Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016 Pengembangan Instrumen Three Tier …
PENGEMBANGAN INSTRUMEN THREE TIER DIAGNOSTIC TEST MISKONSEPSI SUHU DAN KALOR Muhammad Luqman Hakim Abbas Institut Agama Islam Negeri Tulungagung Email:
[email protected] ABSTRAK: Miskonsepsi yang dimiliki siswa akan berdampak pada pemahaman selanjutnya, dimana miskonsepsi pada suatu materi akan berdampak kesulitan belajar pada materi selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan instrument three tier diagnostic test miskonsepsi konsep suhu dan kalor. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dan pengembangan Borg and Gall yang dimodifikasi, meliputi studi pendahuluan, perancangan draf produk, pengembangan draf produk dan uji coba produk. Penelitian dilakukan di SMAN Ngoro. Instrumen yang digunakan berupa angket validator, uji coba terbatas, dan uji efektivitas. Data penelitian meliputi data kuantitatif berupa penilaian validator, tanggapan siswa, dan pretestposttest, serta data kualitatif berupa komentar dan saran yang diberikan validator dan siswa. Data kuantitatif dianalisi menggunakan teknik rata-rata sedangkan data pretest-posttest dianalisis dengan uji t-test dan Mann-whitney. Hasil dari pengembangan instrumen three tier diagnostik test yang terdiri atas tiga rangkaian soal bertingkat, yaitu soal pilihan ganda biasa, pilihan alasan yang disertai dengan keyakinan jawaban. Hasil analisis data kuantitatif validasi dan uji coba terbatas menunjukkan bahwa instrumen yang dihasilkan termasuk dalam kategori layak. Hasil uji statistik didapatkan kesimpulan bahwa produk yang dikembangan efektif untuk menentukan ciri-ciri miskonsepsi yang sering terjadi pada konsep suhu dan kalor. Kata kunci : Three tier diagnostic test, suhu dan kalor ABSTRACT: Misconception of the students will affect their subsequent understanding, where the misconceptions to a material will make the students get difficulties in studying the next material. The purpose of this research is to develop the instrument three-tier diagnostic to the misconception of temperature and heat concept. This study used Borg and Gall model of research and development design that has been modified, including the preliminary study, the draft design of products, the development of product draft and product trial. The study was conducted in SMAN Ngoro. The instruments used were validator questionnaire, limited trial, and effectiveness test. The research data included quantitative data in the form of validator assessment, students’ responses, and pretest-posttest, as well as qualitative data in the form of comments and suggestions given from the validator and the students. Quantitative data were analyzed using averaging technique while the pretest-posttest data were analyzed by t-test and Mann-whitney. The results of developing the instrument three tier diagnostic consisted of three series of multilevel exercise, those were general multiple choice questions, selection of reasons enclosed the answer conviction. The result of quantitative data analysis in the form of validation and limited testing showed that the product is good and decent. The result of statistical test concluded that the product is effective to determine the characteristics of misconceptions that often occurs on the concept of temperature and heat. Keywords: three tier diagnostic test, temperature and heat.
