PENGERINGAN SPOUTED BED LADA PUTIH (Piper nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN PREHEATING GELOMBANG MIKRO
ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L.) dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Andi Muhammad Akram Mukhlis NIM F151140106
RINGKASAN ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS. Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L.) dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro. Dibimbing oleh EDY HARTULISTIYOSO dan YOHANES ARIS PURWANTO. Lada merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya nilai ekspor lada Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa negara dari sektor nonmigas. Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara pengekspor lada terbesar kedua setelah Vietnam yang mampu memasok sekitar 40% dari total ekspor lada putih dunia. Pada proses pengolahan lada tersebut, salah satu tahap yang penting adalah proses pengeringan. Untuk pengeringan lada putih, pengeringan dilakukan setelah perendaman 3-10 hari sehingga kadar air awal lada cukup tinggi. Kondisi kadar air yang tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan jamur apabila proses pengeringan berlangsung lambat sehingga dapat menurunkan kualitas bahkan merusak lada tersebut. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pengeringan lada putih (Piper nigrum L.) secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave), meliputi penurunan kadar air, waktu dan laju pelepasan air, serta perubahan suhu selama pengeringan. Penelitian ini memiliki tujuan khusus yaitu: (1) menentukan karakteristik fisik biji lada putih, meliputi: dimensi, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji lada; dan (2) menguji mutu lada putih hasil pengeringan secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave) berdasarkan parameter mutu: derajat putih (whiteness), kadar minyak atsiri dan total cemaran mikroba. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai dimensi rata-rata biji lada putih memiliki kecenderungan terdistribusi normal. Sekitar 92% biji lada putih memiliki tinggi pada rentang dari 3.5 mm sampai 4.5 mm; sekitar 85%, panjang pada rentang dari 4.0 mm sampai 5.0 mm; sekitar 86%, lebar pada rentang dari 3.5 mm sampai 5.0 mm pada kadar air 15.40% b.k. Ketiga dimensi aksial tersebut meningkat secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji, begitu juga dengan kebulatan biji lada putih. Kebulatan biji lada putih meningkat secara linear dari 0.969 hingga 0.977. Peningkatan kadar air pada biji lada putih mengakibatkan perubahan bulk density dan true density secara polinomial, sedangkan porositas menurun secara linear dari 45.01% hingga 44.88%. Suhu bahan dengan perlakuan non-preheating maupun preheating mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai suhu sekitar 50 oC dan relatif konstan pada suhu tersebut. Pada perlakuan preheating dengan daya 320 watt selama 2 menit, suhu lada ditingkatkan sebesar 13.2oC atau menjadi 41.1oC, sedangkan pada daya 640 watt selama 2 menit, suhu lada meningkat sekitar 36.1oC atau menjadi 63.8oC. Suhu udara keluar memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan suhu biji lada putih, yang mengindikasikan bahwa interaksi antara udara panas yang masuk dengan bahan cukup baik, sehingga terjadi transfer panas yang baik dari udara tersebut ke biji lada. Proses preheating mengakibatkan penurunan kadar air rata-rata yang tidak begitu besar yaitu sebesar 0.06%bk pada daya 320 watt dan 0.19%bk pada daya
640 watt. Proses pengeringan spouted bed mampu menurunkan kadar air lada rata-rata sebesar 59.94%bk selama 31 menit pada perlakuan non-preheating, 60.38%bk selama 37 menit pada perlakuan preheating 320 watt, dan 59.35%bk selama 32 menit pada perlakuan preheating 640 watt. Grafik rasio kadar air menunjukkan bahwa, perlakuan preheating tidak cukup mempengaruhi perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan atau dengan kata lain tidak mempengaruhi karakteristik pengeringan biji. Perlakuan preheating menyebabkan laju pelepasan air di tahap awal cukup tinggi dibandingkan perlakuan non-preheating. Semakin tinggi suhu bahan setelah proses preheating, seperti yang terjadi pada preheating 640 watt, maka pelepasan air dari bahan juga akan semakin cepat. Grafik laju pelepasan air terhadap rasio kadar air juga memperlihatkan bahwa, semakin kecil kadar air bahan maka laju pelepasan air akan semakin menurun. Perlakuan preheating dan non-preheating mengakibatkan derajat putih hasil pengeringan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dengan uji selang berganda Duncan. Derajat putih rata-rata sebesar 15.5% untuk perlakuan tanpa preheating dan 15.7% untuk perlakuan preheating 320 dan 640 watt. Biji lada putih hasil perebusan dan perendaman selama 3 hari memiliki total mikroba (TPC) sebanyak 2.5×107 CFU/g. Total mikroba lada putih hasil pengeringan spouted bed tanpa preheating rata-rata sebesar 1.54×105 CFU/g, sedangkan total mikroba pada lada putih dengan perlakuan preheating 320 dan 640 watt rata-rata sebesar 3.0×104 dan 6.0×103 CFU/g secara berturut-turut. Kadar minyak atsiri pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Kadar minyak atsiri yang diperoleh pada perlakuan non-preheating, preheating 320 watt, dan preheating 640 watt rata-rata sebesar 2.88%, 3.21%, dan 2.86%. Dapat disimpulkan bahwa, pada semua perlakuan, jumlah penurunan kadar air dan lama pengeringan relatif sama. Perlakuan preheating meningkatkan laju pelepasan air hanya di tahap awal namun tidak mempengaruhi laju pelepasan air secara keseluruhan hingga proses pengeringan selesai. Perlakuan dengan preheating mampu membunuh mikroba lebih baik dibandingkan pengeringan tanpa preheating dan menghasilkan nilai TPC di bawah standar IPC untuk lada putih yang telah disterilkan, sedangkan mutu lada putih lainnya tidak berbeda secara nyata pada berbagai perlakuan. Kata kunci: lada putih, microwave, pengeringan, preheating, spouted bed
SUMMARY ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS. Spouted Bed Drying of White Pepper (Piper nigrum L.) with Microwave Preheating Treatment. Supervised by EDY HARTULISTIYOSO and YOHANES ARIS PURWANTO. Pepper is one of the commodity that has a high economical value. The high value of Indonesia pepper shows that export this commodity has a prospect to be developed as a foreign exchange from non-oil sector. In 2014, Indonesia was the second largest of white pepper exporting country after Vietnam, that was capable to supply approximately 40% of the whole white pepper export. It is important therefore to process pepper properly to maintain its high quality. In processing of white pepper, one of the important step is drying process. For white pepper, drying process is done after 3-10 days of immersion so that the initial moisture content is high enough. High moisture content condition is susceptible to grow of mold if the drying process run slowly so that it can decrease the quality moreover damage the pepper. The general objective of this study was to analyze the drying characteristics of white pepper (Piper nigrum L.) using spouted bed dryer with microwaves preheating treatment. The characteristics include reduced moisture content, time and drying rate of materials, and changes in temperature during drying. This study has a specific purpose, namely: (1) to determine the physical properties of white pepper seeds, include: dimensions, roundness, bulk density, true density, and porosity; and (2) to investigate quality of white pepper after spouted bed drying with microwave preheating treatment based on quality parameters: whiteness, total oil content and microbial contamination. The results of this study indicated that the value of average dimensions of white pepper seeds had a tendency to be normally distributed. Approximately 92% of white pepper seeds had a high in the range of 3.5 mm to 4.5 mm; about 85%, length in the range of 4.0 mm to 5.0 mm; about 86%, width in the range of 3.5 mm to 5.0 mm at moisture content of 15.40% d.b. The axial dimension increased linearly with the increase in seed moisture content, likewise roundness of white pepper seeds. Roundness of white pepper seeds increased linearly from 0.969 to 0.977. Increasing of moisture content on white pepper seeds resulted polynomial model in bulk density and true density, while the porosity decreased linearly from 45.01% to 44.88%. Temperature of seeds with non-preheating and preheating treatment increased gradually until it reached a temperature of about 50°C and relatively constant at that temperature. In the preheating treatment with 320 watts of power for 2 minutes, temperature increased by 13.2oC or been 41.1oC, while the power of 640 watts for 2 minutes, temperature increased by about 36.1oC or been 63.8oC. The temperature of air discharged was not much different from the temperature of white pepper seeds, that indicated good interaction between incoming hot air with the material, so that heat transfer from the air to seeds going well. Preheating caused light decrease of avegare moisture content that were 0.06% d.b at 320 watts of power and 12.19% d.b at 640 watts of power. The drying process of spouted bed was able to reduce the moisture content of pepper
on average by 59.94% d.b for 31 minutes on the treatment of non-preheating, 60.38% d.b for 37 minutes on treatment of preheating 320 watts, and 59.35% d.b for 32 minutes at treatment of preheating 640 watts. The graph of moisture content ratio shows that preheating treatment was less effect to reduce the moisture content of material during drying process or in other words did not affect drying characteristics of seeds. Preheating treatment caused the release rate of water in the early stages, quite high compared to the treatment of non-preheating. The higher temperature of the material after preheating, as happened on preheating of 640 watts, then the release of water of seeds will also be faster. The graph of release rate of water showed that decreasing of moisture content of materials, caused decrease of release rate of water. Preheating and non-preheating treatment resulted whiteness value that was not significantly different at 5% test level with Duncan multiple test. Whiteness average of 15.5% for treatment without preheating and 15.7% for preheating treatment of 320 and 640 watts. White pepper seeds that was boiling and soaking for 3 days, had a total microbial (TPC) of 2.5×107 CFU/g. Total microbial of white pepper after spouted bed drying process without preheating was 1.54 × 105 CFU/g, while the total microbes of white pepper with preheating treatment of 320 and 640 watts were 3.0×104 and 6.0×103 CFU/g, respectively. Oil content in all treatments were not significantly different at the 5% test level. Oil content obtained in the treatment of non-preheating, preheating of 320 watts and preheating of 640 watts were 2.88%, 3.21% and 2.86%, repectively. It can be concluded that, in all treatments, the amount of moisture reduction and drying time is relatively similiar. Preheating treatment increase the release rate of water just at the initial stage but did not affect overall water release rate until the drying process is completed. Preheating treatment can kill microbes better than drying without preheating and generate TPC value below IPC standard for white pepper that has been sterilized, while the quality of other white pepper were not significantly different in the various treatments. Keywords: drying, microwave, preheating, spouted bed, white pepper.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGERINGAN SPOUTED BED LADA PUTIH (Piper nigrum L.) DENGAN PERLAKUAN PREHEATING GELOMBANG MIKRO
ANDI MUHAMMAD AKRAM MUKHLIS
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Leopold Oscar Nelwan, STP MSi
Judul Tesis : Pengeringan spouted bed lada putih (Piper nigrum L.) dengan perlakuan preheating gelombang mikro Nama : Andi Muhammad Akram Mukhlis NIM : F151140106
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Edy Hartulistiyoso, MSc Ketua
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 10 Mei 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini ialah pengeringan, dengan judul Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper nigrum L.) dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Edy Hartulistiyoso, MSc dan Bapak Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc selaku pembimbing atas semua waktu, pemikiran, dorongan, dukungan, dan semangatnya untuk penelitian ini, serta Bapak Dr Leopold O. Nelwan, STP MSi yang telah banyak memberikan saran. Selain itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada para laboran di lingkungan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem atas bantuan selama penulis melakukan penelitian. Penghargaan tertinggi penulis sampaikan untuk kedua orang tua tercinta, ayah (Dr H Mukhlis Mukhtar, M.Ag) dan ibu (Dra Andi Herawati M.Ag) serta kakak dan adik yang selalu mencurahkan doa, perhatian, dukungan, dan semangatnya yang tiada henti untuk penulis. Kepada teman-teman program fasttrack TMP yang selalu membantu dan memberikan semangatnya kepada penulis, terima kasih juga penulis ucapkan kepada Lovi Dwi Pricestasari, SGz yang selalu memberi semangat, dukungan, dan doa terbaiknya untuk penulis. Terima kasih yang tak terlupakan untuk teman-teman di TMP angkatan 2013 dan 2014 yang selalu memberikan masukan dan semangat selama penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016 Andi Muhammad Akram Mukhlis
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Lada Proses Pengeringan Pengeringan Spouted Bed Pengeringan Gelombang Mikro
3 3 5 6 7
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Tahapan Penelitian Rancangan Penelitian
8 8 9 9 9 17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Biji Lada Perancangan alat pengering spouted bed Daya Gelombang Mikro Perubahan Suhu Pada Proses Pengeringan Penurunan Kadar Air Laju Pelepasan Air Mutu Lada Putih
17 17 20 22 24 26 31 32
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
34 34 34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
55
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Ekspor lada putih beberapa negara di tahun 2013 dan 2014 Standar mutu lada putih (SNI 0004:2013) Standar mutu lada putih yang telah mendapat perlakuan menurut IPC Dimensi aksial dan diameter biji lada putih pada berbagai kondisi kadar air Data masukan dalam perancangan alat pengering Hasil analisis geometris dan hidrodinamik Daya gelombang mikro pada proses preheating Kadar air biji lada putih sebelum dan sesudah preheating Kadar air biji lada putih sebelum dan sesudah proses pengeringan Energi penguapan air selama proses pengeringan Hasil pengujian mutu biji lada setelah proses pengeringan
1 4 4 18 21 22 24 26 27 29 32
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20
Pergerakan uap air selama pengeringan (Fellows 2009) Bagian-bagian pada spouted bed (Spreutels et al. 2015) Spektrum elektromagnetik (Schiffmann 2006) Kurva pengeringan dengan preheating (Sciffman 2006) Diagram alir penelitian Diagram alir penentuan karakteristik fisik lada Dimensi aksial biji lada putih: T, tinggi; P, panjang dan L, lebar. (a) Faktor geometri dan (b) diagram skematik reaktor conical spouted bed Diagram alir pengeringan lada putih Kurva distribusi frekuensi dimensi biji pada kadar air 15.40%bk. : (□) tinggi, (○) panjang, dan (Δ) lebar. Pengaruh kadar air terhadap kebulatan biji Pengaruh kadar air terhadap bulk density (Δ) dan true density (○) biji lada putih. Pengaruh kadar air terhadap porositas biji. Alat pengering spouted bed skala laboratorium Daya gelombang mikro selama preheating: (a) daya 320 watt, (b) daya 640 watt Grafik suhu udara dan suhu bahan selama proses pengeringan: (a) nonpreheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt. --□-Suhu udara masuk, --Δ-- Suhu udara keluar, --○-- Suhu bahan, --◊-Suhu lingkungan. Grafik kadar air bahan selama proses pengeringan: (a) non-preheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt Grafik rasio kadar air biji lada pada berbagai perlakuan Grafik laju pelepasan air selama proses pengeringan: (a) nonpreheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt Laju pelepasan air terhadap rasio kadar air biji lada
5 6 7 8 10 11 12 13 15 17 18 19 20 21 23
25 28 29 30 31
21 Lada putih setelah proses pengeringan sputed bed. (a) non-preheating, (b) preheating 320 watt, (c) preheating 640 watt.
