Perjanjian No: III/LPPM/2016-02/85-P
PENGGUNAAN THERMOCHROMIC LIQUID CRYSTAL (TLC) UNTUK PENCITRAAN TERMAL
Disusun Oleh: Risti Suryantari, S.Si, M.Sc Flaviana, S.Si, M.T
Pembina: Dr. Aloysius Rusli
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2016
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL
i ii iii iv v
BAB I.
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah I.3 Tujuan I.4 Manfaat
1 1 2 2 2
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA II.1 Thermochromic Liquid Crystal (TLC) II.2 Aplikasi Thermochromic Liquid Crystal (TLC) II.3 Perpindahan Kalor II.4 Pengolahan Citra pada Permukaan TLC
3 3 6 7 8
BAB III. METODE PENELITIAN III.1 Tahapan penelitian III.2 Lokasi penelitian III.3 Rancangan Penelitian III.3.1 Alat dan Bahan III.3.2 Prosedur Penelitian III.4 Pengolahan Citra pada Permukaan TLC III.5 Analisis
12 12 12 12 13 14 14
BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Hasil Citra pada Permukaan TLC V.2 Hubungan Antara Nilai Mean Hue Citra Permukaan TLC dengan Kenaikan Temperatur Logam V.3 Hubungan Antara Luasan Area Warna yang Terbentuk pada Permukaan TLC dengan Kenaikan Temperatur Logam V.4 Pola Distribusi Energi Kalor pada Permukaan Logam, yang Ditunjukkan oleh Citra Permukaan TLC
15 16 16
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN V1.1 Kesimpulan VI. 2 Saran
24 24 24
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
25 26
ii
19 20 22
ABSTRAK Thermochromic Liquid Crystal (TLC) memiliki respon terhadap perubahan temperatur yang ditunjukkan oleh perubahan warna sesuai dengan spektrum cahaya tampak. Keunikan bahan ini membuat TLC dapat diaplikasikan untuk mengamati berbagai fenomena termal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengaplikasikan TLC R30C5W untuk mengamati peristiwa perpindahan kalor pada permukaan logam kuningan dan besi yang mengalami kontak dengan permukaan TLC. Setelah diterapkan proses pengolahan citra, dilakukan analisis secara kuantitatif berdasarkan nilai hue dari citra HSV permukaan TLC. Hasil menunjukkan, seiring dengan meningkatnya temperatur permukaan logam, nilai mean hue dan jumlah piksel dengan nilai hue ≠ ‘0’ pada citra permukaan TLC akan meningkat. Untuk permukaan TLC yang kontak dengan logam kuningan, nilai mean hue dan jumlah piksel dengan nilai hue ≠ ‘0’ pada citra permukaan TLC lebih tinggi daripada citra permukaan TLC yang kontak dengan logam besi. Selain itu, nilai hue sepanjang garis tengah lingkaran pada permukaan TLC, baik yang kontak dengan permukaan logam kuningan maupun besi, menunjukkan pola yang sama. Nilai hue cukup merata di bagian tengahnya (lingkaran dalam) namun semakin berkurang di tepinya (tepi kanan dan kiri), yang menunjukkan semakin jauh dari tepi permukaan logam maka energi kalornya semakin berkurang, karena terjadi perpindahan kalor pada tepi permukaan logam ke udara di sekitarnya. Kata kunci: TLC, hue, perpindahan kalor
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Susunan molekul pada (a) padatan (b) kristal cair, dan (c) cairan Gambar 2.2. Molekul kristal cair (a) nematic (b) smectic A (c) smectic C, dan (d) cholesteric Gambar 2.3. Susunan molekul kristal cair cholesteric Gambar 2.4. Grafik hubungan antara panjang gelombang cahaya terhadap perubahan temperatur Gambar 2.5. (a) TLC sheet, dan (b) TLC ink Gambar 2.6. Grafik nilai hue terhadap temperatur pada TLC sheet Gambar 2.7. (a) Visualisasi termal pada permukaan kaki, untuk menunjukkan bila ada kelainan pada struktur permukaan kaki atau dapat mengindikasikan penyakit tertentu, dan (b) Termometer LC, untuk menunjukkan nilai temperatur rata-rata tubuh manusia Gambar 2.8. Natural convection in a differentially heated box Gambar 2.9. Model warna HSV Gambar 2.10.Proses dilasi pada citra biner Gambar 2.11.SE line Gambar 2.12.Grafik nilai mean hue pada TLC R25C5W dan TLC R30C5W Gambar 3.1. Tahapan penelitian Gambar 3.2. Set up alat dan bahan Gambar 3.3. Tahapan pengolahan citra Gambar 5.1. Grafik kenaikan temperatur logam terhadap waktu pemanasan logam Gambar 5.2. Citra RGB permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam kuningan Gambar 5.3. Citra RGB permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam besi Gambar 5.4. Hasil pengolahan citra permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam kuningan Gambar 5.5. Hasil pengolahan citra permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam besi Gambar 5.6. Grafik hubungan nilai mean hue permukaan TLC terhadap kenaikan temperatur Logam Gambar 5.7. Grafik hubungan jumlah piksel (dengan nilai hue ≠ ‘0’) pada citra permukaan TLC terhadap kenaikan temperatur logam Gambar 5.8. Distribusi nilai hue sepanjang garis tengah citra permukaan TLC yang mengalami kontak dengan permukaan logam kuningan Gambar 5.8. Distribusi nilai hue sepanjang garis tengah citra permukaan TLC yang mengalami kontak dengan permukaan logam besi
iv
3 3 4 5 5 6
6 7 8 10 10 11 12 13 14 17 18 18 19 19 20 21 23 23
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan penelitian
15
v
BAB I. PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang TLC memiliki respon terhadap perubahan temperatur yang ditunjukkan dengan perubahan warna. Pada TLC digunakan bahan utama berjenis kristal cair cholesteric dengan struktur molekul bentuk pilinan (twist) yang memiliki respon optis yang baik [2]. Perubahan warna (color play) terjadi bila pada permukaan TLC mengalami kontak dengan suatu benda, dalam rentang temperatur tertentu yang diijinkan oleh bahan tersebut. Bila suatu benda disentuhkan pada permukaan TLC, maka dapat diamati distribusi temperaturnya pada setiap bagian dari benda tersebut. TLC tersedia dalam bentuk lembaran (TLC sheet), dan dalam bentuk cairan (TLC ink) [4]. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryantari dan Flaviana (2015), fokus utama adalah penggunaan TLC sheet pada bidang medis. Pada penelitian tersebut dilakukan pengambilan citra permukaan TLC sheet yang mengalamai kontak dengan permukaan labu erlenmayer yang diisi air pada temperatur tertentu, menggunakan scanner. Hasil citra diolah dengan metode pengolahan citra berbasis morfologi matematika. Hasil penelitian menunjukkan hubungan nilai statistik hue terhadap temperatur, dimana kedua sampel menunjukkan kecenderungan hubungan linearitas yang sama. Pada penelitian selanjutnya, diterapkan sistem pengukuran distribusi temperatur menggunakan TLC sheet pada sejumlah subyek telapak tangan manusia untuk rentang temperatur 30-35 0C, dengan mengambil nilai statistik hue sebagai parameter, melalui operasi morfologi matematika yang lebih sederhana. Hasil menunjukkan subyek dalam kondisi normal memiliki nilai rata-rata hue yang bedanya tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa bila subyek memiliki nilai hue yang berbeda ekstrim, maka dapat mengindikasikan adalah masalah kesehatan [6]. Aplikasi TLC tidak terbatas pada pengukuran distribusi temperatur di bidang medis, namun dapat pula digunakan dalam mengamati berbagai fenomena termal, seperti perpindahan kalor pada permukaan benda yang kontak langsung dengan permukaan TLC [5]. Pada penelitian ini digunakan bahan TLC sheet R30C5W untuk mengamati peristiwa perpindahan kalor pada permukaan logam kuningan dan besi, berdasarkan citra yang dihasilkan permukaan TLC selama perubahan temperatur. Melalui citra yang dihasilkan, dapat diamati proses perpindahan kalor yang terjadi pada area permukaan logam yang kontak dengan permukaan TLC dan area di sekitarnya.