ilmu Fisika banyak konsep-konsep yang abstrak (Viajayani, 2013). Penguasaan konsep-konsep abstrak memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibandingkan dengan penguasaan konsep-konsep konkrit. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan belajarnya, siswa membuat penafsiran sendiri terhadap suatu konsep yang dipelajarinya. Namun
PENDAHULUAN Fisika merupakan suatu ilmu yang berhubungan erat dengan fenomena alam. Sebagai suatu ilmu, Fisika memiliki berbagai macam konsep. Banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep Fisika (Aritonang, 2008; Wijayanti, 2010). Salah satu penyebab utamanya adalah dalam
83
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016
tersebut (Brueckner & Melby, 1991). Tes yang benar-benar untuk keperluan diagnostik adalah tes yang harus berdasarkan pada analisa secara rinci yang menempatkan secara tepat kelemahan di mana ada kesukaran, atau tahap secara umum di mana ada kekurangan. Menurut Djamarah (2002) tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Diagnosis kesulitan belajar siswa lebih luas dari pada pelaksanaan tes diagnostik, sehingga dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar, selain pelaksanaan tes, perlu dilakukan kegiatan lain, yaitu penelusuran jenis, sumber serta penyebab kesalahan. Tes diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran yang akurat tentang miskonsepsi yang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Tes diagnostik digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep kunci (key concepts) pada topik tertentu, secara khusus untuk konsepkonsep yang cenderung dipahami secara salah. Berdasarkan pendapat ini, dapat didefinisikan ciri-ciri tes diagnostik tes diagnostik ini, memiliki kemampuan antara lain: (1) mendiagnosis kelemahan penguasaan konsep siswa berdasarkan analisis jawaban siswa (Nafiatus, 2012); (2) memberikan umpan balik secara cepat dan individual sesuai penguasaan konsep tiap butir soal (Demirchi, 2006); (3) membantu membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep tertentu (wardhani 2012). Hasil wawancara yang dilakukan kepada guru SMA AWH dan siswa SMA Negeri Ngoro pada bulan Desember 2015, didapatkan hasil bahwa guru telah melakukan tes diagnostik dalam bentuk latihan soal pilihan ganda dan esay. Namun guru belum mampu mampu menentukan ciri-ciri miskonsepsi yang dialami siswa sehingga guru tidak mengetahui konsep-konsep miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Hal ini yang menyebabkan guru jarang melakukan tes diagnostik miskonsepsi pada siswa. Mengingat begitu pentingnya tes diagnostik
adakalanya hasil penafsiran terhadap suatu konsep yang dibuat oleh siswa menyimpang dari konsep yang telah disepakati para ahli (Wenning, 2005). Sehingga siswa masih banyak mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi siswa dapat diidentifikasikan melalui melalui tes yang disebut tes diagnostik. Tes ini digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsepkonsep kunci (key concepts) pada topik tertentu. Tes diagnostik dapat dilakukan dengan cara wawancara, tes pilihan ganda, two-tier test dan three tier test (Pesman dan Eryilmaz, 2010). Wawancara dengan siswa memungkinkan peneliti untuk mengetahui pemahaman siswa secara utuh dan mendalam, namun teknik ini membutuhkan waktu yang lama. Tes pilihan ganda mudah digunakan dan dinilai, tetapi hasilnya tidak benar-benar menggambarkan miskonsepsi siswa. Two-tier multiple-choice merupakan alat tes yang cukup sukses mendiagnosis miskonsepsi siswa dan mudah untuk dinilai, tetapi Twotier Test tidak dapat membedakan miskonsepsi dengan lack of knowledge (Hasan dkk, 1999). Three tier test menggunakan cara yang sederhana dan mudah untuk mengidentifikasi miskonsepsi dan membedakannya dengan kurangnya pengetahuan (lack of knowledge), yaitu dengan menambahkan tingkat keyakinan jawaban yang dipilih siswa (Hakim dkk, 2012). Siswa yang menjawab dengan benar dan yakin atas jawabannya pada two-tier test menunjukkan bahwa ia memang paham terhadap konsep tertentu, siswa yang yakin dengan jawabannya walaupun jawaban tersebut salah menunjukkan bahwa ia mengalami miskonsepsi, sedangkan siswa yang menjawab salah dan tidak yakin atas jawabannya bukan berarti ia mengalami miskonsepsi, tetapi ia mengalami lack of knowledge (Arslan dkk, 2012). Tes diagnostik digunakan untuk menentukan elemen-elemen dalam suatu mata pelajaran yang mempunyai kelemahankelemahan khusus dan memberikan petunjuk untuk menemukan penyebab kekurangan
84
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016 Pengembangan Instrumen Three Tier …
terbatas produk pengembangan adalah perhitungan nilai rata-rata berdasarkan pendapat dari Sudjana (2011:109).
yang dapat membantu guru dalam melakukan tes diagnostik dan menentukan ciri-ciri miskonsepsi siswa yang berujung pada peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi suhu dan kalor, maka dilakukan penelitian dan pengembangan dengan judul “Pengembangan Instrumen Three Tier Diagnostic Test untuk Mengidentifikasikan Miskonsepsi Konsep Suhu dan Kalor”. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan pengembangan ini adalah mengembangkan instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi Suhu dan Kalor, menguji kelayakan instrumen three tier diagnostic test untuk mengidentifikasikan miskonsepsi pada konsep Suhu dan Kalor, dan menguji efektivitas instrumen three tier diagnostic test untuk mengidentifikasikan miskonsepsi pada konsep Suhu dan Kalor.
