UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NATRIUM ALGINAT TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN MIKROKAPSUL MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.)
SKRIPSI
CHALILA DELI GAYO NIM : 1112102000020
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2016
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NATRIUM ALGINAT TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN MIKROKAPSUL MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L.)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
CHALILA DELI GAYO NIM : 1112102000020
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2016
ii
ABSTRAK Nama Program Studi Judul Skripsi
: Chalila Deli Gayo : Farmasi : Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Alginat terhadap Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.).
Jinten hitam (Nigella Sativa L.) merupakan salah satu tanaman obat berkhasiat di Indonesia yang saat ini banyak dikembangkan sebagai obat. Di Timur Tengah dan Asia Barat tanaman minyak biji jinten telah dikenal selama kurang lebih 3000 tahun sebagai tanaman yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti hipertensi, diabetes, masalah pernafasan, serta masalah saluran pencernaan. Sediaan biji jinten hitam yang ada sekarang ini adalah minyak jinten dalam bentuk soft capsul dan kapsul berisi biji jinten tunggal. Minyak jinten hitam bersifat tidak stabil terhadap lingkungan. Berbagai kondisi lingkungan, seperti cahaya, suhu, kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas kimia dari zat aktif. Mikroenkapsulasi dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk melindungi zat aktif dari pengaruh lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat pengaruh variasi konsentrasi natrium alginat terhadap efisiensi penjerapan mikrokapsul minyak biji jinten hitam. Mikrokapsul dibuat dengan metode gelasi ionik menggunakan polimer natrium alginat. Konsentrasi alginat yang digunakan pada F1, F2, dan F3 berturut-turut yaitu 0,45%, 0,5%, dan 0,55%. Mikrokapsul yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi uji perolehan kembali, diameter partikel, organoleptis, serta dilakukan penentuan kadar minyak biji jinten hitam di dalam mikrokapsul dan dihitung efisiensi penjerapan mikrokapsul minyak biji jinten hitam. Hasil karakterisasi mikrokapsul F1, F2, dan F3 secara berturut-turut yaitu nilai perolehan kembali 67,15%, 66,93%, dan 73,55%. Rata-rata diameter ukuran mikrokapsul 1,8225 mm, 2,076 mm, dan 2,1825 mm. berat zat aktif terjerap 2254,38 mg, 2636,55 mg, dan 2326,41 mg. Nilai kandungan zat aktif minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul adalah 33,572%, 39,387%, dan 31,630% . Hasil efisiensi penjerapan mikrokapsul minyak biji jinten hitam adalah 75,146%, 87,885%, dan 77,547 %. Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium alginat maka efisiensi penjerapannya akan meningkat, namun ketika mencapai kondisi optimum alginat masih terus ditingkatkan maka efisiensi penjerapannya akan menurun. Kata kunci : Minyak jinten hitam, mikrokapsul, gelasi ionik, efisiensi penjerapan
vi
ABSTRACT Name Major Title
: Chalila Deli Gayo : Pharmacy :Effect of Variations in Concentration of Sodium Alginate Microcapsules Entrapment Efficiency Against Black Cumin Seed Oil (Nigella Sativa L).
Black cumin (Nigella sativa L.) is one of efficacious medicinal plants in Indonesia which is currently developed as a drug. In the Middle East and West Asia, cumin seed oil plant has been known for more than 3000 years as a plant that can cure various diseases, such as hypertension, diabetes, respiratory problems, and digestive tract problems. Preparations of black cumin seeds that exist today are cumin oil in the form of soft capsules and a capsule containing a single cumin seeds. Black cumin oil are not stable on the environment. Various environmental conditions, such as light, temperature, humidity can affect the chemical stability of the active substance. Microencapsulation can be used as one method for protecting active substances from environmental influences. The purpose of this study is to see the effect of varying concentrations of sodium alginate microcapsules against entrapment efficiency of black cumin seed oil. The microcapsules prepared by ionic gelation method uses sodium alginate polymer. The concentration of alginate used in F1, F2, and F3 respectively of 0,45%, 0,5% and 0,55%. The resulting microcapsules were characterized include recovery tests, particle diameter, organoleptic, and determination of black cumin seed oil content in the microcapsules and the entrapment efficiency. The characterization results microcapsules F1, F2, and F3 respectively a value recovery of 67,15%, 66,93% and 73,55%. the average diameter size of the microcapsules 1,8225 mm, 2,076 mm, and 2,1825 mm. weight of active substance 2254,38 mg, 2636,55 mg, and 2326,41 mg. Result active substance of black cumin seed oil in the microcapsules are 33.572%, 39.387% and 31.630%. Entrapment efficiency of black cumin seed oil microcapsules are 75.146%, 87.885% and 77.547%. From these results it can be concluded that the higher the concentration of sodium alginate the entrapment efficiency will increase, but when it reaches the optimum conditions alginate is continually improving the efficiency will decrease the entrapment efficiency Keyword: Black cumin oil, microcapsules, ionic gelation, in vitro release test
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Konsentrasi Natrium Alginat terhadap Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L) ” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terim kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Arif Sumantri S.K.M, M. Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah 2. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt. dan Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini 3. Kedua orang tua, Ayahanda tersayang Fajar Erfani, SH dan Ibunda tercinta Dra. Siti Asiah yang selalu memberikan kasih sayang, doa tanpa henti yang dipanjatkan dalam setiap langkah yang penulis lakukan untuk menyelesaikan skripsi ini, serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membalas kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu memberikan keselamatan dan perlindungan kepada orang tua hamba tercinta 4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis 5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
6. Kakakku tersayang Fajriah Deli Gayo, S.Pd serta kedua adik kesayangan Haliza Deli Gayo dan Syahmunatur Bahtera yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar 7. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan yang amat besar. 8. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Eris, kak Lisna, kak Liken, kak Tiwi, kak Rani, kak walid dan kak Rachmadi atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian. 9. Teman seperjuangan penelitian penulis Ayu Nopita, Anis Khilyatul Aulia, Boy Reynaldi Noor S.Far, M.Alamsyah dan Addina Syahida S.Far yang selalu ada, bertukar fikiran, dan saling membantu satu sama lain serta kebersamaan. 10. Sahabat-sahabat kesayangan yang selalu ada saat suka maupun duka Apriliana Nur, Ayu Nopita, Dwi Putri Rahmawati, Safizah Ummu Harisah, Vesty Anis Triana, Tharlis Dian Syah, dan Ratnika Sari yang telah banyak memberi semangat setiap harinya. Di setiap doaku akan selalu ada nama kalian. Semoga Allah SWT selalu mempermudah setiap langkah kita menuju kebaikan dan kesuksesan. Terima kasih atas kebersamaannya. 11. Sahabatku Dinda Marina Sinaga S.Pd, kak Nicky Annisiana Fortunita S.Far, Noni Tri Utami yang selalu ada untuk memberikan motivasi, semangat, nasihat dan dukungan tanpa henti saat suka maupun duka kepada penulis. 12. Teman-teman HMI KOMFAKDIK dan LKMI yang merupakan keluarga keduaku yang selalu membuat hati ini ceria, sebagai mood booster di kala suntuk organisasi ini selalu membuat mood menjadi semangat lagi, terima kasih atas dukungan dan semangat kalian. Semoga kalian semua tanpa terkecuali selalu dalam lindungan Allah SWT. 13 Teman-teman seperjuangan “DIGOXYN” Farmasi UIN 2012 atas kebersamaan kita.
ix
14. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat,
September 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................v ABSTRAK .................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................. vii KATAPENGANTAR .................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................. xi DAFTAR ISI ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1. Latar Belakang ...............................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................4 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................4 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5 2.1. Jintan Hitam(Nigella SativaL.) ......................................................5 2.1.1. Klasifikaasi ...........................................................................5 2.1.2. Deskripsi ..............................................................................5 2.1.3. Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam ....................................6 2.1.4. Bagian Tanaman yang Digunakan ........................................7 2.1.5. Efek Farmakologi .................................................................7 2.2. Minyak Atsiri ................................................................................9 2.3. Mikroenkapsulasi ..........................................................................9 2.3.1. Pengertian .............................................................................9 2.3.2. Teknik Pembuatan .............................................................10 2.3.3. Tujuan Mikroenkapsulasi ..................................................11
xii
2.3.4. Keuntungan dan Kerugian .................................................11 2.3.5. Faktor Keberhasilan Mikroenkapsulasi ..............................12 2.3.6. Komponen Mikrokapsul .....................................................12 2.3.7. Pembuatan Mikroenkapsulasi .............................................13 2.3.7.1.Koaservasi...............................................................14 2.3.7.2.Gelasi ionik ............................................................14 2.3.7.3.Semprot Kering ......................................................15 2.3.7.4.Metode Ekstraksi dengan Fluida Superkritis ..........15 2.3.7.5.Metode Penguapan Pelarut .....................................16 2.3.8.Mekanisme Pelepassan Obat dari Mikropartikel ................16 2.3.9.Alasan untuk Enkapsulasi ...................................................17 2.4.Evaluasi Mikropartikel ..................................................................17 2.4.1.Uji Perolehan Kembali ........................................................17 2.4.2.Penentuan Distribusi Ukuran Mikropartikel ......................18 2.5.Efisiensi Penjerapan .....................................................................19 2.6.Komponen Pembentuk Mikroenkapsulasi ....................................19 2.6.1.Jinten Hitam .......................................................................20 2.6.2.Natrium Alginat...................................................................20 2.6.3.Kalsium Klorida .................................................................22 2.6.4.Tragakan .............................................................................23 2.7.Spektofotometrri UV-Vis ..............................................................24 2.7.1.Komponen Spektrofotometri UV-Vis ................................24 2.7.2.Hukum Lambert-Beer ........................................................25 2.7.3.Analisa Kuantitatif .............................................................25 2.8.Validasi .........................................................................................26 2.8.1.Akurasi ..............................................................................27 2.8.2.Presisi ................................................................................27 2.8.3.Sensitivitas (LOD dan LOQ) ............................................27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................29 3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................29 3.2. Alat dan Bahan ............................................................................29
xiii
3.2.1. Alat ...................................................................................29 3.2.2. Bahan .................................................................................29 3.3. Prosedur Penelitian .......................................................................29 3.3.1. Pembuatan Mikrokapsul MBJH .......................................29 3.3.1.1.Formula Mikrokapsul MBJH ..................................29 3.3.1.2.Pembuatan Emulsi MBJH.......................................30 3.3.1.3.Pembuatan Mikrokapsul MBJH .............................30 3.3.2.Evaluasi Karakteristik Mikrokapsul MBJH ........................30 3.3.2.1.Penentuan Organoleptis Mikrokapsul MBJH .........30 3.3.2.2.Pengamatan Diameter Mikrokapsul MBJH ............31 3.3.2.3.Penentuan Rendemen Mikrokapsul MBJH ............31 3.3.3.Validasi Metoda ..................................................................31 3.3.3.1.Kondisi Spektrofotometri UV-Vis ..........................31 3.3.3.2.Preparasi Standar ....................................................31 3.3.3.3.Spesivitsitas ............................................................32 3.3.3.3.Linearitasan kurva kalibrasi ....................................32 3.3.3.6.LOQ dan LOD ........................................................32 3.3.3.7.Presisi ......................................................................33 3.3.3.8.Analisis Kadar MBJH dan Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul dalam MBJH .................................................33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................35 4.1.Hasil Pengamatan Emulsi MBJH .................................................35 4.2.Evaluasi MBJH ............................................................................36 4.2.1.Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul MBJH...................36 4.2.2.Pengukuran Diameter Mikrokapsul MBJH .........................38 4.2.3.Rendemen Sampel ...............................................................40 4.3.Validasi metode MBJH ...............................................................41 4.3.1.Spesivitas .....................................................................41 4.3.2.Linearitas dan Kurva Kalibrasi ....................................42 4.3.3.Presisi ...........................................................................44 4.3.5.LOQ dan LOD .............................................................44 4.3.6.Efisiensi Penjerapan .....................................................45 xiv
BAB 5 KESIMPULAN .................................................................................48 5.1.Kesimpulan ................................................................................48 5.2.Saran ...........................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................49
LAMPIRAN ...................................................................................................52
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L.) ..........................................6 Gambar 3.2.Mikrokapsul dan Mikrosfer .......................................................11 Gambar 4.1.Hasil Sentrifugasi Emulsi Minyak Jinten Hitam .......................36 Gambar 4.2.Pembentukan Mikrokapsul ........................................................38 Gambar 4.3.Spektrum Panjang Gelombang Minyak Biji Jinten Hitam .......42 Gambar4.4.Spektrum Panjang Gelombang Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam dalam 1000 ppm .............................................................42 Gambar 4.6.Kurva Kalibrasi Minyak Biji Jinten Hitam ................................43
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.Komposisi Senyawa Kimia Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam ........ 6 Tabel 2.2.Komposisi Senyawa Kimia Minyak Statis Biji Jinten Hitam ..........7 Tabel 3.1.Formulasi Mikrokapsul MBJH ......................................................30 Tabel 4.1.Hasil Uji Sentrifugasi MBJH .........................................................36 Tabel 4.2.Hasil Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul MBJH ....................37 Tabel 4.3.Hasil Pengukuran Diameter Mikrokapsul MBJH ..........................39 Tabel 4.4.Hasil Data Uji Rendemen Mikrokaosul MBJH..............................40 Tabel 4.6.Konsentrasi Standar MBJH ............................................................43 Tabel 4.7.Hasil Uji Presisi MBJH ..................................................................44 Tabel 4.8.LOD Dan LOQ untuk Persamaan Linear Minyak Jinten Hitam ....45 Tabel 4.9.Data Penetapan Kadar dan Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul ......46
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Alur Penelitian ............................................................................... 52 Lampiran 2.Perhitungan Formula Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ............. 53 Lampiran 3.Perhitungan Pembuatan Larutan Kurva Kalibrasi ......................... 54 Lampiran 4.Uji Linearitas dan Kurva Kalibrasi ................................................ 55 Lampiran5.LOD dan LOQ ................................................................................ 56 Lampiran6. Panjang Gelombang Campuran antara Minyak Jinten Hitam dan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam ................................................ 57 Lampiran 7.Panjang Gelombang Mikrokapsul Biji Jinten Hitam 1000 ppm .... 58 Lampiran 8.Panjang Gelombang Minyak Biji Jinten Hitam 1000 ppm ........... 59 Lampiran 9.Perhitungan Perolehan Kembali .................................................... 59 Lampiran 10.Penetapan Kandungan dan Efisiensi Penjerapan Mikrokapsul.... 61 Lampiran 11. Sertifikat Analisa Kalsium Klorida ............................................ 64 Lampiran 12. Sertifikat Analisa Tragakan ........................................................ 65 Lampiran 13. Sertifikat Analisa Natrium Alginat ............................................ 66 Lampiran 14. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam .............................. 67
xviii
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Biji jinten hitam atau habatussauda “Bahasa Arab” merupakan salah satu tanaman obat berkhasiat di Indonesia yang saat ini banyak dikembangkan sebagai obat. Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasullullah SAW bersabda: “Hendaklah kamu menggunakan habatussauda (Nigella sativa L.) atau biji jinten hitam, karena sesungguhnya padanya terdapat penyembuhan bagi segala penyakit kecuali mati”(HR.Abi Salamah dari Abi Hurairah r.a) (Hendrik, 2009). Di Timur Tengah dan Asia Barat tanaman minyak biji jinten hitam (MBJH) telah dikenal selama kurang lebih 3000 tahun sebagai tanaman yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti antidiabetes, antikanker,
immunomodulator,
analgesik,
antimikroba,
anti-inflamasi,
spasmolitik, bronkodilator, hepato-toksik (Aftab ahmad, dkk., 2013). Jinten hitam dijual dalam bentuk biji kering dan ekstrak yaitu berupa minyak biji jinten hitam. Sediaan biji jinten hitam yang ada saat ini adalah minyak jinten dalam bentuk soft capsul dan kapsul yang berisi ekstrak biji jinten tunggal. Ekstrak campuran biji jinten hitam belum ada dipasaran, karena jika hal ini dilakukan akan mengakibatkan rusaknya ekstrak kering atau merubah bentuk sediaan menjadi cair, semi solid atau lembek dan akan mempengaruhi stabilitas sediaan (Sugindro, dkk., 2008). Senyawa marker aktif dalam minyak atsiri jinten hitam adalah timoquinon yang merupakan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitasnya (El-Tahir, dkk., 1993). Timoquinon merupakan senyawa fitokimia berbasis benzoquinon larut minyak yang menunjukkan aktivitas antioksidan dan antikanker yang tinggi, tetapi timoquinon memiliki kelarutan yang buruk dalam air (Tubesha, dkk., 2013). Berbagai kondisi lingkungan, seperti cahaya, suhu,
kelembaban,
dan
siklus
freeze/thaw,
secara
signifikan
dapat
mempengaruhi stabilitas kimia dari zat aktif selama penyimpanan dan distribusi (Lopez, dkk., 2012).
