PENGARUH PENGERJAAN DINGIN TERHADAP KETAHANAN KOROSI LAPISAN HASIL HOT DIP GALVANIZING AISI 1020 DI MEDIA NaCl Rosalia Ishida (2), Prof. Dr.Ir. Sulistijono, DEA (1), Dr. Hosta Ardhyananta, ST, MSc (1) 1. Dosen Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2. Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Abstrak Proses pelapisan Hot Dip Galvanizing dilakukan dengan cara mencelupkan logam dasar ke dalam larutan seng cair. Pada umumnya, logam dasar yang digunakan adalah baja karbon. Proses pembentukan baja adalah hal yang perlu diperhatikan karena pembentukan baja berkaitan dengan perubahan dimensi dan ukuran baja tersebut. Perubahan ini disebut deformasi plastis. Proses deformasi dapat dilakukan dengan proses pengerjaan dingin (cold work). Proses hot dip galvanizing dilakukan dengan menggunakan logam dasar baja karbon rendah AISI 1020 dengan variasi derajat deformasi (% cold work) sebesar 0%, 10%, 20%, dan 40%. Untuk mempelajari ketahanan korosi hasil lapisan hot dip galvanizing dari masing-masing benda uji yang telah mengalami cold work perlu dilakukan uji polarisasi dengan larutan 0,5 M NaCl. Sehingga diperoleh data laju korosi masing-masing lapisan hasil hot dip galvanizing dari tiap benda uji dengan berbagai variasi derajat deformasi. Pengujian fasa dan struktur mikro dilakukan dengan menggunakan XRD (X-Ray Difraction) dan mikroskop optik. Berdasarkan hasil peneitian, menunjukkan bahwa semakin tinggi derajat deformasi yang diberikan pada base metal maka semakin tinggi pula laju korosi pada masing-masing lapisan. Makin tingginya derajat deformasi juga mengakibatkan lapisan Fe-Zn hasil hot dip galvanizing semakin tebal. Selain itu juga diperoleh hasil bahwa lapisan paduan FeZn memiliki laju korosi terendah daripada lapisan Zn dan Fe. Kata kunci: hot dip galvanizing, laju korosi, AISI 1020, deformasi plastis, pengerjaan dingin
Abstact Hot dip galvanizing process carried out by dipping the base metal (low carbon steel) into molten metal. Metal forming process is the thing to note for the formation of steel associated with changes in the dimensions and size of steel. This change is called plastic deformation. Deformation process can be done by cold working. Hot dip galvanizing carried out by using the base metal of low carbon steel AISI 1020 with various degrees of deformation (% cold work) amounted to 0%, 10%, 20%, and 40%. To study the corrosion resistance of hot dip galvanizing layer results from each of the specimens that have undergone cold work necessary polarization test with 0,5 M. So that the corrosion rate data obtained by each layer of hot dip galvanizing results of each test specimen with various degrees of deformation. Based on this research, showed that the higher the degree of deformation is given in base metal, the higher corrosion rate at each layer. By the higher degree of deformation also resulted in Fe-Zn layer of hot dip galvanizing result thicker. It also shows that Fe-Zn alloy layer has a lower corrosion rate than Zn and Fe layers. Keywords: hot dip galvanizing, corrosion rate, AISI 1020, plastic deformation, cold working
1
temperatur rekristalisasi (van vlack, 1991). Proses cold working menghasilkan peristiwa pengerasan regangan yakni bertambahnya kekerasan sebagai akibat deformasi plastis. Namun efek dari pengerasan regangan ini akan menurunkan keuletan suatu bahan. Proses cold working menyebabkan berkurangnya deformasi plastis pada pengerjaan berikutnya. Ada beberapa keuntungan dan kerugian suatu logam yang mengalami proses cold working (Donald R,1984). Keuntungannya : a. Toleransi dimensi dan permukaan akhir yang dihasilkan lebih baik. b. Merupakan suatu metode yang murah pada tingkat produksi yang besar pada bagian-bagian yang kecil. c. Tidak dibutuhkan pemanasan. Kerugiannya : a. Keuletannya menurun. b. Timbul tegangan dalam/tegangan sisa c. Dapat menyebabkan keretakan pada pengerjaan dingin yang berlebihan.
