Balai Besar Tekstil
PENGOLAHAN BIOLOGI AIR LIMBAH PENCELUPANDANPENYEMPURNAAN DENGAN REAKTOR UPFLOW ANAEROBIC SLUDGE BLANKET (UASB) Oleh: Doni Sugiyana, Rr. Srie Gustiani BaIai Besar Tekstil JI. A. Yani No. 390 Bandung Telp. 022.7206214-5 Fax. 022.7271288 E-mail:
[email protected] Tulisan diterima:
14 Oktober 2010,
SeIesai diperiksa:
22 November 2010
ABSTRAK Studi ini menginvestigasi proses start-up dan performa pengolahan anaerobik dari reaktor UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) skala laboratorium untuk mengolah air limbah pencelupan dan penyempurnaan (Dyeing FinishinglDF) tekstil. Pengamatan bertahap ditujukan pada perkembangan lumpur selama start-up dan pengaruh beban organik (organic loading ratelOLR) terhadap penyisihan organik dan warna pada air limbah DF. Seeding awal biomassa diambil dari lumpur tangki septik anaerobik rumah tangga dengan konsentrasi seed 10 g-VSS IL. Proses start-up dilakukan dengan OLR substrat bertahap hingga 2,0 kg-COD/m3.hari dan beban lumpur (sludge loading ratelSLR) 0,71 kgCOD/kg-VSS.hari pada waktu retensi (HRT) 24 jam. Start up selama 90 hari secara signifikan telah meningkatkan konsentrasi lumpur hingga 20 g-VSSIL. Dengan kenaikan OLR 1,2; 2,3; dan 3,3 kg-COD/m3.hari pada waktu retensi tetap 24 jam, penyisihan COD berkurang masing - masing sebesar 56,0; 49,7 dan 41,9%, sedangkan penyisihan SS berkurang masing - masing sebesar 51,9; 51,4 dan 48,7%. Penyisihan warna adalah sebesar 83,7; 78,6 dan 78,7%, masing - masing, untuk beban organik yang telah disebutkan. Kata kunci: Air limbah tekstil DF, Reaktor UASB, Start-up, Beban organik (OLR) ABSTRACT This study investigates start-up process and anaerobic process performance of laboratory scale UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) reactor treating textile dyeing finishing (DF) wastewater. Gradual observation was focussed into the sludge development during start-up and the effect of organic loading rate (OLR) to the organic and color removals from DF wastewater. Initial seeding for biomass was taken from municipal anaerobic septic tank sludge at seed concentration of 10 g- VSSIL. Start up process was carried out at gradual OLR from substrate up to. 2,0 kgCODlm3.d and sludge loading rate (SLR) of0,71 kg-COD/kg-VSS.d at hydraulic retention time (HRT) of24 h. 90 days of start-up was significantly increased seed concentration until 20 g-VSSIL. As OLRs increased by 1,2; 2,3; and 3,3 kgCODlmJ.d at fixed HRT of 24 h, COD removals decreased by 56,0; 49,7 and 41,9%, respectively, meanwhile SS removals decreased by 51,9%; 51,4% and 48,7%, respectively. The color removals were 83,7; 78,6 dan 78,7%, respectively, for aforementioned organic loadings. Keywords:
Textile DF wastewater, UASB reactor, Start-up, Organic loading rate (OLR)
PENDAHULUAN Industri tekstil pencelupan dan penyempurnaan (Dyeing FinishingIDF) merupakan salah satu jenis industri dengan produksi air Iimbah dengan beban pencemaran tinggi karena mengandung multi komponen pencemar (zat warna, kanji, berbagai jenis garam dan zat pembantu tekstil) yang menyebabkan kesulitan dalam pengolahannya. Berbagai variasi jenis dan konsentrasi zat warna yang tidak terfiksasi pada bahan tekstil akan terbawa daIam air limbah dan mengakibatkan air limbah DF secara
