PENGAWASAN PEREDARAN OBAT TRADISIONAL DI KOTA SINGKAWANG
THE CONTROL OF TRADITIONAL MEDICINE DISTRIBUTION IN SINGKAWANG CITY
Rudy Susanto,1 Faisal Abdullah,2 Sabir Alwy,2 1
Bagian Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin 2 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Rudy Susanto, S.Si., Apt. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 08157915952 Email:
[email protected]
Abstrak Penggunaan obat tradisional yang berasal dari bahan-bahan alami sebagai upaya dalam pemeliharaan kesehatan atau pengobatan menjadi semakin populer, untuk menjamin keamanan penggunaannya diperlukan pengawasan oleh pihak terkait. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Singkawang; dan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaannya serta cakupan materi peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut, sehingga diharapkan dapat terwujud pelaksanaan pengawasan yang optimal. Penelitian ini merupakan penelitian hukum sosiologis/empiris yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan data kualitatif, Lokasi penelitian di Kota Singkawang. Responden penelitian terdiri dari: 50 orang masyarakat selaku konsumen dan 50 orang masyarakat selaku pelaku usaha penjual/pengecer obat tradisional di 5 Kecamatan wilayah Kota Singkawang. Serta 4 orang petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Kalimantan Barat,. 3 orang petugas Dinas Kesehatan Kota Singkawang. 2 orang petugas LPKSM Kota Singkawang. Hasil penelitian menunjukkan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Singkawang belum berjalan secara optimal. Faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pengawasan yaitu keterbatasan sumber daya manusia baik kuantitas maupun kualitas, kurangnya dukungan finansial dalam pelaksanaan program pengawasan serta rendahnya tingkat kesadaran dan ketaatan masyarakat baik selaku konsumen maupun pelaku usaha dalam berpartisipasi melakukan upaya pengawasan guna mencegah peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi syarat. Secara substansi peraturan perundang-undangan yang ada dirasa cukup memadai mengatur peredaran obat tradisional namun pada aturan pelaksananya secara teknis perlu diatur lebih jelas kriteria pelaku usaha yang berhak menjual produk obat tradisional sebagai pedoman pelaksana dalam menetapkan pelaku usaha yang nantinya menjadi objek pengawasan. Kata kunci: Pengawasan, Peredaran, Obat tradisional, Singkawang.
Abstract The use of traditional medicines derived from natural ingredients as an effort in the maintenance of health or treatment be popular, to ensure the safety of its use required supervision by related parties. This study aims to investigate the control of traditional medicine distribution in Singkawang city; and find out the factors that inhibit the controlling process. Another objective is to analyse the scope of regulations about this matter in order to realize optimal control. This research was conducted as a sociological/empirical descriptive legal research in Singkawang city by using qualitative data. The respondents were 50 consumers,50 sellers/retailers of traditional medicine in 5 subdistricts in Singkawang city, and 4 officers from the National Agency for Drug and Food Control of West Kalimantan Province,. There were also 3 officials from the Health Office of Singkawang city. 2 other officers participating in this study were from Singkawang LPKSM. The results reveal that the control of traditional medicine distribution in Singkawang city has not been optimally conducted. There are some factors inhibiting the controlling process, including limited human resources (in terms of quantity and quality), lack of financial support in the implementation of the controlling program, and the low level of public awareness and compliance (both as consumers and business owners) in participating in the controlling efforts to prevent the distribution of traditional medicine, that does not meet the formal requirements. Substantially, the current regulation seems to be sufficient in managing the distribution of traditional medicine. However, in the implementation, it is necessary to set up clear criteria of business owners who have the rights to sell traditional medicine. The criteria can be used as guidance in determining business owners who will be the objects of controlling process Keywords: Control, distribution, traditional medicine, Singkawang .