1. PENDAHULUAN Baja merupakan salah satu logam yang banyak digunakan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang industri. Dalam penggunaanya sebagai komponen permesinan dan konstruksi, baja sering mengalami kerusakan diantaranya disebabkan karena korosi. Proses korosi terjadi karena beberapa faktor diantaranya faktor lingkungan (temperatur, PH, konsentrasi elektrolit, kecepatan elektrolit, dsb). Korosi yang terjadi menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan penurunan sifat mekanik pada baja sehingga menyababkan kerugian. Salah satu cara mengatasi hal tersebut adalah dengan pelapisan logam menggunakan logam lain yang lebih anodik dengan cara electroplating, spraying, ataupun Hot Dip Galvanizing (HDG). Pelapisan dengan metode hot dip galvanizing ini banyak digunakan karena relatif mudah dalam mengontrol kualitas pelapisannya, tahan lama dan tahan terhadap benturan (Rahmat Supardi, 1997). Pelapisan jenis ini banyak diaplikasikan pada rangkarangka tower listrik, jembatan, bangunan, dan pipa-pipa di dalam industri.
2.2 Penentuan Derajat Deformasi Plastis Derajat deformasi dapat ditentukan melalui prosentasi perubahan luasan (per-cent reduction of area) dari material yang mengalami penekanan, yakni : (Joseph Datsko,1996)
Pada umumnya logam dasar yang digunakan dalam proses Hot Dip Galvanizing adalah baja karbon. Proses pembentukan baja adalah hal yang harus mendapat perhatian khusus, karena pembentukan logam berkaitan dengan perubahan dimensi dan ukuran dari baja tersebut. Perubahan ini disebut deformasi plastis. Proses deformasi plastis dapat dilakukan dengan proses pengerjaan dingin (cold work), yaitu proses pembentukan logam di bawah temperatur kristalisasi(van vlack, 1991). Suatu logam yang telah mengalami pengerjaan dingin akan mengalami perubahan struktur mikro sehingga menyebabkan perubahan sifat mekanis. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian untuk mempelajari besarnya pengaruh derajat deformasi plastis terhadap ketahanan korosi dari hasil lapisan Hot Dip Galvanizing.
% 𝑅𝐴 =
𝐴𝑜 − 𝐴𝑓 x 100% 𝐴𝑜
Persamaan 2.1 Penentuan % reduction of area Dimana : %RA= Prosentase pertambahan luas area Af = Luas area setelah penekanan Ao = Luas area sebelu m penekanan (luas awal) 2.3 Pengaruh derajat deformasi terhadap Korosi Akibat pengerjaan dingin suatu benda akan mengalami deformasi, dimana akan timbul Stress Cell. Stress Cell terjadi karena ada bagian yang mengalami tegangan yang berbeda dengan bagian yang lainnya. Bagian yang mengalami tegangan yang lebih besar akan menjadi anode dan akan terkorosi lebih hebat.( Suriadi, IGA Kade., Suarsana, IK.,
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses pengerjaan dingin (cold working) Cold working adalah suatu proses pembentukan secara plastis terhadap logam atau paduan yang dilakukan di bawah 2
2007). Seperti contoh yaitu batang logam yang ditekuk dan sebuah paku. Pada batang logam yang ditekuk, korosi lebih cepat terjadi pada daerah tekukannya karena telah mengalami deformasi berupa tegangan. Sedangkan pada paku, daerah yang lebih cepat terkorosi adalah pada kepala dan ujungnya. Hasil penelitian tentang pengaruh derajat deformasi terhadap laju korosi pada baja AISI 3215 dalam lingkungan udara, air tawar dan air laut menunjukkan bahwa pada masing-masing media, laju korosi baja AISI 3215 semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya derajat deformasi serta juga dapat diketahui bahwa media yang paling menyebabkan korosi lebih cepat adalah air laut. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut: . udara 0,07
air tawar
air laut
10%
20%
permukaan logam. Mengingat sifat seng lebih anodik dari pada logam ferro, maka sistem perlindungan dengan menggunakan seng mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan bila dibandingkan dengan yang tidak dilindungi. Adapun logam ferro yang dilindungi dengan logam seng keuntungannya sebagai berikut : 1. Sebagai pelindung terhadap serangan korosi. 2. Mendapat sifat permukaan benda yang lebih menarik dari pada permukaan logam dasarnya. 3. Memperbaiki permukaan benda yang dilapis. Tabel 2.1 Sifat-sifat seng : Nomor atom Berat atom Tara kimia, g/A.h Titik leleh Kerapatan g/cm3 Struktur kristal Resistivitas listrik Potensial standar, E°, 25°C, V
laju korosi
0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01
30 65. 37 1.22 419.5 7.133 hcp 5.92 - 0.7628
0 5%
15%
derajat deformasi
Pelapisan secara Hot Dip Galvanizing (pelapisan secara celup panas) adalah suatu proses pelapisan dimana logam pelapisnya dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair, kemudian logam yang akan dilapisi yang biasa disebut logam dasar dicelupkan ke dalam bak galvaniz yang telah berisi seng cair tadi, sehingga dalam beberapa saat logam tersebut akan terlapisi oleh lapisan berupa lapisan paduan antara logam pelapis (seng) dengan logam dasar dalam bentuk ikatan metalurgi yang kuat dan tersusun secara berlapis-lapis yang disebut fasa. (ridluwan,2007)
Gambar 2.1 Hubungan Derajat Deformasi Dan Media Pengkorosi Terhadap Laju Korosi Baja Karbon AISI 3215 (IGA Kade Suriadi, IK Suarsana, 2007)
2.4 Hot Dip Galvanizing Reaksi korosi pada baja (Fe) dengan H2O atau dengan komponen lain yang ada di lingkungan berjalan spontan tanpa perlunya energi dari luar sistem (G negatif). Agar reaksi korosi terkendali, maka perlu dilakukan proteksi/pengendalian korosi salah satunya melalui pelapisan dengan metode Galvanis Celup Panas/Hot Dip Galvanizing. Fungsi pelapisan seng adalah sebagai anoda terhadap logam ferro merupakan cara untuk melindungi logam tersebut terhadap serangan korosi dan menambah keindahan 3
Tabel 2.2. Deret Galvanik Jenis Logam Magnesium Seng Paduan alumunium Cadmium Baja paduan rendah Timah Tembaga Timbal Perak
variabel arus antara elektroda kerja dengan elektroda bantu (auxiliary electrode)
Potensial korosi bebas (V) –1,60 –1,00 –1,00 hingga –0,85 –0,75 –0,70 –0,33 –0,30 –0,20 –0,12
Lapisan seng yang diperoleh dengan metode Hot Dip Galvanizing lebih tahan lama, relatif tangguh dan mempunyai kekerasan yang tinggi. Pada permukaan logam dasar terbentuk lapisan berupa paduan (alloying) antara logam pelapis dan logam dasar dalam bentuk ikatan metalurgi yang kuat dan tersusun secara berlapis-lapis yang disebut fasa. Dari tiap-tiap lapisan mempunyai sifat yang berbeda-beda baik dari komposisi kimia maupun kekerasan. Lapisan bagian luar (eta layer) akan lebih murni dan lunak, sedangkan lapisan paling bawah (gamma layer) mempunyai paduan baja paling tinggi dibandingkan lapisan lainnya (Widyanto dan Suratman, 1997).
Gambar 3.1 Susunan Elemen Potensiostat
3.2 Pengujian Difraksi Sinar-X Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi penyusun lapisan oksida. Pengujiannya menggunakan alat difraktometri. Dari alat ini diperoleh grafik yang menunjukkan puncak-puncak difraksi. Puncak-puncak inilah yang menentukan komposisi penyusun lapisan oksida. Pengujian difraksi sinar-X ini dilakukan pada spesimen yang telah mengalami proses pengkorosian melalui proses imersi pada larutan NaCl 0,5 M selama 35 hari.