33
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel frekuensi dimensi rata-rata biji lada putih pada kadar air 15.40%bk. 2 Kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji lada putih pada berbagai kadar air 3 Perhitungan analisis geometri dan hidrodinamik 4 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada perlakuan non-preheating 5 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada perlakuan preheating 320 watt 6 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada perlakuan preheating 640 watt 7 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan nonpreheating 8 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan preheating 320 watt 9 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan preheating 640 watt 10 Tabel analisis ragam dan uji duncan pada SPSS 16.0 untuk derajat putih, total mikroba, serta kadar minyak atsiri lada putih
39 40 41 42 44 46 48 50 52 54
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lada merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya nilai ekspor rempah-rempah Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa negara dari sektor nonmigas. Komoditas lada hitam dan lada putih menempati posisi tertinggi nilai ekspor Indonesia untuk sektor rempah-rempah yang diikuti oleh pala dan kapulaga, dan kayumanis. Pada tahun 2014, total ekspor dari Januari sampai November terhadap komoditi lada putih mencapai 13 082 ton dan di tahun 2015 meningkat menjadi 18 500 ton (BPS 2015). Bagi Indonesia, lada merupakan komoditas ekspor dan hanya sebagian kecil saja yang dikonsumsi dalam negeri. Berdasarkan data International Pepper Community, IPC (2014) Indonesia merupakan negara penghasil lada terbesar kedua setelah Vietnam yang mampu memasok sekitar 40% dari total ekspor lada putih dunia. Ekspor lada putih beberapa negara seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Ekspor lada putih beberapa negara di tahun 2013 dan 2014 Ekspor (ton) Negara 2013 2014 Vietnam 17,652 16,329 Indonesia 16,561 15,237 Malaysia 2,187 2,604 Brazil 2,000 2,235 China 1,606 1,042 Sumber : IPC 2014 Sebagian besar bentuk komoditas lada yang diekspor oleh negara penghasil lada, termasuk Indonesia adalah berupa lada hitam dan lada putih. Pada proses pengolahan lada tersebut, salah satu tahap yang penting adalah proses pengeringan. Proses pengeringan jika dilakukan dengan pengeringan matahari akan membutuhkan waktu 1-3 hari dan sangat tergantung pada keadaan cuaca. Untuk pengeringan lada putih, pengeringan dilakukan setelah perendaman 3-10 hari sehingga kadar air awal lada cukup tinggi. Kondisi kadar air yang tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan jamur apabila proses pengeringan berlangsung lambat sehingga dapat menurunkan kualitas bahkan merusak lada tersebut. Penelitian yang telah dilakukan oleh Usmiati dan Nurdjannah (2007) yaitu membandingkan pengeringan matahari dengan pengeringan mekanis untuk lada putih menunjukkan bahwa pengeringan matahari membutuhkan waktu rata-rata 13 jam selama 2 hari dan pengeringan mekanis dengan suhu berkisar antara 40o-65oC berlangsung selama 4 – 4.5 jam. Salah satu metode yang dapat dikembangkan dalam proses pengeringan mekanis adalah penggunaan gelombang elektromagnetik khususnya gelombang mikro. Pengeringan dengan gelombang mikro pada lada putih dapat menjadi lebih cepat dan kandungan minyak atsiri yang lebih baik serta cemaran mikroba yang lebih rendah dibandingkan oven udara panas (Hartulistiyoso dan Sudarmaji 2005). Selain itu, gelombang mikro juga dikembangkan pada proses sanitasi lada (Emam
2 et al. 1995) dan hasil evaluasi menunjukkan bahwa metode tersebut tetap menjaga senyawa aroma utama lada (Plessi et al. 2002). Namun, penerapan gelombang mikro secara tunggal dapat menyebabkan pemanasan tidak merata serta distribusi medan yang tidak homogen pada produk tertentu, tergantung pada sifat dielektrik dan termofisik. Selain itu, pengeringan dengan oven microwave secara tunggal bisa sangat mahal, baik dari segi peralatan dan biaya operasional. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, penerapan gelombang mikro dapat dikombinasikan dengan pengeringan udara panas. Hal tersebut biasanya akan meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomi dari proses pengeringan (Schiffmann 2006). Menguapkan kadar air bebas di permukaan bahan relatif efisien dengan menggunakan udara panas, sedangkan untuk menghilangkan kadar air bebas internal maupun kadar air terikat, gelombang mikro memberikan cara yang efisien. Pengeringan udara panas dapat dilakukan melalui proses spouted bed, sehingga proses pengeringan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif lebih singkat karena tingginya laju kehilangan kadar air serta menjamin pemanasan bahan yang seragam karena pergerakan partikel yang baik. Terdapat tiga cara dalam mengkombinasikan pengeringan gelombang mikro dengan metode pengeringan lainnya, yaitu dilakukan diawal (preheating), pada saat laju pengeringan mulai turun (booster drying), dan di fase akhir pengeringan (finish drying) (Schiffmann 2006). Pada penelitian ini, perlakuan gelombang mikro dilakukan di awal sebelum proses pengeringan spouted bed. Dengan menerapkan perlakuan gelombang mikro di awal proses pengeringan (preheating), diharapkan dapat mempersingkat proses pengeringan serta memberikan kualitas hasil pengeringan lada putih yang lebih baik. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pengeringan lada putih (Piper nigrum L.) secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave), meliputi penurunan kadar air, waktu dan laju pelepasan air, serta perubahan suhu selama pengeringan. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Menentukan karakteristik fisik biji lada putih, meliputi: dimensi, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji. 2. Merancang alat pengering spouted bed skala laboratorium tipe batch untuk proses pengeringan biji lada putih. 3. Menguji mutu lada putih hasil pengeringan secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave) berdasarkan parameter mutu: derajat putih (whiteness), kandungan minyak atsiri dan total cemaran mikroba. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik pengeringan spouted bed yang diberi perlakuan preheating maupun
3 tanpa preheating. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai beberapa karakteristik fisik biji lada putih dan bermanfaat dalam menemukan metode yang tepat dalam pengeringan biji lada putih untuk menghasilkan mutu lada putih yang baik.
2 TINJAUAN PUSTAKA Lada Tanaman lada merupakan tanaman rempah-rempah yang sudah lama ditanam di Indonesia. Tanaman ini berasal dari Ghats-Malabar India dan di negara asalnya terdapat tidak kurang dari 600 jenis varietas, sementara itu di Indonesia terdapat tidak kurang dari 40 varietas. Adapun varietas lada di Indonesia antara lain: varietas Jambi, varietas Lampung, varietas Bulok Belantung, varietas Muntok atau Bangka yang dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam yaitu lada yang dikeringkan bersama kulitnya (tanpa pengupasan), sedangkan lada putih yaitu lada yang dikeringkan setelah melalui proses perendaman dan pengupasan. Lada hitam paling banyak dihasilkan di Provinsi Lampung, sementara lada putih awalnya banyak dihasilkan di Muntok, Bangka bagian barat. Saat ini lada putih terkonsentrasi di Bangka Selatan antara lain terdapat di Kecamatan Toboali, Kecamatan Koba, dan Kecamatan Air Gegas (Permentan 2012). Tanaman lada (Piper nigrum L) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomis tinggi. Komoditas ini banyak dibudidayakan di wilayah Lampung secara turun menurun dalam bentuk perkebunan kecil. Pada umur tanaman berkisar antara 2-3 tahun, tanaman ini dapat mulai berbuah. Produktivitas kebun lada rakyat di Lampung masih tergolong rendah yaitu rata-rata 591 kg/ha, dibanding produktivitas nasional yang mencapai 800 kg/ha (BBPPTP 2008). Lada putih merupakan produk penting yang secara umum digunakan pada produk pangan yang tidak menginginkan partikel yang gelap, seperti sup, mayones, saus berwarna cerah, dan sebagainya. Lada putih didapatkan dari buah yang matang dengan menghilangkan kulit buahnya sebelum proses pengeringan. Lada putih diproduksi secara konvensional dari buah matang dengan teknik perendaman di dalam air. Pada teknik tersebut, buah matang dan buah yang hampir matang dipanen, dirontokkan dan ditumpuk dalam bak yang airnya mengalir selama 7-10 hari. Buah lada dapat juga disimpan dalam karung goni dan direndam pada aliran air. Selama proses perendaman, kulit terluar (pericarp) mengalami pelapukan dan mudah dihilangkan dengan menggosoknya kemudian dicuci dalam air bersih dan dikeringkan (Ravindran dan Kallupurackal 2001). Proses pengeringan di tingkat petani dilakukan dengan dijemur, dimana hal tersebut sangat tergantung dari keadaan cuaca. Pengeringan buah lada dilakukan dengan cara menjemur di bawah panas sinar matahari 2-3 hari sampai kadar air mencapai 15% yaitu kadar air yang dikehendaki pasar. Cuaca yang kurang baik mengakibatkan proses pengeringan menjadi lambat dan lada menjadi berjamur. Pengeringan dengan penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas
4 (terpal/tikar) yang bersih, tidak dijemur di atas tanah tanpa alas karena akan menghasilkan kualitas lada jelek dan kotor. Saat penjemuran dilakukan beberapa kali pembalikan atau ditipiskan dengan ketebalan tumpukan penjemuran 10 cm menggunakan garu dari kayu agar kekeringan buah lada seragam dalam waktu yang sama (BBPPTP 2008).
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel 2 Standar mutu lada putih (SNI 0004:2013) Persyaratan Spesifikasi Satuan Mutu I Mutu II g/l min. 600 min. 600 Kerapatan % maks. 13.0 maks. 14.0 Kadar air, (b/b) % maks. 1.0 maks. 2.0 Kadar biji enteng, (b/b) % maks. 1.0 maks. 2.0 Kadar benda asing, (b/b) Kadar lada berwarna % maks. 1.0 maks. 2.0 kehitam-hitaman, (b/b) % maks. 1.0 maks. 3.0 Kadar cemaran kapang, (b/b) Detection/ Salmonella Negatif Negatif 25 g MPN/g <3 <3 E. Coli
Tabel 3 Standar mutu lada putih yang telah mendapat perlakuan menurut IPC Quality Parameter Bulk Density (g/l, minimum) Moisture (% vol/weight, maksimum) Light Berries/Corns (% by weight, maximum) Extraneous Matter (% by weight, maximum) Black Berries/Corns (% by weight, maximum) Mouldy Berries/Corns (% by weight, maximum) Insect Defiled Berries/Corns (% by weight, maximum) Whole Insects, Dead (by count, maximum)
Mammalian or/and Other Excreta (by count, maximum) Aerobic Plate Count (cfu/g, maximum) Mould & Yeast (cfu/g, maximum) Escherichia coli (MPN/g) Salmonella (detection / 25g)
IPC WPT-1
IPC WPT-2
600
600
12
12
1
2
1
2
1
2
Nil
Nil
1
2
Not more than 2 numbers in each sub sample and not more than 5 numbers in total of all sub-samples. Shall be free of any visible mammalian or/and other excreta
Not more than 2 umbers in each sub sample and not more than 5 numbers in total of all sub-samples Shall be free of any visible mammalian or/and other excreta
5 x 104
5 x 104
1 x 103
1 x 103
<3 Negative
<3 Negative
5 Badan Standardisasi Nasional telah mengeluarkan standar mutu lada putih (SNI 0004:2013) seperti yang terlihat pada Tabel 2. IPC juga telah membuat standar mutu untuk lada putih yang telah mendapat perlakuan, seperti yang ditampilkan pada Tabel 3. Proses Pengeringan Pengeringan secara umum digambarkan sebagai proses menghilangkan atau mengeluarkan zat volatil (air) dengan pemanasan untuk menghasilkan produk padat. Air merupakan larutan cair dalam padatan atau bahkan terjebak dalam struktur mikro padat, yang memberikan tekanan uap lebih rendah dari cairan murni, disebut sebagai air terikat. Sedangkan air yang lebih dari air terikat disebut air tidak terikat (Mujumdar 2006). Ketika bahan padat basah dikenakan pengeringan panas, terdapat dua proses yang terjadi secara bersamaan : 1. Perpindahan energi (dalam bentuk panas) dari lingkungan sekitar untuk menguapkan air permukaan. Kondisi ini dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu suhu, kelembaban dan aliran udara, luas permukaan sentuh bahan, dan tekanan. 2. Perpindahan air (massa) dari dalam menuju permukaan padatan dan selanjutnya penguapan disebabkan oleh proses 1. Perpindahan ini merupakan fungsi dari suhu, kadar air, dan sifat fisik alami bahan. Pembuangan air dari produk pangan melibatkan perpindahan panas dan massa secara bersamaan. Perpindahan panas terjadi dalam struktur produk dan dihubungkan dengan gradien suhu antara permukaan produk dan permukaan air pada lokasi yang sama dalam produk. Energi panas yang cukup ditambahkan ke air akan menyebabkan penguapan, uap dibawa dari permukaan air dalam produk menuju permukaan produk. Pada permukaan produk, transfer panas dan massa berlangsung secara simultan tetapi dikontrol dengan proses-proses konvektif. Pergerakan uap air dari permukaan produk menuju udara dan perpindahan panas dari udara ke permukaan produk merupakan fungsi dari tekanan uap yang ada dan gradien suhu serta besarnya koefisien konveksi pada permukaan produk (Singh dan Heldman 2009).
Gambar 1 Pergerakan uap air selama pengeringan (Fellows 2009)
6 Ketika udara panas dihembuskan melalui permukaan bahan basah, uap air berdifusi melewati lapisan batas udara sekitar bahan dan dibawa oleh pergerakan udara seperti pada Gambar 1. Gradien tekanan uap air dibentuk dari air di dalam bahan menjadi udara kering. Gradien ini memberikan „driving force’ untuk pelepasan air dari bahan. Lapisan batas bertindak sebagai pembatas untuk perpindahan panas dan pelepasan uap air. Ketebalan lapisan ditentukan oleh kecepatan udara, kecepatan udara yang rendah menghasilkan lapisan batas yang lebih tebal yang menurunkan koefisien pindah panas. Ketika uap air meninggalkan permukaan bahan, terjadi peningkatan kelembaban udara pada lapisan batas. Hal ini akan menurukan gradien tekanan uap air, sehingga laju pengeringan menjadi lambat. Begitupun sebaliknya, perpindahan udara yang cepat menghilangkan kelembaban udara lebih cepat, menurunkan lapisan batas, meningkatkan gradien tekanan uap air dan akhirnya meningkatkan laju pengeringan (Fellows 2009). Pengeringan Spouted Bed Pengering spouted bed berguna dalam pengeringan bahan/partikel yang berukuran besar (Geldart-D) yang memiliki diameter di atas 5 mm. Pada pengering tersebut, udara dengan kecepatan tinggi masuk melewati bukaan pada bagian bawah tumpukan partikel dan membawa partikel tersebut menuju permukaan tumpukan (Law dan Mujumdar 2006). Spouted bed adalah kontaktor antara udara dan padatan dimana sirkulasi aliran padatan terjadi. Area Spouted bed dapat dibagi dalam tiga bagian: spout, fountain, dan annulus (Gambar 2) (Spreutels et al. 2015).