PENDAHULUAN Penggunaan obat tradisional yang berasal dari bahan alam sebagai upaya dalam pemeliharaan kesehatan atau pengobatan akhir-akhir ini semakin popular, Obat tradisional dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UUK), Pasal 1 angka (4) dinyatakan sebagai salah satu dari bentuk sediaan farmasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Pasal 58 (a) menyatakan pembinaan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan untuk menjaga terpenuhinya persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diedarkan. Dalam hal peredaran obat tradisional sebagai suatu produk yang digunakan masyarakat pengawasannya diatur pula dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) pada Pasal 30 ayat (1) dinyatakan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan
perlindungan
konsumen
serta
penerapan
ketentuan
peraturan
perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pengawasan adalah usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku serta memenuhi prinsipprinsip daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektifitas). (Sujamto, 1986) Pemerintah berkewajiban membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan pengedaran sediaan farmasi (Obat tradisional) sebagai amanat UUK Pasal 98 ayat (4). Disisi lain adanya keterlibatan pemerintah dalam pembinaan dan penyelenggaraan perlindungan konsumen berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUPK, didasarkan pada kepentingan yang diamanahkan oleh pembukaan UndangUndang Dasar 1945 bahwa kehadiran negara untuk mensejahterakan rakyatnya. (Miru dkk, 2005) Fungsi pengawasan peredaran obat tradisional pihak pemerintah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) hal ini didasarkan pada Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Didaerah (Kota Singkawang) fungsi pengawasan dilaksanakan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kalimantan Barat,
sebagai unit pelayanan teknis yang berada di tingkat provinsi. Selanjutnya Dinas Kesehatan Kota Singkawang juga bertanggung jawab melaksanakan fungsi pengawasan peredaran obat tradisional sebagai amanat Pasal 55 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Singkawang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Daerah. Dalam pengawasan peran serta masyarakat baik selaku konsumen maupun sebagai pelaku usaha sangatlah penting untuk menciptakan kenyamanan berusaha dan terpenuhinya hak-hak serta kepentingan keduabelah pihak. Konsep hukum perlindungan konsumen tidak hanya berisi rumusan-rumusan tentang hak-hak dan kepentingan konsumen, tetapi juga hak-hak dan kepentingan produsen yang berimbang, proporsional, adil dan tidak diskriminatif. (Siahan, 2005) Sejalan dengan pernyataan tersebut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyatakan kewajiban pelaku usaha yang diatur UUPK merupakan manifestasi hak konsumen dalam sisi lain yang “ditargetkan” untuk menciptakan budaya tanggung jawab pada diri pelaku usaha. ( Widjaja dkk, 2005) Definisi hukum menurut Oxford English Dictionary adalah kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, dimana suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai suatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya. (Ali, 2011) Menurut Achmad Ali bahwa jika kita membahas tentang hukum maka didalamnya senantiasa terdapat tiga komponen yaitu struktur, substansi dan kultur hukum. yang dikenal dengan 3 unsur sistem hukum (three element of legal system) oleh Lawrence M. Friedman. Ketiga komponen tersebut terkait sangat erat dengan “fungsi hukum” dan “tujuan hukum” dimana hubungan timbal balik kesemuanya menurt Achmad Ali merupakan “hakekat Hukum” oleh karenanya hal itu sekaligus menjadi indikator keberhasilan atau kegagalan hukum. (Ali, 2010) Ketika pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional dipahami sebagai suatu bentuk amanat peraturan perundang-undangan (produk hukum) untuk dilaksanakan, maka untuk mengukur keberhasilannya penulis menggunakan teory diatas sebagai pisau analisis dalam menilai esensi penegakan hukum (pelaksanaan pengawasan) yang juga merupakan tolak ukur daripada efektifitas penegakan hukum. (Soekanto, 2012) Selanjutnya masalah pelaksanaan hukum sebagai peraturan atau perundangundangan terkait erat dengan kesadaran dan ketaatan hukum masyarakat. Achmad Ali, menyatakan kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga unsur
yang saling berhubungan, dimana kesadaran hukum dan ketaatan hukum tersebut sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di masyarakat. (Ali, 2010) Dengan memahami ketaatan hukum menurut H.C Kelman yang oleh Achmad Ali di formulasikan menjadi: (a) Ketaatan bersifat compliance; (b) Ketaatan bersifat identification; (c) Ketaatan bersifat internalization suatu peraturan atau perundang-undangan tidak hanya dapat dinilai efektif atau tidaknya dilaksanakan dimasyarakat melainkan juga kualitas keefektifannya. (Ali, 2010) Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Singkawang BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Singkawang Kalimantan Barat, Kantor Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Provinsi Kalimantan Barat (BBPOM), Kantor Dinas Kesehatan (DINKES) Kota Singkawang, Kantor Lembaga Perlindungan Konsumen Kota Singkawang (LPKSM) dan sarana distribusi peredaran obat tradisional di 5 kecamatan wilayah Kota Singkawang. Jenis penelitian ini adalah hukum sosiologis/empiris yang bersifat deskriptif. dengan pengolahan data secara kualitatif. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas, kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya, oleh karena itu penulis menentukan yang dianggap memenuhi kriteria yang menjadi populasi adalah aparatur BBPOM, aparatur DINKES Kota Singkawang dan petugas LPKSM serta masyarakat Kota Singkawang. Sampel adalah keputusan yang diambil oleh peneliti tentang siapa yang perlu diwawancarai. Berdasarkan populasi penelitian diatas, maka ditetapkan sampel penelitian yang akan peneliti wawancarai dengan dua tehnik, (1) Dengan Quota Sampling yaitu: 50 orang masyarakat selaku konsumen dan 50 orang masyarakat selaku pelaku usaha (10 toko obat, 10 apotek, 10 penjual jamu keliling, 10 penjual jamu menetap, 10 toko/warung) yang merupakan penjual/pengecer obat tradisional di 5 Kecamatan wilayah Kota Singkawang. (2) Dengan Proporsive Sampling yaitu: 4 orang petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Kalimantan Barat, terdiri dari Kepala Bidang Pengawasan dan Penyidikan, Kepala Seksi Pengawasan, Kepala Seksi Penyidikan
dan Kepala Bidang Sertifikasi Dan Layanan Informasi Konsumen. 3 orang petugas Dinas Kesehatan Kota Singkawang Yaitu: Sekretaris Dinas Kesehatan, Kepala Seksi Farmasi dan Alkes serta Staf Pelaksana Pengawasan. 