PENGARUH RASIO MASSA PATI BIJI ALPUKAT DAN AGAR-AGAR TERHADAP PEMBUATAN EDIBLE FILM Pamilia Coniwanti*, Dian Maya Sari, dan Rizqi Febriana *)Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya Inderalaya Jalan Palembang-Prabumulih Km.32 Ogan Ilir Sumsel 30662 Email:
[email protected] ABSTRAK Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang terbuat dari suatu bahan yang kaya akan protein ataupun karbohidrat. Edible film bersifat hidrofilik dan berfungsi sebagai barrier atau penahan terhadap transfer massa sehingga dapat digunakan sebagai pengemas makanan. Penelitian ini memanfaatkan limbah biji alpukat dan agar-agar serta gliserol untuk menghasilkan suatu edible film. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh rasio massa pati biji alpukat dan agar-agar terhadap karakteristik edible film yang dihasilkan. Edible film dianalisa menggunakan Scanning Electron Microscope dan Fourier Trans Infra-Red Spectroscopy. Edible film dengan karakteristik terbaik terdapat pada edible film dengan rasio massa pati biji alpukat dan agar-agar 4 : 1,0 dengan karakteristik ketebalan sebesar 0,2 mm; kuat tarik sebesar 3,924 Mpa; persen elongasi sebesar 0,338 %; ketahanan air sebesar 38,284 %; kadar air sebesar 23,8 %. Analisa dengan SEM memperlihatkan struktur permukaan edible film masih memiliki banyak pori-pori baik dilihat secara vertikal maupun horizontal. Analisa menggunakan FTIR menunjukkan bahwa gugus fungsi pada edible film terdiri dari gabungan gugus fungsi dari pati biji alpukat dan agar-agar. Kata kunci : agar-agar, biji alpukat, edible film, FTIR, gliserol, SEM ABSTRACT Edible film is a thin layer made of materials that is rich of protein or carbohydrate. Edible film is hydrophilic and serves as mass transfer barrier so it can be used as food packaging. This research utilizes wasted avocado seeds, gelatine, and glycerol to produce a kind of edible film. The aim of this research is to investigate the influence of mass ratio of avocado seed starch and gelatine on the characteristic of edible film. Edible film is analyzed using Scanning Electron Microscope and Fourier Trans Infra-Red Spectroscopy. Edible film with the best characteristic is made from avocado seed starch and gelatine with mass ratio of 4 : 1.0 in details of characteristics: thickness is 0.2 mm; tensile strength is 3.924 Mpa; percentage of elongation is 0.338 %; water resistance is 38.284%; water content is 23.8 %. Analysis using SEM shows that the surface structure of edible film both horizontally and vertically still has many pores. Analysis using FTIR shows the functional groups of the edible film consists of the combination of functional groups from avocado seed starch and gelatine. Keywords : avocado seed, edible film, FTIR, gelatine, glycerol, SEM 1.
PENDAHULUAN Di era modern ini, banyak bahan yang telah digunakan untuk pengemasan makanan dan minuman serta inovasinya. Bahan-bahan pengemas makanan dan minuman tersebut biasanya terbuat dari kertas dan plastik dan akan menjadi sampah setelah tidak dipergunakan lagi sehingga dapat merusak pemandangan lingkungan. Selain itu, bahan pengemas yang terbuat dari plastik dan kertas sulit untuk diuraikan sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, telah banyak cara yang dilakukan untuk mengemas bahan makanan dengan pengemas yang mudah diurai oleh lingkungan bahkan dapat dikonsumsi, salah satunya adalah edible film. Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang menyerupai plastik. Penggunaannya
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
dalam pengemasan adalah dengan cara melapisi permukaan makanan secara keseluruhan. Edible film umumnya dibuat dari karbohidrat dan protein seperti pati, gelatin, dan masih banyak lagi. Salah satu jenis edible film yang umum adalah terbuat dari komponen karbohidrat. Sumber karbohidrat banyak ditemukan di tempat cadangan makanan pada tumbuhan seperti umbi-umbian dan biji-bijian. Biji alpukat merupakan tempat cadangan makanan yang tentunya mengandung banyak pati. Biji alpukat umumnya diolah untuk dijadikan bioetanol dengan cara fermentasi. Namun pemanfaatan ini tidak begitu mudah dilakukan oleh masyarakat mengingat masih minimnya pengetahuan masyarakat akan bioetanol dari biji alpukat. Selain diolah menjadi bioetanol, biji alpukat masih sangat jarang sekali dimanfaatkan dan biasanya akan
Page 51
langsung dibuang. Padahal biji alpukat mengandung banyak pati yang ternyata berpotensi untuk menjadi salah satu sumber hidrokoloid dalam pembuatan edible film. Dari apa yang telah diuraikan diatas, pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan edible film dari bahan yang masih jarang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu biji alpukat. Biji alpukat akan diambil patinya dan menjadi bahan utama pengisi edible film. Untuk menambah karakteristik dari edible film yang dihasilkan, peneliti menambahkan agar-agar dan gliserol sebagai bahan penguat karakteristik sehingga diharapkan edible film yang dihasilkan akan lebih baik dari penelitian sebelumnya. Edible Film Edible film merupakan lapisan tipis yang terbuat dari suatu bahan yang kaya akan protein ataupun karbohidrat yang bersifat hidrofilik. Edible film berfungsi sebagai barrier atau penahan terhadap transfer massa seperti kelembaban, oksigen, dan zat terlarut. Selain sebagai barrier, edible film juga biasanya digunakan untuk meningkatkan masa simpan suatu bahan makanan, mencegah proses oksidasi perubahan organoleptik dan pertumbuhan mikroba. Secara umum, edible film digunakan sebagai pelapis yang diaplikasikan dengan cara melapiskan secara keseluruhan permukaan bahan makanan. Penggunaan jenis edible film tergantung pada jenis bahan makanan yang akan dilapisi. Seperti untuk produk buah-buahan, jenis edible film yang digunakan adalah dari polimer pektin karena sifat permeabilitasnya selektif terhadap oksigen dan karbondioksida (Kester dan Fennema, 1986). Penggunaan edible film ini merupakan salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan makanan tanpa mengurangi kualitas makanan dan menyebabkan keadaan anaerobik. Kelebihan edible film sebagai pelapis makanan dibandingkan jenis pelapis yang lain adalah mengurangi proses hilangnya air pada produk, mempertahankan kualitas produk terutama pada proses pengiriman, memperpanjangan masa simpan produk, mengurangi kerusakan akibat penyimpanan yang kurang baik, meningkatkan retensi warna, asam, gula, dan komponen rasa pada produk, dan mencegah proses oksidasi produk. Sifat Fisik Edible Film Sifat fisik adalah sifat suatu zat yang pengukurannya dapat dilakukan dengan melihat secara kasat mata maupun perhitungan struktur zat tersebut. Pengujian sifat fisik ini dilakukan untuk mengetahui kualitas edible film yang
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
