PENGARUH PENAMBAHAN SLUDGE DAN PENGECILAN UKURAN BAHAN PADA KONVERSI SAMPAH ORGANIK PASAR MENJADI BIOGAS
SKRIPSI
YUMIYATI F34070047
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
INFLUENCE OF SLUDGE ADDITION AND PARTICLES SIZE REDUCTION ON MARKET ORGANICS WASTE CONVERSION TO BIOGAS Muhammad Romli, Suprihatin, and Yumiyati Departement of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Bogor, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone +62 251 960 6741, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT The principal problems which have become the main focus of society are environmental problem and energy scarce. The main cause of the problems is the high consumption of fossil fuels. The purpose of this research is to find out effect of sludge composition and particle size reduction on organic waste convertion to biogas. The fermentation were conducted with 1.5 L reactors and fermentation during 21 days. Composition of organic waste from traditional market were banana leaf 7.5%, corn husk 24.2%, bitter melon 14.8%, cabbage 19.9%, chicory 6.2%, water spinach 8.0%, mustard greens 8.0%, carrots 11.5% (w/w). The maximum gas production was reached 14.414 L/kg TS in 1st running and 22.028 L/kg TS in 2nd running or 0.005215 L/g VS (1st running) and 0.005172 L/g VS (2nd running) with COD value was 0.459 g/kg by composition 3:5 and size 0.1 to 0.5 cm. All treatments had a pH interval 4.80 to 6.67. The highest phosphate levels produced by sludge 5:3 (0.1 to 0.5 cm) was1.97 %, the carbon highest in sludge 3:5 (1.5 to 2 cm) was 10.25 %, and nitrogen in sludge 5:3 (1.5 to 2 cm) was 2.20 %. Keywords: organic waste, sludge, size minimizing, biogas, digestate, leachate
Yumiyati. F34070047. Pengaruh Penambahan Sludge dan Pengecilan Ukuran Bahan pada Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Biogas. Dibawah bimbingan Muhammad Romli dan Suprihatin. 2011.
RINGKASAN Salah satu permasalahan utama yang kini menjadi fokus bersama adalah lingkungan hidup dan kelangkaan energi. Perubahan iklim yang tidak menentu (global warming) serta ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil menjadi penyebab utamanya. Gas karbon, metan, nitrous oxide, sulfur heksa fluorida, HFC, dan PFC yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil merupakan 6 gas emisi rumah kaca menurut International Panel on Climate Chance. Ketergantungan yang tinggi ternyata tidak diimbangi oleh ketersediaannya. Konsekuensi yang harus diambil yaitu mencari serta memanfaatkan bahan lain sebagai upaya penyeimbang kebutuhan dan ketersediaan sumber energi. Biogas memberikan solusi alternatif sumber energi terbarukan. Biogas merupakan gas yang dilepaskan oleh bahan-bahan organik (kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran kayu) yang mengalami proses metanisasi (Hambali, et al. 2007). Biogas tidak hanya menjawab permasalahan krisis energi tetapi juga menjawab permasalahan lingkungan hidup. Berdasarkan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) diketahui secara molekuler efek rumah kaca metana 20 kali lebih kuat daripada karbondioksida. Namun dengan pemakaian biogas sebagai bahan bakar berarti mengkonversi metana menjadi karbondioksida yang lebih rendah efeknya terhadap pemanasan global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan sludge dan pengecilan ukuran bahan pada konversi sampah organik menjadi biogas. Sampah pasar yang digunakan untuk percobaan terdiri dari daun pisang 7.5%, kulit jagung 24.2 %, pare 14.8 %, kol 19.9 %, saosin 6.2 %, kangkung 8.0 %, sawi 8.0 %, dan wortel 11.5 % (W:W) dirajang dengan dua ukuran yaitu 0.1-0.5 cm dan 1.5-2 cm. Activated sludge digunakan sebagai substrat tambahan dengan dua komposisi yaitu 225 g (3:5) dan 375 g (5:3). Penelitian dilakukan secara batch selama 21 hari di dalam botol AMDK 600 ml dan dibuat terendam dalam aquarium dengan suhu terkontrol (32 °C). Parameter harian yaitu volume gas, 3 hari sekali (TS-TVS, COD, pH digestat dan lindi), dan berkala (Kadar C, N, dan P di awal dan akhir proses). Rancangan penelitian yang digunakan yaitu RAL dengan dua faktorial (komposisi dan ukuran) serta dua kali ulangan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap fermentasi anaerobik sampah organik dengan starter sludge yang berasal dari instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) industri dengan dua ukuran bahan serta dua komposisi starter yang berbeda terhadap parameter volume, TS-TVS, COD, pH, kadar C, kadar N, dan kadar P didapatkan hasil sebagai berikut: Gas terbesar dihasilkan oleh komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm yaitu 14.414 L/kg TS pada proses 1 dan 22.028 L/kg TS pada proses 2 atau 0.005215 L/g VS (proses 1) dan 0.005172 L/g VS (proses 2) dengan nilai COD sebesar 0.459 g/kg. Adapun gas yang dihasilkan oleh penelitian Wildan (2011) dengan bahan yang sama yaitu sampah sayuran menghasilkan gas sebesar 4500 ml/kg biomassa. Pada penelitian ini ternyata menghasilkan gas yang melebihi hasil tersebut. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kondisi sludge yang telah mengalami berbagai proses di dalam unit pengelolaan limbah. Sama halnya dengan kotoran yang telah mengalami pemasakan di dalam perut ruminansia.
Sludge banyak mengandung zat pengurai yang baik untuk menghidrolisis bahan yang masih baru serta kondisi bahan yang lebih berair berpengaruh pada peningkatan produksi gas. Kondisi sampah yang telah busuk juga berdampak pada peningkatan produksi gas ditambah lagi dengan adanya pengecilan ukuran karena berarti mengurangi kerja mikroorganisme dalam fase aklimatisasi (penyesuaian). Namun berdasarkan padatan yang menguap, gas yang diproduksi tidak optimum dikarenakan banyaknya air yang terkandung pada bahan serta lingkungan yang semakin asam seiring bertambahnya waktu. Pupuk organik dengan kadar fosfat tertinggi dihasilkan oleh lindi komposisi 5:3 ukuran 0.10.5 cm yaitu 1.97 %, karbon tertingi pada digestat komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm yaitu 10.25 %, dan nitrogen pada lindi komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm yaitu 2.20 %. Hal ini masih jauh dari syarat mutu pupuk organik yang dianjurkan. Oleh karena itu diperlukan sistem composting lanjutan untuk mendapatkan mutu pupuk organik yang sesuai. Dengan begitu sludge bisa dijadikan alternatif substrat dalam fermentasi anaerob dimana perlakuan terbaik terdapat pada komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm. Pupuk organik dengan kadar fosfat tertinggi dihasilkan oleh lindi komposisi 5:3 ukuran 0.10.5 cm yaitu 1.97 %, karbon tertingi pada digestat komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm yaitu 10.25 %, dan nitrogen pada lindi komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm yaitu 2.20 %. Hal ini masih jauh dari syarat mutu pupuk organik yang dianjurkan. Oleh karena itu diperlukan sistem composting lanjutan untuk mendapatkan mutu pupuk organik yang sesuai.
PENGARUH PENAMBAHAN SLUDGE DAN PENGECILAN UKURAN BAHAN PADA KONVERSI SAMPAH ORGANIK PASAR MENJADI BIOGAS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departeman Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh YUMIYATI F34070047
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PENAMBAHAN SLUDGE DAN PENGECILAN UKURAN BAHAN PADA KONVERSI SAMPAH ORGANIK PASAR MENJADI BIOGAS
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departeman Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh YUMIYATI F34070047
Dilahirkan di Jakarta, 04 Januari 1989 Tanggal Lulus :
Disetujui, Bogor, 4 Agustus 2011
Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.St Dosen Pembimbing I
Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin Dosen Pembimbing II
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Pengaruh Penambahan Sludge dan Pengecilan Ukuran Bahan pada Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Biogas Yumiyati F34070047
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. St. NIP 19601205 1986091 1 001
Prof. Dr. -Ing. Ir. Suprihatin NIP 19631221 199003 1 002
Mengetahui : Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Sludge dan Pengecilan Ukuran Bahan pada Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Biogas adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 4 Agustus 2011 Yang membuat pernyataan
Yumiyati F34070047
© Hak cipta milik Yumiyati, tahun 2011 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
BIODATA PENULIS Penulis bernama Yumiyati dilahirkan di Jakarta pada tanggal 04 Januari 1989. Anak ke-5 dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Sugirno (alm) dan Ibu Raning ini menempuh pendidikan formalnya di SDN 17 Pagi Jakarta pada tahun 1995-2001, SMPN 67 Jakarta pada tahun 2001-2004, dan SMAN 26 Jakarta pada tahun 2004-2007. Penulis masuk IPB pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dengan mayor Teknologi Industri Pertanian sebagai pilihan pertamanya dan diterima di mayor tersebut. Selama kuliah di IPB penulis aktif di beberapa organisasi intra kampus seperti Musholla Asrama TPB (2007-2009), DPM TPB (2007-2008), LDK AlHurriyah (2007-2008), dan kegiatan kampus lainnya (IPB Green Festival, Red’s Cup, dan lainnya) serta menjadi penerima besiswa PPA IPB selama 2 tahun dan Tanoto Foundation selama 2 tahun. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT. Sinar Meadow International Indonesia, Jakarta dengan topik Pengelolaan Limbah Industri di PT. Sinar Meadow International Indonesia, Jakarta. Penelitian Tugas Akhir skripsi dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan IPB dengan judul skripsi Pengaruh Penambahan Sludge dan Pengecilan Ukuran Bahan pada Konversi Sampah Organik Pasar menjadi Biogas.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT senantiasa dipanjatkan tak terbatas atas karunia dan limpahan rahmat iman, islam, serta sehat wal„afiat sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Sludge dan Pengecilan Ukuran Bahan pada Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Biogas.” Shalawat teriring salam akan selalu tercurah kepada Sang lentera zaman, Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia mengikuti syariatnya hingga zaman menemui akhir. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc. St, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga, dan pikiran dalam mengarahkan tugas akhir ini. 2. Bapak Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, petunjuk, serta arahan kepada penulis. 3. Ir. Sugiarto,MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam rangka perbaikan skripsi ini. 4. Seluruh staff dan laboran Departemen TIN yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 5. Bapak Ferdisar Adrian, SE, MM dan Ibu Deviana Muchtar yang telah ikhlas membiaya penelitian ini. May Allah reply the best. 6. Bapak Achyar Wahyu, SiP dan keluarga yang telah banyak membantu penulis. You are my second family. 7. Sugirno (alm) dan Raning selaku kedua orangtua serta kakak dan adik tercinta yang selalu menyuntikkan semangat dan doa yang tiada putus untuk kebaikan dan kelancaran hajat kita semua. May Allah give the best future for us. 8. Dira, Ria, Gigii terima kasih untuk waktu yang terpaksa terkenang selama pertemuan kita. Maaf selalu merepotkan. Thanks for anything. You are my soul sister, hehehe. 9. „Iza‟ Nurzakiyah selaku teman satu bimbingan. Thx my sister. Akhirnya selesai juga. 10. Sinta, Nurul, Ana, Niar, Ratih, Dayu, Lala, Anti, Adi, Imam, Kyo dan teman-teman TIN 44 yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas bantuan, kritik, dukungan, informasi, dan kebersamaannya selama ini. It’s difficult experience to find. 11. Teman-teman kostan “Marhamah” (Kak Dini, Mila, Danis, Karimah, Isti, Kak Caca, Dina, Kak Santi, Kak Nia, Kak Dya, Qori) atas kebersamaan, dukungan, bantuannya selama ini. Love you more. It’s the real’ ukhuwah’, hehehe.
vi
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................................... DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1.1. LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1.2. TUJUAN .............................................................................................................. 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 2.1. BIOGAS .............................................................................................................. 2.2. KOMPOSISI BIOGAS ........................................................................................ 2.3. BAHAN BAKU BIOGAS ................................................................................... 2.4. FERMENTASI ANAEROBIK ............................................................................ 2.5. BAKTERI METANOGEN .................................................................................. 2.6. MEKANISME PEMBENTUKAN BIOGAS ....................................................... 2.7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI .................................................. 2.8. SAMPAH ORGANIK ......................................................................................... 2.9. SLUDGE .............................................................................................................. 2.10. PUPUK ORGANIK ............................................................................................. 3. METODE PENELITIAN ........................................................................................... 3.1. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ............................................................ 3.2. ALAT DAN BAHAN .......................................................................................... 3.3. TAHAPAN PENELITIAN .................................................................................. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL .................................................................. 4.2. PENGARUH KOMPOSISI SLUDGE DAN PENGECILAN UKURAN BAHAN ................................................................................................................ 4.2.1. Produksi Biogas ....................................................................................... 4.2.2. Penurunan Padatan Organik TVS (db) .................................................... 4.2.3. Perubahan COD ....................................................................................... 4.3. KARAKTERISTIK DIGESTAT DAN LINDI .................................................... 5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................
vi viii ix x 1 1 2 3 3 3 5 5 6 7 8 12 13 15 17 17 17 17 20 20 22 22 25 27 28 31 32
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17.
Komposisi biogas .............................................................................................. Kesetaraan biogas dengan energi lain ............................................................... Aplikasi energi biogas ....................................................................................... Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan .................................... Karakteristik sampah buah dan sayuran ............................................................ Keuntungan dan kerugian fermentasi anaerobik ............................................... Species bakteri metanogen ................................................................................ Kandungan C dan N beberapa jenis bahan ........................................................ Kondisi pengoperasian proses anaerobik .......................................................... Syarat mutu pupuk organik cair dan padat ........................................................ Karakteristik sludge ........................................................................................... Karakteristik sayuran ......................................................................................... Karakteristik kualitatif beberapa jenis limbah ................................................... Kondisi sludge biogas ....................................................................................... Kadar fosfat ...................................................................................................... Kadar carbon .................................................................................................... Kadar nitrogen ..................................................................................................
4 4 4 5 5 6 7 10 10 15 20 20 22 28 29 29 29
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.
Grafik kompposisi sampah organik ............................................................... Bioreaktor terendam ...................................................................................... Diagram alir penelitian .................................................................................. Produksi gas .................................................................................................. Produksi gas ..................................................................................................
17 18 19 23 26
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22. Lampiran 23. Lampiran 24. Lampiran 25. Lampiran 26. Lampiran 27. Lampiran 28. Lampiran 29. Lampiran 30. Lampiran 31. Lampiran 32. Lampiran 33. Lampiran 34. Lampiran 35. Lampiran 36. Lampiran 37. Lampiran 38. Lampiran 39. Lampiran 40. Lampiran 41.
Prosedur analisis kimia ............................................................................... Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ...................... Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ..................... Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ........................ Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ........................ Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ..................... Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ..................... Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ........................ Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ........................ Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ............................ Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ......................... Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ......................... Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ............................ Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ........................... Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ......................... Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ............................ Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ........................ Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ................................ Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ............................... Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ............................ Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ........................... Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) .............................. Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ............................ Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ............................ Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) .............................. Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ............................ Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ......................... Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ............................ Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ........................ Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ............................. Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ......................... Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ........................ Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) ........................... Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) ............................ Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ............................ Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (1st running) ............................... Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 1.5-2cm (1st running) ............................ Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ................................ Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ............................ Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ........................... Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) ..............................
34 36 39 42 45 48 51 54 57 60 60 60 61 61 61 62 62 63 63 63 64 64 64 65 65 65 66 66 66 67 67 67 68 68 68 68 69 69 69 70 70
x
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu permasalahan yang kini menjadi fokus bersama yaitu lingkungan hidup dan kelangkaan energi. Perubahan iklim yang tidak menentu (global warming) menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Seperti disimpulkan oleh kelompok peneliti di bawah naungan Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC), emisi 6 gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global (global warming) yaitu karbondioksida, metan, nitrous oxide, sulfur heksa fluorida, HFC, dan PFC. Emisi gas tersebut disebabkan oleh tingginya ketergantungan manusia terhadap bahan bakar fosil, hanya saja tidak diimbangi dengan ketersediaannya. Ketersediaan bahan bakar fosil yang irrenewable menjadi faktor utama kelangkaan energi. Konsekuensi yang harus diambil atas permasalahan tersebut yaitu mencari serta memanfaatkan bahan lain sebagai upaya penyeimbang kebutuhan dan ketersediaan sumber energi. Biogas menjadi jawaban sebagai altenatif pilihan sumber energi. Biogas tidak hanya menjawab permasalahan krisis energi tetapi juga menjawab permasalahan lingkungan hidup. Berdasarkan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) diketahui secara molekuler efek rumah kaca metana 20 kali lebih kuat daripada karbondioksida. Dengan pemakaian biogas sebagai bahan bakar berarti mengkonversi metana menjadi karbondioksida yang lebih rendah efeknya terhadap pemanasan global. Secara teoritis dampak pemanasan global berkurang sebesar 87 % dengan pembakaran gas metana. Selain gas metan yang dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber energi, produk samping berupa digestat (bahan padat) dan lindi (leachete) juga memberikan keuntungan sebagai pupuk alami. Biogas itu sendiri merupakan fase gas dari peristiwa degradasi bahan organik secara biologi yang berlangsung anaerobik. Polprasert (1989) mengatakan bahwa gas terbesar yang dihasilkan teknologi biogas yaitu metan dengan nilai kalor sebesar 1,012 BTU/ft3 (9005 kcal/m3) pada suhu 15.5 °C dan tekanan 1 atm. Nilai kalor biogas rata-rata 500-700 BTU/ft3 (4450-6230 kcal/m3). Ketersediaan bahan serta kemudahan untuk mendapatkannya menjadi keunggulan biogas lainnya. Pada dasarnya, tiga komponen yamg diperlukan untuk dapat memproduksi biogas yaitu enclosed reaction tank (reaktor), naturally occurring bacteria (biakan starter), dan organic material/sludge (limbah). Sampah kota, limbah pertanian, dan limbah peternakan merupakan material yang umum digunakan untuk menghasilkan biogas. Sekitar 70 % dari total volume sampah Indonesia merupakan sampah organik (Pramono 2003). Sampah dikenal sebagai suatu produk yang tidak lagi bernilai ekonomis sehingga penanganannya harus dilakukan dan dikelola secara terintegrasi. Dalam management pengelolaan limbah dikenal hirarki limbah yaitu reduce, reuse, recycle, recovery, treatment, dan dispose (landfill). Tindakan landfill merupakan hirarki terakhir, bahkan tidak diinginkan. Hanya saja penanganan sampah masih sebatas pada penanganan konvensional yaitu diletakkan di tempat terbuka hingga membusuk dengan sendirinya. Kondisi sampah demikian berpotensi mencemari lingkungan dalam bentuk gas, padat, maupun cair.
1
Revolusi industri pada kenyataannya berkontribusi pada permasalahan lingkungan. Limbah (buangan) industri yang tidak dikelola dengan baik, berpotensi mengurangi kemampuan lingkungan. Limbah industri berupa sludge merupakan lumpur aktif yang berasal dari lubang pengeluaran unit pengelolaan limbah pada suatu industri. Tidak banyak industri yang memanfaatkan limbahnya menjadi produk-produk potensial, melainkan diserahkan kepada pihak lain. Pada umumnya lumpur dimanfaatkan terbatas untuk mengurug lahan. Namun sejauh ini telah dilakukan penelitian untuk memanfaatkan lumpur industri sebagai bahan bangunan seperti batako. Alternatif lain terhadap pemanfaatan sludge dengan mengelolanya menjadi biogas mengingat limbah tersebut adalah limbah organik.
1.2 TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan sludge dan pengecilan ukuran bahan pada proses konversi sampah organik pasar menjadi biogas.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOGAS Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur) difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali et al. 2007). Menurut Wahyuni (2009) biogas merupakan campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Menurut Widodo et al (2006), teknologi biogas di Indonesia telah berkembang sejak lama namun aplikasi penggunaannya sebagai sumber energi alternatif belum berkembang secara luas. Beberapa kendalanya yaitu kekurangan technical expertise, reaktor biogas tidak berfungsi akibat bocor atau kesalahan konstruksi, desain tidak user friendly, penanganan masih secara manual, dan biaya konstruksi yang mahal. Kendala tersebut dapat disikapi dengan cara merawat unit instalasi biogas, diantaranya: 1. Mengaduk campuran kotoran dan air yang terdapat pada digester setiap hari dengan menggunakan bambu panjang agar kerak yang terdapat pada permukaan campuran tidak menghambat produksi gas.
2. Agar digester dapat terus menghasilkan gas secara optimal, maka secara periodik digester perlu dikuras/dibersihkan. Pembersihan digester dapat dilakukan setiap 5 atau 6 tahun sekali. Pembersihan digester dilakukan dengan terlebih dahulu membuang gas metan dalam digester. Setelah tutup bagian atas dibuka, digester dikuras, kemudian ditutup kembali dan kotoran dapat dimasukkan kembali (Anonim 2009).
2.2 KOMPOSISI BIOGAS Teknologi biogas menghasilkan gas yang sebagian besar mengandung gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta beberapa kandungan gas lain yang jumlahnya kecil diantaranya hidrogen sulfida (H2S) dan ammonia (NH3), hidrogen (H2), dan nitrogen (N2). Pambudi (2008) menyebutkan bahwa energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Kandungan metana yang tinggi mempunyai energi (nilai kalor) yang besar, sedangkan kandungan metana yang rendah mempunyai energi (nilai kalor) yang rendah. Pembentukan gas metan biasanya terjadi pada hari ke 10-14 sebesar 54 % dan karbondioksida (CO2) sebesar 27 %. Selanjutnya biogas dapat dimanfaatkan untuk menyalakan kompor (Wahyuni 2009). Penjelasan mengenai komposisi biogas ditunjukkan oleh tabel berikut:
3
Tabel 1. Komposisi biogas Komponen
Jumlah
Metana (CH4)
55-75%
Karbon dioksida (CO2)
25-45%
Karbon Monoksida (CO)
0-0,3%
Nitrogen (N2)
1-5%
Hidrogen (H2)
0-3%
Hidrogen sulfida (H2S)
0,1-0,5%
Oksigen (O2)
Sedikit
Sumber : Karellas et.al (2010) Pemanfatan gas metan sebagai sumber energi berperan positif dalam upaya mengatasi masalah global (efek rumah kaca) yang berakibat pada perubahan iklim global. Kesetaraan energi dan pemanfaatannya yang dihasilkan oleh teknologi biogas dalam 1 m3 digambarkan oleh tabel berikut: Tabel 2. Kesetaraan biogas dengan energi lain Sumber energi Kapasitas Elpiji 0.46 kg Minyak tanah 0.62 liter Minyak solar 0.52 liter Bensin 0.80 liter Gas kota 1.50 m³ Kayu bakar 3.50 kg Sumber : Wahyuni (2009) Tabel 3. Aplikasi energi biogas Aplikasi 1m3 biogas setara dengan Penerangan 60-100 watt lampu bohlam selama 6 jam Memasak dapat memasak 3 jenis masakan untuk keluarga (5-6 orang) Pengganti bahan bakar 0.7 kg minyak tanah dapat menjalankan satu tenaga motor tenaga kuda selama 2 jam Pembangkit tenaga listrik Dapat menghasilkan 1.25 kWh listrik Sumber: Kristoferson dan Bakalders 1991 dalam Hambali (2007) Peningkatan kualitas biogas dapat dilakukan dengan beberapa parameter yaitu menghilangkan hidrogen sulfur, kandungan air, dan karbon dioksida. Hidrogen sulfur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi. Apabila gas ini dibakar, maka akan membentuk senyawa baru bersama oksigen yaitu sulfur dioksida (SO2) atau sulfur trioksida (SO3) dan pada saat yang sama akan membentuk sulfur acid (H2SO3) yaitu senyawa yang lebih korosif. Konsentrasi hidrogen sulfur yang masih ditoleransi yaitu 5 ppm. Penghilangan karbondioksida bertujuan untuk meningkatkan kualitas biogas sehingga gas tersebut dapat
4
juga digunakan untuk bahan bakar kendaraan, sedangkan kandungan air berpotensi pada menurunnya titik penyalaan biogas serta dapat menimbulkan korosif (Switenia, dkk 2008).
2.3 BAHAN BAKU BIOGAS Pada umumnya semua bahan organik yang mudah membusuk seperti sampah organik yang memiliki rasio C/N sebesar 8-20, kotoran hewan, serta kotoran manusia dapat dijadikan biogas. Hanya saja biogas kotoran manusia terkendala pada aspek kepantasan (sosial). Kotoran unggas maupun hewan ternak dipilih karena ketersediaannya yang melimpah, memiliki keseimbangan nutrisi, mudah dicerna, dan relatif dapat diproses secara biologi. Hardyanti (2007) menyebutkan bahwa biogas dengan zat penyusun yang berbeda (variasi bahan baku) akan menghasilkan nilai kalor yang berbeda pula, tergantung pada mutu substrat. Potensi biogas berbagai jenis bahan diperlihatkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan Bahan
Produksi Biogas (L/kg TS) 940 450-530 350-500
Kadar Metana (%) 53 55-57 50
Pisang (Buah dan daun) Rumput Jagung (batang secara keseluruhan) Jerami (dicacah) 250-350 58 Tanaman rawa 380 56 Kotoran ayam 300-450 57-70 Kotoran sapi 190-220 68 Sampah (fraksi organik) 380 56 Sumber : Arati (2009), modifikasi. *)TS= total solids/ bahan kering
Waktu Tinggal (hari) 15 20 20 30 20 20 20 25
Bahan baku biogas yang berasal dari sampah buah-buahan dan sayur-sayuran menurut Alvarez dan Liden (2007) didominasi oleh kadar air yang tinggi. Penjelasan mengenai karakteristik dan komposisi kandungan dari sampah tersebut selengkapnya disajikan dalam tabel berikut. Tabel 5. Karakteristik sampah buah dan sayuran Karakteristik Kadar Air (%) Kadar Abu (%) TS (%) VS (%) Phosphorus (% of TS) Potasium (% of TS) pH
Nilai 87.30 0.80 12.70 11.90 0.20 1.60 4.9
2.4 FERMENTASI ANAEROBIK Fermentasi anaerob berarti selama proses fermentasi tidak ada udara yang masuk di dalam reaktor. Analognya, proses ini meniru mekanisme proses yang terjadi pada perut
5
binatang yaitu proses pencernaan secara anaerobik. Produk akhir dari proses fermentasi ini adalah gas metana (CH4). Beberapa alasan yang dipakai untuk penggunaan proses anaerobik dalam penanganan limbah antara lain tingginya laju reaksi dibandingkan dengan proses aerobik, kegunaan dari produk akhirnya, stabilisasi dari komponen organik dan memberikan karakteristik tertentu pada daya ikat air produk yang menyebabkan produk dapat dikeringkan dengan mudah (Jenie 1993). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Metcalf dan Eddy (2003) mengenai keuntungan dan kerugian fermentasi anaerob yaitu: Tabel 6. Keuntungan dan kerugian fermentasi anaerobik Keuntungan Kerugian Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan yang lama Manfaat produk yang dihasilkan Membutuhkan penambahan senyawa alkalinity Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan fosfor Dapat menghasilkan senyawa metana Sangat sensitif terhadap efek perubahan sebagai sumber energi potensial temperature Hanya membutuhkan reaktor dengan Menghasilkan senyawa yang beracun seperti volume yang kecil H2S
2.5 BAKTERI METANOGEN Jenie (1993) mengatakan bahwa saat ini telah dikenal berbagai jenis bakteri metana di alam. Namun pengetahuan mengenai mekanisme bakteri metana tersebut dalam proses metabolismenya masih belum terungkap secara rinci. Kesulitannya adalah melakukan pengisolasian dan mengidentifikasi karena karakteristik yang dimilikinya beragam. Bakateri metana yang telah berhasil diidentifikasi terdiri dari empat genus yaitu : 1. Methanobacterium, bakteri bentuk batang dan tidak berspora 2. Methanobacillus, bakteri bentuk batang dan berspora 3. Methanococcus, bakteri bentuk kokus atau kelompok koki yang membagi diri 4. Methanoosarcina, bakteri bentuk sarcina pada sudut 90° dan tumbuh dalam kotak yang terdiri dari 9 sel. Bakteri metanogenik berkembang lambat dan sensitif terhadap perubahan mendadak pada kondisi-kondisi fisik dan kimiawi. Penurunan 2 oC secara mendadak pada slurry mungkin secara signifikan berpengaruh pada pertumbuhannya dan laju produksi gas (Langrange 1979). Tidak hanya itu, tingginya materi pereduksi seperti nitrit atau nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri metanogen. Yani dan Darwis (1990) menerangkan bahwa bakteri metanogen sangat restriktif terhadap alkohol dan asam organik, yang dijadikan sumber karbon. Oksidasi substrat secara tunggal oleh salah satu species bakteri seringkali tidak sempurna, Oleh karena itu produk degradasi parsial dapat dijadikan sumber substrat oleh species lainnya untuk pembentukan gas metana. Sejumlah species dan senyawa organik yang dapat berperan sebagai substrat serta produk (senyawa-senyawa) yang dihasilkan terdapat pada Tabel 7.
6
Tabel 7. Species bakteri metanogen Bakteri Substrat Metanobacterium formicum CO2 M. mobilis Format M. propionicum H2O + CO2 M. sohngenii Propionat M. suboxydans Kaproat, Butirat Metanococcus mazei Asetat, Butirat M. vanielii H20 + CO2, Format Metanosarcina bakteri H2O + CO2, Metanol, Asetat M. metanica Butirat Sumber: Price dan Cheremisinoff (1981)
Produk CH4 CH4 CO2 + Asetat CH4 CH4 + CO2 Asetat, Propionat CH4 + CO2 CH4, CH4, CH4 + CO2 CH4 + CO2
2.6 MEKANISME PEMBENTUKAN BIOGAS Secara umum proses pembentukan biogas yaitu fermentasi bahan organik kompleks menjadi gas oleh mikroorganisme anaerob. Berdasarkan aliran bahan baku, reaktor biogas (biodigester) dibedakan menjadi: 1. Bak (batch) – Pada tipe ini, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal hingga selesainya proses digesti. Umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari limbah organik. 2. Mengalir (continuous) – Untuk tipe ini, aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu. Lama bahan baku selama dalam reaktor disebut waktu retensi hidrolik (hydraulic retention time/HRT). Bapat et al. (2006) di dalam Prasetio (2010) menambahkan satu jenis fermentasi yaitu feed batch. Fermentasi feed batch merupakan proses fermentasi dengan penambahan nutrien pada interval waktu tertentu dan tak ada media yang dipindahkan, berbeda dengan fermentasi kontinyu yang dilakukan penambahan feed secara terus-menerus serta produknya dipindahkan secara bersamaan. Menurut Haq dan Soedjono (2009) penguraian bahan-bahan organik menjadi biogas dibagi menjadi 4 tahap yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis yang berlangsung terus secara berantai sampai pada suatu keadaan dimana tidak ada lagi bahan organik yang dapat dihidrolisa. 1. Hidrolisis Grup mikroorganisme hydrolytic mengurai senyawa organik kompleks menjadi molekul-molekul sederhana dengan rantai pendek. Senyawa tersebut diantaranya adalah glukosa, asam amino, asam organik, etanol, karbon dioksida, dan hidrokarbon yang dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi bagi bakteri untuk melakukan fermentasi. Proses hidrolisis dikatalis oleh enzim yang dikeluarkan bakteri seperti selullase, protease, dan lipase. Bakteri selulotik memecah atau memotong molekul selulosa yang merupakan molekul dengan berat yang tinggi menjadi selulobiose (glukosa-glukosa) dan menjadi glukosa bebas (free glucose). Glukosa kemudian difermentasi secara anaerob menghasilkan bermacam-macam produk fermentasi seperti asetat, propionat, butirat, H 2, dan CO2. Protein dan lemak juga dapat mengalami proses fermentasi anaerob yang menghasilkan metana. Meskipun kandungan protein dan lemak lebih sedikit daripada
7
karbohidrat, tetapi metana yang dihasilkan dari fermentasi protein dan lemak dapat menambah jumlah metana yang digunakan untuk biogas. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terdapat dalam slurry maka mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang dengan baik serta semakin banyak bahan organik yang dapat diubah menjadi metana. 2. Asidogenesis Tahap hidrolisis segera dilanjutkan oleh pembentukan asam pada proses asidogenesis. Pada proses ini bakteri acidogenesis mengubah hasil dari tahap hidrolisis menjadi bahan organik sederhana (kebanyakan dari rantai pendek, keton, dan alkohol). 3. Asetogenesis (Tahap Pembentukan Asam) Pada tahap ini terjadi pembentukan senyawa asetat, CO 2, dan hidrogen dari molekul-molekul sederhana yang tersedia oleh bakteri aseton penghasil hidrogen. Bakteri pembentuk asam antara lain Pseudomonas, Escherichia, Flavobacterium, dan Alcaligenes yang mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemak (Radar Tarakan online 2008). Asam lemak yang teruapkan dari hasil asidogenesis akan digunakan sebagai energi oleh beberapa bakteri obligat anaerobik. Tetapi bakteri-bakteri tersebut hanya mampu mendegradasi asam lemak menjadi asam asetat. Salah satunya adalah degradasi asam propionate oleh Synthophobacter wolinii (Weismann 1991). 4. Metanogenesis (Tahap Pembentukan Metan) Tahapan metanogenesis merupakan tahapan konversi anaerobik terakhir dan paling menentukan, yaitu dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya. Bakteri yang terlibat pada proses ini yaitu bakteri metanogenik dari sub divisi acetocalstic methane bacteria yang terdiri atas Methanobacterium, Methanosarcina, dan Methanococcus (Radar Tarakan online 2008). Pada proses di dalam reaktor, pertumbuhan bakteri ini bergantung pada temperatur, keasaman, serta jumlah material organik yang akan dicerna. Pada tahap awal pertumbuhannya, bakteri metanogenik bergantung pada ketersediaan nitrogen dalam bentuk ammonia dan jumlah substrat yang digunakan. Bakteri metanogenik mensintesis senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi, misalnya bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2, dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2 (Amaru 2004). Haq dan Soedjono (2009) menyebutkan bahwa bakteri ini memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan bakteri yang ada pada tahap satu dan dua. Bakteri methanogen sangat tergantung pada bakteri lainnya yang terdapat pada tahap sebelumnya untuk menghasilkan nutrien dalam bentuk yang sesuai. Bakteri methanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
2.7 FAKTOR–FAKTOR YANG MEMENGARUHI TEKNOLOGI PROSES BIOGAS Menurut Wahyuni (2009), proses fermentasi mengacu pada berbagai reaksi dan interaksi yang terjadi diantara bakteri metanogen dan non-metanogen serta bahan yang diumpankan ke dalam digester sebagai input. Hal ini adalah phisiko-kimia yang kompleks dan proses biologis yang melibatkan berbagai faktor dan tahapan bentuk dan dinamakan
8
sebagai faktor abiotis. Faktor-faktor yang memengaruhi proses fermentasi bahan organik menjadi biogas meliputi: 1. Starter Starter yang mengandung bakteri metana diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain:
Starter alami, yaitu lumpur aktif sebagai lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septic tank, sludge, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik.
Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.
Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratoriun dengan media buatan.
2. Komposisi nutrien Menurut Hartono (2009), parameter penting pada proses anaerobik adalah total bahan organik yang merupakan ukuran suatu material seperti karbohidrat, protein, dan lemak. Seluruh substrat itu dapat dikonversi menjadi asam-asam teruapkan dan metan. Ketersediaan nutrisi yang cukup berpengaruh pada gas metan yang akan dihasilkan. 3. Ukuran Bahan Laju produksi biogas dapat ditingkatkan melalui pemberian pretreatment substrat. Maksudnya yaitu menghancurkan struktur organik kompleks menjadi molekul sederhana sehingga mikroorganisme lebih mudah mendegradasi bahan tersebut. Bahan dengan ukuran lebih kecil akan lebih cepat terdekomposisi daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan bahan dengan ukuran lebih kecil memiliki luas kontak permukaan yang lebih besar dibandingkan bahan berukuran besar (Sulaeman 2007). Mshandete et al. (2006) menguatkan bahwa degradasi dan potensi produksi biogas dari limbah berserat dapat secara signifikan meningkat dengan perlakuan awal yaitu memperkecil ukuran partikel. 4. Rasio C/N Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan organik dinyatakan dalam rasio karbon/nitrogen (C/N). Apabila rasio C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan protein dan tidak lama bereaksi ke arah kiri pada kandungan karbon pada bahan. Sebagai akibatnya produksi metan akan menjadi rendah, sebaliknya apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan akan terakumulasi dalam bentuk amonia (NH 4) yang berdampak pada meningkatnya pH pada digester (Wahyuni 2009). Syarat ideal C/N untuk proses digesti sebesar 25–30. Oleh karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka penambangan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami atau N (misalnya urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N tersebut. Berikut tabel yang menunjukkan kadar N dan rasio C/N dari beberapa jenis bahan organik:
9
Tabel 8. Kandungan C dan N beberapa jenis bahan Bahan organik Rasio C/N Kadar N (%) Kotoran ayam 15 6.3 Kotoran kuda 25 2.8 Kotoran sapi, kerbau 18 1.7 Tinja manusia 6-10 5.5-6.5 Buangan BPH 2 7-10 Sampah kota 54 1.05 Jerami jelai 68 1.05 Sayuran 12 3.6 Rumput muda 12 4 Sumber : Case (2011)
Kekeringan bahan (%) 25 18 11 -
Dalam sistem biodigesti yang bekerja dengan baik, karbon adalah satu-satunya unsur yang hilang dalam jumlah besar. Nitrogen dan fosfor akan tersisa dalam jumlah yang sama tapi dalam konsentrasi yang lebih tinggi karena bahan lain sudah terdigesti (Bui dan Preston, 1999). 5. Temperatur Hampir seluruh aktivitas biologi dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur dapat menghambat atau mempercepat pertumbuhan mikroba, penguraian bahan organik, produksi gas, penggunaan substrat, dan banyak aktivitas biologi lainnya. Salah satu alasannya adalah karena berbagai aktivitas biologi melibatkan reaksi-reaksi berbantuan enzim, sedangkan enzim sangat sensitif terhadap perubahan temperatur (Hartono 2009). Hartono (2009) menyatakan bahwa berdasarkan temperatur operasinya, proses anaerob secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga yaitu psycrofil, mesofil, dan termofil. Pada umumnya digester anaerob beroperasi pada temperatur mesofil yaitu 2045°C. Kondisi ini dipilih karena mikroba-mikroba di alam lebih banyak yang bersifat mesofil daripada psychrofil dan termofil. Selain itu, sludge retention time (SRT) dalam digester mesofil (4-6 minggu) juga lebih pendek daripada dalam digester psychrofil (12 minggu) dengan suhu 5-25°C, sedangkan temperatur termofil yaitu 50-70°C. Laju degradasi bahan organik pada temperatur termofil lebih cepat daripada sistem psychrofil dan mesofil. Oleh karena itu SRT termofil juga sangat singkat, namun pengendalian temperatur termofil lebih sulit dan mahal daripada mesofil dan psycrhofil. Kondisi pengoperasian proses anaerobik tersebut diperlihatkan oleh Tabel 9. Tabel 9. Kondisi pengoperasian proses anaerobik Parameter Nilai Suhu Mesofilik 35 °C Termofilik 54 °C pH 7-8 Waktu retensi 10-30 hari Laju pembebanan 0.15-0.35 kg VS/m3/hari Hasil biogas 4.5-11 m3/kg VS Kandungan metana 60-70 % Sumber : Engler et al. (2000)
10
Dalam seluruh jenis temperatur anaerob, sangat penting untuk menjaga konsistensi temperatur di seluruh bagian tangki. Jika terjadi variasi temperatur, maka akan menghambat atau menonaktifkan bakteri anaerob tertentu termasuk bakteri metanogen yang memiliki rentang adaptasi temperatur sangat sempit. 7. Nilai pH Perubahan pH akan membawa perubahan pada sistem biologis. Hal ini karena aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh pH. Pada umumnya mikroba anaerob beraktivitas pada pH optimum antara 6-7.5. Rentang pH ini dapat dikontrol oleh buffer alami berupa amonium (NH+4) dan bikarbonat (HCO-3). Ion amonium diperoleh dari deaminasi asamasam amino dan material yang mengandung nitrogen dan amino lainnya seperti DNA, RNA, Adenosin Tri Phosphat (ATP), dan enzim. Ion bikarbonat diperoleh dari karbondiokasida yang diproduksi selama hidrolisis, pembentukan asam dan metanogenesis (Hartono 2009). Wahyuni (2009) menyebutkan bahwa derajat keasaman (pH) di dalam digester merupakan fungsi waktu di dalam digester tersebut. Pada tahap awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk asam, sehingga pH di dalam digester bisa mencapai di bawah 5. Kemudian proses pencernaan berlangsung dan nilai pH berangsur normal seiring dengan pembentukan NH4 hasil dari penguraian nitrogen. 8. Kadar Air Menurut Haq dan Soedjono (2009), dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme tergantung kadar air. Kelembaban 36-99 % akan menaikkan produksi gas 67 %. Kenaikan tersebut dicatat pada rentang kelembaban 60-78 % dan cenderung sama pada kelembaban yang lebih tinggi. Sisa kelembaban dapat menghambat aktivitas methanogen. Menurut Harahap (1998), bahan umpan yang baik mempunyai kandungan padatan 7 %-9 %. Rahman (2007) mengatakan bahwa mikroorganisme pembusuk akan tumbuh subur pada bahan yang memiliki kadar air sekitar 90%. Hal ini menunjukkan bahwa bahan sangat mudah mengalami proses pembusukkan atau pendegradasian secara mikrobiologi. 9. Inhibitor Menurut Wahyuni (2009), ion mineral, logam berat, dan detergen merupakan beberapa material racun yang memengaruhi pertumbuhan bakteri. Bakteri metanogen lebih sensitif terhadap racun daripada bakteri penghasil asam. Amonia (NH4) pada konsentrasi 50-200 mg/l dapat merangsang pertumbuhan mikroba. Namun apabila konsentrasinya diatas 1500 mg/l akan mengakibatkan keracunan. 10. Pengadukan Proses pengadukan ditujukan untuk mendapatkan campuran substrat dan bakteri fermentasi yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan. Di samping itu, pengadukan akan memberikan kondisi temperatur yang seragam untuk proses tersebut. 11. Waktu tinggal di dalam digester Waktu tinggal di dalam digester adalah rata-rata periode waktu saat input masih berada dalam digester dan proses fermentasi oleh bakteri metanogen. Waktu tinggal juga
11
dipengaruhi oleh suhu. Suhu di atas 35 °C mengakibatkan produksi gas menjadi rendah (Wahyuni 2009). Anonim (2006) menyebutkan bahwa pada umumnya biogas masingmasing variasi mulai terbentuk pada hari pertama setelah pengisian dan terus meningkat secara signifikan hingga akhirnya mencapai kondisi statis. Pengetahuan mengenai waktu pencapaian kondisi statis berimplikasi pada pengetahuan waktu tinggalnya (HRT). Hal ini berguna untuk jadwal pengisian substrat jika akan diaplikasikan di lapangan.
2.8 SAMPAH ORGANIK Menurut Murjito (2010), sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar. Masalah yang seringkali muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang pembuangan yang layak. Oleh karena itu kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang 60 % dari seluruh produksi sampahnya dengan cara yang tidak saniter, boros, bahkan mencemari. Efektivitas dan efisiensi penanganan sampah kota ini dapat ditingkatkan melalui pengelolaan yang harus cukup layak diterapkan sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Hal tersebut dapat dicapai dengan memilih cara dan teknologi yang tepat serta partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait. Menurut Suprihatin (1999) di dalam Nisandi (2007), berdasarkan asalnya sampah padat dapat digolongkan menjadi dua yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam, atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar sampah organik, meliputi sampah dari sisa dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Sampah anorganik yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak terbaharui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan alumunium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diurakan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini di tingkat rumah tangga meliputi botol kaca, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Penanganan dan pengelolaan sampah di perkotaan baru 11.25 % diangkut oleh petugas, 63.35 % ditimbun atau dibakar, 6.35 % dibuat kompos, dan 19.05 % dibuang ke sungai atau sembarang tempat. Penanganan sampah di pedesaan sekitar 19 % diangkut oleh petugas, 54 % ditimbun dan dibakar, 7 % dibuat kompos, dan 20 % dibuang ke sungai atau sembarang tempat (Hambali et al. 2007). Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup (2008), jika dilihat komposisinya, sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik sebesar 65 %, kertas 13 %, plastik 11 %, kayu 3 %, dan sisanya adalah tekstil, karet, logam, gelas dan keramik masing-masing sebesar 1 %. Xin dan Guang-Qian (Emejuaiwe, 1981) telah membuktikan bahwa sampah organik yang sudah membusuk (kompos) memiliki kecepatan pembentukan biogas lebih
12
cepat dibanding sampah organik segar. Sampah padat mengandung senyawa-senyawa selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Di dalam kompos terdapat makronutrien (nitrogen dan fosfor) dan mikronutrien yang terdiri atas besi dan nikel (1-5 bpj) serta Se (sekitar 0.05 bpj). Mengingat hal itu, menjadi peluang besar untuk memanfaatkan sampah menjadi biogas sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil. Sampah sayur dan buah merupakan substrat yang baik untuk menghasilkan biogas seperti layaknya kotoran ternak. Kandungan gas metan yang besar dalam sampah organik berpotensi untuk dijadikan sumber energi serta pupuk organik yang berkualitas tinggi dari biomassnya. Menurut Engler (2000), limbah sayuran mempunyai rasio C/N yang tinggi dibandingkan limbah kotoran ternak sehingga perlu ditambahkan sumber nitrogen. Limbah sayuran menghasilkan biogas delapan kali lebih banyak dibandingkan limbah kotoran ternak. Campuran limbah kotoran ternak dan limbah sayuran merupakan campuran yang ideal untuk menghasilkan biogas, dengan perbandingan jumlah limbah sayuran yang lebih banyak.
2.9 SLUDGE Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Namun berdasarkan nilai ekonomisnya, limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah yang melalui suatu proses lanjut sehingga memberikan suatu nilai tambah, sedangkan limbah nonekonomis adalah suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3 yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya (Kristanto 2002). Limbah padat industri pangan terutama terdiri dari bahan-bahan organik seperti karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, dan air merupakan bahan-bahan yang mudah terdegradasi secara biologis dalam sebuah bioreaktor baik secara aerob maupun anaerob serta menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama menimbulkan bau busuk. Limbah organik yang akan diterima pada umumnya berupa lumpur endapan dari proses pengolahan air limbah industri. Lumpur banyak mengandung zat pengurai sehingga sangat baik untuk memakan bahan organik yang masih baru (Kristanto, 2002). Menurut Fair et al. (1967) sludge merupakan endapan padat yang secara alami berada di dalam air dan air limbah, atau benda yang bukan endapan padat tetapi secara pengentalan kimia dan flokulasi biologi dapat mengendap dan dialirkan dari tangki pembuangan limbah. Sementara menurut Sugiharto (1987), lumpur (sludge) yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan manusia. Sistem pengolahan air limbah aerobik secara konvensional dengan menggunakan lumpur aktif merupakan pengolahan air limbah yang paling populer dilakukan baik pada instalasi pengolahan air limbah domestik atau pada industri. Namun proses pengolahan ini kurang begitu menguntungkan karena menghasilkan banyak lumpur aktif dan hingga saat ini belum ada penyelesaian secara terintegrasi. Biasanya lumpur dikeringkan dan selanjutnya dibuat sebagai tanah urukan atau dibakar. Sehingga pembuangan lumpur aktif dari tahun ke tahun semakin meningkat, padahal lahan yang dipergunakan untuk menampung buangan
13
lumpur aktif (landfill) sangat terbatas. Pengolahan lumpur aktif dengan pembakaran biasanya menggunakan alat incinerator yang membutuhkan biaya mahal (Park, et al. 2002). Disamping itu proses aerobik memerlukan lahan yang luas, capital cost tinggi (sistem mekanik atau aerasi dilakukan dengan sistem difusi), dan biaya operasional tinggi (kebutuhan nutrien dan kebutuhan energi selama aerasi adalah tinggi). Pengolahan limbah secara anaerobik dapat menghasilkan gas yang terdiri atas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) yang dikenal sebagai biogas. Di samping limbah cair, industri juga menghasilkan limbah padat. Berdasarkan sifatnya, pengolahan limbah padat industri terbagi menjadi dua yaitu limbah padat dengan pengolahan dan limbah padat tanpa pengolahan. Limbah padat tanpa pengolahan dapat dibuang ke tempat tertentu yang difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir karena limbah tersebut tidak mengandung unsur kimia yang beracun dan berbahaya. Berbeda dengan limbah padat yang mengandung senyawa kimia berbahaya dan beracun atau yang setidaktidaknya menimbulkan reaksi baru, limbah semacam ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir. Selain itu, secara garis besar limbah padat dapat diklasifikasikan sebagai berikut: limbah padat yang mudah terbakar, limbah padat yang sukar terbakar, limbah padat yang mudah membusuk, debu, lumpur (sludge), dan limbah yang dapat di daur ulang (Kristanto 2002). Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4, serta sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Pengolahan secara biologi (pengolahan sekunder) dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien (Anonim 2011). Lebih dari 300 jenis bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrient. Bakteri juga menghasilkan polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter. Di samping itu ada pula mikroorganisme berfilamen yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla. Jumlah bakteri aktif aerobik menurun karena ukuran flok meningkat yang disebabkan oleh tingkat oksigen dalam difusi terbatas (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif besar membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhadap oksigen (Wu et al., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik. Sludge memiliki manfaat yang sama dengan pupuk kandang terutama dalam memperbaiki struktur tanah dan memberikan kandungan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Sludge memiliki kelebihan lain yaitu setelah keluar dari digester biasanya sludge telah matang karena telah mengalami proses penguraian di dalam alat (Setiawan 1996).
14
2.10 PUPUK ORGANIK Sampah organik dapat digunakan langsung pada tanah karena mengandung nutrient organik. Namun, nutrien tersebut tidak langsung memberikan hasil yang optimal pada tanah dalam bentuk inorganik seperti nitrat (NO3-) dan fosfat (PO3-) melainkan perlu aktivitas bakteri untuk memecah nutrient organik kompleks menjadi sederhana dan akhirnya menjadi nutrient inorganik (Polprasert, 1989). Fermentasi anaerobik tidak menghilangkan banyak nutrien dari sampah organik maupun peternakan tetapi menyediakan nutrien yang dibutuhkan. Menurut Kristanto (2002), bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara biokimia, sehingga menghasilkan bahan organik baru yang lebih bermanfaat. Menurut Murbandono (2002), pupuk merupakan bahan-bahan yang diperlukan tanah baik langsung maupun tidak langsung. Hasil pengomposan dapat digunakan untuk pupuk tanaman yang dikenal sebagai pupuk organik. Secara umum, pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasi secara organik. Pengomposan banyak dilakukan terhadap limbah yang mudah membusuk, limbah padat perkotaan, buangan industri, lumpur pabrik, dan sebagainya. Zuzuki et al. (2001) menyatakan bahwa sludge yang berasal dari biogas sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fosfor (P), magnesium (Mg), kalsium (Ca), kalium (K), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Berdasarkan bentuknya pupuk organik dibedakan menjadi dua yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik cair yang merupakan keluaran (effluent) dari instalasi biogas baik digunakan untuk tanaman darat maupun tanaman air (Capah, 2011). Pupuk organik yang baik memiliki beberapa ciri yaitu N harus berada dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dan mempunyai persenyawaan C yang tinggi (Sutejo, 1995). Syarat mutu pupuk organik padat dan cair yang direkomendasikan oleh Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, Departemen Pertanian RI, diperlihatkan pada tabel berikut. Tabel 10. Syarat mutu pupuk organik padat dan cair Kandungan Pupuk Organik No Parameter Satuan Padat Cair 1
C-Organik
2
C/N ratio
3
Bahan ikutan (karikil, beling, plastik)
4
Kadar air
5
Logam berat : Pb Cd Hg As
6
pH
7
Kadar total (N + P2O5 + K2O)
8
Mikroba pathogen (E. coli, Salmonella)
9
Unsur mikro (Zn, Cu, Mn, Co, Fe)
Min 15
≥ 4.5
12-25
-
%
Maks 2
-
%
20 ≤ x ≤ 35
-
≤ 100 ≤ 20 ≤2 ≤ 20
≤ 100 ≤ 20 ≤2 ≤ 20
≥4-≤8
≥4-≤8
%
Dicantumkan
Dicantumkan
cell/ml
Dicantumkan
Dicantumkan
ppm
Dicantumkan
Dicantumkan
%
ppm ppm ppm ppm
Sumber: Soekirman (2005)
15
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meningkatkan kandungan unsur hara, baik pada pupuk padat melalui ekskresi metabolisme cacing tanah, ataupun pada pupuk organik cair melalui penambahan kandungan nitrogen dengan penggunaan urin ternak. Polprassert (1980) menyebutkan bahwa di dalam sludge gas bio terdapat 50% nitrogen (N) berada dalam bentuk ammonia, dan unsur hara fosfor serta kalium tidak mengalami perubahan.
16
III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor dan dimulai pada bulan April 2011 sampai Juni 2011.
3.2 ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah organik padat yang diambil dari salah satu rumah makan dan pasar tradisional di lingkar kampus IPB Dramaga. Serta sludge (lumpur) yang diambil dari unit pengolahan limbah (effluent tank) PT. Sinar Meadow International Indonesia, Jakarta. Bahan uji yang digunakan adalah H2SO4 0,02N, NaOH 6N, Asam Borat 2%, CuSO4.5H2O, K2SO4, H2SO4 pekat, larutan amonium molibdat, larutan SnCl2, larutan K2Cr2O7 0.0167 M, reagen H2SO4, larutan FAS 0.1 M, indikator ferroin, larutan buffer 4, larutan buffer 7, dan aquades. Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini meliputi reaktor biogas kapasitas 1.5 liter (botol AMDK), akuarium, selang akuarium, tali rafia, pemberat, dan thermostat (heater). Peralatan uji yang digunakan pH meter, gelas ukur, gelas piala, erlenmeyer, buret, pipet, alat destilasi, labu ukur, labu kjeldhal, oven, tanur, cawan, desikator, gegep, dan timbangan digital.
3.3 TAHAPAN PENELITIAN Analisis awal dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan yang digunakan yaitu sludge dan sampah sayuran yang terdiri atas kadar air, kadar abu, dan rasio C/N yang ditujukan untuk menentukan variasi komposisi bahan. Setelah didapat formula bahan yang tepat, dilanjutkan dengan persiapan campuran kedua bahan tersebut. Sampah organik padat dengan komposisi daun pisang 7.5 %, kulit jagung 24.2 %, pare 14.8 %, kol 19.9 %, saosin 6.2 %, kangkung 8.0 %, sawi 8.0 %, dan wortel 11.5 % (W:W) dirajang dengan ukuran 0.10.5 cm (ukuran 1) dan 1.5-2 cm (ukuran 2). Gambar 1 menunjukkan komposisi sampah organik yang digunakan.
Komposisi (W:W) Wortel Sawi 11% 8% Kangkung 8% Sosin 6% Kol 20%
Daun pisang 8% Kulit jagung 24% Pare 15%
Gambar 1. Komposisi sampah organik
17
Komposisi ini didasarkan pada penelitian Wildan (2011) mengenai “Konversi sampah organik pasar dengan sistem fermentasi media padat menjadi biogas dan pupuk organik” yang diketahui menghasilkan biogas paling besar dibandingkan bahan lainnya yaitu 4500 ml/kg biomassa. Selanjutnya bahan dicampur dengan lumpur (activated sludge) hasil pengolahan limbah pada unit effluent tank industri minyak goreng dengan perbandingan 5:3 dan 3:5 berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anonim (2011) dengan basis limbah cair dan lumpur aktif sebanyak 15 liter : 9 liter menghasilkan penurunan COD terbesar yaitu 15.83 %. Campuran ditambahkan kotoran sapi segar sebanyak 200 g yang dimaksudkan untuk memperoleh rasio C/N yang sesuai. Campuran sampah organik, lumpur aktif, dan kotoran sapi bertujuan agar bakteri dapat tumbuh dan hidup sehingga dapat menguraikan senyawa organik yang nantinya menghasilkan metana. Banyaknya kotoran sapi yang ditambahkan didasarkan pada penelitian Hardyanti (2007). Proses berlangsung secara anaerob pada botol 1,5 liter dan suhu operasi dibuat konstan yaitu 32 oC dengan menggunakan thermostat yang diletakkan di dalam akuarium. Botol dibuat terendam di dalam akuarium. Gas yang terbentuk dialirkan ke dalam gelas ukur yang diletakkan terbalik berisi air penuh, sehingga jumlah gas yang terbentuk adalah jumlah ruang udara yang terdapat di dalam gelas ukur tersebut. Setiap harinya dilakukan pengukuran gas yang terbentuk. Pengukuran produksi biogas harian dilakukan untuk mengetahui perlakuan komposisi sludge dan ukuran bahan yang dapat menghasilkan gas terbanyak atau optimum. Setiap 3 hari sekali dilakukan pengukuran pH lindi dan bahan padat, COD (Chemical Oxygen Demand) lindi dan bahan padat, serta TS (Total Solids)-TVS (Total Volatile Solids) untuk mengetahui tingkat degradasi bahan organik. Analisis kadar karbon, nitrogen, dan fosfat dilakukan pada awal dan akhir proses. Proses akan berlangsung secara batch selama 21 hari, mengacu pada penelitian Margono, dkk mengenai “Kinetika Biodegradasi Anaerobik pada Slurry hasil pengomposan limbah cair tahu secara batch. Asumsi substrat yang digunakan dianggap substrat tunggal dan pertumbuhan biomassa yang teramati merupakan pertumbuhan neto (net growth) total untuk semua jenis bakteri. Rancangan bioreaktor akan diperlihatkan pada Gambar 2 dan diagram alir penelitian dijelaskan pada Gambar 3.
Gambar 2. Bioreaktor terendam
18
Sampah organik pasar
Pengecilan ukuran : 0.1-0.5 cm dan 1.5-2 cm
Bahan baku 600 g (wb)
Fermentasi anaerobik pada suhu 32oC selama 21 hari
Biogas
Pengukuran jumlah biogas yang terbentuk setiap hari
Kompos dan pupuk cair
Pengukuran TS-TVS, COD, pH bahan padat dan lindi setiap 3 hari sekali
Pengukuran kadar karbon, nitrogen, dan fosfat (awal dan akhir)
Gambar 3. Diagram alir penelitian
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas sampah organik dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang melimpah serta kemudahan dalam mendapatkannya. Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999). Sampah diperoleh dari pasar tradisional Cibereum dan rumah makan di lingkar kampus IPB. Pertimbangan penggunaan sludge yaitu ingin mengetahui pengaruh penambahan sludge terhadap proses fermentasi biogas yang selama ini didominasi oleh kotoran hewan dan manusia serta pemanfaatannya yang tidak optimal. Romli (2010) menerangkan bahwa sludge merupakan produk samping yang dihasilkan dari proses penanganan limbah cair, berupa suspensi padatan anorganik dan organik (antara 1-5 %), yang bercampur dalam cairan (efluen) yang mengandung berbagai jenis padatan terlarut. Sludge yang dihasilkan oleh instalasi pengolahan limbah PT. SMII pada kenyataannya dalam pembuangannya harus membayar seorang petugas. Selanjutnya oleh petugas digunakan untuk mengurug suatu lahan. Pahadal sistem landfilling dalam hirarki pengelolaan limbah merupakan opsi terakhir dan seharusnya tidak dipilih mengingat masalah keterbatasan lahan pembuangan serta dampak yang ditimbulkan (bau dan lindi). Hasil yang diperoleh dari analisis sludge dan sayuran ditunjukkan pada tabel di bawah ini: Tabel 11. Karakteristik sludge Kadar air Kadar abu (%) (%) 96.66 1.05
pH
% TS
6.23
46.68
Tabel 12. Karakteristik sayuran Kadar Jenis Biomasa Abu (%)
Kadar Air (%)
Padatan total (%)
63.54 87.61 91.62 53.32 88.99 92.33 81.83 94.73 82.90
36.46 12.39 8.90 46.68 11.01 7.70 18.17 5.27 10.22
Jagung Sawi Kangkung Wortel Saosin Kol Daun pisang Pare Sayuran total
0.74 1.30 1.34 0.32 1.86 0.74 3.07 0.65 3.71
%TVS (wet) 45.63
% TVS (dry) 97.75
Padatan organic (% w.b) (% d.b) 35.73 97.98 11.09 89.50 7.50 84.06 4.36 99.32 9.15 83.07 6.93 90.41 15.10 83.10 4.62 87.64 6.51 62.02
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata sayuran yang digunakan memiliki kadar air yang tinggi, begitu juga dengan campuran sampah sayuran yang telah dikomposisikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alvarez dan Liden (2007) bahwa sampah sayuran dan buah didominasi oleh kadar air yang tinggi. Berkaitan dengan produksi biogas, Price (1981) menjelaskan bahwa perbedaan kadar air 36-99 % akan meningkatkan produksi
20
biogas sebesar 67 %. Kandungan air dalam substrat dan homogenitas sistem memengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kandungan air yang tinggi akan memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem menbuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim. Van Buren (1979) juga menguatkan bahwa agar dapat beraktivitas normal, bakteri penghasil biogas memerlukan substrat dengan kadar air 90 % dan kadar padatan 8-10 %. Jika bahan yang digunakan merupakan bahan berjenis kering, maka perlu ditambah air, tetapi jika substratnya berbentuk lumpur, maka tidak perlu banyak penambahan air. Penambahan air akan meningkatkan konsentrasi oksigen yang bersifat racun bagi bakteri anaerob, sedangkan kadar air yang rendah mengakibatkan terjadinya akumulasi asam asetat yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri metanogen. Kandungan air akan berkaitan langsung dengan ketersediaan oksigen untuk aktivitas mikroorganisme aerobik. Bila kadar bahan berada kisaran 40-60 % maka mikroorganisme pengurai aerobik akan bekerja secara optimal dan menyebabkan dekomposisi bahan berjalan cepat. Namun jika di atas 60 %, yang berperan adalah bakteri anaerobik. Hasil analisis menunjukkan padatan total hasil karakterisasi bahan awal berkisar antara 5.27–46.68 %, sedangkan jika sudah dibuat campuran sampah sayuran, padatan totalnya bernilai 10.27 %. Nilai ini sesuai dengan kondisi kadar padatan optimum fermentasi biogas. Kriteria lain yang juga sering digunakan pada proses fermentasi anaerobik adalah kandungan Volatile Solid atau padatan organik. Siregar (2005) menerangkan bahwa padatanpadatan (TS, SS, DS, serta fraksi volatile dan fixed) dapat digunakan untuk menetukan kepekatan air limbah, efisiensi proses, dan beban unit proses. Nilai tersebut menunjukkan seberapa besar proses degradasi atau penguraian suatu bahan oleh mikroorganisme. Mengacu pada pernyataan Misi dan Foster (2001) mengenai kriteria untuk menilai keberhasilan degradasi limbah pertanian secara anaerobik, diantaranya penurunan padatan organik (VS), produksi total biogas, dan menghasilkan metan. Padatan organik atau volatile solid dari hasil analisis menunjukkan nilai yang cukup besar yaitu berkisar antara 83.07–99.32 % (db) untuk semua jenis sayuran dan 62.02 % untuk campuran sampah sayuran. Potensi tersebut menunjukkan peluang yang cukup besar untuk dikonversikan menjadi sejumlah biogas hasil proses fermentasi anaerobik karena persentase teruapkannya padatan organik yang besar. Di samping karakterisasi sayuran, juga dilakukan karakterisasi sludge sebagai starter yang digunakan dalam proses ini. Menurut Boopathy (1986) dalam Rohim (1991), sumber inokulum mempunyai pengaruh yang nyata terhadap persen reduksi selulosa, kadar asam lemak menguap, persen reduksi padatan total, padatan menguap total, padatan organik, dan produksi biogas. Berdasarkan hasil analisis, sludge yang akan digunakan memiliki kadar air yang tinggi yaitu 96.66 %, kadar abu 1.05 %, padatan total 46.68 %, serta padatan organik (db) sebesar 97.79 % dan 45.63 % (wb). Selain itu, sludge juga memiliki nilai COD yang besar yaitu 71200 mg/l. Oleh karena sludge juga sudah mengandung kadar air yang tinggi, sehingga tidak dilakukan penambahan air, melainkan kotoran sapi sebagai inokulum awal. Selain untuk mendapatkan padatan total yang sesuai, juga rasio C/N yang tepat sehingga pertumbuhan mikroorganisme pada proses ini dapat maksimal. Sulaeman (2007) menyebutkan bahwa unsur C/N merupakan karakteristik terpenting dalam bahan organik dan berguna untuk mendukung proses pengomposan. Unsur N banyak terbentuk dari protein sedangkan unsur C banyak dibentuk oleh karbohidrat, selulosa, lemak, asam-asam organik, dan alkohol (Susanto 1988). Dalam hal ini sayuran berperan sebagai penyedia karbon dan sludge sebagai penyedia nitrogen. Sayuran memiliki
21
rasio C/N sebesar 16,53 dan setelah dicampur sludge menjadi 38. Nilai tersebut terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan rasio yang ditetapkan untuk proses anaerobik (digesti) yaitu 25-30, sehingga untuk mencapai C/N yang diharapkan perlu ditambahkan dengan tinja sapi (Gaur 1981). Selain sebagai sumber nitrogen bagi mikroorganisme, kotoran sapi digunakan sebagai sumber inokulum bagi bakteri metanogen yang akan merombak asam asetat, CO 2, dan H2 menjadi metana. Keberadaan bakteri di dalam usus besar ruminansia membantu proses fermentasi sehingga proses pembentukan biogas dapat dilakukan lebih cepat (Sufyandi 2001). Namun secara umum campuran sludge dan sampah sayuran merupakan campuran bahan yang akan mengingat karakteristik campuran yang saling melengkapi. Keuntungan lainnya yaitu meningkatkan produksi metana, memperbaiki stabilitas proses, dan handling limbah yang lebih baik (Romli 2010). Berikut merupakan karakteristik kualitatif beberapa jenis limbah untuk penanganan limbah campuran menurut Romli (2010). Tabel 13. Karakteristik kualitatif beberapa jenis limbah Karakteristik Fraksi organik sampah Kandungan nutrien makro dan mikro Rasio C:N Bahan organik yang dapat terdegradasi secara biologis Kandungan bahan kering Kapasitas penyanggaan pH
Sludge
Limbah peternakan
4.2. PENGARUH UKURAN BAHAN DAN KOMPOSISI SUBSTRAT 4.2.1 PRODUKSI BIOGAS Menurut Sulaeman (2007), bahan dengan ukuran lebih kecil akan lebih cepat terdekomposisi daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan bahan dengan ukuran lebih kecil memiliki luas kontak permukaan yang lebih besar dibandingkan bahan berukuran besar. Pengecilan ukuran sebagai perlakuan awal berpotensi menghasilkan biogas yang secara signifikan meningkat. Agar didapat keseragaman kecepatan penguraian, maka ukuran bahan dapat dibuat menjadi lebih kecil dengan cara dicacah manual atau mekanis (menggunakan mesin). Dengan begitu akses bagi substrat terhadap enzim akan lebih baik (Romli 2010). Yadvika et al. (2004) menyatakan bahwa untuk meningkatkan hasil biogas dalam proses fermentasi anaerobik, maka bahan baku substrat perlu dilakukan pre-treatment. Pretreatment ini dimaksudkan untuk menghancurkan struktur organik kompleks menjadi molekul sederhana, sehingga mikroba lebih mudah mendegradasinya. Salah satu pretreatment adalah pre-digestion bahan baku. Semakin kecil ukuran suatu bahan maka bidang sentuh bahan akan semakin luas sehingga akan mempercepat laju reaksi karena banyak bagian bahan yang saling bertumbukan secara efektif (intim) yang menyebabkan proses degradasi bahan organik menjadi optimum. Biogas yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan dapat dilihat di lampiran. Adapun laju produksi gas disajikan oleh Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat
22
bahwa ukuran bahan 0.1-0.5 cm dengan komposisi 3:5 memiliki produksi gas yang lebih banyak baik pada proses 1 maupun proses 2. Banyaknya gas yag dihasilkan sebesar 14.414 L/kg TS pada proses 1 dan 22.028 L/kg TS pada proses 2. Perbedaan ini bisa jadi disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda, karena tidak dilakukan kontrol apapun terhadap factor lingkungan, hanya saja suhu dijaga stabil pada rentang mesofilik.
(a) 1st running
(b) 2nd running Gambar 4. Produksi gas Gambar tersebut juga menerangkan bahwa produksi gas rata-rata kumulatif semakin lama meningkat. Namun, produksi gas yang besar diawal proses bukan berarti memiliki kandungan metan (CH4) yang besar. Bisa jadi gas yang dihasikan adalah CO 2 atau H2S. Mengacu pada pernyataan Care (2011), gas yang pertama terbentuk belum bisa dimanfaatkan karena didominasi oleh CO2, selanjutnya biogas terbentuk pada hari ke 4–5 sesudah biodigester terisi penuh dan mencapai puncak pada hari ke 20–25. Paimin (2000) juga menyebutkan bahwa biogas terbentuk setelah hari ke-5. Oleh karena itu, untuk memastikan kandungan gas yang terbentuk perlu dilakukan gas chromatography. Alternatif lain untuk mengetahui kandungan metan yaitu melalui uji bakar. Hanya saja pada penelitian
23
ini gas yang terbentuk tidak ditampung melainkan dibuang begitu saja sehingga ketika dilakukan uji bakar, tidak mencukupi. Produksi biogas juga bervariasi disebabkan oleh variasi sifat-sifat biokimia. Dua atau lebih bahan-bahan dapat digunakan bersama-sama dengan beberapa persyaratan produksi gas atau pertumbuhan normal bakteri metan yang sesuai. Beberapa sifat input ini mempunyai dampak yang nyata pada tingkat produksi gas, seperti nisbah C/N, pengadukan dan konsistensi input, dan padatan tak stabil (Abdullah, dkk 1998). Di samping itu, perlu diketahui bahwa proses degradasi bahan organik tak larut (partikulat) seringkali dibatasi oleh laju proses hidrolisis bahan tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan proses penanganan awal yang tepat untuk mengubah karakteristik sludge maupun substrat yang digunakan sehingga lebih mudah diakses oleh bakteri anaerobik (Romli 2010). Hipotesis menunjukkan bahwa kadar substrat yang tinggi seharusnya mengakibatkan efisiensi perombakan bahan yang tinggi sehingga biogas yang dihasilkan harusnya semakin banyak. Hal ini bisa saja terjadi karena menurut Gijzen (1987) di dalam Rohim (1991), ternyata tingkat konversi asam lemak menguap makin rendah pada tingkat kadar substrat yang lebih tinggi. Namun penelitian menunjukkan komposisi 3:5 yang menghasilkan gas terbanyak. Hal ini disebabkan tingginya produksi asam dalam tahapan proses yang cukup lama yang menyebabkan kondisi lingkungan menjadi asam. Romli (1993) memperkuat pernyataan tersebut bahwa secara eksperimental telah dibuktikan bahwa akumulasi asam laktat terjadi ketika reaktor anaerobik mengalami lonjakan beban organik. Pada kondisi demikian, berpengaruh juga pada nilai pH yakni dibawah netral yang berakibat bakteri metanogenik tidak dapat bekerja dengan baik, bahkan mati. Menurut Buyukkamaci dan Fillibeli (2004), nilai pH pada awal perlakuan menunjukkan proses pengasaman dan perubahan bahan organik. Keasaman ini kemungkinan terjadi karena aktivitas bakteri asetogenik. Perubahan pH menjadi basa menandakan adanya perombakan bahan organik, yaitu proses metagonesis yang menggunakan asam asetat, CO 2, dan hidrogen untuk menghasilkan metana sehingga nilai keasaman berangsur-angsur akan menuju pH yang lebih basa. Perubahan pH menjadi 8.5 masih dalam taraf optimum produksi biogas, karena bakteri metanogen bisa tumbuh pada pH 6.5-8.5. Perolehan nilai pH bahan selama fermentasi diperlihatkan pada lampiran yang menunjukkan bahwa pH semakin asam dengan bertambahnya waktu. Adapun gas yang dihasilkan oleh penelitian Wildan (2011) dengan bahan yang sama yaitu sampah sayuran menghasilkan gas sebesar 4500 ml/kg biomassa. Pada penelitian ini ternyata menghasilkan gas yang melebihi hasil tersebut. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kondisi sludge yang telah mengalami berbagai proses di dalam unit pengelolaan limbah. Sama halnya dengan kotoran yang telah mengalami pemasakan di dalam perut ruminansia. Sludge banyak mengandung zat pengurai yang baik untuk menghidrolisis bahan yang masih baru. Selain itu, kondisi bahan yang lebih berair berpengaruh pada peningkatan produksi gas seperi yang telah dibahas sebelumnya. Kondisi sampah yang telah busuk juga berdampak pada peningkatan produksi gas ditambah lagi dengan adanya pengecilan ukuran karena berarti mengurangi kerja mikroorganisme dalam fase aklimatisasi (penyesuaian). Komposisi yang tepat akan menghasilkan gas yang lebih banyak lagi karena pada sistem fermentasi ‘basah’pada umumnya menunjukkan kinerja yang baik (produksi gas dan reduksi VS maksimum) diperoleh pada rasio sampah : sludge sekitar 80:20 basis TS atau 25:75 basis volume (Hartmann et al., 2003 di dalam Romli 2010).
24
Pembentukan biogas yang kecil bisa juga dipengaruhi oleh padatan total bahan. Romli (2010) menyebutkan bahwa total solid merupakan padatan terlarut dan tersuspensi, organik dan anorganik dalam limbah, berupa bahan kering (residu) dari proses penguapan sampel pada suhu 105 °C selama 48 jam (bobot konstan). Penurunan padatan menguap total terjadi karena pembentukan asam yang berlangsung cepat. Beberapa hari menjelang berakhirnya proses fermentasi biasanya dicapai kondisi yang lebih stabil sehingga meningkatkan laju produksi gas kumulatif. Hal ini menunjukkan efisiensi perombakan padatan menguap sudah mencapai maksimal, meskipun belum semua padatan menguap terdekomposisi. Beberapa penyebab terjadinya tidak semua padatan terdekomposisi karena adanya penghambatan substrat atau inhibitor di dalam substrat. Namun menurut Romli (2010), sulit menetapkan batas nilai konsentrasi tertentu suatu bahan bersifat toksik atau inhibitif, karena efek ini tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasinya tetapi juga oleh kondisi lingkungan, misalnya pH, suhu, dan konsentrasi bahan-bahan lain yang mungkin bersifat sinergis atau antagonis terhadap bahan toksik yang dimaksud. Penelitian yang dilakukan oleh Karim et al. (2005) dengan menggunakan fermentasi anaerobik disebutkan bahwa nilai TS akan mengalami penurunan antara 3.1-3.5 % selama proses produksi biogas. Adapun nilai TS yang dihasilkan selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat pada lampiran. Penurunan TS yang tidak konsisten ini, bahkan ada yang mengalami peningkatan berdampak pada gas yang dihasilkan. Adapun nilai TS yang dihasilkan berkisar antara 5-20 % dengan persen penurunan yang fluktuatif.
4.2.2 PENURUNAN PADATAN ORGANIK (TVS (db)) Fraksi Volatile Solid (VS) dalam digester anaerob merupakan parameter yang penting dan dapat digunakan untuk perhitungan pembebanan. Semakin tinggi kosentrasi VS semakin tinggi pula pembebanan. VS merupakan bahan makanan untuk proses hidrolisis dan pembentukan asam secara anaerob (Hartono 2009). Volatie solid (VS) adalah jumlah padatan yang menguap pada bahan dalam pembakaran di atas suhu 550 °C atau disebut padatan tidak stabil. Padatan yang menguap berasal dari kandungan organik bahan. Potensi produksi biogas dari bahan-bahan organik, dapat dikalkulasi berdasarkan kandungan padatan tak stabil. Semakin tinggi kandungan padatan tak stabil dalam satu unit volume dari kotoran sapi segar akan menghasilkan produksi gas yang lebih banyak (Widodo dkk). Menurut Boullaghui et al. (2003) dalam Rahman (2007) menjelaskan bahwa pada proses produksi biogas secara anaerobik, terjadi penurunan kandungan TVS dengan efisiensi pendegradasian antara 58-75% pada akhir proses. Penurunan nilai TVS menunjukkan bahwa kandungan padatan organik telah dirombak menjadi senyawa volatile fatty acid, alkohol, CO2 dan H2 pada tahap asidogenesis, kemudian menjadi CH4 dan CO2 pada tahap metanogenesis. Adapun produksi gas yang dihasilkan berdasarkan nilai VS ditunjukkan oleh Gambar 5. Berdasarkan gambar tersebut, gas yang dihasilkan semakin lama semakin meningkat hingga akhirnya kembali turun yang menandakan bahwa bahan organik telah habis dihidrolisis oleh mikroorganisme. Produksi gas terbanyak baik proses 1 maupun proses 2 dihasilkan oleh komposisi 3:5 dengan ukuran 0.1-0.5 cm yakni 0.005215 L/g VS (proses 1) dan 0.005172 L/g VS (proses 2). Wildan (2011) dalam penelitiannya menghasilkan gas sebesar 37.63 ml/g VS. Jika dibandingkan, maka produksi gas campuran sampah sayuran dengan sludge berdasarkan padatan tak jenuh memiliki hasil yang lebih rendah. Hal ini bisa jadi disebabkan kadar air bahan yang tinggi sehingga padatan yang dapat teruapkan sedikit
25
(selebihnya adalah air bahan) dan gas yang dihasilkan juga sedikit. Berbeda dengan kotoran sapi yang selama ini memang dikenal sebagai inokulum yang baik untuk teknologi biogas karena kadar padatannya yang baik. Meskipun dalam beberapa tingkat mikroorganisme mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi lingkungan, namun kondisi tersebut harus tetap terkontrol agar kinerja mikroorganisme tetap optimal.
(a) 1st running
(b) 2nd running Gambar 5. Produksi gas Menurut Palupi (1994), proses pengubahan substrat menjadi senyawa-senyawa pembentuk biogas akan menurunkan bahan padatan organik dalam sistem. Nilai padatan volatile dapat berkurang antara 2.07-10.5 % pada proses pembuatan biogas secara anaerobik. Persen penurunan TVS yang cukup besar mengindikasikan bahan organik tersebut dapat didegradasi secara baik oleh mikroorganisme dan berpotensi menghasilkan biogas. Ketidaksesuaian bakteri asam dan metan juga menyebabkan produksi gastidak optimal. Hal ini diperkuat oleh Romli (2010) bahwa masalah utama dalam proses konversi anaerobik adalah kemungkinan tidak seimbangnya populasi mikroorganisme dalam reaktor. Bakteri pembentuk metana memiliki laju pertumbuhan yang jauh lebih rendah dibanding bakteri pembentuk asam. Dominasi bakteri pembentuk asam menyebabkan kondisi asam pada reaktor yang dapat menurunkan aktivitas bakteri pembentuk metana atau bahkan menginhibisi.
26
Kondisi demikian ini didukung oleh nilai pH yang cenderung semakin asam untuk semua jenis perlakuan yaitu 6.67 menjadi 5 dan pH terkecil yaitu 4.80. Pada selang pH ini, bakteri yang tumbuh dengan baik adalah bakteri asidogen sedangkan bakteri metanogen tumbuh pada pH optimum 7.8-8.2. Oleh karena itu laju pembentukan asam jauh lebih cepat dibandingkan laju pembentukan metan. Namun Romli et al. (1994b) mengungkapkan bahwa penelitian yang dilakukan pada selang pH reaktor asidogenesis 5-6 memperlihatkan kinerja metanogenesis yang masih baik. Dalam proses yang baik, bakteri asam dan bakteri metan memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Asetogenesis dapat terjadi hanya jika tekanan parsial hidrogen dijaga tetap rendah oleh aktivitas bakteri pembentuk metana (Siregar 2005). Pada penelitian ini tidak dilakukan kontrol tekanan. Solusi yang ditawarkan pada permasalahan ini yaitu perlu dilakukannya pengendalian tingkat alkalinitas dan konsentrasi VFA agar dapat mencegah terjadinya situasi tersebut (Romli 2010). Mengacu pada penelitian Alvarez dan Liden (2007) dengan menggunakan sampah sayuran dan buah, kondisi steady state terjadi pada pH 4,4 dengan produksi biogas sebesar 0.3 liter/hari.
4.2.3 PERUBAHAN COD (Chemical Oxygen Demand) Menurut Wardhana (2005), Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan agar senyawa organik dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Semakin tinggi kadar substrat, nilai COD semakin menurun karena semakin banyak bahan organik yang terdekomposisi menjadi asam-asam menguap sehingga semakin banyak gas metan yang dihasilkan. Biasanya nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi. Beberapa hal yang mungkin menyebabkan variasi nilai COD antara lain laju pembentukan asam lemak menguap, asam laktat, etanol, dan senyawa sederhana lainnya dari monomer hasil dekomposisi polimer organik serta laju konsumsi asam–asam dan senyawa sederhana yang bervariasi. Romli (2010) menerangkan bahwa metode yang paling sederhana untuk memperkirakan perolehan biogas adalah melalui suatu analisa neraca masa berdasarkan nilai COD semua komponen yang masuk ke dalam dan keluar reaktor, termasuk biogas. Fermentasi anaerob mampu mengolah beban cemaran organik hingga 80 kg 3 COD/m .hari dibandingkan dengan proses aerob yang hanya mampu mengolah beban cemaran organik kurang dari 1 kg COD/m3.hari. Pada tahap awal terjadi perombakan bahan organik yang mudah terdekomposisi seperti karbohidrat, lemak, dan protein yang dilanjutkan dengan perombakan bahan organik sederhana hasil dekomposisi bahan-bahan seperti gula, asam lemak, dan asam amino yang terdapat pada substrat. Perombakan ini akan menyebabkan penurunan COD. Sebaliknya, hidrolisis polimer organik yang berjalan lambat akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang justru akan menaikkan nilai COD. Namun jika senyawa tersebut dirombak menjadi biogas, COD akan kembali turun. Semakin lama waktu fermentasi, kontak antara bakteri dengan limbah dan lumpur akan semakin lama dan waktu untuk menguraikan senyawa organik juga semakin lama. Penelitian yang dilakukan oleh Anonim (2011) dengan memfermentasikan activated sludge dan limbah cair selama 30 hari didapat penurunan COD sebesar 15.83 %. Pengukuran COD dilakukan terhadap dua produk fermentasi ini yaitu digestat dan lindi karena keduanya berperan dalam menggambarkan pembentukan biogas. Selengkapnya mengenai kandungan COD bahan dapat dilihat pada lampiran. Komposisi 3:5 dengan ukuran
27
0.1-0.5 cm memiliki nilai COD terkecil yaitu 0.459 g/kg untuk digestat pada proses 1. Hal ini seiring dengan banyaknya gas yang dihasilkan oleh unit perlakuan tersebut. Hanya saja tidak semua unit waktu mengalami penurunan COD, tetapi terjadi juga peningkatan COD serta nilai penurunan yang berfluktuatif. Menurut Triyanto (1992), kenaikan nilai COD disebabkan oleh hadirnya senyawa-senyawa organik sederhana akibat hidrolisis polimer organik tetapi senyawa tersebut belum dirombak lebih lanjut oleh bakteri menjadi biogas. Nilai yang fluktuatif kemungkinan disebabkan oleh kelebihan substrat yang diumpankan kedalam biorektor sehingga bakteri acidogen dan acetogen semakin aktif dan semakin cepat tumbuh, dengan semakin banyaknya bahan organik yang dikonversi menjadi asam lemak berdampak pada menurunnya pH. Pada kondisi ini menyebabkan bakteri metanogen tidak dapat bekerja secara optimal, sehingga produksi biogas menurun walaupun penyisihan COD lebih besar. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara acidogenesis dan methanogenesis karena proses didominasi oleh proses acidogenic dan aktivitas methanogenesis kurang baik didalam sistem. Harikishan (2008) menjelaskan bahwa produksi metan bisa diperkirakan dari nilai COD. Berdasarkan percobaan menyebutkan bahwa 1 kg COD yang diuraikan bisa memproduksi 0.35 m3 CH4 (5.62 ft3/lb COD terurai) pada kondisi ruang (Standart Temperature Pressure). Dohanyos dan Zabranska (2001) di dalam Romli (2010) menyatakan bahwa nilai COD dapat dikorelasikan dengan kandungan VS suatu sampel. Nilai VS dapat digunakan untuk memperkirakan produksi biogas. Namun, hubungan COD dan VS bersifat empiris, bervariasi dari satu sampel ke sampel lainnya. Nilai rasio COD/VS untuk sludge proses lumpur aktif berkisar antara 1.35-1.60 dan untuk sludge primer berkisar antara 1.0-1.6. Dengan demikian estimasi produksi biogas akan lebih tepat bila dihitung dari neraca masa berbasis COD. Selain mendapatkan perkiraan mengenai bahan organik yang dapat direduksi oleh mikroorganisme, nilai COD dapat juga digunakan untuk menghitung kadar karbon substrat. Perhitungannya adalah sebagai berikut: 1 gr COD = 0.5 gr C.
4.3. KARAKTERISTIK DIGESTAT DAN LINDI Di samping mengurangi volume buangan, teknologi biogas juga memberikan keuntungan lain berupa lumpur yang dikeluarkan dari effluent biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Romli (2010), digestat merupakan lumpur yang terdiri dari padatan tak tercerna, massa sel, nutrient terlarut, bahan inert, dan air. Digestat dengan kualitas baik dapat digunakan untuk perbaikan struktur tanah dan yang kurang baik dapat digunakan untuk landfilling atau bioremediasi tanah. Lindi adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Menurut Schmidt (2005), kondisi sludge biogas mempunyai karakteristik sebagai berikut: Tabel 14. Kondisi sludge biogas COD (mg/l)
BOD/COD
500-2500
0.5
% Kandungan unsur hara (utama) N
P
K
1.45
1.10
1.10
28
Berdasarkan hasil penelitian, nilai N, P, K serta C (%) yang dihasilkan oleh tiap bahan (digestat dan lindi) diperlihatkan oleh tabel berikut: Tabel 15. Kadar fosfat Komposisi 3:5 Hari Ke-
0.1-0.5 cm
Komposisi 5:3
1.5-2 cm
0.1-0.5 cm
1.5-2 cm
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
0
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
9
0.95
0.07
0.80
0.03
0.33
0.50
0.31
0.40
15
0.56
1.19
1.34
0.91
0.68
1.97
1.88
1.54
21
1.15
0.63
1.88
0.78
1.30
0.90
0.36
0.67
Tabel 16. Kadar carbon Komposisi 3:5 Hari Ke-
0.1-0.5 cm
Komposisi 5:3
1.5-2 cm
0.1-0.5 cm
1.5-2 cm
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
0
9.71
9.71
9.71
9.71
2.75
2.75
2.75
2.75
9
6.15
6.15
5.58
5.58
7.94
1.41
0.46
6.92
15
7.55
1.74
7.50
2.28
6.24
3.84
10.05
2.63
21
7.52
1.60
10.25
1.92
8.10
2.78
5.44
1.20
Tabel 17. Kadar nitrogen Komposisi 3:5 Hari Ke-
Komposisi 5:3
0.1-0.5 cm
1.5-2 cm
0.1-0.5 cm
1.5-2 cm
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
Digestat
Lindi
0
1.08
0.35
1.93
1.39
0.84
0.39
0.84
2.20
9
1.18
12.5470 ppm
-
780.08 ppm
1.60
578.10 ppm
1.92
619.89 ppm
15
1.32
0.06
1.15
0.11
0.87
661.68 ppm
-
710.43 ppm
29
Berdasarkan nilai tersebut, sludge yang dihasilkan belum cukup memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk dapat digunakan sebagai pupuk organik. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses composting lanjutan untuk mendapatkan pupuk yang mendekati standar mutu.
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap fermentasi anaerobik sampah organik dengan starter sludge yang berasal dari instalasi pengolahan limbah cair (IPAL) industri dengan dua ukuran bahan serta dua komposisi starter yang berbeda terhadap parameter volume, TS-TVS, COD, pH, kadar C, kadar N, dan kadar P didapatkan hasil sebagai berikut: Gas terbesar dihasilkan oleh komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm yaitu 14.414 L/kg TS pada proses 1 dan 22.028 L/kg TS pada proses 2 atau 0.005215 L/g VS (proses 1) dan 0.005172 L/g VS (proses 2) dengan nilai COD sebesar 0.459 g/kg. Adapun gas yang dihasilkan oleh penelitian Wildan (2011) dengan bahan yang sama yaitu sampah sayuran menghasilkan gas sebesar 4500 ml/kg biomassa. Pada penelitian ini ternyata menghasilkan gas yang melebihi hasil tersebut. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kondisi sludge yang telah mengalami berbagai proses di dalam unit pengelolaan limbah. Sama halnya dengan kotoran yang telah mengalami pemasakan di dalam perut ruminansia. Sludge banyak mengandung zat pengurai yang baik untuk menghidrolisis bahan yang masih baru serta kondisi bahan yang lebih berair berpengaruh pada peningkatan produksi gas. Kondisi sampah yang telah busuk juga berdampak pada peningkatan produksi gas ditambah lagi dengan adanya pengecilan ukuran karena berarti mengurangi kerja mikroorganisme dalam fase aklimatisasi (penyesuaian). Namun berdasarkan padatan yang menguap, gas yang diproduksi tidak optimum dikarenakan banyaknya air yang terkandung pada bahan serta lingkungan yang semakin asam seiring bertambahnya waktu. Pupuk organik dengan kadar fosfat tertinggi dihasilkan oleh lindi komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm yaitu 1.97 %, karbon tertingi pada digestat komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm yaitu 10.25 %, dan nitrogen pada lindi komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm yaitu 2.20 %. Hal ini masih jauh dari syarat mutu pupuk organik yang dianjurkan. Oleh karena itu diperlukan sistem composting lanjutan untuk mendapatkan mutu pupuk organik yang sesuai. Dengan begitu sludge bisa dijadikan alternatif substrat dalam fermentasi anaerob dimana perlakuan terbaik terdapat pada komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm.
5.2 SARAN Penggunaan sludge sebagai starter biogas belum cukup memberikan hasil yang optimal berdasarkan padatan yang teruapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan skala operasi serta sistem fermentasi lain dengan jarak ukuran yang lebih jauh sehingga pengaruhnya dapat dilihat lebih jelas. Selain itu perlu dilakukan proses composting lebih lanjut untuk mendapatkan pupuk organik yang memenuhi standar mutu.
31
DAFTAR PUSTAKA Abdullah KI, K. A. Siregar, N. Agustina, S. E. dkk. 1998. Energi dan Elektrifikasi Pertanian. Buku Diktat Kuliah. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Alvarez R dan Liden G. 2007. Semi-continuous co-digestion of solid slaughterhouse waste, manure, and fruit and vegetable waste. Jurnal Renewable Energy 33 : 726-734. Amaru K. 2004. Rancang bangun dan uji kinerja bioreaktor plastik polyethilene skala kecil (Studi Kasus Ds. Cidatar Kec. Cisurupan Kab. Garut). [Skripsi]. Universitas Padjajaran, Bandung. Tidak Diterbitkan Anonim. 2006. Heating value. www.en.wikipedia.org/wiki/Heating_value (Diakses pada Januari 2011) ______. 2006. Biogas Production. www.habmigern, 2003. Html (Diakses Januari 2011) ______. 2009. http://bertani.wordpress.com/peternakan/operating-procedure-biogas/ (Diakses 18 Mei 2011) ______. 2011. http://onlinebuku.com/2009/01/15/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas/comment-page1/#comment-1393. APHA. 1992. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater Treatment. American Public Health Association, NewYork. Arati JM. 2009. Evaluating the economic feasibility of anaerobic digestion of kawangware market waste. [Thesis]. Kansas State University, Manhattan, Kansas. Buyukkamaci N, Fillibeli A. 2004. Volatile fatty acid formation in an anaerobic hybrid reactor. Process Biochemistry39: 1040-1047. Capah RL. 2006. Kandungan nitrogen dan fosfor pupuk organik cair dari sludge instalasi gas bio dengan penambahan tepung tulang ayam dan tepung darah sapi. [Skripsi]. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Care K. 2011. Cara Mudah Membuat Digester Biogas. Departemen Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi “Pokok-pokok Pikiran dan Permasalahan Pemanfaatan Biofuel”. 2006. Seminar Nasional Biofuel “Implementasi Biofuel sebagai Energi Alternatif. Emejuaiwe SO, Ogunbi, O, dan Sanni SO. 1981. Global Impacts of Applied Microbiology, pp. 266, 277-278, Academic Pres, Ltd., London. Engler CR, M.J. MC. Farland, dan RD. Lacewell. 2000. Economic and Environmental Impact of Biogas Production and Use. http//:dallas.edu/biogas/eaei.html. (6 Mei 2011). Gijzen HJ. 1987. Anaerobic Digestion of Cellulatic Waste by Rumen Derived Process. Bibliotech., Den Haag. Hambali E, Mujdalipah S, Tambunan AH, Pattiwiri AW, Hendroko R. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia Pustaka. Haq PS dan Soedjono ES. 2009. Potensi lumpur tinja manusia sebagai penghasil biogas. Jurusan Teknik Lingkungan. FTSP-ITS, Surabaya. Hardyanti N dan Endro S. 2007. Uji pembuatan biogas dari kotoran gajah dengan variasi penambahan urine gajah dan air. Jurnal Presipitasi Vol.3 No.2 2007. ISSN: 1907-187X. Hartono R dan Teguh K. 2009. Produksi biogas dari jerami padi dengan penambahan kotoran kerbau. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI 2009 ISBN 978979-98300-1-2. Jenie BSL. dan W.P. Rahayu. 1991. Penanganan Limbah Industri Pangan. PT. Trubus Agriwidya, Ungaran. Karellas SB. 2010. Development of an investment decision tool for biogas production from agricultural waste. Jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews 14 : 1273-1282. Karim K, K. T. Klasson, R. Hoffman, S. R. Drescher, D. W. DePaoli. dan M. H.Al-Dahlan. 2005. Anaerobic Digestion of Animal Waste: Effect of Mixing. J. Biores. Technol. Vol 96: 1607-1612. Kristanto P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit Andi. Metcalf dan Eddy. 2003. Waste Water Engineering Second Edition. Mcgraw-Hill Company Murbandono LH. 2002. Membuat Kompos. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Murjito. 2010. Desain Alat Penangkap Gas Methan Pada Sampah Menjadi Biogas. Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
32
Nisandi. 2007. Pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menjadi briket arang dan asap cair. Seminar Nasional Teknologi 2007. ISSN:1978–9777, Yogyakarta. Paimin FB. 2000. Alat Pembuat Biogas dari Batubata. Jakarta: Penebar Swadaya, Cetakan ke-3 Palupi. 1994. Studi Pembuatan Biogas dari Tandan Kosong Kelapa Sawit, Perikarp, dan Lumpur Limbah Pabrik Kelapa Sawit Melalui Fermentasi Media Padat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Pambudi NA. 2008. Pemanfaatan Biogas Sebagai Energi Alternatif. Fakultas Teknik Mesin dan Industri, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Polprasert C. 1989. Organic Waste Recycling. John Wiley and Sons Ltd, New York. Pramono S. 2003. Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di Negara-negara Berkembang. Universitas Gunadarma, Jakarta. Prasetio B. 2010. Optimasi porduksi xilitol oleh sel amobil candida tropicalis melalui fermentasi batch. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. IPB, Bogor. Price EC dan Cheremisinoff PN. 1981. Biogas Productin and Utilization. Michigan : Ann Arbor Science Publishers, Inc. Rahman AN. 2007. Pembuatan biogas dari sampah buah-buahan melalui fermentasi aerobik dan anaerobik. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Rohim A. 1991. Pengaruh kadar substrat pada perombakan pod kakao secara anaerobik untuk pembentukan biogas. [Skripsi]. Fateta, IPB. Romli M. 2010. Teknologi Penanganan Limbah Anaerobik. Bogor: TML Publikasi. Schmidt A. 2005. Biogas Process for Sustainable Development. Food and Agriculture Organization of TheUnited Nation, Viale delle Terme di Caracalla, 00100 Rome, Italy. Setiawan, 1996. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar SA. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius, Yogyakarta. Soekirman S. 2005. Peluang Pasar Pemanfaatan Kompos Hasil Pengomposan Sampah Pasar DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, Departemen Pertanaian. Jakarta. Sufyandi A. 2001. Teknologi Tepat Guna untuk Pedesaan. Bandung. Tidak dipublikasikan. Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press, Jakarta. Sulaeman D. 2007. Pengomposan: salah satu alternatif pengolahan sampah organik dalam http://agribisnis.Deptan.go.id/Pustaka/dede. (Diakses 4 Januari 2011) Susanto, Joko P dan Hendra Tjahjono. 1988. Penelitian pembuatan biogas dari batang pisang. Majalah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi No. XXIX Switenia SV, Karina N, Fajar DP, M. Reza PDP, Jaka T, dan Allan R. 2008. Proses pembentukan gas bio. [Laporan Praktikum]. Universitas Padjadjaran, Bandung. Triyanto. 1992. Mempelajari Cara Pembuatan Biogas Melalui Proses Rumen Derived Anaerobic Digestion (RUDAD). [Skripsi]. Fateta, IPB. Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Van Buren A. 1979. A Chinese Biogas Manual. London: Intermediate Technology Publication Ltd. Wahyuni. 2009. Biogas. Jakarta : Penebar Swadaya. Weismenn U. 1991. Anaerobic Tratment of Industrial Wastewater. Institut fur Verhahrentechnik, Berlin. Widodo TW, et al. 2006. „rekayasa dan pengujian reaktor biogas skala kelompok tani ternak (design and development of biogas reactor for farmer group scale)‟. Jurnal engineering pertanian. Vol. iv. No. 1: 1-52 Wildan A. 2011. Konversi Sampah Organik Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat Menjadi Biogas dan Pupuk Organik. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Wu C. 1987. A Performance Bound for Real OTEC heat Angines. Ocean Engineering, 24, 349. Yani M dan Darwis AA. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Pusat Antar Universitas BioteknologiIPB. Bogor.
33
Lampiran 1. Prosedur Analisis Kimia a. Kadar Nitrogen (Metode Kjeldahl) (JICA, 1978) Sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 6 N lalu dipanaskan dengan labu Kjeldahl. Amonia yang terbentuk kemudian ditampung, lalu ditambahkan 50 ml asam borat 2% hingga terbentuk warna hijau. Selanjutnya larutan kemudian dititrasi dengan H 2SO4 0.02 N hingga berwarna ungu. Prosedur tersebut dilakukan juga pada blanko. Kadar nitrogen organik dihitung dengan persamaan sebagai berikut. (
)
Dengan 0.0211 adalah konsentrasi H2SO4 yang dipakai untuk titrasi, sedangkan 14.007 adalah konsentrasi air nitrogen. b.
Kadar Fosfor (Metode Ortofosfat/Stannous Chloride) (APHA, 1998) Sebelum melakukan analisis ortofosfat terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dengan cara sebagai berikut. Larutan standar fosfat diencerkan hingga konsentrasi bervariasi dari 0.0 – 2.0 mg/L PO4. Dari masing-masing standar dipipet sebanyak 25 ml dan diukur intensitas warna biru yang terbentuk akibat pencampurannya dengan larutan amonium molibdat dan SnCl 2 pada panjang gelombang yang sama (660 – 690 nm). Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan absorbansi. Kemudian dapatkan persamaan regresi linier dari kurva tersebut. Untuk mengetahui kadar ortofosfat pada sampel, sebanyak 25 ml sampel diambil kemudian ditambahkan 1 ml amonium molibdat serta 0.125 (± 3 tetes) SnCl 2. Larutan kemudian dikocok hingga merata, kemudian didiamkan selama 10 menit. Warna biru yang terjadi diukur intensitasnya pada panjang gelombang 660 – 690 nm. Kadar ortofosfat ditentukan dengan memasukkan nilai absorbansi hasil pengukuran sampel ke dalam persamaan linier kurva kalibrasi. c.
Pengukuran pH Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi.
d.
Kadar Abu (SNI 01-2891-1992) Sampel sebanyak 2 – 3 gram ditimbang dalam cawan porselen yang kering dan telah diketahui beratnya. Sampel kemudian dipijarkan di dalam tanur pada suhu 550 oC sampai diperoleh warna abu keputih-putihan. Selanjutnya sampel didinginkan pada desikator lalu ditimbang. ( ) e.
Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sampel sebanyak 3 – 5 gram ditimbang di dalam cawan aluminium kering yang telah diketahui beratnya. Kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 oC sampai kering (3-5 jam). Setelah kering, cawan berisi sampel kemudian didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin, cawan berisi sampel yang telah kering ditimbang beberapa kali ulangan hingga diperoleh bobot tetap. Perhitungan kadar air sebagai berikut: Kadar air dalam basis basah: (
)
Kadar air dalam basis kering:
Dimana W adalah bobot contoh sebelum dikeringkan, W1 adalah bobot contoh dan cawan setelah dikeringkan, sedangkan W2 adalah bobot cawan kosong.
34
f.
Total Padatan (TS) dan Bahan organik (TVS) Total padatan merupakan hasil pengurangan dari total bahan terhadap kandungan air bahan, sedangkan Bahan organik adalah kandungan total bahan dikurangi kandungan air bahan dan kadar abu bahan. Total padatan (%) = 100 - Kadar air bahan Total Padatan organik = 100 - (kadar air + kadar abu) g.
Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) (APHA, 1998) Sebanyak 2.5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung COD mikro, kemudian ditambahkan 1.5 ml larutan K2Cr2O7 dan 3.5 ml pereaksi H2SO4 (asam COD). Setelah itu dipanaskan selama 2 jam pada suhu 148oC. Setelah dingin, larutan dituang ke erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan dengan indikator ferroin 1 – 2 tetes. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan Ferro Aluminium Sulfat (FAS) 0.1 M hingga warna kecoklatan. Proses diulangi pada blanko akuades. Perhitungan kadar COD dilakukan dengan rumus berikut. ( ) ⁄ Dimana A adalah ml FAS untuk titrasi blanko, B adalah ml FAS untuk titrasi sampel, dan M adalah molaritas FAS. Sebelum digunakan untuk titrasi, larutan FAS perlu distandarisasi. Standarisasi dilakukan sama seperti langkah-langkah penentuan COD, namun sampelnya adalah akuades, serta tanpa adanya pemanasan.
35
Lampiran 2. Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) Hari Ke-
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0 0 0
0
Botol 1 0
Botol 2 0
Botol 6 0
Botol 7 0
1
70
56
149
106
107
133
217
2
0
126
398
190
412
0
477
3
-
106
223
0
284
137
147
4
-
59
107
30
105
160
211
5
-
41
34
0
63
143
20
6
-
-
49
9
38
58
38
7
-
-
22
44
53
60
70
8
-
-
17
27
6
9
0
9
-
-
-
0
3
2
5
10
-
-
-
0
5
16
12
11
-
-
-
43
3
14
30
12
-
-
-
-
0
8
0
13
-
-
-
-
26
11
22
14
-
-
-
-
16
0
0
15
-
-
-
-
-
0
0
16
-
-
-
-
-
0
0
17
-
-
-
-
-
9
0
18
-
-
-
-
-
-
0
19
-
-
-
-
-
-
0
20
-
-
-
-
-
-
5
21
-
-
-
-
-
-
-
36
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Hari Ke1
Botol 1
Botol 2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.805
0.644
1.713
1.218
3
0.000 -
1.448
4.575
4
1.218
2.563
5
-
6
-
7
-
0.471 -
8
-
-
0.253
0.506
0.609
9
-
-
0.310
0.069
10
-
-
0.195 -
0.000
11
-
-
-
12
-
-
-
13
-
-
14
-
15
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5
Botol 7
0.000
0.000
0.000
0.000
1.218
1.230
1.529
2.494
1.376
6.287
3.402
5.966
1.529
7.977
4.008
3.310
8.851
3.402
9.230
3.103
9.667
6.261
3.989
10.080
3.747
10.437
4.943
12.092
7.548
3.747
11.161
6.586
12.322
8.125
0.437
4.460 -
10.471
-
11.034
3.851
11.598
7.253
12.759
9.299
0.690
0.805
-
-
11.287
4.356
12.207
7.943
13.563
9.871
0.103
0.000
-
-
4.667
12.276
8.046
13.563
10.007
0.034
0.023
0.057
-
-
11.483 -
4.667
12.310
8.069
13.621
9.667
0.000
0.057
0.184
0.138
-
-
-
4.667
12.368
8.253
13.759
9.761
0.034
0.161
0.345
-
-
-
8.414
14.103
10.020
0.000
0.092
0.000
-
-
-
5.161 -
12.402
-
0.494 -
12.402
8.506
14.103
11.670
-
-
-
0.299
0.126
0.253
-
-
-
-
12.701
8.632
14.356
11.897
-
-
-
-
0.000
0.000
-
-
-
-
14.356
11.958
-
-
-
-
0.000
0.000
-
-
-
-
12.885 -
8.632
16
0.184 -
8.632
14.356
11.494
17
-
-
-
-
-
0.000
0.000
-
-
-
-
-
8.632
14.356
11.494
18
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
11.494
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
8.632 -
14.356
19
14.356
14.356
20
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
14.356
14.356
21
-
-
-
-
-
-
0.057
-
-
-
-
-
-
14.414
14.414
1.230 0.391 0.563
Botol 1
Botol 2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.230
1.529
2.494
0.805
0.644
1.713
2.184
4.736
0.000
5.483
2.092
0.000
3.264
1.575
1.690
0.805 -
2.425
-
0.230
-
Rata-rata
Botol 6
0.678
Botol 7
0.345 0.000 0.103
1.207 0.724 0.437
1.839 1.644 0.667
37
Botol 1 0.00000
Volume gas harian (L/g VS.hari) Botol 2 Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
Botol 6 0.00000
Botol 7 0.00000
Botol 1 0.00000
Botol 2 0.00000
2 3 4
0.00013 0.00000
0.00010 0.00023
0.00027 0.00073
0.00019 0.00035
0.00020 0.00076
0.00024 0.00000
0.00040 0.00088
0.00013 0.00013
0.00010 0.00033
0.00027 0.00101
0.00019 0.00054
-
0.00019
0.00041
0.00000
0.00052
0.00025
0.00027
-
0.00053
0.00142
5 6 7
-
0.00011 0.00008
0.00020 0.00006
0.00006 0.00000
0.00019 0.00012
0.00029 0.00026
0.00039 0.00004
-
0.00064 0.00071
-
-
0.00009
0.00002
0.00007
0.00011
0.00007
-
8 9 10
-
-
0.00004 0.00003
0.00008 0.00005
0.00010 0.00001
0.00011 0.00002
0.00013 0.00000
-
-
-
0.00000
0.00001
0.00000
11 12 13
-
-
-
0.00000 0.00008
0.00001 0.00001
-
-
-
-
14 15 16
-
-
-
-
-
17 18 19
-
-
-
20 21
-
Hari Ke1
Volume gas kumulatif (L/g VS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000
Total
Botol 6 0.00000
Botol 7 0.00000
0.00000
0.00020 0.00095
0.00024 0.00024
0.00040 0.00128
0.00154 0.00449
0.00054
0.00148
0.00050
0.00155
0.00601
0.00161 0.00168
0.00060 0.00060
0.00167 0.00179
0.00079 0.00105
0.00193 0.00197
0.00725 0.00780
-
0.00177
0.00062
0.00186
0.00116
0.00204
0.00744
-
-
0.00181 0.00184
0.00070 0.00075
0.00195 0.00196
0.00127 0.00129
0.00217 0.00217
0.00790 0.00801
0.00001
-
-
-
0.00075
0.00197
0.00129
0.00218
0.00619
0.00003 0.00003
0.00002 0.00006
-
-
-
0.00075 0.00083
0.00198 0.00198
0.00132 0.00135
0.00220 0.00226
0.00625 0.00641
0.00000
0.00001
0.00000
-
-
-
-
0.00198
0.00136
0.00226
0.00560
-
0.00005 0.00003
0.00002 0.00000
0.00004 0.00000
-
-
-
-
0.00203 0.00206
0.00138 0.00138
0.00230 0.00230
0.00571 0.00574
-
-
-
0.00000
0.00000
-
-
-
-
-
0.00138
0.00230
0.00368
-
-
-
0.00000 0.00002
0.00000 0.00000
-
-
-
-
-
0.00138 0.00140
0.00230 0.00230
0.00368 0.00369
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00230
0.00230
-
-
-
-
-
0.00000 0.00001
-
-
-
-
-
-
0.00230 0.00231
0.00230 0.00231
38
Lampiran 3. Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0 100 23 -
Botol 2 0 100 60 0 0 0 -
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0 0 0 100 200 176 50 156 421 0 19 125 6 14 175 0 12 61 12 25 26 2 0 68 0 5 28 4 4 0 15 0 27 4 33 3 -
Botol 6 0 143 165 124 160 64 27 105 25 6 26 13 2 17 10 15 15 9 -
Botol 7 0 84 477 248 124 68 67 72 14 13 21 16 1 4 36 15 11 0 0 0 0 -
39
Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0.000 1.733 0.399 -
Botol 2 0.000 1.733 1.040 0.000 0.000 0.000 -
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6 0.000 0.000 0.000 0.000 1.733 3.466 3.050 2.478 0.867 2.704 7.296 2.860 0.000 0.329 2.166 2.149 0.104 0.243 3.033 2.773 0.000 0.208 1.057 1.109 0.208 0.433 0.451 0.468 0.035 0.000 1.179 1.820 0.000 0.087 0.485 0.433 0.069 0.069 0.104 0.000 0.260 0.451 0.000 0.468 0.225 0.069 0.035 0.572 0.295 0.052 0.173 0.260 0.260 0.156 -
Botol 7 0.000 1.456 8.267 4.298 2.149 1.179 1.161 1.248 0.243 0.225 0.364 0.277 0.017 0.069 0.624 0.260 0.191 0.000 0.000 0.000 0.000
Botol 1 0.000 1.733 2.132 -
Botol 2 0.000 1.733 2.773 2.773 2.773 2.773 -
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6 0.000 0.000 0.000 0.000 1.733 3.466 3.050 2.478 2.600 6.170 10.347 5.338 2.600 6.499 12.513 7.487 2.704 6.742 15.546 10.260 2.704 6.950 16.603 11.369 2.912 7.383 17.054 11.837 2.946 7.383 18.232 13.657 2.946 7.470 18.718 14.090 7.539 18.787 14.194 7.539 19.047 14.645 7.539 19.515 14.870 19.584 14.905 20.156 15.199 20.208 15.373 15.633 15.893 16.049 -
Botol 7 0.000 1.456 9.723 14.021 16.170 17.348 18.510 19.757 20.000 20.225 20.589 20.867 20.884 20.953 21.577 21.837 22.028 22.028 22.028 22.028 22.028
40
Rata-rata 0.000 2.236 5.583 7.649 9.032 9.624 11.539 12.395 12.645 15.186 15.455 15.698 18.458 18.769 19.053 18.735 18.960 19.038 22.028 22.028 22.028
Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0.00000 0.00019 0.00004 -
Botol 2 0.00000 0.00019 0.00012 0.00000 0.00000 0.00000 -
Volume gas harian (L/g VS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00019 0.00039 0.00034 0.00010 0.00030 0.00081 0.00000 0.00004 0.00024 0.00001 0.00003 0.00034 0.00000 0.00002 0.00012 0.00002 0.00005 0.00005 0.00000 0.00000 0.00013 0.00000 0.00001 0.00005 0.00001 0.00001 0.00000 0.00003 0.00000 0.00005 0.00001 0.00006 0.00001 -
Botol 6 0.00000 0.00028 0.00032 0.00024 0.00031 0.00012 0.00005 0.00020 0.00005 0.00001 0.00005 0.00003 0.00000 0.00003 0.00002 0.00003 0.00003 0.00002 -
Botol 7 0.00000 0.00016 0.00092 0.00048 0.00024 0.00013 0.00013 0.00014 0.00003 0.00003 0.00004 0.00003 0.00000 0.00001 0.00007 0.00003 0.00002 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
Botol 1 0.00000 0.00019 0.00024 -
Botol 2 0.00000 0.00019 0.00031 0.00031 0.00031 0.00031 -
Volume gas kumulatif (L/g VS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00019 0.00039 0.00034 0.00029 0.00069 0.00115 0.00029 0.00072 0.00139 0.00030 0.00075 0.00173 0.00030 0.00077 0.00185 0.00032 0.00082 0.00190 0.00033 0.00082 0.00203 0.00033 0.00083 0.00208 0.00084 0.00209 0.00084 0.00212 0.00084 0.00217 0.00218 0.00224 0.00225 -
Botol 6 0.00000 0.00028 0.00059 0.00083 0.00114 0.00127 0.00132 0.00152 0.00157 0.00158 0.00163 0.00166 0.00166 0.00169 0.00171 0.00174 0.00177 0.00179 -
Botol 7 0.00000 0.00016 0.00108 0.00156 0.00180 0.00193 0.00206 0.00220 0.00223 0.00225 0.00229 0.00232 0.00233 0.00233 0.00240 0.00243 0.00245 0.00245 0.00245 0.00245 0.00245
41
Total 0.00000 0.00174 0.00435 0.00511 0.00603 0.00643 0.00642 0.00690 0.00704 0.00676 0.00688 0.00699 0.00617 0.00627 0.00636 0.00417 0.00422 0.00424 0.00245 0.00245 0.00245
Lampiran 4. Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (1st running) Hari Ke-
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5
Botol 1
Botol 2
Botol 6
Botol 7
0
0
0
0
0
0
0
0
1
114
69
79
118
59
75
108
2
182
95
121
211
192
95
199
3
-
334
297
314
239
100
340
4
-
305
137
192
185
116
64
5
-
71
180
114
97
26
12
6
-
-
27
89
60
50
0
7
-
-
71
31
64
62
27
8
-
-
13
26
26
28
20
9
-
-
-
30
4
11
10
10
-
-
-
37
19
27
7
11
-
-
-
22
21
28
6
12
-
-
-
-
0
68
23
13
-
-
-
-
31
19
24
14
-
-
-
-
2
0
0
15
-
-
-
-
-
9
13
16
-
-
-
-
-
9
7
17
-
-
-
-
-
11
0
18
-
-
-
-
-
-
0
19
-
-
-
-
-
-
0
20
-
-
-
-
-
-
0
21
-
-
-
-
-
-
-
42
Hari Ke-
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Botol 1
Botol 2
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.974
0.590
0.675
1.009
3
1.556
0.812
1.034
4
-
2.855
5
-
6 7 8
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5
Botol 7
Botol 1
Botol 2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.504
0.641
0.923
0.974
0.590
0.675
1.803
1.641
0.812
1.701
2.530
1.402
2.538
2.684
2.043
0.855
2.906
-
2.607
1.171
1.641
1.581
0.991
0.547
-
0.607
1.538
0.974
0.829
0.222
-
-
0.231
0.761
0.513
-
-
0.607
0.265
0.547
9
-
-
0.111
0.222
10
-
-
-
11
-
-
12
-
13 14 15 16
Rata-rata
Botol 6
Botol 7
0.000
0.000
0.000
0.000
1.009
0.504
0.641
0.923
0.759
1.709
2.812
2.145
1.453
2.624
2.096
4.256
4.248
5.496
4.188
2.308
5.530
4.338
-
6.863
5.419
7.137
5.769
3.299
6.077
5.761
0.103
-
7.470
6.957
8.111
6.598
3.521
6.179
6.473
0.427
0.000
-
-
7.188
8.872
7.111
3.949
6.179
6.660
0.530
0.231
-
-
7.795
9.137
7.658
4.479
6.410
7.096
0.222
0.239
0.171
-
-
7.906
9.359
7.880
4.718
6.581
7.289
0.256
0.034
0.094
0.085
-
-
-
9.615
7.915
4.812
6.667
7.252
-
0.316
0.162
0.231
0.060
-
-
-
9.932
8.077
5.043
6.726
7.444
-
-
0.188
0.179
0.239
0.051
-
-
-
10.120
8.256
5.282
6.778
7.609
-
-
-
-
0.000
0.581
0.197
-
-
-
-
8.256
5.863
6.974
7.031
-
-
-
-
0.265
0.162
0.205
-
-
-
-
8.521
6.026
7.179
7.242
-
-
-
-
0.017
0.000
0.000
-
-
-
-
8.538
6.026
7.179
7.248
-
-
-
-
-
0.077
0.111
-
-
-
-
-
6.103
7.291
6.697
17
-
-
-
-
-
0.077
0.060
-
-
-
-
-
6.179
7.350
6.765
18
-
-
-
-
-
0.094
0.000
-
-
-
-
-
6.274
7.350
6.812
19
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
7.350
7.350
20
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
7.350
7.350
21
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
7.350
7.350
43
Botol 7
Botol 1
Botol 2
Volume gas kumulatif (L/g VS) Botol 3 Botol 4 Botol 5
Botol 6
Botol 7
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00014
0.00020
0.00021
0.00013
0.00015
0.00022
0.00011
0.00014
0.00020
0.00114
0.00035
0.00017
0.00037
0.00054
0.00030
0.00037
0.00061
0.00046
0.00031
0.00056
0.00316
0.00058
0.00044
0.00018
0.00063
-
0.00092
0.00091
0.00118
0.00090
0.00050
0.00119
0.00560
0.00025
0.00035
0.00034
0.00021
0.00012
-
0.00148
0.00117
0.00154
0.00124
0.00071
0.00131
0.00744
0.00013
0.00033
0.00021
0.00018
0.00005
0.00002
-
0.00161
0.00150
0.00175
0.00142
0.00076
0.00133
0.00836
-
-
0.00005
0.00016
0.00011
0.00009
0.00000
-
-
0.00155
0.00191
0.00153
0.00085
0.00133
0.00716
-
-
0.00013
0.00006
0.00012
0.00011
0.00005
-
-
0.00168
0.00197
0.00165
0.00096
0.00138
0.00763
-
-
0.00002
0.00005
0.00005
0.00005
0.00004
-
-
0.00170
0.00201
0.00170
0.00102
0.00142
0.00784
-
-
-
0.00006
0.00001
0.00002
0.00002
-
-
-
0.00207
0.00170
0.00104
0.00143
0.00624
11
-
-
-
0.00007
0.00003
0.00005
0.00001
-
-
-
0.00214
0.00174
0.00108
0.00145
0.00641
12
-
-
-
0.00004
0.00004
0.00005
0.00001
-
-
-
0.00218
0.00178
0.00114
0.00146
0.00655
13
-
-
-
-
0.00000
0.00013
0.00004
-
-
-
-
0.00178
0.00126
0.00150
0.00454
14
-
-
-
-
0.00006
0.00003
0.00004
-
-
-
-
0.00183
0.00130
0.00154
0.00467
15
-
-
-
-
0.00000
0.00000
0.00000
-
-
-
-
0.00184
0.00130
0.00154
0.00468
16
-
-
-
-
-
0.00002
0.00002
-
-
-
-
-
0.00131
0.00157
0.00288
17
-
-
-
-
-
0.00002
0.00001
-
-
-
-
-
0.00133
0.00158
0.00291
18
-
-
-
-
-
0.00002
0.00000
-
-
-
-
-
0.00135
0.00158
0.00293
19
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00158
0.00158
20
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00158
0.00158
21
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00158
0.00158
Hari Ke-
Volume gas harian (L/g VS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Botol 1
Botol 2
1
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
2
0.00021
0.00013
0.00015
0.00022
0.00011
3
0.00033
0.00017
0.00022
0.00039
4
-
0.00061
0.00055
5
-
0.00056
6
-
7 8 9 10
44
Total
Lampiran 5. Produksi gas komposisi 3:5 ukuran 1.5-2 cm (2nd running) Hari Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0 100 88 -
Botol 2 0 100 87 57 35 19 -
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0 0 0 100 106 79 90 190 150 46 0 314 35 30 205 25 0 93 13 9 57 2 44 47 1 27 19 0 15 0 27 43 50 19 39 19 -
Botol 6 0 106 81 147 0 1 70 25 34 1 25 21 2 11 4 8 4 18 -
Botol 7 0 98 138 111 0 1 45 12 5 9 0 11 0 9 0 14 43 8 0 0 0 -
45
Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0.000 1.733 1.525 -
Botol 2 0.000 1.733 1.508 0.988 0.607 0.329 -
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6 0.000 0.000 0.000 0.000 1.733 1.837 1.369 1.837 1.560 3.293 2.600 1.404 0.797 0.000 5.442 2.548 0.607 0.520 3.553 0.000 0.433 0.000 1.612 0.017 0.225 0.156 0.988 1.213 0.035 0.763 0.815 0.433 0.017 0.468 0.329 0.589 0.000 0.260 0.017 0.000 0.468 0.433 0.745 0.867 0.364 0.329 0.035 0.676 0.191 0.329 0.069 0.139 0.069 0.312 -
Botol 7 0.000 1.698 2.392 1.924 0.000 0.017 0.780 0.208 0.087 0.156 0.000 0.191 0.000 0.156 0.000 0.243 0.745 0.139 0.000 0.000 0.000
Botol 1 0.000 1.733 3.258 -
Botol 2 0.000 1.733 1.508 0.988 0.607 0.329 -
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.000 0.000 0.000 1.733 1.837 1.369 1.560 3.293 2.600 0.797 0.000 5.442 0.607 0.520 3.553 0.433 0.000 1.612 0.225 0.156 0.988 0.035 0.763 0.815 0.017 0.468 0.329 0.000 0.260 0.000 0.468 0.745 0.867 0.329 0.676 0.329 -
Botol 6 0.000 1.837 1.404 2.548 0.000 0.017 1.213 0.433 0.589 0.017 0.433 0.364 0.035 0.191 0.069 0.139 0.069 0.312 -
Botol 7 0.000 1.698 2.392 1.924 0.000 0.017 0.780 0.208 0.087 0.156 0.000 0.191 0.000 0.156 0.000 0.243 0.745 0.139 0.000 0.000 0.000
46
Rata-rata 0.000 1.706 2.288 1.950 0.881 0.402 0.672 0.451 0.298 0.108 0.225 0.542 0.121 0.341 0.133 0.191 0.407 0.225 0.000 0.000 0.000
Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0.00000 0.00019 0.00017 -
Botol 2 0.00000 0.00019 0.00017 0.00011 0.00007 0.00004 -
Volume gas harian (L/g VS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00019 0.00020 0.00015 0.00017 0.00037 0.00029 0.00009 0.00000 0.00061 0.00007 0.00006 0.00040 0.00005 0.00000 0.00018 0.00003 0.00002 0.00011 0.00000 0.00008 0.00009 0.00000 0.00005 0.00004 0.00000 0.00003 0.00000 0.00005 0.00008 0.00010 0.00004 0.00008 0.00004 -
Botol 6 0.00000 0.00020 0.00016 0.00028 0.00000 0.00000 0.00014 0.00005 0.00007 0.00000 0.00005 0.00004 0.00000 0.00002 0.00001 0.00002 0.00001 0.00003 -
Botol 7 0.00000 0.00019 0.00027 0.00021 0.00000 0.00000 0.00009 0.00002 0.00001 0.00002 0.00000 0.00002 0.00000 0.00002 0.00000 0.00003 0.00008 0.00002 0.00000 0.00000 0.00000
Botol 1 0.00000 0.00019 0.00036 -
Botol 2 0.00000 0.00019 0.00036 0.00047 0.00054 0.00058 -
Volume gas kumulatif (L/g VS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00019 0.00020 0.00015 0.00037 0.00057 0.00044 0.00046 0.00057 0.00105 0.00052 0.00063 0.00144 0.00057 0.00063 0.00162 0.00060 0.00065 0.00173 0.00060 0.00073 0.00182 0.00060 0.00078 0.00186 0.00078 0.00189 0.00078 0.00194 0.00087 0.00204 0.00207 0.00215 0.00219 -
Botol 6 0.00000 0.00020 0.00036 0.00064 0.00064 0.00065 0.00078 0.00083 0.00090 0.00090 0.00095 0.00099 0.00099 0.00101 0.00102 0.00103 0.00104 0.00108 -
Botol 7 0.00000 0.00019 0.00046 0.00067 0.00067 0.00067 0.00076 0.00078 0.00079 0.00081 0.00081 0.00083 0.00083 0.00085 0.00085 0.00087 0.00096 0.00097 0.00097 0.00097 0.00097
47
Total 0.00000 0.00133 0.00292 0.00386 0.00445 0.00472 0.00452 0.00477 0.00493 0.00438 0.00448 0.00472 0.00389 0.00401 0.00405 0.00191 0.00200 0.00205 0.00097 0.00097 0.00097
Lampiran 6. Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) Hari Ke-
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5
Botol 1
Botol 2
Botol 6
Botol 7
0
0
0
0
0
0
0
0
1
60
54
48
59
51
0
60
2
113
0
0
100
94
65
100
3
-
111
117
127
151
20
80
4
-
130
52
48
79
39
29
5
-
51
49
53
49
22
0
6
-
-
27
28
15
23
0
7
-
-
5
22
19
22
7
8
-
-
13
19
23
19
14
9
-
-
-
6
0
3
7
10
-
-
-
27
2
0
0
11
-
-
-
5
12
27
1
12
-
-
-
-
0
26
0
13
-
-
-
-
31
0
0
14
-
-
-
-
0
0
0
15
-
-
-
-
-
5
1
16
-
-
-
-
-
0
0
17
-
-
-
-
-
5
0
18
-
-
-
-
-
-
0
19
-
-
-
-
-
-
0
20
-
-
-
-
-
-
0
21
-
-
-
-
-
-
-
48
Hari Ke-
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Botol 1
Botol 2
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
1.538
1.385
1.231
1.513
3
2.897
0.000
0.000
2.564
4
-
2.846
3.000
5
-
3.333
6
-
7 8 9 10 11
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Botol 7
Rata-rata
Botol 7
Botol 1
Botol 2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
1.308
0.000
1.538
1.538
1.385
1.231
1.513
1.308
0.000
1.538
1.216
2.410
1.667
2.564
4.436
1.385
1.231
4.077
3.718
1.667
4.103
2.945
3.256
3.872
0.513
2.051
-
4.231
4.231
7.333
7.590
2.179
6.154
5.286
1.333
1.231
2.026
1.000
0.744
-
7.564
5.564
8.564
9.615
3.179
6.897
6.897
1.308
1.256
1.359
1.256
0.564
0.000
-
8.872
6.821
9.923
10.872
3.744
6.897
7.855
-
-
0.692
0.718
0.385
0.590
0.000
-
-
7.513
10.641
11.256
4.333
6.897
8.128
-
-
0.128
0.564
0.487
0.564
0.179
-
-
7.641
11.205
11.744
4.897
7.077
8.513
-
-
0.333
0.487
0.590
0.487
0.359
-
-
7.974
11.692
12.333
5.385
7.436
8.964
-
-
-
0.154
0.000
0.077
0.179
-
-
-
11.846
12.333
5.462
7.615
9.314
-
-
-
0.692
0.051
0.000
0.000
-
-
-
12.538
12.385
5.462
7.615
9.500
12
-
-
-
0.128
0.308
0.692
0.026
-
-
-
12.667
12.692
6.154
7.641
9.788
13
-
-
-
-
0.000
0.667
0.000
-
-
-
-
12.692
6.821
7.641
9.051
14
-
-
-
-
0.795
0.000
0.000
-
-
-
-
13.487
6.821
7.641
9.316
15
-
-
-
-
0.000
0.000
0.000
-
-
-
-
13.487
6.821
7.641
9.316
16
-
-
-
-
-
0.128
0.026
-
-
-
-
-
6.949
7.667
7.308
17
-
-
-
-
-
0.000
0.000
-
-
-
-
-
6.949
7.667
7.308
18
-
-
-
-
-
0.128
0.000
-
-
-
-
-
7.077
7.667
7.372
19
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
7.667
7.667
20
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
7.667
7.667
21
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
7.667
7.667
49
Hari Ke-
Volume gas harian (L/g VS.hari)
Volume gas kumulatif (L/g VS)
Total
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
1
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
2
0.00011
0.00010
0.00009
0.00011
0.00009
0.00000
0.00011
0.00011
0.00010
0.00009
0.00011
0.00009
0.00000
0.00011
0.00061
3
0.00021
0.00000
0.00000
0.00018
0.00017
0.00012
0.00018
0.00032
0.00010
0.00009
0.00029
0.00027
0.00012
0.00029
0.00148
4
-
0.00020
0.00022
0.00023
0.00028
0.00004
0.00015
-
0.00030
0.00030
0.00053
0.00054
0.00016
0.00044
0.00227
5
-
0.00024
0.00010
0.00009
0.00015
0.00007
0.00005
-
0.00054
0.00040
0.00061
0.00069
0.00023
0.00049
0.00297
6
-
0.00009
0.00009
0.00010
0.00009
0.00004
0.00000
-
0.00064
0.00049
0.00071
0.00078
0.00027
0.00049
0.00338
7
-
-
0.00005
0.00005
0.00003
0.00004
0.00000
-
-
0.00054
0.00076
0.00081
0.00031
0.00049
0.00291
8
-
-
0.00001
0.00004
0.00003
0.00004
0.00001
-
-
0.00055
0.00080
0.00084
0.00035
0.00051
0.00305
9
-
-
0.00002
0.00003
0.00004
0.00003
0.00003
-
-
0.00057
0.00084
0.00088
0.00039
0.00053
0.00321
10
-
-
-
0.00001
0.00000
0.00001
0.00001
-
-
-
0.00085
0.00088
0.00039
0.00055
0.00267
11
-
-
-
0.00005
0.00000
0.00000
0.00000
-
-
-
0.00090
0.00089
0.00039
0.00055
0.00273
12
-
-
-
0.00001
0.00002
0.00005
0.00000
-
-
-
0.00091
0.00091
0.00044
0.00055
0.00281
13
-
-
-
-
0.00000
0.00005
0.00000
-
-
-
-
0.00091
0.00049
0.00055
0.00195
14
-
-
-
-
0.00006
0.00000
0.00000
-
-
-
-
0.00097
0.00049
0.00055
0.00200
15
-
-
-
-
0.00000
0.00000
0.00000
-
-
-
-
0.00097
0.00049
0.00055
0.00200
16
-
-
-
-
-
0.00001
0.00000
-
-
-
-
-
0.00050
0.00055
0.00105
17
-
-
-
-
-
0.00000
0.00000
-
-
-
-
-
0.00050
0.00055
0.00105
18
-
-
-
-
-
0.00001
0.00000
-
-
-
-
-
0.00051
0.00055
0.00106
19
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00055
0.00055
20
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00055
0.00055
21
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00055
0.00055
50
Lampiran 7. Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari Ke-
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5
Botol 1
Botol 2
Botol 6
Botol 7
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
200
200
175
180
184
2
0
0
114
94
29
102
128
3
-
23
18
23
18
33
18
4
-
116
110
99
75
74
104
5
-
86
48
34
58
36
67
6
-
-
27
19
20
14
35
7
-
-
6
6
4
8
7
8
-
-
37
8
24
15
20
9
-
-
-
18
10
7
7
10
-
-
-
5
10
14
14
11
-
-
-
15
17
5
7
12
-
-
-
-
19
18
11
13
-
-
-
-
5
2
5
14
-
-
-
-
18
0
4
15
-
-
-
-
-
20
12
16
-
-
-
-
-
7
0
17
-
-
-
-
-
6
8
18
-
-
-
-
-
-
0
19
-
-
-
-
-
-
15
20
-
-
-
-
-
-
0
21
-
-
-
-
-
-
-
51
Hari Ke-
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Botol 1
Botol 2
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
0.000
0.026
5.128
5.128
4.487
3
0.000
0.000
2.923
2.410
4
-
0.590
0.462
5
-
2.974
6
-
7 8 9 10
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 Botol 6
Botol 7
Rata-rata
Botol 7
Botol 1
Botol 2
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
4.615
4.718
0.000
0.026
5.128
5.128
4.487
4.615
4.718
3.443
0.744
2.615
3.282
0.000
0.026
8.051
7.538
5.231
7.231
8.000
5.154
0.590
0.462
0.846
0.462
-
0.615
8.513
8.128
5.692
8.077
8.462
6.581
2.821
2.538
1.923
1.897
2.667
-
3.590
11.333
10.667
7.615
9.974
11.128
9.051
2.205
1.231
0.872
1.487
0.923
1.718
-
5.795
12.564
11.538
9.103
10.897
12.846
10.457
-
-
0.692
0.487
0.513
0.359
0.897
-
-
13.256
12.026
9.615
11.256
13.744
11.979
-
-
0.154
0.154
0.103
0.205
0.179
-
-
13.410
12.179
9.718
11.462
13.923
12.138
-
-
0.949
0.205
0.615
0.385
0.513
-
-
14.359
12.385
10.333
11.846
14.436
12.672
-
-
-
0.462
0.256
0.179
0.179
-
-
-
12.846
10.590
12.026
14.615
12.519
11
-
-
-
0.128
0.256
0.359
0.359
-
-
-
12.974
10.846
12.385
14.974
12.795
12
-
-
-
0.385
0.436
0.128
0.179
-
-
-
13.359
11.282
12.513
15.154
13.077
13
-
-
-
-
0.487
0.462
0.282
-
-
-
-
11.769
12.974
15.436
13.393
14
-
-
-
-
0.128
0.051
0.128
-
-
-
-
11.897
13.026
15.564
13.496
15
-
-
-
-
0.462
0.000
0.103
-
-
-
-
12.359
13.026
15.667
13.684
16
-
-
-
-
-
0.513
0.308
-
-
-
-
-
13.538
15.974
14.756
17
-
-
-
-
-
0.179
0.000
-
-
-
-
-
13.718
15.974
14.846
18
-
-
-
-
-
0.154
0.205
-
-
-
-
-
13.872
16.179
15.026
19
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
16.179
16.179
20
-
-
-
-
-
-
0.385
-
-
-
-
-
-
16.564
16.564
21
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
16.564
16.564
52
Hari Ke-
Volume gas harian (L/g VS.hari)
Volume gas kumulatif (L/g VS)
Total
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
1
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
2
0.00000
0.00000
0.00037
0.00037
0.00032
0.00033
0.00034
0.00000
0.00000
0.00037
0.00037
0.00032
0.00033
0.00034
0.00173
3
0.00000
0.00000
0.00021
0.00017
0.00005
0.00019
0.00024
0.00000
0.00000
0.00058
0.00054
0.00038
0.00052
0.00057
0.00259
4
-
0.00004
0.00003
0.00004
0.00003
0.00006
0.00003
-
0.00004
0.00061
0.00058
0.00041
0.00058
0.00061
0.00283
5
-
0.00021
0.00020
0.00018
0.00014
0.00014
0.00019
-
0.00026
0.00081
0.00077
0.00055
0.00072
0.00080
0.00389
6
-
0.00016
0.00009
0.00006
0.00011
0.00007
0.00012
-
0.00042
0.00090
0.00083
0.00065
0.00078
0.00092
0.00450
7
-
-
0.00005
0.00003
0.00004
0.00003
0.00006
-
-
0.00095
0.00086
0.00069
0.00081
0.00099
0.00430
8
-
-
0.00001
0.00001
0.00001
0.00001
0.00001
-
-
0.00096
0.00087
0.00070
0.00082
0.00100
0.00435
9
-
-
0.00007
0.00001
0.00004
0.00003
0.00004
-
-
0.00103
0.00089
0.00074
0.00085
0.00104
0.00454
10
-
-
-
0.00003
0.00002
0.00001
0.00001
-
-
-
0.00092
0.00076
0.00086
0.00105
0.00359
11
-
-
-
0.00001
0.00002
0.00003
0.00003
-
-
-
0.00093
0.00078
0.00089
0.00107
0.00367
12
-
-
-
0.00003
0.00003
0.00001
0.00001
-
-
-
0.00096
0.00081
0.00090
0.00109
0.00375
13
-
-
-
-
0.00003
0.00003
0.00002
-
-
-
-
0.00084
0.00093
0.00111
0.00288
14
-
-
-
-
0.00001
0.00000
0.00001
-
-
-
-
0.00085
0.00093
0.00112
0.00290
15
-
-
-
-
0.00003
0.00000
0.00001
-
-
-
-
0.00089
0.00093
0.00112
0.00294
16
-
-
-
-
-
0.00004
0.00002
-
-
-
-
-
0.00097
0.00115
0.00212
17
-
-
-
-
-
0.00001
0.00000
-
-
-
-
-
0.00098
0.00115
0.00213
18
-
-
-
-
-
0.00001
0.00001
-
-
-
-
-
0.00099
0.00116
0.00216
19
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00116
0.00116
20
-
-
-
-
-
-
0.00003
-
-
-
-
-
-
0.00119
0.00119
21
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00119
0.00119
53
Lampiran 8. Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (1st running) Hari Ke-
Volume gas harian (ml) Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
0
0
0
0
0
0
0
0
1
100
100
100
100
100
100
100
2
20
31
100
50
30
80
140
3
-
14
40
20
35
50
75
4
-
5
15
20
18
34
32
5
-
0
5
8
7
10
15
6
-
-
13
5
10
23
9
7
-
-
1
1
3
8
3
8
-
-
8
15
23
15
18
9
-
-
-
5
10
7
8
10
-
-
-
1
3
8
6
11
-
-
-
7
9
22
19
12
-
-
-
-
0
1
0
13
-
-
-
-
0
1
2
14
-
-
-
-
0
0
2
15
-
-
-
-
-
1
0
16
-
-
-
-
-
6
12
17
-
-
-
-
-
1
2
18
-
-
-
-
-
-
1
19
-
-
-
-
-
-
1
20
-
-
-
-
-
-
0
21
-
-
-
-
-
-
-
54
Hari Ke-
Volume gas harian (L/kg TS.hari)
Volume gas kumulatif (L/kgTS)
Rata-rata
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
1
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
2
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
2.564
3
0.513
0.795
2.564
1.282
0.769
2.051
3.590
3.077
3.359
5.128
3.846
3.333
4.615
6.154
4.216
4
-
0.359
1.026
0.513
0.897
1.282
1.923
-
3.718
6.154
4.359
4.231
5.897
8.077
5.406
5
-
0.128
0.385
0.513
0.462
0.872
0.821
-
3.846
6.538
4.872
4.692
6.769
8.897
5.936
6
-
0.000
0.128
0.205
0.179
0.256
0.385
-
3.846
6.667
5.077
4.872
7.026
9.282
6.128
7
-
-
0.333
0.128
0.256
0.590
0.231
-
-
7.000
5.205
5.128
7.615
9.513
6.892
8
-
-
0.026
0.026
0.077
0.205
0.077
-
-
7.026
5.231
5.205
7.821
9.590
6.974
9
-
-
0.205
0.385
0.590
0.385
0.462
-
-
7.231
5.615
5.795
8.205
10.051
7.379
10
-
-
-
0.128
0.256
0.179
0.205
-
-
-
5.744
6.051
8.385
10.256
7.609
11
-
-
-
0.026
0.077
0.205
0.154
-
-
-
5.769
6.128
8.590
10.410
7.724
12
-
-
-
0.179
0.231
0.564
0.487
-
-
-
5.949
6.359
9.154
10.897
8.090
13
-
-
-
-
0.000
0.026
0.000
-
-
-
-
6.359
9.179
10.897
8.812
14
-
-
-
-
0.000
0.026
0.051
-
-
-
-
6.359
9.205
10.949
8.838
15
-
-
-
-
0.000
0.000
0.051
-
-
-
-
6.359
9.205
11.000
8.855
16
-
-
-
-
-
0.026
0.000
-
-
-
-
-
9.231
11.000
10.115
17
-
-
-
-
-
0.154
0.308
-
-
-
-
-
9.385
11.308
10.346
18
-
-
-
-
-
0.026
0.051
-
-
-
-
-
9.410
11.359
10.385
19
-
-
-
-
-
-
0.026
-
-
-
-
-
-
11.385
11.385
20
-
-
-
-
-
-
0.026
-
-
-
-
-
-
11.410
11.410
21
-
-
-
-
-
-
0.000
-
-
-
-
-
-
11.410
11.410
55
Hari Ke-
Volume gas harian (L/g VS.hari)
Volume gas kumulatif (L/g VS)
Total
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
Botol 1
Botol 2
Botol 3
Botol 4
Botol 5
Botol 6
Botol 7
1
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
0.00000
2
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00018
0.00129
3
0.00004
0.00006
0.00018
0.00009
0.00006
0.00015
0.00026
0.00022
0.00024
0.00037
0.00028
0.00024
0.00033
0.00044
0.00212
4
-
0.00003
0.00007
0.00004
0.00006
0.00009
0.00014
-
0.00027
0.00044
0.00031
0.00030
0.00042
0.00058
0.00233
5
-
0.00001
0.00003
0.00004
0.00003
0.00006
0.00006
-
0.00028
0.00047
0.00035
0.00034
0.00049
0.00064
0.00255
6
-
0.00000
0.00001
0.00001
0.00001
0.00002
0.00003
-
0.00028
0.00048
0.00036
0.00035
0.00050
0.00067
0.00264
7
-
-
0.00002
0.00001
0.00002
0.00004
0.00002
-
-
0.00050
0.00037
0.00037
0.00055
0.00068
0.00247
8
-
-
0.00000
0.00000
0.00001
0.00001
0.00001
-
-
0.00050
0.00038
0.00037
0.00056
0.00069
0.00250
9
-
-
0.00001
0.00003
0.00004
0.00003
0.00003
-
-
0.00052
0.00040
0.00042
0.00059
0.00072
0.00265
10
-
-
-
0.00001
0.00002
0.00001
0.00001
-
-
-
0.00041
0.00043
0.00060
0.00074
0.00218
11
-
-
-
0.00000
0.00001
0.00001
0.00001
-
-
-
0.00041
0.00044
0.00062
0.00075
0.00222
12
-
-
-
0.00001
0.00002
0.00004
0.00003
-
-
-
0.00043
0.00046
0.00066
0.00078
0.00232
13
-
-
-
-
0.00000
0.00000