I.2
Perumusan Masalah 1. Bagaimana mengaplikasikan TLC untuk mengamati peristiwa perpindahan kalor pada permukaan logam?
1
2. Bagaimana menganalisis hasil citra untuk dapat menjelasakan peristiwa perpindahan kalor pada permukaan TLC secara kualitatif dan kuantitatif? I.3
Tujuan 1. Mengaplikasikan TLC untuk mengamati peristiwa perpindahan kalor pada permukaan logam. 2. Menjelasakan peristiwa perpindahan kalor pada permukaan TLC secara kualitatif dan kuantitatif dengan menerapkan metode pengolahan citra.
I.4
Manfaat Hasil studi penggunaan TLC untuk pencitraan termal dapat memberikan informasi yang lebih luas mengenai aplikasi lebih lanjut menggunakan material ini. Pengembangan teknik pengambilan citra dan penerapan metode pengolahan citra pada bahan TLC memungkinkan para peneliti dapat menjelaskan berbagai fenomena termal dengan lebih luas, serta pengembangan aplikasinya.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1
Thermochromic Liquid Crystal (TLC) Secara umum materi terbagi dalam 3 fase yaitu padat, cair, dan gas. Perbedaan dari ketiga fase ini terletak pada tingkat keteraturan molekulnya. Padatan memiliki keteraturan molekul yang lebih tinggi dibandingkan cairan dan gas. Pada transisi fase padat ke cair, molekul-molekul tetap mempertahankan ikatan antar molekulnya. Keadaan transisi fase tersebut dikenal dengan istilah mesofase, dan material pada keadaan mesofase disebut dengan liquid crystal atau kristal cair. Keteraturan molekul dari padatan, kristal cair, dan cairan ditunjukkan oleh Gambar 2.1 [7].
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.1. Susunan molekul pada (a) padatan (b) kristal cair, dan (c) cairan [7]
Molekul-molekul kristal cair memiliki kecenderungan arah seperti pada padatan, tetapi molekulmolekul tersebut dapat bergerak seperti pada cairan. Mobilitas molekul pada fase ini terbatas dan sedikit beraturan. Jika dilihat dari susunan arah molekulnya, kristal cair lebih mendekati ke fase padat, namun apabila dilihat dari susunan posisi molekulnya, kristal cair lebih mendekati ke fase cair [2].
n
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2.2. Molekul kristal cair (a) nematic (b) smectic A (c) smectic C, dan (d) cholesteric [7]
Suatu zat mesomorfik dikarakterisasi berdasarkan tingkat keteraturan (long order atau short order), dan fungsi distribusi arah molekulnya. Kecenderungan penyearahan molekul disebut dengan director (n). Berdasarkan derajat keteraturannya, kristal cair termotropik dibagi menjadi tiga jenis 3
yaitu nematic, cholesteric dan smectic. Perbedaan ketiga jenis ini terletak pada bentuk susunan molekul, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2 [4]. Kristal cair cholesteric memiliki struktur helical yang stabil dalam volume yang besar. Pada kristal cair cholesteric, molekul berjajar dalam lapisannya, arah gerak molekul sejajar dari satu bidang ke bidang lain. Setiap lapisan dalam stuktur cholesteric mempunyai arah molekul yang berbeda dengan lapisan di atas dan di bawahnya. Setelah beberapa lapisan, arah molekul akan berulang kembali. Sifat yang menonjol dari kristal cair cholesteric ialah jarak antara bidang-bidang yang mempunyai arah yang sama. Jika selaput tipis kristal cair cholesteric dikenai seberkas cahaya, sifat pantulan cahaya tergantung pada jarak ini. Jarak antara bidang dengan director yang sejajar disebut pitch, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Panjang gelombang cahaya yang dipantulkan akan berubah, seiring dengan berubahnya temperatur. Bila cahaya putih mengenai molekul tersebut, panjang gelombang cahaya yang sebanding dengan jarak pitch ini akan dipantulkan[4]. Pada temperatur yang semakin rendah, jarak pitch semakin besar, cahaya yang dipantulkan semakin mendekati merah. Pada temperatur yang semakin besar molekul akan bergerak semakin cepat, dan lapisannya akan lebih terpilin (twisted), mengakibatkan jarak pitch semakin kecil, sehingga memantulkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek (secara visual warna semakin ke biru) [4].
Gambar 2.3. Susunan molekul kristal cair cholesteric
Thermochromic Liquid Crystal (TLC) merupakan suatu material berbahan dasar liquid crystal cholesteric, memiliki respon terhadap perubahan temperatur yang ditunjukkan dengan perubahan warna. TLC menunjukkan warna-warna tersebut secara selektif dengan memantulkan cahaya putih 4
yang datang. TLC biasanya memiliki karakteristik dengan memunculkan salah satu warna (merah, kuning, hijau, biru atau ungu) yang bergantung pada panjang gelombang yang dipantulkan pada temperatur tertentu. Gambar 2.4 menunjukkan grafik hubungan antara panjang gelombang cahaya terhadap perubahan temperatur [4].