2 orang petugas LPKSM Kota Singkawang terdiri dari ketua dan pelaksana pengawasan. HASIL Hsil penelitian memperlihatkan, jumlah pelaku usaha yang mendistribusikan obat tradisional di Kota Singkawang cendrung mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari bertambahnya jumlah apotek dan tokoh obat yang semula pada tahun 2008 masingmasing hanya 13 dan 20 sarana, namun pada tahun 2012 menjadi 18 sarana untuk apotek dan 23 sarana untuk tokoh obat. Hal ini menunjukkan peredaran obat tradisional di Kota Singkawang semakin mudah di jangkau/didapatkan masyarakat untuk tujuan pengobatan maupun pemeliharaan kesehatan. Mengenai Kelompok penjual jamu menetap, penjual jamu keliling dan warung atau toko yang juga menjual produk-produk obat tradisional baik DINKES Kota Singkawang maupun BBPOM Kalimantan Barat mengakui tidak mempunyai data akan hal tersebut. Tabel 1 memperlihatkan, petugas Dinas Kesehatan Kota Singkawang yang melakukan pengawasan hanya berjumlah 2 orang, sedang petugas di Seksi Pengawasan BBPOM Kalimantan Barat berjumlah 14 orang dengan jenis pendidikan formal bervariasi, disisi lain petugas pengawasan BBPOM dibekali keterampilan dan pengetahuan khusus yang berhubungan dengan kegitan pengawasan Untuk instansi DINKES Kota Singkawang Menurut Yearmiwirinar, Kepala Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Singkawang (wawancara, 13 Februari 2013), sampai saat ini petugas Dinas Kesehatan belum pernah mendapatkan pendidikan atau pelatihan khusus dibidang pengwasan. Mengenai keterlibatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dalam kegiatan pengawasan sebagaimana yang diamanatkan UUPK dari informasi dilapangan yang diperoleh bahwa diwilayah Kota Singkawang belum ada terbentuk Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Temuan kasus dari tahun 2010-2013 belum ada yang dilaporkan ke DINKES Kota Singkawang dengan surat rekomendasi untuk diberikan surat peringatan dan belum ada yang diprojustisiakan melainkan hanya dilakukan pembinaan. Terhadap produknya karna
jumlahnya sedikit dilakukan pemusnahan di tempat guna menjamin produk tersebut tidak diperjualbelikan. Tabel 2 memperlihatkan bahwa ada 48 orang (48%) masyarakat baik selaku pelaku usaha maupun konsumen di Kota Singkawang memiliki pengetahuan tentang perannya dalam melakukan pengawasan, dengan menjawab mengetahui bahwa masyarakat dapat turut berperan dalam melakukan pengawasan terhadap peredaran obat tradisional. 52 orang (52%) sisanya tidak memiliki pengetahuan tentang perannya dalam melakukan pengawasan, dengan menjawab tidak tahu. Tabel 3 memperlihatkan bahwa ada 56 orang (56%) masyarakat baik konsumen maupun pelaku usaha di Kota Singkawang memahami cara memilih obat tradisional yang baik, dengan menjawab obat tradisional yang baik untuk digunakan harus mencantumkan nomor registrasi dan kondisi fisiknya baik isi maupun kemasan tidak rusak, serta terdapat waktu kadaluarsa produk. Sisanya 44 orang (44%) menjawab tidak tahu. Tetapi dapat dilihat bahwa kelompok masyarakat yang paham lebih banyak pada kelompok pelaku usaha sedangkan masyarakat pengguna (konsumen) lebih banyak tidak memahami hal tersebut. Tabel 4 memperlihatkan, dari 56 orang yang memahami cara memilih obat tradisional yang baik (lihat tabel 7), diberikan pertanyaan lanjutan untuk mengetahui prilakunya dalam membeli obat tradisional, hanya 30 orang (53,58%) dari mereka yang benar-benar menerepkan/mensyaratkan untuk memeriksa kriteria obat tradisional yang baik ketika melakukan pembelian, sisanya 26 orang (46,62%) mengaku tidak memnerapkannya. Untuk melihat tingkat kesadaran masyarakat Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari 21 orang pelaku usaha, kebanyakan kualitas ketaatannya sangat rendah dengan 9 orang (42,86%) menyatakan alasan ketaatanya semata-mata karena takut sanksi (compliance), sisanya 7 orang (33,33%) pelaku usaha obat tradisional memiliki kualitas ketaatan bersifat identification Hanya 5 orang (23,81%) pelaku usaha yang memiliki kualitas ketaatan bersifat internalization dimana mereka menaati suatu aturan, benar-benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.
PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan apabila dikaji secara umum pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional dipahami sebagai suatu bentuk amanat peraturan perundang-undangan (produk hukum) untuk dilaksanakan, maka dari unsur struktur hukum (penegak hukum) menunjukkan petugas yang melakukan pengawasan dari instansi pemerintah (BBPOM dan DINKES Kota Singkawang) secara umum mengalami masalah dari segi kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang melakukan pengawasan, sejalan dengan pendapat ini hasil wawancara dengan Yusmanita, Kepala Seksi Pengawasan BBPOM Kalimantan Barat (wawancara, 28 Februari 2013), menytakan dari 14 (empat belas) orang personil seksi pengawasan hanya 9 (sembilan) orang yang memenuhi kualifikasi sebagai pengawas lapangan menurut beliau BBPOM provinsi Kalimantan Barat memerlukan minimal 20 orang tenaga pengawas lapangan. Masalah serupa diungkapkan A.Kismed ,Plt Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Singkawang (wawancara, 21 Februari 2013), bahwa DINKES Kota Singkawang menurut beliau semestinya memiliki 10 tenaga pengawas lapangan pada kenyataannya hanya 2 orang petugas yang tersedia. Dari segi sarana dan prasarana baik BBPOM maupun DINKES Kota Singkawang sejauh ini tidak mengalami kendala, namun kurangnya dana oprasional guna pelaksanaan program pengawasan peredaran obat tradisional dirasakan sebagi faktor penghambat bagi DINKES Kota Singkawang, hal ini dinyatakan Yearmiwirinar, Kepala Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan Dinkes Kota Singkawang (wawancara, 13 Februari 2013). Selanjutnya penegtahuan, kesadaran dan ketaatan masyarakat baik selaku konsumen maupun pelaku usaha merupakan element penting dari unsur ketiga yaitu kultur hukum, hasil penelitian menunjukkan pengetahuan masyarakat akan kriteria obat tradisional yang baik (sesuai ketentuan) baik pada konsumen maupun pelaku usaha masih cukup rendah, disisi lain tingkat kesadaran untuk berperan aktif melakukan pengawasan serta kualitas ketaatan untuk bersikap sesuai ketentuan yang berlaku dalam memilih dan menggunakan obat tradisional baik masyarakat konsumen maupun pelaku usaha juga rendah. hal ini perlu di tindak lanjuti oleh pihak-pihak terkait untuk lebih memaksimalkan kegiatan pengawasan serta peningkatan program komunikasi, informasi dan edukasi
kepada masyarakat dalam meilih, menggunakan serta mendistribusiakan obat tradisonal yang baik sesuai ketentuan yang berlaku. Upaya peningkatan pengetahuan, kesadaran dan ketaatan masyarakat tersebut penting mengingat kesadarn hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga unsur yang saling berhubungan dimana sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan perundang-undangan di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Singkawang dan faktor-faktor yang menghambat pelaksanaannya, sehingga diharapkan dapat terwujud pelaksanaan pengawasan yang optimal. Secara substansi dengan melakukan pengkajian terhadap produk-produk hukum yang berhubungan dengan pengawasan peredaran obat tradisional dibandingkan dengan pelaksanaan kegiatan pengawasan dilapangan dapat dikatakan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai peredaran obat tradisional (UUK, UUPK dan PP No. 72 Tahun 1998, Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan) dirasa telah memberikan pengaturan yang cukup memadai mengenai pengolahan, produksi, peredaran, pengembangan obat tradisional termasuk terdapat beberapa pasal yang hubungannya dengan hak dan kewajiban serta peran aktif masyarakat baik selaku konsumen maupun pelaku usaha dalam kegiatan pengawasan serta terdapat pasal yang mengatur masalah sanksi baik administrasi, pidana (kurungan dan denda), maupun perdata (ganti rugi). KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan pengawasan peredaran obat tradisional di Kota Singkawang belum berjalan secara optimal, walaupun