-~. estetika tidak dapat diterima. Salah satu go long an zat warna komersial yang paling ban yak digunakan dalam industri tekstil saat ini adalah zat warna azo dengan persentase pasar diatas 50% (1). Pengolahan air limbah berwarna secara biologi baik aerobik maupun anaerobik secara intensif telah banyak dipeIajari di samping metoda kirnia koagulasi, adsorpsi, dan oksidasi maupun membran filtrasi. Namun, biodegradasi air limbah DF mengandung zat warna azo sulit dilakukan dengan metoda biologi aerobik. Hal ini disebabkan adanya
Pengolahan Biologi Air Limbah Pencelupan dan Penyempurnaan Blanket (UASB) (Doni Sugiyana, Rr. Srie Gustiani)
dengan Reaktor
Upflow Anaerobic
Sludge
91
Balai Besar Tekstil
ikatan azo (N=N) yang memiliki karakteristik dapat menarik elektron, sedangkan pada kondisi aerobik oksigen merupakan penerima elektron menggantikan zat wama azo. Pada kondisi anaerobik, zat wama azo menjadi terminal penerima elektron pada rantai perpindahan elektron dan mampu memutuskan ikatan azo (2). Di samping itu, pengolahan anaerobik mampu menyisihkan pence mar dari air limbah dengan produksi lumpur dan kebutuhan energi yang lebih rendah dibandingkan metoda aerobik (3). Dalam beberapa dekade terakhir, reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) adalah sistem pengolahan anaerobik yang paling ban yak dikembangkan dalam pengolahan air limbah domestik dan industry (4). Dalam penerapan secara umum, reaktor UASB terbukti efektif menyisihkan pencemar dengan kelebihan dalam ukuran reaktor yang kompak dan kebutuhan energi yang rendah. Tetapi beberapa studi pengolahan air limbah tekstil berwarna dengan reaktor UASB, mengemukakan bahwa penyisihan pencemar organik relatif kurang memuaskan (5,6,7,8). Namun demikian, pengolahan anaerobik berpotensi meningkatkan tingkat kedapatolahan (treatability) efluen limbah untuk dilanjutkan dengan pengolahan lanjutan (post-treatment). Percobaan UASB oleh Ong, dkk., (2005) pada pengolahan air limbah mengandung zat warna azo Orange IT (OLR 0,3 glL.hari) hanya mencapai penyisihan COD rata - rata 45% pada HRT 48 jam. Pengolahan lanjutan efluen UASB dengan SBR (sequencing batch reactor) mampu mencapai penyisihan COD total hingga di atas 90%. Studi reaktor UASB dalam pengolahan limbah berwarna merupakan subjek yang masih intensif dievaluasi dengan hasil yang bervariasi. Dalam penelitian ini dilakukan desain dan konstruksi reaktor UASB skala laboratorium pengembangan biomassa anaerobik, analisi~ pertumbuhan biomassa pada masa start-up dan evaluasi performa reaktor. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi proses start-up dan performa penyisihan pence mar organik dan wama dari reaktor UASB skala laboratorium dalam pengolahan air limbah tekstil DF pada beban organik yang berbeda. METODOLOGI Reaktor percobaan UASB dan seeding lumpur. Reaktor U ASB dibuat dalam skala laboratorium, berbentuk tabung transparan dengan bagian dasar berbentuk corong dan bagian atas yang"' melebar yang berfungsi sebagai zona pengendapan atas. Bagian pemisah 3 fase: gas-liquid-solids (GLS) dibuat di bagian dalam zona pengendapan atas. Skema detail dari reaktor UASB ditunjukkan pada Gambar l. Diameter internal reaktor adalah 80 mm pada bagian zona reaksi dan 100 mm pada zona pengendapan bawah, dengan tinggi total 960 mm, memberikan volume efektif reaktor 5 liter. Katup sampling dibuat sepanjang tinggi reaktor dengan interval 120 mm untuk memperoleh data profil karakteristik lumpur dalam 92
reaktor. Seeding lumpur anaerobik dikembangkan dari lumpur anaerobik tangki septik limbah rumah tangga dengan konsentrasi seed 10 g-VSS IL.
• 7
!; OI~ Gambar 1. Skema percobaan dengan reaktor UASB Substrat dalam masa start-up Dalam masa pertumbuhan awal mikroorganisme anaerobik (start-up) digunakan substrat sintetis dengan komponen utama kanji, glukosa dan pepton, dengan komposisi detail seperti pada Tabel I. Komposisi substrat ditujukan untuk memenuhi seluruh komponen yang diperlukan dalam tumbuh kembang mikroorganisme. NaHC03 ditambahkan untuk memberikan kapasitas buffer dalam mempertahankan pH optimal untuk perkembangan biomassa anaerobik.
Air limbah DF simulasi Simulasi air limbah dibuat mendekati air limbah DF mengandung zat wama azo. Komposisi dan karakteristik limbah cair simulasi yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2. Zat warna azo yang digunakan adalah Reactive Black 5 sebanyak 100 mg/L dari total konsentrasi limbah cair, Hidrolisis zat warna azo dilakukan dengan cara menyesuaikan stok limbah zat warna azo pada pH 12 dengan penambahan NaOH dan memanaskan
Arena Tekstil Volume 25 No. 2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil
~il:Hil:leffiSeHHm §§8§ §elamit ~ Jam: Higmli§i§ IHHli! ail1l1mhR HeR~aRmefleitm~Hfl€llRl€aRf aEfl~itf! NaAfi geBa~aj §l@1€ HilR HiBiafl€afl Halilffi teffi~eHHHFfHim~llf! §elaffia ~4 jaffi: banwm iRHul€aiF Iim13afl§e13ell:lffiHi~I:IRal€af!€ii§i~il:R ~ada teffi~efamf 48@ HfltUI€ffiem~enaflaRl€aR l€itHll€tefliffiBaft1lflifi§ial: campur~n
TaB@1 L ~8ffi~8§i§i §1l8§tnH§e!affill §itlFf=1:$
(~}
i1l138filtmiHffi€iilal€Hl€ilR13eHlil§ilfl€ilR§tamlilf€l Meth~€l
OO}: 'fill t~1 j. ~@ffil'l@§i~' §i ffiHlil§iAif bi m13£lhTel€§tiI en
No
~ftlflllOHtm
i{OH§@Htf§§i
(maiM I
§
I(£lrui A§affi £l§et£lt ~ilt WilfRail~ Nil{:UI I=h§§:! Nil?§§1 NaH§§'l §IHI€@§£l
~
N!!§l
~
;3
4 §
8 '1
I~§§ §§§ WO M§ 3~1 1§§O ~§t}g 1031
l(£lf£ll€tefl§HI€ 1Yflim1311n lJM i §§D i §§ i A§§~f13!!fi§iWilfRlli
MR!;It:,4: =ht:J 'l 34:~fh~ :
~
:
~
FYH!§i
§i~ifU~ I~M
D~ift~ Hi€lmli§i§ ~M
Fil€§l!§iH\!: DY~f §yb§ifat IIftfi@mlMl€ FiI€§ll§i£, w,
~l@;!; ('}ll~ eH== J) ~~('}('};!; H~~(H == J) I M eE I ~ CH == J) ~j~~eE (Ml@ (ij == J) ~ == ~~~ ftm
Itl
11
.!