Gambar 2.4. Grafik hubungan antara panjang gelombang cahaya terhadap perubahan temperatur [4]
Color play pada TLC didefinisikan dengan spesifikasi warna tertentu, seperti red start atau midgreen. Sebagai contoh TLC R35C1W sheet menggambarkan TLC dengan red start pada 35°C, dan bandwidth 1°C. Clearing point adalah rentang area temperatur dimana warna tidak muncul. Rentang temperatur untuk TLC yang tersedia adalah mendekati -30°C sampai dengan 115°C. Di luar rentang temperatur yang diijinkan oleh bahan tersebut tersebut, seluruh cahaya akan diserap, dan permukaan TLC akan tampak hitam. TLC juga tersedia dalam bentuk cairan (TLC ink) [4].
(a)
(b)
Gambar 2.5. (a) TLC sheet, dan (b) TLC ink [11].
5
Bharara, 2007, melakukan penelitian menggunakan menggunakan TLC dan kamera digital dalam mengakuisisi data, untuk mengukur distribusi temperatur pada subyek penderita neuropati diabetic, dengan menggunakan analisis pencitraan berbasis citra hue. Kalibrasi dilakukan dengan menempatkan TLC pada plat logam yang dapat diatur temperaturnya. Dari penelitiannya, diperoleh hubungan antara nilai hue citra permukaan TLC dengan temperatur subyek yang menyentuhnya, ditunjukkan oleh Gambar 2.6 [1].
Gambar 2.6. Grafik nilai hue terhadap temperatur pada TLC sheet [1]
II.2 Aplikasi Thermochromic Liquid Crystal (TLC) Beberapa aplikasi penggunaan TLC untuk pencitraan termal ditunjukkan oleh gambar-gambar berikut:
(a)
(b)
Gambar 2.7. (a) Visualisasi termal pada permukaan kaki, untuk menunjukkan bila ada kelainan pada struktur permukaan kaki atau dapat mengindikasikan penyakit tertentu, dan (b) Termometer LC, untuk menunjukkan nilai temperatur rata-rata tubuh manusia [12]
6
Gambar 2.8. Natural convection in a differentially heated box [5]
II.3
Perpindahan Kalor [8] Perpindahan merupakan proses berpindahnya suatu energi kalor dari satu area ke area lainnya karena adanya perbedaan temperatur kedua area tersebut. Secara alamiah, kalor mengalir dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Apabila energi kalor diberikan pada suatu zat, maka temperatur zat tersebut akan meningkat, kecuali untuk kasus dimana terjadi perubahan fase pada temperatur konstan. Energi kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat sebanding dengan perubahan temperatur, massa, dan kalor jenis zat tersebut. Kalor jenis didefinisikan sebagai kapasitas kalor per satuan massa, dimana kapasitas kalor merupakan energ kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu zat sebesar 1 K. Mekanisme perpindahan kalor dapat diklasifikasikan menjadi tiga cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada konduksi, energi kalor berpindah melalui interaksi antara atom-atom atau molekul, namun atom-atom atau molekulnya tidak ikut berpindah. Contohnya adalah dua logam yang berbeda temperaturnya saling bersentuhan. Pada peristiwa konduksi antar logam, elektronelektron bebas yang bergerak di permukaan logam akan menumbuk elektron pada logam yang bersentuhan dengannya, sambil memberikan energi kalor, sehingga perpindahan energi kalor dapat terjadi. Seberapa cepat energi kalor dapat berpindah ke area lain dalam suatu waktu tertentu dapat dinyatakan sebagai laju perpindahan kalor. Laju perpindahan kalor yang mengalir dalam suatu bahan 𝛥𝑄
dalam suatu waktu tertentu ( 𝛥𝑡 ) sebanding dengan nilai kondukitivitas termal (k) bahan tersebut dan beda temperatur antara kedua bahan (𝛥𝑇), untuk luasan dan tebal yang sama. Pada konveksi, energi kalor berpindah secara langsung melalui perpindahan massanya. Misalnya permukaan logam yang temperaturnya lebih tinggi didekatkan pada fluida, maka kalor
7
akan mengalir dari logam ke fluida kemudian diikuti perpindahan molekul fluida dengan pola tertentu sambil memindahkan energi kalor ke molekul-molekul yang lainnya. Laju perpindahan kalor secara konveksi sebanding dengan koefisien perpindahan panas konveksi (ℎ) dan beda temperatur antara permukaan logam dengan fluida (𝛥𝑇), untuk luasan yang sama. . II.4 Pengolahan Citra pada Permukaan TLC Ada berbagai jenis model warna citra (color image) antara lain model RGB dan HSV. Citra RGB terdiri dari tiga matriks yang mewakili nilai-nilai merah, hijau, dan biru untuk setiap pikselnya. Pada model HSV terdapat 3 komponen yaitu, hue, saturation, dan value. Hue merupakan suatu ukuran warna dominan yang ditangkap oleh mata manusia, saturation merupakan tingkat kemurnian warna, dan value merupakan kecerahan dari warna yang nilainya berkisar antara 0-1. Apabila komponen value bernilai ‘0’ maka warnanya akan menjadi hitam. Model warna HSV dipandang sesuai dengan persepsi warna yang dilihat oleh mata manusia. Dengan kata lain, ketika manusia memandang obyek, deskripsi yang diterima adalah dalam nilai hue, saturation, dan value
[3]
. Model warna HSV
ditunjukkan oleh gambar 2.11.
Gambar 2.9. Model warna HSV [10]
Untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik diperlukan teknik pengolahan citra. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan segmentasi citra berbasis morfologi matematika (mathematics morphology). Morfologi matematika merupakan teknik pengolahan citra digital yang didasarkan pada bentuk segmen atau region di dalam citra. Karena proses morfologi difokuskan pada pengolahan bentuk obyek, maka operasi morfologi biasanya diterapkan pada citra biner. Metode pengolahan citra ini berbasis operasi tetangga non–linear (nonlinear neighbourhood operation). Tetangga tersebut sering disebut dengan Structuring Element (SE) [3].
8
SE merupakan bagian yang memiliki peranan penting dalam operasi morfologi matematika. SE digunakan untuk memodifikasi citra masukan. SE merupakan sebuah matriks yang terdiri dari "0" dan "1", dan matriks-matriks tersebut memiliki sebuah ukuran dan bentuk tertentu. Piksel yang mempunyai nilai 1 mendefinisikan "tetangga". SE dua dimensi biasanya memiliki ukuran yang lebih kecil daripada citra yang akan diolah. Piksel pusat dari SE, mengidentifikasikan pixel of interest dari pixel yang akan diolah. Berdasarkan bentuknya, jenis-jenis dari SE antara lain Diamond, Rectangle/Square, Line, Octagon, dan Disk [9]. Operasi dasar dari morfologi matematika adalah dilasi dan erosi. Sebuah obyek citra biner A dapat direpresentasikan dalam bentuk himpunan dari posisi-posisi (x,y) yang bernilai 0 atau 1. Misalkan citra biner dapat digambarkan sebagai suatu himpunan piksel-piksel dalam bidang biner (dua dimensi) Z2, yang terisi oleh himpunan A dari piksel-piksel pembentuk obyek. Dilasi citra A oleh SE B yang disimbolkan dengan ⨁𝐵 , dinyatakan oleh persamaan 2.1 [3]. 𝐴⨁𝐵 = {𝑧|[(𝐵̂)𝑧 ∩ 𝐴] ⊆ 𝐴}
2.1
dimana 𝐵̂ = {𝑤|𝑤 = −𝑏, 𝑏 ∈ 𝐵} , dan (𝐵̂)𝑧 = {𝑐|𝑐 = 𝑎 + 𝑧, 𝑎 ∈ 𝐵̂}. Sedangkan erosi, yang disimbolkan dengan 𝐴 ⊖ 𝐵, dapat dinyatakan oleh persamaan 2.2. 𝐴 ⊖ 𝐵 = {𝑧|(𝐵)𝑧 ⊆ 𝐴}
2.2
dimana (𝐵)𝑧 = {𝑐|𝑐 = 𝑎 + 𝑧, 𝑎 ∈ 𝐵} [3]. Operasi dilasi akan menambahkan piksel pada batas dari objek di sebuah citra, sedangkan erosi mengurangi piksel pada batas dari objek. Jumlah piksel yang ditambahkan atau dikurangkan tergantung dari besar dan bentuk dari SE yang digunakan untuk mengolah citra. Gambar 2.6 merepresentasikan proses dilasi sebuah citra biner. SE mengubah tetangga dari pixel interest (bagian yang dilingkari). Fungsi dilasi adalah membuat sebuah aturan kepada piksel tetangga, dan memberikan sebuah nilai yang dikorespondasikan kepada piksel di citra keluaran. Pada Gambar 2.6, proses dilatasi memberikan nilai piksel citra keluaran dengan nilai "1" (nilai semula “0”), karena pada piksel tersebut berada pada daerah operasi SE yang digunakan [9].
9
Gambar 2.10. Proses dilasi pada citra biner [9]
Terdapat 2 macam kombinasi dari operasi dilasi dan erosi, yaitu opening dan closing. Operasi opening merupakan operasi erosi yang dilanjutkan dengan dilasi, secara matematis didefinisikan oleh persamaan 2.3. Operasi ini akan menghilangkan "lubang" putih pada objek yang hitam. 𝐴 ∘ 𝐵 = (𝐴 ⊖ 𝐵) ⨁ 𝐵
2.3
Operasi closing merupakan kombinasi antara operasi dilasi yang dilanjutkan dengan erosi, secara matematis didefinisikan oleh persamaan 2.4. Operasi ini akan menghilangkan "lubang" hitam pada permukaan putih 𝐴●𝐵 = (𝐴⨁𝐵) ⊖ 𝐵
2.4
Suryantari (2015) melakukan penelitian untuk menentukan temperatur rata-rata telapak tangan manusia menggunakan TLC. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan wadah labu elenmeyer yang diisi air dan dipertahankan temperaturnya, diletakkan di atas permukaan TLC. Rentang temperatur TLC yang digunakan adalah 25-30 0C dan 30-35 0C. Pengambilan citra menggunakan scanner dengan resolusi yang sama. Citra yang diperoleh kemudian diproses menggunakan MATLAB R2013a berdasarkan morfologi matematika, dengan menggunakan SE line (SE yang berbentuk garis datar dan linear) [6]. LEN merepresentasikan ukuran panjang, dan DEG merepresentasikan ukuran sudut (dalam derajat) yang diukur dari arah sumbu horisontal. LEN dapat diartikan jarak dari titik ujung SE ke ujung SE lainnya. Operasi morfologi dengan SE line, ditunjukkan oleh Gambar 2.7.
Gambar 2.11. SE line [9]
10
Secara kuantitatif citra akhir hasil pengolahan citra untuk setiap temperatur dapat dibedakan berdasarkan nilai statistiknya. Sebagai contoh pada hasil penelitian yang dilakukan Suryantari (2015) diperoleh citra permukaan TLC yang mengalami kontak dengan permukaan labu Erlenmeyer yang berisi air dengan temperatur tertentu. Citra RGB dikonversi menjadi HSV dengan mengambil komponen Hue saja. Pada proses segmentasi, dilakukan 9 kali opening menggunakan SE line dengan ukuran LEN 50 dan variasi DEG untuk setiap 20 derajat. Tahapan selanjutnya adalah dengan melakukan penggabungan citra hasil opening tersebut, diikuti thresholding [6]. Dalam thresholding dibutuhkan suatu nilai pembatas antara objek utama dengan latar belakang (nilai tersebut dinamakan dengan threshold, 𝑇). Threshold digunakan untuk mempartisi citra dengan mengatur nilai intensitas semua piksel yang lebih besar dari nilai 𝑇 sebagai latar depan, dan yang lebih kecil dari 𝑇 sebagai latar belakang. Dengan teknik ini akan diperoleh citra utama yang cukup kontras dengan latar belakangnya. Threshold dilakukan setelah proses opening. Nilai 𝑇 yang dipilih pada penelitian ini adalah berdasarkan nilai rata-rata (mean) citra gabungan hasil opening [3]. Berdasarkan data statistik citra hue, diperoleh hubungan nilai mean hue pada TLC R25C5W dan TLC R30C5W terhadap kenaikan temperatur permukaan labu erlenmeyer. Berdasarkan grafik gambar 2.12, dapat dilihat terdapat kecenderungan pola linearitas yang sama untuk kedua bahan.
100 mean (sampel 1)
80
Nilai Hue
60
mean (sampel 2)
y = 18.6 x - 466.65
40
y = 17.233 x - 525.04
20 0 24 -20
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Linear (mean (sampel 1))
Linear (mean (sampel 2))
Temperatur (0C) Gambar 2.12. Grafik nilai mean hue pada TLC R25C5W dan TLC R30C5W [6]
11
BAB III. METODE PENELITIAN III.1
Tahapan penelitian Tahapan penelitian ditunjukkan oleh gambar 3.1.
