PENGUJIAN KINETIKA PENYERAPAN P PADA BEBERAPA GENOTIPE TANAMAN PADI Abstrak Untuk mempel.jari hubungan ketenggangan genotype padi terhadap P rendah dengan kinetika serapan P akM, dilakukan percobaan pengukuran kinetika serapan tujuh genotipe padi dengan tingkat ketenggangan berbeda berdasarkan hasil percobaan sebelumny.. Tanaman padi ditumbuhkan pada larutan hara Yoshida dengan kadar P 10 ppm selama tig. minggu dengan dua kali penggantian media. Pada minggu keempat dilakukan pelaparan P dengan memindahkan tanaman pada larutan harn minus P selama eropat bari. Laju serapan P diukur dengan memindahkan tanaman pada larutan serap berupa larutan hara Yoshida dengan kepekatan seperempat, kecuali untuk hara P dengan delapan tingkat konsentrasi. Parameter kinetika serapan (Imu dan Km) diltitung dengan metode Lineweaver-Burk-Plot. Hasil percobaan menunjukkan hanya eropat dari tujuh genotipe yang diuji menunjukkan pola serapan mengikuti pola Michelis-Menten, terdiri alas dua genotipe sangat tenggang dan masing-masing satu genotipe tenggang dan peka Satu genotipe sangat tenggang (Kaciak-3) menunjukkan nilai ImllX dan Km yang lebih tinggi dibanding genotipe peka. Untuk kondisi dengan ketersediaan P rendah dapa! disimpulkan pararoeter kinetik. serapan P tidak menentukan ketenggang genotipe ini terhadap P rendah di lapang. Dua genotipe lainnya yakni Gadih Ani-2 (sang.t tenggang) dan Dendang (tenggang) menunjukkan nilai Imu dan Km Iebih rendah dibanding nilai pada genotipe peka. Km yang rendah ini diduga merupakan salah satu komponen yang menunjang ketenggangan terhadap P rendah pada kedua genotipe ini. Abstract Phosphorus nptake kinetics of rice plant genotypes. It has been reported that nutrient uptake system in plant root contributed to tolerance of genotype to low nutrient availability. To study the probability of this matter for rice plant, an experiment to find relationship of uptake kinetics peubahs (Imax and Krn) of seven rice genotypes to their field tolerance to low P has been carried out in a glasshouse using Yoshida's nutrient solution. The plants were grown in the solution for three weeks, and then transferred to minus P nutrient solution for four days to induce low plant P status. The P uptake rates of genotypes were measured by transferring the plants to 0.25 strenght nutrient solution with a series of P concentration (0,333; 0,375; 0,429; 0,499; 0,600; 0,700; 1,000; 1,500 ppm) for 30 minutes, and uptakes were obtained by substracting the concentration before and after uptaking multiplied by solution volume. The uptake rates were then plotted to LineweaverBurl< Plot to obtain the uptake kinetics pararoeters. The results showed that only four genotypes showing uptake isothenn resembled that of Michaelis-Menten. One highly tolerant genotype (Kaciak-3) showed higber 1_ and Km than those of sensitive genotype. For low available P condition, it is concluded that uptake kinetics does not contribute to the tolerance of this genotype. The other highly tolerant (Gadih Ani-2) and tolerant (Dendang) genotypes showed lower Imax and Krn than those of sensitive one. It is concluded that low Km may contribute to the tolerance of these genotypes to low P.
100
Pendabuluan
Peningkatan sistem serapan (uptake system) fosfor pada tanaman yang
mengalami defisiensi P adalah salah satu mekanisme fisiologis yang dilaporkan sebagai adaptasi tanaman terhadap defisiensi P. Cogliatti dan Clarkson (1983)
melaporkan peningkatan sistem serapan P pada tanaman kentang yang mengalami defisiensi.
Junk et oJ. (1990) juga melaporkan perubahan kinetika serapan P
tanaman jagung sebagai respon terhadap defisiensi P. Kinetika sistem serapan P
juga telah dibuktikan oleh Nielsen dan Barber (1978) dapat mereflleksikan
serapan P pada tanaman jagung di Japang. Berdasarkan hal ini mereka meyakini bahwa pembentukan genotipe jagung yang efisien dalarn penyerapan P di lapang
dapat dilakukan melalui perbaikan kinetika serapan.