1 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2
Beberapa upaya telah dilakukan untuk meningkatkan stabilitas kandungan kimia dalam minyak biji jinten hitam diantaranya, penambahan antioksidan BHT terhadap sediaan emulsi, namun hasil menunjukkan masih terjadinya penurunan luas area timokuinon sebesar 55,41% pada pengujian dengan GCMS setelah penyimpanan selama 21 hari, sehingga penambahan antioksidan tersebut tidak berpengaruh dalam mempertahankan stabilitas timoquinon dalam sediaan terebut (Wafa, 2015). Dalam sebuah penelitian dengan judul microencapsulation of essential oil within alginate : formulation and in vitro evaluation of antifungal activity, bentuk sediaan yang dapat menghindari terjadinya evaporasi yaitu dibuat dalam sediaan mikrokapsul hal ini dibuktikan pada pengujian efisiensi penjerapan dimana data yang diproleh sebesar 90-94%. Hal tersebut menunjukkan kadar minyak terlindungi dari degradasi dan evaposrasi ( Emad, dkk., 2013). Mikroenkapsulasi merupakan teknik untuk melindungi bahan inti yang semula berbentuk cair menjadi bentuk padatan sehingga mudah dalam penangananya serta dapat melindungi hilangnya bahan inti (Nedovic, dkk., 2011). Mikroenkapsulasi memberikan sarana untuk mengubah sediaan dalam bentuk cairan menjadi partikel padat dan melindungi materi dari pengaruh lingkungan. Terdapat beberapa teknik enkapsulasi yang dapat digunakan yaitu pengeringan semprot (spray-drying), pendinginan semprot (spray-chilling), sferonisasi, dan koaservasi (Pablo, dkk., 2014). Pada penelitian sebelumnya, dilakukan pengujian terhadap mikroenkapsulasi ekstrak etanol jinten hitam menggunakan metode spray drying menyebabkan terjadinya penurunan kandungan timoquinon sebanyak 90 % (Sugindro,Etik, dan Joshita 2008). Teknik lainnya yang biasa dilakukan untuk mengenkapsulasi zat aktif adalah melalui metode gelasi ionik. Penggunaan metode gelasi ionik didasarkan pada kemampuan makromolekul untuk bertaut silang dengan adanya ion yang bermuatan berlawanan untuk membentuk hidrogel. Metode gelasi ionik dipilih karena memiliki sifat biokompatibilitas yang baik, aplikasi metode mudah, tidak membutuhkan pelarut organik dalam jumlah yang banyak, sehingga membutuhkan biaya yang relatif murah (Saraei, dkk., 2013).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
3
Alginat merupakan polimer yang biasa digunakan dengan metode gelasi ionik, hal ini dikarenakan alginat dapat menghasilkan bentuk yang baik, biokompatibel dan matriks yang dihasilkan bersifat non toksik( Kuen yong, dkk., 2012). Alginat memiliki kemampuan untuk melindungi komponen aktif dari faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas. Pada penelitian dengan judul Microencapsulation of Essential Oils within Alginate: Formulation and in Vitro Evaluation of Antifungal Activity alginat digunakan sebagai polimer yang dapat menghasilkan efisiensi penjerapan yang baik (Emad, dkk., 2013). Selanjutnya alginat dan kalsium klorida juga banyak digunakan dalam pembuatan mikrokapsul dengan metode gelasi ionik. Pada penelitian ini akan dibuat tiga formulasi mikrokapsul dengan variasi pada konsentrasi natrium alginat. Adapaun evaluasi yang akan dilakukan adalah ukuran mikrokapsul, dan efisiensi penjerapan. Ukuran partikel merupakan karakteristik paling penting untuk memperkirakan distribusi secara in vivo, biologis, toksisitas, dan kemampuan untuk targeting (Mohanraj dan Chen, 2006). Analisis efisiensi enkapsulasi bertujuan untuk mengevaluasi rasio minyak total dengan minyak yang terjerap dalam mikrokapsul. Kandungan minyak total yang terjerap ditentukan oleh apparatus clevenger (Baranauskiené, dkk., 2007). Penelitian ini membandingkan antara kandungan minyak biji jinten hitam yang terjerap dalam mikrokapsul dengan minyak biji jinten hitam secara teoritis. Alat instrumen yang digunakan untuk mendeteksi penjerapan dari mikrokapsul minyak jinten hitam pada penelitian ini yaitu menggunakan spektorfotometri UV -Vis. Karena spektrofotometri UV-Vis merupakan suatu instrumen dengan metode yang mudah dan sederhana, biaya pelarut yang digunakan efisien, dan tidak memerlukan waktu yang lama. Sehingga spektrofotometri UV-Vis dipilih untuk mengamati efesiensi penjerapan minyak biji jinten hitam (Annina, dkk., 2012).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
4
1.2 Batasan Masalah Dalam penelitian uji efisiensi mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L) terhadap variasi konsentrasi natrium alginat dibatasi oleh pengaruh variasi konsentrasi natrium alginat terhadap efisiensi minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul dan distribusi ukuran partikel minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L) dengan menggunakan metode gelasi ionik
1.3 Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi natrium alginat terhadap efisiensi penjerapan minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L) menggunakan metode gelasi ionik.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi natrium alginat terhadap efisiensi penjerapan minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L) menggunakan metode gelasi ionik.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi tentang pengaruh konsentrasi natrium alginat terhadap efisiensi penjerapan minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L) dengan menggunakan metode gelasi ionik.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L)
2.1.1
Klasifikasi Berdasarkan taksonomi, klasifikasi tanaman jinten hitam (Nigella sativa L) menurut (Saha rajsekhar, dkk., 2011) adalah sebagai berikut:
2.1.2
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Ranunculales
Famili
: Ranunculaceae
Genus
: Nigella
Species
: N. Sativa
Deskripsi Jinten hitam (Nigella sativaL) merupakan tanaman herbal tahunan. Berbatang tegak dengan tinggi 30 sampai 60 cm. Batang biasanya berusuk dan berbulu kasar, rapat atau jarang-jarang dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar. Bunga berwarna hijau pucat ketika muda dan biru terang ketika masak. Daun berwarna hijau keabu-abuan. Bentuk daun lanset berbentuk garis, panjang 1,5 cm sampai 2 cm, ujung meruncing, terdapat tiga tulang daun yang berbulu. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Daun pembalut bunga kecil. Kelopak bunga 5, bundar telur, ujungnya agak meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Mahkota bunga pada umumnya 8, agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek. Bibir bunga dua, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang, ujung bibir bunga bagian bawah tumpul. Benang sari banyak, dan gundul. Kepala sari jorong dan sedikit tajam, berwarna kuning. Buah bulat telur atau agak bulat. Biji hitam,
5
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
6
jorong bersudut tiga tak beraturan dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Peter, 2004).
Gambar 2.1 Tanaman dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L) [ Sumber : Rajshekar, dkk., 2011, telah diolah kembali]
2.1.3
Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam Pada minyak biji jinten hitam mengandung berbagai macam komponen kimia dan minyak atsiri, komposisi senyawa kimia dan minyak atsiri dari biji jinten hitam secara umum dapat dilihat berdasarkan tabel berikut: Tabel 2.1 Komposisi senyawa kimia minyak atsiri biji jinten hitam (Nigella sativa L)
Senyawa
Kandungan(%) Senyawa
Kandungan(%)
α-thujene
2,4
Fenchone
1,1
α-pinene
1,2
Dihydrocarvone
0,3
Sabinene
1,4
Carvone
4,0
β-pinene
1,3
Thymoquinone
0,6
Myrcene
0,4
Terpinen-4-ol
0,7
p-cymene
14,8
Carvacrol
1,6
α-phellandrene
0,6
p-cymene-8-ol
0,4
Limonene
4,3
α-longipinene
0,3
γ-terpinene
0,5
Longifolene
0,7
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
7
Tabel 2.2 Komposisi senyawa kimia minyak statis biji jinten hitam
Kandungan
(%) persentasi(w/w)
Asam linoleat
55,6%
Asam oleat
23,4%
Asam palmitat
12,5%
Asam linolenat
0,4%
Asam stearat
3,4%
Asam laurat
0,6%
Asam miristat
0,5%
Asam eicosadienoat
3,1%
Total asam lemak
99,5%
[sumber : Nicksvar, dkk., 2003, dengan pengolahan kembali]
2.1.4
Bagian tanaman yang digunakan Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Bijinya dapat digunakan sebagai obat rematik, sakit kepala, pencegah muntah, pencahar, pelancar ASI, infeksi saluran kemih, antibiotik, dan lain-lain (Depkes RI , 1995)
2.1.5
Efek farmakologi N. sativa telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan berbagai gangguan, penyakit dan kondisi yang berkaitan dengan sistem pernapasan,
saluran
pencernaan,
ginjal
dan
fungsi
hati,
sistem
kardiovaskular dan dukungan sistem kekebalan tubuh, serta sebagai untuk kesejahteraan umum. Avicenna dalam bukunya (the canon of medicine) menyatakan minyak biji hitam dapat meningkatkan energi tubuh dan membantu pemulihan dari rasa lelah. Minyak biji jinten hitam memiliki sejarah panjang terhadap cerita rakyat di India dan Peradaban Arab sebagai makanan dan obat-obatan. Di negara timur tengah jinten hitam juga digunakan untuk pengobatan beberapa penyakit termasuk asma, bronkitis, rematik dan penyakit radang terkait (Aftab ahmad, dkk., 2013).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
8
Studi pada N. sativa telah dilakukan oleh berbagai peneliti dan sebagai hasil uji terapi yang dimiliki (Nigella Sativa L ) jinten hitam yaitu antidiabetes, antikanker, immunomodulator, analgesik, antimikroba, antiinflamasi, spasmolitik, bronkodilator, hepato-toksik, melindungi lambung dan ginjal, serta bersifat antioksidan. Karena kemampuannya dalam berbagai terapi, N. sativa telah mendapat posisi teratas sebagai obat herbal yang telah terbukti khasiatnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar sifat terapeutik dari tanaman ini adalah karena adanya timoquinon yang merupakan komponen bioaktif utama dari minyak esensial (Aftab ahmad, dkk., 2013). Penemuan selanjutnya menunjukkan bahwa baik minyak dan bahan aktif, khususnya
timoquinon, memiliki
efek anti-oksidan,
selanjutnya minyak dan timoquinon telah menunjukkan efek anti-inflamasi terhadap
peradangan seperti encephalomyelitis, kolitis, peritonitis,
oedama, dan arthritis melalui menghambat mediator prostaglandin dan leukotriens dari pemicu terjadinya inflamasi. Minyak dan bahan aktif tertentu menunjukkan sifat imunomodulator yang menguntungkan, meningkatkan jumlah sel-T sebagai respon imun tubuh dan yang paling penting, baik minyak dan zat aktif dapat bersifat sebagai antimikroba dan anti-tumor (Mohamed labib, dkk., 2005). Selanjutnya hasil penelitian sebelumnya menunjukkan Efek jangka panjang dari Nigella sativa L oil terhadap tikus Wistar jantan yang diinduksi streptozotocin (STZ). Tikus diabetes yang diinduksi STZ menunjukkan peningkatan
yang signifikan
kadar
glukosa darah,
trigliserida, choles- Terol, low density lipoprotein (LDL-kolesterol), asam urat, urea, kreatinin, aminotrans- alanin ferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) sementara high density lipoprotein (HDLkolesterol) dan jumlah tingkat protein yang menurun secara signifikan dibandingkan dengan tikus normal. Pemberian minyak biji hitam untuk tikus diabetes mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam darah glucose, trigliserida, kolesterol, LDL-choles- Terol ALT, AST dan asam urat dan Tingkat HDL-kolesterol nyata meningkat dibandingkan dengan tikus
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
9
diabetes yang tidak diobati setelah tujuh minggu pengobatan. (Ayedalgomani, dkk., 2011).