3. METODOLOGI 3.1 Pengujian dengan Metode Polarisasi Potensiodinamik
3.3 Pengamatan Metalografi Mikroskop Optik
Peralatan elektrokimia untuk uji korosi yang digunakan adalah EG&G Princeton Applied Research yang terdiri dari : i Potensiostat/galvanostat Model 273 dengan software M 342 ii Sel korosi iii Pengolah data dan printer
dengan
Pengamatan ini dilakukan untuk megetahui lapisan yang dihasilkan dari proses hot dip galvanizing. Sampel yang digunakan pada pengamatan ini adalah sampel hasil hot dip galvanizing yag telah dipotong melintang. 4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Potensial scan digunakan untuk mengatur secara otomatis penambahan beda potensial. Potensistat yang dilengkapi dengan potensial scan dinamakan potentiodinamik. Potensiostat adalah instrumen untuk mengatur beda potensial antara spesimen (elektroda kerja) dengan elektroda acuan (reference electrode) dan menggunakan
4.1 Pengujian Polarisasi Potensiodinamik Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan di PT BIN BATAN PUSPIPTEK Serpong Tangerang . Pengujian dilakukan dengan mempolarisasikan spesimen pada 4
lapisan hot dip galvanizing dan base metal. Perangkat Polarisasi Potensiodinamik yang digunakan sudah terintegerasi dengan komputer. Nilai arus untuk setiap perubahan potensial terekam secara otomatis dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk kurva E vs Log current density.
-0,7
Potential (V) vs Eref
-0,8
a. Lapisan Zn
-0,9
-1 0%CW 40% CW
-1,1
20%CW
-1,2 10%CW
Gambar 4.1 merupakan kurva polarisasi katodik-anodik pada lapisan Zn (lapisan terluar) hasil hot dip galvanizing pada berbagai variasi % reduksi area. Masing-masing % reduksi area ditunjukkan dengan warna yang berbeda. Bedasarkan kurva pada gambar 4.1 dapat dilihat bahwa % reduksi penampang menyebabkan kurva polarisasi masing-masing spesimen bergeser ke arah yang lebih positif juga menjadi ke arah yang lebih negatif. Pada gambar 4.1 nampak pada spesimen 0% cold work nilai Ecorr sebesar -1,057 mV. Pada spesimen 20% cold work nilai Ecorr sebesar 1,072 mV. Nilai Ecorr terendah dimiliki oleh spesimen 10% cold work sebesar -1,117 mV sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh spesimen 40% cold work yaitu sebesar -1,049 mV.
-1,3 -4
-2
0
2
4
6
Log Current Density (µA/cm2)
Gambar 4.1 Kurva Polarisasi Katodik-Anodik Lapisan Zn Hasil Hot Dip Galvanizing Dengan Berbagai % Cold Work b.
Lapisan Fe-Zn
Gambar 4.2 merupakan kurva polarisasi katodik-anodik pada lapisan Fe-Zn hasil hot dip galvanizing pada berbagai variasi % reduksi area. Masing-masing % reduksi area ditunjukkan dengan warna yang berbeda. Bedasarkan kurva pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada spesimen 0% cold work mempunyai nilai Ecorr sebesar -1,049 mV. Pada spesimen 10% cold work mepunyai nilai Ecorr tertinggi yaitu sebesar -1,026 mV. Nilai Ecorr terendah dimiliki oleh spesimen 20% cold work yaitu sebesar -1,056 mV. Pada spesimen 40% cold work nilai Ecorr sebesar -1,050 mV. berdasarkan gambar 4.2 diatas juga dapat dikatakan bahwa bahwa semakin besar % deformasi plastis yang diberikan pada base metal tidak menggeser nilai Ecorr menjadi lebih positif karena nilai Ecorr terendah ada pada spesimen 20% cold work sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh spesimen 10% cold work.
Pergeseran kurva ke harga yang lebih positif menunjukkan kenaikan harga Ecorr. Kenaikan harga Ecorr akan menyebabkan spesimen terlihat lebih katodik terhadap Elektroda Reference. Namun pada gambar 4.1 nampak bahwa semakin besar % deformasi plastis yang diberikan pada base metal tidak menggeser nilai Ecorr menjadi lebih positif karena nilai Ecorr terendah ada pada spesimen 10% cold work sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh spesimen 40% cold work.