_
X=
¦x n
Keterangan: _
X = nilai rata-rata
Σx = total skor jawaban validator n = jumlah validator
Berdasarkan nilai rata-rata jawaban yang diperoleh disimpulkan tingkat kelayakan produk yang dikembangkan dengan menggunakan kriteria hasil analisis kelayakan produk. Tabel 1. Kriteria Hasil Analisis Kelayakan Produk
Metode Penelitian ini merupakan penelitian & pengembangan yang dirancang untuk menghasilkan produk, yaitu instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor. Langkah-langkah penelitian & pengembangan meliputi empat tahap yang dimodifikasi dari langkah-langkah Borg & Gall (1989: 789-795), terdiri dari studi pendahuluan, perancangan draft produk, pengembangan produk, dan uji coba produk sehingga diperoleh produk akhir hasil revisi. Subjek coba terdiri dari pihak dosen sebagai tim ahli serta dari pihak siswa. Pihak dosen dipilih berdasarkan pengalaman dan kemampuan pada bidangnya. Pihak guru dipilih berdasarkan pengalaman mengajar dan disesuaikan dengan materi serta kelas yang akan diteliti. Instrumen pengumpul data meliputi: (1) angket validasi produk pengembangan, (2) angket validasi soal three tier, (3) angket uji coba terbatas dan (4) pretest dan posttest pada uji coba kelas untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Teknik analisis data yang digunakan dalam validasi isi produk pengembangan, validasi isi soal pilihan ganda, serta uji coba
Nilai rata-rata 3.26 – 4.00 2.51 – 3.25 1.76 – 2.50 1.00 – 1.75
Keterangan Baik (Tidak Perlu Revisi) Cukup Baik (Perlu Direvisi Sebagian) Kurang Baik (Revisi Sebagian dan pengkajian ulang isi/materi) Tidak Baik (Revisi Total/ diganti)
Analisis efektivitas produk pengembangan diperoleh dari data uji coba kelas yang dilakukan kepada 72 siswa kelas X SMA Negeri Ngoro dengan kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-2 sebagai kelas kontrol. Desain uji coba untuk siswa adalah eksperimen semu dengan desain pretestposttest control group (Sugiyono, 2012). PEMBAHASAN Proses pengembangan instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor diawali dengan melakukan studi pendahuluan yang meliputi studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka dilakukan peneliti melalui pengkajian terhadap beberapa literatur yang berkaitan dengan miskonsepsi yang sering terjadi pada materi suhu dan kalor dan three tier test. Kegiatan selanjutnya adalah pengumpulan dan pengkajian terhadap
85
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016
beberapa instrumen three tier diagnostic test yang pernah dikembangkan. Studi lapangan dilakukan melalui wawancara terhadap satu guru Fisika SMA AWH Jombang dan tiga siswa SMA Negeri Ngoro. Wawancara dilakukan peneliti untuk mengetahui tes diagnostik yang dilakukan guru ketika pembelajaran berlangsung. Wawancara dilakukan peneliti untuk mengetahui kendala yang dialami guru ketika melakukan tes diagnostik serta respon siswa terhadap tes diagnostik yang dilaksanakan oleh guru. Disamping itu, tujuan lain wawancara untuk mengetahui apakah instrumen-instrumen tes diagnostik yang dikembangkan oleh guru dapat mengidentifikasi konsep-konsep yang sering membuat siswa miskonsepsi. Cuplikan wawancara guru dan siswa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 3. Hasil survey awal No 1 2
Jawaban siswa Suhu air naik, karena kalor yang diterima juga bertambah. Partikel-partikelnya bertambah besar, karena pengaruh kalor yang diserap. Jumlah partikelnya bertambah banyak, karena ditambah dengan partikel-partikel kalor yang mengalir logam.
Bentuk miskonsepsi siswa Suhu akan naik saat air mengalami perubahan wujud Pemuaian merupakan pertambahan ukuran partikel. Pemuaian merupakan pertambahan jumlah partikel.
Langkah selanjutnya adalah menyusun butir soal three tier multiple choise test berdasarkan miskonsepsi yang sering terjadi pada materi suhu dan kalor. Butir soal yang dikembangkan sebanyak 20 dengan tiga tingkat pertanyaan. Cuplikan hasil pengembangan instrumen three tier diagnostic test pada Tabel 4.
Tabel 2. Wawancara Guru dan Siswa Guru Tes diagnostik dilakukan dengan pertanyaan esay
Tabel 4. Instrumen Three tier diagnostic test
Siswa Tes diagnostik dilakukan dalam bentuk latihan soal dan wawancara.
Guru belum dapat mengidentifikasikan konsepkonsep yang sering terjadi miskonsepsi oleh siswa
Tes diagnostik yang dilakukan belum ada tindak lanjut
Tes diagnostik yang dilakukan belum mampu memberikan balikan yang spesifik dalam waktu singkat kepada setiap siswa karena terbatasnya waktu dan besarnya kapasitas siswa.
Balikan berupa pembahasan soal saja tidak bisa menunjukkan kelebihan dan kelemahan siswa terhadap suatu materi
Bentuk miskonsepsi Suhu akan naik saat air mengalami perubahan wujud (menguap)
No
1.2
Langkah selanjutnya adalah survey pemahaman konsep siswa pada materi suhu dan kalor. Survey dilakukan peneliti terhadap beberapa siswa SMA Negeri Ngoro yang telah mendapkan materi suhu dan kalor. Survey digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep dan miskonsepsi yang sering terjadi pada siswa. Hasil survey selanjutnya digunakan untuk mengetahui bentuk-bentuk miskonsepsi yang dialami siswa pada materi tertentu berdasarkan jawaban dari siswa. Cuplikan hasil survey awal dapat dilihat pada Tabel 3.
1.3
86
Butir Soal
1.1
Hal yang akan terjadi jika air yang sudah mendidih dipanaskan terus menerus adalah.... suhu air naik suhu air tetap suhu air turun Apa alasan dari jawaban Anda? Kalor yang diterima air menyebabkan suhunya naik terus sampai air habis Kalor yang diterima air akan diserap oleh udara diatas air Kalor yang diterima air tidak untuk menaikkan suhu tetapi digunakan untuk mengubah wujud zat cair menjadi uap Kalor yang diterima air tidak untuk menaikkan suhu tetapi digunakan untuk menambah volume air Apakah Anda yakin dengan jawaban Anda? Yakin Tidak yakin
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016 Pengembangan Instrumen Three Tier …
Produk yang telah direvisi awal maka produk pengembangan siap untuk dilakukan uji coba terbatas. Uji coba dilaksanakan untuk mengetahui kualitas dan kemampuan produk menurut pengguna. Data yang diperoleh dari uji coba terbatas produk pengembangan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil kualitas produk menurut siswa menggunakan skala Likert. Data kualitatif diperoleh dari komentar dan saran yang diberikan siswa. Adapun hasil ujicoba terbatas dapat dilihat pada Gambar 1.
Analisis Data Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil validasi isi produk pengembangan, validasi isi soal three tier multiple choise test, uji coba terbatas, dan uji coba kelas produk pengembangan. Data validasi dan ujicoba terbatas dianalisis menggunakan teknik perhitungan rata-rata. Berdasarkan hasil validasi isi soal three tier multiple choise menunjukkan bahwa butir soal yang disusun sudah sesuai dengan indikator dan benar secara konsep sehingga dapat dikatakan baik dan tidak memerlukan revisi yang signifikan. Menurut validator satu, nilai rata-rata hasil validasi mencapai 3,9 dan menurut validator dua nilai rata-rata mencapai 4,0 sehingga dikatakan baik dan layak untuk dijadikan soal tes diagnostik. Tahapan selanjutnya adalah revisi awal meliputi memperbaiki instrumen three tier diagnostic test yang didapatkan dari hasil validasi isi. Hasil angket dan masukanmasukan dari validator menjadi pertimbangan perbaikan untuk penyempurnaan instrumen three tier diagnostic test. Perbaikan dilakukan untuk menghasilkan instrume yang dapat membedakan siswa yang mengusai konsep, miskonsepsi, ataupun menebak, dan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saran dan komentar yang didapat dari validator digunakan untuk melakukan revisi awal. Adapun hasil revisi awal produk produk pengembangan dapat dilihat pada Tabel 5.