Nielsen dan Schjorring
(1983) juga menemukan kesesuaian paramater kinetika serapan P yakni
Km yang
rendah dengan serapan P genotipe barley di Japang. Secara umum terdapat tiga jenis percobaan untuk mempelajari kinetika serapan hana tanarnan (Tinker dan Nye 2000). Jems pertarna, tanarnan ditumbuh-
kan pada konsentrasi hara yang sarna selama beberapa waktu sehingga mengalami prapedakuan dan status hara yang sarna. Selanjutnya, tanaman dipindahkan pada medium dengan kadar hara bervariasi,
kemudian laju serapan diukur, dan
hasilnya diplotkan membentuk kurva laju serapan untuk mendapatkan parameter kinetika. Jenis kedua adalah dengan menumbuhkan tanaman pada larutan ham mengalir (flowing culture) selama jangka waktu yang cukup lama, kemudian serapan haranya diukur.
Jenis ketiga adalah dengan metode pengurasan
(depletion) di mana tanaman dengan praperlakuan yang sarna dipindahkan pada medium dengan kadar ham tertentu, dan kadar hara pada medium ini diukur dalam interval waktu tertentu, kemudian laju serapan hara dihitung. Percobaan ini bertujuan mempelajari kinetika serapan P tanaman padi dan melihat hubungannya dengan perbedaan ketenggangan terhadap P rendah di tanah sawah berdasarkan basil Percobaan I. Bahan dan Metode Tujuh genotipe padi dengan tingkat ketenggangan berbeda berdasarkan
basil Percobaan I (Gadih Ani-2, Kaciak-3, Dendang, IR 36, IR 64, dan Siarang)
101
ditumbuhkan pada medium larutan hara Yoshida (1976) dengan prosedur seperti pada Percobaan II dengan konsentrasi P yang sarna (10 ppm) selama tiga minggu.
Pada minggu keempat dilakukan pelaparan P (P starvation) selama empat hari dengan mengganti larutan hara iengkap dengan larutan hara tanpa P. Laju serapan P diukur dengan memindahkan tanaman ke larutan serap selama 30 menit dan menghitung serapan dari selisih konsentrasi P awal dengan konsentrasi setelah
penyerapan dikali voluroe larutan. Larutan serap yang digunakan adalah 0,4 L larutan hara Yoshida dengan kepekatan (strength) seperempat kecuali untuk P dengan 8 tingkat konsentrasi yakni 0,333; 0,375; 0,429; 0,499; 0,6; 0,75; 1.0; 1,5 Deret konsentrasi ini merupakan 1,5 kali deret proporsional terbalik (inversely
proportional) di alas dan di bawah 0,4 ppm. Penggunaan deret ini adalah untuk mendapatkan nilai V max dan Km yang dihitung dengan memplotkan data taju
serapan pada plot Lineweaver-Burk (Reid 2000) dengan syarat ada dugaan nilai K.,. Untuk tanaman padi nilai dugaan
Km yang digunakan adalah 0,4 ppm
berdasarkan hasil penelitian Otani et al. (1996). Hasil dan Pembahasan Pola Serapao Dari tujuh genotipe yang diuji kinetika serapannya, hanya empat genotipe
(Gadib Ani-2, Kaciak-3, Dendang, Siarang) yang memperlihatkan pola serapan yang mendekati pola serapan Michaelis-Menten (Reid 2000) (Gambar 19). Genotipe lainnya menunjukkan pola yang tidak jelas.
.,'
i_v2
'.V3 loV4
o
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi P (ppm)
Gambar 19. Serapan P (mg.mg akarĀ·1jamĀ· l) empatgenotipe tanaman padi VI, V2, V3, V4; Gadili Ani-2 (ST), Kac;ak-3 (ST), Den"""g (T), S;arang (P)
102
Tidak terlihatnya pola serapan Michaelis-Menten pada genotipe lainnya, dapat disebabkan korena pola serapannya tidak mengiknti pola tersebut, atau penguknran perubabao kadar P pada mediwn yang kurang aknrat.
Diduga
pengukuran kadar P medium secara spektrofotometri kurang akurat untuk mendeteksi perubahan ini.
Nielsen dan Barber (1978) menggunakan metode
pengukuran secara radiometri dan isotop
32 p
dalam mempelajari kinetika sempan
P pada tanarnan jaguog. Parameter Kinetika Serapan P Parameter kinetika serapan P (Imax dan Km) senng dikaitkan dengan
ketenggangan tanaman terhadap defisiensi P. Imax yang tinggi dan Km rendah dilaporkan merupakan karakter tanaman untuk ketenggangan terhadap defisiensi P.