2.2
Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Minyak atsiri memiliki sifat khas, yaitu tersusun atas berbagai macam komponen persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan blerang (S), umumnya terdiri dari golongan senyawa terpenoid dan fenil propana. Minyak ini memiliki bau khas yang umumnya mewakili bau tanaman asalnya, bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan baik pengaruh udara, sinar matahari dan panas. Minyak atsiri umumnya memiliki indeks bias yang relatif tinggi. Selain itu umumnya minyak atsiri tidak bercampur dengan air, namun cukup larut dalam pelarut hidrokarbon klasik. Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, terdapat pada fraksi atsiri yang tersulinguap. Zat inilah penyebab wangi, harum, atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa cita rasa di dalam industri makanan. Secara kimia, terpen minyak atsiri dapat dipilah menjadi dua golongan, yaitu monoterpen, dan seskuiterpen, berupa isoprenoid C10 dan C15 yang jangka titik didihnya berbeda (titik didih monoterpena 1400C-1800C, titik didih seskuiterpena > 2000C).
2.3
Mikroenkapsulasi
2.3.1
Pengertian Mikroenkapsulasi merupakan teknik untuk melindungi bahan inti yang semula berbentuk cair menjadi bentuk padatan sehingga mudah dalam penangananya serta dapat melindungi hilangnya bahan inti (Nedovic, dkk.,2011). Mikropartikel adalah partikel padat yang berukuran
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
10
1-1000 μm. Mikropartikel terbuat dari bahan inti yang disalut dengan bahan penyalut seperti polimer, lilin, dan beberapa bahan protektif lain seperti polimer sintetik yang biodegradabel dan produk alam yang termodifikasi seperti amilum, gum, protein lemak dan lilin (Agus, dkk.,,2010). Mikropartikel yang sferis disebut mikrosfer, terdapat 2 jenis mikrosfer yaitu mikrokapsul dan mikromatrik. Mikrokapsul merupakan mikrosfer berinti padat, cair atau gas yang dikelilingi oleh suatu bahan tertentu yang berbeda dengan intinya, sedangkan mikromatrik merupakan mikrosfer dimana terdapat senyawa yang didispersikan dalam matriksnya (Agus, dkk., 2010).
2.3.2
Teknik pembuatan Teknik
mikroenkapsulasi
saat
ini
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan mikropartikel, mekanisme pembentukan. Metode fisik atau mekanik (spray drying, spray chilling/cooling, extrusion, and fluidized bed coating), metode kimia (coacervation, co-crystallization, molecular inclusion, and interfacial or in-situ polymerization). Dalam beberapa kasus, kombinasi dari proses yang digunakan, misalnya informasi dari emulsi tunggal atau ganda diikuti dengan pengeringan semprot (Madine, dkk., 2006). Mikropartikel yang terbentuk dikategorikan sebagai mikrokapsul dan mikrosfer (Gambar 3.2), berdasarkan struktur, atau lebih tepatnya, posisi inti dan shell. Dalam suatu mikrokapsul, bahan aktif diselimuti oleh lapisan pelindung dari bahan pelapis. Biasanya proses dua langkah akan diperlukan untuk menghasilkan mikrokapsul, termasuk pembentukan partikel inti diikuti dengan proses pelapisan. Sebaliknya, dalam sebuah terperangkap
microsphere, zat aktif yang tersebar di struktur dan dalam
bahan
matriks,
yang
kadang-kadang
hanya
melibatkan-langkah dari jebakan (Adamiec, dkk., 2004). Mikrokapsul atau mikrosfer mungkin memiliki diameter mulai dari beberapa mikron ke beberapa milimeter.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
11
[gambar 3.2 Mikrokapsul dan Mikrosper (gibbs, dkk.,1999)
2.3.3
Tujuan Mikroenkapsulasi Dalam bidang farmasi, mikropartikel dapat digunakan sebagai penutup
rasa pahit,
(kelembaban,
perlindungan obat
cahaya,
panas,
dan
dari kondisi
atau
oksidasi),
lingkungan solusi
pada
inkompatibilitas dengan komponen lain, mengembangkan sifat alir dari serbuk, mendapatkan sediaan lepas lambat, dan mencegah iritasi lambung (Agus, dkk., 2010).
2.3.4
Keuntungan dan Kerugian Mikroenkapsulasi Adapun keuntungan dari pembentukan mikroenkapsulasi senyawa obat
yakni sebagai berikut. a. Dengan adanya lapisan dinding polimer, bahan inti akan terlindung dari pengaruh lingkungan luar. b. Dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat menjaga stabilitas bahan inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. c. Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan bahan inti. Selain memiliki beberapa keuntungan seperti yang disebutkan di atas, mikroenkapsulasi juga memiliki kelemahan, diantaranya: a. Biasanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan bahan inti dari mikropartikel. b. Dibutuhkan teknologi mikroenkapsulasi
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
12
c. Harus dilakukan pemilihan polimer sebagai penyalut dan pelarut yang sesuai dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikropartikel yang baik (Lachman, 1994).
2.3.5
Faktor Keberhasilan Mikroenkapsulasi Menurut
Benita
(1996),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan mikroenkapsulasi, antara lain: a. Sifat fisikokimia bahan inti atau zat aktif; b. Bahan penyalut yang digunakan, meliputi polimer ataupun monomer; c. Medium yang digunakan (air,pelarut organik, atau gas). d. Tahap proses mikroenkapsulasi (tunggal/bertingkat); e. Metode mikroenkapsulasi (metode kimia, fisiko kimia, atau mekanis); f. Sifat (licin atau lengket) dan struktur dinding mikropartikel (tunggal atau berlapis-lapis) g. Kondisi pembuatan (basah atau kering) (Benita, 1996 dalam Kasih, 2014).
2.3.6
Komponen Mikrokapsul Pada
prinsipnya
ada
3
bahan
yang
terlibat
dalam
proses
mikroenkapsulasi, yaitu: 1. Bahan inti Inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa cairan, padatan, atau gas. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, misalnya pada bahan inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi dan atau bahan terlarut. Sedangkan zat inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif dengan bahan pembawa lain seperti stabilisator, pengencer, pengisi dan penghambat atau pemacu pelepasan bahan aktif dan sebagainya. Selain itu, bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang akan digunakan (Lachman, 1994; Deasy, 1984; Kondo, 1979). 2. Bahan Penyalut Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyelaput inti dengan tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
13
terhadap
pengaruh
lingkungan,
meningkatkan
stabilitas,
pencegahan
penguapan pada zat aktif yang mudah menguap dan yang berhubungan dengan proses penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi yang digunakan. Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan inti (bersifat inert), dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan (Lachman, 1994). Misalnya, jika bahan inti bersifat mudah larut dalam air maka dapat digunakan penyalut yang tidak larut dalam air, begitu juga sebaliknya (Kondo, 1979). Sifat bahan penyalut (Fabregas, 1995) i. Stabil terhadap zat aktif ii. Inert zat aktif iii. Pelepasan dapat terkontrol dalam kondisi tertentu iv. Membentuk film, lentur, tidak berasa, stabil. v. Tidak bersifat higroskopis, tidak memiliki viskositas yang tinggi, ekonomis vi. Larut dalam media air atau pelarut vii. Lapisan bahan penyalut dapat menjadi fleksibel, rapuh, keras, tipis, dll. 3. Pelarut Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut dan dapat mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam pembentukan mikropartikel berdasarkan sifat kelarutan dari bahan inti dan bahan penyalut, sehingga pelarut yang digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan bahan inti, tetapi dapat juga melarutkan bahan penyalut (Lachman, 1994)
2.3.7
Pembuatan mikroenkapsulasi Metode mikroenkapsulasi terdiri dari berbagai macam, diantaranya presipitasi dengan penambahan non solvent (Koaservasi), gelasi ionik, semprot kering, ekstraksi dengan fluida superkritis, penguapan pelarut.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
14
2.3.7.1 Presipitasi dengan Penambahan Non-Solvent (Koaservasi) Dalam
metode
koaservasi,
mikropartikel
dibuat
dengan
mendispersikan partikel padat atau larutan obat ke dalam larutan polimer, diikuti pemisahan fase dengan menambahkan pelarut organik, di mana polimer tidak dapat larut. Penambahan non-solvent menghasilkan presipitasi polimer disekitar larutan obat untuk membentuk mikropartikel. Penambahan non-solvent dalam jumlah yang besar akan mengekstraksi polimer dan membuat mikropartikel semakin keras. Mikropartikel yang dihasilkan dengan metode ini memiliki distribusi ukuran yang luas, sehingga tidak disarankan untuk penggunaan klinis. Parameter-parameter dalam metode ini meliputi rasio polimer-pelarut, kecepatan pengadukan, suhu pembuatan, volume dan tipe non-solvent (Muhaimin, 2013).
2.3.7.2 Gelasi Ionik Gelasi atau pembentukan gel merupakan penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer membentuk jarigan tiga dimensi dan dapat merangkap air di dalamnya menjadi suatu struktur yang kompak dan kaku (Fardiaz, 1989 dalam Tri, 2010). Gelasi ionik didasarkan pada kemampuan makromolekul untuk bertaut silang dengan adanya ion yang bermuatan berlawanan untuk membentuk hidrogel. Metode gelasi ionik telah banyak digunakan pada proses enkapsulasi polisakarida alam seperti alginat, pektin, kitosan, dan karboksimetil selulosa (Patil, dkk.,2010). Pada pembentukan butiran mikropartikel dengan metode gelasi ionik, polisakarida dilarutkan dalam pelarut, kemudian diteteskan ke dalam larutan sambung silang dengan pengadukan konstan sehingga terbentuk butiran hidrogel. Butiran hidrogel yang terbentuk disaring, lalu dibilas dengan aquades dan selanjutnya dikeringkan. Agen sambung silang yang digunakan untuk gelasi ionik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu agen sambung silang berbobot molekul rendah, misalnya CaCl2, BaCl2, MgCl2, zink asetat, pirofosfat, tripolifosfat, tetrapolifosfat, sedangkan agen sambung silang berbobot molekul tinggi, seperti lauril dan setilstearil sulfat (Racovita, dkk., 2009 dalam Tri, 2010). Terjadinya ikatan silang
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
15
(crosslink) secara fisik yang bersifat reversibel dari interaksi elektrostatik untuk menyetabilkan kompleks mikropartikel yang terbentuk (Park dan Yeo, 2007). Ikatan bersifat reversibel sehingga dapat menghindari adanya toksisitas reagen dan efek lain yang tidak diharapkan (Park dan Yeo, 2007). Contoh pasangan polimer yang dapat digunakan untuk gelasi ionik ini antara lain kitosan dengan tripolifosfat dan kitosan dengan karboksimetil selulosa (Park dan Yeo, 2007). Reaksi kimia antara natrium alginat dengan kalsium klorida akan membentuk mikropartikel kalsium alginat (Deshmukh, dkk., 2009).
2.3.7.3 Semprot Kering Dalam metode semprot kering, obat dilarutkan ke dalam larutan polimer dan campuran tersebut dimasukkan ke dalam alat semprot kering untuk membentuk mikropartikel. Keuntungan dari metode ini adalah pada senyawa yang larut maupun tidak larut dapat dibuat menjadi sferik, tidak seperti metode emulsifikasi tunggal O/W yang tidak cocok untuk senyawa yang larut air. Metode ini dapat menghasilkan mikropartikel dengan ukuran diameter 5-125 μm (Muhaimin, 2013)
2.3.7.4 Metode Ekstraksi dengan Fluida Superkritis Penggunaan fluida superkritis sebagai media ektraksi merupakan alternatif yang menjanjikan untuk pembentukan mikropartikel obat dan eksipien farmasi. Ada dua alasan utama untuk menggunakan metode ini, pertama pemilihan kemampuan melarut dari pelarut untuk memisahkan komponen partikular dari campuran multikomponen. Kedua, keuntungan transfer masa bebas dan tingginya solubilitas pelarut dalam fluida superkritis membuat pengeringan mikropartikel cepat dan efisien dengan sedikit residu pelarut (Muhaimin, 2013).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
16
2.3.7.5 Metode Penguapan Pelarut Metode ini telah digunakan secara luas untuk membuat mikropartikel
yang
mengandung
obat.
Parameter-parameter
yang
mempengaruhi sifat mikropartikel yang terbentuk yaitu kelarutan obat, morfologi, tipe pelarut, laju difusi, suhu, komposisi polimer, viskositas polimer, dan muatan obat. Keefektifan dari metode penguapan pelarut adalah untuk menghasilkan mikropartikel bergantung pada keberhasilan zat aktif terperangkap dalam partikel dan proses ini lebih sering berhasil pada obat yang tidak larut atau kelarutannya yang buruk di dalam air. Ada beberapa perbedaan pembuatan mikropartikel dengan metode penguapan pelarut. Pemilihan metode ini dapat memberikan peningkatan efisiensi enkapsulasi obat, tergantung dari sifat obat hidrofilik atau hidrofobik (Muhaimin, 2013).
2.3.8
Mekanisme Pelepasan Obat dari Mikropartikel Mekanisme pelepasan obat dari mikropartikel yang dihasilkan tergantung pada komposisi dan morfologi polimer, ukuran, dan kepadatan partikel yang terbentuk, serta sifat fisikokimia dari obat yang dimasukkan ke dalam mikropartikel. Pelepasan secara in vitro tergantung pada pH, polaritas, dan adanya enzim dalam media disolusi (Rani, dkk., 2010). Umumnya ada tiga mekanisme pelepasan zat aktif dari mikropartikel, yaitu difusi, degradasi atau erosi polimer, atau kombinasi antara difusi dan erosi. Mekanisme pelepasan zat aktif dengan cara difusi terjadi jika zat aktif kontak dengan cairan gastrointestinal, di mana cairan akan berdifusi menembus ke dalam partikel yang akan menyebabkan pelarutan zat aktif dan larutan zat aktif akan berdifusi keluar dari penyalut (Kumar, dkk., 2011). Beberapa penyalut dapat dirancang untuk terdegradasi secara perlahan-lahan. Degradasi atau erosi polimer merupakan hilangnya polimer diiringi dengan akumulasi monomer di dalam medium pelepasan. Erosi dari polimer dimulai dengan perubahan mikrostruktur dari pembawa penetrasi cairan di dalam penyalut (Kumar, dkk., 2011)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
17
2.3.9
Alasan untuk enkapsulasi Alasan untuk mikroenkapsulasi sangat banyak. Dalam beberapa kasus, inti harus diisolasi dari lingkungannya, seperti dalam mengisolasi vitamin dari efek buruknya oksigen, memperlambat penguapan inti volatile, meningkatkan penanganan sifat dari bahan lengket atau mengisolasi intireaktif dari serangan kimia. Ada beberapa alasan mengapa zat dapat dienkapsulasi. 1.
Untuk melindungi zat reaktif dari lingkungan
2.
Untuk mengkonversi komponen aktif cairan ke dalam sistem yang solid kering
3.
Untuk memisahkan komponen yang tidak kompatibel untuk alasan fungsional
4.
Untuk menutupi sifat yang tidak diinginkan dari komponen aktif
5.
Untuk melindungi komponen aktif mikrokapsul dari lingkungan luar
6.
Untuk
mengontrol
pelepasan
komponen
aktif
untuk
tertunda(waktunya) rilis atau long acting (berkelanjutan)
2.4 Evaluasi Mikropartikel Karekterisasi mikropartikel dapat digunakan untuk pengembangan formulasi, memperkirakan kinerja secara in vivo, dan untuk mengatasi masalah-masalah dalam proses pembuatan mikropartikel.
2.4.1
Pengamatan Rendemen Sample Pengamatan rendemen sample ditentukan dengan membandingkan total mikropartikel yang diperoleh terhadap total zat aktif dengan polimer yang digunakan pada pembuatan mikropartikel. Untuk menentukan faktor perolehan kembali digunakan rumus (Kumar, dkk., 2011) :
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
18
Keterangan :
2.4.2
Wp
: faktor perolehan kembali proses
Wm
: bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt
: bobot bahan pembentuk mikrokapsul
Penentuan Distribusi Ukuran Mikropartikel Ukuran dan distribusi partikel merupakan karakteristik paling penting untuk memperkirakan distribusi secara in vivo, biologis, toksisitas, dan kemampuan untuk targeting (Mohanraj dan Chen, 2006). Pelepasan obat juga dipengaruhi oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas area permukaannya. Namun, semakin banyak obat yang bergabung menjadi atau mendekati permukaan partikel, akan menyebabkan pelepasan obat yang cepat. Bagaimanapun, partikel yang lebih besar memiliki inti yang besar di mana akan memungkinkan lebih banyak obat yang dapat dienkapsulasi dan sedikit demi sedikit berdifusi keluar. Partikel-partikel yang memiliki ukuran kecil juga memiliki resiko tinggi mengalami agregasi selama penyimpanan dan distribusi. Hal ini selalu menjadi tantangan dalam memformulasi partikel dengan ukuran yang kecil namun dengan stabilitas yang paling maksimal (Mohanraj dan Chen, 2006). Ada banyak metode yang digunakan untuk mengetahui ukuran partikel, misalnya:
a. Mikroskopi Menggunakan alat mikroskop optik untuk pengukuran ukuran partikel yang berkisar 0,2 μm sampai kira-kira 100 μm (Kasih, 2014). b. Pengayakan Pada metode ini menggunakan suatu seri ayakan standar yang dikalibrasi oleh The National Standars. Ayakan umumnya digunakan untuk memilih partikel-partikel yang lebih besar, tetapi jika digunakan sangat hati-hati, ayakan-ayakan tersebut dapat digunakan untuk mengayak bahan sampai 44 μm. Untuk menguji kehalusan serbuk suatu sampel tertentu ditaruh suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan selama waktu tertentu dan bahan yang melalui suatu ayakan ditahan oleh ayakan
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
19
berikutnya yang lebih halus kemudian dikumpulkan dan ditimbang (Kasih, 2014). c. Sedimentasi (Metode Andreason Pipette) Penggunaan ultra sentrifugasi untuk penentuan berat molekul dari polimer yang tinggi. Sampel ditarik dari bawah menggunakan pipet, dan sejumlah padatan ditentukan dengan pegeringan dan penimbangan (Kasih, 2014).
2.5 Efisiensi Penjerapan Mikropartikel yang terbentuk memiliki kapasitas pembawa obat yang tinggi, sehingga akan mengurangi jumlah material matriks yang digunakan. Efisiensi penjerapan sangat bergantung pada kelarutan obat yang stabil dalam material matriks atau polimer, di mana akan berkaitan dengan komposisi polimer, bobot molekul, dan intraksi antar obat dengan polimer (Mohanraj dan Chen, 2006). Penentuan kandungan obat mikropartikel dilakukan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi dan efisiensi metode yang digunakan. Mikropartikel dapat mengandung bahan inti sampai 99% dihitung terhadap berat mikropartikel. Metode yang digunakan tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti. Jika bahan inti dan bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka penentuan kandungan mikropartikel dilakukan dengan melarutkan mikropartikel dalam pelarut organik yang sesuai dan kadar obat kemudian ditentukan dengan metode analisa yang sesuai. Jika hanya bahan inti saja yang larut dalam air, sedangkan bahan penyalutnya tidak larut makan dapat dilakukan pelarutan mikropartikel dalam air dengan pengadukan kecepatan tinggi, sehingga bahan penyalut akan terlarut atau dapat pula dilakukan penggerusan mikropartikel, sehingga penyalut pecah dan inti dapat terlarut dalam pelarut yang sesuai. Setelah itu, dilakukan penyaringan untuk menghilangkan fragmen polimer yang tidak larut. Bahan inti selanjutnya ditentukan kadarnya dengan metode analisa yang
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
20
sesuai (Lachamn, 1994). Efisiensi penjerapan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus (Kumar, dkk., 2011):
2.6 Komponen Pembentuk Mikroenkapsulasi 2.6.1
Jinten Hitam jinten hitam yang dibeli memiliki Certificate of Analysis (COA). Pada COA minyak biji jinten hitam terdapat data karakterisasi dari minyak biji jinten hitam tersebut yang meliputi:
a. Organoleptis
: Cairan berminyak, berwarna kuning pucat sampai
kuning dan kuning kehijauan, berbau khas dan memiliki rasa khas minyak biji jinten hitam. b. Berat jenis
: 0,9152 – 0,9260
c. Nilai asam
: Maksimal 10
d. Nilai peroksida
: Maksimal 45 ml oksigen dalam setiap kg sampel.
e. Titik nyala
: 148oC
f. Penyimpanan
: Dalam ruang gelap, dingin, kering, dan ruangan
berventilasi. g. Waktu simpan
: 24 bulan dalam penyimpanan yang benar.
h. Komponen utama
: asam stearat 2-3%, asam oleat 20-30%, asam
linoleat 50-65%
2.6.2
Natrium alginat Alginat merupakan senyawa polisakarida hasil ekstraksi dari kelompok alga coklat yang disebut Alginophyt, yaitu kelompok dari Phaeophyceaeyang
menghasilkan
alginat,
antara
lain
Macrocystis
Ecklonia, Fucus, Lessoniadan Sargassum(Aslan, 1991). Alginat adalah garam dari asam alginat yang mengandung ion natrium, kalsium atau kalium (Kadi dan Atmaja, 1988). Alginat yang banyak dikenal, adalah bentuk garam dari asam alginat yang tersusun oleh asam D-mannuronat dan asam L-guluronat.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
21
Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk garam dan turunan
asam alginat (Glicksman, 1983). Natrium alginat
digambarkan sebagai produk
karbohidrat yang telah dipurifikasi,
diekstraksi dari alga laut coklat dengan garam alkali. Gambaran tersebut di atas sama dengan didefinisikan oleh Food Chemicals Codex(1981), menurut FCC rumus molekul natrium alginat adalah (C6H7O6Na)n. Menurut Merck Index (1976), alginat merupakan polisakarida berbentuk gel yang diekstraksi dari alga laut coklat atau dari gulma lumut laut.
2.6.2.1 Sifat Fisika dan Kimia Alginat Natrium alginat berwarna putih sampai dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tak berbau dan berasa dengan kadar abu yang tinggi, disebabkan adanya unsur natrium. Kandungan air yang tinggi disebabkan oleh
pengaruh garam yang bersifat higroskopis.
Kandungan air dalam alginat bervariasi bergantung pada kelembaban relatif dari lingkungannya (Yunizal, 2004) a. Kelarutan
: Natrium alginat larut dalam air dan mengental
(larutan koloid), tidak larut dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan kandungan alkohol lebih dari 30 %, dan tidak larut dalam khloroform, eter dan asam dengan pH kurang dari 3 (Food Chemical Codex, 1981). b. Pembentukan gel : Alginat yang larut dalam air membentuk gel pada larutan asam karena adanya ion kalsium atau kation logam polivalen lainnya. Penggantian kation Na+ lebih dari 35% dengan kation Ca2+ akan menghentikan pergeseran molekul dan terbentuk struktur gel yang stabil. Secara kasar penambahan kation Ca2+ pada konsentrasi rendah tidak menimbulkan perubahan shear dan membentuk gel, sedangkan jumlah Ca2+ yang tinggi menyebabkan perubahan shear yang tinggi dan membentuk gel kasium alginat. c. Viskositas
: Viskositas dari larutan alginat dipengaruhi oleh
konsentrasi, pH, bobot molekul, suhu dan adanya kation logam polivalen. Semakin tinggi konsentrasi atau bobot molekul maka
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
22
semakin tinggi viskositasnya. (Chapman, 1970). Viskositas larutan alginat akan menurun dengan pemanasan, meningkat lagi bila didinginkan kembali, kecuali dengan pemanasan pada suhu tinggi dan waktu relatif lama akan mengakibatkan degradasi molekul dan menyebabkan penurunan viskositas (Klose dan Glicksman, 1972). Larutan garam alginat menunjukkan sedikit perubahan viskositas pada kisaran pH 4-10, oleh karena itu alginat dengan kisaran pH tersebut biasa digunakan untuk industri makanan (Glicksman, 1983) d. Manfaat
: Berdasarkan sifat fisika dan kimia alginat, maka
alginat dapat berfungsi sebagai suspending agent, emulsifier, stabilizer, binder, thickened, film former, coating agent, gelling agent, synersis inhibitor,
crystalization
inhibitor
dan
encapsulating
agent
(Anggadireja, 1993).