Gambar 2 Bagian-bagian pada spouted bed (Spreutels et al. 2015) Dalam proses pengeringan partikel padat, partikel tersebut akan berpindah dari satu bagian ke bagian lainnya secara terus menerus. Partikel padat bergerak naik secara cepat pada bagian spout hingga mencapai posisi di atas tumpukan (fountain) dan kemudian bergerak turun pada bagian annulus. Agar kondisi sirkulasi partikel tersebut dapat terjadi, kecepatan udara yang masuk harus sama
7 atau lebih besar dari kecepatan semburan minimum (Spreutels et al. 2015). Pengeringan spouted bed memiliki beberapa keuntungan dan batasan jika dibandingkan dengan pengering konvensional. Pengeringan ini dapat digunakan untuk mengeringkan padatan yang sensitif terhadap panas, seperti produk pangan (Pallai et al. 2006). Pengeringan Gelombang Mikro Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dalam kisaran frekuensi 300 MHz ke 300 GHz. Dalam spektrum elektromagnetik (Gambar 3), gelombang mikro berada di antara rentang frekuensi radio pada frekuensi yang lebih rendah dan inframerah serta cahaya tampak pada frekuensi yang lebih tinggi. Dengan demikian, gelombang mikro termasuk ke dalam radiasi non-ionisasi (Schubert dan Regier 2005). Tidak seperti radiasi termal, pemanasan oleh gelombang mikro sangat tergantung pada komposisi kimia dari material yang diradiasikan. Gelombang mikro berinteraksi terutama dengan molekul polar dan partikel bermuatan. Sejauh ini interaksi yang paling penting adalah dengan molekul air. Medan elektromagnetik dari gelombang mikro bergantian pada frekuensi tinggi, sehingga dipol bahan berputar dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan medan tersebut. Energi gelombang memberikan peningkatan energi kinetik yang terkait dengan osilasi secara rotasi dan diubah menjadi kerja gesekan antarmolekul dan akhirnya panas. Dengan demikian, panas yang dihasilkan di dalam materi sebagai penetrasi dari gelombang mikro itu (Berk 2013).
Gambar 3 Spektrum elektromagnetik (Schiffmann 2006) Konvensi internasional menyatakan bahwa oven gelombang mikro (aplikasi pada industri, keilmiahan dan medis) beroperasi pada frekuensi tertentu yaitu 2.45 GHz. Pada frekuensi ini medan listrik menggerakkan molekul air 109 kali setiap detik, sehingga menciptakan panas yang hebat yang dapat meningkat 10 oC per
8 detik. Air menjadi komponen utama dari bahan biologis, isinya langsung mempengaruhi pemanasan (Meda et al. 2005). Pemanasan dan pengeringan dengan energi gelombang mikro berbeda dengan cara konvensional. Metode konvensional tergantung pada aliran panas dari permukaan bahan ke dalam sebagaimana ditentukan dengan diferensial suhu dari panas luar ke dalam yang dingin. Pemanasan dengan energi gelombang mikro pada dasarnya pemanasan massal dimana medan elektromagnetik berinteraksi dengan bahan secara keseluruhan dan terjadi secara seketika dan bisa sangat cepat. Kecepatan pemanasan bisa menjadi keuntungan dan memungkinkan dicapai dalam hitungan detik atau menit yang dengan metode pemanasan konvensional bisa membutuhkan waktu beberapa menit, jam dan bahkan berhari-hari (Schiffmann 2006). Keuntungan pengeringan gelombang mikro adalah pengeringan dapat berlangsung lebih cepat dan mampu menurunkan cemaran mikroba pada bahan (Hartulistiyoso dan Sudarmaji 2005). Namun, penggunaan secara tunggal bisa sangat mahal dari segi peralatan dan biaya operasional. Pengeringan gelombang mikro biasanya dikombinasikan dengan udara panas agar meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomis proses pengeringannya. Terdapat tiga metode dalam mengkombinasikan gelombang mikro dan pengeringan udara panas yaitu: preheating, booster drying, dan finish drying. Proses preheating dapat membuat kurva pengeringan lebih curam dan waktu pengeringan lebih singkat (Gambar 4). Hal tersebut disebabkan bagian dalam bahan dapat dipanaskan hingga mencapai suhu evaporasi dan mendorong air dalam bahan menuju ke permukaan bahan (Schiffman 2006).
Gambar 4 Kurva pengeringan dengan preheating (Sciffman 2006)
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2015 sampai dengan bulan Maret 2016. Pengukuran true density lada putih dilakukan di Laboratorium
9 Mekanika Tanah; pengukuran karakteristik biji lada putih, pembuatan alat dan proses pengujian pengeringan dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian; uji derajat putih dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB. Analisis total mikroba dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat Antar Universitas (PAU), IPB. Analisis kadar air dan minyak atsiri dilakukan di Laboratorium Analisis Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Cimanggu, Kota Bogor. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa biji lada putih kering untuk penentuan karakteristik fisik dan lada putih basah untuk mengetahui karakteristik pengeringannya. Lada diperoleh dari perkebunan rakyat di kabupaten Enrekang provinsi Sulawesi Selatan dengan umur kira-kira 8-9 bulan setelah pembungaan. Lada putih kering yang digunakan merupakan lada putih yang telah melalui proses perebusan, perendaman, pembersihan kulit dan pengeringan dengan kadar air sekitar 13-15%, sedangkan lada putih basah merupakan lada putih hasil perebusan dan perendaman selama 3 hari kemudian dikupas kulitnya dengan kadar air sekitar 40%. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan yaitu; mikrometer sekrup dengan ketelitian 0.01 mm, wadah 500 ml, piknometer, timbangan digital, penggaris, dan peralatan perbengkelan. Peralatan yang digunakan untuk penelitian utama yaitu; oven microwave, blower, termostat, termokepel tipe-T, digital recorder, pemanas elektrik, timbangan digital ketelitian 0.01 gram, power analyzer. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan berupa serangkaian prosedur yang diawali dengan penentuan karakteristik fisik biji lada putih kemudian dilanjutkan dengan perancangan alat pengering spouted bed. Karakteristik fisik biji lada putih tersebut digunakan dalam proses perancangan alat pengering spouted bed (skala laboratorium) untuk proses penelitian utama. Penelitian utama berupa pengeringan lada putih secara spouted bed yang melalui proses preheating menggunakan gelombang mikro dengan daya 320 dan 640 watt. Selama proses pengeringan, dilakukan pengambilan data-data parameter pengeringan. Proses pengeringan ini akan menghasilkan lada putih kering, kemudian dilakukan analisis mutu lada putih kering dan analisis proses pengeringannya. Tahapan penelitian secara keseluruhan disajikan dalam Gambar 5.
10
Gambar 5 Diagram alir penelitian Penelitian pendahuluan 1.
Karakteristik Fisik Biji Lada Putih Dalam merancang suatu peralatan untuk penanganan, pemisahan, pengeringan, penyimpanan dan pengolahan bahan pertanian, termasuk juga biji-bijian seperti lada, diperlukan karakteristik fisik bahan. Karakteristik fisik bahan yang akan ditentukan adalah dimensi lada, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas. Karakteristik fisik bahan merupakan fungsi dari kadar air sehingga semua karakteristik tersebut ditentukan pada empat kondisi kadar air bahan dengan tiga pengulangan pada masing-masing kondisi tersebut. Tahapan dalam penentuan karakteristik fisik bahan secara jelas diperlihatkan pada Gambar 6. Untuk menghasilkan variasi sampel dengan kadar air yang diinginkan (Mf) dari kadar air awal bahan (Mi), dilakukan penambahan sejumlah air destilasi (Wadd) pada sejumlah massa bahan (Wi) dengan mengikuti perhitungan dari hubungan berikut (Sacilik et al. 2003; Coşkun et al. 2005; Yalçin et al. 2006):
Wadd
Wi M f M i 100 M f
(1)
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam plastik polietilen dan ditutup rapat. Sampel dalam plastik tersebut disimpan pada suhu 5oC dalam refrigerator selama seminggu hingga dua minggu untuk memastikan kadar air bahan terdistribusi secara merata. Ketika akan melakukan pengujian, sampel yang diperlukan
11 dikeluarkan dari refrigerator dan didiamkan sekitar 2 jam pada suhu ruang (Coşkun et al. 2005). Mulai
Pengukuran kadar air awal biji kering
Peningkatan kadar air biji lada
Kadar air 13 %bb
Kadar air 35 % bb
Kadar air 25% bb
Kadar air 40% bb
Pengukuran dimensi biji Perhitungan kebulatan biji Pengukuran bulk density Pengukuran true density Perhitungan porositas
Selesai
Gambar 6 Diagram alir penentuan karakteristik fisik lada Untuk menentukan dimensi rata-rata biji lada, secara acak 100 biji lada diambil, kemudian ketiga dimensi aksial (Gambar 7) yaitu tinggi, panjang, dan lebar diukur menggunakan mikrometer dengan ketelitian 0.01 mm. Ketiga dimensi aksial tersebut kemudian ditentukan a = sumbu terpanjang, b = sumbu terpanjang yang tegak lurus terhadap a dan c = sumbu terpanjang yang tegak lurus a dan b. Diameter rata-rata aritmatik (Da) dan diameter rata-rata geometrik (Dg) dihitung dengan menggunakan persamaan 2 dan persamaan 3 berturut-turut (Sacilik et al. 2003; Dursun et al. 2007). Kebulatan biji ϕ dihitung menggunakan persamaan 4 berikut (Coşkun et al. 2005; Varnamkhasti et al. 2007):
12
T
L
P
P
Gambar 7 Dimensi aksial biji lada putih: T, tinggi; P, panjang dan L, lebar. Da
a b c 3
Dg abc
(2)
13
abc
(3)
13
c
(4)
Penentuan bulk density rata-rata dilakukan dengan mengisi sampel bahan ke dalam wadah 500 ml dari ketinggian 150 mm dengan laju yang konstan, kemudian isi wadah ditimbang (Coşkun et al. 2005; Zielinska et al. 2011). True density rata-rata ditentukan menggunakan metode perpindahan toluene. Berat toluene yang dipindahkan didapatkan dengan mencelupkan sejumlah bahan yang telah ditimbang ke dalam toluene. Dengan demikian, volume toluene yang dipindahkan atau volume bahan dapat diketahui melalui rasio berat toluene yang dipindahkan dengan densitas toluene (Cetin 2006). Porositas dari biji-biji lada dihitung dari bulk density dan true density menggunakan persamaan 3 (Yalçin 2006; Varnamkhasti et al. 2007): 1 b 100 t (5) -3 dimana ε adalah porositas dalam %, ρb adalah bulk density dalam kg m dan ρt adalah true density dalam kg m-3. Perancangan alat pengering spouted bed Alat pengering dirancang untuk skala laboratorium. Alat pengering spouted bed memiliki beberapa bentuk untuk diaplikasikan pada partikel padat. Dalam penelitian ini, bentuk yang digunakan adalah conical spouted bed (CcSB). Pemilihan bentuk didasarkan pada penurunan tekanan minimum yang rendah, kemudahan dalam perancangan, serta dapat beroperasi dengan baik untuk bahan dengan diameter yang cukup besar (>5 mm), seperti yang telah dilakukan oleh Olazar et al. (1992). Rentang faktor geometris (Gambar 8a) dalam perancangan untuk menghasilkan semburan yang stabil didasarkan pada Olazar et al. (1992). Rasio antara diameter inlet dan diameter bawah kerucut (Di/Do) berada pada rentang 1/2 sampai 5/6. Sudut kerucut (γ) yang baik berada pada rentang 28o sampai 60o. Rasio antara diameter inlet dan diameter partikel (Di/dp) berada pada rentang antara 2 sampai 60 agar pengoperasian berlangsung stabil. 2.
13
Gambar 8 (a) Faktor geometri dan (b) diagram skematik reaktor conical spouted bed Udara panas untuk pengeringan berasal dari blower yang melewati saluran udara yang melewati pemanas elektrik kemudian menuju ruang pengeringan kemudian udara dan uap air akan keluar melalui saluran atas alat pengering. Suhu udara pengeringan dijaga pada kondisi 40-65oC dengan menggunakan termostat yang diletakkan setelah udara melewati elemen pemanas. Diagram skematik peralatan pengering dapat dilihat pada Gambar 8b. Kecepatan udara spouting minimum diprediksi dengan menggunakan persamaan empiris yang telah dikembangkan. Kecepatan spouting minimum pada bentuk tumpukan kerucut memiliki hubungan dengan tinggi tumpukannya. Persamaan empiris yang digunakan (persamaan 6) adalah persamaan yang dikembangkan oleh Olazar et al. (1992) karena kondisi eksperimen penelitian yang dilakukan berada pada rentang kondisi eksperimen pengembangan persamaan tersebut. Persamaan ini didasarkan pada berbagai kondisi eksperimen (Di = 0.02-0.062 m, Do = 0.063 m, Ho = 0.02-0.55 m, Dc = 0.36 m, γ = 28-45o, dp = 0.5-25 mm, ρp = 14-2420 kg m-3) dan persamaan ini juga berlaku untuk campuran bahan yang memiliki ukuran beragam (Olazar et al. 2011).
Re msi 0.126 Ar 0.5 Db Di
1.68
d p p g
tan 20.57
(6)
3
Ar
Re msi
2 d p u msi
(7) (8)
dimana ρ adalah densitas udara dalam kg m-3, ρp adalah densitas partikel dalam kg m-3, μ adalah viskositas absolut dalam Pa s, Remsi adalah bilangan Reynolds
14 partikel pada udara masuk ketika spouting minimum, umsi adalah kecepatan spouting minimum dalam m s-1. Penelitian utama Diagram alir tahapan penelitian utama yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 9. Proses pengeringan dilakukan pada biji lada putih setelah proses perendaman selama 3 hari. Setelah proses perendaman dan pencucian biji lada putih, lada didiamkan di atas saringan terlebih dahulu agar air yang menempel pada permukaan biji yang dapat lepas secara gravitasi berkurang. Lada putih basah tersebut kemudian ditimbang untuk mendapatkan lada putih sebanyak 400 gram. Lada putih selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang pengeringan spouted bed untuk perlakuan non-preheating sedangkan untuk perlakuan preheating lada disimpan dalam wadah kemudian dimasukkan ke dalam oven microwave. Suhu sebelum dan sesudah preheating diukur, kemudian lada hasil preheating dipindahkan ke ruang pengeringan spouted bed dan dilakukan proses pengeringan konveksi. Selama proses pengeringan, beberapa parameter untuk analisis pengeringan diukur dan mutu lada putih diukur setelah proses pengeringan selesai. Metode dalam setiap tahap penelitian utama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. Kadar air bahan Kadar air bahan yang akan ditentukan adalah kadar air awal (Mo), kadar air akhir (Mak) dan kadar air bahan selama proses pengeringan (Mt). Kadar air akhir bahan ditentukan dengan menggunakan metode destilasi. Metode ini merupakan metode uji kadar air untuk lada putih berdasarkan SNI 0004:2013. Metode ini digunakan karena bahan (biji lada) mengandung senyawa volatil. Prinsip dari metode ini adalah menentukan jumlah air yang dipisahkan dengan cara destilasi dengan menggunakan pelarut organik (toluen) yang tidak bercampur dengan air dan ditampung dalam penampang berskala. Dengan metode destilasi, akan diperoleh massa air (ma) dari sejumlah massa contoh uji (m). Persentase kadar air bahan dalam basis basah (%bb) dapat dihitung menggunakan persamaan 9. Kadar air awal bahan dan kadar air bahan selama proses pengeringan ditentukan dengan melakukan pengukuran massa bahan awal (mo), massa bahan akhir (mak) dan massa bahan selama proses (mt) setiap selang dua menit dan dihitung dengan mengacu pada kondisi kadar air akhir bahan dengan menggunakan persamaan 10. . ma 100% m m 100% M ak %bb M t % bb 100% ak mt M ak (% bb)
(9) (10)
2. Total mikroba Total mikroba dihitung dengan menggunakan metode hitungan cawan sebar (Hadioetomo 1993). Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung dalam sampel didasarkan pada total koloni yang muncul pada cawan. Total mikroba ditentukan dengan cara mengambil sampel 1 gram lada. Selanjutnya 1 gram biji lada tersebut dimasukkan ke dalam larutan garam
15 fisiologis 0.85% dalam kondisi steril. Kemudian dilakukan pengenceran beberapa kali untuk memudahkan penumbuhan dan perhitungan mikroba. Setiap tingkat pengenceran diambil cairan 0.1 ml dan dituangkan ke cawan petri dengan pengenceran 102, 103, 104 dan seterusnya (duplo). Selanjutnya dimasukkan juga PCA (plate count agar) ke dalam cawan. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam ruang inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam. Kemudian dihitung jumlah koloninya pada setiap cawan.