Pada percobaan ini terlibat perbedaan peubab kinetika serapan P genotipe
(Tabel 46).
,~
tertinggi diperlihatkan oleh Kaciak-3, narnun
genotipe ini
memiliki K.. yang tinggi pula.
Tabe146. Parameter kinetika serapan P (Imax dan Km) empat genotipe padi Genotipe
'-
K..
Gadih Ani-2 (ST)
0,98
0,64
Kaciak-3 (ST)
1,52
1,80
Deodang (T)
0,88
0,85
Siarang (P)
0,94
1,25
Pada kondisi P terlarut yang rendah sebagaimana pada tanah lokasi penelitian ini (Tabel I) dan yang wnwn ditemui pada kebanyakan tanah (Tisdale et 01. 1985),
,~
yang tinggi tidak efektif dalarn penyerapan P (Nielsen dan
Barber 1978). Pada situasi ini afinitas karier akar yang tinggi terbadap P yang ditunjukkan oleh K.. rendah akan lebih efektif. Nilai K.. genotipe ini ternyata
lebih tinggi dibanding Km genotipe lailll1Ya, karena itu dapat ini disimpulkan bahwa ketenggangan genotipe ini tidak disebabkan oleh faktor parameter kinetika
serapan. tetapi oleh mekanisme lain yakni pembentukan massa akar yang tinggi seperti terlihat pada Tabe113.
103
Genotipe sangat tenggang Gadih Ani-2 dan genotipe tenggang Dendang
menunjukkan I<., yang lebib rendab dibanding I<., genotipe peka Siarang. I<., yang rendah ini diduga adalah salah satu faktor yang menyebabkan tingginya
serapan P pada genotipe ini pada perlakuan tanpa pupuk di lapang (Tabel 6). Karakter
Km
yang rendah pada genotipe tenggang ini merupakan potensi yang
dapat dimanfaatkan dalam perbaikan ketenggangan padi terbadap P rendab. Nielsen dan Schjorting (1983) juga menemukan kesesuaian antara I<., yang rendab dengan serapan P yang tinggi pada tanaman barley di lapang. Simpulan
Mutitas katier akar yang tinggi terbadap P yang ditunjukkan oleh konstanta
Michaelis-Menten (1<.,) yang rendah merupakan salah satu mekanisme yang
berperan pada ketenggangan terhadap P rendab pada pada tanaman padL
Nam~
mekanisme ini tidak terlihat pada semua genotipe tenggang. Daftar Pustaka
Cogliatti DH and Clarkson DT.
1983. Physiological changes and phosphate
uptake by potato plants during the development of. and recovery from phosphate deficiency. Physiol Plant 58: 287-294
Juuk A, Asher CJ, Edwards DO and Meyer D. 1990. Effect of phosphate status on uptake kinetics of mayze and soybean.
Dalam Beisichem ML (ed).
Plant Nutrition, Physiological and Application. Dordrecht, Netherlands. Kluwer Acad. pp. 135-142. Nielsen NE and Barber SA. 1978. Differences among genotypes of com in the kinetics ofP uptake. Agr Jour 70(5): 695-698.
Nielsen NE and Schorring JK. 1983. Efficiency and kinetics of phosphorus uptake from soil by vatious barley genotypes. Plant and Soil 72: 225-230. Otani T, Ae N. and Tanaka H. 1996. Phosphorus uptake mechanism of crops grown in soils with low P status. II. Significant of organic acid in root exudates of pigeonpea. Soil Science and Plant Nutrition 42 : 553-560.
Reid RJ. 2000. Kinetics ofnutrlent uptake by plant cells. Dalarn Rengel Z. (ed) Mineral Nutrition of Crops, Fundamental Mechanisms and Implications. Food Products Press. New York. pp. 41-66. Tinker PB and Nye PH. 2000. Solute Movement in the Rhizosphere. Univ. NY.
Oxford
104
Tisdale SL, Nelson WI and Beaton 10. Macmillan Publishing. New York
1985. Soil Fertility and Fertilizers.
Yoshida S, Forno DA, Cock JH, Gomez KA. (1976). Laboratory Manual Jor Physiological Studies of Rice. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines.