Prayitno, dkk.
ISSN 0216 - 3 1 2 8
PENGARUH pH UMPAN LIMBAH CAIR Sr-90 TERHADAP ADSORBEN BREKSI BATU APUNG Prayitno, Sukosrono, Djoko Sardjono Puslitbang Teknologi Maju BATAN
ABSTRAK Sr-90 sebagai hasil fisi dari instalasi nuklir sangat berbahaya karena toksisitasnya tinggi. Salah satu cara untuk mengikat Sr-90 yang dikandung oleh limbah cair adalah dengan proses serapan, yaitu menggunakan metoda pertukaran ion dan adsorpsi. Adsorben yang digunakan pada proses serapan ini adalah breksi batuapung yang berasal dari Imogiri, Kabupaten Bantu l, Propinsi D. I. Yogyakarta Breksi batuapung dipilih sebagai adsorben karena luas permukaannya sangat besar, memiliki karakteristik seperti resin penukar ion, murah, dan merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Proses serapan pada penelitian ini dilakukan dalam sistem aliran sinambung dengan satu kolom penyerap berdiameter 1 cm dan tinggi 4 cm. Breksi batuapung diperkecil ukurannya hingga 60-80 mesh. Aktivasi terhadap breksi batuapung dilakukan dengan pemanasan pada temperatur 300 °C selama 3 jam.. Umpan limbah Sr(OH)2 ditambah dengan larutan HNO3 dan NaOH untuk variasi pH umpan dari 3 hingga 11, kemudian diambil 200 µl, dan dicacah agar diketahui aktivitas jenis awal tiap-tiap umpan. Temperatur umpan adalah temperatur kamar. Kecepatan aliran umpan 2,128 ml/menit. Pengujian pengaruh pH umpan dilakukan dengan cara mengalirkan umpan pada kolom penyerap yang telah diisi oleh 2 gram adsorben. Pengujian pengaruh komposisi antara kedua adsorben dilakukan pada pH 7. Keluaran dari kolom penyerap ditampung tiap 5 ml, diambil 200 µl, dan dicacah dengan pencacah beta Ortec. Proses serapan dihentikan jika keluaran dari kolom penyerap telah jenuh. Faktor dekontaminasi (FD), efisiensi penyerapan (EP), dan kapasitas serap (KS) tiap adsorben dapat dihitung dari data hasil pencacahan. Hasil pengujian pengaruh variasi pH umpan terhadap breksi batuapung menunjukkan peningkatan nilai FD, EP, dan KS dari pH 3 hingga 5 dan menurun secara perlahan dengan peningkatan pH,. Dari penelitian ini tampak breksi batuapung dapat dijadikan alternatif bahan penyerap yang dapat menyerap Sr-90. Sr-90 diserap maksimal oleh breksi batuapung pada pH 5 dengan nilai FD = 9,35, EP = 89,31, dan KS = 4,699133 x 10- 4 ppm.