Gambar 9 Diagram alir pengeringan lada putih
16 3. Udara pengeringan Aliran udara pengeringan yang diinginkan dihasilkan dari blower kemudian melewati elemen pemanas elektrik yang diletakkan pada jalur aliran udara sebelum masuk ke ruang pengeringan. Pemanas elektrik akan memanaskan udara yang melewatinya dan suhu udara yang dihasilkan dijaga pada suhu berkisar 4065oC dengan termostat. 4. Massa bahan Pengukuran massa bahan meliputi massa awal, massa selama periode pengeringan dan massa akhir. Pengukuran massa bahan dilakukan setiap dua menit selama proses pengeringan berlangsung dan proses pengeringan dihentikan apabila telah mencapai kadar air yang diinginkan (sekitar 10% bb). Ketika pengambilan data massa, hembusan udara pengering dimatikan sesaat, kemudian lada dan ruang pengeringannya ditimbang dengan timbangan digital (ketelitian 0.01 gram). Massa lada diperoleh dengan mengurangkan data tersebut dengan massa ruang pengeringannya. 5. Pengukuran Suhu Pengukuran suhu dilakukan pada udara yang masuk dan keluar ruang pengeringan, suhu udara lingkungan, serta suhu bahan selama proses pengeringan pada setiap selang 2 menit.. Pada aliran udara masuk dan keluar, suhu yang diukur adalah suhu bola basah dan suhu bola kering. Pengukuran suhu bahan dilakukan dengan menghentikan aliran udara pengeringan sesaat. Pengukuran suhu menggunakan termokopel tipe-T yang dihubungkan dengan hybrid recorder untuk menampilkan data suhu. 6. Pengukuran daya gelombang mikro Pengukuran daya pada oven microwave dilakukan dengan menggunakan power analyzer. Data yang diperoleh dari alat ukur tersebut adalah daya listrik yang mengalir ke oven microwave dan merupakan hasil perkalian antara arus, tegangan, dan faktor daya. Pengukuran daya tersebut dilakukan setiap satu detik selama proses preheating berlangsung. 7. Waktu pengeringan Waktu pengeringan merupakan waktu total yang digunakan untuk mengeringkan bahan dari kadar air awal sampai kadar air akhir yang diinginkan. Waktu yang digunakan untuk pengukuran massa bahan tidak dihitung sebagai waktu pengeringan. 8. Kadar minyak atsiri Penentuan kadar minyak atsiri didasarkan pada metode uji SNI 0004:2013 yang dilakukan dengan cara destilasi dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Destilasi dilakukan pada sekitar 35-40 gram sampel bahan yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi. Labu destilasi kemudian diisi dengan air suling sampai seluruh sampel terendam. Labu dipanaskan sampai mendidih selama kurang lebih 6 jam. Destilasi dihentikan bila tidak ada lagi butirbutir minyak yang menetes bersama air atau volume minyak tidak bertambah. Air dan minyak atsiri hasil destilasi ditampung dengan suatu wadah, kemudian
17 volume minyak atsiri dan air diukur. Minyak atsiri akan terpisah dengan air di dalam wadah, sehingga memudahkan untuk membaca volume minyak atsiri yang terjadi. Kadar minyak atsiri yang diperoleh dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak atsiri yang dihasilkan terhadap bobot awal bahan yang diekstrak. Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan memberi 3 perlakuan berbeda pada pengeringan 400 gram lada putih basah dengan suhu udara pangering berada pada rentang 40-65oC. Variasi perlakuan berupa non preheating, preheating 320 Watt selama 2 menit, dan preheating 640 Watt selama 2 menit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga kali ulangan. Analisis stastistik data pada penelitian ini menggunakan SPSS 16.0 for windows dan untuk melihat taraf perlakuan yang berbeda, dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Biji Lada Dimensi dan sebaran biji 100
Frekuensi
80 60 40 20 0 3,25
3,75
4,25 4,75 Dimensi biji, mm
5,25
Gambar 10 Kurva distribusi frekuensi dimensi biji pada kadar air 15.40%bk. : (□) tinggi, (○) panjang, dan (Δ) lebar. Dimensi rata-rata dari 100 biji lada putih pada kadar air 15.40%bk. adalah: tinggi 4.11 ± 0.27 mm, panjang 4.35 ± 0.34 mm, dan lebar 4.35 ± 0.35 mm. Kurva distribusi frekuensi untuk nilai dimensi rata-rata menunjukkan kecenderungan distribusi normal seperti yang terlihat pada Gambar 10. Sekitar 92% biji lada putih memiliki tinggi pada rentang dari 3.5 mm sampai 4.5 mm; sekitar 85%,
18 panjang pada rentang dari 4.0 mm sampai 5.0 mm; sekitar 86%, lebar pada rentang dari 3.5 mm sampai 5.0 mm pada kadar air 15.40 %bk. Tabel 4 Dimensi aksial dan diameter biji lada putih pada berbagai kondisi kadar air Dimensi aksial (mm) ± SD Diameter rata-rata (mm) Kadar air (% bk.) Tinggi (T) Panjang (P) Lebar (L) Aritmatik (Da) Geometrik (Dg) 15.40
4.11 ± 0.27
4.35 ± 0.34
4.35 ± 0.35
4.27
4.27
34.49
4.46 ± 0.27
4.76 ± 0.31
4.77 ± 0.32
4.67
4.66
53.94
4.66 ± 0.26
4.92 ± 0.32
4.94 ± 0.32
4.88
4.84
64.80
4.97 ± 0.24
5.14 ± 0.26
5.17 ± 0.27
5.13
5.09
Ketiga dimensi aksial meningkat secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji. Sumbu tinggi berada pada rentang dari 4.11 sampai 4.97, panjang berada pada 4.35 sampai 5.14, dan lebar berada pada 4.35 sampai 5.17 mm dengan peningkatan kadar air dari 15.40% hingga 64.80 %bk. (Tabel 4). Diameter rata-rata biji mengalami peningkatan dengan meningkatnya kadar air biji. Diameter rata-rata aritmatik meningkat dari 4.27 sampai 5.13 mm dan diameter rata-rata geometrik meningkat dari 4.27 sampai 5.09 mm (Tabel 4). Hubungan antara dimensi aksial dan kadar air biji (Mc) dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: T 3.8591 0.0164M c R 2 0.9737 (11)
P 4.1615 0.015M c
R 2 0.9655
(12)
L 4.1496 0.0156M c
R 0.9687
(13)
Da 4.041 0.0164M c
R 2 0.9827
(14)
Dg 4.053 0.0157M c
R 2 0.9734
(15)
2
Kebulatan Secara rata-rata, kebulatan biji lada putih meningkat dari 0.969 hingga 0.977 dengan meningkatnya kadar air dari 15.40% hingga 64.80% bk. Hubungan antara kebulatan dan kadar air bahan pada 15.40% hingga 64.80% bk. dapat diwakili oleh persamaan berikut: R 2 0.7146 0.9657 0.0001M c (16) 0,995 Kebulatan
0,980 0,965 0,950 0,935 0,920 10
30 50 70 Kadar air, % b.k. Gambar 11 Pengaruh kadar air terhadap kebulatan biji
19 Pola yang sama juga dihasilkan oleh Coşkun et al. (2005) untuk biji jagung manis, Cetin (2006) untuk kacang barbunia, Yalçin (2006) untuk kacang tunggak, dan Sacilik et al. (2003) untuk biji rami. Bulk Density Data eksperimental menunjukkan pola perubahan bulk density yang tidak linear pada biji lada putih dengan adanya perubahan kadar air biji lada pada rentang 15.40% hingga 64.80% bk (Gambar 12). Hubungan antara bulk density dan kadar air biji lada putih dapat diekspresikan dalam persamaan polinomial berikut: b 796.52 6.0149 M c 0.0684 M c 2 R 2 0.9958 (17) Pada rentang kadar air biji 15.40% hingga 43.97%bk., bulk density mengalami penurunan dari 720.53 kg m-3 menjadi 664.28 kg m-3. Mulai pada titik tersebut, bulk density mengalami peningkatan dengan meningkatnya kadar air biji. Peningkatan bulk density yang terjadi pada kondisi kadar air 43.97% hingga 64.80% bk. menunjukkan bahwa peningkatan berat biji sampel lebih besar dibandingkan peningkatan volume sampelnya. Fenomena ini disebabkan oleh struktur sel pada biji sampel, dan karakteristik peningkatan volume dan massa biji dengan adanya peningkatan kadar air (Baryeh 2002). Hubungan polinomial antara bulk density dan peningkatan kadar air bahan juga ditemukan oleh Baryeh (2001) pada jawawut dan Baümler et al. (2004) pada biji bunga kesumba. 1500
Density, kg m-3
1350 1200 1050 900
750 600 10
20
30 40 50 Kadar air, % b.k.
60
70
Gambar 12 Pengaruh kadar air terhadap bulk density (Δ) dan true density (○) biji lada putih. True Density Pola tidak linear juga ditunjukkan oleh perubahan true density biji lada putih terhadap adanya peningkatan kadar air biji lada putih pada rentang 15.40% hingga 64.80% bk. (Gambar 12). True density biji lada putih sebagai fungsi dari kadar air dapat dinyatakan dalam persamaan polinomial berikut:
20
t 1449.7 11.015 M c 0.1246 M c 2
R 2 0.9065
(18)
True density biji lada putih mengalami penurunan dari 1305.54 kg m-3 pada kadar air 15.40% bk. hingga mencapai 1206.26 kg m-3 pada kadar air 44.20% bk. Mulai dari titik tersebut, peningkatan kadar air biji akan diikuti dengan meningkatnya true density bahan. Fenomena tersebut memiliki pola yang sama dengan perubahan bulk density biji sebagai fungsi dari kadar air. Kondisi tersebut juga telah dilaporkan oleh Coşkuner dan Karababa (2006) yang menemukan pola yang sama pada perubahan true density biji ketumbar. Hubungan polinomial antara true density dan kadar air juga ditemukan oleh Baümler et al. (2004) pada biji bunga kesumba. Porositas Porositas dihitung berdasarkan nilai bulk density dan true density biji lada putih. Untuk mendapatkan hasil yang relevan dengan persamaan empiris dari bulk density dan true density, nilai densitas yang digunakan berdasarkan persamaan empiris yang telah diperoleh. Berdasarkan perhitungan, porositas biji lada putih mengalami penurunan secara linear dari 45.01% hingga 44.88% dengan adanya peningkatan kadar air biji dari 15.40% hingga 64.80% bk. Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
45.051 0.0026 M c
R 2 0.9949
(19)
Porositas (%)
45,05 45,00 44,95 44,90 44,85 10
30 50 Kadar air, % b.k.
70
Gambar 13 Pengaruh kadar air terhadap porositas biji. Penurunan porositas secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji juga ditemukan oleh Özarslan (2002) pada biji kapas, Sacilik et al. (2003) pada biji rami, dan Dursun et al. (2006) pada benih gula bit. Perancangan alat pengering spouted bed Perancangan alat pengering pada penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa kondisi biji lada putih basah berada pada kadar air sekitar 40% bb. Saat kondisi tersebut diperoleh bahwa diameter geometri biji lada sekitar 5.10 mm, bulk density sekitar 699.53 kg m-3, dan true density sekitar 1269.14 kg m-3. Nilai
21 tersebut diperoleh melalui persamaan yang telah dikembangkan sebelumnya. Ketiga parameter karakteristik fisik tersebut digunakan dalam menentukan rentang faktor geometri dalam perancangan. Parameter data masukan untuk perancangan alat disajikan dalam Tabel 5.