2.6.3
Kalsium Klorida Sinonim dari kalsium klorida adalah calci chloridium. Kalsium klorida berupa bubuk berwarna putih atau kristal, butiran, atau massa kristal, dan bersifat higroskopis (deliquescent). Sifat khas dari kalsium klorida yaitu memiliki pH 4,5–9,2 (5% w/v larutan), titik didih >16000C, titik leleh 7720C, sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%), tetapi tidak larut dalam dietil eter (Rowe, Paul, Marian, 2009). Kalsium klorida berfungsi sebagai antimikroba, agen terapeutik, dan agen yang dapat menyerap air (adsorben). Aplikasi kalsium klorida di bidang farmasi sebagai eksipien yang berhubungan dengan sifat dehidrasi, telah digunakan sebagai pengawet antimikroba, sebagai desikan, dan sebagai astringent dalam lotion mata. Kalsium klorida telah digunakan untuk mengontrol pelepasan bahan aktif dari bentuk sediaan oral dengan silang pektin, atau dengan kitosan. Bentuk murni kalsium klorida beracun jika diberikan secara intravena, intramuskular, intraperitoneal, dan rute subkutan, serta beracun jika dikonsumsi, menyebabkan gangguan lambung dan hati, iritasi mata yang parah,serta dapat menyebabkan dermatitis (Rowe, Paul, Marian, 2009).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
23
Secara kimiawi kalsium klorida merupakan zat yang stabil, namun harus dilindungi darikelembaban. Penyimpanan kalsium klorida dalam wadahkedap udara, ditempat yang sejuk dan kering. Kalsium klorida tidak kompatibel dengan larutan karbonat, fosfat, sulfat, dan oksalat. Kalsium klorida bereaksi dengan brom tri fluorida dan seng, akan melepaskan gas hidrogen yang mudah meledak. Kalsium klorida memiliki reaksi eksotermis dengan air, ketika dipanaskan terjadi dekomposisi yang akan memancarkan asap beracun klorin. Kalsium klorida mengiritasi mata, sistem pernapasan, dan kulit, sehingga diperlukan pemakaian sarung tangan, pelindung mata, respirator, dan pakaian pelindung lainnya (Rowe, Paul, Marian, 2009).
2.6.4
Tragakan Data praformulasi dari tragakan yaitu : (Rowe, dkk. , 2009) a. Sinonim
: Gum tragacanth, tragacantha.
b. Organoleptis
: Serbuk, berwarna putih hingga kekuningan,
tidak berbau, membentuk lapisan transparan. c. Kelarutan
: Praktis tidak larut dalam air, ethanol
(95%), dan pelarut organik lain. Bisa mengembang dengan cepat dengan sepuluh kali beratnya dalam air baik air panas atau dingin. d. Keasaman-kebasaan
: pH 5-6 pada larutan terdispersi 1% w/v
Nilai keasaman: 2-5 e. Kandungan air
: < 15% w/w
f. Manfaat penggunaan
:
Agen
pensuspensi,
agen
peningkat
viskositas. g. Stabilitas dan penyimpanan : stabil pada pH 4-8 dan pada wadah tertutup rapat dengan kondisi sejuk dan kering. h. Inkompatibilitas
: Menurunkan efek sebagai pengawet pada benzal
konium klorida, klorbutanol, dan metil paraben
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
24
2.7 Spektrofotometri Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004). Sinar Ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
2.7.1
Komponen Spektrofotometri UV-Vis Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang optimum, setiap komponen dari instrumen yang dipakai harus berfungsi dengan baik. Komponen-komponen spektrofotometri UV-Vis meliputi sumber sinar, monokromator, dan sistem optik. i. Sebagai sumber sinar; lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel. ii. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. iii. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
25
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007).
2.7.2
Hukum Lambert-Beer Hukum Lambert-Beer (Beer’s law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit (Dachriyanus, 2004). Hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk: A= a. b. c g/liter atau A= ∈. b. c mol/liter . Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan absorbsi spesifik, sedangkan ∈ adalah koefisien ekstingsi molar (Day and Underwood, 1999). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet yaitu: 1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu. 2. Pembuatan kurva kalibrasi Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva
yang
merupakan
hubungan
antara
absorbansi
dengan
konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi. 3. Pembacaan absorbansi sampel Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).
2.7.3
Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
26
1. Metode Regresi Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan larutan standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan linier, kemudian di plot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut. 2. Metode Pendekatan Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C = As. Cb/ Ab Keterangan: As = Serapan sampel Ab = Serapan standar Cb = Konsentrasi standar C = Konsentrasi sampel (Holme, 1983).
2.8 Validasi Keamanan dan efiksi suatu produk obat hanya dapat dijamin dengan pengawasan analisis dari kualitasnya. Identitas, kemurnian, kekuatan dan kualitas yang lain dari suatu obat. Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunanya (Ermer dan Miller, 2005; Harmita, 2004). Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
27
2.8.1
Akurasi / Kecermatan Akurasi adalah ukuran yang menentukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Akurasi dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambhakna ke dalam plsebo (semua campuran reagen yang digunakan minus analit), lalu campuran tersebut dianalisi dan hasilnya dibandingkan dengan kadar standard yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Recovery dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari analit yang diperkirakan), kemudian dianalisa dengan metode yang akan divalidasi. Dalam metode adisi (penambahan baku), sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit diperiksa (pure analit/standar) ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (http://www.chem-eng.its.ac.id/labotorium)
2.8.2
Presisi / Keseksamaan Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai Standard Deviation (SD) atau Simpangan Baku Relatif / Relative Standard Deviation (RSD) = koefisien keragaman / coefisien variansi (CV) dari serangkaian data (Rohman, 2007). Presisi (Keseksamaan) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
2.8.3
Limited of Detection (LOD) dan Limited of Quantification LOQ) Batas deteksi (LOD) adalah konsentrasi terendah yang masih dapat terdeteksi. Batas deteksi dapat dipeoleh dari kalibrasi yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas kuantitasi (LOQ) adalah jumlah terkecil
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
28
yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria cermat. (Australian Pesticides dan Veterinary Medicines Authority, 2004; Ermer and Miller, 2005 ; Rohman, 2007). Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan rumus di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan. Q=
𝑘 𝑥 𝑆𝑏 𝑆𝑙
Keterangan : Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi Sb = simpangan baku respon analitik dari blanko SI = Slope (b pada persamaan garis y = a + bx) Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linear dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linear y = ax + b, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x). a.
Batas deteksi (LOD) Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka : LOD = (3 Sy/x)/SI
b.
Batas kuantitasi (LOQ) Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka : LOQ = (10 Sy/x)/SI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
29
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, dan Laboratorium Analisa Obat dan Pangan Halal Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di mulai dari bulan Maret 2016.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat Alat-alat
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
Spektrofotometri UV dengan sistem optik berkas ganda (double beam), timbangan analitik (AND GH-202), gelas ukur (Pyrex), beker gelas (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), cawan penguap, magnetik stirer, kaca arloji, pipet tetes, batang pengaduk, dan spatula.
3.2.2
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) (Pt Lantubara), CaCl2, aquades, Natrium alginat, tragakan (Brataco Chemical), Etanol Pro analisis.
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam 3.3.1.1 Formula Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam Pada penelitian ini dilakukan variasi natrium alginat terhadap formulasi mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L). Formula ini berdasarkan hasil optimasi yang telah dilakukan sebelumnya, formulasi meliputi pembuatan emulsi minyak biji jinten hitam, dan pembuatan mikrokapsul minyak biji jinten hitam dan formulasi mikrokapsul minyak biji jinten hitam dibuat sebanyak 10 gram. Data formula mikrokapsul minyak biji jinten hitam dapat dilhat pada Tabel 3.1
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
30
Tabel 3.1
Formulasi Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
F1( %)
F2( %)
F3(%)
MBJH
30
30
30
Tragakan
0,5
0,5
0,5
Natrium Alginat
0,45
0,5
0,55
Add 100
Add 100
Add 100
Aquadest
3.3.1.2 Pembuatan Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Tahap pertama timbang natrium alginat dan tragakan berdasarkan formulasi tersebut dan dikembangkan dengan aquades selama 3 menit. Selanjutnya dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 1000 rpm. Kemudian tambahkan minyak jinten hitam sedikit demi sedikit kedalam
campuran
tersebut
dan
dihomogenkan
menggunakan
homogenizer dengan kecepatan 1000 rpm selama 3 menit sampai terbentuk korpus emulsi (Cristian, dkk., 2013“telah diolah kembali”). 3.3.1.3 Pembuatan Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam
Proses mikroenkapsulsi ini dilakukan dengan metode gelasi ionik yaitu campuran homogen yang telah dibuat dimasukkan ke dalam syringe dengan jarum berukuran 30 G untuk, kemudian sediaan tersebut diteteskan kedalam larutan CaCl2 0,5 M untuk membentuk mikrokapsul. Setelah terbentuk mikrokapsul, beads didiamkan selama 20 menit sebelum disaring (Annan, 2008).
3.3.2
Evaluasi Karakteristik Mikrokapsul Minyak BijiJinten Hitam
3.3.2.1 Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam Pengamatan dilihat secara langsung bentuk, warna, rasa dan bau dari mikrokapsul (Ansel, 1989 “telah diolah kembali”).
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
31
3.3.2.2 Pengukuran Diameter Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam Mikrokapsul minyak biji jinten hitam yang telah terbentuk dan telah disaring perlu diketahui diameternya. Sebanyak 20 mikrokapsul dari setiap formula diambil secara random, kemudian diameternya diukur menggunakan digimatic mikrometer sekrup (Gina, 2016).
3.3.2.3 Penentuan Rendemen Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam Rendemen sampel ditentukan dengan membandingkan bobot total mikrokapsul yang diperoleh terhadap bobot bahan pembentuk mikrokapsul. Ditimbang dan dicatat secara seksama natrium alginat, CaCl2, minyak biji jinten hitam, tragakan sebagai bobot bahan pembentuk mikrokapsul. Selanjutnya hasil beads mikrokapsul, ditimbang dan dicatat sebagai bobot total mikrokapsul yang diperoleh. Kemudian, dimasukkan ke dalam persamaan (Kumar et al., 2011). Faktor perolehan kembali dapat digunakan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
3.3.3
Wp
: Faktor perolehan kembali proses
Wm
: Bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt
: Bobot bahan pembentuk mikrokapsul
Validasi Metode
3.3.3.1 Kondisi Spektrofotometri UV Kondisi spektrofotometri UV adalah sebagai berikut: a. Spektrofotometri UV : Hitachi U-1290 b. Panjang gelombang : 200-400 nm c. Sistem optik : Spektrofotometer UV radiasi berkas ganda (double beam). d. Detektor : photomultiplier tube
3.3.3.2 Preparasi Standar Larutan induk minyak jinten hitam disiapkan dengan menimbang minyak jinten hitam sebanyak 50 mg dan dilarutkan dengan etanol dalam
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
32
labu ukur 50 ml sehingga konsentrasinya menjadi 1000 ppm. Kurva kalibrasi minyak jinten hitam diperoleh dengan mengencerkan larutan standar induk yang dibuat dengan berbagai macam konsentrasi yaitu 0 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm,300 ppm (v/v).
3.3.3.3 Spesivisitas Disiapkan
dengan
melarutkan
minyak
mikrokapsul minyak jinten hitam, dibuat
jinten
hitam
dan
masing-masing dalam 1000
ppm. Larutkan 50 mg minyak jinten hitam kedalam labu 50 ml dengan etanol. Kemudian larutkan mikrokapsul yang sudah digerus dengan etanol .Selanjutnya, dibuat campuran dari minyak biji jinten hitam dan mikrokapsul minyak jinten hitam tersebut dan dibaca kembali dengan menggunakan spektrofotometri UV pada rentang panjang gelombang 200500 nm. Sehingga didapatkan kurva dari campuran minyak biji jinten hitam dan mikrokapsul minyak biji jinten hitam (Wardani,2012).
3.3.3.4 Linearitas dan kurva kalibrasi Dibuat larutan standar dari minyak jinten hitam
dengan deret
konsentrasi minyak biji jinten hitam dari 100-300 ppm, yaitu pada konsentrasi 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, 250 ppm, dan 300 ppm dilakukan pengukuran dengan alat spektrofotometri UV-Vis kemudian dioalah dengan perangkat lunak pada alat yaitu dengan memplotkan konsentrasi pada sumbu x dan y sebagai absorbansi sehingga diperoleh r (koefisien korelasi) dari kurva kalibrasi. Selanjutnya pengukuran dilakukan secara berulang dengan syarat r = 0,995
3.3.3.5 (Limit of Quantification) LOQ dan (Limit of detection) LOD Dibuat larutan standar minyak jinten hitam yang mengacu pada kurva kalibrasi dari standar, didapatkan kurva kalibrasi kemudian pengukuran standar dilakukan dari konsentrasi tertinggi sampai dengan konsentrasi yang terendah sampai didapatkan batas dimana alat spektrofotometri UV-Vis tidak memberikan respon lagi kepada standar.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
33
LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linear dari kurva kalibrasi. Dapat dihitung dengan mengukur respon stadar beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon standar dengan formula di bawah ini:
Dimana Q = LOQ(batas kuantitasi), k = 10 untuk batas kuantitasi, 3 untuk batas deteksi, (Sy/x) adalah simpang baku residual, dan b adalah slope dari persamaan regresi.
3.3.3.6 Presisi Presisi dilakukan dengan mengukur deviasi dari niali absorbansi yang diperoleh untuk masing-masing konsentrasi. Pengukuran dilakukan secara berulang sebanyak 5 kali kemudian dicari rata-rata absorbansi dari konsentrasi tersebut dan dicari dengan standar deviasinya (ismail, dkk., 2015). Kemudian dihitung besarnya simpang deviasi dari masing-masing konsentrasi dengan rumus:
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, x merupakan rerata konsentrasi, dan N merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus:
Syarat dari nilai RSD adalah < 2%.