.3
1lA81t DAN PEMIAHAIAN P@FfUmlJuhfln lJiBmfl~~g
lumpuf
§mfil€ lJ~fl€~ffibafi~!ml€~fi§~I\tfa§i h:lm~lir (~=V~M,,) j(§fim~ff3!3@ffi,~i§RfllJ:i@R@iUf€lR
§elHflln fafi~~llillf\ lJeffi~ballft illl1l1ml€flfl~atlll teffiIJefat\1f milli~im {~~ = ~tlge). ~lafl=1lfJ €l@ft~iUl §!:l.\:)§iRlt §lfiletl§ @akukllf! dl!f\~llftwal€ty mt@fi§iM jam ~eR~aR 13(}ban of~£injk ~I!f §lltmm WaKty (~f~flni€ toodine FtW!/OLR) YM~ b@ftahap~O!~~i Ol~i llQ flim ~lO ~ OD/m~JmrL Pl!fkl!ffib!ln~af! K§ft§tmtrll§i §iOO1al!! ,.fta~i)bik setama ~'lflPl=u/J tlipllfttal! §~tiap l(,} flaFi . • ,r 90 hari. P~ril@bailnplm~~lahafi 1YrUm§aft ~ lil J dtlalmkan dl!n~af\ wi!ktu mtl!ft§i tl!ta~ ~ft ji!ffi! \lIs ",JH 30 hIDi mlUmtfMlli§i dl!f\~aft (,)lJl tM 1€1§~ OOIMm~,haril dilanjlJtkaft variil§i OLlt Il~i ~l~l daft ~\~ ~eOD/m\harl. -... ~f\~amatl:m t~rhadap !lilt!! variil§i OLR ~Uq\(u~qn !l~lam1! 30 haft d~ftglln fffilm~fl§i ~ll~~mbH9.fi data lmllliHl§ ~fhl!m ti~a kali dalam §!ltu m~~Mu untuk m~mp~mll~h tfl!fld f1~fUbahilf!lrufilita§ \\:a~l pt!~()lahllf! m~lil'uti l'afilml!t~r-;pH, ~Sl (;(')b) dilfl qq".~{Wbafisi warns. prom kefl!l,.mtrl!§ilumpuf bjgle~i ~~ VSSIL) dlhlkukafl lunu kllli tiill' bUlaf\ J:)lldllmil§§ !i.lfiIlrt=up dan p~fI~elllhllfl air Iimbah! Yfltuk ml!fi~l!tllhYi lfM"k~mban~afl biomll!!llll tlflal!febik d£ifl kllf£iKtl!ft!!ti k ~fldllPem lumpur, Afltl1i!d!J yji p£ifl!m~t~f <.
~3h3ft
~t
.;.
€l1l1£lffiffii!l€t~ UA§1l yafi~ tli~~fi~llfUhi ~~fUbah9.fi O~ €l!m~bR (~lud~(} l~flding ffit€) §i!lama §taft~Up tlaft ~@ft~~lilhaI\Uffibllh ~F tlHlI!~YkkaI\ pllt!a Oamhilf ~, ~ftYmftflft daft ~~tft~lmtaft ktmi\~fttfa!li lum~\lr tlalam ffillKt~ m@f\l~llkaftAi!hYllhpro~~§ k~§t!Hmhaft~a!1 afttaf{\ J)~mbt!fttYkaftbi~ma§§a tlM IUmp\!f yafl~ ki!IUaf b@f§ama ~fI\!~ft (Wtl~/wut) (~), Patla lO hIDi ~m\lma §taft~U~! ffi@§klPUftt!~fi~aft OUt bl!ftahaPI ttM'jatli p~Uf\lfiilft k~ft§~mfa~l IUmpyI' ht~~a ~!91 ~NSSIL (lO~ r~duk~i lumpur), S~ama mll§a aWal ~UifH1P §lflt~§j§ bigma§§a b~IYm b~fhm~§\!f\g int~n§if §~daft~klm K~ampYaf\ m~!1~dap l\lm~\Jf §~~din~ ffia§lh ffifltlaft §~ifl~~a m~~akjbatkan Wtl8hm.lt, t)~ft~llft p~bi!ihft kafaMWiltlk p~f\g~mdllPaft lumplJf tlaft p~ffib~I\tukllft ~fMul §t!laffia ~ hulem bwkutnYlll §iftt~§i!l higmaflfll! m~njn~kat §~danglmn velume WtlS{wut blM'kufaft~1 §~hi~ga seesra b~rtahilp kgn§l!fttra§i lumpuf hwambElh, SI!I!!m!! wilktu ~(tlFt=UlJ §I!lama 3 bylfifl! Imn§l!fttfa§i mill = rata bigma~§a lum~ur m~njn~ht hin~~a ~O gNSSIL 06o~ pl!ftumbufum lumpur), Ob§~\lIli!i tl!rhlldllp grll!1ulll§l selama mll§ll 8iflfNfP ml!mpl!rlihlltklln b!!hw!! grilnul!!i!l t~jlldl ill!ellrll pro~m§ir di b£igi£in tlll§ar m£iKtgr dlMl~(m tlifim~tl!r ~fMul yan~ ttwU§b~rtllmb£ih, P!!dll llkhlr masa !!tllft~up
Blololi Air Llmbah P@IUllduPlftdin Ptmy@mpurnlum d@ftllft R@3ktor Vpflow An3@robic SludlQ 93 (VASB) (Doni Su,iytlntl, Rr. STill Gustitlni)
Balai Besar Tekstil
dibandingkan dengan laju pertumbuhan menggunakan substrat saat start-up.
diameter rata-rata granul meneapai 1 - 3 mm, yang mengindikasikan maturasi proses anaerobik (11).
dengan
Karakteristik pengendapan lumpur Profil distribusi konsentrasi lumpur sepanjang tinggi reaktor (Gambar 3-a) memperlihatkan perubahan karakteristik pengendapan yang bertahap pada masa start-up. Pada saat awal substrat memasuki reaktor, lumpur menyebar dan mengembang membentuk selimut. Dengan adanya pembentukan granul, biopartikel lumpur akan terstratifikasi berdasarkan ukuran dan berat (9, 12). Partikel berukuran lebih besar seeara gravitasi akan tertahan di bagian bawah zona reaksi, sedangkan partikel berukuran lebih kecil mengendap di bagian reaktor lebih atas. Saat terjadi maturasi granul (setelah hari ke-60), lapisan lumpur yang ken tal dan encer secara visual tampak terpisah dalam zona· reaksi. Ukuran biopartikel akan terdistribusi dalam reaktor seperti ditunjukkan dalam profil konsentrasi lumpur pada Gambar 3-a. Biopartikel berukuran lebih besar (granul) mengendap di bagian bawah membentuk lapisan lumpur, sementara partikel berukuran lebih keeil akan tersuspensi mernbentuk selimut lumpur diakibatkan oleh peneampuran oleh aliran vertikal fluida dan pembentukan gelembung gas. 30
eo
eo
120 150 180 210
W«klu (bIIrU Substrat start-up __ Hari30
• 80
Gambar 2. Grafik pertumbuhan konsentrasi lumpur pada variasi SLR dan OLR selama start up dan pengolahan air limbah DF dalam reaktor UASB. Percobaan dengan influen air limbah DF dimulai dengan proses transisi pada OLR dan SLR masing-masing 0,6 kg-COD/m3.hari dan 0,15 kgCOD/kg- VSS.hari. Pada masa transisi tampak adanya penurunan konsentrasi lumpur hingga 17,3 g-VSSIL yang dipantau 30 hari kemudian. Fenomena penurunan jumlah biomassa diakibatkan oleh proses penyesuaian biomassa dengan influen air limbah, sehingga pada masa ini sebagian biomassa anaerobik mengalami washout selama masa transisi. Selepas masa transisi, pada peningkatan OLR dan SLR masing - masing menjadi 1,2 kg-COD/m3.hari dan 0,347 kg-COD/kgVSS.hari, washout tampak berkurang dan konsentrasi lumpur sedikit meningkat menjadi 18 g-VSSIL dalam waktu 30 hari berikutnya. Peningkatan OLR dan SLR dalam fungsi waktu se!anjutnya seeara signifikan berbanding lurus terhadap peningkatan konsentrasi biomassa. Dari hasil ini, tampak bahwa biomassa anaerobik dalam U ASB mampu beradaptasi terhadap air limbah DF dengan kemampuan dalam mempertahankan sintesis biomassa dan mengurangi washout. Meskipun demikian, secara keseluruhan tampak bahwa laju pertumbuhan biomassa pada percobaan dengan air limbah DF menjadi lebih lambat
94
-ll-HariOO -.-Hari
90
\
O~------~----------~ o 10
Konsentrasi
20
30
lumpur
40
50
(g-VSSlLI
Substrat fimbah __ Hari3O
80
-ll-HariOO -.-Hari
90
-" O~-- __--__--__--__--~
o
10 Konsentrasi
20
30 lumpur
40
50
(g-VSSJL)
Gambar 3. Profil konsentrasi lumpur anaerobik sepanjang tinggi reaktor
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-112
Balai Besar Tekstil Karakteristik pengendapan lumpur pada percobaan dengan air limbah DF (setelah melalui transisi) diperlihatkan pada profil konsentrasi lumpur (Gambar 3-b). Meskipun sebelumnya telah disebutkan bahwa setelah melalui transisi terjadi washout yang mengakibatkan penurunan konsentrasi lumpur dibandingkan konsentrasi awal setelah start-up, namun hal ini tidak terlalu mempengaruhi karakteristik pengendapan lumpur. Sebanyak 100 g/l lumpur anaerobik terkonsentrasi di zona pengendapan membentuk lapis an lumpur dengan mekanisme retensi dan separasi. Retensi terjadi di bawah reaktor akibat formasi biobutir dan separasi dibagian atar reaktor (alat separator) (13).
inhibisi dari garam sangat mungkin turut berkontribusi di samping proses asidogenesis. Efisiensi penyisihan COD pada efluen UASB sebesar 56% pada variasi beban organik 5 kgCOD/m3.hari juga diperoleh oleh Sponza, D.T. and Isik, M., (2002) yang meneliti pengolahan air limbah zat warn a azo Reactive Black 5. Post-treatment dengan reaktor CSTR berhasil mencapai penyisihan COD total hingga 96%.
4r---------------------~ .~ J:
J
:9 Penyisihan pencemar organik Efisiensi penyisihan pencemar organik dari Iimbah DF dalam penelitian ini diinvestigasi berdasarkan perubahan beban organik (OLR) seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Dalam seluruh rangkaian percobaan pengolahan limbah DF pada OLR yang berbeda, tampak bahwa pH efluen pengolahan berada pada rentang pH netral (6 - 8). Hal ini terjadi dengan adanya pengaruh penambahan buffer pH pada influen air limbah DF. pH efluen yang terpantau secara umum masih dalam rentang pH optimal bagi proses metabolisme bakteri metanogen (6,5 - 7,5) (3). Namun demikian, terdapat kecenderungan penurunan pH terutama pada OLR yang lebih tinggi. Hal tersebut mengindikasikan adanya inhibisi terhadap bakteri metanogen yang dimungkinkan oleh dominannya proses asidogenesis dibanding proses metanogenesis (14). Pad a percobaan dengan peningkatan OLR: 1,2; 2,3; dan 3,3 kg-COD/m3.hari, penyisihan rata rata COD diperoleh masing - masing sebesar 56,0%, 49,7% dan 41,9%. Sedangkan penyisihan rata - rata SS diperoleh masing - masing sebesar 51,9%, 51,4% dan 48,7%. Hasil tersebut menunjukkan peningkatan beban organik berpengaruh terhadap penurunan efisiensi biodegradasi pence mar organik. Kurang efektifnya penyisihan organik seiring dengan penambahan OLR dimungkinkan oleh adanya akumulasi dari substansi intermediate seperti volatile fatty acidNFA (asam butirat, propionat, dan asetat) dan produk - produk pecahannya yang tidak terkonversi menjadi metan (6 ,7). Akumulasi tersebut terjadi akibat tidak efektifnya laju metanogenesis sedangkan asidogenesis lebih dorninan, hal ini dapat diakibatkan oleh beban organik dan konsentrasi zat wama dari limbah DF yang masih terlalu tinggi. Dalam studi lain (8), disebutkan bahwa garam (Na+) yang terkandung dalam air limbah DF dalam konsentrasi tertentu merniliki kapasitas inhibisi terhadap bakteri metanogen dalam reaktor UASB. Hal ini terlihat dari kecenderungan bahwa meski pH efluen mengalami penurunan, namun masih berada pada rentang optimal bagi metanogen. Sehingga pengaruh
r
3
I
2
It: .J
o
1
o~--~--~----,-------~ --J.n~======================~--6 -ts-pH eft.
4
--+-pH in!. 2
o~--~--~----.---~--~ '-t-COD-eff.
__
COD-in!. -<>--Efisiensi COD
100
::J -Cl;,-,30=O=O-+-~~~~-
180~
.§. C
8
2000
'. ~
••••••••••••••
~
~
.~
"'tMW..
"E
. 60 e ' ~
••••••••••••••
QJo..J"'V
'iij 40':;'
vvv
~
1000 l " u •••••••••••••••
~
.••••••••••••••••
20
CL..
~ '-t-SS-eff,
__
SS-inf.
-<>--Efisiensi SS
r-~~~~~~~~~-------.100 :J"180 ~
8O~
i 80 ~ 120
~~
_
'in
y.,.•.•••,..,...
l! •.• c:
~ ~
40
~4O~
~
's:.
201l.
c:
~
60
n
Ci__ 1J:;l:c&Q(i:,~ &~
O~--~~--_.,_--_--.,__-__fO
o
20
40
60
80
100
Waktu (hari)
Gambar 4. OLR, pH, COD, SS dan % penyisihan COD dan SS sepanjang percobaan Penyisihan warna Penyisihan warna selama percobaan dengan vanasi peningkatan OLR sebagaimana dibahas sebelumnya ditampilkan pada Gambar 5, dengan efisiensi penyisihan rata-rata pada setiap variasi OLR sebesar 83,7; 78,6 dan 78,7%. Hasil ini menunjukkan
Pengolahan Biologi Air Limhah Pencelupan dan Penyempurnaan Blanket (UASB) (Doni Sugiyana, Rr. Srie Gustiani)
dengan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge
95
Balai Besar Tekstil
zat warna azo sehingga mampu menyisihkan warna, pecahan senyawa amina aromatik masih perlu diidentifikasi. Pengolahan anaerobik UASB juga mampu memelihara kestabilan konsentrasi biomassa dan kemampuan pengendapan lumpur dalam kontaknya dengan air limbah tekstil.
adanya pemutusan rantai zat warn a azo yang cukup efektif dari mekanisme biodegradasi anaerobik. Peningkatan OLR awalnya menunjukkan pengaruh terhadap penurunan persentase penyisihan warna, namun pada OLR yang lebih tinggi ternyata perubahan beban organik tidak terlalu mempengaruhi penyisihan warna.
DAFTARPUSTAKA
--k- AIls. efluen -+- AIls. awal-o- Penyisihan wama 2.5 ,----------------,-
100
-.c ~
80
"i ~ 1.5
EIV
f
60 ~
••••••••••••••
j
III
C 10
1 t •• t4 ••~.+ ••~.~.t4••~.+ •••••
40 s:
"i
'>,
•..
0.5
~
20 eQ) Q.
~~
0-1:-------,..--...,..---...,..-----,----+
o
20
40
60
80
0
100
Waktu (hari) Gambar 5. Grafik perubaban absorbansi warna dan % penyisihan warna sebagai fungsi waktu
Efektifnya penyisihan warna tidak sejalan dengan efisiensi penyisihan organik yang kurang optimal terlebih pada OLR yang lebih tinggi. Secara teoritis zat warna azo dapat terdekolorisasi dalam kondisi anaerobik (2), namun pada level OLR yang diterapkan dalam percobaan ini produk-produk pecahan zat warna azo seperti senyawa-senyawa aromatik tidak termetabolisasi sempurna dan menyebabkan residu COD (6,7). Dengan adanya peningkatan OLR maka residu ini akan semakin sulit untuk dapat dikonversi menjadi produk akhir metan. Perbedaan efisiensi penyisihan warna dengan penyisihan organik juga dapat dijelaskan sebagai perbedaan bakteri yang berperan dalam proses biodegradasi. Penyisihan organik terkait dengan proses metanogenesis yang dalam kondisi tertentu dapat mengalami inhibisi, sedangkan penyisihan warn a dalam proses anaerobik terkait dengan bakteri asidogenik, di samping bakteri metanogenik (14).