Gambar 14 Alat pengering spouted bed skala laboratorium Tabel 5 Data masukan dalam perancangan alat pengering Parameter Simbol Nilai Satuan Faktor geometri Diameter inlet Di 42 mm Diameter bawah kerucut Do 51 mm Diameter kolom Dc 135 mm Tinggi kolom Hc 122 mm Faktor bahan dan lingkungan Kadar air awal biji lada Mc 40.00 % bb 66.67 % bk Massa lada M 400 gram Densitas udara ρ 1.067 kg m-3 μ Viskositas udara 2×10-5 kg m-1 s-1 Percepatan gravitasi g 9.81 m s-2 Alat pengering skala laboratorium tipe batch dirancang untuk kapasitas 400 gram biji lada putih basah (Gambar 14). Volume lada putih pada kondisi massa bahan tersebut adalah 571.82 cm3. Diameter inlet (Di) dan diameter bawah kerucut (Do) ditentukan sebesar 42 mm dan 51 mm secara berturut-turut, sehingga diperoleh rasio Di dan Do sebesar 0.82. Nilai tersebut masih berada pada rentang rasio agar pengoperasian berlangsung stabil. Rasio yang lebih kecil dari batas bawah rentang (<0.5) akan mempengaruhi penurunan tekanan dan akan membentuk zona mati pada bagian bawah, sehingga dapat mempengaruhi sirkulasi partikel. Melebihi nilai batas atas (>0.83) juga dapat menyebabkan peningkatan ketidakstabilan yang disebabkan oleh pergerakan rotasi (Olazar et al. 1992). Diameter kolom (Dc) dan tinggi kerucut (Hc) ditentukan sebesar 135 mm dan 122 mm secara berturut-turut. Nilai sudut kerucut (γ) diperoleh sebesar 37.99o
22 dan rasio antara diameter inlet dan diameter partikel (Di/Dp) sebesar 8.24. Nilai sudut yang rendah (<28o), dapat menyebabkan ketidakstabilan. Sedangkan sudut yang terlalu besar (>60o), berpengaruh terhadap sirkulasi partikel yang sangat lambat, terutama pada tumpukan yang dalam (Olazar et al. 1992). Hasil analisis geometri dan hidrodinamik dalam perancangan tersaji dalam Tabel 6. Kecepatan spouting minimum yang diperoleh berdasarkan persamaan empiris (persamaan 6) sebesar 10.09 m s-1. Olazar et al. (1992) mendapatkan bahwa kecepatan spouting minimum untuk partikel dengan diameter 4 mm sekitar 7 m s-1 (γ = 39o; Di = 4 cm; Ho = 9 cm) dan untuk partikel dengan diameter 8 mm sekitar 11 m s-1 (γ = 39o; Di = 4 cm; Ho = 10 cm). Kecepatan spouting minimum merupakan batas bawah kecepatan udara agar kondisi sirkulasi partikel dapat terjadi dengan baik. Dalam penelitian ini, kecepatan spouting yang digunakan Tabel 6 Hasil analisis geometris dan hidrodinamik Parameter Simbol Nilai
Satuan
Karakteristik fisik Bulk density lada True densiy lada Diameter lada Volume tumpukan lada (400 gram) Analisis geometri dan hidrodinamik Rasio diameter inlet dan bawah kerucut Sudut kerucut Rasio diameter inlet dan partikel Tinggi tumpukan Diameter atas tumpukan Bilangan Reynolds partikel Kecepatan spouting minimum
ρb ρt dp V
699.53 1 269.14 5.10 571.82
Di/Do γ Di/dp Ho Db Remsi umsi
0.82 37.99 8.24 97.08 117.84 2 747.22 10.09
kg m-3 kg m-3 mm cm3
derajat mm mm m s-1
sekitar 15 m s-1 atau 1.5 kali umsi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kondisi sirkulasi partikel tetap berjalan dengan baik pada saat awal pengeringan. Pada saat tersebut, kondisi biji lada masih basah dengan kadar air yang cukup tinggi, sehingga terdapat daya tarik antar biji-biji lada karena dipengaruhi oleh air di sekeliling permukaan biji. Namun, kecepatan udara yang diberikan juga tidak boleh terlalu tinggi, sebab dapat mengakibatkan lada terbawa keluar dari dalam ruang pengeringan. Udara semburan bersumber dari mesin blower 3 fase yang mampu memberikan tekanan udara sekitar 1000–1200 mmH2O serta debit udara sekitar 1.3-1.5 m3 mnt-1. Perhitungan analisis geometri dan hidrodinamik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Daya Gelombang Mikro Gelombang mikro digunakan dalam penelitian ini karena prinsip pemanasannya yang jauh berbeda dengan sistem konvensional sehingga kenaikan suhu dapat berlangsung secara singkat. Proses preheating dilakukan dengan menggunakan oven microwave yang memiliki frekuensi kerja sekitar 2450 Hz.
23 1200 1000 Daya (watt)
800 600 400 200 0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 Waktu (detik) (a)
0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 Waktu (detik) (b)
1200
Daya (watt)
1000 800 600 400 200 0
Gambar 15 Daya gelombang mikro selama preheating: (a) daya 320 watt, (b) daya 640 watt Daya yang digunakan adalah 320 watt selama 2 menit dan 640 watt selama 2 menit. Gelombang mikro tersebut diperoleh dari magnetron yang terdapat dalam sistem oven microwave. Dalam sistem oven microwave, daya dengan besar tertentu diperoleh dengan mengendalikan aliran listrik dan arus pada magnetron. Pada Gambar 15 dapat dilihat pola daya gelombang mikro yang terjadi selama proses preheating. Dari pola tersebut terlihat bahwa, aliran listrik mengalir ke magnetron pada selang waktu tertentu dan kemudian aliran diputus pada selang waktu tertentu. Pada daya 320 watt, daya tertinggi dicapai pada sebesar 873 watt (Tabel 7). Daya maksimum ini dicapai hanya beberapa saat, kemudian daya akan turun hingga mencapai sekitar 10 watt. Daya terkecil ini hanya digunakan untuk sistem oven microwave lainnya, seperti lampu, kipas, dan alat-alat kontrol lainnya. Daya yang setiap detik diukur selama proses preheating, jika dirata-ratakan akan diperoleh nilai pada kisaran 312-340 watt, seperti yang terlihat pada Tabel 7.
24 Energi gelombang mikro yang digunakan dalam proses preheating dapat dihitung berdasarkan daya rata-rata dikalikan dengan total waktu proses preheating. Pola yang sama juga terjadi pada daya 640 watt (Gambar 15b). Ketika aliran listrik ke magnetron dihubungkan, daya maksimum yang tercapai sekitar 1129 watt. Daya maksimum yang lebih besar dicapai dengan mengalirkan arus yang lebih besar pada magnetron. Sehingga jika daya setiap detik selama proses preheating dirata-ratakan, maka diperoleh daya sebesar 619 – 627 watt (Tabel 7). Pola daya gelombang mikro yang terjadi ini menunjukkan bahwa, pengaturan daya pada oven microwave menunjukkan rata-rata daya yang terjadi, bukan daya maksimum yang diradiasikan. Tabel 7 Daya gelombang mikro pada proses preheating Daya (watt) Preheating Ulangan Maksimum Minimum Rata-rata 320 watt 1 859 10 314 2 873 34 340 3 818 22 312 640 watt 1 1129 39 619 2 1113 38 627 3 1097 38 621
Energi (joule) 37 662 40 772 37 403 77 394 78 321 77 631
Perubahan Suhu Pada Proses Pengeringan Suhu udara pengeringan dan suhu bahan merupakan hal penting dalam proses pengeringan terutama kaitannya dengan laju penguapan air serta kualitas biji lada putih hasil pengeringan. Suhu udara pengeringan yang cukup tinggi dapat mempercepat proses pengeringan dengan meningkatkan laju penguapan. Namun suhu udara pengeringan yang tinggi juga dapat menurunkan kualitas biji lada putih yaitu warna lada yang kurang putih. Menurut Hidayat et al. (2009), penggunaan suhu yang cukup tinggi (> 60oC) memungkinkan terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Dalam penelitian ini, suhu udara pengeringan yang digunakan pada kisaran 40-65oC. Suhu yang fluktuatif (Gambar 16) disebabkan oleh sistem kontrol suhu yang digunakan dalam pemanasan udara yaitu sistem on-off yang dikendalikan oleh termostat. Elemen pemanas akan hidup ketika suhu udara di bawah 40 oC dan akan mati ketika suhu sekitar 65oC. Udara yang dilewatkan pada elemen pemanas akan menyebabkan terjadi pindah panas dari permukaan elemen ke udara. Perubahan suhu bahan selama proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 16. Suhu bahan dengan perlakuan non-preheating maupun preheating mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai suhu sekitar 50 oC. Suhu tersebut pada semua perlakuan dicapai pada kisaran menit ke-20 proses pengeringan. Pada menit ke-0 hingga menit ke-20 tersebut, suhu bahan terus meningkat. Setelah mencapai suhu 50 oC, suhu bahan relatif konstan. Grafik suhu bahan selama proses pengeringan juga menunjukkan bahwa fluktuasi suhu udara pengering pada 40 hingga 65oC tidak begitu mempengaruhi suhu bahan. Kondisi suhu udara pengeringan tersebut mengakibatkan suhu bahan relatif stabil pada
25
Suhu (°C)
70 60
50 40 30 20 0
4
8
12
16 20 24 Waktu (menit) (a)
28
32
36
0
4
8
12
16 20 24 Waktu (menit) (b)
28
32
36
0
4
8
12
Suhu (°C)
70 60 50 40 30
20
Suhu (°C)
70
60 50 40 30 20
16 20 24 28 32 36 Waktu (menit) (c) Gambar 16 Grafik suhu udara dan suhu bahan selama proses pengeringan: (a) non-preheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt. -□-- Suhu udara masuk, --Δ-- Suhu udara keluar, --○-- Suhu bahan, --◊-- Suhu lingkungan. suhu 50 oC dan kondisi tersebut baik terhadap bahan karena dapat menghindari terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Suhu awal biji lada pada pengeringan non-preheating berkisar pada suhu ruang yaitu sekitar 28.1oC. Pada perlakuan preheating dengan daya 320 watt selama 2 menit, suhu lada ditingkatkan sebesar 13.2oC atau menjadi 41.1oC, sedangkan pada daya 640 watt selama 2 menit, suhu lada meningkat sekitar 36.1 o C atau menjadi 63.8oC. Kenaikan suhu yang begitu cepat pada biji lada disebabkan oleh prinsip pemanasan gelombang mikro yaitu dengan menggetarkan senyawa polar (air) yang terdapat pada biji lada. Setelah proses preheating di dalam oven microwave, lada dipindahkan ke dalam ruang pengeringan spouted bed dan dilakukan pengeringan konvektif, sehingga suhu bahan akan mengalami
26 penurunan dan di awal proses cenderung pada suhu bola basah karena kadar air bahan yang masih tinggi. Terlihat bahwa di menit ke-2 pengeringan dengan preheating 320 dan 640 watt, suhu lada hanya pada kisaran 33.1 dan 31.2oC secara berturut-turut (Gambar 16b dan 16c). Suhu udara keluar memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan suhu biji lada seperti pada Gambar 16. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa interaksi antara udara panas yang masuk dengan bahan cukup baik, sehingga terjadi transfer panas dari udara tersebut ke biji lada. Transfer panas tersebut mengakibatkan suhu biji lada akan meningkat dan suhu udara akan menurun, sehingga perbedaan suhu keduanya tidak begitu besar. Transfer panas tersebut juga sangat penting dalam proses pengeringan yaitu dalam proses evaporasi uap air dari biji lada. Penurunan Kadar Air Kadar air biji lada ditentukan dengan metode destilasi yang menggunakan toluena sebagai pelarutnya. Metode ini digunakan karena biji lada putih memiliki kadar zat volatil yang cukup tinggi yaitu sekitar 2-3%. Kadar air awal biji lada putih sebelum pengeringan cukup tinggi yaitu berkisar pada 40%. Tingginya kadar air ini dikarenakan sebelum proses pengeringan, biji lada putih direbus dan direndam selama 3 hari. Proses ini dilakukan agar kulit biji lada menjadi mudah hancur dan mudah dikupas. Proses preheating dilakukan dengan daya 320 dan 640 watt selama 2 menit. Proses ini bukan hanya menaikkan suhu bahan, tetapi juga mengakibatkan penurunan kadar air bahan walaupun tidak begitu besar, seperti yang terlihat pada Tabel 8 Kadar air biji lada putih sebelum dan sesudah preheating Penurunan Kadar air Massa Pelepasan Ulangan kadar air (gram) air (gram) (%bk) (%bb) (%bk) I II III
I II III a
503.42 b 503.23 a 402.49 b 402.36 a 399.05 b 398.87 a 403.02 b 402.54 a 403.33 b 402.88 a 403.61 b 403.18 a
Preheating 320 watta 42.04 b 0.19 42.02 a 40.61 b 0.13 40.59 a 38.78 b 0.18 38.75 a Preheating 640 watta 39.94 b 0.48 39.87 a 41.01 b 0.45 40.94 a 39.94 b 0.43 39.88 a
72.53 b 72.47 a 68.38 b 68.32 a 63.35 b 63.27 a 66.50 b 66.30 a 69.52 b 69.33 a 66.50 b 66.32 a
0.07 0.05 0.07
0.20 0.19 0.18
Angka-angka yang diikuti oleh huruf “b” menunjukkan nilai sebelum preheating dan yang diikuti oleh huruf “a” menunjukkan nilai sesudah preheating
27 Tabel 8. Preheating dengan daya 320 watt mengakibatkan penurunan kadar air rata-rata sebesar 0.06%bk, sedangkan preheating dengan daya 640 watt menurunkan kadar air rata-rata sebesar 0.19%bk. Rendahnya penurunan kadar air pada proses preheating dibandingkan dengan proses pengeringan spouted bed, kemungkinan disebabkan oleh kelembaban dan aliran udara dalam ruang oven microwave. Di dalam ruang oven microwave, kelembaban udara kemungkinan cukup besar. Hal ini disebabkan kondisi ruang dengan lubang udara yang tidak cukup besar dan aliran udara yang keluar sangat kecil sehingga memungkinkan uap air akan terkumpul di dalam ruang dan akan menaikkan kelembaban udara. Selain itu, kemungkinan gelombang mikro tidak meningkatkan suhu udara dalam ruang oven secara signifikan sehingga tidak meningkatkan kelembaban nisbi udara dalam oven. Proses pengeringan spouted bed menurunkan kadar air lada rata-rata sebesar 59.94%bk selama 31 menit pada perlakuan non-preheating, 60.38%bk selama 37 menit pada perlakuan preheating 320 watt, dan 59.35%bk selama 32 menit pada perlakuan preheating 640 watt (Tabel 9). Penurunan kadar air dapat dilakukan secara cepat karena laju aliran udara yang tinggi yaitu sekitar 15 m s-1 serta sirkulasi biji lada dalam ruang pengeringan berjalan dengan baik sehingga terjadi kontak yang baik antara udara dan biji lada. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air ke udara lingkungan dengan cepat, sehingga menghilangkan kelembaban udara lebih cepat, meningkatkan gradien tekanan uap air dan akhirnya meningkatkan laju pengeringan (Fellows 2009). Sirkulasi biji lada yang baik akan meningkatkan luas permukaan bahan yang terkena udara panas, sehingga transfer panas dari udara ke bahan berlangsung dengan baik dan pada akhirnya juga akan meningkatkan laju pengeringan bahan. Mujumdar (2006) telah menjelaskan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi pelepasan air sebagai uap dari permukaan bahan yaitu suhu, kelembaban dan aliran udara, luas permukaan sentuh, dan tekanan. Perubahan kadar air biji lada putih selama proses pengeringan pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 17. Pada awal proses pengeringan,
Ulangan
Tabel 9 Kadar air biji lada putih sebelum dan sesudah proses pengeringan Penurunan Lama Rata-rata laju Kadar air awal Kadar air akhir kadar air pengeringan pengeringan %bk %bb %bk %bb %bk (menit) (%bk/menit) Non-preheating
I
40.61
68.38
7.53
8.15
60.23
34
1.77
II
39.99
66.64
6.85
7.35
59.28
29
2.04
III
41.09
69.75
8.63
9.45
60.30
31
1.95
I
42.02
72.47
7.78
8.44
64.03
41
1.56
II
40.59
68.32
7.74
8.39
59.94
38
1.58
III
38.75
63.27
5.75
6.10
57.17
33
1.73
Preheating, 320 watt
Preheating, 640 watt I
39.87
66.31
6.76
7.25
59.05
33
1.79
II
40.94
69.32
8.47
9.25
60.07
32
1.88
III
39.88
66.33
6.90
7.41
58.92
32
1.84
28 penurunan kadar air bahan cukup besar yang terlihat dari curamnya grafik yang terjadi. Semakin lama waktu pengeringan, penurunan kadar air semakin sedikit yang membuat grafik semakin berbentuk landai. Hal tersebut menunjukkan bahwa, perubahan kadar air terhadap waktu pengeringan berbentuk non-linear (eksponensial). Bentuk grafik perubahan kadar air terhadap waktu tersebut, sama halnya dengan yang dihasilkan pada pengeringan biji barley (Markowski et al. 2007) dan pengeringan kubus wortel (Białobrzewski et al. 2008). Tingginya pelepasan uap air pada tahap awal pengeringan dikarenakan pada kondisi tersebut massa air pada permukaan biji lada (air bebas) masih sangat besar. Air bebas ini sangat mudah menguap karena secara langsung berinteraksi dengan semburan udara yang panas dan memiliki kecepatan yang tinggi. Semakin
Kadar air (%bk)
80 Ulangan-1 Ulangan-2 Ulangan-3
60 40 20 0 0
4
8
12
16 20 24 28 Waktu (menit) (a)
32
36
40
44
Kadar air (%bk)
80 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
60 40 20 0 0
4
8
12
16 20 24 28 Waktu (menit) (b)
32
36
40
44
Kadar air (%bk)
80 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
60 40 20 0 0
4
8
12
16 20 24 28 32 36 40 44 Waktu (menit) (c) Gambar 17 Grafik kadar air bahan selama proses pengeringan: (a) nonpreheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt
29 1,0 Non-Preheating
Mt/Mo
0,8
Preheating 320 Watt
0,6
Preheating 640 Watt
0,4 0,2 0,0 0
4
8
12
16 20 24 Waktu (menit)
28
32
36
Gambar 18 Grafik rasio kadar air biji lada pada berbagai perlakuan berkurangnya air bebas pada biji, mengakibatkan semakin sulit pelepasan air pada bahan sehingga proses penurunan kadar air semakin lambat. Untuk membandingkan karakteristik pengeringan pada berbagai perlakuan, dapat dilakukan dengan meninjau grafik rasio kadar air (Mt/Mo) terhadap waktu pengeringan (Gambar 18). Rasio kadar air merupakan perbandingan antara kadar air biji pada spesifik waktu pengeringan dengan kadar air awal biji. Grafik rasio kadar air menunjukkan bahwa, perlakuan preheating tidak cukup mempengaruhi perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan atau dengan kata lain tidak mempengaruhi karakteristik pengeringan biji. Hal tersebut terlihat dari grafik rasio kadar air pada masing-masing perlakuan yang relatif sama. Hasil tersebut berbeda dengan yang telah dijelaskan oleh Schiffmann (2006) bahwa preheating akan menyebabkan kurva pengeringan menjadi lebih curam. Kejadian ini Tabel 10 Energi penguapan air selama proses pengeringan Rata-rata Energi Massa (gram) Δm Waktu energi Ulangan penguapan (gram) (menit) penguapan (kilojoule) Awal Akhir (kilojoule)* Non-preheating 1 400.03 256.93 143.10 34 339.12 338.07 a 2 400.63 258.1 142.53 29 337.77 3 400.69 258.35 142.34 31 337.32 Preheating 320 Watt 1 497.98 313.09 184.89 41 438.15 368.44 a 2 400.42 257.84 142.58 38 337.89 3 396.82 257.87 138.95 33 329.28 Preheating 640 Watt 1 400.37 258.2 142.17 33 336.91 336.40 a 2 399.87 258.01 141.86 32 336.18 3 400.36 258.53 141.83 32 336.11 *
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
30
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
disebabkan proses preheating yang singkat selama 2 menit. Hal ini dilakukan karena kekhawatiran akan menurunkan kualitas biji lada jika suhu pada lada cukup tinggi. Selain itu, terlihat bahwa, grafik rasio kadar air terhadap waktu membentuk pola eksponensial seperti yang juga dihasilkan pada pengeringan cork stoppers (sumbat gabus) (Magalhães dan Pinho 2007). Penurunan massa bahan selama proses pengeringan menunjukkan pelepasan air dari bahan melalui proses penguapan air tersebut. Besarnya energi penguapan air dari bahan dapat dihitung dengan mengalikan massa air yang menguap dengan entalpi penguapan air (hfg). Entalpi penguapan air (hfg) yang digunakan adalah entalpi pada suhu rata-rata pengeringan (55oC) yaitu sebesar 2369.8 kJ kg-1. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rata-rata energi penguapan air pada berbagai perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (Tabel 10). 7 6 5 4 3 2 1 0
Ulangan-1 Ulangan-2 Ulangan-3
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
0
8
12
16 20 24 28 Waktu (menit) (a)
7 6 5 4 3 2 1 0
32
36
40
44
Ulangan-1 Ulangan-2 Ulangan-3
0
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
4
4
8
12
7 6 5 4 3 2 1 0
16 20 24 28 Waktu (menit) (b)
32
36
40
44
Ulangan-1 Ulangan-2 Ulangan-3
0
4
8
12
16 20 24 28 32 36 40 44 Waktu (menit) (c) Gambar 19 Grafik laju pelepasan air selama proses pengeringan: (a) non-preheating; (b) preheating 320 watt; (c) preheating 640 watt
31 Laju Pelepasan Air
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
Laju pelepasan air menunjukkan besarnya massa air yang menguap dalam persen basis kering dari bahan dalam satuan waktu tertentu. Pada Gambar 19, dapat dilihat grafik pelepasan air selama proses pengeringan berlangsung. Laju pelepasan uap air pada pengeringan biji lada tanpa proses preheating di menit ke2, lebih rendah dibandingkan dengan laju pelepasan uap air dengan proses preheating. Laju pelepasan air rata-rata pada kondisi tersebut sebesar, 4.5 %bk/mnt pada pengeringan non-preheating, 5.6 %bk/mnt dengan preheating 320 watt, dan pada preheating 640 watt sebesar 6.6 %bk/mnt. Laju pelepasan air pada semua perlakuan tersebut cukup besar. Hal ini disebabkan oleh tingginya massa air bebas pada kondisi awal pengeringan biji lada yang juga diikuti oleh kecepatan udara semburan yang besar sehingga mampu membuang uap air dengan baik. Perlakuan preheating menyebabkan laju pelepasan air di tahap awal cukup tinggi. Tingginya laju pelepasan air tersebut karena suhu bahan telah dipanaskan di awal proses. Suhu bahan yang meningkat juga akan meningkatkan tekanan uap air di bahan, sehingga di awal proses pengeringan, pelepasan air berlangsung cepat seperti yang terlihat pada Gambar 18b dan 18c. Semakin tinggi suhu bahan setelah proses preheating, seperti yang terjadi pada preheating 640 watt, maka pelepasan air dari bahan juga akan semakin cepat. Namun, kondisi tersebut hanya terjadi di awal proses pengeringan dan setelah fase tersebut, laju pelepasan air turun secara tajam dan terlihat bahwa laju pelepasan air dari bahan pada semua perlakuan berada pada nilai yang relatif sama. Grafik laju pelepasan air terhadap rasio kadar air (Mt/Mo) dapat dilihat pada Gambar 20. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa, laju pelepasan air pada semua perlakuan memiliki batas nilai maksimum pada kisaran rasio kadar air 0.76-0.80 yaitu disaat kadar air bahan masih tinggi. Semakin kecil kadar air bahan yang terlihat dari makin kecilnya rasio kadar air, maka laju pelepasan air akan semakin menurun. Perlakuan preheating hanya memberikan pengaruh terhadap laju pelepasan air bahan di tahap awal. Namun ketika rasio kadar air mulai mencapai 0.7, laju pelepasan air pada semua perlakuan relatif sama. 7 6 5 4 3 2 1 0
Non-Preheating Preheating 320 Watt Preheating 640 Watt
0,0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Mt/Mo Gambar 20 Laju pelepasan air terhadap rasio kadar air biji lada
32 Mutu Lada Putih Dalam proses pengeringan bahan pangan, waktu pengeringan diharapkan dapat berlangsung singkat, namun tetap menjaga mutu dari bahan pangan yang dikeringkan. Untuk meninjau mutu bahan setelah proses pengeringan, dilakukan pengujian beberapa parameter yaitu derajat putih, total mikroba, dan kadar minyak atsiri seperti yang terlihat pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil pengujian mutu biji lada setelah proses pengeringan Perlakuan Sebelum pengeringan Non-preheating 320 watt 640 watt
Derajat Putih (%)* 15.5 a 15.7 a 15.7 a
Total Mikroba (CFU/g)* 2.50 × 107 1.54 × 105 b 3.00 × 104 a 6.00 × 103 a
Kadar Minyak Atsiri (%)* 2.88 a 3.21 a 2.86 a
*
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Derajat keputihan adalah salah satu faktor penting dalam penentuan kualitas lada putih sebab parameter ini merupakan parameter visual yang dapat dilihat secara langsung oleh mata. Warna lada putih yang dikehendaki adalah putih kekuningan atau krem (Usmiati dan Nurdjannah 2006). Pada pengukuran derajat putih hasil pengeringan, didapatkan bahwa perlakuan preheating dan nonpreheating tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dengan uji selang berganda Duncan. Kondisi ini didapatkan karena proses preheating berlangsung dalam waktu yang cukup singkat. Waktu yang singkat ini dilakukan untuk menjaga suhu biji lada putih tidak terlalu tinggi agar tidak mengalami reaksi pencoklatan enzimatis seperti yang telah dijelaskan di subbab sebelumnya. Pada penelitian ini didapatkan derajat putih rata-rata sebesar 15.5% untuk perlakuan tanpa preheating dan 15.7% untuk perlakuan preheating 320 dan 640 watt (Tabel 11). Hasil ini cukup baik karena nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan derajat keputihan yang dihasilkan melalui cara tradisional yaitu sebesar 15.7% (Nurdjannah 2005). Uji mikrobiologi dilakukan pada biji lada putih yang telah direndam dan lada putih setelah proses pengeringan. Uji mikrobiologi ini penting untuk mengetahui pengaruh dari proses preheating dan pengeringan terhadap total mikroba pada biji lada putih. Biji lada putih hasil perebusan dan perendaman selama 3 hari memiliki total mikroba (TPC) sebanyak 2.5×107 CFU/g. Hasil ini seperti yang dijelaskan oleh Usmiati dan Nurdjannah (2007) bahwa nilai TPC lada pada akhir perendaman sangat tinggi berkisar antara 107- 108 CFU/g. Beliau lebih lanjut menjelaskan bahwa, tingginya mikroba merupakan hasil dari proses enzimatis yang memungkinkan terjadinya pembusukan oleh mikroba yang mungkin ada dalam air rendaman ataupun biji lada segar. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan preheating mampu memberikan pengaruh positif terhadap total mikroba setelah proses pengeringan yaitu dengan menurunkan nilai total mikroba. Pada Tabel 11 terlihat bahwa total mikroba dengan perlakuan preheating berbeda nyata dengan pada perlakuan tanpa preheating. Sedangkan pada preheating 320 dan 640 watt, memiliki nilai total mikroba yang tidak berbeda nyata. Total mikroba lada putih hasil pengeringan
33
(a)
(b)
(c)
Gambar 21 Lada putih setelah proses pengeringan sputed bed. (a) non-preheating, (b) preheating 320 watt, (c) preheating 640 watt. spouted bed tanpa preheating rata-rata sebesar 1.54×105 CFU/g, sedangkan total mikroba pada lada putih dengan perlakuan preheating 320 dan 640 watt rata-rata sebesar 3.00×104 dan 6.00×103 CFU/g secara berturut-turut. Standar mutu total mikroba (TPC) berdasarkan International Pepper Community (IPC) untuk lada putih yang disterilkan yaitu 5×104 CFU/g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lada putih yang melalui proses preheating kemudian dilanjutkan dengan pengeringan spouted bed pada suhu rata-rata sekitar 55oC telah memenuhi standar mutu total mikroba IPC tersebut. Pada dasarnya, nilai 320 dan 640 watt pada proses preheating merupakan nilai rata-rata daya yang bekerja. Namun pada kenyataannya, pada perlakuan daya 320 watt menghasilkan daya maksimum sebesar 873 watt, sedangkan pada perlakuan daya 640 watt menghasilkan daya maksimum sebesar 1129 watt. Tingginya penurunan mikroba setelah proses preheating lebih disebabkan oleh tingginya daya gelombang mikro yang terjadi selama proses. Daya maksimum yang terjadi dalam waktu singkat tersebut sangat efektif membunuh mikroba yang ada pada permukaan biji lada putih. Proses preheating menggunakan gelombang mikro memiliki keunggulan dibandingkan pemanasan konvensional. Keunggulan ini terletak pada prinsip proses pemanasan dari gelombang mikro tersebut seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Gelombang mikro bukan hanya dapat meningkatkan suhu bahan secara cepat, tetapi juga memungkinkan membunuh mikroba pada bahan secara efektif. Prinsip pemanasan gelombang mikro yang menggetarkan senyawa polar khususnya air, pada dasarnya mungkin juga akan menggetarkan senyawa polar di dalam tubuh mikroba yang mengandung senyawa air. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa pemanasan dengan gelombang mikro dapat meningkatkan kematian mikroorganisme pembusuk pada jus apel (Tajchakavit et al. 1999), cendawan Candida albicans (Campanha et al. 2007), bakteri E.coli (Tonuci et al. 2007), dan spora Bacillus atrophaeus (Oliviera et al. 2010). Parameter mutu yang lainnya yaitu kadar minyak atsiri. Minyak atsiri memiliki peranan yang penting terhadap aroma khas dari lada putih. Kadar minyak atsiri pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Kadar minyak atsiri yang diperoleh pada perlakuan non-preheating, preheating 320 watt, dan preheating 640 watt rata-rata sebesar 2.88%, 3.21%, dan 2.86%. Pada semua perlakuan tersebut, kadar minyak atsiri berada di atas batas minimum syarat mutu
34 ISO yaitu 1%. Selain itu, kadar minyak atsiri yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan kadar minyak atsiri hasil pengolahan dengan cara tradisional sebesar 2.49% dan hasil pengolahan dengan cara mekanis sebesar 3.11% (Nurdjannah 2005). Dengan demikian, proses pengeringan dengan spouted bed baik nonpreheating dan preheating masih tetap menjaga minyak atsiri pada lada putih. Minyak atsiri dapat menguap bersama dengan air ketika proses pengeringan berlangsung. Untuk menjaga hal tersebut, pengeringan lada putih dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (maksimum 70oC) (Hidayat et al. 2009).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dimensi biji lada putih hasil pengukuran menunjukkan kecenderungan terdistribusi secara normal, dengan dimensi rata-rata pada kadar air 15.40% adalah: tinggi 4.11 ± 0.27 mm, panjang 4.35 ± 0.34 mm, dan lebar 4.35 ± 0.35 mm. Kebulatan biji lada putih meningkat secara linear dari 0.969 hingga 0.977 sedangkan porositas menurun secara linear dari 45.01% hingga 44.88% dengan peningkatan kadar air biji lada putih. Hubungan polinomial terjadi antara bulk density serta true density terhadap kadai air biji lada putih. Suhu biji lada pada proses pengeringan spouted bed untuk semua perlakuan mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai suhu sekitar 50oC. Pengeringan spouted bed menurunkan kadar air cukup besar yaitu pada kisaran 57-64 %bk dalam waktu yang singkat sekitar 30 menit. Pada semua perlakuan, jumlah penurunan kadar air dan lama pengeringan relatif sama. Perlakuan preheating meningkatkan laju pelepasan air hanya di tahap awal namun tidak mempengaruhi laju pelepasan air secara keseluruhan hingga proses pengeringan selesai. Hasil pengujian derajat putih lada putih menunjukkan bahwa hasil proses preheating tidak berbeda secara signifikan dengan non-preheating. Perlakuan preheating mampu membunuh mikroba lebih baik dibandingkan pengeringan tanpa preheating dan menghasilkan nilai TPC di bawah standar IPC untuk lada putih yang telah disterilkan, yaitu 3.00×104 CFU/g untuk perlakuan 320 watt dan 6.00×103 CFU/g untuk perlakuan 640 watt. Kadar minyak atsiri yang dihasilkan lebih besar dari standar ISO (min. 1%) dan kadar minyak atsiri pada semua perlakuan tidak berbeda secara nyata. Saran Pada penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dengan daya 320 watt selama 2 menit, sudah cukup untuk menurunkan total mikroba lada putih hingga memenuhi standar IPC untuk lada yang disterilkan. Namun penelitian ini tidak melakukan pengujian terhadap mikroba spesifik seperti Salmonela dan E.coli yang sebenarnya terdapat pada persyaratan mutu SNI. Selain itu, pengeringan dilakukan hingga kadar air bahan cukup rendah yaitu 7-8 %bb, sehingga kurang menguntungkan. Pengeringan masih dapat dipersingkat karena
35 persyaratan mutu kadar air adalah maksimum 12 %bb. Dapat pula dilakukan perbandingan mutu lada putih dan efisiensi energi total jika penggunaan gelombang mikro dilakukan di akhir proses pengeringan (finish drying) ataupun di tengah proses pengeringan (booster drying).
DAFTAR PUSTAKA [BBPPTP] Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Lada. Baryeh EA. 2001. Physical properties of millet. J Food Eng. 51 (2002): 39-46. doi: 10.1016/S0260-8774(01)00035-8 Baümler E, Cuniberti A, Nolasco SM, Riccobene IC. 2004. Moisture dependent physical and compression properties of safflower seed. J Food Eng. 72 (2006): 134-140. doi: 10.1016 / j.jfoodeng.2004.11.029 Berk Z. 2013. Food Process Engineering and Technology. 2nd ed. Elsevier Science Białobrzewski I, Zielińska M, Mujumdar AS, Markowski M. 2008. Heat and mass transfer during drying of a bed of shrinking particles – Simulation for carrot cubes dried in a spout-fluidized-bed drier. International Journal of Heat and Mass Transfer 51 (2008): 4704–4716. doi: 10.1016/j.ijheatmasstransfer.2008. 02.031 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri. Badan Pusat Statistik Campanha NH, Pavarina AC, Brunetti IL, Vergani CE, Machado AL, Spolidorio DMP. 2007. Candida albicans inactivation and cell membrane integrity damage by microwave irradiation. Journal Compilation 50 ( ): 140–147. doi: 10.1111/j.0933-7407.2006.01339.x Cetin M. 2006. Physical properties of barbunia bean (Phaseolus vulgaris L. cv. „Barbunia‟) seed. J Food Eng. 80(2007):353-358. doi:10.1016/j.jfoodeng.2006. 06.004 Coşkun MB, Yalçin I, Özarslan C. 2005. Physical properties of sweet corn seed (Zea mays saccharata Sturt.). J Food Eng. 74(2006):523–528. doi:10.1016/ j.jfoodeng.2005.03.039 Coşkuner Y, Karababa E. 2006. Physical properties of coriander seeds (Coriandrum sativum L.). J Food Eng. 80(2007): 408-416. doi: 10.1016/ j.jfoodeng.2006.02.042 Dursun İ, Tugrul KM, Dursun E. 2006. Some physical properties of sugarbeet seed. Journal of Stored Products Research. 43(2007): 149-155. doi: 10.1016 / j.jspr.2006.03.001 Emam OA, Farag SA, Aziz NH. 1995. Comparative effects of gamma and microwave irradiation on the quality of black pepper. Z Lebensm Unters Forsch. 201: 557-561 Fellows PJ. 2009. Food Processing Technology. 3rd ed. Cambridge (UK) : Woodhead Publishing Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama
36 Hartulistiyoso E dan Sudarmaji K. 2005. Pengeringan lada putih (Piper nigrum L.) menggunakan gelombang mikro (microwave). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Parcapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Hidayat T, Nurdjannah N, Usmiati S. 2009. Analisis teknis dan finansial paket teknologi pengolahan lada putih (white pepper) semi mekanis. Bul Littro. 20(1):77 - 91 [IPC] Internasional Pepper Community. 2014. Pepper Statistical Yearbook 2014. Law CL dan Mujumdar AS. 2006. Fluidized bed dryers. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Ed ke-3. Florida (US) : CRC Pr Magalhães A dan Pinho C. 2007. Spouted bed drying of cork stoppers. Chemical Engineering and Processing 47 (2008): 2395–2401. doi: 10.1016/j.cep. 2007.11.009 Markowski M, Sobieski W, Konopka I, Tańska M, Białobrzewski I. 2007. Drying characteristics of barley grain dried in a spouted-bed and combined IRconvection dryers. Drying Technology. 25():1621–1632. doi: 10.1080/0737393 0701590715 Meda V, Orsat V, Raghavan V. 2005. Microwave Heating and The Dielectric Properties of Foods. Di dalam: Schubert H, Regier M, editor. The Microwave Processing of Foods. Cambridge (GB): Woodhead Publishing. hlm 61-75 Mujumdar AS. 2006. Principles, classification, and selection of dryers. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Ed ke-3. Florida (US) : CRC Pr Nurdjannah N. 2005. Use of antioxidant to inhibit browning on white pepper decorticating process. Jurnal Littri 11(2): 78 - 84 Olazar M, San José MJ, Aguayo AT, Arandes JM, Bilbao J. 1992. Stable operation conditions for gas-solid contact regimes in conical spouted beds. Ind. Eng Chem Res. 31(7): 1784–1792. doi: 10.1021/ie00007a025 Olazar M, San José MJ, Bilbao J. 2011. Conical spouted beds. Di dalam: Epstein N dan Grace JR, editor. Spouted and Spout-fluid Beds: Fundamentals and Applications. Cambridge (GB): Cambridge Univ Pr. hlm 82-127 Oliveira EA, Nogueira NGP, Innocentini MDM, Pisani Jr. R. 2010. Microwave inactivation of Bacillus atrophaeus spores in healthcare waste. Waste Management. 30(2010): 2327–2335. doi: 10.1016/j.wasman.2010.05.002 Özarslan C. 2002. Physical properties of cotton seed. Biosystems Engineering 83 (2002): 169-174. doi: 10.1016 / S1537-5110 (02) 00151-4 Pallai E, Szentmarjay T, Mujumdar AS. 2006. Spouted Bed Drying. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Ed ke-3. Florida (US) : CRC Pr. hlm 363-395 [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 55/Permentan/OT.140/9/2012 : Pedoman Penanganan Pascapanen Lada. Plessi M, Bertelli D, Miglietta F. 2002. Effect of microwaves on volatile compounds in white and black pepper. Lebensm.-Wiss. u.-Technol. 35(2002): 260–264 Ravindran PN dan Kallupurackal JA. 2001. Black pepper. Di dalam: Peter KV, editor. Handbook of Herbs and Spices. Cambridge (UK): Woodhead Sacilik K, Öztürk R, Keskin R. 2003. Some physical properties of hemp seed. Biosystems Engineering. 86(2):191–198. doi:10.1016/S1537-5110(03)00130-2
37 Schiffmann RF. 2006. Microwave and Dielectric Drying. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Ed ke-3. Florida (US) : CRC Pr Schubert H, Regier M. 2005. Introducing microwave processing of food: principles and technologies. Di dalam: The Microwave Processing of Foods. Cambridge (GB): Woodhead Publishing. hlm 3-21 Singh RP dan Heldman DR. 2009. Introduction to Food Engineering. 4th ed. California(US) : Elsevier Inc Spreutels L,Chaouki J, Bertrand F, Haut B, Legros R. 2015. Gas residence time distribution in a conical spouted bed. Powder Technology (2015). doi:10.1016/j.powtec.2015.07.033 Tajchakavit S, Ramaswamy HS, Fustier P. 1999. Enhanced destruction of spoilage microorganisms in apple juice during continuous flow microwave heating. Food Research International. 31(10): 713-722. doi: 10.1016/S09639969(99)00050-2 Tonuci LRS, Paschoalatto CFPR, Pisani Jr R. 2007. Microwave inactivation of Escherichia coli in healthcare waste. Waste Management 28(2008): 840–848. doi: 10.1016/j.wasman.2007.02.009 Usmiati S dan Nurdjannah N. 2006. Pengupasan kulit buah lada dengan enzim pektinase. Jurnal Littri. 12 (2): 80-86 Usmiati S dan Nurdjannah N. 2007. Pengaruh lama perendaman dan cara pengeringan terhadap mutu lada putih. J Tek Ind Pert. 16(3):91-98 Varnamkhasti MG, Mobli H, Jafari A, Keyhani AR, Soltanabadi MH, Rafiee S, Kheiralipour K. 2007. Some physical properties of rough rice (Oryza Sativa L.) grain. Journal of Cereal Science. 47(2008):496–501. doi:10.1016/j.jcs. 2007.05.014 Yalçin İ. 2006. Physical properties of cowpea (Vigna sinensis L.) seed. J Food Eng. 79(2007):57–62. doi:10.1016/j.jfoodeng.2006.01.026 Yalçin İ, Özarslan C, Akbaş T. 2006. Physical properties of pea (Pisum sativum) seed. J Food Eng. 79(2007):731–735. doi:10.1016/j.jfoodeng.2006.02.039 Zielinska M, Zapotoczny P, Białobrzewski I, Zuk-Golaszewska K, Markowski M. 2011. Engineering properties of red clover (Trifolium pratense L.) seeds. J Ind Crop. 37(2012):69-75 doi:10.1016/j.indcrop.2011.12.002
38
39 Lampiran 1 Tabel frekuensi dimensi rata-rata biji lada putih pada kadar air 15.40%bk. Interval (mm) 3.20 - 3.36 3.37 - 3.53 3.54 - 3.70 3.71 - 3.87 3.88 - 4.04 4.05 - 4.21 4.22 - 4.38 4.39 - 4.55 4.56 - 4.72 4.73 - 4.89 3.28 - 3.47 3.48 - 3.67 3.68 - 3.87 3.88 - 4.07 4.08 - 4.27 4.28 - 4.47 4.48 - 4.67 4.68 - 4.87 4.88 - 5.07 5.08 - 5.27 3.21 - 3.40 3.41 - 3.60 3.61 - 3.80 3.81 - 4.00 4.01 - 4.20 4.21 - 4.40 4.41 - 4.60 4.61 - 4.80 4.81 - 5.00 5.01 - 5.20
Nilai Tengah (mm) Tinggi biji lada putih 3.28 3.45 3.62 3.79 3.96 4.13 4.30 4.47 4.64 4.81 Panjang biji lada putih 3.38 3.58 3.78 3.98 4.18 4.38 4.58 4.78 4.98 5.18 Lebar biji lada putih 3.31 3.51 3.71 3.91 4.11 4.31 4.51 4.71 4.91 5.11
Frekuensi 1 5 17 33 58 86 60 24 12 4 4 7 16 34 67 63 61 28 18 2 1 7 14 16 59 69 61 44 23 6
40 Lampiran 2 Kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji lada putih pada berbagai kadar air Kadar air (%bk)
Kebulatan
Bulk density (kg m-3)
True Density (kg m-3)
Porositas (%)
15.40
0.969
720.53
1 305.54
44.81
34.49
0.969
669.00
1 230.94
45.65
53.94
0.972
673.00
1 200.21
43.93
64.80
0.977
692.93
1 268.16
45.36
41 Lampiran 3 Perhitungan analisis geometri dan hidrodinamik Rasio diameter inlet dan bawah kerucut Di 42 0.82 Do 51 Sudut kerucut (γ) 1 2 Dc Do 1 2 135 51 2 tan 1 2 tan 1 37.99 122 Hc Rasio diameter inlet dan partikel Di 42 8.24 d p 5.10 Tinggi tumpukan m 0.4 kg Vol. tumpukan Vb 0.000571815 m 3 571815 mm 3 b 699.53 kg m -3 1
D 3 24Vb tan 2 3 Do Ho o 3 2 tan 2 8 tan 2 1
513 24 571815 tan37.99 2 3 51 3 2 tan37.99 2 8 tan 37.99 2 97.08 mm Diameter atas tumpukan Db 2 H o tan 2 Do
2 97.08 tan37.99 2 51 117.84 mm Bilangan Reynolds partikel 3 d p p g Ar 2
5.1 10
3 3
1.067 1269.14 1.067 9.81
2 10
5 2
4,401,778.85
Re msi 0.126 Ar 0.5 Db Di
tan 20.57 1.68 0.57 0.126 4,401,778.85 0.5 117.84 42 tan 2 1.68
2747.22 Kecepatan spouting minimum Re msi 2747.22 2 10 5 u msi 10.09 m s -1 3 dp 5.1 10 1.067
42 Lampiran 4 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada perlakuan non-preheating Waktu (detik)
Udara masuk
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 25 28 31 34
41.1 55.2 58.5 60.1 45.4 63.5 55.0 44.7 58.1 48.3 44.9 58.6 61.0 62.0 61.4
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 23 26 29
42.5 62.6 45.6 57.6 61.8 50.7 62.6 42.1 43.9 60.6 61.5 43.7 62.5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
43.8 60.6 59.3 40.1 55.9 41.1 47.4 42.6
Suhu (oC) Udara keluar Permukaan lada Ulangan 1 27.1 33.9 30.7 36.2 32.2 37.7 33.5 38.5 34.8 37.3 36.3 44.1 40.9 44.1 42.7 45.9 46.7 50.3 48.7 48.0 50.2 47.1 49.8 51.5 49.1 52.8 47.9 53.3 47.4 53.5 50.2 Ulangan 2 27.5 34.3 28.6 39.1 32.0 34.5 33.4 37.4 34.2 40.8 36.3 42.0 40.8 47.7 43.0 44.4 45.9 45.7 48.5 51.3 45.8 52.5 47.9 48.2 47.3 53.2 47.7 Ulangan 3 26.9 34.1 29.8 37.5 30.6 38.4 32.7 35.9 34.8 41.9 40.4 39.6 40.0 44.1 43.2 44.0 45.6
Lingkungan 27.8 27.8 28.1 28.8 28.8 28.7 28.9 28.4 28.4 28.4 28.5 28.7 28.9 28.4 28.6 28.4 28.2 28.3 28.5 28.7 28.2 28.6 28.5 28.5 28.7 28.6 28.6 28.6 28.8 28.7 28.6 28.6 28.9 28.9 28.9 28.6 28.6 29.2 29.1
43 Waktu (detik) 18 20 22 25 28 31
Udara masuk 55.8 45.1 56.3 61.9 52.1 39.6
Suhu (oC) Udara keluar Permukaan lada 49.8 46.1 47.9 47.7 51.3 48.8 52.7 47.3 49.4 49.2 45.9 47.3
Lingkungan 29.1 29.1 28.7 28.8 29.5 29.4
44 Lampiran 5 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada perlakuan preheating 320 watt Suhu (oC) Udara keluar Permukaan lada
Waktu (detik)
Udara masuk
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 29 32 35 38 41
47.6 57.5 59.3 58.0 61.9 50.5 44.4 50.4 48.1 63.0 44.6 61.9 40.2 61.6 48.3 58.5 40.6 44.9
Ulangan 1 34.9 35.9 38.1 43.9 40.1 39.4 43.0 46.0 47.1 52.4 48.2 52.9 46.5 53.2 50.1 52.7 47.1 48.2
38.0 31.2 30.6 34.5 35.2 37.6 38.1 41.5 46.5 46.4 50.4 45.3 49.0 49.1 50.4 48.5 52.9 50.1 50.7
28.2 28.2 28.4 28.9 28.9 29.2 29.4 29.4 29.5 29.4 29.6 29.6 29.6 29.8 29.8 29.9 29.9 30.0 29.9
54.6 57.6 61.1 41.4 52.8 61.7 48.8 44.1 64.0 42.3 61.5 50.3 47.5 41.6 61.6 52.9
Ulangan 2 36.2 38.3 39.3 37.0 40.9 45.7 47.2 47.8 53.9 47.6 52.8 50.3 49.6 47.2 53.1 51.3
44.4 33.9 36.7 34.6 38.3 38.0 44.7 44.9 45.8 49.7 46.0 46.7 46.6 46.4 47.2 49.7 47.5
27.2 27.2 27.8 29.2 29.5 29.8 29.9 30.1 30.2 30.2 30.3 30.3 30.4 30.4 30.5 30.5 30.4
42.0
Ulangan 3 33.8
40.9 34.3
29.3 29.3
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 23 26 29 32 35 38 0 2
Lingkungan
45 Waktu (detik) 5 7 9 11 13 15 17 19 21 24 27 30 33
Udara masuk 47.5 59.3 40.2 55.5 46.8 46.6 50.0 54.0 48.5 40.7 55.9 61.8 45.2
Suhu (oC) Udara keluar Permukaan lada 33.9 35.8 38.7 35.4 34.4 35.5 40.7 36.9 41.3 41.7 45.2 45.6 46.2 47.2 48.2 46.3 47.4 49.4 45.9 49.0 50.7 49.2 53.3 49.8 48.8 49.4
Lingkungan 30.2 30.4 30.3 30.4 30.5 30.5 30.5 30.5 30.6 30.7 30.7 30.7 30.7
46 Lampiran 6 Suhu udara masuk, udara keluar, permukaan lada, dan lingkungan pada perlakuan preheating 640 watt Suhu (oC) Udara keluar Permukaan lada
Waktu (detik)
Udara masuk
0 2 4 7 9 11 13 15 17 19 21 24 27 30 33
49.1 63.3 62.1 48.7 49.4 65.4 58.6 43.7 54.9 48.0 57.9 55.4 43.6 59.8
Ulangan 1 36.1 39.4 39.7 37.9 42.5 48.8 48.1 46.1 50.5 49.7 51.3 52.0 48.7 52.8
62.0 30.9 34.3 35.7 37.9 42.8 44.3 42.3 48.2 50.0 46.5 51.4 48.0 53.2 51.4
27.5 27.5 29.0 29.3 29.5 29.5 29.7 29.5 29.6 29.6 29.6 29.8 29.7 29.7 29.8
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 23 26 29 32
60.8 65.8 63.3 50.6 50.7 52.5 61.4 60.4 60.2 61.7 64.4 40.6 54.3 41.9
Ulangan 2 37.9 40.2 40.4 40.6 40.9 45.2 47.9 49.6 49.7 51.5 53.8 45.9 51.8 47.4
59.2 32.2 32.6 33.4 40.6 39.6 44.3 44.7 44.7 45.3 45.5 48.3 48.7 50.8 50.3
27.7 27.7 28.4 28.9 29.1 29.5 29.6 29.5 29.6 29.6 29.7 29.7 29.7 29.8 29.8
0 2 4 6 8 10 12 14
62.1 63.5 62.7 50.9 40.5 40.7 59.6
Ulangan 3 40.6 39.1 39.8 39.6 38.1 40.3 45.7
70.1 30.6 32.7 33.9 38.8 38.1 41.2 42.8
27.6 27.6 28.1 28.4 28.8 28.9 29.0 29.0
Lingkungan
47 Waktu (detik) 16 18 20 23 26 29 32
Udara masuk 62.2 56.3 59.2 43.5 40.7 62.0 58.9
Suhu (oC) Udara keluar Permukaan lada 49.6 45.6 49.8 45.9 50.3 46.3 47.5 49.2 46.1 48.5 53.4 49.6 51.6 48.5
Lingkungan 29.3 29.4 29.6 29.6 29.7 29.6 29.6
48 Lampiran 7 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan nonpreheating Waktu (detik)
Massa bahan (gram)
Penurunan massa (gram)
Kadar air (%) basis basis basah kering
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 25 28 31 34
400.03 381.08 362.51 342.28 323.92 309.92 292.40 287.55 280.59 275.95 271.90 268.83 265.19 262.26 259.49 256.93
18.95 18.57 20.23 18.36 14.00 17.52 4.85 6.96 4.64 4.05 3.07 3.64 2.93 2.77 2.56
Ulangan 1 40.61 37.66 34.46 30.59 26.66 23.34 18.75 17.38 15.33 13.91 12.62 11.63 10.41 9.41 8.44 7.53
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 23 26 29
400.63 377.83 359.17 339.05 319.91 303.80 291.63 283.44 277.18 272.55 268.07 264.19 261.04 258.10
22.80 18.66 20.12 19.14 16.11 12.17 8.19 6.26 4.63 4.48 3.88 3.15 2.94
Ulangan 2 39.99 36.37 33.06 29.09 24.85 20.86 17.56 15.18 13.26 11.79 10.32 9.00 7.90 6.85
66.64 57.16 49.39 41.03 33.06 26.36 21.30 17.89 15.29 13.37 11.50 9.89 8.58 7.35
4.7 3.9 4.2 4.0 3.4 2.5 1.7 1.3 1.0 0.9 0.5 0.4 0.4
23.15 20.74 19.46 16.45 13.81 9.81
Ulangan 3 41.09 37.48 33.84 30.03 26.44 23.13 20.60
69.75 59.94 51.16 42.91 35.94 30.09 25.94
4.9 4.4 4.1 3.5 2.9 2.1
0 2 4 6 8 10 12
400.69 377.54 356.80 337.34 320.89 307.08 297.27
68.38 60.40 52.59 44.07 36.34 30.45 23.08 21.03 18.10 16.15 14.45 13.15 11.62 10.39 9.22 8.15
4.0 3.9 4.3 3.9 2.9 3.7 1.0 1.5 1.0 0.9 0.6 0.5 0.4 0.4 0.4
49 Waktu (detik)
Massa bahan (gram)
Penurunan massa (gram)
14 16 18 20 22 25 28 31
287.60 279.43 273.99 270.45 267.64 264.33 261.18 258.35
9.67 8.17 5.44 3.54 2.81 3.31 3.15 2.83
Kadar air (%) basis basis basah kering 17.93 21.84 15.53 18.38 13.85 16.07 12.72 14.57 11.80 13.38 10.70 11.98 9.62 10.65 8.63 9.45
Laju pelepasan air (%bk/mnt) 2.0 1.7 1.2 0.7 0.6 0.5 0.4 0.4
50 Lampiran 8 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan preheating 320 watt Waktu (detik)
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 29 32 35 38 41 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 23 26 29 32 35 38
Massa bahan (gram)
Penurunan massa (gram)
Kadar air (%) basis basis basah kering
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
497.98 468.73 447.91 424.24 404.74 386.50 370.07 359.82 351.26 346.10 341.52 337.96 333.81 330.77 326.88 322.67 319.52 316.18 313.09
Ulangan 1 42.02 29.25 38.40 20.82 35.54 23.67 31.94 19.50 28.66 18.24 25.30 16.43 21.98 10.25 19.76 8.56 17.80 5.16 16.58 4.58 15.46 3.56 14.57 4.15 13.50 3.04 12.71 3.89 11.67 4.21 10.52 3.15 9.64 3.34 8.68 3.09 7.78
72.47 62.34 55.13 46.93 40.18 33.86 28.17 24.62 21.66 19.87 18.28 17.05 15.61 14.56 13.21 11.75 10.66 9.51 8.44
5.1 3.6 4.1 3.4 3.2 2.8 1.8 1.5 0.9 0.8 0.6 0.7 0.5 0.4 0.5 0.4 0.4 0.4
400.42 371.76 349.91 332.91 317.76 307.25 296.32 289.10 282.85 278.31 275.47 271.53 268.64 265.65 263.38 260.52 257.84
Ulangan 2 40.59 28.66 36.01 21.85 32.02 17.00 28.54 15.15 25.14 10.51 22.58 10.93 19.72 7.22 17.72 6.25 15.90 4.54 14.53 2.84 13.64 3.94 12.39 2.89 11.45 2.99 10.45 2.27 9.68 2.86 8.69 2.68 7.74
68.33 56.28 47.09 39.95 33.58 29.16 24.57 21.53 18.90 16.99 15.80 14.14 12.93 11.67 10.72 9.52 8.39
6.0 4.6 3.6 3.2 2.2 2.3 1.5 1.3 1.0 0.6 0.6 0.4 0.4 0.3 0.4 0.4
51 Waktu (detik) 0 2 5 7 9 11 13 15 17 19 21 24 27 30 33
Massa bahan (gram) 396.82 369.15 345.20 329.38 314.35 301.00 291.26 283.84 278.49 274.73 271.41 267.68 264.15 260.86 257.87
Penurunan massa (gram)
Kadar air (%) basis basis basah kering
Ulangan 3 38.75 27.67 34.16 23.95 29.59 15.82 26.21 15.03 22.68 13.35 19.25 9.74 16.55 7.42 14.37 5.35 12.73 3.76 11.53 3.32 10.45 3.73 9.20 3.53 7.99 3.29 6.83 2.99 5.75
63.27 51.89 42.03 35.52 29.34 23.85 19.84 16.79 14.58 13.04 11.67 10.14 8.68 7.33 6.10
Laju pelepasan air (%bk/mnt) 5.7 3.3 3.3 3.1 2.7 2.0 1.5 1.1 0.8 0.7 0.5 0.5 0.5 0.4
52 Lampiran 9 Massa bahan, kadar air, dan laju pelepasan air pada perlakuan preheating 640 watt Waktu (detik)
Massa bahan (gram)
0 2 4 7 9 11 13 15 17 19 21 24 27 30 33
400.37 369.48 350.90 328.92 315.06 303.89 294.93 285.98 279.51 275.21 271.80 267.82 264.34 261.22 258.20
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 23 26 29 32
399.9 367.9 348.2 331.3 315.6 304.5 294.9 287.6 280.7 275.6 271.9 267.7 264.2 260.9 258.0
0 2 4 6 8 10 12
400.36 369.12 349.63 332.94 318.06 307.15 297.99
Kadar air (%) basis basis basah kering Ulangan 1 39.87 66.30 30.89 34.84 53.47 18.58 31.39 45.76 21.98 26.81 36.63 13.86 23.59 30.87 11.17 20.78 26.23 8.96 18.37 22.51 8.95 15.82 18.79 6.47 13.87 16.10 4.30 12.52 14.32 3.41 11.43 12.90 3.98 10.11 11.25 3.48 8.93 9.80 3.12 7.84 8.50 3.02 6.76 7.25 Ulangan 2 40.94 69.32 31.94 35.81 55.80 19.71 32.18 47.45 16.92 28.72 40.29 15.71 25.17 33.64 11.08 22.45 28.94 9.62 19.92 24.87 7.26 17.90 21.80 6.93 15.87 18.86 5.12 14.31 16.69 3.72 13.13 15.12 4.18 11.78 13.35 3.50 10.61 11.87 3.28 9.48 10.48 2.89 8.47 9.25 Ulangan 3 39.88 66.34 31.24 34.79 53.36 19.49 31.16 45.26 16.69 27.71 38.33 14.88 24.33 32.14 10.91 21.64 27.61 9.16 19.23 23.81
Penurunan massa (gram)
Laju pelepasan air (%bk/mnt)
6.4 3.9 3.0 2.9 2.3 1.9 1.9 1.3 0.9 0.7 0.6 0.5 0.4 0.4 6.8 4.2 3.6 3.3 2.3 2.0 1.5 1.5 1.1 0.8 0.6 0.5 0.5 0.4 6.5 4.0 3.5 3.1 2.3 1.9
53 Waktu (detik)
Massa bahan (gram)
Penurunan massa (gram)
14 16 18 20 23 26 29 32
289.04 282.58 277.82 273.54 269.11 265.44 261.71 258.53
8.95 6.46 4.76 4.28 4.43 3.67 3.73 3.18
Kadar air (%) basis basis basah kering 16.73 20.09 14.82 17.40 13.36 15.43 12.01 13.65 10.56 11.81 9.32 10.28 8.03 8.73 6.90 7.41
Laju pelepasan air (%bk/mnt) 1.9 1.3 1.0 0.9 0.6 0.5 0.5 0.4
54 Lampiran 10 Tabel analisis ragam dan uji duncan pada SPSS 16.0 untuk derajat putih, total mikroba, serta kadar minyak atsiri lada putih ANOVA Sum of Squares Derajat_putih
Total_mikroba
.042
2
.021
Within Groups
.160
6
.027
Total
.202
8
3.767E10
2
1.884E10
7.205E9
6
1.201E9
4.488E10
8
Between Groups
.234
2
.117
Within Groups
.740
6
.123
Total
.974
8
Between Groups
Total
Total_mikroba Duncan Subset for alpha = 0.05 Perlakuan
N
1
2
640 Watt
3
6000.00
320 Watt
3
30000.00
0 Watt
3
Sig.
Mean Square
Between Groups
Within Groups
Kadar_atsiri
df
1.54E5 .429
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
F
Sig.
.792
.495
15.688
.004
.948
.439
55
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangkajene, Sulawesi Selatan pada tanggal 21 Maret 1991 dari ayah Dr. Mukhlis Mukhtar, M.Ag dan ibu Dra. Andi Herawati, M.Ag. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari MAN Insan Cendekia Gorontalo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem penulis aktif sebagai asisten pratikum Mekanika Teknik. Penulis menyelesaikan program sarjana pada tahun 2014 dengan menyusun sebuah karya ilmiah (skripsi) yang berjudul “Aplikasi Energi Gelombang Mikro untuk Pengendalian Hama Gudang Araecerus fascicuatus De Geer pada Biji Kakao”. Di tahun yang sama yaitu 2014, penulis melanjutkan program magister sains di Sekolah Pascasarjana program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur fast track. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif sebagai staf pengajar matematika dan fisika di bimbingan belajar LP3I Course Center.