ABSTRACT Sr-90 is a dangerous fission product from a nuclear instalation since it has a high toxicity. By means of sorption, Sr-90 could be bound from Sr-90 containing the liquid waste, using the adsorption and ion exchange methods. The adsorbents used in this sorption process were pumice from Imogiri, Bantul regency, D. I. Yogyakarta Province. Pumice were chosen as adsorbents since they have large surface area, while their characters are like ion exchange resins, cheap, and produced from the mines which are highly potential in Indonesia. The sorption process in this study were applied in the continuous flow system with a single adsorption column which is 1 cm in diameter and 4 cm in depth. The size of pumice were reduced until 60-80 mesh. Both pumice were activated by means heating at 300 °C for 3 hours.. Sr(OH)2 containing feed waste was mixed with various composition of HNO3 solution and NaOH to make the pH of the feed from 3 to 11, then the 200 µl of the effluent of the feed was taken, and counted in order to measure the specific activity of each feed. The temperature of the feed was room temperature. The flow rate of the feed was 2,128 ml/min. The test of the influence of the pH of the feed was done by passing the feed through the sorption column which had been filled with 2 grams of adsorbent. The test of the influence of the composition of the adsorbents was done at the pH 7. Effluent from the sorption column was collected every 5 ml, and a sample of 200 µl was taken to be counted with a beta Ortec detector. The sorption process was stoped when the effluent was saturated. The decontamination factor (DF), sorption efficiency (SE), and sorption capacity (SC) of adsorbents were calculated from the result of the counting. The experimental results about the influence of the variation of pH of the feed of pumice show an increase in the value of DF, EF, and SC within the range of pH 3-5 and a slow decrease with increasing pH, for the clay value of DF, SE, and SC increase within the range of pH 3-6, and decrease at pH 7, increase again at pH 8, and continue to decrease. The following major conclusions have been reached from this study : pumice mineral as the alternative adsorbents can sorp Sr-90. Sr-90 was sorpted maximally by pumice at pH 5 where DF = 9,35, SE = 89,31, and SC = 4,699133 x 10 - 4 ppm.
Pro siding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
1
ISSN 0216 3128
2
PENDAHULUAN
S
alah satu persoalan yang menyertai perkembangan dan penerapan teknologi nuklir adalah pengelolaan limbah radioaktif cair yang ditimbulkan, terutama limbah cair yang berasal dari industri nuklir sebagai hasil samping. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah tersebut akan berdampak kurang baik bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Sr-90 yang dikandung oleh limbah cair sebagai hasil fisi dari instalasi nuklir sangat berbahaya karena toksisitasnya tinggi dan mempunyai kemungkinan ikut masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan maupun pernafasan. Selanjutnya Sr-90 tersebut akan mengendap di dalam tubuh sebagai sumber radiasi internal dengan umur paruh yang relatif panjang. Efek radiasi yang dapat ditimbulkan oleh Sr-90 adalah kanker tulang dan leukimia (Noviastono, 1991). Penyebaran breksi batuapung meliputi daerah Serang dan Sukabumi (Jawa Barat), pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan pulau Ternate (Maluku). Di Propinsi D. I. Yogyakarta, kandungan endapan breksi batuapung dapat ditemukan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Breksi batuapung memiliki struktur berpori dengan porositas yang tinggi dan berkarakter seperti resin penukar ion sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan penyerap limbah radioaktif. Dengan demikian nilai ekonomis dari bahan lokal dapat ditingkatkan karena batuapung merupakan hasil tambang yang murah harganya dan memiliki potensi yang besar di Indonesia. Penelitian ini memakai metoda pertukaran ion dan adsorpsi untuk mereduksi volume kontaminan radioaktif yang terdapat pada limbah cair Sr-90 dengan menggunakan penyerap breksi batuapung . Proses penyerapannya dilakukan dalam sistem aliran sinambung. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah keefektifan breksi batuapung sebagai bahan penyerap untuk mereduksi volume Sr-90 yang terdapat pada umpan limbah cair. Dengan variasi pH limbah cair sebagai umpan akan diketahui sejauh mana pengaruh variasi pH tersebut terhadap proses penyerapan dan pada pH berapa diperoleh kondisi penyerapan terbaik. Pada penelitian ini, pencampuran antara breksi batuapung juga dilakukan untuk mengetahui
Prayitno, dkk.
pengaruhnya terhadap proses penyerapan Sr-90 dari limbah cair. Penelitian ini bertujuan : 1. Mengkaji parameter pH pada proses peningkatan kemampuan penyerapan breksi batuapung sehingga diperoleh kondisi pH optimum untuk penyerapan. 2. Mengetahui pengaruh pencampuran antara breksi batuapung pada proses peningkatan kapasitas serapnya. Alat dirancang berdasarkan konfigurasi aliran sinambung dengan satu kolom penyerap berdiameter 1 cm dan tinggi 4 cm. Bahan penyerap yang digunakan adalah breksi batuapung yang berasal dari Nogosari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi D. I. Yogyakarta . Breksi batuapung diperkecil ukurannya antara 60 mesh sampai 80 mesh dan diaktivasi pemanasan pada temperatur 300 °C selama 1 jam. Kemudian 2 gram adsorben tersebut dimasukkan kolom penyerap untuk seterusnya dilewatkan umpan limbah cair. Batasan penelitian yang mengandung Sr-90 dengan kecepatan aliran 2,13 ml/menit dan beningan yang keluar dari kolom penyerap ditampung untuk dicacah dengan detektor beta Ortec. Temperatur ruangan tetap yaitu 20 °C. Variasi pH dari 3 sampai dengan 11 dan variasi komposisi 2 gram breksi batuapung dengan perbandingan 0,5 : 1,5; 1 : 1; 1,5 : 0,5. Selanjutnya ditentukan nilai faktor dekontaminasi (FD), efisiensi penyerapan (EP), dan kapasitas serap (KS) setiap adsorben. Untuk mengetahui komposisi awal penyusun breksi batuapung , analisa dengan Spektroskopi Serapan Atom . Selain itu analisa dengan difraksi sinar-X dilakukan untuk mengetahui jenis mineral penyusun breksi batuapung .
TATA KERJA Bahan Penelitian 1. Limbah stronsium (Sr-90) induk dalam Sr(OH) 2, AJ = ± 10-2 µCi/ml 2. Breksi batuapung 3. Larutan HNO3 1 N 4. NaOH 1 N 5. Aquades Alat Penelitian
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
Prayitno, dkk.
ISSN 0216 - 3 1 2 8
1. Alat pemecah batuan dan penggerus 2. Ayakan Tyler Dan penggetar (merk Rets) 3. Oven (merk Sybron Thermolyne Furnatrol)
3
3. Porositas kedua adsorben ditentukan untuk mengetahui besarnya pori-pori total, yaitu dengan membandingkan selisih volume adsorben sebelum dan setelah dipanaskan.
4. Timbangan elektrik ( merk Sartorius 2434) 5. PH indikator 6. Botol plastik dan Pipet Effendrop 7. Pompa dosis (merk Masrerflex) 8. Kolom penyerapan dari gelas diameter kolom 1 cm dan tinggi 4 cm 9. Spektrometri Serapan Atom (SSA) 10. Gelas beker dan glass wool 11. Pencacah beta ortec 12. Lampu pengering 13. Planset dan stopwatch
Cara Kerja
Persiapan umpan 1. Larutan Sr-90 induk diencerkan dengan menggunakan aquades sehingga aktivitas jenisnya 10-3-10-4 µCi/ml (Ronodirdjo, 1985). 2. 200 µl larutan tersebut diambil menggunakan pipet Effendrop, dimasukkan ke dalam planset, dan dipanaskan. 3. Sampel tersebut dicacah dengan pencacah beta Ortec. Larutan hasil pengenceran tersebut akan dipakai sebagai umpan limbah cair untuk dialirkan ke dalam kolom penyerap. 4. Ditambahkan larutan HNO3 dan NaOH, sehingga diperoleh larutan umpan dengan variasi pH 3 sampai dengan 11. Kemudian dicacah untuk mengetahui besarnya aktivitas jenis mula -mula (Aj0).
Persiapan Adsorben 1. Bongkahan breksi batuapung ukuran ± 30 x 20 x 10 cm3 diperkecil ukurannya dengan pemecah batuan sehingga didapatkan ukuran yang lebih kecil berbentuk serpihan. 2. Selanjutnya serpihan breksi batuapung diperkecil dengan penggerus sampai berbentuk serbuk halus.
Perancangan Alat 1. Alat dirancang dengan konfigurasi aliran sinambung, menggunakan sebuah kolom penyerap dengan diameter 1 cm & tinggi kolom 4 cm (Prayitno & Setyadji, 1986). 2. Aliran dibuat dari bawah, seperti ditunjukkan oleh (Bowles, 1991).
yang
3. Serbuk halus tersebut dikeringkan di tempat terbuka selama ± 3 jam sehingga lebih mudah untuk disaring.
3. Uji coba dilaksanakan untuk menentukan kondisi pengoperasian, seperti kecepatan aliran dan keamanan sistem saat dioperasikan.
4. Masing-masing serbuk halus breksi batuapung disaring dengan penggetar dan ayakan Tyler untuk mendapatkan ukuran 60-80 mesh (Wahyuningsih, 1998; Yulianti, 1997). Pengayakan dilakukan dengan penggetar pada frekuensi getaran 60 getaran/15 menit.
4. Selanjutnya koefisien permeabilitas ditentukan dengan metoda falling-head (Bowles, 1991).
5. Sebagian kecil serbuk breksi batuapung yang berukuran 60-80 mesh dianalisa dengan SSA dan XRD. Pemanasan adsorben 1. Breksi batuapung dengan ukuran 60 -80 mesh dipanaskan di oven pada temperatur 300 °C selama 1 jam. 2. Kedua adsorben tersebut dianalisa dengan SSA.
Pengujian pengaruh variasi pH umpan limbah cair Sr-90 1. Breksi batuapung yang telah dipanaskan ditimbang 2 gram dengan timbangan elektrik dan dimasukkan ke dalam kolom penyerap. 2. Umpan dengan pH 3 dialirkan ke dalam kolom dengan kecepatan 2,13 ml/menit. 3. Beningan yang keluar dari kolom penyerap ditampung di dalam gelas ukur. 4. Setelah mencapai 5 ml, diambil dengan pipet Effendrop untuk alat cacah beta Ortec. Aliran aktivitas jenis limbah setelah
sebanyak 200 µl dicacah dengan dihentikan jika melewati breksi
Pro siding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
ISSN 0216 3128
4
batuapung hampir mendekati atau sama dengan aktivitas jenis awal limbah cair . 5. Dengan cara sama dilakukan untuk umpan pada pH 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. 6. Selanjutnya FD, EP, dan KS dapat ditentukan dari hasil pencacahan tiap sampel tersebut di atas. 7. Perlakuan tersebut di atas diulang sebanyak 2 kali. 8. Pengujian pengaruh pH umpan limbah cair Sr-90 yang dialirkan pada adsorben breksi batu apung hasil pemanasan .
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil analisa SSA terhadap Breksi Batuapung (% berat) Senyawa SiO 2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO Na 2O K2O MnO TiO2 P2O5 H2O Hilang dibakar
Sebelum diaktivasi fisika 59,47 15,16 4,65 2,53 0,93 2,21 2,49 0,17 0,33 0,13 2,96 8,70
Setelah diaktivasi fisika 62,82 15,61 4,75 3,00 0,96 2,69 2,82 0,17 0,48 0,11 0,00 5,37
Pada proses serapan diperlukan adsorben yang memiliki kemampuan serap dan selektifitas yang tinggi terhadap bahan-bahan yang akan diserap (adsorbat). Untuk meningkatkan kemampuan serap adsorben baik dari segi pertukaran ion dan daya adsorpsinya maka perlu dilakukan aktivasi. Pada penelitian ini adsorben breksi batuapung sebelum dipakai pada proses penyerapan terlebih dahulu diaktivasi dengan metoda pemanasan, yaitu dipanaskan pada temperatur 300 °C selama 1 jam. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori breksi batuapung sehingga jumlah pori-pori dan luas permukaan yang aktif untuk proses serapan bertambah. Pemanasan di atas 300 °C tidak dilakukan. Apabila suhu pemanasan terlalu
Prayitno, dkk.