Gambar 1. Diagram Hasil Ujicoba Terbatas Produk Pengembangan
Berdasarkan hasil uji coba terbatas, instrumen three tier diagnostic test yang dikembangkan dapat dinyatakan sudah baik atau valid. Hal ini diketahui dari nilai ratarata keseluruhan butir penilaian kualitas dan kemampuan produk pada uji coba terbatas instrumen three tier diagnostic test yang dikembangkan dapat dinyatakan sudah telah mencapai angka 3,26. Berdasarkan nilai ratarata uji coba terbatas, produk instrumen three tier diagnostic test yang dikembangkan dapat dinyatakan sudah yang dihasilkan memiliki kriteria baik dan tidak memerlukan revisi. Hal ini didasarkan pada kriteria kelayakan produk pengembangan yang telah dijelaskan pada metode. Data kualitatif uji coba terbatas diperoleh dari komentar dan saran siswa. Cuplikan hasil komentar dan saran siswa pada ujicoba terbatas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Saran dan Hasil Revisi Produk Pengembangan Saran Pilihan jawaban antara tier 1 dan tier 2 sebaiknya sama
Gambar pada soal sebaiknya diacu soal dengan kalimat ‘perhatikan gambar dibawah ini!’
Hasil Revisi Revisi menurut saran ini tidak dapat dilakukan karena soal three tier multiple choise yang telah dikembangkan dari penelitian terdahulu memiliki pilihan jawaban yang bervariasi tergantung pada alasan dari pilihan tier pertama Gambar sudah diacu oleh soal dengan menggunakan kalimat ‘perhatikan gambar dibawah ini!’
87
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016
lanjut. Pertemuan kedua dilakukan perlakuan pada kedua kelas. Kelas kontrol mendapat perlakuan test dengan soal pilihan ganda biasa. Untuk kelas eksperimen mendapat tes diagnostik menggunakan instrumen three tier diagnostic test yang dikembangkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan pemahaman konsep pada kelas kontrol dan kelas eksperimen. Sehingga dapat diketahui apakah instrumen three tier diagnostic test dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Posttest dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa setelah dilakukan perlakuan. Soal posttest merupakan soal three tier multiple choise yang berbeda dengan soal yang ada pada produk. Dari hasil posttest diperoleh peningkatan penguasaan konsep yang cukup signifikan pada kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol. Sedangkan siswa yang mengalami miskonsepsi juga berkurang lebih besar dari pada kelas kontrol. Adapun perbandingan pretest dan posttest dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 6. Komentar dan Saran Siswa Siswa 1 2
Komentar dan Saran Produk yang dikembangkan sangat sangat baik jika digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah. Produk yang dikembangkan lumayan baik dan menyenangkan serta membantu saya dalam menguasai materi yang diujikan dengan lebih baik.
Berdasarkan komentar siswa, didapatkan hasil bahwa secara umum keseluruhan produk yang dihasilkan sudah baik dan dapat membantu siswa menguatkan penguasaan dan pemahaman terhadap materi suhu dan kalor melalui balikan yang diberikan. Tahapan selanjutnya merupakan revisi akhir dilakukan untuk menyempurnakan produk yang telah dikembangkan sehingga menjadi lebih baik dan layak untuk digunakan. Tahapan ini meliputi memperbaiki hasil yang didapatkan dalam uji coba terbatas. Saran dan tanggapan diberikan siswa menjadi pertimbangan perbaikan untuk lebih menyempurnakan produk. Perbaikan produk dilakukan untuk menghasilkan produk yang siap secara keseluruhan baik dalam segi tampilan, soal, maupun penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Instrumen three tier diagnostic test yang dikembangkan dapat dinyatakan sudah sebagai hasil dari proses pengembangan diujicobakan pada siswa. Uji coba kelas dilakukan kepada siswa kelas X SMA Negeri Ngoro. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Desain uji coba untuk siswa adalah eksperimen semu dengan desain pretest posttest control group. Dari populasi siswa kelas X SMA Negeri Ngoro kemudian dipilih 72 siswa yang terdiri dari 36 siswa kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dan 36 siswa kelas X-2 sebagai kelas kontrol. Penelitian dilakukan pada bulan April 2015. Pretest bertujuan untuk mengetahui penelitian terhadap kedua sampel dimulai pada kondisi yang sama, dari hasil rata-rata pretest diketahui kedua sampel homogen. Berdasarkan hasil tersebut dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian lebih
