttest. Tabel 7 Rekapitlasi Hasil Belajar Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Statistik
Pretest
Siklus I
Siklus II
Post test
N
38
38
38
38
Minimum
32
50
55
60
Maksimum
67
70
85
90
Mean
50,5
58,5
73,85
77,15
Modus
40,5
50 dan 75
79,0
83
C. Pemeriksaan Keabsahan Data Pada penelitian ini untuk memerika keabsahan data peneliti menggunakan
teknik
triangulasi.
Triangulasi
adalah
teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Adapun empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam hal ini peneliti menggunakan triangulasi pemeriksaan data dengan sumber lainnya. Sumber data ini diambil dari sumber data hasil observasi dan wawancara. Berikut perolehan data serta pemeriksaan keabsahan data: 1) Data hasil observasi Dari observasi diperoleh data bahwa kelas VIII mengalami peningkatan sebesar 78%,
Mereka lebih terbantu dengan
menggunakan teknik bercerita. Peningkatan pun terjadi sebesar 95,1% setelah pelaksanaan kegiatan berbicaranya menggunakan teknik bercerita.
75
Hal ini memberi dampak postif bagi siswa dan guru, yaitu hasil belajar keterampilan berbicara dengan teknik bercerita meningkat dengan pencapaian nilai sesuai KKM sekolah yaiti 65. B. Analisis Data Berikut hasil proses pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia melalui teknik bercerita: 1. Siklus I Pada siklus satu ini materi yang diberikan yaitu tentang bagaimana berbicara berbicara baik dan benar dan komponen apa saja yang mempengaruhi dalam keterampilan berbicara Bahasa Indonesia, berdasarkan hasil observasi didapat sebanyak 78% siswa bersiap untuk belajar, Dari hasil tes pada siklus I terlihat sebanyak 18,42% siswa mendapat nilai terendah 50-53, dan nilai tertinggi 74-75 nilai tertinggi sebanyak 5,26%. 2. Siklus II Pada siklus II ini, materi yang diberikan adalah faktor-faktor penunjang dalam keterampilan berbicara dan factor penghambat, berdasarkan hasil observasi siswa sudah siap untuk belajar hal ini diperoleh dari hasil observasi sebanyak 87, 7%. Untuk hasil tes pada siklus II mengalami peningkatan hal ini terihat dari hasil persentase sebanyak 18,43% untuk nilai tertinggi 82-85 dan nilai terendah 60-63 sebanyak 15,78%. Oleh karena itu hasil belajar pada siklus II telah mencapai KKM sekolah yaitu 65, maka penelitin pun dihentikan.
C. Intervensi Data Dapat diketahui dari beberapa data diatas dalam keteramplan berbicara bahasa Indonesia dengan teknik bercerita dapat meningkat. Pada saat pree test nilai rata-rata sebesar 40,5, sedangkan pada saat post test diperoleh rata-rata sebesar 77,15, hal ini meningkat sebanyak 36,65 poin. Demikian pula pada siklus I
76
rata-rata diperoleh sebesar 63,3, sedangkan pada siklus II diperoleh rata-rata sebesar 73,58 hal ini meningkat sebanyak 15,08 poin. Pada pree test nilai minimal 32 dan pada post tes nilai minimal didapat 60, hal ini mengalami peningkatan sebanyak 28 poin. Begitu pula pada siklus I nilai minimum yang diperoleh 50 dan pada siklus II diperoleh 55, hal ini mengalami peningkatan 5 poin. Demikian pula hal yang didapat pada nilai maksimum pada nilai pree test 67 dan pada post test 90, selain itu pada siklus I nilai maksimum diperoleh 77 dan siklus II 85. Hasil belajar diatas membuktikan bahwa hasil penelitian kualitas pembelajaran keterampilan berbicara Bahasa Indonesia dengan teknik bercerita berpengaruh besar pada siswa, oleh karena itu slah satu teknik bercerita dalam mengajar keterampilan berbicara Bahasa Indonesia dapat merangsan sisa lebih termotivasi dan mudah selam proses belajar mengajar disekolah. Dengan demikian dapat dikatakan pembelajaran keterampilan berbicara dengan teknik bercerita dapat meningkat.