KESIMPULAN Pengolahan anaerobik UASB mampu menyisihkan pencemar organik dalam air limbah tekstil, namun kualitas efluen masih perlu ditingkatkan dengan menambahkan post treatment. Dalam penelitian ini pengolahan anaerobik mampu memutuskan rantai
96
[I]
Weber dan Adams, 1995 dalam Wiloso I.E.,2002, Penanganan Limbah Cair Berwarna Mengandung Senyawa Azo secara Biologi Khususnya oleh Jamur Penicillium sp.L2, Laporan Riset Unggulan TerpaduVII Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan Pusat Penelitian Kimia LIPI. [2] Manurung, R. Hasibuan, R., Irvan (2003), Perombakan zat warna azo reaktif secara anaerob-aerob, Fakultas TeknikJurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. [3] van Haandel, A.C. and Lettinga, G., (1994), Anaerobic sewage treatment. A practical guide for regions with a hot climate, John Wiley & Sons Ltd., Chicester, UK. [4] A. Tawfik, G.Zeeman, A. Klapwijk, W.Sanders, F.EI-Gohary and G.Lettinga, (2003), Treatment of domestic sewage in a combined UASBIRBC system. Process optimization for irrigation. purposes. Water Science and Technology, Vol48 No 1 pp 131-138, © IWA Publishing 2003 [5] Ong, S.A., Toorisaka, E., Hirata, M., Hano, T., (2005) Decolorization of azo dye (Orange II) in a sequential UASB-SBR system, Separation and Purification Technology 42297-302 [6] Sponza, D.T. and Isik, M., (2002) Decolorization and azo dye degradation by anaerobic/aerobic sequential process, Enzyme and Microbial Technology, 31 102-110 [7] Isik, M., (2004) Efficiency of simulated textile wastewater decolorization process based on the methanogenic activity of upflow anaerobic sludge blanket reactor in salt inhibition condition, Enzyme and Microbial Technology 35 pp. 399404 [8] O'Neill, c., Hawkes, FR., Hawkes, D.L., Esteves, _~. S., and Wi1cox, S.1., (2000) Anaerobic-aerobic biotreatment of simulated textile effluent containing varied ratios of starch and azo dye. Water Resources, Vo\. 34, No.8, pp. 2355-2361 [9] Van, YG, and Tay, J.H.,(l997), Characterisation of the granulation process during UASB start-up. Water Resources, Vol 31, No.7, pp. 1573-1580. [10] APHA, AWWA, 2005. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 21th ed. American Public Health Association, Washington, DC.
Arena Tekstil Volume 25 No.2 - Desember 2010: 57-/12
]
]
Balai Besar Tekstil
[11] L.W. Hulshoff Pol, S.I. de Castro Lopes, G. Lettinga, P.N.L. Lens (2004), Anaerobic sludge granulation Water Research 38 1376-1389 [12] Yu Liu, Hai-Lou Xu, Shu-Fang Yang, Joo-Hwa Tay, (2003), Mechanisms and models for anaerobic granulation in upflow anaerobic sludge blanket reactor Water Research 37 661-673
[13] http://gedehace.blogspot.coml2006/04/uasbupflow-anaerobic-sludge-blanket.html [14] Chinwetkitvanich, S., Tuntoolvest,M., and Tanswad, P., (2000), Anaerobic decolorization of reactive dyebath effluents by a two-stage UASB system with tapioca as a co-substrate, Wat. Res. Vo/. 34, No. 8, pp. 2223-2232
Pengolahan Biologi Air Limbah Pencelupan dan Penyempurnaan Blanket (UASB) (Doni Sugiyana, Rr. Srie Gustiani)
dengan Reaktor Upflow Anaerobic
Sludge
97