Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Penilaian Status Kesehatan Tanah Daerah Rawa Pasang Surut dan Upaya Pemulihan Studi Kasus Delta Telang II Soil Health Assessment of Tidal Swamps and Recovery Efforts, Case Study Delta Telang II Nurul Husna*), Momon Sodik Imanudin2, 1 Universitas IBA 2 Universitas Sriwijaya *) Penulis untuk korespondensi: 081373036565/ *) Corresponding author:
[email protected] ABSTRACT The total area of tidal swamps that has been cultivated reached 4.1 million hectares. Problems arised because of the intensive use of chemical fertilizers and pesticides and the lack of addition organic matter. Efforts to make the tidal land sustainability for the future by determining the health status of the soil and recovery.. This study aims to determine the health class of Tidal Telang Delta II and the recovery strategy. The research method by surveying the five villages Delta Telang II namely Banyu Urip, Mulyasari, Suka Tani, Suka Damai, and Muara Sugih. Furthermore, soil samples were taken randomly and analyzed in the laboratory. Health indicators designated land are : pH, organic C, total N, Kexch, P Bray I, Nadd, Cadd, Mgdd, Aldd, and Saturation Al, CEC and Base Saturation. Determination of soil health class on the basis of the percentage value obtained each point of observation. The percentage value of each point of observation is classified according to the classification: Very Healthy soil (SS) => 80%; Healthy (S) = 80-60%; Healthy enough (C) = 60-40%; Less Healthy (KS) = 40-20%; and Unhealthy (TS) = <20%. The results showed health class lands in Delta Telang II ranges from healthy to healthy enough with the details of the health class in the village Banyu Urip soil healthy, and the other three villages namely Mulyasari, Suka Tani, Suka Damai and Muara Sugih are healthy enough. Efforts to restore the health of the soil by water regulation, application of organic manures, lime, and biochar. Key words: soil health, tidal swamps, health recovery ABSTRAK Total luas lahan pasang surut yang telah diusahakan petani atau pemerintah mencapai 4,1 juta hektar. Permasalahan timbul ketika lahan yang telah direklamasi mulai mengalami penurunan kesehatan. Penyebabnya karena semakin intensifnya penggunaan pupuk dan pestisida kimia dan kurangnya penambahan bahan organik. Upaya menjadikan lahan pasang surut sebagai lumbung pangan masa depan perlu dijaga keberlanjutannya dengan mengetahui status kesehatan tanahnya dan melakukan upaya pemulihan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelas kesehatan tanah-tanah rawa Pasang Surut Delta Telang II beserta strategi pemulihannya. Metode penelitian yaitu dengan mensurvey ke lima desa daerah Delta Telang II yaitu Banyu Urip, Mulyasari, Suka Tani, Suka Damai, dan Muara Sugih. Sample tanah diambil secara acak dan dianalisis di laboratorium. Indikator kesehatan tanah yang ditetapkan adalah pH, C organik, N total, Kdd, P Bray I, Nadd, Cadd, Mgdd, Aldd, dan Kejenuhan Al, KTK dan KB. Penentuan kelas kesehatan tanah atas dasar nilai persentase yang diperoleh setiap titik pengamatan. Nilai persentase setiap titik