Gambar 2. Diagram Hasil rata-tata data pretest dan posttest. (a) kelas eksperimen, (b) kelas kontrol
88
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016 Pengembangan Instrumen Three Tier …
Berdasarkan persentase hasil pretest mahasiswa yang berada dalam kategori menguasai konsep masih rendah di kedua kelas, yaitu 30,1% di kelas kontrol dan 29,4% di kelas eksperimen. Persentase hasil pretest yang berada dalam kategori miskonsepsi cukup tinggi di kedua kelas, yaitu 61,1% di kelas kontrol dan 60,0% di kelas eksperimen. Persentase hasil pretest yang berada dalam kategori menebak juga sama di kedua kelas, yaitu 0,8% di kelas kontrol dan 1,8% di kelas eksperimen sedangkan persentase hasil pretest yang berada dalam kategori tidak mengetahui konsep juga hampir sama pada kedua kelas, yaitu 7,9% di kelas kontrol dan 8,8% di kelas eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan awal yang sama, sehingga penelitian dapat dilanjutkan dengan memberi perlakuan pada kedua kelas. Berdasarkan data persentase posttest terlihat bahwa terdapat peningkatan penguasaan konsep yang cukup berbeda di kedua kelas, dengan peningkatan pada kelas eksperimen sebesar 29,1% dari hasil pretest lebih besar daripada kelas kontrol yang hanya meningkat sebesar 6,8%. Untuk katagori miskonsepsi juga mengalami penurunan yang cukup berbeda pada kedua kelas, dengan penurunan kelas eksperimen sebesar 18,9% dari hasil pretest sedangkan pada kelas kontrol hanya mengalami penurunan sebesar 9,0%. Sedangkan untuk kategori menebak dan tidak tahu konsep tidak terlalu jauh berbeda di kedua kelas. Dapat dikatakan instrumen three tier diagnostic test dapat meningkatkan pemahaman konsep suhu dan kalor siswa. Uji statistik deskriptif data posttest menggunakan uji skewness. Uji ini melihat nilai skewness statistic, jika nilai antar -1 sampai 1 maka data posttest dianggap terdistribusi normal. Hasil uji skewness dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Skewness Data Posttest Katagori pemahaman konsep Menguasai konsep (MK) Miskonsepsi (MS) Menebak (MB) Tidah tahu konsep (TT)
Skewness kelas eksperimen
Skewness kelas kontrol
-0,084
-0,242
-0,228 6,000
-0,581 1,734
4,715
1,476
Berdasarkan hasil uji skewness diperoleh harga multak skewnes statistik pada katagori menguasai konsep dan miskonsepsi kelas eksperimen dan kontrol jauh dibawah 1 sehingga data posttest kedua kelas terdistribusi normal. Hasil uji ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan uji beda data posttest katagori menguasai konsep dan miskonsepsi dengan uji t-test. Hasil uji katagori menebak dan tidak tahu konseppada kelas eksperimen dan kontrol memiliki nilai mutlak skewness statistic lebih besar dari 1 sehingga data kedua kelas tidak terdistribusi normal. Karena data posttest untuk katagori menebak dan tidak mengetahui konsep tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji non parametrik dengan mann-whitney. Uji efektifitas produk pengembangan dilakukan dengan t-test untuk katagori menguasai konsep dan miskonsepsi karena data posttest untuk menguasai konsep terdistribusi normal. Sedangkan untuk katagori menebak dan tidak tahu konsep digunakan uji non parametrik dengan uji Mann-Whitney. Hal ini ditentukan karena data posttest tidak tidak terdistribusi normal. Sehingga diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut: H0 : tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep suhu dan kalor siswa yang menggunakan instrumen three tier diagnostic test dengan siswa yang menggunakan paper dan pencil test. Ha : terdapat perbedaan pemahaman konsep suhu dan kalor siswa yang menggunakan instrumen three tier diagnostic test dengan siswa yang menggunakan paper dan pencil test.
89
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016
Analisis statistik hasil uji statistik dengan menggunakan t-test dan Mann-Whitney dapat dilihat pada Tabel 8.
tahu konsep (TT) diperoleh nilai signifikansinya 0.000 lebih kecil dari 0.05 sehingga H0 ditolak. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa instrumen three tier diagnostic test efektif untuk mengatasi siswa yang tidak mengetahui konsep pada materi konsep suhu dan kalor. Dari hasil analisis statistik menggunakan uji t-test dan Mann-whitney didapatkan hasil dari keempat katagori diperoleh nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini diperkuat dengan hasil peningkatan pemahaman konsep kelas eksperimen yang lebih tinggi dari dari kelas dilihat dari hasil pretest-posttest dan juga hasil penurunan siswa yang mengalami miskonsepsi kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol. Sehingga hasil analisis data pretest-posttest secara umum menunjukkan bahwa instrumen three tier diagnostic test efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan dapat mengatasi miskonsepsi siswa pada materi suhu dan kalor.
Tabel 8. Hasil Uji Coba t-test dan MannWhitney No
Uji beda
1 t-test 2 3 4
Mannwhitney
Katagori Menguasai konsep (MK) Miskonsepsi (MS) Menebak (MB) Tidak tahu konsep (TT)
Signifikansi 0,000 0,001 0,003 0,000
Untuk katagori menguasai konsep (MK) diperoleh nilai signifikansinya pada uji t-test sebesar 0.000 lebih kecil dari 0.05 sehingga H0 ditolak. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa instrumen three tier diagnostic test efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep suhu dan kalor siswa. Hal ini diperkuat dengan data hasil pretest dan posttest yang menunjukkan persentase peningkatan kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol yaitu sebesar 29,1% untuk kelas eksperimen dan 6,8% untuk kelas kontrol. Hasil analisis statistik untuk katagori miskonsepsi (MS) diperoleh nilai signifikansinya 0.001 lebih kecil dari 0.05 sehingga H0 ditolak. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa instrumen three tier diagnostic test efektif untuk mengatasi miskonsepsi siswa pada materi konsep suhu dan kalor. Hal ini diperkuat dengan data hasil pretest dan posttest yang menunjukkan persentase penurunan siswa yang mengalami miskonsepsi kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol yaitu sebesar 18,9% untuk kelas eksperimen dan 9,0% untuk kelas kontrol. Hasil analisis statistik untuk katagori menebak (MB) diperoleh nilai signifikansinya 0.001 lebih kecil dari 0.05 sehingga H0 ditolak. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa instrumen three tier diagnostic test efektif untuk mengatasi siswa yang menebak (tidak ada keyakinan diri) pada materi konsep suhu dan kalor. Hasil analisis statistik untuk katagori tidah
SIMPULAN Produk akhir hasil pengembangan dalam penelitian ini berupa instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor. Instrumen yang dihasilkan digunakan untuk siswa yang telah atau sedang mempelajari materi suhu dan kalor yang digunakan sebagai bentuk pemantapan konsep siswa terhadap konsep suhu dan kalor. Produk tes diagnostik digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsepkonsep kunci (key concepts) pada topik suhu dan kalor, secara khusus untuk konsepkonsep yang cenderung dipahami secara salah. Produk ini dapat digunakan guru untuk memberikan pembelajaran remedial kepada siswa, khususnya pada materi suhu dan kalor. Selain lebih efisien waktu bagi guru, produk ini juga lebih fleksibel karena dapat digunakan secara mandiri oleh siswa di luar jam tatap muka. Instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor berupa tingkat
90
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016 Pengembangan Instrumen Three Tier …
three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor hanya terbatas pada materi suhu dan kalor, (2) Instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor belum bisa menghitung persentase soal yang dijawab dengan benar oleh siswa (menguasai konsep), miskonsepsi, menebak, maupun tidak tahu konsep. Sehingga hal ini harus dilakukan secara manual.