tinggi daya penyerapan menurun karena terjadi dekomposisi partikel dari kristal-kristal adsorben dan tertutupnya pori -pori. Analisa Spektrometri Serapan Atom terhadap adsorben breksi batuapung hasil aktivasi fisika menunjukkan bahwa air yang terperangkap di dalam pori-pori dapat dikurangi hingga 0 %, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1. di atas. Adsorben breksi batuapung hasil aktivasi fisika pada Tabel 1. memiliki porositas 57,83 % dan koefisien permeabilitas (k) = 3,16778 x 10-4 cm/s. Hasil analisa XRD terhadap adsorben breksi batuapung menunjukkan bahwa mineral-mineral lain yang terdapat pada breksi batuapung adalah plagioklas, kristobalit, montmorillonit, dan illit. Dengan melihat mineral-mineral penyusun breksi batuapung dapat ditentukan ratio Si/Al yaitu antara 1,18 hingga 2. Ratio Si/Al pada adsorben breksi batuapung memberikan gambaran bahwa proses yang terjadi adalah penukaran ion dan adsorpsi. Dengan bertambahnya ratio Si/Al maka daya penukaran ion akan berkurang. Untuk proses adsorpsi tidak bergantung pada ratio Si/Al, tetapi bergantung pada luas permukaan dan pori-pori dari adsorben tersebut. Pengaruh Variasi pH Umpan terhadap Proses Serapan Pada Adsorben Breksi Batuapung Untuk mendapatkan keakuratan pengaruh variasi pH umpan terhadap proses serapan maka perlu dilakukan penetapan variabel tetap pada ukuran butir, kecepatan alir umpan, temperatur umpan, temperatur pengaktifan, dan ratio L/D kolom penyerapan. Ukuran butir yang digunakan adalah 60-80 mesh sebagai ukuran butir yang optimum terhadap proses serapan pada adsorben breksi batuapung (Wahyuningsih, 1998) . Sedangkan kecepatan alir umpan untuk kolom penyerapan tanpa adsorben adalah 2,128 ml/menit. Nilai tersebut diambil menimbang sifat plastisitas dari lempung serta waktu kontak antara adsorbat dan adsorben dalam hubungannya dengan proses serapan. Temperatur umpan adalah temperatur kamar (20 ° C) dengan pertimbangan tidak perlu melakukan proses pemanasan dan temperatur pengaktifan 300° C. Dari tabel 2., dapat dilihat bahwa nilai FD naik dari pH 3 hingga pH 5 dan seterusnya menurun pada pH 6 hingga pH 11. Nilai FD berbanding lurus dengan nilai EP yang mencapai nilai terbaik pada pH 5, yaitu FD = 9,35, EP = 89,31, dan KS = 4,699133 x 10-4 ppm. Hal ini diperjelas rentang volume keluaran tertentu (waktu serapan tertentu) maka umpan pH 5
Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
Prayitno, dkk.
ISSN 0216 - 3 1 2 8
adalah yang paling lama jenuh sehingga akumulasi Sr2+ yang terserap oleh adsorben lebih besar.