didapatkan, dengan diketahui kualitasnya maka dapat diperkirakan jenis produk yang sesuai dengan edible film tersebut dan masa simpannya (Dewi dan Diana, 2009). Sifat fisik yang umumnya dianalisa sebagai parameter kualitas edible film adalah ketebalan, transmisi uap, warna, perpanjangan, dan kuat tarik. Ketebalan edible film dipengaruhi oleh konsentrasi hidrokoloid pembentuk film dan ukuran plat kaca pencetaknya. Ketebalan edible film mempengaruhi transfer massa uap air dan senyawa volatil lainnya. Sebagai pelapis bahan makanan, semakin tebal edible film maka akan semakin besar kemampuan barrier-nya untuk dilewati air sehingga umur simpan produk akan lebih lama (Mc. Hugh, 1994). Biji Alpukat Biji alpukat atau Persea americana Mill dikenal sebagai tempat cadangan makanan yang diketahui mengandung banyak kandungan pati. Tabel 1. Kandungan gizi 100 gram biji alpukat Komponen Jumlah Kalori 85 kal Protein 0,9 gram Lemak 6,5 gram Karbohidrat 7,7 mg Kalsium 10 mg Fosfor 20 mg Besi 0,9 S.I Vitamin A 180 mg Vitamin B1 0,05 mg Vitamin C 13 Mg Air 84,3 gram Sumber: Direktorat Gizi, Departement Kesehatan, 1981. Pati itu sendiri merupakan merupakan polimer D-glukosa yang terdiri dari ratusan monomer glukosa yang dapat bergabung secara kimiawi jika bertemu molekul air (deMan, 1997).Biji alpukat memiliki sifat mudah teroksidasi sehingga pati yang dihasilkan akan bewarna kecoklatan akibat oksidasi (Lubis, 2008). Dengan kata lain, edible film yang dihasilkan dari pati biji alpukat akan bewarna agak kecoklatan. Table 2. Komposisi kimia dan sifat-sifat pati biji alpukat Komponen Jumla komponen Jumla h (%) h (%) Kadar air 10,2 Serat kasar 1,21 Kadar pati 80,1 Warna Putih coklat 43,3 Kehalusan Halus Amilosa granula Rendemen 21,3 amilopekti 37,7 pati n
Page 52
Sumber: Winarti dan Purnomo (2006) Agar-Agar Agar-agar diperoleh dari ekstraksi dinding sel ganggang merah (Rhodophyta), terutama genus Gracilaria dan Gelidium (Chapman dan Chapman, 1980). Agar-agar tersusun dari polisakarida yang terdiri dari agarosa dan agaropektin (Stephen, 1995). Agar-agar tersusun dari polisakarida yang terdiri dari agarosa dan agaropektin (Stephen, 1995). Kandungan agarosa dan agaropektin pada agaragar berbeda-beda tergantung pada jenis dan asal rumput laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar (Guiseley, 1968).
Gambar 1. Struktur molekul agarosa dan agaropektina (Wakhid,2013; Ramadhan,2010) Enzim yang terdapat pada agar adalah agarase yang berfungsi dalam proses hidrolisis agar. Agarase memiliki kemampuan mendegradasi agarosa menjadi neoagarooligosakarida yang dapat menghambat laju pertumbuhan bakteri dan laju deragasi pati (Anonim, 2013). Agar-agar tidak dapat larut pada pelarut air dengan suhu 25oC, namun dapat larut pada air bersuhu tinggi, etanol amida, dan formida (Othmer, 1968). Agar-agar berbentuk padat pada suhu 32-40oC dan dapat mencair pada suhu diatas 85oC (Aslan, 1998). Gliserol sebagai Plasticizer Gliserol atau 1,2,3-propantriol merupakan senyawa alkohol polihidrat yang memiliki tiga gugus hidroksil dalam satu molekul. Gliserol merupakan salah satu senyawa kimia yang berfungsi sebagai plasticizer. Plasticizer merupakan senyawa non-volatil yang memiliki titik didih tinggi dimana jika dicampur dengan suatu bahan tertentu dan dimasak akan mengubah sifat fisik tersebut (Krochta, 1994). Gliserol biasanya ditambahkan dalam pembuatan edible film sebagai plasticizer untuk memperbaiki sifat plastiknya. Plasticizer bekerja dengan cara mengurangi gaya intermolekul antar partikel dan memutuskan rantai molekul yang panjang. Tekstur asli film tanpa penambahan gliserol adalah mudah patah karena molekul pati yang terbentuk memiliki gaya intermolekul yang kuat. Amilosa dan amilopektin pada pati akan membentuk suatu film dengan amilosa dan amilopektin yang berkumpul di satu tempat. Hal
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