77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan data dan serangkaian penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai berikut: Penelitian tentang peningkatan keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita meningkat dari hasil belajar siswa, hal ini dilihat dari hasil rata-rata tes keterampilan berbicara pada pretes sebesar 50,5. Pada siklus I nilai rata-rata siswa meningkat sebesar 73,85 dan nilai pos tes siswa rata-rata sebesar 77,15. Hasil belajar pada siklus II ini sudah mencapai kriteria ketentuan belajar yang sudah ditentukan sekolah. Dengan demikian peningkatan kualitas keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita dapat meningkat sesuai dengan KKM 65 yang telah ditentukan sekolah.
B. SARAN Dari kesimpulan yang telah dipaparkan maka dianjurkan beberapa saran yang perlu disampaikan sebagai berikut: 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia perlu ditingkatkan khususnya dalam materi keterampilan berbicara dalam bahasa baik dan benar, sehingga menciptakan proses pembelajaran dan interaksi yang baik dan benar. 2. Untuk guru, Dengan adanya penelitian ini secara bertahap guru dapat mengetahui strategi pembelajaran yang bervariasi dan meningkatkan sistem pembelajaran di kelas. 3. Untuk peneliti, menambah wawasan pengetahuan tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan berbicra. 4. Untuk Sekolah, khususnya SMPN 13 Tangerang Selatan, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang positif dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya materi keterampilan berbicara sehingga dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa In donesia.
77
78
5. Untuk pembaca, adanya penelitian ini diharapkan menjadi suatu kajian yang menarik yang perlu diteliti lebih lanjut dan mendalam. 6. Sebagai seorang peneliti diharapkan seluruh siswa agar senantiasa membiasakan diri berbicara dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
79
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. ke-7 Arsad,
Maidar G. dan Mukti, Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1988).
Azhari, Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Bandung: PT. Teraju, 2004). Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke-2 http://www.mcps.k12.md.us/faktorpenunjangberbicara/language /instr/inq3level, diaksess.htm, diakses pada 7 Oktober 2010. Pukul 13.30 WIB. Iska, Zikri Neni, Psikologi Pengantar, pemahaman diri dan Lingkungan, Jakarta: Izi brother, 2006 Iskandarwassid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008). King, Larry, Seni Berbicara, Jakarta: PT. Gramedia, 2009, Cet. Ke-6 Mear, A. G., The Handbook Of Public Speaking, (Milestone: Publising House, 2009). Muflih, Muhamad, Menjadi Orator Ulung, (jakarta: Grasido, 2006). Osborne, John W., Kiat Berbicara di Depan Umum Untuk Eksekutif, (Jakarta: PT. Bumi Akasara, 2000). Sabri, Alisuf, Psikologi Pendidikan berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996).
79
80
Sahara, Siti, dkk., Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN, 2009). Sahertian, Piet. A, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Surabaya: PT. Usaha Nasional, 1981 Sambangsari, Sumbi, Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, Jakarta: PT. Ciganjur, 2009 Shaleh, Abdul Rahman, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencan, 2008. Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003). Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997). Tarigan, Henry Guntur, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 2005).
81
LAMPIRAN
D. Deskripsi dan Analisis Data Hasil pretest dan posttest Keterampilan Berbicara Tabel Data Hasil Pretest Menulis Puisi Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Tangerang Selatan Nama
:
Nomor absen
:
Kelas
:
No.
Aspek yang Dinilai
Bobot 1
1.
25
2.
25
3.
25
4.
25
5.
25 Total
Skor
Skor
4
Maksimal
Siswa
√
100
Akala Skor 2
3
100
√
100
√ √
100 100
82
Nama
:
Nomor absen
:
Kelas
:
No.
Aspek yang Dinilai
Bobot 1
1.
25
2.
25
3.
25
4.
25
5.
25
Skor
Skor
4
Maksimal
Siswa
√
100
Akala Skor 2
3
100
√
100
√
100
√
100
Total
Nama
:
Nomor absen
:
Kelas
:
No.
Aspek yang Dinilai
Bobot
Akala Skor 1
1.
25
2.
25
3.
25
4.
25
5.
25 Total
2
3
Skor
Skor
4
Maksimal
Siswa
√
100 100
√
100
√ √
100 100
83
Tabel Data Hasil Pretest Keterampilan Berbicara Melalui Teknik Bercerita Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Tangerang Selatan Aspek Penilaian No.
Nama
Total 1
1. 2.