5
Nilai Ecorr, icorr, Corrosion Rate, masing-masing kurva polarisasi dihitung berdasarkan metode ekstrapolasi tafel, yaitu dengan cara menarik garis linear pada cabang katodik maupun anodik. Titik perpotongan garis linear anodik dan katodik diinterpretasikan sebagai Ecorr dan Icorr (Fontana, 1986). Persamaan yang dipakai untuk menghitung laju korosi adalah persamaan 2.5, yaitu
-0,7
Potential (V) vs Eref
-0,8 -0,9 -1 -1,1
40%CW
-1,2 20%CW -1,3
10%CW 0%CW
-1,4
-4
𝐶𝑅 =
-2 0 2 Log Current Density (µA/cm2)
4
6
𝐾1. 𝐼𝑐𝑜𝑟𝑟. 𝐸𝑊 𝜌
Dimana : CR = Laju korosi (mm/yr) K1 = 3,27 x 10-3 g/µA cm yr Icorr = Rapat Arus saat Ecorr (µA/cm2) ρ = density (g/cm3) (density yang dipakai untuk base metal adalah 7,85 g/cm3, untuk lapisan Zn adalah 7,14 g/cm3, sedangkan untuk lapisan Fe-Zn adalah 7,1826 g/cm3) EW = Equivalent Weight (Berat Ekivalen) (nilai EW yang dipakai untuk base metal adalah 27,78 sesuai dengan nilai EW Fe, untuk lapisan Zn adalah 32,695 sesuai dengan EW Zn, sedangkan untuk Fe-Zn adalah 32,4 )
Gambar 4.2 Kurva Polarisasi Katodik-Anodik Lapisan Fe-Zn Hasil Hot Dip Galvanizing Dengan Berbagai % Cold Work C. Lapisan Fe (base metal) Gambar 4.3 merupakan kurva polarisasi katodik-anodik pada lapisan Fe (base metal) pada berbagai variasi % reduksi area. Masingmasing % reduksi area ditunjukkan dengan warna yang berbeda. Bedasarkan kurva pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa pada spesimen 0% cold work nilai Ecorr sebesar -0,519 mV. Nilai Ecorr yang dimiliki spesimen 0% adalah nilai Ecorr tertinggi. Pada spesimen 10% cold work nilai Ecorr -0,557 mV. Pada spesimen 20% nilai Ecorr sebesar -0,637 mV. Sedangkan nilai Ecorr yang terendah dimiliki oleh spesimen 40% cold work yaitu sebesar -0,677 mV.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Laju Korosi pada Pengujian Potensiodinamik Polarisasi Potensiodinamik
-0,2 Potential (V) vs Eref
NaCl(M) 10%CW
0%CW
% cw
Lapisan
Ecorr (V)
-0,4
Icorr
Corr Rate
(µA/cm2)
(mpy)
Zn
-1,057
3,02
1,7809
Fe-Zn
-1,049
0,88
0,5112
Fe
-0,519
1,11
0,5059
20%CW
0%
-0,6
-0,8 10%
40%CW
-1 -5
-3
-1
1
3
5
7
0,5
9
20%
Log Current Density (µA/cm2)
Gambar 4.3 Kurva Polarisasi Katodik-Anodik Base Metal (Fe) Hasil Hot Dip Galvanizing Dengan Berbagai % Cold Work
40%
6
Zn
-1,117
10,18
6,0033
Fe-Zn
-1,026
0,96
0,5577
Fe
-0,557
1,82
0,8295
Zn
-1,072
156,78
92,4563
FeZn Fe
-0,637
81,94
19,2348 37,3440
Zn
-1,049
103,14
60,8237
Fe-Zn
-1,051
9,41
5,4666
Fe
-0,677
56,52
25,7589
-1,056
33,11
Data perhitungan laju korosi pada pengujian potensiodinamik dapat dilihat pada lampiran 3. Agar lebih terlihat jelas variasi penurunan laju korosinya, maka Tabel 4.1 disajikan dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4.4 berikut.