ini akan mengakibatkan satu sisi film akan sangat kaya amilosa dan amilopektin, sedangkan sisi lainnya tidak (Liu dan Han, 2005). Dengan penambahan gliserol sebagai plasticizer akan menambah kelenturan film karena rantai molekul pati diputus dan menjadi lebih pendek (Bertuzzi dkk, 2007). Selain itu juga dengan penambahan gliserol dapat mengurangi keretakan selama penyimpanan, meningkatkan elastisitas, dan permeabilitas film (Syarief., dkk, 2002). Molekul plasticizer akan mengganggung gaya intermolekul pati yang kuat sehingga rantai molekul pati yang panjang akan terputus sehingga interaksi antar molekul pati berkurang dan meningkatnya mobilitas ikatan polimer. Menurunnya interaksi antar molekul pati dan meningkatnya mobilitas ikatan polimer akan mempermudah proses migrasi molekul uap air (Rodrigues dkk, 2006) sehingga memperbaiki kelenturan dan ekstensibilitas film yang terbentuk. Saat molekul gliserol dan pati bercampur, akan terjadi beberapa perubahan struktural pada jaringan pati, matriks film yang terbentuk menjadi lebih rapat dan underpressure, dan rantai polimer menjadi lebih mudah bergerak yang akan meningkatkan kelenturan film (Alvest., dkk, 2007). Pengaplikasian gliserol pada umumnya digunakan sebagai plasticizer pembuatan film hidrofilik, seperti gel, pektin, pati dan turuannya, maupun protein. Laju transmisi uap air pada film dengan penambahan gliserol akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada pembuatan film (Gontardk., dkk, 1993). Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan kerapatan jenis protein pada saat pembentukan film (Yoshida dan Antunes, 2004). Penelitian Terkait Edible film telah lama dikenal dan dilakukan beberapa penelitian yang terkait. Pembuatan edible film dari pati biji nangka memiliki karakteristik renggang putus yang lebih kecil dengan kuat tarik terbaik 2,101 Mpa, elongasi 1,904% dan ketebalan 0,10 mm pada dua gram massa pati biji nangka. Penelitian lain dengan penambahan satu gram agar-agar pada percobaan didapatkan edible film terbaik dengan ketebalan 0,126 mm, kuat tarik 3,502 Mpa, danelongasi 1,904% (Kasfillah, 2013). Edible film dari ekstrak kacang kedelai terbaik didapat dari penambahan gliserol 4 ml dan 100 ml susu kedelai dengan ketebalan 0,228 mm, kuat tarik 0,134 Mpa, dan elongasi 3,270%. Percobaan lain dengan penambahan gliserol meningkatkan ketebalan edible film dan
Page 53
elongasi, namun mengurangi kuat tarik dari edible film. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2015 sampai Januari 2016 di Laboraturium Unit Proses jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.
Pembuatan pati biji alpukat
2.
Variabel Penelitian 1) Variabel terkontol: volume gliserol sebanyak 2 ml, pencampuran bahan dilakukan pada temperatur 65-70oC, dan temperatur pengeringan edible film dalam oven 60oC selama kurang lebih 9 jam. 2) Variabel bebas: variasi massa agar-agar dan variasi massa pati biji alpukat. 3) Variabel terikat : kadar air, ketebalan, kuat tarik, ketahanan air, dan persen elongasi Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian: 1) Pati biji alpukat 2) Agar-agar kering 3) Gliserol 4) Aquades Peralatan yang digunakan: 1) Kain Kasa 2) Blender 3) Wadah Plastik 4) Pisau 5) Mortal 6) Ayakan 7) Neraca Analitis Digital 8) Beker gelas 9) Gelas ukur 10) Labu leher tiga 11) Pipet tetes 12) Termometer 13) Magnetic strirrer 14) Batang Pengaduk 15) Hot plate 16) Saringan 17) Tensile strength 18) Jangka sorong 19) Micrometer scrub 20) Desikator 21) Oven
Pembuatan Edible Film
Analisa Kadar Pati
Analisa Edible Film Analisa Kuat Tarik Analisa Ketebalan Analisa Kadar Air Analisa Ketahanan Air Analisa FTIR Analisa SEM Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Analisa Kadar Pati Biji Alpukat Dalam penelitian ini, bahan baku utama yang digunakan untuk pembuatan edible film adalah pati biji alpukat. Menurut Winarti dan Purnomo (2006), kadar pati yang terkandung pada biji alpukat sebesar 80,1%. Pada penelitian ini, sampel pati biji alpukat dianalisa kadar patinya menggunakan larutan Luff Schoolr. Hasil analisa kadar patinya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Data Hasil Analisa Kandungan Pati pada Biji Alpukat No. Sampel % Kadar pati 1.
Pati biji alpukat
82,42
Dari hasil analisa yang dilakukan, kadar pati yang terkandung dalam sampel sebesar 82,42 %. Persentase kadar pati pada sampel ini lebih besar dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Winarti dan Purnomo (2006). Hal ini menandakan bahwa sampel pati biji alpukat pada penelitian ini layak digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan edible film.
Prosedur Penelitian
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
Page 54
Pengaruh Rasio Massa Pati Biji LApukat dan Agar-Agar terhadap Karakteristik Edible Film Edible film yang dihasilkan pada penelitian ini adalah hasil modifikasi dari pati biji alpukat dan agar-agar dengan penambahan gliserol. Pati biji alpukat digunakan sebagai sumber pati, sedangkan agar-agar dan gliserol sebagai sumber pektin. Secara fisik, edible film yang dihasilkan berbentuk film transparan berwarna oranye, mengkilap pada satu sisi dan agak kasar pada sisi lainnya, tidak kaku, dan berbau khas pati biji alpukat. A.
Analisa Ketebalan Edible Film
Kuat tarik rata-rata edible film pada penelitian ini berkisar antara 4,78 – 4,36 Mpa. Kuat tarik yang paling rendah terdapat pada edible film dengan rasio pati dan agar-agar 3:0 sebesar 0,78, dan kuat tarik yang paling tinggi terdapat pada edible film dengan rasio 5:1 sebesar 4,36. Edible film pada penelitian ini memiliki kekuatan tarik berkisar antara 0,78 Mpa – 4,36 Mpa, dimana angka ini lebih tinggi jika dibandingkan beberapa hasil penelitian sebelumnya seperti edible film dari pati biji nangka oleh Kasfillah (2013) yang hanya berkisar antara 0,658 Mpa – 2,101 Mpa, edible film dari pektin cincau hijau oleh Rachmawati (2009) yang berkisar antara 0,70 Mpa – 2,53 Mpa, dan edible film dari kacang kedelai oleh Sinaga dkk (2013) yang hanya berkisar antara 0,048 Mpa – 0,134 Mpa. Namun, edible film pati biji alpukat ini memiliki kuat tarik sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan edible film dari ekstrak daun janggelan oleh Murdianto (2005) yang berkisar antara 3,10 Mpa – 5,70 Mpa. C.
Gambar 3. Grafik Ketebalan Edible Film Ketebalan rata-rata edible film berkisar antara 0,126 – 0,216 mm. Edible film yang memiliki ketebalan paling tinggi sebesar 0,216 mm dengan rasio massa pati biji alpukat dan agar-agar 5:0,2, sedangkan edible film dengan ketebalan paling tipis sebesar 0,126 mm pada sampel dengan rasio massa 3:0. Ketebalan edible film yang berkisar antara 0,126 mm – 0,216 mm, memiliki ketebalan rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan edible film dari pati biji nangka pada penelitian oleh Kasfillah (2013) yang berkisar antara 0,106 mm – 0,156 mm, namun memiliki ketebalan ratarata lebih rendah jika dibandingkan dengan edible film dari ekstrak kacang kedelai dan tepung tapioka pada penelitian oleh Sinaga dkk. (2013) yang berkisar antara 0,208 mm – 0,294 mm. B.
Analisa Kuat Tarik Edible Film
Analisa Persen Elongasi Edible Film
Gambar 5. Grafik persen elongasi edible film Persen elongasi edible film pada penelitian ini berkisar antara 0,17 % – 0,45 %. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan edible film dari pati biji nangka oleh Kasfillah (2013) yang berkisar antara 1,428 % – 2,380 % dan edible film dari protein kecipir dan tapioka oleh Poelongasih (2003) yang berkisar antara 1,68 % – 3,48 %. Namun, persen elongasi edible film pada penelitian ini sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan edible film dari ekstrak daun janggelan oleh Murdianto (2005) yang berkisar 0,14 % – 0,27 %. Persen elongasi edible film pada penelitian ini dapat dilihat secara grafis pada gambar 5. Pada rasio massa pati biji alpukat 3 gram dan 5 gram dapat terlihat bahwa semakin meningkat rasio massa agar-agar yang ditambahkan, semakin tinggi nilai persen elongasinya. Namun hal ini tidak terjadi pada rasio massa pati biji alpukat 4 gram, dimana persen elongasinya terlihat meningkat di titik awal, namun perlahan menurun.
Gambar 4. Grafik kuat tarik edible film
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
Page 55
D.
Analisa Ketahanan Air Edible Film
Gambar 6. Grafik Ketahanan Air Edible Film Ketahanan air yang paling baik terdapat pada sampel edible film dengan perbandingan pati dan agar-agar 4:1,0 yaitu 38,284%, sedangkan yang paling rendah terdapat pada sampel edible film dengan perbandingan 3:0 yaitu 16,484%. Ketahanan air pada edible film dengan perbandingan pati 3 gram dan 5 gram menunjukkan angka yang awalnya mengalami kenaikan, namun menjadi tidak stabil atau naik turun. Namun pada edible film dengan perbandingan pati 4 gram, ketahanan air cenderung mengalami kenaikan yang stabil. Pada gambar 6, sampel edible film dengan perbandingan pati 4 gram memiliki ketahanan air yang jauh lebih tinggi dibandingkan edible film dengan perbandingan pati 3 gram dan 5 gram. Hal ini dapat terjadi ketika proses pembuatan edible film, larutan film mengalami kejenuhan sehingga sebagian bahan baku tidak dapat bercampur sempurna, menyebabkan sebagian bahan baku tidak lolos melewati saringan ketika larutan dituang ke dalam cetakan, sehingga mempengaruhi ketebalan edible film. Ketebalan edible film dapat mempengaruhi ketahanan air pada edible film. E.
tinggi terdapat pada edible film dengan perbandingan 3:0,8 yaitu 36,500%. Kadar air pada edible film yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan edible film dari pati biji nangka hasil penelitian Kasfillah (2013) yang berkisar antara 4,78 % – 12,55 %. Dapat dilihat pada grafik 4.5., kadar air pada rasio massa pati 3 gram memiliki rerata kadar air paling tinggi, sedangkan kadar air pada rasio massa pati 5 gram memiliki rerata kadar air paling rendah. Hal ini berarti bahwa rasio massa pati biji alpukat berpengaruh terhadap kadar air pada edible film dimana semakin tinggi rasio pati biji alpukat, semakin rendah kadar air edible film yang dihasilkan. Kadar air pada penelitian ini tergolong masih tinggi karena range kadar air yang dihasilkan yaitu 19 % – 36 %. Semakin tinggi kadar air pada edible film, kemampuan edible film dalam menyimpan produk akan semakin singkat. Hal ini dikarenakan air merupakan medium yang baik untuk bakteri berkembang biak. Menurut Winarno (1997), kadar air dan aktivitas air merupakan faktor-faktor penting dalam menentukan masa simpan dari produk, karena mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia, perubahan secara kimia, kerusakan mikrobiologis, dan perubahan enzim. F.
Analisa Gugus Fungsi Edible Film Menggunakan FTIR
Analisa Kadar Air Edible Film Gambar 8. Perbandingan grafik FTIR pada sampel edible film dan pati biji alpukat
Gambar 7. Grafik Kadar Air Edible Film Kadar air yang paling rendah terdapat pada edible film dengan perbandingan pati dan agar 5:0,8 yaitu 19,230%, sedangkan kadar air paling
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
Gambar 9. Perbandingan grafik FTIR pada sampel edible film dan agar-agar
Page 56
Dari hasil FTIR diatas, pembuatan edible film pada penelitian ini merupakan proses pencampuran secara fisika dan tidak terjadi proses kimia. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya gugus fungsi baru yang terbentuk pada edible film yang dihasilkan. Dapat dilihat pada tabel 4. dimana dari ketiga grafik tersebut, edible film, pati biji alpukat, dan agar-agar memiliki dominasi gugus fungsi yang sama yaitu OH Hidroksil, CH Alkil, CO Karbonil, dan CC Alkana. Tabel 4. Tabel Hasil Analisa FTIR Bilangan Gelombang Edible Pati AgarGugus Film Biji Agar Fungsi Alpu kat 3275,4 3270, 3270, O-H 8 48 71 Hidroksil 2935,4 2926, 2901, C-H 7 21 53 Alkil 1645,6 1638, 1637, C=O 4 83 53 Karbonil 1034,6 996,6 1039, C-C 1 9 35 Alkana
Rentang Wavenu mber 3000 3700 2800 – 3300 1540 – 1820 800 1200
G.
Analisa Permukaan Edible Film Menggunakan SEM Analisa ini bertujuan untuk melihat morfologi permukaan dari edible film. Berikut adalah hasil analisa permukaan horizontal edible film dengan menggunakan SEM.
(a) (b) Gambar 10. Hasil analisa SEM permukaan edible film secara horizontal dengan (a) perbesaran 1000x (b) perbesaran 2500x Pada gambar 10.(a), terlihat bahwa struktur permukaan edible film tidak halus dan terdapat molekul-molekul makro yang berwarna putih. Molekul-molekul makro berwarna putih yang terdapat pada permukaan edible film ini mengindikasikan bahwa larutan edible film tidak tercampur sempurna. Pada gambar 10.(b), struktur permukaan edible film terlihat semakin jelas. Jika pada perbesaran 1000 kali struktur terlihat tidak halus, pada perbesaran 2500 kali, struktur tidak halus yang terlihat pada
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
perbesaran 1000 kali akan terlihat jelas diakibatkan adanya keretakan-keretakan di sepanjang permukaan edible film.
(a) (b) Gambar 11. Hasil analisa SEM permukaan edible film secara vertikal dengan (a) perbesaran 1000x (b) perbesaran 2500x Pada gambar 11.(a), hasil analisa SEM permukaan edible film secara vertikal terlihat tidak rapat dan tidak halus. Pada gambar 11.(b), penampang vertikal edible film terlihat lebih jelas yaitu strukturnya yang berbentuk guratanguratan halus dan pori-pori besar. Hasil analisa SEM edible film pada penelitian ini menunjukkan bahwa struktur edible film yang dihasilkan masih terdapat banyak pori-pori. Hal ini dapat mempermudah molekul air untuk terserap mengisi pori-pori edible film sehingga menurunkan waktu simpan edible film terhadap produk yang akan dilindungi. KESIMPULAN Edible film dengan karakteristik terbaik ada pada edible film dengan rasio massa pati biji alpukat dan agar-agar 4 : 1,0 dengan karakteristik ketebalan sebesar 0,2 mm; kuat tarik sebesar 3,924 Mpa; persen elongasi sebesar 0,338 %; ketahanan air sebesar 38,284 %; kadar air sebesar 23,8 %, dan permukaan edible film masih memiliki banyak pori-pori baik dilihat secara vertikal maupun horizontal. Edible film dari campuran pati biji alpukat dan agar-agar pada penelitian ini memiliki karakteristik ketebalan, kuat tarik yang lebih baik, namun memiliki persen elongasi dan kadar air yang kurang baik dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Kandungan Gizi dan Manfaat Buah-buahan Pohon. Online: http://ditbuah.hortikultura.pertanian.go. id/. Diakses pada 30 Juli 2015. Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka. Online: http:/repository.usu.ac.id/bitstream/. Diakses pada 24 Desember 2015.