Skor
2
3
4
5
Nilai
84
Jumlah Rata-rata
85
Varians =
.
= = 65,04
. ² ( (
. )²
=
)
=
(
, ) ( ( )
)
86
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Nama Sekolah :
87
Perhitungan Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus I 50, 50, 50, 50, 50, 53, 53, 54, 54, 54, 58, 58, 58, 58, 60,60, 60, 62,62, 62, 65, 65, 65, 65, 67, 67, 68, 68, 68, 70, 70, 70, 70, 70, 72, 72, 75, 75. Langkah-langkah yang diperlukan dalam distribusi frekuensi adalah. A. Menghitung Rentng Kelas
= Nilai Tertinggi - Nilai Terendah =
77
-
50
= 25
B. Menentukan Kelas Interval
=
75 7
= 3,57
C. Menghitung panjang Kelas
= R K
=
25
= 3,57
7
D. Tabel Distribusi Frekuensi No.
Kelas Interval
fi
Xi
fi.Xi
Xi²
1.
50-53
7
51,5
360,5
2652,25
18565,75
2.
54-57
3
55,5
166,5
3080,25
3.
58-61
7
59,5
416,5
4.
62-65
7
65,5
5.
66-69
5
6.
70-73
7.
74-77 Jumlah
(Xi-X)²
Fi(Xi.X)
-11,8
139,24
974,68
9240,75
-7,8
60,85
182,55
3540,25
24781,75
-3,8
14,44
101,08
458,5
4290,25
30031,75
2,2
12,25
85,25
67,5
337,5
4556,25
22781,25
4,2
4,84
24,20
7
73,5
514,5
5402,25
37815,75
10,2
104,04
728,28
2
75,5
151
5700,25
11400,50
12,2
148,84
297,68
484,50
297,68
38
2405
fi.Xi²
154617,50
Xi-X
88
E. Menentukan nilai rataan
( )=
=
2405 = 63,3 38
F. Modus adalah nilai yang sering munculnya yaitu %0 dan 70 F. Varians Varians =
.
. ² ( (
= = 65,04
G. Standar Deviasi (SD) = 65,04 = 8,1%
. )² )
= =
(
, ) ( ( )
)
89
Perhitungan Distribusi Frekuensi Hasil Tes Akhir Siklus II 60, 60, 60, 63, 62, 62, 65, 65, 65, 68, 70, 70, 70, 72, 73,73, 73, 75,75, 75, 75, 75, 77, 77, 78, 78, 78, 80, 80, 80, 80, 83, 83, 85, 85, 85, 85. Langkah-langkah yang diperlukan dalam distribusi frekuensi adalah. A. Menghitung Rentng Kelas
= Nilai Tertinggi - Nilai Terendah =
85
-
60
= 25
B. Menentukan Kelas Interval
=
85 7
= 3,57 C. Menghitung panjang Kelas
= R K
=
25
= 3,57
7
D. Tabel Distribusi Frekuensi
No.
Kelas Interval
fi
Xi
fi.Xi
Xi²
1.
50-53
7
51,5
360,5
2652,25
18565,75
2.
54-57
3
55,5
166,5
3080,25
3.
58-61
7
59,5
416,5
4.
62-65
7
65,5
5.
66-69
5
6.
70-73
7.
74-77 Jumlah
(Xi-X)²
Fi(Xi.X)
-11,8
139,24
974,68
9240,75
-7,8
60,85
182,55
3540,25
24781,75
-3,8
14,44
101,08
458,5
4290,25
30031,75
2,2
12,25
85,25
67,5
337,5
4556,25
22781,25
4,2
4,84
24,20
7
73,5
514,5
5402,25
37815,75
10,2
104,04
728,28
2
75,5
151
5700,25
11400,50
12,2
148,84
297,68
484,50
297,68
38
2405
fi.Xi²
154617,50
Xi-X
90
E. Menentukan nilai rataan
( )=
=
2405 = 63,3 38
F. Varians Varians =
.