work) sampai pada 20 % cold work. Hal ini disebabkan karena jika suatu pengerjaan dingin dilakukan pada logam maka logam tersebut akan mengalami deformasi sehingga menyebabkan stress cell. Stress cell terjadi karena ada bagian yang mengalami tegangan yang berbeda dengan bagian lainnya. Bagian yang mengalami tegangan lebih besar akan menjadi anode dan akan mudah terkorosi lebih hebat karena menyimpan energi yang lebih besar untuk beroksidasi. Namun, pada 40% cold work terjadi penurunan laju korosi. penurunan laju korosi yang terjadi tidak terlalu jauh, hal ini dapat dikarenakan paosedur yang dilakukan saat uji polarisasi kurang begitu maksimal seperti penggantian larutan elektrolit yang tidak dilakukan secara berkala sehingga menyebabkan hasil yang tidak begitu signifikan.
Laju Korosi (mpy)
100 lapisan Zn
80 60 40
lapisan Fe
20
lapisan Fe-Zn
0 0
10
20
30
40
% cold work
Pada lapisan Fe-Zn juga mengalami peningkatan laju korosi seiring bertambahnya % reduksi area. Diasumsikan bahwa laju korosi yang meningkat dikarenakan energi yang tersimpan pada base metal makin meningkat sehingga mendorong lapisan yang ada di luarnya untuk melepaskan energinya melalui korosi sehingga laju korosi yang terjadi meningkat. Begitu juga pada lapisan Zn, selain karena Zn lebih mudah terkorosi daripada Fe (base metal), lapisan Zn juga mendapat energi dari base metal sehigga laju korosi makin meningkat. Untuk penurunan laju korosi yang terjadi pada 40% cold work damungkinkan karena tebal lapisan hot dip galvanizing yang terbentuk. Dapat dilihat pada gambar 4.5, bahwa lapisan yang paling tebal adalah pada spesimen 40% cold work.
Gambar 4.4 Pengaruh % Cold Work (Reduksi Area) Terhadap Laju Korosi Masing-Masing Lapisan Hasil Hot Dip Galvanizing. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada lapisan Zn, laju korosi spesimen 0% cold work mempunyai laju korosi terendah yaitu sebesar 1,7809 mpy sedangkan yang tertinggi adalah spesimen 20% cold work yaitu sebesar 92,4563 mpy. Pada lapisan Fe-Zn, laju korosi terendah dimiliki oleh spesimen 0% cold work yaitu sebesar 0,5112 mpy sedangkan yang tertinggi dimiliki oleh spesimen 20% cold work yaitu sebesar 19,2348 mpy. Pada base metal juga terjadi hal yang serupa dengan lapisan Zn dan Fe-Zn. Laju korosi terendah dimiliki oleh spesimen 0% cold work yaitu sebesar 0,5059 mpy dan yang tertinggi dimiliki oleh spesimen 20 %. Data hasil laju korosi yang didapatkan kurang begitu maksimal karena terjadi penurunan laju korosi pada nilai % cold work yang tertinggi (0% cold work).
Selain itu, dapat juga dilihat dari gambar 4.4 bahwa lapisan Zn hasil hot dip galvanizing mempunyai nilai laju korosi yang paling tinggi dan lapisan Fe-Zn mempunyai nilai laju korosi paling rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh A.P.Yadav, H.Katayama, K.Noda, H. Masuda, A. Nishikata, T. Tsuru (2007) dalam jurnalnya yang berjudul “Effect
Berdasarkan gambar 4.4 diatas dapat dikatakan bahwa laju korosi yang terjadi pada lapisan Fe (base metal) semakin meningkat dengan bertambahnya % reduksi area (% cold 7
of Fe–Zn Alloy Layer on the Corrosion Resistance of Galvanized Steel in Chloride Containing environments” bahwa lapisan paduan Fe-Zn hasil proses hot dip galvanizing memiliki laju korosi terendah dibanding lapisan lain. 4.2 Pengamatan Metalografi
(D) Gambar 4.5 Penampang melintang lapisan hasil Hot dip galvanizing pada berbagai % cold work (a) 0% cold work (b) 10% cold work (c) 20 % cold work (d) 40 % cold work dengan pembesaran 200X Gambar 4.5 menunjukkan hasil pelapisan seng (Zn) pada permukaan baja karbon rendah AISI 1020 dengan metode hot dip galvanizing. Pada permukaan logam dasar terbentuk lapisan berupa paduan (alloying) antara logam pelapis dan logam dasar dalam bentuk ikatan metalurgi yang kuat dan tersusun secara berlapis-lapis yang disebut fasa. Seng (Zn) dengan besi (Fe) merupakan unsur transisi periode keempat, semua unsur transisi periode keempat memiliki sifat kimia dan sifat fisika yang serupa. Besi dan seng memiliki susunan atom yang rapat (closed packing). Akibatnya, memiliki kerapatan (densitas) yang besar. Dengan demikian, ikatan logam (metallic bonds) yang terjadi pada besi dan seng lebih kuat.
(A)
(B)
Paduan Fe-Zn yang terbentuk secara berlapis dari luar adalah fase eta ( η), fase Dzeta ( ξ ), fase Delta ( δ) dan lapisan yang berada pada interface baja adalah fase Gamma ( Γ ). Dari tiap-tiap lapisan mempunyai sifat yang berbeda-beda baik dari komposisi kimia maupun kekerasan. Lapisan bagian luar (eta layer) akan lebih murni dan lunak, sedangkan lapisan paling bawah (gamma layer) mempunyai paduan baja paling tinggi dibandingkan lapisan lainnya sehinggaakan
(C) 8
lebih keras daripada (Sulistijono, 2008)
lapisan
lainnya.
menggunakan alat difraktometri. Dari alat ini, diperoleh grafik yang menunjukkan puncakpuncak difraksi. Puncak-puncak inilah yang menentukan komposisi penyusun lapisan oksida. Pengujian difraksi sinar-X ini dilakukan pada spesimen yang telah mengalami proses pengkorosian melalui proses imersi pada larutan NaCl 0,5 M selama 35 hari. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan grafik sebagai berikut:
Berdasarkan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pada tiap derajat deformasi plastis yang dilakukan pada base metal mempengaruhi tebal lapisan yang dihasilkan saat proses hot dip galvanizing. Nampak bahwa semakin besar derajat deformasi yang dilakukan pada base metal maka lapisan Fe-Zn yang terbentuk akan semakin tebal, hal tersebut disebabkan karena cold work yang dilakukan pada base metal menyebabkan butiran struktur mikro base metal menjadi lebih pipih dan lebih halus sehingga jumlah daerah batas butir lebih besar hal ini menyebabkan energi yang tersimpan di batas butir makin besar sehingga pertumbuhan lapisan intermetalik Fe-Zn semakin meningkat.
0% CW 40% CW
: NiSi
relative intensity
: Zn : ZnO
Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Syahbudin dan Abdul Rahman dalam penelitiannya berjudul “Pertumbuhan Lapisan Intermetalik Fe-Zn pada Permukaan Sambugan Las Baja SS400 Selama Galvanis pada 460C” yang menyatakan bahwa pertumbuhan lapisan intermetalik Fe-Zn pada permukaan baja SS400 lebih tinggi daripada daerah las karena ukuran butir base metal lebih halus.
10
20
30
40
50
60
70
80 o
90
2 theta
Gambar 4.6 Hasil Difraksi Sinar-X Spesimen 0% dan 40% Cold Work Gambar 4.6 merupakan grafik hasil difraksi sinar-X untuk spesimen 0% cold work dan 40% cold work. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada spesimen puncak difraksi tertinggi adalah NiSi. Puncak difraksi tertinggi di sekitar 36,62925 dengan jumlah intensitas 15687,66. Selain itu juga teridentifikasi adanya Zn disekitar 43,49981 dengan jumlah intensitas kurang lebih 5266,85. Banyaknya Zn menunjukkan bahwa pada spesimen 0% cold work masih terlapisi dengan baik.