3.3.3.7 Analisis Kadar Minyak Jinten Hitam dan Efesiensi Penjerapan Mikrokapsul dalam Minyak Jinten Hitam Jumlah kadar minyak jinten hitam yang terjerap didalam mikrokapsul ditentukan secara langsung dengan cara menghitung kadar total terhadap kadar teoritis yang ditmbahkan kedalam formula.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
34
Sebanyak 100 mg mikrokapsul digerus dalam
etanol dengan
menggunakan lumpang kemudian dimasukkan kedalam labu 50 ml dan tambahkan etanol hingga tanda batas. Kemudian dari larutan tersebut diencerkan
menjadi
300
ppm
dan
larutan
diukur
asorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan minyak jinten hitam yang telah ditetapkan sebelumnya dan kemudian data absorbansi dihitung kadarnya menggunakan persamaan regresi linier dari kurva kalibrasi minyak jinten hitam dalam etanol, percobaan dilakukan secara berulang. Kadar obat dan efisiensi penjerapan kemudian dihitung menggunakan persamaan (Nadia A, dkk., 2011; Kundawala, dkk., 2011 dengan modifikasimetode) : % Kadar Minyak Jinten =
𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒎𝒊𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒊𝒌𝒓𝒐𝒌𝒂𝒑𝒔𝒖𝒍 𝒎𝒂𝒔𝒔𝒂 𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒎𝒊𝒌𝒓𝒐𝒌𝒂𝒑𝒔𝒖𝒍
x 100 %
𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒎𝒊𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒎𝒊𝒌𝒓𝒐𝒌𝒂𝒑𝒔𝒖𝒍
% Effisiensi Penjerapan = 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒎𝒊𝒏𝒚𝒂𝒌 𝒋𝒊𝒏𝒕𝒆𝒏 𝒉𝒊𝒕𝒂𝒎 𝒕𝒆𝒐𝒓𝒊𝒕𝒊𝒔 x 100 %
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
35
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatn Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam
Dalam
penelitian
ini
pembuatan
emulsi
dilakukan
untuk
membentuk menjadi mikrokapsul. Formulasi mikrokapsul dilakukan dalam beberapa variasi konsentrasi natrium alginatyaitu 0,45%, 0,5% dan 0,05%, setiap formula dibuat dalam 10 gram. Selanjutnya emulsi yang terbentuk dilakukan uji sentrifugasi, sentrifugasi merupakan alat yang sangat berguna untuk mengevaluasi dan meramalkan shelf-life sediaan emulsi dengan mengamati pemisahan fase terdispersi karena pembentukan krim atau penggumpalan (Suraweera, 2014) uji sentrifugasi dilakukan selama 3 menit dengan kecepatan 3500 ppm pada alat sentrifugasi. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Sentrifugasi Minyak Biji Jinten Hitam
Menit
0
3
Hasil Uji Sentrifugasi Emulsi Minyak Biji Jinten Hitam Na alginat 0,45 Na alginat 0,5 Na alginat 0,55 Emulsi yang Emulsi yang Emulsi yang terbentuk homogen terbentuk homogen terbentuk homogen dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada pemisahan antara 2 pemisahan antara 2 pemisahan antara 2 fase (minyak dan fase (minyak dan fase (minyak dan air) air) air) Emulsi yang Emulsi yang Emulsi yang terbentuk homogen terbentuk homogen terbentuk homogen dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada pemisahan antara 2 pemisahan antara 2 pemisahan antara 2 fase (minyak dan fase (minyak dan fase (minyak dan air) air) air)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
36
Formula I
Formula II
Formula III
Gambar 4.1 Hasil Uji Sentrifugasi Minyak Biji Jinten Hitam
Prinsip uji sentrifugasi ini adalah penggunaan gaya sentrifugal yang dipercepat untuk memisahkan dua atau lebih substansi yang memiliki perbedaan densitas seperti antar cairan dengan cairan, cairan dengan solid,yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi umur simpan emulsi dengan mengamati pemisahan fase yang terdispersi (El-sayed dan mohammad,2014). Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa pada emulsi sebelum dan sesudah dilakukan sentrifugasi tidak terjadi pemisahan fase (minyak dan bagian bawah air) dimana hal ini menyatakan kestabilan dari emulsi yang menyebabkan waktu simpan minyak jinten hitam yang cukup panjang.
4.2
Evaluasi Minyak Biji Jinten Hitam
4.2.1
Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam Pengamatan organoleptis dari minyak biji jinten hitam meliputi warna, bau dan pemisahan. Hasil pengamatan organoleptis emulsi minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada Tabel 4. 2
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
37
Tabel 4.2 Pengamatan Organoleptis Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel FI
FII
FIII
Hasil Organoleptis Mikrokapsul MBJH Warna
Bau
Gambar
Kuning
Khas minyak
kecoklatan
jinten hitam
Kuning
Khas minyak
kecoklatan
jinten hitam
Kuning
Khas minyak
kecoklatan
jinten hitam
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pengamatan organoleptis dari mikrokapsul minyak biji jinten hitam tidak ada perubahan pada warna dan bau.Warna dari mikrokapsul minyak bijijinten hitam tetap kuning kecoklatan dan tidak mengalami perubahan , serta bau dari mikrokapsul minyak biji jinten hitam tetap bau khas minyak jinten hitam .
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
38
Gambar 4.2 Pembentukan Mikrokapsul (Sumber : www.stepshealth.us)
Berdasarkan Gambar 4.2 dapat diketahui proses pembentukan mikrokapsul dengan metode gelasi ionik akan membentuk beads yang bulat. Dan warna kuning kecoklatan pada hasil penelitian diperoleh dari minyak jinten yang ditambahkan kedalam formula.
4.2.2
Pengukuran Diameter Mikrokapsul Minyak Jinten Hitam Distribusi
ukuran
partikel
merupakanevaluasi
fisik
pada
mikrokapsul yang ditujukan untuk mengetahui dimeter rata-rata pada mikrokapsul. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan mikrometer sekrup. Distribusi ukuran partikel dari tiapformula dapat dilihat pada Tabel 4.3 . Berdasarkan datatersebut diperoleh diameter rata-rata dari tiap formula. Pada F1 diperoleh diameter rata-rata sebesar 1,8225 mm, selanjutnya pada F II diperoleh diameter rata-rata sebesar 2,076 mm dan pada F III diperoleh diameter rata-rata sebesar 2,1825 mm.
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa diameter diperoleh dari setiap formula tidak seragam. Adanya perbedaan diameter rata-rata partikel yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbandingan jumlah polimer yang digunakan.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
39
Semakin banyak polimer yang digunakan maka ukuran partikel akan semakin besar (Rosida,2010).
Tabel 4.3 Pengukuran diameter mikrokapsul minyak jinten hitam Formula I Formula II Formula III
Diameter(mm)
Rata-rata
1,85
1,95
2,31
1,83
1,93
2,34
1,8
2,32
2,40
1,73
1,78
2,32
1,79
1,32
1,98
1,75
1,34
2,10
1,94
2,41
2,35
1,76
2,35
1,92
1,96
2,3
2,15
1,97
1,96
2,20
1,73
2,35
1,90
1,97
1,89
1,98
1,81
2,43
2,34
1,85
2,36
2,17
1,85
1,94
2,35
1,76
2,45
2,10
1,80
1,90
2,22
1,73
2,35
2,35
1,82
2,21
1,97
1,75
1,98
2,20
1,8225
2,076
2,1825
Ukuran mikrokapsul yang beragam dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi polimer,jarak antara jarum suntik dan larutan pembentuk mikrokapsul,perbedaan tekanan saat pembentukan mikrokapsul melalui syringe, tinggi rendahnya posisi syringe saat menjatuhkan mikrokapsul kedalam CaCl2, maupun ukuran diameter
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
40
syringe yang digunakan dalam proses ini (Jankowski,T., M. Zielinski; A.Wysakowska, 1997 dalam solanki, Himansu K, dkk., 2013). Semakin besar nomor syringe yang digunakan, semakin kecil ukuran mikrokapsul yang akan dihasilkan. Bentuk mikrokapsul dapat terbentuk homogen jika digunakan alat peristaltic pump sehingga memudahkan dalam pengerjaan proses enkapsulasi dengan metode ini.
4.2.3
Rendemen Sampel Setelah mikrokapsul minyak biji jinten hitam terbentuk,selanjutnya dihitung randemen sample atau nilai perolehan kembali (PK). Nilai rendemen samplemerupakan faktor yang penting untuk mengetahui metode yang digunakansudah baik atau tidak (Rosidah, 2010). Nilai perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan total mikrokapsul yang diperoleh terhadap total zat aktif dengan polimer yang digunakan pada pembuatan mikrokapsul (Kumar, dkk., 2011). Dalam pembuatan mikrokapsul dengan metode gelasi ionik, mikrokapsul yang terbentuk dibandingkan dengan total bahan pembentuk mikrokapsul diantaranya natrium alginat,tragakan, airdan minyak biji jinten hitam. Tabel 4.4 data uji perolehan kembali mikrokapsul minyak biji jinten hitam
Formula Formula I Formula II Formula III
Berat zat aktif
Berat mikrokapsul yang diperoleh(g)
Rendemen mikrokapsul
7
3
6,715
67,15%
7
3
6,69395
66,93%
7
3
7,355
73,55%
Berat polimer dan air
Dari perhitungan nilai rendemen diperoleh persentase FI sebesar 67,15%, pada F II sebesar 66,93%, dan pada F III 73,55%. Nilai rendemen pada FIII lebih besar dari FII, dan FII lebih rendah dari FI. Adanya
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
41
perbedaan ini dipengaruhi oleh volume yang berbeda dari tiap formula partikel (FIII> FI > FII) . Hasil persentase nilai rendemen yang berbeda disebabkan banyak dispersi natrium alginat-minyak jinten menempel pada alat yang menyebabkan banyak dispersi terbuang dan membuat rendemen yang diperoleh sedikit dan tidak seragam.
4.3
Validasi Metoda Minyak Biji Jinten Hitam
4.3.1
Spesivisitas Uji selektifitas dari minyak biji jinten hitam
bertujuan untuk
mengetahui perubahan maupun pergeseran panjang gelombang minyak biji jinten hitam tersebut terhadap akibat penambahan mikrokapsul minyak biji jinten hitam. Karena pada dasarnya minyak biji jinten hitam tersebutlah yang sering digunakan sebagai pengganti mikrokapsul pada sediaan yang ada. Hal tersebut menandakan bahwa minyak biji jinten hitam tidak memberikan pengaruh bentuk apapun terhadap panjang gelombang mikrokapsul minyak biji jinten hitam, dapat dilihat pada Gambar 4.3 Panjang gelombang minyak biji jinten hitam dan mikrokapsul minyak biji jinten hitam dibuat dalam konsentrasi masing-masing sebesar 1000 ppm (Aulia, 2016)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
42
Gambar 4.4 Spektrum Panjang Gelombang Minyak Biji Jinten Hitam dalam 1000 Ppm
Gambar 4.5 Spektrum Panjang Gelombang Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam dalam 1000 ppm
4.3.2
Linearitas dan Kurva Kalibrasi linearitas dari minyak jinten hitam diperoleh dengan membuat seri konsentrasi yaitu 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm,250 ppm, dan 300 ppm pada
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
43
panjang gelombang 252 nm. Selanjutnya dimasukkan dalam ms. Excel untuk memperoleh persamaan linear dari minyak jinten hitam dengan pelarut etanol . Tabel 4.5 konsentrasi standar minyak biji jinten hitam
X (konsentrasi) 0 100 150 200 250 300
Y (absorbansi) 0,000 0,2557 0,387 0,52 0,626 0,774
0,9 0,8 0,7 Absorbansi
0,6 0,5 y = 0,0026x - 0,00005 R² = 0,9998
0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1 0
50
100
150
200
250
300
350
Konsentrasi (g/mL)
Gambar 4.6 Kurva Kalibrasi Minyak Biji Jinten Hitam
Pembuatan daerah linier bertujuan untuk mengetahui daerah rentang kerja yang baik dari kelinearan standar minyak biji jinten hitam .hal ini perlu untuk dilakukan agar mendapatkan metode validasi yang tepat dari analisi suatu analit.hasil diatas diperoleh persamaan linear y= 0,0026x – 0,00005 dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 09998. Menurut harmita (2004), nilai koefisien korelasi diharapakan mendekati 1 atau diats 0,995 untuk mendapatkan suatu metode analisis yang baik.oleh sebab itu metode analisis dari minyak biji jinten hitam ini sudah dianggap baik dan memenuhi syarat( Aulia, 2016)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
44
4.3.3
Presisi Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Nilai presisi diwakilkan oleh nilai simpangan deviasi (SD) dan % simpangan deviasi relative (%SRD) dari keterulangan (repeatability). Makin kecil nilai koefisien variasi setelah pengulangan maka semakin bagus presisinya. Analisis kuantitatif pada uji presisi ini digunakan dengan metode base-line (Aulia, 2016) Tabel 4.6 Hasil uji presisi minyak biji jinten hitam
konsentrasi 100 ppm
Absorbansi 0,264 0,271 0,267 0,266 0,272
SD 0,003
%RSD 1,265
Uji presisi dilakukan dengan mengukur konsentrasi minyak biji jinten hitam 100 ppm dari larutan induk 1000 ppm,selanjutnya pengukuran diulangi sebanyak 5 kali untuk mengetahui ketelitian dari instrumen .hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.6 . Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa persentase simpangan deviasi relativnya kurang dari standar yang telah ditetapkan yaitu kurang dari 2 % ,sehingga kesimpulan yang dapat ditarik adalah alat spektrofotometri UV cukup baik untuk digunakan ( Anis, 2016) 4.3.4