secara substansi peraturan perundang-undangan yang mengatur dirasa cukup memadai, namun masih terdapat faktor-faktor dominan yang menghambat upaya-upaya pengawasan tersebut yaitu jumlah tenaga pengawas dan dukungan finansial yang kurang memadai, serta rendahnya kesadaran, ketaatan hukum dan peran aktif masyarakat baik selaku konsumen maupun pelaku usaha. Hendaknya pembuat kebijakan membentuk suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan yang menghimbau atau mewajibkan kepada pelaku usaha yang akan melakukan penyaluran/penjualan obat tradisional untuk melaporkan diri kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, agar tersedia data pelaku usaha yang falid serta memperhatikan kebutuhan dana oprasional dan kualitas maupun kuantitas tenaga pengawas, disisi lain tingkat kesadaran, ketaatan dan peran aktif masyarakat dalam upaya pengawasan peredaran obat tradisional perlu ditingkatkan dengan meningkatkan kuantitas dan efektifitas kegiatan penyuluhan serta penyebarluasan informasi mengenai obat tradisional agar terwujudnya kegiatan pengawasan peredaran obat tradisional yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Ali. Achmad, (2010), Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Edisi 1. Cet. Ke-3, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, Ali. Achmad, (2011), Menguak Tabir Hukum, Cet. Ke-3, Bogor, Ghalia Indonesia. Miru. Ahmadi dan Yudo Sutaman, (2005), Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta. PT Raja Grafindo Persada, Soekanto. Soerjono (2012), Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Edisi 1. Cet.11, PT. Jakarta, RajaGrafindo Persada. Sujamto, (1988), Beberapa pengertian dibidang pengawasan, Edisi Revisi, cet II. Jakarta, Ghalia Indonesia. Siahan. N.H.T (2005), Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Cet 1 ,Jakarta, Penta Rei. Widjaja. Gunawan dan Yani Ahmad (2003). Hukum tentang Perlindungan Konsumen. cet. III. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
Tabel 1: Pendidikan formal petugas pengawas pada Seksi Pengawasan BBPOM Kalimantan Barat serta Seksi Farmasi dan Alat Kesehatan DINKES Kota Singkawang. No 1 2 3 4 5
Kualitas Pendidikan S1 Umum Apoteker D3 Farmasi SMF SMU Jumlah
BBPOM
DINKES
Jumlah (orang)
Jumlah (orang)
1 7 4 2
1 1 -
14
2
Sumber : Data sekunder BBPOM Kalimantan Barat Tahun 2013 dan DINKES Kota Singkawan tahun 2013
Tabel 2: Pengetahuan masyarakat selaku konsumen dan pelaku usaha mengenai perannya dalam pengawasan peredaran obat tradisional No
Kelompok Masyarakat
1. 2
Masyarakat selaku konsumen Masyarakat selaku pelaku usaha Frekuensi Persentase Sumber data primer diolah April 2013
Kategori Jawaban Tahu Tidak tahu (orang) (orang) 18 32 30 20 48 52 48% 52%
Jumlah 50 50 100
Tabel 3: Pemahaman masyarakat selaku konsumen dan pelaku usaha tentang cara pemilihan obat tradisional yang baik. No
Kelompok Masyarakat
1. 2
Masyarakat selaku konsumen Masyarakat selaku pelaku usaha Frekuensi Persentase Sumber data primer diolah April 2013
Kategori Jawaban Paham Tidak Paham (orang) (orang) 19 31 37 13 56% 44% 56% 44%
Jumlah 50 50 100
Tabel 4: Prilaku masyarakat selaku konsumen dan pelaku usaha dalam pembelian obat tradisional No
1. 2.
Kelompok Masyarakat Masyarakat selaku konsumen Masyarakat selaku pelaku usaha Frekuensi
Persentase Sumber data primer diolah April 2013
Mensyaratkan/ Memperhatikan kriteria OTRAD yg Baik sebelum membeli Iya Tidak 9 10 21 16 30 26 53,58% 46,42%
Jumlah
19 37 56
Tabel 5: Kualitas Ketaatan masyarakat selaku pelaku usaha dalam penyediaan obat tradisional yang baik sesuai ketentuan Jawaban No
1. 2. 3. 4. 5.
Kelompok Pelaku usaha
Apotek Toko Obat berizin Penjual jamu menetap Jamu keliling Warung/toko Frekuensi Persentase Sumber data primer diolah April 2013
Takut Sanksi
Takut Rusaknya Hubungan Baik
6 3 0 0 0 9 42,86%
0 0 3 4 0 7 33,33%
Menyadari Perlunya Penerapan Peraturan 3 1 0 1 0 5 23,81%
Jumlah
9 4 3 5 0 21