. ² ( (
= = 65,04
G. Standar Deviasi (SD) = 65,04 = 8,1%
. )² )
= =
(
, ) ( ( )
)
91
Perhitungan Distribusi Frekuensi Posttest 50, 50, 50, 50, 50, 53, 53, 54, 54, 54, 58, 58, 58, 58, 60,60, 60, 62,62, 62, 65, 65, 65, 65, 67, 67, 68, 68, 68, 70, 70, 70, 70, 70, 72, 72, 75, 75. Langkah-langkah yang diperlukan dalam distribusi frekuensi adalah. A. Menghitung Rentng Kelas
= Nilai Tertinggi - Nilai Terendah =
77
-
50
= 25
B. Menentukan Kelas Interval
=
75 7
= 3,57
C. Menghitung panjang Kelas
= R K
=
25
= 3,57
7
D. Tabel Distribusi Frekuensi No.
Kelas Interval
fi
Xi
fi.Xi
Xi²
1.
50-53
7
51,5
360,5
2652,25
18565,75
2.
54-57
3
55,5
166,5
3080,25
3.
58-61
7
59,5
416,5
4.
62-65
7
65,5
5.
66-69
5
6.
70-73
7.
74-77 Jumlah
(Xi-X)²
Fi(Xi.X)
-11,8
139,24
974,68
9240,75
-7,8
60,85
182,55
3540,25
24781,75
-3,8
14,44
101,08
458,5
4290,25
30031,75
2,2
12,25
85,25
67,5
337,5
4556,25
22781,25
4,2
4,84
24,20
7
73,5
514,5
5402,25
37815,75
10,2
104,04
728,28
2
75,5
151
5700,25
11400,50
12,2
148,84
297,68
484,50
297,68
38
2405
fi.Xi²
154617,50
Xi-X
92
E. Menentukan nilai rataan
( )=
=
2405 = 63,3 38
F. Varians Varians =
.
. ² ( (
= = 65,04
G. Standar Deviasi (SD) = 65,04 = 8,1%
. )² )
= =
(
, ) ( ( )
)
93
Data Hasil Siklus I Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Melalui Teknik Bercerita Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan Nama : Adri Yulian No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 01 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vocal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
50
Jumlah Nama : Andika Firdaus No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 02 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vocal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
50
Jumlah Nama : Anggi Pratama No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 03 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vocal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
50
Jumlah
94
Nama : Agus Pandepotan No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 04 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
50
Jumlah
Nama : Andi Maulana No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 05 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
50
Jumlah
Nama : Beni Chandra No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 06 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
13
100
53
Jumlah
95
Nama : Daniel No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen :07 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
13
100
53
Jumlah
Nama : Donna Isabella No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 08 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
12
5.
Ekspresi
20
12
100
54
Jumlah
Nama : Fajar Abadi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 09 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
9
100
54
Jumlah
96
Nama : Fauzan No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 10 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
12
5.
Ekspresi
20
12
100
54
Jumlah
Nama : Ferdy Irfansyah No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 11 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
5
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
13
100
58
Jumlah
Nama : Handriyana No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 12 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
13
100
58
Jumlah
97
Nama :Khoriya Natika No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 13 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
13
100
58
Jumlah
Nama : Icha Nita No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 14 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
13
100
58
Jumlah
Nama : Ivone Juanita No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 15 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
60
Jumlah
98
Nama : Ido Holasta No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 16 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
60
Jumlah
Nama : Jeaniver No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 17 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
60
Jumlah
Nama : Lia Isnawati No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 18 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
12
100
62
Jumlah
99
Nama : M. Mahmud Azis No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 19 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
12
100
62
Jumlah
Nama : Murniati No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 20 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
12
100
62
Jumlah
Nama : Nur Indah Sari No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 21 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
5
100
65
Jumlah
100
Nama : Nurhayati No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 22 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
65
Jumlah
Nama : Nurhikmah No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 23 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
65
Jumlah
Nama : Putra Setia Budi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 24 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
65
Jumlah
101
Nama : Ramadhan Syah Putra No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 25
Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
17
100
67
Jumlah
Nama : Randi Supriadi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 26 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
12
100
67
Jumlah
Nama : Rianaldo No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 27 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
18
100
68
Jumlah
102
Nama : Ria Ayu No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 28 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
18
100
68
Jumlah
Nama : Rini Dewi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 29 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
18
100
68
Jumlah
Nama : Rika Yohana No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 30 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
20
100
70
Jumlah
103
Nama : Ruslan Rusmedi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 31 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
70
Jumlah
Nama : Sumarni No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 32 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
20
100
70
Jumlah
Nama : Titi Jaidi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 33 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
70
Jumlah
104
Nama : Tu Bagus Ijon No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 34 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
20
100
70
Jumlah
Nama : Yeski Wilson No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 35 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
12
100
72
Jumlah
Nama : Yoda Dwi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 36 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
12
100
72
Jumlah
105
Nama : Yusnaeni No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 37 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
20
100
75
Jumlah
Nama : Zukruf No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 38 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
20
100
75
Jumlah
Nama :
Nomor Absen :
No.