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 pengamatan dikelaskan menurut pengelompokannya yakni : tanah Sangat Sehat (SS)= >80%; Sehat (S)= 80-60%; Cukup Sehat (C)=60-40%; Kurang Sehat (KS)=40-20%; dan Tidak Sehat (TS)=<20%. Hasil penelitian menunjukkan kelas kesehatan tanah-tanah di Delta Telang II berkisar dari cukup sehat hingga sehat dengan rincian kelas kesehatan tanah di Desa Banyu Urip sehat, dan ketiga desa lainnya yakni desa Mulyasari, Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih tergolong cukup sehat. Upaya pemulihan kesehatan tanah yakni dengan pengaturan tata air, pemberian bahan organik, kapur pertanian, dan arang hayati. Kata kunci: kesehatan tanah, pasang surut, pemulihan kesehatan
PENDAHULUAN Lahan rawa pasang surut merupakan tanah yang jenuh air atau tergenang dangkal, sepanjang tahun atau dalam waktu yang lama, beberapa bulan, dalam setahun (Subagyo, 2006). Lahan ini rejimnya dipengaruhi oleh gerakan pasang surutnya air laut ataupun sungai. Total luas lahan pasang surut yang telah diusahakan petani atau pemerintah Indonesia mencapai 4,1 juta hektar. Di daerah Delta Telang II luasnya mencapai 13.800 ha dengan areal persawahan seluas 6.964 ha dan merupakan lumbung pangan Sumatera Selatan (Sudana, 2005). Permasalahan timbul ketika lahan yang telah direklamasi mulai mengalami penurunan kesehatan. Kesehatan tanah adalah kemampuan tanah untuk berfungsi secara efektif dan memberikan layanan ekosistem dalam hal ini adalah daya dukung untuk produksi tanaman secara berkelanjutan (Doran dan Parkin , 1994). Faktor-faktor penyebab menurunnya kesehatan tanah karena intensifnya penggunaan pupuk anorganik terangkutnya jerami padi keluar areal pertanaman tanpa ada penambahan bahan organik ke tanah, pencemaran pestisida kimia. Hal ini terindikasi dengan menurunnya kandungan bahan organik yang berakibat pada kemampuan tanah menyimpan dan melepaskan hara dan air bagi tanaman. Akibatnya efisiensi penggunaan pupuk dan air irigasi serta produktivitas lahan menurun (Las et al., 2010). Upaya untuk menjadikan lahan pasang surut sebagai lumbung pangan masa depan perlu dijaga keberlanjutannya dengan mengetahui status kesehatan tanahnya dan melakukan upaya pemulihan. Penelitian ini bertujuan 1) menilai kesehatan tanah dengan pendekatan hasil analisis tanah di laboratorium, 2) menetapkan kelas kesehatan tanah, dan 3) menentukan strategi pemulihan kesehatan tanah. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di daerah Delta Telang II Banyuasin pada lima desa yakni Desa Banyu Urip, Desa Mulya Sari, Desa Suka Tani, Desa Suka Damai dan Desa Muara Sugih pada bulan Mei tahun 2012. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Contoh tanah diambil pada jeluk tanah 0-30 cm dari permukaan tanah dengan bor tanah secara komposit. Contoh tanah dikering anginkan, diayak dengan ukuran saringan 0,5 mm dan sifat tanah yang dianalisis yakni: pH (H2O), C organik, N total, Kdd, P2O5 Bray I, Na dd, Ca dd, Mg dd, Aldd, dan Kejenuhan Al, KTK dan KB. Kriteria penilaian hasil analisis tanah mengacu ke kriteria Balittanah (2005) dan Bierman (2007). Penentuan kelas kesehatan tanah atas dasar nilai persentase yang diperoleh setiap titik pengamatan. Nilai persentase setiap titik pengamatan dikelaskan menurut pengelompokkannya yakni : tanah Sangat Sehat (SS)= >80%; Sehat (S)= 80-
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 60%; Cukup Sehat (C)=60-40%; Kurang Sehat (KS)=40-20%; dan Tidak Sehat (TS)=<20% (OSU, 2009 dalam Riwandi, 2011). Tabel 1. Kriteria penilaian hasil analisis tanah Sifat tanah
C (%) N (%) P2O5 Bray I (ppm P) KTK (cmol(+)kg1) Ca (cmol(+)kg-1) Mg (cmol(+)kg-1) K (cmol(+)kg-1) Na (cmol(+)kg-1) KB (%) Kejenuhan Al (%)
pH (H2O)
Sangat rendah (nilai 1) <1 <0,1 <4
Rendah (nilai 2)
Sedang (nilai 3)
Tinggi (nilai 4)
Sangat tinggi (nilai 5)
1-2 0,1-0,2 5-7
2-3 0,21-0,50 8-10
3-5 0,51-0,75 11-15
>5 >0,75 >15
<5
5-16
17-24
24-50
>40
<2 <0,3 <0,1 <0,1 <20 <5 (sangat sehat nilai 5)
2-5 0,4-1 0,1-0,3 0,1-0,3 20-40 5-10 (sehat nilai 4)
6-10 1,1-2,0 0,4-0,5 0,4-0,7 41-60 11-20 (cukup sehat nilai 3)
11-20 2,1-8,0 0,6-1,0 0,8-1,0 61-80 20-40 (kurang sehat nilai2)
>20 >8,0 >1,0 >1,0 >80 >40 (tidak sehat nilai 1)
<4,5
4,5-5,5
7,6-8,5
5,5-6
6,0-7,5
Sumber: Balittanah (2005), Bierman (2007)
HASIL 1. Indikator Kesehatan Tanah Indikator kesehatan tanah pada penelitian ini adalah sifat kimia tanah meliputi: pH H2O, N total, Kdd, P2O5 Bray I, Na dd, Ca dd, Mg dd, Aldd, dan Kejenuhan Al dan C organik. Kelas kesehatan tanah-tanah di desa Banyu Urip dan Mulyasari sudah masuk kategori kelas tanah yang sehat, namun di desa Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih termasuk kelas tanah yang cukup sehat saja (Tabel 2). Indikator kesehatan tanah yang nilainya buruk (2 atau 1) ditunjukkan oleh kandungan Ca, Mg, K dan pH yang rendah di kelima desa, dan kejenuhan Al yang tinggi di desa Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih. Kemasaman yang tinggi mengakibatkan kation-kation ini juga rendah seiring dengan tingginya kejenuhan Al pada tanah desa Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih. Namun tanah di desa Banyu Urip memiliki kejenuhan Al yang rendah , KTK yang tinggi nilai N total tergolong sedang, kandungan P tinggi. Kondisi baik ini akibat pengelolaan berupa perbaikan tata air, dan pemupukan berimbang sehingga tanah ini dikategorikan sehat. Hasil skoring menunjukkan kelas kesehatan tanah di ke empat desa masih tergolong cukup sehat, akan tetapi apabila dibiarkan tanpa upaya pemulihan akan menurunkan daya dukung lahan. Demikian juga tanah-tanah di desa Banyu Urip walaupun telah masuk kategori sehat namun perlu pemeliharaan agar tetap lestari.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Tabel 2. Hasil analisis sifat tanah dan nilai setiap sifat tanah pada desa Bayu Urip, Mulya Sari, Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih, Delta Telang II Banyuasin
Contoh Tanah Desa
C org (%)
Nila i
N total (%)
Nilai
P Bray I (ppm)
Nilai
Banyu Urip Mulya Sari Suka Tani Suka Damai Muara Sugih
4,74
4
0,39
3
25,42
7,65 8,99 8,02
5 5 5
0,49 0,24 0,26
3 3 3
7,00
5
0,51
4
lanjutan Contoh Tanah Desa Banyu Urip Mulya Sari Suka Tani Suka Damai Muara Sugih
Nilai
Nadd (cmo l/kg)
Nilai
Mg dd (cmol/ kg)
Nilai
Kdd (cmol/kg )
Nila i
KTK (me/1 00g)
Nil ai
5
Ca dd (cmo l/kg) 2,05
2
0,54
3
0,55
2
0,32
2
30,45
4
34,65 26,25 19,95
5 5 5
2,40 0,35 0,33
2 1 1
0,54 0,33 0,22
3 2 2
1,49 0,2 0,18
3 1 1
0,26 0,32 0,13
2 2 2
17,40 11,98 26,10
3 2 4
11,40
4
0,60
1
0,60
3
0,24
1
0,26
2
10,88
2
pH (H2O)
Nilai
Kejenuhan Al (%)
Nilai
KB (%)
Nilai
Total Nilai
4,50 4,69 3,38 3,62 3,77
2 2 1 1 1
4,92 1,31 67,44 69 60
5 5 1 1 1
11,36 27,52 10,0`1 3,29 15,62
1 2 1 1 1
37 37 28 30 29
Keterangan: Sangat Sehat (SS)= >80%; Sehat (S)= 80-60%; Cukup Sehat (C)=60-40%; Kurang Sehat (KS)=40-20%; dan Tidak Sehat (TS)=<20%.