Gambar 3.1. Tahapan penelitian
III.2
Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Research, Program Studi Fisika, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
III.3
Rancangan Penelitian III.3.1 Alat dan Bahan 1) Perangkat Keras a. Lembaran Thermochromic Liquid Crystal (TLC) ukuran 10 x 10 cm dengan rentang temperatur 30-35 °C (selanjutnya disebut TLC R30C5W) b. Scanner tipe HP 4510 dengan resolusi optik 300 dpi dan bit depth 24-bit color. c. Komputer dengan sistem operasi Windows8. d. Sensor temperatur dengan skala -20°-110°C. e. Interface CoachLab II+ untuk menghubungkan sensor temperatur dengan komputer. f. Logam besi dan kuningan dengan spesifikasi [8] sebagai berikut: Logam
Diameter (m)
Tinggi (m)
Massa (kg)
Kalor Jenis (J/kg.K)
Konduktivitas termal (J/m.s.K)
Kuningan Besi
0,035 0,035
0,068 0,073
0,5 0,5
377 448
109 73
g. Pemanas celup. h. Sumber tegangan 12 V dan arus keluaran 5 A.
12
2) Perangkat Lunak a. Hp ToolBox untuk akuisisi citra dari scanner. b. CMA coach 6 untuk pembacaan sensor temperatur. c. MATLAB R2014a untuk proses pengolahan citra dan analisis.
Set up alat dan bahan ditunjukkan oleh Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Set up alat dan bahan
III.3.2 Prosedur Penelitian 1) Temperatur ruang dan intensitas cahaya ruang diatur konstan. 2) Lembaran TLC R30C5W diletakkan di permukaan mesin scanner. 3) Scanner dikoneksikan ke komputer untuk proses akuisisi citra. 4) Pemanas celup dihubungkan dengan sumber tegangan DC 12 V dengan arus keluaran 5 A, kemudian dimasukkan ke dalam logam. 5) Logam kuningan dengan pemanas celup diletakkan di atas lembaran TLC. 6) Sensor temperatur diletakkan di dalam logam yang telah dihubungkan dengan pemanas celup, dan dikoneksikan dengan komputer. Nilai temperatur logam selama proses pemanasan akan muncul pada layar komputer sehingga dapat dikontrol perubahan temperaturnya selama perekaman citra. 7) Citra pertama direkam dengan scanner tepat ketika sumber tegangan dinyalakan, temperatur yang ditunjukkan oleh sensor temperatur dicatat sebagai temperatur awal (waktu rata-rata yang diperlukan untuk proses scanning oleh alat scanner adalah 27 detik). 8) Citra selanjutnya diambil setiap 30 detik hingga 300 detik (selama 5 menit proses pemanasan). Data temperatur keseluruhan (selama 5 menit tersebut) disimpan untuk menunjukkan nilai temperatur ketika citra direkam.
13
9) Keseluruhan citra yang telah diperoleh disimpan dalam format file.bmp. 10) Langkah 1-9 diulangi untuk logam besi. 11) Keseluruhan ciitra yang didapat, diolah melalui proses pengolahan citra menggunakan MATLAB R2014a untuk kepentingan analisis. III.4 Pengolahan Citra pada Permukaan TLC Citra yang dihasilkan dalam format RGB diolah menggunakan MATLAB R2014a untuk menghasilkan interpretasi yang lebih baik, dan menghasilkan data kuantitatif untuk memperjelas analisis terhadap peristiwa perpindahan kalor. Pada teknik pengolahan citra dipilih metode pengolahan citra berdasarkan morfologi matematika pada citra hue berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Keseluruhan tahapan pengolahan citra ditunjukkan oleh gambar 3.3.
Gambar 3.3. Tahapan pengolahan citra
III.5
Analisis Analisis secara kualitataif dilakukan dengan mengamati citra permukaan TLC yang dihasilkan. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat data nilai hue pada citra akhir untuk menunjukan hubungan nya dengan kenaikan temperatur logam. Selain itu diperoleh juga informasi jumlah piksel dengan nilai hue ≠ ‘0’ pada setiap citra, untuk menunjukkan hubungannya dengan distribusi energi kalor pada permukaan TLC dan area sekitarnya. Untuk memperjelas analisis, data kuantitatif disajikan dalam bentuk grafik.
14
BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN Jadwal pelaksanaan penelitian ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Tabel 4.1. Jadwal pelaksanaan penelitian No
Kegiatan 1
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11
Diskusi awal Pembelian bahan dan persiapan alat Studi literatur (tim peneliti, 3 jam per minggu) Pengambilan data (visualisasi termal) (2 tim orang peneliti, 3 jam perminggu) Analisis awal dan Diskusi 1 (3 jam perminggu) Pengambilan data lanjut (tim peneliti, 3 jam perminggu) Pengolahan Citra (3 jam permimggu) Analisis lanjut dan Diskusi 2 3 jam perminggu Penulisan makalah Publikasi Penulisan Laporan Penelitian
15
2
3
4
5
Bulan ke6 7 8
9
10
11
12
BAB V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada permukaan TLC dapat terjadi perubahan warna sesuai dengan karakteristik bahan, dan pada temperatur yang sesuai dengan rentang temperatur TLC yang digunakan. Perubahan warna pada permukaan TLC terjadi karena pada temperatur yang semakin besar, molekul akan bergerak semakin cepat, dan lapisannya akan lebih terpilin (twisted), sehingga mengakibatkan jarak pitch semakin kecil, dan memantulkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek
[4]
. Sumber cahaya yang digunakan
berasal dari alat scanner. Logam yang dipanaskan dengan pemanas celup, akan mengalami peningkatan temperatur. Peningkatan temperatur tersebut sebanding dengan jumlah kalor yang diberikan. Apabila faktor kehilangan kalor ke lingkungan diabaikan, maka energi kalor yang mengalir ke dalam logam akan sebesar energi listrik yang dihasilkan sumber tegangan. Dalam penelitian ini permukaan di sekitar logam tidak dilindungi oleh bahan lain apapun, sehingga tentunya akan ada faktor kehilangan kalor selama proses pemanasan. Akan tetapi kenaikan temperatur di dalam logam akan sebanding dengan kenaikan temperatur di permukaan logam. Hal ini dapat diamati melalui hasil citra yang terbentuk di permukaan TLC. Apabila temperatur di permukaan logam meningkat, dan permukaan logam tersebut bersentuhan dengan permukaan TLC, maka kalor akan berpindah dari permukaan logam ke permukaan TLC dengan cara konduksi. Faktor kehilangan kalor pada area permukaan TLC yang kontak langsung dengan permukaan logam lebih besar terjadi pada area tepi permukaan logam tersebut, karena terjadi perpindahan kalor dari logam ke udara di sekitarnya.
V.1 Hasil Citra Permukaan TLC Citra permukaan TLC direkam menggunakan scanner setiap 30 detik selama 5 menit. Temperatur di dalam logam dapat diukur menggunakan sensor temperatur. Data temperatur dapat direkam setiap detik, selama proses pemanasan logam. Pada penelitian ini digunakan logam besi dan kuningan serta TLC R30C5W yang berarti perubahan warna (mulai dari red start hingga blue start) TLC berada pada rentang temperatur 30–35 0C
[4]
. Grafik kenaikan temperatur logam terhadap waktu ditunjukkkan
oleh gambar 5.1.
16
Temperatur (0C)
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
kuningan Besi 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
Waktu pemanasan logam (detik)
Gambar 5.1. Grafik kenaikan temperatur logam terhadap waktu pemanasan logam
Gambar 5.1 menunjukkan temperatur logam meningkat secara ekponensial. Bedasarkan hasil pengukuran temperatur logam yang dilakukan bersamaan dengan proses pengambilan citra, tampak adanya perbedaan perubahan temperatur besi dan kuningan. Apabila diukur beda temperatur (ΔT) sebagai selisih temperatur akhir dan awal, untuk kedua logam tersebut, maka diperoleh: ΔTbesi= 180C dan ΔTkuningan = 21 0C. Hal ini sesuai dengan nilai kalor jenis bahan (c), dimana cbesi>ckuningan, yang berarti untuk jumlah kalor (Q) dan massa (m) yang sama, maka peningakatan temperatur logam besi akan semakin kecil, sesuai dengan persamaan: Δ𝑇 =
𝑄 [8] . 𝑚𝑐
Citra permukaan TLC yang diperoleh diolah dengan metode pengolahan citra seperti tahapan yang ditunjukkan oleh gambar 3.3. Citra permukaan TLC dalam format RGB yang diperoleh ditunjukkan oleh gambar 5.2 dan 5.3. Hasil citra pada gambar 5.2 menunjukkan TLC R30C5W tidak memberikan respon hingga detik ke 90 (gambar 5.2 d). Hal ini dikarenakan temperatur permukaan logam berada pada nilai kurang dari 30 0C. Respon yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna pada permukaan TLC ditunjukkan pada saat detik ke 120 (gambar 5.2 e), dimana secara visual tampak permukaannya berwarna kemerahan. Citra selanjutnya menunjukkan perubahan warna yang semakin merata berupa kehijauan dan kebiruan, diikuti terbentuknya pola perubahan warna di sekeliling area yang tidak kontak langsung dengan permukaan logam kuningan. Hal serupa terjadi dengan menggunakan logam besi, namun respon baru muncul pada citra detik ke 150 (gambar 5.3.f). Hasil menunjukkan, pada permukaan logam besi, untuk jumlah kalor dan waktu yang sama, kenaikan temperaturnya akan lebih kecil daripada logam kuningan, hal ini sesuai dengan nilai kalor jenis kedua logam, dimana, cbesi>ckuningan [8].
17
Gambar 5.2. Citra RGB permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam kuningan, pada detik ke (a) 0 (b) 30 (c) 60 (d) 90 (e) 120 (f) 150 (g) 180 (h) 210 (i) 240 (j) 270 (k) 300
Gambar 5.3. Citra RGB permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam besi, pada detik ke (a) 0 (b) 30 (c) 60 (d) 90 (e) 120 (f) 150 (g) 180 (h) 210 (i) 240 (j) 270 (k) 300
Untuk dapat menganalisis citra sesara kuantitatif, citra tersebut diolah menjadi citra yang lebih sederhana. Pada pengolahan citra dipilih metode dengan mengubah citra RGB menjadi HSV dan mengambil komponen hue saja. Citra hue yang diperoleh perlu diolah kembali untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik, misalnya untuk meratakan bagian tepi agar analiasis dapat dibatasi hanya untuk daerah lingkaran yang distribusi nilai hue nya cukup merata. Area paling tepi menunjukkan terjadinya perpindahan kalor ke lingkungan yang lebih besar. Hal ini dapat memberikan pengaruh cukup besar kepada perhitungan nilai hue rata-ratanya. Sementara area di sekeliling permukaan TLC yang kontak langsung dengan permukaan logam tetap akan diambil, untuk menunjukkan pola perpindahan kalor pada permukaan logam ke lingkungan. Contoh hasil pengolahan citra ditunjukkan oleh gambar 5.4 dan 5.5. 18
Gambar 5.4. Hasil pengolahan citra permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam kuningan, pada detik ke 270, (a) citra RGB (b) citra HSV (c) citra komponen hue (d) citra akhir
Gambar 5.5. Hasil pengolahan citra permukaan TLC saat kontak dengan permukaan logam besi, pada detik ke 270, (a) citra RGB (b) citra HSV (c) citra komponen hue (d) citra akhir
Pada citra akhir yang dihasilkan seperti pada gambar 5.4.d dan 5.5.d, tampak dengan lebih jelas perbedaan kecerahan warna antara area sekitar pusat lingkaran dengan tepinya, sementara latar belakang berwarna hitam merupakan area permukaan TLC yang tidak memberikan respon terhadap temperatur permukaan logam karena temperaturnya berada kurang dari 30 0C. Warna terang yang ditunjukkan pada lingkaran bagian dalam cukup merata, demikian juga dengan sekelilingnya, sehingga tampak jelas batas antara kedua area tersebut. Luas lingkaran bagian dalam, sama dengan luasan permukaan logam yang mengenai permukaan TLC. Area di sekeliling tepi lingkaran yang lebih gelap menunjukkan temperatur permukaan TLC pada area tersebut lebih rendah daripada area lingkaran bagian dalam.
V.2 Hubungan Antara Nilai Mean Hue Citra Permukaan TLC dengan Kenaikan Temperatur Logam Berdasarkan citra akhir, dapat diperoleh nilai mean hue untuk untuk menunjukkan perbedaan setiap citra yang dihasilkan. Nilai hue berkisar antara 0-1. Bila nilai hue sama dengan nol menunjukkan citra berwarna hitam, dan bila nilai hue sama dengan 1 maka citra yang ditunjukkan adalah putih. Dalam perhitungan nilai mean hue, nilai nol tidak dimasukkan, karena merupakan latar belakang
19
citra utama. Hubungan antara temperatur logam dengan nilai mean hue ditunjukkan oleh grafik gambar 5.6.
1
Nilai mean hue
0.8
0.6 0.4 Kuningan Besi
0.2 0 25
30
35 Temperatur logam (0 C)
40
45
Gambar 5.6. Grafik hubungan nilai mean hue permukaan TLC terhadap kenaikan temperatur logam
Setelah dilakukan pengolahan citra, dapat ditunjukkan hubungan kenaikan nilai mean hue terhadap kenaikan temperatur logam yang sesuai dengan referensi seperti pada gambar 2.6. Berdasarkan grafik pada gambar 5.6, dapat ditunjukkan kecenderungan kenaikan nilai mean hue permukaan TLC seiring meningkatnya temperatur logam, hal ini sesuai pula dengan karakteristik TLC seperti pada gambar 2.12. Untuk permukaan TLC yang kontak dengan logam kuningan, nilai mean hue lebih tinggi daripada permukaan TLC yang kontak dengan logam besi. Hal ini sesuai dengan hubungan kenaikan temperatur ketika proses pemanasan seperti yang ditunjukkan oleh gambar 5.1, terutama setelah pengambilan citra ke-6 (detik ke-150), dimana temperatur logam kuningan lebih tinggi daripada besi. Kenaikan temperatur kedua logam dari detik ke nol hingga 120 (pada saat pengambilan citra ke 1-5) sulit dibandingkan karena temperatur awal yang tidak sama, namun kenaikan temperatur akhir selama 5 menit pengukuran menunjukkan kesesuaian dengan karakteristik kedua logam. Secara keseluruhan, nilai mean hue dari citra akhir yang diperoleh memberikan interpretasi yang sesuai dengan kenaikan temperatur kedua logam dan karakteristik TLC itu sendiri.
V.3 Hubungan Antara Luasan Area Warna yang Terbentuk pada Permukaan TLC dengan Kenaikan Temperatur Logam Berdasarkan citra akhir, dapat ditunjukkan bahwa semakin meningkat temperatur logam, maka area lingkaran yang terbentuk pada permukaan TLC semakin bertambah luas. Area yang dimaksud adalah daerah yang lebih terang yang berlatar belakang gelap. Latar belakang gelap, menunjukkan area yang 20
tidak memberikan respon terhadap kenaikan temperatur logam, karena temperaturnya tidak berada pada rentang temperatur bahan TLC yang digunakan. Daerah gelap yang dimaksud memiliki nilai hue sama dengan ‘0’. Sementara daerah yang lebih terang disini bernilai lebih besar dari ‘0’ dan maksimum ‘1’. Secara kuantitatif, citra akhir memiliki 295 × 295 piksel, dan permukaan TLC yang memberikan respon terhadap kenaikan temperatur permukaan logam akan memiliki nilai hue yang lebih besar dari ‘0’ pada setiap pikselnya. Semakin besar jumlah piksel yang memiliki nilai hue yang lebih besar dari ‘0’ menunjukkan distribusi energi kalor semakin menyebar, mengikuti pola tertentu. Grafik hubungan jumlah piksel (dengan nilai hue ≠ ‘0’) pada citra permukaan TLC terhadap kenaikan
Jumlah piksel (dengan nilai hue ≠ ‘0’)
temperatur logam ditunjukkan oleh gambar 5.7.
80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000
Kuningan
10000
Besi
0 25
30
35
40
45
Temperatur logam (0C)
Gambar 5.7. Grafik hubungan jumlah piksel (dengan nilai hue ≠ ‘0’) pada citra permukaan TLC terhadap kenaikan temperatur logam
Gambar 5.7 menunjukkan pola distribusi energi kalor untuk permukaan kedua logam. Semakin meningkat temperatur permukaan logam, area permukaan TLC yang mengalami perubahan warna semakin bertambah, melebihi luas area permukaan logam. Artinya energi kalor tidak hanya dikonduksikan ke permukaan TLC yang kontak langsung dengan logam saja, namun juga terjadi perpindahan kalor di sekitar logam. Pertambahan jumlah piksel yang diwakili dengan nilai hue ≠ ‘0’ semakin
meningkat
seiring
meningkatnya
temperatur,
dimana
untuk logam
kuningan
pertambahannya lebih tinggi daripada logam besi. Pola grafik pada gambar 5.7 seperti pada pola grafik gambar 5.6, sehingga dapat dikatakan bahwa seiring dengan meningkatnya temperatur permukaan logam, nilai mean hue dan jumlah piksel dengan nilai hue ≠ ‘0’ pada citra permukaan TLC akan meningkat.
21
Bertambahnya luasan lingkaran terang menunjukkan perubahan warna tidak hanya terjadi pada area yang kontak langsung dengan permukaan logam, tetapi juga pada area di sekelilingnya. Hal ini dapat terjadi karena temperatur udara di sekitar permukaan logam yang meningkat, dan mengakibatkan peningkatan temperatur pada permukaan TLC yang kontak dengan udara tersebut. Peningkatan temperatur udara di sekitar permukaan logam terjadi karena adanya perpindahan kalor dari permukaan logam ke udara di sekitar permukaan tersebut. Ketika kalor dari permukaan luar logam mengalir ke udara, udara mengalami kenaikan temperatur, dan molekul-molekul udara di sekitar permukaan logam tersebut akan bergerak dengan lebih cepat sambil memindahkan energi kalor ke molekul-molekul udara di dekatnya. Proses perpindahan kalor semacam ini dapat dikatakan sebagai konveksi.
V.4 Pola Distribusi Energi Kalor pada Permukaan Logam, yang Ditunjukkan oleh Citra Permukaan TLC Daerah tepi lingkaran yang lebih gelap menunjukkan temperatur permukaan TLC pada area tersebut lebih rendah daripada area lingkaran bagian dalam. Hal ini dapat teramati pada citra yang dihasilkan, seperti pada gambar 5.4.d dan 5.5.d. Pada area lingkaran bagian dalam, tampak kecerahannya cukup merata, hal ini menunjukkan energi kalor yang dipindahkan dari permukaan logam ke permukaan TLC relatif sama. Namun semakin ke tepi, menunjukkan energi kalornya semakin berkurang. Artinya terjadi perpindahan kalor pada tepi permukaan logam ke udara di sekitarnya. Hal ini menunjukkan pertukaran kalor ke lingkungan lebih besar terjadi pada batas tepi permukaan logam. Molekul-molekul di dekat permukaan logam menerima kalor, dan mengubahnya menjadi energi kinetik bagi molekul udara tersebut, sehingga bergerak dengan lebih cepat sambil memindahkan sebagian energi kalornya ke molekul udara di sekitarnya secara konveksi. Energi kalor yang dipindahkan dari permukaan logam ke udara di sekitarnya lebih kecil daripada energi kalor di dalam area permukaan logam. Semakin jauh dari permukaan logam maka energi kalornya semakin berkurang. Pola distribusi energi kalor pada permukaan logam dan di sekitar permukaan logam, dapat ditunjukkan oleh data kuantitatif distribusi nilai hue sepanjang garis tengah pemukaan TLC untuk setiap citra, seperti pada gambar 5.8 dan 5.9. Berdasarkan grafik gambar 5.8 dan 5.9, tampak bahwa nilai hue sepanjang garis tengah lingkaran pada permukaan TLC menunjukkan nilai yang cukup merata di bagian tengahnya (lingkaran dalam), namun semakin berkurang di tepinya (tepi kanan dan kiri). Kedua gambar menunjukkan pola yang sama, namun pola untuk logam kuningan dapat teramati mulai citra ke 5, sementara pola untuk logam besi baru teramati mulai citra ke 6, sesuai dengan kenaikan temperatur logam. Citra ke-11 menunjukkan temperatur yang paling tinggi dari citra lainnya. Untuk kedua logam 22
dapat ditunjukkan dengan lebih jelas, bahwa semakin tinggi kenaikan temperatur permukaan logam, maka nilai hue sepanjang garis tengah citra permukaan TLC akan semakin tinggi.
1 0.9 0.8
Nilai hue
0.7 0.6 citra ke-5 citra ke-6
0.5 0.4
citra ke-7 citra ke-8 citra ke-9
0.3 0.2 0.1
citra ke-10 citra ke-11
0 -5
45
95
145
195
245
295
koordinat piksel horisontal
Gambar 5.8. Distribusi nilai hue sepanjang garis tengah citra permukaan TLC yang mengalami kontak dengan permukaan logam kuningan 1
0.9 0.8
Nilai hue
0.7 0.6 0.5
citra ke-6
0.4
citra ke-7 citra ke-8
0.3
citra ke-9
0.2
citra ke-10
0.1 0 -5
citra ke-11 45
95
145
195
245
295
koordinat piksel horisontal Gambar 5.9. Distribusi nilai hue sepanjang garis tengah citra permukaan TLC yang mengalami kontak dengan permukaan logam besi
23
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN V1.1 Kesimpulan 1. TLC dapat diaplikasikan untuk mengamati peristiwa perpindahan kalor pada permukaan logam kuningan dan besi, dengan menerapkan metode pengolahan citra, dan melakukan analisis kuantitatif berdasarkan nilai hue dari citra HSV permukaan TLC. 2. Seiring dengan meningkatnya temperatur permukaan logam, nilai mean hue dan jumlah piksel dengan nilai hue ≠ ‘0’ pada citra permukaan TLC akan meningkat. Untuk permukaan TLC yang kontak dengan logam kuningan, nilai mean hue dan jumlah piksel dengan nilai hue ≠ ‘0’ pada citra permukaan TLC lebih tinggi daripada permukaan TLC yang kontak dengan logam besi. 3. Nilai hue sepanjang garis tengah lingkaran pada permukaan TLC , baik yang kontak dengan permukaan logam kuningan maupun besi, menunjukkan pola yang sama. Nilai hue cukup merata di bagian tengahnya (lingkaran dalam) namun semakin berkurang di tepinya (tepi kanan dan kiri), yang menunjukkan semakin jauh dari tepi permukaan logam maka energi kalornya semakin berkurang, karena terjadi perpindahan kalor pada tepi permukaan logam ke udara di sekitarnya.
VI. 2 Saran 1. Perlu dilakukan berbagai variasi teknik pengambilan data dan variasi jenis logam maupun rentang temperatur bahan TLC, untuk lebih memperkaya informasi yang diberikan. 2. Dengan menggunakan citra permukaan TLC dan berbasis nila hue, dapat dilakukan pengukuran kuantitatif seperti perhitungan laju kalor dan jumlah kalor yang hilang selama proses pemanasan.
24
DAFTAR PUSTAKA [1]
Bharara, Manish. 2007. Liquid Crystal Thermography in Neuropathic Assesment of Diabetic Foot, PhD Thesis, Bournemouth University. [2] Chandrasekhar, S. 1992. Liquid Crystal, Cambrige: University Press. [3] Gonzales, R.C., Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing, 2ed, Prentice Hall. [4] Hallcrest. 1991. Handbook of Thermochromic Liquid Crystal. Glenview, IL, Hallcrest. [5] J.A. Stasiek and T.A. Kowalewski. 2002. Thermochromic liquid crystals applied for heat transfer research. Opto-Electronic Review 10(1), 1-10. [6] Suryantari & Flaviana. 2015. Linearization of Hue Value on the Surface of Thermochromic Liquid Crystal with Variation of Temperature. Indonesian Journal of Applied Physics. Volume: 05(1), page 84-91. [7] Yang, Deng-Ke & Wu, Shin-Tson. 2006. Fundamentals of Liquid Crystal Devices. John Wiley&Son Ltd. [8] Zemansky,W Mark and Dittman, H Richard. 1997. Heat and Thermodynamics. 7th ed. McGrawHill, Inc. [9] https://www.mathworks.com/help. [Diakses pada 01-11-2016]. [10] https://en.wikipedia.org/wiki/HSL_and_HSV. [Diakses pada 01-11-2016]. [11] https://www.sfxc.co.uk/products/liquid-crystal-inks. [Diakses pada 03-11-2016]. [12] http://www.sciencephoto.com/media/133881/view. [Diakses pada 07-11-2016].
25
Lampiran Program untuk Pengolahan Citra im = imread('D:\data2016\tembaga\7.bmp'); ic = imcrop(im, [150 275 589 589]); resize = imresize(ic, 0.5); HSV = rgb2hsv(resize); H = HSV(:,:,1); Gambar1 = H; open = imopen (gambar1, (strel('line',30,30))); %imshow(gabung32open); open1 = open; for i1=1:295 for i2=1:295 if(open1(i1,i2)<0.2889) open1(i1,i2)=0; end end end open2 = open1; figure(1),subplot(141),imshow(ic,[]) title('citra RGB'); figure(1),subplot(142),imshow(HSV,[]) title('citra hsv'); figure(1),subplot(143),imshow(H,[]) title('komponen hue'); figure(1),subplot(144),imshow(open2,[]) title('citra akhir');