Lapisan Fe-Zn yang dihasilkan saat hot dip galvanizing menjadi lebih tebal karena pengaruh derajat deformasi plastis yang diberikan. Hal ini disebabkan internal stress yang tersimpan makin meningkat seiring bertambahnya derajat deformasi yang diberikan sehingga energi yang digunakan untuk reaksi pertumbuhan lapisan menjadi lebih besar.
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa puncak difraksi tertinggi pada spesimen 40% cold work adalah ZnO. Puncak difraksi tertinggi di sekitar 43,08473 dengan jumlah intensitas 2485,24. Pada spesimen 40% cold work muncul oksida seng (ZnO) pada posisi 2theta yang tidak jauh bergeser dari posisi Zn pada spesimen 0% cold work. Hal ini menunjukkan
4.3 Pengujian Difraksi Sinar-X Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui komposisi penyusun lapisan hasil hot dip galvanizing jika berada di lingkungan NaCl. Pengujian dilakukan pada lapisan Zn yang merupakan lapisan terluar dari lapisan hasil hot dip galvanizing. Pengujiannya 9
bahwa dengan waktu imersi yang sama lapisan Zn hasil hot dip galvanizing pada 40 % cold work lebih mudah teroksidasi dibanding 0% cold work. NiSi yang teridentifikasi berasal dari senyawa penyusun base metal yang merupakan baja karbon rendah AISI 1020.
3. Perlu adanya variasi temperatur pada pengujian selanjutnya untuk melihat ketahanan hasil Hot Dip Galvanizing pada temperatur tinggi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Van Vlack, Lawrence H. 1991. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam), alih bahasa Ir. Sriati Japrie M.E.E.Mwt, Penerbit Erlangga Jakarta 2. Ridluwan, Muhammad,. 2007. Pengaruh Temperatur Pencelupan Terhadap Kekerasan, Laju Korosi Dan Struktur Mikro Pada Baja Karbon Rendah Dengan Pelapisan Metode Hot Dip Galvanizing. Teknik Mesin UNNES 3. Suriadi, IGA Kade., Suarsana, IK., 2007, “Prediksi Laju Korosi Dengan Perubahan Besar Derajat Deformasi Plastis Dan Media Pengkorosi Pada Materia Baja Karbon”. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Universitas Udayana CAKRAM 1(12) : 1-8 4. Rahman, A dan Syahbudin, 2003, Pertumbuhan lapisan intermetalik FeZn pada permukaan sambungan las baja struktur SS400 selama 5. A.P.Yadav, H.Katayama, K.Noda, H. Masuda, A. Nishikata, T. Tsuru. 2007. “Effect of Fe–Zn Alloy Layer on the Corrosion Resistance of Galvanized Steel in Chloride Containing environments”. Corrosion Science 49(2007):3716-3731 6. Birawidha, David Chandra., 2007. “ Studi komparasi kinerja anoda tumbal pada proses proteksi katodik di lingkungan tanah humus “. Jurusan Teknik Material dan Metalurgy , FTI ITS.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengujian dan perhitungan yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa:
Derajat deformasi plastis yang diberikan pada base metal dapat menyebabkan internal stress, sehingga menyebabkan laju korosi semakin meningkat. Laju korosi maksimal berada pada derajat deformasi plastis sebesar 20% cold work. Laju pembentukan lapisan intermetalik Fe-Zn makin meningkat seiring dengan meningkatnya derajat deformasi plastis. Adapun temuan lain yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu lapisan paduan Fe-Zn hasil hot dip galvanizing mempunyai laju korosi paling rendah daripada lapisan Zn maupun base metal (lapisan Fe)
5.2 Saran Adapun beberapa saran yang dapat diberikan untuk kelanjutan penelitian ini, diantaranya: 1. Percobaan dilakukan pada derajat pengerjaan dingin yang lebih bervariasi sehingga dapat mengetahui nilai derajat deformasi optimum pada AISI 1020 yang dilapisi seng dengan metode hot dip galvanizing. 2. Perlu adanya variasi kecepatan fluida pada pengujian selanjutnya untuk melihat kinerja lapisan hasil Hot Dip Galvanizing pada fluida yang bergerak.
10