%
Kelas
67,27 67,27 50,90 54,54 52,72
Sehat Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Tabel 3. Kriteria penilaian kesuburan tanah di Desa Banyu Urip, Mulyasari, Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih, Delta Telang II Banyuasin No
Sifat kimia tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
C (%) N (%) P2O5 Bray I (ppm P) KTK (cmol(+)kg-1) Ca (cmol(+)kg-1) Mg (cmol(+)kg-1) K (cmol(+)kg-1) Na (cmol(+)kg-1) KB (%) Kejenuhan Al (%) pH (H2O)
Kisaran
Rata-rata
4,74 - 8,99 0,24 - 0,51 11,4 - 34,65 10,88 - 30,45 0,33 - 2,40 0,18 - 1,49 0,13 - 0,32 0,22 - 0,60 3,29 - 27,52 1,31 - 69 3,38 – 4,69
6,86 0,37 23,02 20,66 0,28 0,92 0,22 0,52 15,40 35,41 4,03
Kriteria sangat tinggi sedang sangat tinggi sedang sangat rendah rendah rendah sedang Sangat rendah tinggi sangat masam
PEMBAHASAN 1. Karakteristik Kesuburan Tanah Hasil analisis tanah status kesuburan lahan pasang surut di lima desa di Delta Telang II tertera pada Tabel 3. Nilai pH tanah berkisar antara 3,38 – 4,69 dengan rata-rata 4,03 tergolong sangat masam. Reaksi tanah demikian mempengaruhi ketersediaan unsur hara makro dan mikro. Kejenuhan Al mencapai 35,41 %, kelarutan kation-kation basa seperti K, Ca,Na, dan Mg rendah sehingga kejenuhan basa tanah-tanah di Delta Telang ini tergolong sangat rendah. Nilai kapasitas tukar kation di lokasi penelitian tergolong sedang dengan kisaran (10,88-30,45 cmol(+)kg-1). Kapasitas tukar kation memiliki pengaruh yang erat terhadap pH, hanya muatan permanen liat dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran ion. Dengan demikian pada pH yang rendah KTK juga relatif rendah. Pertukaran ion sukar terjadi karena ion terikat kuat di koloid organik atau fraksi liat dan mungkin hidroksi Al. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menaikkan pH, sehingga hidrogen yang diikat koloid organik dan liat berionisasi dapat digantikan. Demikian pula ion hidroksi Al yang terjerap akan dilepaskan dan membentuk Al(OH) (Tan, 1992). Kandungan unsur N -total tanah dari hasil analisis laboratorium tergolong sedang hingga tinggi tinggi dan rendah dengan kisaran (0.24 -0.51)%. Tingginya kandungan N di lahan dapat disebabkan adanya bahan organik dan sisa pemupukan di lahan. Kehilangan unsur N di tanah disebabkan penggunaan oleh tanaman atau mikroorganisme atau tercuci . Kandungan P berkisar 11,4-34,65 ppm berasal dari bahan organik yang ada di lahan dan dari sisa pemupukan. Kehilangan P di dalam tanah karena terfiksasi Al dan Fe pada pH rendah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan pengapuran terelebih dahulu sebelum melakukan pemupukan. Kandungan Kalium tergolong rendah berkisar antara 0,13-0,32 cmol(+)kg-1,tekstur tanah berpasir mengakibatkan pencucian hara dan sebagian besar hilang terangkut panen. Kandungan Corganik di kelima desa tergolong tinggi hingga sangat tinggi dan kandungan N tergolong cukup tinggi sehingga C/N tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pelapukannya belum lanjut. Kejenuhan basa pada lokasi penelitian tergolong sangat rendah. Pemberian kapur berperan dalam menetralisir pengaruh asam-asam organik yang meracun dan merugikan pertumbuhan tanaman (Suriadikarta, 2005).