Skor Maksimal
Aspek yang dinilai
1.
Intonasi
20
2.
Lafal/vokal
20
3.
Kelancaran
20
4.
Gaya Bahasa
20
5.
Ekspresi
20
Jumlah
100
Skor Siswa
106
Data Hasil Posttest Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Melalui Teknik Bercerita Kelas VIII SMPN 13 Tangerang Selatan Nama : Adri Yulian No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 01 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
13
5.
Ekspresi
20
10
100
58
Jumlah Nama : Andika Firdaus No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 02 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
10
100
60
Jumlah Nama : Anggi Pratama No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 03 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
65
Jumlah
107
Nama : Agus Pandepotan No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 04 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
65
Jumlah
Nama : Andi Maulana No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 05 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
10
100
65
Jumlah
Nama : Beni Chandra No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 06 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
10
100
70
Jumlah
108
Nama : Daniel No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen :07 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
10
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
70
Jumlah
Nama : Donna Isabella No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 08 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
70
Jumlah
Nama : Fajar Abadi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 09 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
10
100
70
Jumlah
109
Nama : Fauzan No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 10 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
75
Jumlah
Nama : Ferdy Irfansyah No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 11 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
75
Jumlah
Nama : Handriyana No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 12 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
75
Jumlah
110
Nama :Khoriya Natika No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 13 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
75
Jumlah
Nama : Icha Nita No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 14 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
75
Jumlah
Nama : Ivone Juanita No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 15 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
13
5.
Ekspresi
20
13
100
76
Jumlah
111
Nama : Ido Holasta No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 16 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
12
100
77
Jumlah
Nama : Jeaniver No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 17 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
80
Jumlah
Nama : Lia Isnawati No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 18 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
80
Jumlah
112
Nama : M. Mahmud Azis No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 19 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
80
Jumlah
Nama : Murniati No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 20 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
80
Jumlah
Nama : Nur Indah Sari No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 21 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
80
Jumlah
113
Nama : Nurhayati No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 22 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
12
100
82
Jumlah
Nama : Nurhikmah No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 23 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
12
100
82
Jumlah
Nama : Putra Setia Budi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 24 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
13
100
83
Jumlah
114
Nama : Ramadhan Syah Putra No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 25
Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
13
100
83
Jumlah
Nama : Randi Supriadi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 26 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
10
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
20
100
85
Jumlah
Nama : Rianaldo No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 27 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
85
Jumlah
115
Nama : Ria Ayu No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 28 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
15
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
85
Jumlah
Nama : Rini Dewi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 29 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
85
Jumlah
Nama : Rika Yohana No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 30 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
15
100
85
Jumlah
116
Nama : Ruslan Rusmedi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 31 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
15
100
85
Jumlah
Nama : Sumarni No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 32 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
10
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
16
100
86
Jumlah
Nama : Titi Jaidi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 33 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
16
100
86
Jumlah
117
Nama : Tu Bagus Ijon No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 34 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
15
100
90
Jumlah
Nama : Yeski Wilson No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 35 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
15
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
15
100
90
Jumlah
Nama : Yoda Dwi No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 36 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
20
5.
Ekspresi
20
15
100
90
Jumlah
118
Nama : Yusnaeni No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 37 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
20
4.
Gaya Bahasa
20
10
5.
Ekspresi
20
20
100
90
Jumlah
Nama : Zukruf No.
Aspek yang dinilai
Nomor Absen : 38 Skor Maksimal
Skor Siswa
1.
Intonasi
20
20
2.
Lafal/vokal
20
20
3.
Kelancaran
20
15
4.
Gaya Bahasa
20
15
5.
Ekspresi
20
20
100
90
Jumlah
Nama :
Nomor Absen :
No.
Skor Maksimal
Aspek yang dinilai
1.
Intonasi
20
2.
Lafal/vokal
20
3.
Kelancaran
20
4.
Gaya Bahasa
20
5.
Ekspresi
20
Jumlah
100
Skor Siswa
119