LOQ (Limit of Quantitation) dan LOD (Limit of detection) Dari hasil persamaan linier minyak jinten hitam yaitu y = 0.0026x 0,00005, dapatdicari batas deteksi maupun batas kuantisasinya. Dimana batas deteksi merupakan konsentrasi analit terendah yang mampu menghasilkan signal cukup besar sehingga mampu terdeteksi dan dapat dibedakan dengan signal blanko dengan tingkat kepercayaan 99%. Batas deteksi konsentrasi analit dari minyak jinten hitam tersebut adalah 10,13ppm dan batas kuantitasasinya adalah 30, 72 ppm. Hasil data LOQ dan LOD dapat dilihat pada Tabel 4.8 (Anis, 2016)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
45
Tabel 4.7 LOD dan LOQ untuk persamaan minyak biji jinten hitam
x
Y
y1
(y-y1)^2
LOQ
LOD
0
0
-0,00005
2,5 x 10-9
30,726
10,139
100
0,255
0,25995
1,83469 x 10-5
150
0,387
0,38995
1,07803 x 10-5
200
0,520
0,51995
2,5 x 10-9
250
0,636
0,64995
1,94603 x 10-4
300
0,774
0,77995
3,15469 x 10-5
4.4 Efisiensi Penjerapan Pengukuran kadar minyak biji jinten hitam dalam mikrokapsul minyak biji jinten hitam dilakukan pada 3 formula yaitu dengan variasi konsesntrasi natrium alginat 0,45%, 0,5%, dan 0,55% dan dibuat sebanyak 10 gram. Kandungan minyak biji jinten hitam akan digunakan untuk menentukan efisiensi penjerapan mikrokapsul minyak biji jinten hitam. Hasil penetapan kandungan minyak biji jinten hitam dan efisien penjerapan mikrokapsul minyak biji jinten hitam dapat dilihat pada Tabel 4.9 Hasil penetapan kandungan minyak biji jinten hitam menunjukkan bahwa kandungan minyak biji jinten hitam pada formula 1 sebesar 33,572%, formula 2 sebesar 38,596 %, dan formula 3 sebesar 31,630%. Adanya minyak terperangkap yang rendah menunjukkan bahwa jumlah minyak jinten yang terlindungi oleh polimer juga rendah. Namun menurunnya kadar minyak biji jinten hitam pada formula III diduga karena lebih besarnya konsentrasi natrium alginat sehingga menyebabkan semakin rapatnya densitas bahan penyalut, mengakibatkan minyak lebih sukar masuk dan menyebabkan kadar minyak yang tersalut menjadi lebih sedikit. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan mikrokapsul natrium alginat yang mengandung minyak jinten hitam dengan menggunakan metode gelasi ionik. Nilai efisiensi penjerapan dari tiap formula FI, FII, dan FIII dibuat dalam 2 batch, nilai efisiensi FI adalah 75,146%, Kemudian nilai efisiensi FII adalah 86,590% dan efisiensi formula ketiga adalah 77,547%. Tujuan
dilakukannya evaluasi efisiensi penjerapan zat aktif di dalam mikrokapsul
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
46
yaitu untuk mengetahui kemampuan polimer dalam menjerap zat aktif dan mengetahui efisiensi dari metode yang digunakan. Hasil dari nilai efisiensi penjerapan FII lebih besar dari FI dan FIII. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada FII memiliki kemampuan dapat menjerap minyak biji jinten hitam paling baik. Tabel 4.8 Hasil Penetapan Kandungan Minyak Biji Jinten Hitam dan Efisien Penjerapan Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
Formula
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Berat Mikrokapsul (mg)
Kandungan (mg)
Kandungan (%)
Efisiensi penjerapan mikrokapsul (%)
6715
2254,38
33,572
75,146
6693
2636,55
38,596
86,590
7355
2326,41
31,630
77,547
Dari data diatas dapat diketahui bahwa peningkatan konsentrasi polimer natrium alginat akan meningkatkan minyak biji jinten hitam yang terjerap pada alginat. Pada tabel 4.9 menunjukkan hasil efisiensi penjerapan yang meningkat dengan meningkatnya konsentrasi natrium alginat . Efisiensi penjerapan dipengaruhi oleh beberapa parameter salah satunya yaitu perbandingan konsentrasi polimer dan konsentrasi. Efisiensi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi polimer (Mehta, dkk., 1996; rafati, dkk., 1997; li, dkk.,1997). Ketika konsentrasi polimer natrium alginat meningkat dari 0,45% menjadi 0,5% efisiensi yang diperoleh 75,146% dan 86,590% . Viskositas yang tinggi dan pembentukan kepadatan
yang cepat pada fase dispersi berpengaruh untuk mengurangi porositas dinding mikrokapsul (schlicher, dkk.,1997). Konsentrasi polimer yang tinggi mempengaruhi efisiensi melalui berbagai cara , yaitu : pertama, ketika konsentrasinya tinggi polimer akan mengendap lebih cepat pada permukaan fase dispersi sehingga mencegah minyak berdifusi keluar (Rafati, dkk.,19997). Cara kedua yaitu konsentrasi polimer alginat yang tinggi akan meningkatkan viskositas larutan dan
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
47
menunda difusi obat melalui droplet-droplet polimer.(Bodmeier and McGinity, 1989) dan cara terakhir yaitu konsentrasi polimer alginat yang tinggi akan meningkatkan ukuran mikrokapsul sehingga menghasilkan sedikitnya minyak yang terbuang pada permukaan mikrokapsul ketika terjadinya proses pencucian. Sedangkan jika ukuran mikrokapsul yang kecil maka minyak yang terbuang saaat pencucian akan tinggi dan menghasilkan efisiensi yang rendah. Pada hasil analisis diketahui bahwa efisiensien
kapsulasi
dipengaruhi oleh konsentrasi alginat yang digunakan. Pada Tabel 4.9 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai efisiensi enkapsulasi seiring dengan peningkatan konsentrasi alginat, namun mengalami penurunan pada konsentrasi alginat 0,55%. Hal ini disebabkan karena semakin besar konsentrasi alginat maka akan semakin banyak ikatan antara gugus karboksilat dari alginat dengan ion Ca2+.Semakin banyaknya ikatan maka struktur ikatan akan semakin rumit yang mengakibatkan semakin kecil pori yang terbentuk sehingga terjadinya penurunan porositas. Alginat dapat memperbaiki struktur ikatan silang di dalam gel tetapialginat sendiri memiliki sifat menyerap air sehingga pada saat konsentrasi alginat yang tinggi titik pecah gel akan makin kecil. Semakin besar konsentrasi alginat maka akan semakin banyak ikatan yang terjadi dengan Ca2+ sebagai pengikat silang, sehingga gel menjadi lebih kaku dan kekuatan mekaniknya akan semakin besar karena ikatan semakin banyak. Namun konsentrasi alginat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan minyak akan semakin sulit untuk terlepas dari butiran (Pupuh Findia, dkk., 2014)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
48
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian , dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variasi konsentrasi natrium alginat terhadap formula ini akan mempengaruhi konsentrasi minyak biji jinten hitam yang terjerap dengan metode gelasi ionik. 2. Semakin tinggi konsentrasi natrium alginat yang digunakan dengan metode gelasi ionik
pada formula ini akan meningkatkan efisiensi
penjerapan, namun jika konsentrasi alginat ditingkatkan lagi ketika sudah mencapai kondisi optimum maka efisiensi penjerapannya akan menurun. 5.2 Saran Adapun saran dari penulis yaitu : 1. Perlu dilakukan pengajuan terhadap karakteristik lebih lanjut terkait pengeringan mikrokapsul. 2. Perlu dilakukan optimasi untuk minyak biji jinten hitam agar mendapatkan nilai efisiensi penjerapan yang baik
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
49
DAFTAR PUSTAKA Aftab Ahmad, Asif Husain, Mohd Mujeeb.2013.A Review On Therapeutic Potential Of Nigella Sativa: A Miracle Herb.India .Asian Pac J Trop Biomed. Mei 2013; 3(5): 337–352 Poshadri And Aparna Kuna.2010. Microencapsulation Technology: A Review.Nutriplus, International Crops Research Institute for Semi-Arid Tropics, Hyderabad Post Graduate & Research Centre, ANGR Agricultural University, Hyderabad.J.Res. ANGRAU 38(1)86-102 Departemen Kesehatan Republik Indonesia .1995. Materia Medika Indonesia Jilid III.jakarta :Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Emad A. Soliman, Ahmed Y. El-Moghazy.2013. Microencapsulation of Essential Oils within Alginate: Formulation and in Vitro Evaluation of Antifungal Activity.Alexandria.Journal of Encapsulation and Adsorption Sciences, 2013, hal: 48-55. Eng-Seng Cha. 2011. Preparation of Ca-alginate beads containing high oil content: Influence of process variables on encapsulation efficiency and bead properties. Malaysia : School of Engineering, Monash University.2011: 1267-1275 Faris Q Alenzi, Mohammad A Alsakran Altamimi.2013. Antioksidant Properties Of Nigella Sativa .Saudi Arabia. J ,Mol Genet Med 2013. Ghosh, S.K., 2006. Functional Coatings and Microencapsulation: A general Prespecive. In Functional Coating by Polymer Microencapsulation. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA. Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Majalah ilmu kefarmasian, Vol. I, No. 3, Hal 117-135. Ismail, Almonen, Alfidah, Izzati. 2015. Method Development and Validation using UV Spectrophotometry for Nigella sativa Oil Microparticles Quantification. Journal of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 5 (09):082088 Kumar, S.V., Shelke, N.B., Prasannakumar, S., Sherigara, B.S., andAminabhavi, T.M. (2011) Journal of Polymer Research, 18, 359–366. Kumalasari, Hilda. 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, Sebagai Alternatif Metoda Oven dan Karl Fischer. Tesis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor: tidak diterbitkan
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
50
Lachman, L., Lieberman , H. A., Kaning, J.L 1994. Teori dan praktek farmasi industri, edisi ketiga. jakarta:Universitas Indonesia Press. Nickavar B. 2003. Chemical Composition of the Fixed and Volatile Oil of Nigella sativa L. from Iran. Z. Naturforsch, 58c: 629-631
Nugraheni ade, Yunarto nanang, Sulistyaningrum.2015. Optimasi Formula Mikroenkapsulasi Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan Penyalut Berbasis Air .Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,Kementerian Kesehatan, Indonesia. Jurnal Kefarmasian IndonesiaVol.5 No.2-Agustus. 2015:98-105 N. Venkata Naga Jyothi, Muthu, Narayan. 2010. Microencapsulation techniques, factors influencing encapsulation efficiency. India : Department of Pharmaceutics, Hindu College of pharmacy. Journal of Microencapsulation, 2010; 27(3): 187–197 Pablo
Teixeira, Lucy, Cristiano. 2014. Microencapsulation: concepts, mechanisms, methods and some applications in food technology. Ciência Rural, Santa Maria. Vol. 44, no. 7, juli 2014, 1304-1311
Ram Chand Dhakar. 2010. Variables Influencing the Drug Entrapment Efficiency of Microspheres: aPharmaceutical Review. India : Dept. of Pharmacy, IECCET, KP-I, G. Noida. Der Pharmacia Lettre, 2010, 2(5): 102-116 Rajsekhar, Saha ,Bhupendarkuldeep. 2011. Pharmacognosy and pharmacology of nigella sativa –a review. India.2(11), 36-39. Rosida, Idah. 2010. Mikroenkapsulasi fraksi aktif dari herba sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang berkhasiat sitotoksik dengan metode semprot kering. Depok : FMIPA, Universitas Indonesia. Sugindro, Etik, Joshita. 2008 pembuatan dan mikroenkapsulasi ekstrak etanol biji jinten hitam pahit (Nigella sativa L).Lembaga Biomedis Direktorat Kesehatan TNI-AD, Jakarta Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Farmasi dan Medika BPPT ,Departemen Farmasi FMIPA-UI, Kampus UI, Depok.Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 2, Agustus 2008, 57 – 66 Supriyadi dan Rujita Sakha A.2013. Karakteristik mikrokapsul minyak atsiri lengkuas dengan maltodekstrin sebagai enkapsulan.Fakultas Teknologi Pertanian ,Universitas Gadjah Mada ,Yogyakarta.J.Teknoldan industri pangan , vol 24 No .2 Srifiana yudi. 2013. Mikroenkapsulasi ketoprofen dengan metode koaservasi menggunakan pragelatinisasi pati singkong dan metode semprot kering menggunakan pragelatinisasi pati singkong ftalat sebagai eksipien penyalut.Fakultas Farmasi Program Studi Magister Ilmu Kefarmasian Depok
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
51
Tubesha, Zaki. 2013. Characterization and Stability Evaluation of Thymoquinone Nanoemulsions Prepared by High-Pressure Homogenization. Malaysia: Hindawi Publishing Corporation Journal of Nanomaterials Volume 2013.Hal 6.
VJ Mohanraj and Y Chen.2006. Nanoparticles – A Review.Faculty of Pharmacy, University of Benin, Benin City, Nigeria.Tropical Journal of Pharmaceutical Research, Juni 2006; 5 (1): 561-573 © Pharmacotherapy Group Wafa.2015.Uji Stabilitas Fisik Dan Komponen Kimia Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella Sativa L) Tipe Minyak Dalam Air Dengan Penambahan Antioksidan (Butylated Hidroxytoluene) .jakarta .Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Tubesha, Zuki Abu Bakar, dan Maznah Ismail.2013.Characterization and Stability Evaluation of Thymoquinone Nanoemulsions Prepared by HighPressure Homogenization. Malaysia .Hindawi Publishing Corporation Journal of Nanomaterials Volume 2013, Article ID 453290, 6 pages .