pemahaman konsep siswa pada materi suhu dan kalor. Hasil tes ini memiliki empat katagori, yaitu menguasai konsep, miskonsepsi, menebak (tidak ada keyakinan diri), serta tidak tahu konsep. Siswa yang menjawab dengan benar dan yakin atas jawabannya pada two tier test menunjukkan bahwa ia memang paham terhadap konsep tertentu, siswa yang yakin dengan jawabannya walaupun jawaban tersebut salah menunjukkan bahwa ia mengalami miskonsepsi, sedangkan siswa yang menjawab salah dan tidak yakin atas jawabannya bukan berarti ia mengalami miskonsepsi, tetapi ia mengalami lack of knowledge. Berdasarkan kajian secara teoritis, Instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor yang dihasilkan sebagian besar telah memenuhi kesesuaian antara kemampuan produk dengan landasan teoritis yang telah dipaparkan. Sebagai tes diagnostik ini, memiliki kemampuan antara lain: (1) mendiagnosis kelemahan penguasaan konsep siswa berdasarkan analisis jawaban siswa; (2) memberikan umpan balik secara cepat dan individual sesuai penguasaan konsep tiap butir soal; (3) membantu membantu siswa meningkatkan pemahaman konsep tertentu. Instrumen three tier diagnostic test miskonsepsi suhu dan kalor yang telah dikembangkan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan instrumen three tier diagnostic test ini adalah (1) mampu mengidentifikasikan miskonsepsi siswa pada materi suhu dan kalor (2) mampu menunjukkan letak kesalahan siswa, (3) membantu guru dalam melaksanakan tes diagnostik pada materi suhu dan kalor, serta (4) membantu siswa dalam memantapkan konsep suhu dan kalor yang dimiliki siswa. Instrumen three tier diagnostic test yang dikembangkan memiliki beberapa keterbatasan yang dapat menjadi saran bagi pengembangan dan penyempurnaan program lebih lanjut. Beberapa keterbatasan tersebut antara lain sebagai berikut (1) Instrumen
DAFTAR PUSTAKA Aritonang, K. T. 2008. “Minat dan Motivasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”. Jurnal Pendidikan Penabur No.10/Tahun ke-7/Juni 2008 Arslan, H. O., Cigdemoglu, C., & Moseley, C. 2012. “A Three-Tier Diagnostic Test to Assess Pre-Service Teachers’ Misconceptions about Global Warming, Greenhouse Effect, Ozone Layer Depletion, and Acid Rain”. International Journal of Science Education. (Online), 34 (11): 1667-1686 Borg, W. R. dan Gall, M. D. 1989. Educational Research An introduction. New York: Longman Brueckner, L.J., & Melby, E.O. 1981. Diagnostic and remedial teaching. Boston: Houghton Mifflin Company. Demirci, N. 2006. “Developing Web-oriented Homework System to Assess Students’ Introductory Physics Course Performance and Compare to Paper-based Peer Homework”. Turkish Online Journal of Distance Education. Volume: 7 Number: 3 Djamarah, S.B., 2002. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta: Jakarta. Hasan, S , Bagayoko D dan Kelley,E L 1999. “Misconceptions and the Certainty of Response Index (CRI)” Physics education research American journal of physics 34 (34)5 . 294-299 Hakim, A., Liliasari, & adarohman, A. 2012. “Student Concept Understanding of Natural Products Chemistry in Primary and Secondary Metabolites Using the Data Collecting Technique of Modified
91
Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02 Tahun 2016
Menggunakan Macromedia Flash Pro 8 Pada Pokok Bahasan Suhu Dan Kalor”. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol.1 No.1 Wardhani, A. & Ningsih, R. 2012. “Pengembangan Tes Diagnostik Berbasis Komputer menggunakan Program PHPMySQL Pada materi Pokok Kesetimbangankimia Sma Kelas XI”. Unesa Journal of Chemical Education. Vol. 1, No. 1, pp 25. Wenning, C. J. 2005. “Minimizing resistance to inquiry-oriented science instruction: The importance of climate setting”. J. Phys. Tchr. Educ. Online, 3(2), December 2005. Wijayanti P.I. dkk., 2010. “Eksplorasi Kesulitan Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Cahaya Dan Upaya Peningkatan Hasil Belajar Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol. 6, 1 – 5
CRI”. International Online Journal of Educational Sciences. 4 (3), 544-553 Nafiatus, K. & Ningsig, R. 2012. “Pengembangan Tes Diagnostik Dengan Menggunakan PHP-MySQL Pada Materi Pokok Laju Reaksi Untuk Smakelas XI”. Unesa Journal of Chemical Education. Vol. 1, No. 1, pp 145-153 Pesman, H. dan Eryilmaz, A. 2010. “Development of a Three-Tier Test to Assess Misconceptions About Simple Electric Circuits”. The Journal of Educational Research. 103, 208-222. Sudjana, N., 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Viajayani, E. R. 2003. “Pengembangan Media Pembelajaran Fisika
92