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 2. Strategi Pemulihan Upaya untuk melakukan remediasi kesehatan dan kesuburan lahan pasang surut pada kelima d sa di Delta Telang II dapat dilakukan dengan mengelola tata air dan memberikan bahan pembenah tanah. Sistem pengelolaan tata air mikro berfungsi untuk: 1) mencukupi kebutuhan evapotranspirasi tanaman, 2) mencegah pertumbuhan gulma pada pertanaman padi sawah, 3) mencegah terbentuknya bahan beracun bagi tanaman melalui penggelontoran danpencucian, 4) mengatur tinggi muka air, dan (5) menjaga kualitas air di petakan lahan dan saluran. Untuk memperlancar keluarmasuknya air pada petakan lahan yang sekaligus untuk mencuci bahan beracun (Suriadikarta, 2005). Pemberian amelioran dapat berupa kapur atau bahan organic. Pemanfaatan pupuk hayati penambat nitrogen bebas seperti Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. mampu menurunkan penggunaan urea, mencegah penurunan bahan organik tanah dan mengurangi polusi lingkungan. Inokulasi Azotobacter sp. dapat menaikkan hasil antara 15 – 100% dan mengurangi penggunaan pupuk buatan hingga 30% (Danapriatna et al., 2010). Pemberian bahan organik selain sebagai sumber hara juga berfungsi sebagai pembenah tanah. Bahan organik yang diberikan harus memiliki C/N rendah atau telah matang (Kaderi,2 004). Senyawa organik yang banyak ditemukan pada lahan pasang surut adalah asam asetat, humat dan fulvat (Kyuma, 2004). Asam humik sebagai salah satu fraksi fungsional yang terdapat dalam bahan organik memiliki kemampuan memfiksasi ion-ion logam yang sifatnya dapat meracuni tanaman. Dengan total kemasaman sekitar 1000 meq 100 g-1, asam humat mampu mengkhelat sekitar 90 meq Al3+ g-1 (Stevenson, 1982 ; Tan, 2003). Pembenah tanah lainnya yang dapat diberikan adalah arang hayati (biochar). Keuntungan yang diperoleh yakni tidak perlu diberikan setiap musim karena arang memiliki persistensi yang tinggi di dalam tanah. Arang hayati mampu meretensi hara, meningkatkan KTK dan pH (Masulili et al., 2010). Selain pembenah tanah organik, penggunaan kapur pertanian dapat mengatasi masalah kemasaman tanah. Meningkatnya pH akan meningkatkan ketersediaan hara tanah, mengurangi keracunan aluminium dan logam berat. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan kebutuhan kapur adalah derajat pelapukan bahan induk, kandungan liat, kandungan bahan organik, bentuk kemasaman, pH tanah awal, metode kebutuhan kapur, dan waktu (Hakim dan Soepardi, 1989). KESIMPULAN 1. 2.
3.
Penilaian kesehatan menggunakan pendekatan indikator kinerja tanah menggunakan pendekatan hasil analisis tanah di laboratorium bersifat kuantitatif dan akurat. Kelas kesehatan tanah di Delta Telang II termasuk cukup sehat hingga sehat. Desa Banyu rip adalah sehat,sementara Mulyasari, Suka Tani, Suka Damai dan Muara Sugih termasuk cukup sehat. Upaya pemulihan kesehatan tanah atau meningkatkan kesehatan tanah dapat dilakukan melalui pengaturan tata air, pemberian pembenah tanah berupa kapur, bahan organik, dan arang hayati.