0.00000
-
-
-
-
0.00046
0.00066
0.00078
0.00190
14
-
-
-
-
0.00000
0.00000
0.00000
-
-
-
-
0.00046
0.00066
0.00079
0.00190
15
-
-
-
-
0.00000
0.00000
0.00000
-
-
-
-
0.00046
0.00066
0.00079
0.00191
16
-
-
-
-
-
0.00000
0.00000
-
-
-
-
-
0.00066
0.00079
0.00145
17
-
-
-
-
-
0.00001
0.00002
-
-
-
-
-
0.00067
0.00081
0.00148
18
-
-
-
-
-
0.00000
0.00000
-
-
-
-
-
0.00067
0.00081
0.00149
19
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00082
0.00082
20
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00082
0.00082
21
-
-
-
-
-
-
0.00000
-
-
-
-
-
-
0.00082
0.00082
56
Lampiran 9. Produksi gas komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0 0 0 -
Botol 2 0 0 0 8 0 7 -
Volume gas harian (ml) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0 0 0 0 52 47 38 90 145 27 14 17 116 103 98 52 61 79 25 25 80 12 14 80 33 23 15 28 17 15 15 15 9 6 0 3 1 -
Botol 6 0 13 134 14 84 97 49 8 27 16 6 5 37 0 0 0 0 0 -
Botol 7 0 0 23 8 54 53 19 9 17 13 17 6 8 7 1 1 1 0 8 0 0 -
57
Hari Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0.000 0.000 0.000 -
Botol 2 0.000 0.000 0.000 0.205 0.000 0.179 -
Volume gas harian (L/kg TS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.000 0.000 0.000 0.000 1.333 1.205 0.974 2.308 3.718 0.692 0.359 0.436 2.974 2.641 2.513 1.333 1.564 2.026 0.641 0.641 2.051 0.308 0.359 2.051 0.846 0.590 0.385 0.718 0.436 0.385 0.385 0.385 0.231 0.154 0.000 0.077 0.026 -
Botol 6 0.000 0.333 3.436 0.359 2.154 2.487 1.256 0.205 0.692 0.410 0.154 0.128 0.949 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 -
Botol 7 0.000 0.000 0.590 0.205 1.385 1.359 0.487 0.231 0.436 0.333 0.436 0.154 0.205 0.179 0.026 0.026 0.026 0.000 0.205 0.000 0.000 -
Botol 1 0.000 0.000 0.000 -
Botol 2 0.000 0.000 0.000 0.205 0.205 0.385 -
Volume gas kumulatif (L/kgTS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.000 0.000 0.000 0.000 1.333 1.205 0.974 3.641 4.923 1.667 4.000 5.359 4.641 6.641 7.872 5.974 8.205 9.897 6.615 8.846 11.949 6.923 9.205 14.000 7.769 9.795 14.385 8.487 10.231 14.769 10.615 15.154 10.846 15.308 15.308 15.385 15.410 -
Botol 6 0.000 0.333 3.769 4.128 6.282 8.769 10.026 10.231 10.923 11.333 11.487 11.615 12.564 12.564 12.564 12.564 12.564 12.564 -
Botol 7 0.000 0.000 0.590 0.795 2.179 3.538 4.026 4.256 4.692 5.026 5.462 5.615 5.821 6.000 6.026 6.051 6.077 6.077 6.282 6.282 6.282 -
58
Rata-rata 0.000 0.410 1.985 2.692 4.637 6.128 8.292 8.923 9.513 9.969 10.679 10.846 11.231 11.316 11.333 9.308 9.321 9.321 6.282 6.282 6.282 -
Hari Ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Botol 1 0.00000 0.00000 0.00000 -
Botol 2 0.00000 0.00000 0.00000 0.00001 0.00000 0.00001 -
Volume gas harian (L/g VS.hari) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00010 0.00009 0.00007 0.00017 0.00027 0.00005 0.00003 0.00003 0.00021 0.00019 0.00018 0.00010 0.00011 0.00015 0.00005 0.00005 0.00015 0.00002 0.00003 0.00015 0.00006 0.00004 0.00003 0.00003 0.00003 0.00003 0.00003 0.00002 0.00001 0.00000 0.00001 0.00000 -
Botol 6 0.00000 0.00002 0.00025 0.00003 0.00015 0.00018 0.00009 0.00001 0.00005 0.00003 0.00001 0.00001 0.00007 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 -
Botol 7 0.00000 0.00000 0.00004 0.00001 0.00010 0.00010 0.00003 0.00002 0.00003 0.00002 0.00003 0.00001 0.00001 0.00001 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00001 0.00000 0.00000 -
Botol 1 0.00000 0.00000 0.00000 -
Botol 2 0.00000 0.00000 0.00000 0.00001 0.00001 0.00003 -
Volume gas kumulatif (L/g VS) Botol 3 Botol 4 Botol 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00010 0.00009 0.00007 0.00026 0.00035 0.00012 0.00029 0.00038 0.00033 0.00048 0.00056 0.00043 0.00059 0.00071 0.00047 0.00063 0.00086 0.00050 0.00066 0.00100 0.00056 0.00070 0.00103 0.00073 0.00106 0.00076 0.00109 0.00078 0.00110 0.00110 0.00110 0.00111 -
Botol 6 0.00000 0.00002 0.00027 0.00030 0.00045 0.00063 0.00072 0.00073 0.00078 0.00081 0.00082 0.00083 0.00090 0.00090 0.00090 0.00090 0.00090 0.00090 -
Botol 7 0.00000 0.00000 0.00004 0.00006 0.00016 0.00025 0.00029 0.00031 0.00034 0.00036 0.00039 0.00040 0.00042 0.00043 0.00043 0.00043 0.00044 0.00044 0.00045 0.00045 0.00045 -
59
Total 0.00000 0.00021 0.00100 0.00116 0.00200 0.00264 0.00297 0.00320 0.00341 0.00297 0.00306 0.00311 0.00242 0.00243 0.00244 0.00134 0.00134 0.00134 0.00045 0.00045 0.00045 -
Lampiran 10. Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
14.56 9.70
14.56
14.56
% TS 14.56
14.56
Lampiran 11. Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running)
14.56
14.56
10.87 9.95 8.94 8.26 9.44 8.36 0.087 0.058
0.087
0.087
TS (kg) 0.087
0.087
0.087
0.087
0.065 0.060 0.054 0.050 0.057 0.050
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
90.63 84.99
90.63
90.63
% TVS 90.63
90.63
90.63
90.63
77.73 84.47 83.78 81.19 83.90 82.26 543.78 509.94
543.78
543.78
TVS (g) 543.78
543.78
543.78
543.78
466.35 506.82 502.68 487.14 503.37 493.53
Lampiran 12. Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
2607491.74 3913925.75
2607491.74
Nilai COD Digestat (mg/g) 2607491.74 2607491.74 2607491.74
2607491.74
2607491.74
2179411.68 3662961.73 4654331.84 2720984.30 3040423.15 2397794.03 16666.67 15866.67
16666.67
Nilai COD Lindi (mg/l) 16666.67 16666.67 16666.67
16666.67
16666.67
3200.00 13866.67 27600.00 33600.00 1200.00 31600.00
60
Lampiran 13. Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
6.67 4.6
6.67
Nilai pH digestat 6.67 6.67 6.67
6.67
Lampiran 14. Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) 6.67
4.73 5 4.9 5.03 4.83 5.5 6.67 5
6.67
Nilai pH lindi 6.67 6.67 6.67
6.67
6.67
5 5.5 4.9 5.3 4.57 5.5
Lampiran 15. Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari Ke% TVS 0 86.37 86.37 86.37 86.37 86.37 3 88.91 6 87.51 9 87.51 12 80.03 15 72.77 18 21 Hari KeTVS (g) 0 518.22 518.22 518.22 518.22 518.22 3 533.43 6 525.03 9 525.03 12 480.18 15 436.62 18 21
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
86.37
9.61 13.04
9.61
9.61
% TS 9.61
9.61
9.61
9.61
13.73 13.73 7.18 9.87 10.48 10.97 0.0577 0.0782
0.0577
TS (kg) 0.0577 0.0577 0.0577
0.0577
0.0577
0.0824 0.0824 0.0431 0.0592 0.0629 0.0658
86.37
88.58 85.07 518.22
518.22
531.45 510.42
61
Lampiran 16. Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari KeNilai pH digestat 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 0 3 5.5 5.27 6 4.9 9 5.1 12 5.9 15 18 5 21 5 Hari KeNilai pH lindi 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 0 3 5.53 6 5.3 9 4.9 12 5.2 15 5.9 18 5 21 5.1 Lampiran 17. Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari KeNilai COD Digestat (mg/g) 0 7205857.60 7205857.60 7205857.60 7205857.60 7205857.60 3 209623.10 6 3915407.29 9 3915407.29 12 5012658.55 15 2769488.54 18 21 Hari KeNilai COD Lindi (mg/l) 0 30400.00 30400.00 30400.00 30400.00 30400.00 3 1200.00 6 42000.00 9 0.00 12 15800.00 15 12000.00 18 21
7205857.60
7205857.60
3129944.88 1412009.98 30400.00
30400.00
14400.00 6800.00 62
Lampiran 18. Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (1st running) Hari Ke% TS 0 19.50 19.50 19.50 19.50 19.50 19.50 3 9.60 6 10.23 9 12.74 12 5.80 15 10.66 18 9.53 21 Hari KeTS (kg) 0 0.117 0.117 0.117 0.117 0.117 0.117 3 0.058 6 0.061 9 0.076 12 0.035 15 0.064 18 0.057 21
9.61
11.39 0.058
0.068
Lampiran 19. Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (1st running) Hari KeNilai pH digestat 0 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 3 5 6 5.1 9 4.9 12 4.87 15 5.03 18 4.8 21 Hari KeNilai pH lindi 0 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 3 5 6 5.3 9 5.4 12 4.87 15 5.4 18 5.97 21
6.8
5.6 6.8
5.6
Lampiran 20. Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
90.63 80.76
86.37
86.37
% TVS 86.37
86.37
86.37
86.37
78.64 83.01 73.64 74.41 78.70 83.11 543.78 484.53
518.22
TVS (g) 518.22 518.22 518.22
518.22
518.22
471.84 498.06 441.84 446.46 472.17 498.63
63
Lampiran 21. Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
2115596.60 1718922.75
2115596.60
Nilai COD Digestat (mg/g) 2115596.60 2115596.60 2115596.60
4292833.89
5807032.32 4818378.23 8706043.02 2461315.55 3584303.87 2998982.95 16666.67 6666.67
16666.67
Nilai COD Lindi (mg/l) 16666.67 16666.67 16666.67
16666.67
16666.67
24000.00 20533.33 26800.00 38400.00 12400.00 12400.00
Lampiran 22. Nilai TS komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
2115596.60
9.61 12.40
9.61
9.61
% TS 9.61
9.61
9.61
Lampiran 23. Nilai TVS komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) 9.61
14.13 14.13 11.93 10.56 11.12 14.66 0.0577 0.0744
0.0577
TS (kg) 0.0577 0.0577 0.0577
0.0577
0.0577
0.0848 0.0848 0.0716 0.0634 0.0667 0.0880
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
86.37 82.64
86.37
86.37
% TVS 86.37
86.37
86.37
86.37
86.19 86.19 76.04 83.87 79.25 83.69 518.22 495.84
518.22
TVS (g) 518.22 518.22 518.22
518.22
518.22
517.11 517.11 456.24 503.22 475.5 502.11
64
Lampiran 24. Nilai COD komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari KeNilai COD Digestat (mg/g) 0 7830127.45 7830127.45 7830127.45 7830127.45 7830127.45 3 2634940.91 6 2942969.46 9 5325373.30 12 6307420.35 15 7125712.57 18 21 Hari KeNilai COD Lindi (mg/l) 0 30400.00 3 15600.00 6 42000.00 9 6800.00 12 36000.00 15 4800.00 18 21 Lampiran 25. Nilai pH komposisi 3:5 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari KeNilai pH digestat 0 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 3 5.73 6 5.07 9 5.3 12 5.3 15 5.70 18 5.3 21 Hari KeNilai pH lindi 0 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 6.8 3 5.73 6 4.73 9 5.1 12 5.4 15 5.7 18 5.1 21
7830127.45
7830127.45
6766863.74 5132846.16
79600.00 19200.00 Lampiran 26. Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running)
6.8
5 6.8
5.1
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
6.46 20.14
6.46
6.46
% TS 6.46
6.46
6.46
6.46
12.98 14.19 14.08 15.67 13.65 15.81 0.039 0.121
0.039
0.039
TS (kg) 0.039 0.039
0.039
0.039
0.078 0.085 0.084 0.094 0.082 0.095
65
Lampiran 27. Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running) Hari Ke% TVS 0 90.63 90.63 90.63 90.63 90.63 90.63 90.63 3 81.32 6 84.86 9 82.92 12 87.15 15 90.70 18 90.05 21 84.16 Hari KeTVS (g) 0 543.78 543.78 543.78 543.78 543.78 543.78 543.78 3 487.92 6 509.16 9 497.52 12 522.87 15 544.2 18 540.3 21 504.96
Lampiran 28. Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
6.8 5.7
6.8
Nilai pH digestat 6.8 6.8 6.8
6.8
6.8
5 5.7 4.9 5.87 5.17 5.5 6.8 5.8
6.8
Nilai pH lindi 6.8 6.8 6.8
6.8
6.8
5.4 5.8 5.07 5.7 5.03 5.3
Lampiran 29. Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 0,1-0,5 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
10388261.26 1359139.45
10388261.26
Nilai COD Digestat (mg/g) 10388261.26 10388261.26 10388261.26
10388261.26
10388261.26
8503488.13 1493449.82 627132.25 9297725.86 5110415.71 5026578.03 Nilai COD Lindi (mg/l) 30400.00 16000.00 18400.00 0.00 46400.00 0.00 46900.00 13800.00
66
Lampiran 30. Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari Ke% TS 0 6.46 6.46 6.46 6.46 6.46 6.46 3 6.46 6 6.39 9 5.92 12 6.27 15 5.40 18 6.42 21 Hari KeTS (kg) 0 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 0.039 3 0.039 6 0.038 9 0.036 12 0.038 15 0.032 18 0.039 21
Lampiran 31. Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 0,1-0,5 cm (2nd running) 6.46
6.29 0.039
0.038
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
Lampiran 32. Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari KeNilai COD Digestat (mg/g) 0 10388261.26 10388261.26 10388261.26 10388261.26 10388261.26 3 10388261.26 6 6909250.45 9 2013603.01 12 4788209.74 15 6295478.70 18 21 Hari KeNilai COD Lindi (mg/l) 0 30400.00 3 30400.00 6 -1200.00 9 9800.00 12 53600.00 15 28000.00 18 21
90.63 90.63
90.63
90.63
% TVS 90.63
90.63
90.63
90.63
78.63 83.01 79.58 79.66 81.41 86.50 543.78 543.78
543.78 0 471.78
10388261.26
TVS (g) 543.78 543.78 543.78 0 0 0 0 0 0 498.06 0 0 477.45 0 477.93
543.78 0 0 0 0 0 488.43
543.78 0 0 0 0 0 0 519
10388261.26
5982958.88 5615276.36
29800.00 55400.00
67
Lampiran 33. Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 0.1-0.5 cm (2nd running) Hari KeNilai pH digestat 0 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 3 5.6 6 5.73 9 5.9 12 5.77 15 5.57 18 5 21 5 Hari KeNilai pH lindi 0 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 3 5.57 6 6.3 9 5.9 12 5.6 5.5 15 18 5 21 5.1 Lampiran 35. Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (1st running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
90.63 83.18
90.63
90.63
% TVS 90.63
90.63
90.63
90.63
87.68 80.22 86.63 87.17 83.62 543.78 499.08
543.78
543.78
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
6.46 13.23
6.46
6.46
% TS 6.46
6.46
6.46
6.46
13.05 18.39 14.97 20.95 15.92 9.60 0.039 0.079
0.039
0.039
TS (kg) 0.039 0.039
0.039
0.039
0.078 0.110 0.090 0.126 0.096 0.058
Lampiran 36. Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (1st running)
65.16
TVS (g) 543.78 543.78 543.78
Lampiran 34. Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (1st running)
543.78
390.96 526.05 481.32 519.75 523.02 501.72
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
6.8 5.7
6.8
Nilai pH digestat 6.8 6.8 6.8
6.8
6.8
5 5.7 4.9 5.87 5.17 5.5 6.8 5.8
6.8
Nilai pH lindi 6.8 6.8 6.8
6.8
6.8
5.4 5.8 5.07 5.7 5.03 5.3
68
Lampiran 37. Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 1.5-2 cm (1st running) Hari KeNilai COD Digestat (mg/g) 0 10768609.50 10768609.50 10768609.50 10768609.50 10768609.50 3 2283140.56 6 3717439.53 9 597280.14 12 7948773.21 15 5505098.22 18 21 Hari KeNilai COD Lindi (mg/l) 0 30400.00 3 15600.00 6 19200.00 9 4800.00 12 10400.00 15 56250.00 18 21 Lampiran 38. Nilai TS komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
6.46 6.46
6.46
6.46
% TS 6.46
6.46
6.46
6.46
5.92 6.27 5.40 6.42 6.29 0.039 0.039
0.039
0.039
0.039
10768609.50
7474443.15 1525553.01
41800.00 21200.00
Lampiran 39. Nilai TVS komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (2nd running)
6.39
TS (kg) 0.039 0.039
10768609.50
0.039
0.038 0.036 0.038 0.032 0.039 0.038
Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21 Hari Ke0 3 6 9 12 15 18 21
90.63 90.63
90.63
90.63
% TVS 90.63
90.63
90.63
90.63
78.63 83.01 79.58 79.66 81.41 86.50 543.78 543.78
543.78
TVS (g) 543.78 543.78 543.78
543.78
543.78
471.78 498.06 477.45 477.93 488.43 519
69
Lampiran 40. Nilai COD komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari KeNilai COD Digestat (mg/g) 0 10388261.26 10388261.26 10388261.26 10388261.26 10388261.26 3 10388261.26 6 6909250.45 9 2013603.01 12 4788209.74 15 6295478.70 18 21 Hari KeNilai COD Lindi (mg/l) 0 30400.00 3 30400.00 6 -1200.00 9 9800.00 12 53600.00 15 28000.00 18 21 Lampiran 41. Nilai pH komposisi 5:3 ukuran 1,5-2 cm (2nd running) Hari KeNilai pH digestat 0 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 3 5.6 6 5.73 9 5.9 12 5.77 15 5.57 18 5 21 Hari KeNilai pH lindi 0 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 6.67 3 5.57 6 6.3 9 5.9 12 5.6 15 5.5 18 5 21
10388261.26
10388261.26
5982958.88 5615276.36
29800.00 55400.00
6.67
5 6.67
5.1
70
LAMPIRAN