Tabel 2. Hasil analisa pengaruh pH umpan terhadap Kapasitas Serap, Faktor Dekontaminasi dan Efisiensi Pemisahan breksi batu pung. pH 3 4 5 6 7 8 9 10 11
FD 4,23 4,80 9,35 6,60 5,75 5,54 4,95 4,44 3,21
EP (%) 76,38 79,15 89,31 84,84 82,61 81,95 79,01 77,48 68,87
KS (10-4 ppm) 1,366990 2,093585 4,699133 4,109888 3,495323 3,023213 1,351170 1,711686 1,122754
Pada pH 7, molekul-molekul berada dalam bentuk netral dan proses adsorpsi yang terjadi adalah (Tinsley, 1979) : Sr + X-Bbatuapung Sr + Bbatuapung
Sr-X-Bbatuapung Sr-Bbatuapung
(1) (2)
Pada reaksi (1) dan (2), Sr ditransfer oleh molekul adsorbat dari wadah fasa cair ke permukaan eksternal dari padatan. Adsorpsi tersebut dapat berupa interaksi langsung dengan permukaan silikat adsorben, atau merupakan kompleks dengan ion yang terdapat pada permukaan adsorben. Kemudian adsorbat ditransfer menuju permukaan internal dengan migrasi molekul adsorbat dari permukaan adsorben yang relatif kecil menuju permukaan poripori dalam tiap partikel atau oleh difusi dari molekul adsorbat melewati pori-pori partikel sehingga molekul Sr di dalam pori-pori diadsorpsi dari larutan ke fasa padat. Pada proses ads orpsi ini yang berperan adalah gaya Van der Waals yang sangat lemah. Montmorilonit dan illit terdapat dalam jumlah yang sedikit pada breksi batuapung, tetapi memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat breksi batuapung secara keseluruhan karena kemampuan kedua mineral tersebut dalam menyerap air yang sangat besar. Sebagian permukaan eksternal dan pori-pori breksi batuapung diisi oleh molekul air dengan gaya Van der Waals dan air dapat pula melakukan ikatan hidrogen sesamanya. Keadaan tersebut mengurangi selektifitas adsorpsi oleh adsorben terhadap Sr yang ditunjukkan dengan nilai FD, EP, dan KS pada pH 7 lebih kecil dari pada pH 5 dan pH 6.
5
Seiring dengan penurunan pH umpan dimana umpan berada dalam suasana asam lemah yaitu pada pH 4, pH 5, dan pH 6, maka konsentrasi ion hidrogen meningkat dan molekul Sr menjadi ion Sr2+. Reaksi (1) dan (2) relatif masih terjadi, tetapi molekul Sr mulai diganti oleh ion Sr 2+. Ion Sr 2+ akan diadsorpsi oleh permukaan adsorben dan secara selektif memungkinkan terjadinya pertukaran kationkation yang terdapat pada permukaan adsorben tersebut, yang ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini : Sr2+ + X-Bbatuapung
Sr-Bbatuapung + X2+ (3)
Nilai FD, EP, dan KS untuk umpan pada pH 5 menunjukkan nilai yang terbaik di antara pH lainnya, khususnya dibandingkan terhadap berbagai pH umpan dalam suasana asam lemah karena pada pH 5 tersebut memungkinkan selektifitas Sr2+ untuk diserap secara optimal. Jika pH umpan terus turun, jumlah ion bermuatan mulai meningkat. Apabila umpan terlalu asam, maka ion H+ akan cenderung menggantikan kation Sr2+ yang terserap pada adsorben breksi batuapung karena ion H+ lebih mudah diserap pada kondisi tersebut. Breksi batuapung itu sendiri tidak tahan terhadap asam kuat sehingga dapat terhidrolisa dan sebagian kecil ikatan yang membangun strukturnya dapat putus menjadi ikatan yang lebih kecil. Hal ini dapat dilihat dari reaksireaksi di bawah ini : S r-Bbatuapung 2 + 2H+ (4) H-Bbatuapung + H +
2H -Bbatuapung + Sr2+
Si(OH)4 + Al(OH) 3
(5)
Reaksi (4) dan (5) dapat memberi gambaran penyebab nilai FD, EP, dan KS pada pH 3 yang lebih kecil dibanding pada suasana pH 4, pH 5, dan pH 6. Pada suasana basa, ion Sr 2+ membentuk senyawa hidrolisa seperti reaksi di bawah ini : Sr2+ + 2OH -
Sr(OH)2
(6)
Hal ini dapat dilihat dari menurunnya nilai FD, EP, dan KS dari adsorben breksi batuapung terhadap umpan dalam suasana yang semakin basa. Pengecualian pada umpan pH 10, nilai FD dan EP menurun tetapi nilai KS lebih besar dibanding umpan pH 9. Salah satu penyebabnya adalah meskipun banyak media berpori pada breksi batuapung yang dapat digunakan sebagai penyerap tetapi ada yang tidak begitu selektif terhadap ukuran molekul Sr atau pun ion Sr2+ karena ukuran pori yang lebih kecil dari ukuran molekul atau pun ion Sr2+. Kondisi tersebut memungkinkan untuk tidak terjadi adsorpsi dan pertukaran ion di daerah tersebut. Kalau kita bandingkan dengan adsorben
Pro siding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001
ISSN 0216 3128
6
Prayitno, dkk.
sejenis lempung pada perlakuan pH 6 mempunyai FD = 12,18, EP = 91, 79 dan KS = 6,640 x 10-4 ppm. Dari data tersebut dari efisiensi pemisahan lebih baik lempung dari pada breksi batu apung.
5.
PRAYITNO dan SETYADJI, M., "Pengolahan Limbah Radioaktif Cair dengan Lempung Sebagai Penukar Ion", Prosiding PPNYBATAN, Yogyakarta, 1986.
Pada dasarnya kemampuan serap yaitu kemampuan penukaran kation dan adsorpsi montmorilonit dan illit jauh lebih besar dari pada kaolinit. Sedangkan kemampuan adsorpsi breksi batuapung relatif besar karena pori-pori yang dimiliki oleh batuapung yang banyak akibat proses pembentukan batuapung itu sendiri. Properti fisik antara adsorben batuapung itu menyebabkan perbedaan kemampuan serapnya tidak begitu signifikan jika dilihat dari hasil yang diperoleh. Ilustrasi distribusi muatan dan potensial penukaran kation pada contoh kaolinit dan montmorilonit.(Tinsley, 1979).
6.
BOWLES, E., J.,”Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah”, edisi kedua, diterjemahkan oleh Hainim, Kelanaputra, J., Penerbit Erlangga, Jakarta, (1991).
7.
TINSLEY, I. J., "Chemical Consepts in Pollutant Behavior", John Wiley & Sons, New York, 1979.
8.
KUNIN, R., and MYERS, R. J.,"Ion Exchange Resin", John Wiley & Sons Inc., London, 1950.
9.
BUCKMAN, H. O., and BRADY, N. C., "Ilmu Tanah", diterjemahkan oleh Soegiman, Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1982.
KESIMPULAN Hasil pengujian pengaruh variasi pH umpan limbah yang mengandung Sr-90 terh adap kemampuan serap adsorben breksi batuapung , pada pH umpan tetap, memberikan kesimpulan sebagai berikut :
TANYA JAWAB
1. Breksi batuapung dapat dijadikan alternatif bahan untuk penyerap Sr-90. 2. Pada umpan limbah pH 5, radioisotop Sr-90 diserap maksimal oleh adsorben breksi batuapung dengan nilai FD = 9,35, EP = 89,31, KS = 4,699133 10-4 ppm.
DAFTAR PUSTAKA 1.
NOVIASTONO, "Teknik Pengukuran Radiasi Interna Sr-90 dalam Tubuh Melalui Analisis Urine", Skripsi Jurusan Teknik Nuklir UGM, Yogyakarta, 1991.
2.
WAHYUNINGSIH, E., "Breksi Batuapung untuk Penurunan Radionuklida Sr-90", Skripsi, STTL “Yayasan Lingkungan Hidup ”, Yogyakarta, 1998.
3.
YULIANTI, C. E., "Pengaruh Ukuran Butir Bentonit, Pasir Kuarsa, dan Magnetik pada Kapasitas Serap Nuklida Sr-90", Skripsi, STTL “Yayasan Lingkungan Hidup Yogyakarta”, Yogyakarta, 1997.
4.
RONODIRDJO, S., "Pengolahan Sampah Radioaktif", Diktat Kuliah Teknik Nuklir FTUGM, Yogyakarta, 1985. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir P3TM-BATAN Yogyakarta, 7 - 8 Agustus 2001