DAFTAR PUSTAKA
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Balittanah. 2005. Petunjuk Analisis Tanah, Air, Pupuk, dan Tanaman. Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Bierman, P. 2007. Ohio Soil Health Card. Centers at Piketon, Ohio State Univ. http://www.ag.ohio-state.edu/-pre
Danapriatna, N, T. Simarmata, dan Z. Nursinah. 2012. Pemulihan kesehatan tanah sawah melalui aplikasi pupuk hayati penambat N dan kompos jerami padi. CEFARS : Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah 3(2) Gugino, B.K., Idowu, O.J.,Schindelbeck, R.R., van Es, H.M., Wolfe, D.W., Thies, J.E. and Abawi, G.S. 2007. Cornell Soil Health Assessment Training Manual, Edition 1.2, Cornell University, Geneva, N.Y 59 pp.
Hakim, N., Syafriman, A., dan Soepardi, G. 1989. Effect of lime, fertilizers and crop residues on yield and nutrient uptake of upland rice, soybean and maize in intercropping system. In: Heide, J.V.D. (Ed.). Nutrient Kaderi, H. 2004. Teknik pemberian bahan organik pada pertanaman padi di tanah sulfat masam. Bulettin Teknik Pertanian 9(1).
Kyuma, K. 2004. Paddy Soil Science. Kyoto UniversityPress. Kyoto, Japan. 279 p. Las, I., S. Rochayati, D. Setyorini, A. Mulyani dan D. Subardja. 2010. Peta Potensi Penghematan Pupuk Anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawah di Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian. Jakarta. Lehmann, J dan S. Joseph .2009. Biochar for EnvironmentalManagement: Science and Technology. Earthscan-UK.p, 71-78. Masulili, A., Utomo, W. H., & Syechfani, M. S. 2010. Rice husk biochar for rice based cropping system in acid soil the characteristics of rice husk biochar and its influence on the properties of acid sulfate soils and rice growth in west kalimantan, indonesia. Journal of Agricultural Science, 2(1), 39-47. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/845502236?accountid=38628 OSU. 2009. Ohio State Health Card. OSU Centers at Piketon: Piketon Research & Extension Enterprise Center, OHIO. http://www.ag ohio-state deu/
Riwandi dan M. Handajaningsih. 2011. Relationship between Soil Health Assessment and the Growth of Lettuce . http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil DOI: 10.5400/jts.2011.16.1.25 Romanya, J., Serrasolses, I, and Vallejo, R.V.2010. Defining a framework to measure soil quality. www.ias.surrey.ac.uk/reports/DEFNBEST.../Romanyaetal_abstract.pdf . Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reaction. John Wiley and Son Inc. New York. USA. 443 p.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 08-09 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9 Subagyo, H. 2006. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa dalam Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor Subagyono, H., I.W. Suatika, dan E.E. Ananto. 1999. Penataan Lahan dan Tata Air Mikro: Pengembangan SUP Lahan Pasang Surut, Sumatera Selatan. Proyek Pengembangan Sistem Usaha Pertanian (SUP) Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta Sudana, W. 2005. Potensi dan prospek lahan rawasebagai sumber produksi pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian 3(2): 141-151 Suriadikarta, D.A. 2005. Pengelolaan lahan sulfat masam untuk usaha pertanian. Jurnal litbang Pertanian 24(1). Tan, K.H. 1992.Dasar-Dasar Kimia Tanah. GadjahMada University Press Widjaja-Adhi, I.P.G., Nugroho, D. Ardi, A.S. Karama.1992. Sumber daya lahan pasang surut dan rawa dan pantai: potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Hal:19-23. Dalam: Partohardjono, S., M. Syam(eds). Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa diCisarua 3-4 Maret, Bogor. Hal 19-23.