Page 57
Anonim. 2008. Tinjauan Pustaka. Online: http://media.unpad.ac.id/thesis/. Diakses pada 12 September 2015. Dewi, S.R., Sulistyowati. 2013. Penggunaan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana mill.) sebagai Antibakteri Proteus mirabilis dan Aerobacter aerogenes. Jurnal Stigma Vol.6 No.2 Hal 31 – 34. Fakultas MIPA Universitas PGRI Adi Buana, Surabaya. Diakses online pada 30 Juli 2015. Distantina, S., Fadillah, dkk.. 2007. Pengaruh Rasio Berat Rumput Laut-Pelarut Terhadap Ekstraksi Agar-agar. Jurnal Ekuilibrium Vol.6 No.2 Hal.53 – 58. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret : Surakarta. Distantina, S., Rusman, O., Hartati, S.. 2006. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Terhadap Kecepatan Ekstraksi Agaragar. Jurnal Ekuilibrium Vol.5 No.1 Hal.34 – 39. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret : Surakarta. Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 1. Penerbit Erlangga : Jakarta. Harsunu, Bayu Tri. 2008. Pengaruh Konsentrasi Plasticizer Gliserol dan Komposisi Khitosan Dalam Zat Pelarut Terhadap Sifat Fisik Edible Film dari Kithosan. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kasfillah. 2013. Karakterisasi Edible Film Dari Pati Biji Nangka dan Agar-agar Sebagai Pembungkus Jenang. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Universitas Negeri Semarang. Semarang. Kristianingrum, Susila. 2015. Handout Sprektoskopi Infra Merah (Infrared Sprectoscopy, IR). Diakses pada 24 Januari 2016. Krochta. 1992. Control Of Mass Transfer In Food With Edilble Coatings And Film. Di dalam: Singh, R.P dan M.A. Wira. Krochta, and De Mulder Johnston. 1997. Edible and Biodegradable Polymers Coating and Film to Improve Food Quality. Technomis Publishing.co.inc. Lanchester. Bosel. Krochta, J.M., Baldwin, E.A., NisperosCarriedo M.O.. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomis Publishing.co.inc. Lancester. Bosel. Layudha, Siti Iqlima., dkk.. 2015. Pengaruh Penambahan Gliserol Terhadap
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
Kualitas Bioplastik Dari Air Cucian Beras. Jurnal Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Wahid Hasyim hal 72 – 76. Liu. Z. dan J. H Han. 2005. Film Forming Characteristics of Starches. J. Food Science. 70(1) : E31 – E36. Lubis, Linda Masniary. 2008. Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat. USU e-Repository. Diakses pada 30 Juli 2015. Permana, Yudha. 2010. Pabrik Agar dari Rumput Laut Gracilaria Spp. Dengan Proses Alkali Treatment. Proposal Pra Rencana Pabrik. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Rachmat, Rachmaniar., Rasyid, Abdullah. 2002. Ekstraksi Agarose Dari Agarofit Gracillaria Verrucosa. Prosiding Seminar Nasional Rumput Laut dan Mini Symposium Mikroalgae hal 138 – 145. Ikatan Fikologi Indonesia : Jakarta. Santoso, Budi., Pratama, Filli., Hamzah, Bazuni., Pambayun, Rindit.. 2011. Pengembangan Edible Film Dengan Menggunakan Pati Ganyong Termodifikasi Ikatn Silang. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXII No.2 hal. 105 – 109. Universitas Sriwijaya. Sari, Ratna Paramitha., Wulandari, Septia Tri., Wardhani, Dyah Hesti.. 2013. Pengaruh Penambahan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Karakteristik Edible Film Pati Ganyong (Canna edulis Kerr.). Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol.2 No.3 Hal.82 – 87. Universitas Diponegoro. Setiani, Wini., Sudiarti, Tety., Rahmidar, Lena.. 2013. Preparasi Dan Karakterisasi Edible Film Dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan. Jurnal Valensi Vol.3 No.2 Hal. 100 – 109. Setyawati, Harsasi., Murwani, Irmina Kris.. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Besi(III)-EDTA. Prosiding Seminar Nasional Sains ‘Optimalisasi Sains untuk Memberdayakan Manusia’. Jurusan Kimia Institut Teknologi Surabaya. Surabaya. Sinaga, Loisa L., Rejekina, Melisa S., Sinaga, Mersi S.. 2013. Karakteristik Edible Film dari Ekstrak Kacang Kedelai dengan Penambahan Tepung Tapioka
Page 58
dan Gliserol sebagai Bahan Pengemas Makanan. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara Vol.2 No.4 Hal. 12 – 16. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Taufik, M., Fatma. 2011. Karakteristik Edible Film Berbahan Dasar Gelatin Kulit Kaki Broiler. Jurnal Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa hal. 220 – 228. Zaidar, E., Bulan, R., dkk.. 2013. Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Rumput Laut (Euchepeuma sp.) dengan Gliserol dan Kitosan. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung hal. 125 – 130.
Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016
Page 59