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
52
Lampiran 1 . Alur Penelitian
Penyiapan Alat Dan Bahan
Pembuatan mikrokapsul minyak biji jinten hitam
Penentuan kandungan Evaluasi mikrokapsul minyak biji jinten
Validasi metoda analisis
biji jinten hitam
Uji perolehan
Spesivisitas
kembali
Operating time
Pengukuran
Linearitas dan kurva kalibrasai
diameter
penjerapan mikrokapsul minyak
hitam
dan efisiensi
partikel
LOD dan LOQ
Pengamatan
Presisi
organoleptis
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
53
Lampiran 2. Contoh Perhitungan Formula Mikrokapsul Minyak Biji Jinten Hitam
1. Formula minyak biji jinten hitam dalam 10 gram Formula 1( %) Minyak Biji Jinten
Formula 1 (gram)
30
3
Na Alginat
0,45
0,045
Tragakan
0,3
0,03
Aquades
Add 100 %
6,925
Formula 2( %)
Formula 2 (gram)
30
3
Na Alginat
0,5
0,05
Tragakan
0,3
0,03
Aquades
Add 100 %
6,92
Formula 3( %)
Formula 3 (gram)
30
3
Na Alginat
0,55
0,055
Tragakan
0,3
0,03
Aquades
Add 100 %
6,915
Hitam
Minyak Biji Jinten Hitam
Minyak Biji Jinten Hitam
2. Pembuatan larutan CaCl2 0,05 M Mula-mula dilakukan perhitungan untuk mendapatkan bobot CaCl2 0,5 M yang diperlukan pada pembuatan larutan CaCl2 0,5 M sebanyak 50 ml. 𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠(𝑀) = 0,5 𝑀 =
bobot (gram ) Mr CaCl 2
1000
𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙 )
bobot (gram) 1000 𝑥 111 50 ml
Bobot (gram) = 2,775 gram
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
54
Maka, larutan CaCl2 0,5 M dibuat dengan cara mencampurkan 2,775 gram CaCl2 dengan aquadest. Pencampuran dilakukan di dalam beker gelas, kemudian dilarutkan dengan aquades hingga batas 50 mL. Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Larutan Untuk Kurva Kalibrasi
Larutan induk 1000ppm Sebanyak 50 mg minyak biji jinten hitam dilarutkan dengan etanol
pro analisis dalam labu ukur 50 ml hingga tanda batas volume.
Larutan 100 ppm V1 . N1 = V2 . N2 1000 ppm . x ml = 100 ppm . 10 ml 𝑥𝑚𝑙=100 𝑝𝑝𝑚 .10𝑚l/ 1000 𝑝𝑝𝑚 X =1ml = 1000μ𝑙 Dipipet sebanyak 0,001 μ𝑙 larutan induk ,lalu tambahkan etanol
pro analisis kedalam tube 10ml hingga tanda batas.
Standar 150 ppm V1 . N1 = V2 . N2 1000 ppm . x ml = 150 ppm . 10 ml 𝑥𝑚𝑙=150 𝑝𝑝𝑚 .10 𝑚𝑙/ 1000 𝑝𝑝𝑚 X =1,5𝑚𝑙 =1500 μ𝑙 Dipipet sebanyak 1500 μ𝑙 larutan induk ,lalu tambahkanetanol
proanalisis kedalam tube 10ml hingga tanda batas.
Standar 200 ppm V1 . N1 = V2 . N2 1000 ppm . x ml = 200 ppm . 10 ml 𝑥𝑚𝑙=200 𝑝𝑝𝑚 .10𝑚𝑙/ 1000 𝑝𝑝𝑚 X =2 𝑚𝑙=2000 μ𝑙 Dipipet sebanyak 2000 μ𝑙 larutan induk ,lalu tambahkanetanol
proanalisis kedalam tube 10ml hingga tanda batas.
Standar 250 ppm V1 . N1 = V2 . N2 1000 ppm . x ml = 250 ppm . 10 ml
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
55
𝑥 𝑚𝑙=250𝑝𝑝𝑚 .10𝑚𝑙/1000 𝑝𝑝𝑚 X =2,5𝑚𝑙 = 2500 μ𝑙 Dipipet sebanyak 2500 μ𝑙 larutan induk ,lalu tambahkanetanol proanalisis kedalam tube 10ml hingga tanda batas.
Standar 300 ppm V1 . N1 = V2 . N2 1000 ppm . x ml = 300 ppm . 10 ml 𝑥𝑚𝑙=300𝑝𝑝𝑚 .10𝑚𝑙/ 1000 𝑝𝑝𝑚 X =3𝑚𝑙 =3000 μ𝑙 Dipipet sebanyak 3000 μ𝑙 larutan induk ,lalu tambahkanetanol
proanalisis kedalam tube 10 ml hingga tanda batas. Lapiran 4. Uji linearitas dan kurva kalibrasi Absorbansi
Konsentrasi
Rata – rata
1
2
3
absorbansi
100
0,220
0,272
0,273
0,256
150
0,351
0,404
0,405
0,387
200
0,480
0,545
0,535
0,520
250
0,604
0,657
0,647
0,636
300
0,741
0,775
0,807
0,774
Absorbansi
(μg/ml)
0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1 0
y = 0,0026x - 0,00005 R² = 0,9998
50
100
150
200
250
300
350
Konsentrasi (g/mL)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
56
Lampiran 5. LOD dan LOQ X
Y
y1
(y-y1)^2
LOQ
LOD
0
0
-0,00005
2,5 x 10-9
30,726
10,1395
100
0,255
0,25995
1,83469 x 10-5
150
0,387
0,38995
1,07803 x 10-5
200
0,520
0,51995
2,5 x 10-9
250
0,636
0,64995
1,94603 x 10-4
300
0,774
0,77995
3,15469 x 10-5
S(x/y)
:
LOD
:
LOQ
:
y−y1 2
=
𝑛 −2 3.S(x /y) b
=
10.S(x /y) 𝑛 −2
0,000255282 4
3.0,007988768
=
0,0026
= 10,1395
10.0,007988768 0,0026
= 0,00798
= 30,726
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
57
Lampiran 6. Spektrum Panjang gelombang mikrokapsul minyak biji jinten hitam 1000 ppm
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
58
Lampiran 7. Spektrum Panjang gelombang minyak biji jinten hitam 1000 ppm
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
59
Lampiran 9. Contoh Perhitungan rendemen sample Data uji rendemen sample dari mikrokapsul minyak biji jinten hitam
Formula
Berat polimer dan air
Berat zat aktif
Berat mikrokapsul yang diperoleh(gr)
Persen perolehan kembali
7
3
6,715
67,15%
7
3
6,69395
66,93%
7
3
7,355
73,55%
Formula I Formula II Formula III
Keterangan : Wp
: Faktor perolehan kembali proses
Wm
: Bobot mikrokapsul yang diperoleh
Wt
: Bobot bahan pembentuk mikrokapsul
Formula I
=
Formula II
=
Formula III
=
6,715 10
x 100% = 67,15%
6,69395 10 7,355 10
x 100% = 66,93%
x 100% = 73,55%
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
60
Lampiran 10. Penetapan kandungan kadar dan efisiensi penjerapan mikrokapsul minyak biji jinten hitam
Absorbansi
FI
Konsentrasi(mg)
Batch 1
Batch 2
0,257
0,253
0,265
0,265
0,267
0,264
Kadar (mg)
0,300
0,301
0,302
0,310
0,301
F II
Batch 2
Batch 1
Batch 2
Batch 1
98,8461 54 101,923 08 102,692 31
97,3269 231 101,942 308 101,557 692
2225,52 1154 2294,79 8077 2312,11 7307
2165,68 6 2268,38 6 2259,82 8
32,9487 32,442 2 31 33,9743 33,980 6 77 34,2307 33,852 7 56 33,57158
2589,08 5288 2606,34 2981 2597,71 4135
39,6217 9 38,5961 5
2284,95 2789 2257,09 3173 2331,38 5481
31,1602 6 31,5448 8
118,865 3846 115,788 4615 119,25
115,403 8462 116,173 0769 115,788 4615
2637,78 12 2569,50 0179 2646,31 6328
Rata-rata % kadar formula II 0,243
0,246
0,246
0,243
0,251
0,251
F III
Batch
Batch 1
Rata –rata % kadar formula I 0,309
Kadar %
93,4807 6923 94,6346 1538 96,5576 9231
94,6346 1538 93,4807 6923 96,5576 9231
2326,58 1025 2355,29 8339 2403,16 0528
Rata – rata % kadar formula III
2
38,467 95 38,724 36 38,596 39,75 15 38,9594
31,544 87 31,160 26 32,185 32,1859 9 31,63035
Contoh perhitungan kandungan dan efisiensi penjerapan MBJH Persamaan regresi linear: y= 0.0026x - 0.00005 Seluruh hasil perolehan mikrokapsul ditimbang, untuk formula 1 batch 1 yaitu 6,7545 gram dan untuk batch 2 yaitu 6,6755 gram digerus dan dilarutkan dengan
etanol hingga 50 mL. Kemudian dari larutan 50 mL dilarutkan dengan etanol hingga 10 mL.
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
61
Formula 1
Pengenceran Batch 1 6,7545gram dilarutkan dengan etanol hingga 50 ml 6,7545 gram
50 ml
=
6754500 g
50 ml
= 135090 ppm
130000 ppm diencerkan menjadi 300 ppm V1 × M1 = V2 × M2 V1 × 135090 = 300 × 10 Volume = 0,02220 ml = 22,20 l 22,20 l ditambahkan dengan etanol hingga 10 ml
Pengenceran Batch 2 6,6755gram dilarutkan dengan etanol hingga 50 ml 6,6755gram
50 ml
=
6675500 g 50 ml
= 133510 ppm
133510 ppm diencerkan menjadi 300 ppm V1 × M1 = V2 × M2 V1 × 133510 = 300 × 10 Volume = 0,022470ml = 22,47l 22,47l ditambahkan dengan etanol hingga 10 ml
Batch 1 Absorbansi 1 = 0,257 Konsentrasi: y = 0.0026x - 0.00005 0,257 = 0.0026x - 0.00005 x = 98,846 ppm Rumus Kadar = x × fp × M Keterangan x = Konsentrasi fp = Faktor Pengenceran M = Volume larutan Induk Rumus Efisiensi Penjerapan Efisiensi Penjerapan (%)
𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑘𝑎𝑝𝑠𝑢𝑙 = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 × 100% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑗𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
62
kadar dalam 50 mL kadar =
10 𝑥 0,022
0,257∓0,00005
50
0,0026 𝑥 1000
kadar = 2225,52mg bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6754,5 mg % kadar =
2225 ,52 mg 6754,5 mg
x 100%
= 32,95 % % Efisiensi Penjerapan =
2225 ,52 mg 3000 mg
x 100%
= 74,184 % Absorbansi 2 = 0,265 Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005 0,265 = 0.0026x - 0.00005 x = 101,923ppm kadar dalam 50 mL kadar =
0,265∓0,00005
10 𝑥 0,022
50
0,0026 𝑥 1000
kadar = 2294,79 mg bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6754,5 mg 2294,79mg
% kadar = 6754,5
mg
x 100%
= 33,974 % % Efisiensi Penjerapan =
2294,79 mg
3000 mg
x 100%
= 76,493 % Absorbansi 3 = 0,267 Konsentrasi: y = 0.0026x - 0.00005 0,267= 0.0026x - 0.00005 x = 102,692 ppm kadar dalam 50 mL kadar =
0,267∓0,00005
10 𝑥 0,022
50
0,0026 𝑥 1000
kadar = 2312,11 mg bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6754,5 mg
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
63
% kadar =
2312,11 mg 6754,5 mg
x 100%
= 34,230% % Efisiensi Penjerapan =
2312,11 mg
3000 mg
x 100%
= 77,07 %
Batch 2 Absorbansi 1= 0,253 Konsentrasi: y = 0.0026x - 0.00005 0,253= 0.0026x - 0.00005 x= 97,32692 ppm kadar dalam 50 mL kadar =
0,253∓0,00005
10 𝑥 0,02247
50
0,0026 𝑥 1000
kadar = 2165,68 mg bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6675,5 mg 2165,68 mg
% kadar = 6675,5
mg
x 100%
= 32,442% % Efisiensi Penjerapan =
2165,68 mg
3000 mg
x 100%
= 72,189% Absorbansi 2 = 0,265 Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005 0,265= 0.0026x - 0.00005 x= 101,94 ppm kadar dalam 50 mL kadar =
0,265 ∓0,00005
10 𝑥 0,02247
50
0,0026 𝑥 1000
kadar =2268,386 mg bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6675,5 mg % kadar =
2268,386 mg 6675,5 mg
x 100%
= 33,980%
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
64
% Efisiensi Penjerapan =
2268,386
mg
3000 mg
x 100%
= 75,612 % Absorbansi 3 = 0,264 Konsentrasi: y= 0.0026x - 0.00005 0,264= 0.0026x - 0.00005 x= 101,557 ppm kadar dalam 50 mL kadar =
0,264 ∓0,00005
10 𝑥 0,02247
50
0,0026 𝑥 1000
kadar = 2231,30 mg bobot mikrokapsul yang diperoleh adalah 6675,5 mg % kadar =
2231,30 mg 6675,5 mg
x 100%
= 33,852% % Efisiensi Penjerapan =
2231,30 mg
3000 mg
x 100%
= 75,32759739 % Rata-rata efisiensi penjerapan = 75,146%
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
65
Lampiran 11. Sertifikat Analisa Kalsium Klorida
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
66
Lampiran 12. Sertifikat Analisa Tragakan
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
67
Lampiran 13. Sertifikat Analisa Natrium Alginat
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
68
Lampiran 14. Sertifikat Analisa Minyak Biji Jinten Hitam
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA